10
2.4. Habitus
Habitus adalah struktur mental atau kognitif yang dengannya Aktor berhubungan dengan dunia sosial. Aktor dibekali dengan serangkaian tema
terinternalisasi yang mereka gunakan untuk merasakan, memahami, mengapresiasi dan mengevaluasi dunia sosial, melalui skema inilah orang menghasilkan praktik
mereka, merasakan dan mengevaluasinya, secara dealektis habitus adalah produk dari internalisasi struktur dunia sosial Bourdieu, 1989; 18 Sebenarnya kita dapat
menganggap habitus sebagai “akal sehat” Cammon sense Halton, 2000. Mereka merefleksikan pembagian objektif dalam struktur kelas, seperti kelompok usia, jenis
kelamin, dan kelas sosial. Habitus di peroleh sebagai akibat dari ditempatinya posisi di dunia sosial dalam waktu yang panjang. Jadi habitus bervariasi tergantung pada
sifat posisi seseorang di dunia tersebut; tidak semua orang memiliki habitus yang sama. Namun mereka yang menempati posisi sama di dunia sosial cenderung
memiliki habitus yang sama Agar adil bagi Bourdieu, disini harus kita tambahkan ia mengemukakan pernyataan sedemikian rupa sehingga diarahkan oleh keiginan untuk
memperkenalkan kembali praktik agen, kemampuan, penemuan dan improvisasinya Bourdieu, 1990; 13 Dalam hal ini habitus bisa jadi merupakan fenomena kolektif.
Habitus memungkinkan orang memahami dunia sosial, namun keberadaan berbagai habitus berarti bahwa dunia sosial dan strukturnya tidak menancapkan dirinya secara
seragam pada setiap aktor. Ritzer, dan Goodman, 2004
2.5. Jaringan Irigasi
Irigasi sudah sangat lama di kenal di Indonesia, dan petanilah yang mula-mula membangunnya. Petani membagun irigasi untuk memenuhi kebutuhan mengairi areal
persawahan yang mereka miliki. Jaringan irigasi yang dibangun umumnya berskala kecil dan bentuknya sederhana sekali. Kegiatan membangun irigasi biasanya
dilakukan petani dengan mendayagunakan sumberdaya mereka, secara swadaya dan bergotong royong. Diberbagai daerah kita masih menjumpai irigasi-irigasi yang di
bangun oleh petani, yang hingga sekarang masih berjalan dengan baik. Irigasi semacam ini biasa disebut irigasi desa atau irigasi tradisional.
Sejarah irigasi yang panjang di indonesia telah memberi kesempatan bagi petani untuk menumbuhkan kelembagaan-kelembagaan pengelolaan air irigasi secara
11
tradisional. Apabilah sarana fisik s ebuah jaringan irigasi merupakan “ perangkat
keras”nya, maka lembaga-lembaga tersebut baik yang formal maupun yang tidak formal, merupakan “ perangkat lunak”nya, yang mutlak di perlukan untuk mengelola
air irigasi sebagaimana mestinya. Lembaga-lembaga yang telah di kembangkan oleh petani itu merupakan semacam sumber daya nasional yang sangat berharga, yang
patut dipelajari dan dipahami agar potensi air irigasi dan kemakmuran penghuni pedesaan dapat di tingkatkan.
Dalam Perkembangan selanjutnya, Jhon S. Ambler Lubis dan Harahap, 1988: 75. Menyebutkan bahwa: irigasi bukan menjadi kebutuhan petani saja, melainkan
juga kebutuhan pemerintah, terus berlanjut hingga sekarang. Irigasi merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian yang sejak Pembagunan Lima Tahun pelita 1
secara intensif di kembangkan seiring dengan program pemerintah untuk mencapai swasembada pangan, terutama beras.
Di indonesia perlu di bedakan antara irigasi yang di kelola oleh pemerintah dan irigasi yang di kelola oleh petani, yang dul
u di sebut “irigasi rakyat” atau irigasi tradisional tetapi menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku resminya
disebut irigasi pedesaan. Irigasi tersebut yang telah dibangun dengan atau tanpa bantuan pemerintah di kelola sepenuhnya oleh petani yang bersangkutan. Irigasi
sejenis ini dapat di sebut irigasi petani. Irigasi yang di kelola oleh pemerintah lazim disebut sebagai irigasi Dinas Pekerjaan Umum PU. Irigasi tersebut umumnya telah
dibangun baru atau di bantu oleh pemerintah, departemen pekerjaan umum, dan sebagian tugas pengelolaan dikerjakan oleh dinas pekerjaan umum propinsi. Dalam
duapuluh tahun terakhir ini selain dari membagun irigasi baru dan meningkatkan irigasi PU lainnya, banyak juga irigasi petani yang di ambil ali oleh pemerintah
menjadi irigasi PU. Jhon S. Amber, 1991: 5 Di jaringan irigasi berukuran besarpun, usaha pengelolaan air untuk
menunjang produksi pangan tidaklah semata-mata sesuatu kegiatan teknis berkala. Air perlu di atur oleh manusia supaya pemberiannya kepada lahan tepat jumlahnya dan
waktunya. Berhasil tidaknya usaha itu tergantung pada tegnologi yang di pergunakan. Namun dengan teknologi manapun untuk mengelola air irigasi dengan baik perlu
dilaksanakan serangkainyan kegiatan yang menyangkut seluruh aspek operasi dan
12
pemeliharaan, mulai dari pengerahan tenaga untuk membersihkan saluran atau memperbaiki bendung sampai kepada penyelesaiaan konflik mengenai pembagian air
dan perencanaan untuk musim tanam berikutnya. Pola Pengelolaan irigasi pada dasarnya dapat di bagi dalam 2 kategori utama
yaitu; pertama, pengelolaan irigasi yang didominasi oleh intervensi pemerintah sebagai warisan dari Pola tata tanam yang di tetapkan dalam pengaturan air yang
mendukung tata tanam. Pola ini dapat di sebut sebagai pola berwawasan teknis. Pola kedua didominasi oleh peranan masyarakat setempat dalam mengatur alokasi dan
distribusi air. Pola ini dapat disebut pola yang berwawasan sosial.
2.6. Organisasi Petani Pemakai Air