1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Tentang Tindak Pidana
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana merupakan terjemahan dari bahasa Belanda yaitu Strafbaarfeit atau delict yang berasal dari bahasa Latin delictum.
Sedangkan perkataan ”feit” itu sendiri di dalam bahasa Belanda berarti ”sebagian dari kenyataan” atau ”een gedeelte van werkelijkheid”
sedangkan ”strafbaar” berarti ”dapat dihukum”, sehingga secara harfiah perkataan ”strafbaar feit ” itu dapat diterjemahkan sebagai ” sebagian
dari suatu keny ataan yang dapat dihukum”.
1
Sedangkan Moeljatno dalam Sudarto, memberikan arti perbuatan pidana sebagai suatu
perbuatan yang diancam dengan pidana, barangsiapa yang melanggar larangan tersebut.
2
Pendapat para ahli mengenai tindak pidana ini berbeda-beda, berkaitan dengan pandangan yang mereka anut, yaitu pandangan
dualistis dan pandangan monistis. Menurut Pompe, yang merumuskan bahwa suatu strafbaar feit
itu sebenarnya adalah tidak lain daripada suatu “tindakan yang menurut
1
P.A.F. Lamintang, Dasar-Dasar Hukum Pidana Indonesia, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997, h. 181
2
Sudarto, Hukum Pidana I, Yayasan Sudarto, Semarang 1990, h. 43
2
sesuatu rumusan Undang-Undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum”.
3
Vos merumuskan bahwa strafbaar feit adalah “suatu kelakuan
manusia yang diancam pidana oleh peraturan perundang- undangan”.
4
J. Bouman dalam Adami Chazawi berpendapat bahwa tindak pidana adalah perbuatan yang memenuhi rumusan delik, bersifat
melawan hukum dan dilakukan dengan kesalahan.
5
Pandangan ini berpendapat bahwa antara perbuatan pidana dan pertanggung jawaban
pidana harus dipisahkan. Meskipun dalam KUHP tidak memberikan pengertian tentang
tindak pidana tetapi kita dapat melihat dari beberapa pakar hukum pidana yang memberikan pengertian tentang straafbaarfeit. Straafbaar
feit menurut Simons adalah tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja ataupun tidak dengan sengaja oleh seseorang
yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang- undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum. Alasan
dari Simons dalam Moeljatno merumuskan straafbaarfeit seperti tersebut di atas, karena
6
: a.
Untuk adanya straafbaarfeit disyaratkan bahwa disitu terdapat suatu tindakan yang dilarang ataupun yang diwajibkan dengan
undang-undang dimana pelanggaran terhadap larangan atau
3
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana I: Stelsel Pidana, Tindak Pidana, Teori-Teori Pemidanaan Dan Batas Berlakunya Hukum Pidana, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005, h.
72.
4
Ibid. h. 72
5
Ibid., h. 104
6
P.A.F. Lamintang, Op. Cit., h. 185
3
kewajiban seperti itu telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum;
b. Agar suatu tindakan itu dapat dihukum maka tindakan itu harus
memenuhi semua unsur dari delik seperti yang dirumuskan dengan undang-undang;
c. Setiap straafbaarfeit sebagai pelanggaran terhadap suatu larangan
atau kewajiban, menurut undang-undang itu, pada hakikatnya merupakan tindakan melawan hukum atau merupakan suatu
onrechtmatige handeling. Dari pengertian straafbaarfeit tindak pidana tersebut, maka
untuk adanya Tindak Pidana harus ada unsur-unsur yang dipenuhi, sebagai berikut :
a. Perbuatan manusia
b. Memenuhi rumusan Undang-Undang syarat formil
c. Bersifat melawan hukum syarat materii
2. Unsur Tindak Pidana