1
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Globalisasi, inovasi teknologi dan persaingan yang ketat pada abad ini memaksa perusahaan-perusahaan mengubah cara mereka menjalankan
bisnisnya. Agar dapat terus bertahan dengan cepat, perusahaan-perusahaan mengubah bisnis yang berdasarkan pada tenaga kerja menuju bisnis yang
berdasarkan pada pengetahuan, dengan karakteristik utama ilmu
pengetahuan. Seiring dengan perubahan ekonomi yang memiliki karakteristik ekonomi yang berbasis ilmu pengetahuan dengan penerapan
manajemen pengetahuan, maka kemakmuran suatu perusahaan akan bergantung pada penciptaan transformasi
dan kapitalisasi
dari pengetahuan itu sendiri Sawarjuwono 2003: 36.
Dalam sistem manajemen yang berbasis pengetahuan ini, maka modal yang konvensional seperti sumber daya alam, sumber daya keuangan dan
aktiva fisik lainnya menjadi kurang penting dibandingkan dengan modal yang berbasis pada pengetahuan dan teknologi Sawarjuwono 2003: 36.
Munculnya new economy yang secara prinsip didorong oleh perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan, juga telah
memicu tumbuhnya minat dalam intellectual capital Bontis, 2000: 2. Ciri
utama definisi intellectual capital ialah bahwa mereka mengakui hubungan antara intellectual capital, struktur dan kinerja organisasi. Hal ini
mencerminkan keunikan individu dalam meningkatkan keunggulan kompetitif perusahaan Mangane. et al, 2010:12.
Harrison dan Sollivan 2000 dalam Ulum 2009: 2 menyatakan bahwa perhatian terhadap intangible asset telah meningkat secara dramatis.
Semakin meningkatnya perhatian tersebut, berarti semakin meningkat kesadaran perusahaan mengenai intellectual capital. Bontis 2000: 73
menunjukkan bahwa pengetahuan bukan sekedar sumber daya sebagai faktor produksi, tapi sumber daya yang sangat berarti sekarang ini.
P ekerja yang memiliki kompetensi dan komitmen terhadap tujuan bisnis adalah aset terpenting perusahaan, sementara pekerja yang memiliki
kompetensi yang tinggi tapi tidak memiliki komitmen yang baik tidak akan dapat bekerja efektif.
Bertolak belakang dengan meningkatnya pengakuan intellectual capital dalam mendorong nilai dan keunggulan kompetitif perusahaan,
pengukuran yang tepat terhadap intellectual capital perusahaan belum dapat ditetapkan. Misalnya, Pulic 1998; 1999; 2000 tidak mengukur
secara langsung intellectual capital perusahaan, tetapi mengajukan suatu ukuran untuk menilai efisiensi dari nilai tambah sebagai hasil dari
kemampuan intelektual perusahaan Value Added Intellectual Coefficient –
VAIC. Komponen utama dari VAIC dapat dilihat dari sumber daya perusahaan, yaitu capital employed efficiency CEE yang diukur dengan
value added capital employed VACA, human capital efficiency HCE yang diukur dengan value added human capital VAHU, dan structural
capital efficiency SCE yang diukur dengan structural capital value added STVA.
Widyaningrum 2004 : 16-17 menjelaskan yang terjadi dalam knowledge
based industries
adalah proses
pentransformasian, pengkapitalisasian, dan pentransferan pengetahuan sebagai sarana untuk
memperoleh penghasilan. Misalnya saja, sebuah software komputer yang dirancang dari ide dan intelektual pembuatnya, bukan karena sarana fisik
yang ada membuktikan bahwa modal intelektual menyumbangkan arti penting dalam industri. Intellectual capital memang masih baru dan belum
banyak ditanggapi oleh para pelaku bisnis global, padahal adanya perbedaan antara nilai buku dengan nilai pasar saham perbedaan ini
mencolok untuk perusahaan yang berbasis pengetahuan, menunjukkan adanya missing value berupa intellectual capital.
Intellectual capital mulai menjadi perhatian bagi bisnis di Indonesia setelah adanya pernyataan standar akuntansi keuangan PSAK 19
mengenai Aset Tidak Berwujud Ulum, 2009: 3. PSAK 19 Revisi 2009 menyatakan, Aset Tidak Berwujud adalah aset nonmoneter yang dapat
diidentifikasi tanpa wujud fisik
.
Dalam paragraf 9, PSAK 19 Revisi 2000, menyebutkan contoh dari aset tidak berwujud seperti ilmu pengetahuan dan
teknologi, desain dan implementasi sistem atau proses baru, lisensi, hak kekayaan intelektual, pengetahuan mengenai pasar dan merek dagang
termasuk merek produk dan judul publisitas. Contoh umum lainnya adalah piranti lunak komputer, paten, hak cipta, film, daftar pelanggan, hak
pelayanan jaminan, hak memancing, kuota impor, waralaba, hubungan dengan pemasok atau pelanggan, kesetiaan pelanggan, pangsa pasar dan
hak pemasaran. Dalam PSAK 19 revisi 2000, telah disebutkan perhatian secara implisit terhadap intellectual capital. Abidin 2000 dalam Ulum
2009: 3 menjelaskan meskipun PSAK 19 menyebutkan secara implisit mengenai intellectual capital, namun dalam dunia praktik intellectual
capital belum dikenal secara luas di Indonesia, hal ini diketahui dengan memperhatikan
perusahaan-perusahaan cenderung
menggunakan conventional based dalam membangun bisnisnya sehingga produk yang
dihasilkan masih miskin kandungan teknologi. Sawarjuwono dan Kadir 2003: 55 menambahkan bahwa perusahaan-perusahaan tersebut belum
memberikan perhatian lebih terhadap human capital, structural capital, dan costumer capital padahal semua itu merupakan elemen pembangun
intellectual capital perusahaan.
Ulum 2009 : 2 menjelaskan bahwa akuntansi tradisional tidak dapat menyajikan informasi tentang identifikasi dan pengukuran intangibles
dalam organisasi, khususnya organisasi yang berbasis pengetahuan. Jenis intangible baru seperti kompetensi karyawan, hubungan dengan pelanggan,
model-model simulasi, sistem administrasi dan komputer tidak diakui dalam model pelaporan manajemen dan keuangan tradisional. Dalam
praktiknya, beberapa intangible tradisional, seperti pemilikan merek, paten, dan goodwill masih jarang dilaporkan dalam laporan keuangan.
Widyaningrum 2004 : 24 menjelaskan terjadi kesalahan persepsi dalam akuntansi tradisional yaitu human cost dianggap sebagai beban. Pulic
1999 : 86 menjelaskan human adalah aspek kunci dalam penciptaan nilai. Dalam website www.knowledgebusiness.com, Indonesia kini sedang
berusaha mencurahkan perhatian pada intellectual capital, salah satunya terlihat pada penghargaan MAKE Most Admired Knowledge Enterprise.
Penghargaan ini adalah bentuk pengakuan yang diberikan kepada organisasi yang mengelola pengetahuannya menjadi produk, jasa atau
kinerja kerja yang unggul sehingga menghasilkan nilai lebih kepada para pemegang saham dan pemangku kepentingan organisasi tersebut. Studi dan
penghargaan ini merupakan inisiatif dari Teleos suatu badan penelitian di bidang knowledge management dan intellectual capital yang berpusat di
Inggris bekerjasama dengan THE KNOW Network. Sejak 1998, untuk
tingkat dunia, penghargaan ini telah diberikan kepada perusahaan- perusahaan ternama dunia seperti Apple, Conoco, Philips, Google, IBM,
McKinsey, Microsoft, Samsung, Schlumberger, Toyota dan Unilever. Di Indonesia, Teleos bekerjasama dengan Dinamis Organization Services
untuk menyelenggarakan studi dan penghargaan MAKE Study ini, sejak tahun 2005 sampai sekarang. Di dalam dunia bisnis, hal ini
menunjukkan bahwa perhatian terhadap intellectual capital di Indonesia sudah lebih meningkat dari sebelumnya.
Tabel 1. Pemenang Indonesia Most Admired Knowledge Enterprise 2007-2012
Tahun
2007 2008
2009 2010
2011 2012
Perusahaan penerima
Indonesia Most
Admired Knowledge
Enterprise MAKE
Astra International
Bank Indonesia
Bank Niaga Binus
University ITB
Medco EP Indonesia
Telkom Unilever
Indonesia United
Tractors WIKA
XL Astra
International Bank Central
Asia BCA Binus
University IBM
Indonesia Indonesia
Power ITB
LOWE Indonesia
Medco Energi
Internasional PLN
Rekayasa Unilever
Indonesia Medco Energi
Internasional United
Tractors Telekomuni
kasi Indonesia
Excelcomindo Pratama
Federal International
Finance PT Bank
Mandiri Persero, Tbk
Binus University
PT Federal International
Finance PT Medco
Energi Internasional,
Tbk PT Sinar Mas
Agro Resources
Technology SMART
Tbk PT
Telekomunika si Indonesia,
Tbk
PT Anugrah Argon Medica
PT Bank Mandiri
Persero, Tbk PT Bank
Central Asia, Tbk
BINUS University
PT Bank Syariah
Mandiri PT Garuda
Indonesia Persero, Tbk
PT MF- AeroAsia
PT Medco Energi
Internasional, Tbk
PT Pertamina Persero
PT Anugrah Argon
Medica
BINUS University
PT Federal International
Finance
PT Pertamina
Persero
PT Tigaraksa
Satria Tbk
PT Telekomuni
kasi Indonesia
Persero Tbk
Tahun
2007 2008
2009 2010
2011 2012
Industri REKIND
Telkom Indonesia
TNT Indonesia
United Tractors
Wijaya Karya
WIKA XL
Excelcomin do Pratama
PT Telekomunika
si Selular PT Toyota
Astra Motor
PT Unilever Indonesia,
Tbk PT United
Tractors, Tbk PT XL
Axiata, Tbk
PT Surveyor Indonesia
Persero PT
Telekomunika si Seluler
PT Tigaraksa Satria, Tbk
PT Toyota Astra Motor
PT Unilever Indonesia,
Tbk PT United
Tractors, Tbk PT XL
Axiata, Tbk PT Krakatau
Steel Persero,
Tbk Group
PT Toyota Astra Motor
PT United Tractors Tbk
Sumber : www.dunamis.co.id Perhatian terhadap intellectual capital yang mulai meningkat terlihat
pada tahun 2007 sampai 2012 sudah ada beberapa perusahaan sektor pertambangan yang mendapatkan penghargaan MAKE Study, antara lain
PT Medco Energi Internasional, Tbk dan pada tahun 2011 PT Pertamina persero menyusul mendapatkan penghargaan ini. Hal ini menunjukkan
bahwa perusahaan-perusahaan sektor pertambangan mulai giat dalam mengimplementasikan intellectual capital dengan penerapan knowledge
management di perusahaannya.
Menarik untuk diteliti lebih lanjut, apakah perusahaan lain di sektor pertambangan melakukan hal serupa, mengingat di satu perusahaan
pertambangan pasti memiliki banyak tenaga ahli yang mempunyai potensi luar biasa dan sudah sampai sejauh mana perlakuan terhadap intellectual
capital ini. Alasan lainnya adalah perusahaan pertambangan mempunyai daya
tarik yang besar bagi investor untuk menanamkan dananya terutama di Indonesia, negara yang memiliki sumber daya mineral yang melimpah.
Penelitian ini menggunakan ukuran profitabilitas berupa Return On Asset ROA. ROA lebih dipilih daripada Return On Equity ROE karena
total ekuitas yang merupakan denominator ROE adalah salah satu komponen dari VACA. Jika menggunakan ROE, maka akan terhadi double counting atas
akun yang sama yaitu ekuitas, dimana value added capital employed VACA - yang dibangun dari akun ekuitas dan laba bersih sebagai variabel
independen dan ROE yang juga dibangun dari akun ‘ekuitas’ dan laba bersih menjadi variabel dependen, Ihyaul Ulum 2007: 9-10
Beberapa penelitian terdahulu yang mengukur profitabilitas dengan menggunakan Return On Asset ROA seperti penelitian yang dilakukan oleh
Ulum 2007, Ulum, dkk 2008, dan Budi Artinah 2011. Hasil penelitian menunjukkan bahwa intellectual capital berpengaruh positif terhadap
profitabilitas perusahaan. Oleh karena itu, jika perusahaan dapat
memanfaatkan dan mengembangkan intellectual capital yang dimilikinya dengan baik, maka akan terjadi peningkatan ROA yang mengindikasikan
kinerja keuangan semakin baik, sehingga menghasilkan keuntungan bagi perusahaan.
Berdasarkan fenomena tersebut, penulis bermaksud untuk melakukan penelitian dengan judul
“Pengaruh Intellectual Capital Terhadap Return On Assets Perusahaan Studi Empiris pada Perusahaan
Sektor Pertambangan yang terdaftar di BEI Tahun 2007-2012.
B. Identifikasi Masalah