THE POSITION OF MEASURED LAND FIGURE IN SETTLING LAND DISPUTE AND THE LEGAL SECURITY OF LAND OWNING RIGHT IN LAMPUNG PROVINCE KEDUDUKAN GAMBAR UKUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA TANAH DAN JAMINAN KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH DI PROVINSI LAMPUNG

(1)

THE POSITION OF MEASURED LAND FIGURE IN SETTLING LAND DISPUTE AND THE LEGAL SECURITY OF

LAND OWNING RIGHT IN LAMPUNG PROVINCE By

Winarno

Disputes on land borders/locations often occur in society and these are caused by lack of land owner monitoring and some other factors that result in legal insecurity upon the land owning right. In registering a land, land measurement activity is conducted to obtain physical legal security of land. Settling disputes of land borders/locations can be done by recovering borders using land measured figure as a reference.

This research used normative-empirical approach by identifying implementations of positive law provision on a certain legal case. This research used primary data collected from interview from informants and secondary data coming from primary and secondary law materials. Collected data were processed with data examination, data clarification, and data systematization. Data were analyzed qualitatively.

The results showed that using land measured figure as one method of land dispute settlement by recovering the land. The land measured figure became one of jury’s considerations in examining land border disputes. In order to prevent and increase land dispute settlement and give the land owning right, the land handling had been regulated in Regulation of National Land Agency by prioritizing mediation. To reduce land disputes and to assure legal security upon land owning right, the national Land Agency of Indonesia Republic had been developing Geo KKP application with an objective to identify the land location of each land having number of land certificate/land owning right immediately.

The researcher recommends that land borders should be marked with permanent stakes and the land should be utilized according to its purpose to prevent land disputes in the future. Every Land Agency office should be connected to internet to support Geo KKP application.


(2)

KEDUDUKAN GAMBAR UKUR DALAM PENYELESAIAN SENGKETA

TANAH DAN JAMINAN KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh Winarno

Sengketa batas/letak tanah banyak terjadi di masyarakat yang di sebabkan oleh kurangnya pengawasan pemilik tanah dan beberapa faktor lain sehingga mengakibatkan tidak adanya kepastian hukum hak atas tanah. Dalam pendaftaran tanah salah satunya dengan kegiatan pengukuran untuk memperoleh kepastian hukum fisik bidang tanah. Dalam menyelesaikan sengketa batas/letak bidang tanah salah satunya dengan melakukan pengembalian batas dengan menggunakan Gambar Ukur.

Pendekatan masalah dilakukan dengan metode pendekatan normatif-empiris yaitu mengidentifikasi implementasi ketentuan hukum positif pada suatu peristiwa hukum tertentu. Data yang digunakan adalah data primer yang diperoleh dari wawancara dengan narasumber, data sekunder terdiri dari bahan hukum primer dan sekunder. Data yang telah dikumpulkan diolah dengan cara memeriksa data, klasifikasi data, dan sistematika data, selanjutnya dianalisa secara kualitatif. Hasil penelitian diperoleh bahwa Gambar Ukur sebagai salah satu alat untuk penyelesaian sengketa batas dengan cara pengembalian batas. Gambar Ukur menjadi salah satu bahan pertimbangan hakim dalam memeriksa perkara sengketa batas. Dalam rangka mencegah dan mempercepat menyelesaikan sengketa pertanahan serta memberi jaminan kepastian hukum hak atas tanah, BPN dalam penyelesaian sengketa berperan sebagai mediator dengan prinsip alternative dispute resolution/ADR, dan seiring dengan perkembangan teknologi untuk mengurangi terjadinya sengketa tanah dan menjamin kepastian hukum hak atas tanah, BPN RI telah mengembangkan aplikasi Geo KKP yang bertujuan agar setiap bidang tanah yang telah bernomor hak/sertipikat dapat langsung diketahui letak bidang tanahnya.

Berdasarkan kesimpulan tersebut, disarankan agar setiap batas bidang tanah dipasang tanda batas/patok secara permanen dan tanahnya dimanfaatan sesuai peruntukkannya agar tidak terjadi sengketa batas dikemudian hari, serta penanganan sengketa pertanahan yang telah diatur sedemikian rupa didukung dengan kemajuan teknologi dan untuk mendukung aktifnya aplikasi Geo KKP diperlukan SDM yang handal pada setiap kantor pertanahan serta jaringan internet yang memadai dan adanya alternatif ketika terjadi pemadaman listrik ketika jam kerja sehingga tidak menganggu kinerja aplikasi tersebut.


(3)

KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH

DI PROVINSI LAMPUNG

(Tesis)

Oleh :

WINARNO

PROGRAM MAGISTER HUKUM

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(4)

KEPASTIAN HUKUM HAK ATAS TANAH

DI PROVINSI LAMPUNG

Oleh :

WINARNO

Tesis Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar MAGISTER HUKUM

Pada

Pada Program Pascasarjana Magister Hukum Fakultas Hukum Universitas Lampung

PROGRAM MAGISTER HUKUM

PROGRAM PASCA SARJANA FAKULTAS HUKUM

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(5)

Ndm*

Mahasiswd

:

Nomor Pokok lvlahasiswa : Program Kekhususan : Program

Studi

: Fakultas

Pembimbing {..}tama

JAI*INAN

KS,PASrIAN

HUIffM

EAK

ATAS

TANAE DI

PROYINST L.{MPT}NG Wifl*ns+

t222011o4a

lh*knm Kenegmaaa

Program Paseasariana Magisier Hukum Hukum

-}IENYE"TJ&iI

Dore, Pembfmbing

H.4-Dr. Mu&*arped Aldbr,!*8,

il[.Euu.

NIP 19630916 tr98703 1005

MENGETAIIUI

istgf Hukum Fakultas Hukum

ftas Lampung

Anwar, S.H., M.Hum.

r S.&

2S0312 1 001

ffi}-%

g$"ffi


(6)

I.

Tim'Penguji

PernbimbingT

Pembimbiag

II

Pengqfi.

Penguji

Peaguji

: Dr. Muhammad A*ib, S.8,, M.Hum,

: Rudy, S.8., LL.M., LL.D.

:

Ilr.

Heryandi, S.H., M.S.

:

Ilr.

Budiyono, S.H.,

ftf.f.

:'Dr. Sd.d.y Rifai, S;{.e M.H.

z-:c:'\T{f$/Y

:] .r .. *- ,4r a

[:;XtYAfr,

'.r-

-+aaAr'

1.3':S

*i;'S.'E;; M:S".

ffi 1987S3 1003

Program Pascasarjana

ar*ro; ilf.S.

1981S3I.8S2


(7)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenarnya :

1'

Bahwa tesis dengan

judul

"Kedudukan Gambar

Ukur

Dalam penyelesaian Sengketa Tanah dan Jaminan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah

Di

provinsi

Lampung" adalah karya saya sendiri dan saya tidak melakukan penjiplakan atau pengutipan aks karya penulis lain dengan cam yang tidak sesuai dengan tata etika

ilmiah yang berlaku dalam masyarakat akademik dan hukum yang berlaku atau yang diseb ut p lag iaris me ;

2'

Batrwa hak intelektual atas karya ilmiah ini, saya serahkan sepenuhnya kepada Universitas Lampung.

Demikian pernyataan

ini

saya buat dengan sebenarnya, apabila

di

kemudian hari ternyata ditemukan adanya ketidak benaran, saya bersedia menanggung akibat dan

sanksi yang diberikan kepada saya, dan saya bersedia dan sanggup dituntut sesuai dengan hukum yang berlaku.

BandarLampung,

Mei20l4

Pembuat Pernyataan

Winarno


(8)

vii

Penulis dilahirkan di Wonogiri-Jawa Tengah , pada hari Kamis, tanggal 08 Maret 1979, yang merupakan anak ke empat dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Samiko dan Ibu Lasiyem.

Penulis menyelesaikan pendidikan mulai dari sekolah dasar pada SDN I Jatiroto, Wonogiri, Jawa Tengah dan selesai pada Tahun 1991, kemudian melanjutkan ke sekolah menengah pertama pada SMPN I Jatiroto, Wonogiri, Jawa Tengah yang diselesaikan pada Tahun 1994. Selanjutnya penulis melanjutkan ke sekolah menengah atas pada SMA BATIK I Surakarta, Jawa Tengah dan diselesaikan pada Tahun 1997.Selanjutnya penulis melanjutkan ke Diploma I Pengukuran dan Pemetaan Kadastral di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta dan diselesaikan pada Tahun 1998.

Penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia pada Tahun 1999, dan pada Tahun 2001 melanjutkan pendidikan Tugas Belajar pada Perguruan Tinggai di Sekolah Tinggi Pertanahan Nasional Yogyakarta dan diselesaikan pada Tahun 2005, serta pada Tahun 2012 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Magister Hukum, Program Pascasarjana Fakultas Hukum, Universitas Lampung, dan diselesaikan pada Tahun 2014;


(9)

viii

’’ Hargailah cita-cita dan impianmu karena dua hal ini adalah anak jiwamu, dan cetak diri prestasi puncakmukarena itu bekal buatmu, usaha seseorang bukanlah apa yang mereka dapatkan dari usahanya tetapi perubahan diri akibat usaha itu,


(10)

ix

Dengan penuh rasa syukur kehadirat ALLAH Subhanawata’ala, Tesis ini

kupersembahkan kepada :

1. Ibundaku tercinta Ibu Lasiyem dan Ayahhandaku tercinta: Bapak Samiko(Almarhumah), yang penuh dengan cinta dan kasih sayangnya, telah mendidik dan selalu mendo’akanku;

2. Bapak dan Ibu Mertuaku : Bapak Sukardi dan Ibu Hamdiah, yang selalu

membimbing, menasehati, dan mendo’akanku;

3. Yang paling kucintai dan yang teristimewa dalam hidupku : Istriku Kartiah, S.H., yang selalu setia menunggu dengan penuh kesabaran, memberikan

semangat, dan do’a dalam segala hal;

4. Anakku yang kucintai dan sayangi : Mikola Hamka Winarno;

5. Kakak-kakak dan adik-adiku yang kusayangi : Suwarni, S.E., Sutarso, Patmiyarti, S.SiT, Rumiyarsih, S.H. dan Fitri Nugrahani;

6. Seluruh keluarga dan sanak saudara yang selalu memberi semangat dan


(11)

ABSTRAK

Halaman

4.2 Peran BPN RI Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Batas/Letak Bidang

Tanah --- 65

BAB I. PENDAHULUAN --- 1

1.1. Latar Belakang --- 1

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup--- --- 7

1.2.1. Permasalahan--- 7

1.2.2. Ruang Lingkup --- 7

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian --- 7

1.3.1. Tujuan Penelitian --- 7

1.3.2. Kegunaan Penelitian --- 8

1.4. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual--- 9

1.4.1. Kerangka Teori --- 9

1.4.2. Kerangka Konseptual --- 18

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA --- 21

2.1. Pendaftaran Tanah dan Jaminan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah --- 21

2.2. Sengketa Pertanahan --- 26

2.3. 2.4. Eksistensi Gambar Ukur Dalam Penyelesaian Sengketa --- Hubungan Gambar Ukur Dengan Buku Tanah --- --- 30 33 BAB III. METODE PENELITIAN --- 39

3.1 Pendekatan Masalah --- 39

3.2 Sumber dan Jenis Data --- 40

3.2.1. Data Primer --- 40

3.2.2. Data Sekunder --- 40

3.3. Metode Pengumpulan Dan Pengolahan Data --- 41

3.3.1. Metode Pengumpulan Data --- 41

3.3.2. Metode Pengolahan Data --- 42

3.4. Analisis Data --- 43

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN --- 44

4.1. Kedudukan Gambar Ukur Dalam Penyelesaian Sengketa Batas/Letak Bidang Tanah dan Jaminan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah--- 44


(12)

BAB V. PENUTUP --- 77 5.1 Kesimpulan--- 77 5.2 Saran--- 78 DAFTAR PUSTAKA


(13)

1.1. Latar Belakang Masalah

Pelaksanaan kegiatan pendaftaran tanah merupakan kewajiban pemerintah yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum guna melindungi hak-hak pemilik tanah yang juga berfungsi untuk mengetahui status bidang tanah, siapa pemiliknya, jenis hak, luas tanah, serta penggunaan dan pemanfaatan tanah tersebut sebagaimana diamanatkan dalam Pasal 19 Undang-Undang No.5/1960 tantang Undang-Undang Pokok Agraria ( UUPA ). Dari ketentuan tersebut dapat dilihat bahwa tujuan pendaftaran tanah meliputi:

1. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dan dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan; 2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan

termasuk masyarakat agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah yang sudah terdaftar;

3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dimana setiap bidang tanah termasuk peralihan, pembebanan dan hapusnya hak atas tanah wajib di daftar.

Tercapainya tujuan di atas maka diharapkan akan tercipta jaminan kepastian hukum. Pemberian hak atas tanah merupakan wewenang negara yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam hal ini BPN RI dengan prosedur yang


(14)

ditentukan dalam perundang-undangan. Dalam hal ini pemberian hak atas tanah tidak dimungkinkan lagi dilakukan oleh lembaga lain seperti lembaga peradilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 584, Pasal 610 dan Pasal 1010 KUHPerdata yang dikenal dengan uitwijzings-prosedure, karena UUPA tidak mengenal lembaga uitwijzings-prosedure dalam sistem Pemberian Hak Atas Tanah.1

Bukti hak atas tanah disebut dengan Sertipikat. Sertipikat merupakan hasil dari kegiatan pendaftaran tanah yang merupakan realisasi dari tujuan Undang-Undang Pokok Agraria, di mana ”kegiatan pendaftaran tanah akan menghasilkan tanda bukti hak atas tanah yang disebut dengan Sertipikat”. 2Sertipikat tanah terdiri dari dua bagian yaitu buku tanah dan surat ukur yang dirangkai menjadi satu kesatuan yang tidak terpisahkan. Buku Tanah adalah dokumen yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Surat Ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian data fisik tanah, yang terdiri dari luas, menunjukkan letak bidang tanah baik desa/kelurahan, kecamatan maupun provinsi, nomor lembar peta, punujuk batas, maupun nama petugas ukur yang melakukan pengukuran bidang tanah tersebut.

Dasar penerbitan Surat Ukur adalah Gambar Ukur yaitu dokumen yang memuat hasil pengumpulan data fisik/pengukuran bidang tanah terhadap satu bidang tanah

1

Uitwijzings-prosedure adalah seseorang karena kadaluwarsa waktu menguasai sebidang tanah dengan iktikad baik selama jangka waktu tertentu (30) tahun secara terus menerus sehingga menguasai sebidang tanah, maka yang bersangkutan dapat memohon kepada pengadilan untuk kepastian hukumnya dan juga dapat membuktikan iktikad baiknya dapat diputuskan tanah itu adalah miliknya dan kepadanya dapat diberikan Hak Eigendom

2

Maria SW. Sumardjono, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, (Jakarta, Buku Kompas, 2001), hlm. 81.


(15)

atau lebih dan situasi sekitarnya yang terdiri dari halaman pertama: nomor register Gambar Ukur, nomor peta pendaftaran, nomor foto udara, data letak bidang tanah (Kelurahan, Kecamatan, Kabupaten/Kota).

Data identitas dan tanda tangan pemohon, data dan tanda tangan petugas ukur, hari dan tanggal pelaksanaan pengukuran, nama dan tanda tangan persetujuan tanda batas dari pemilik tanah tetangga yang berbatasan dan sket lokasi perkiraan dengan skala besar dari lokasi strategis seperti pasar, perempatan, masjid, sekolahan dan lain sebagianya; halaman kedua: data lapangan yaitu angka ukur baik berupa jarak, sudut, azimuth ataupun sudut jurusan, angka koordinat serta penetapan batas dengan skala pasti; halaman ketiga; Berita Acara/Laporan Kerja yang menguraikan dasar hukum pelaksanaan pengukuran (tanggal dan nomor surat tugas), hari dan tanggal pelaksanan pengukuran serta hal-hal yang diperoleh dalam pelaksanaan pengukuran seperti; letak tanah, status hak, nama pemilik tanah, tanda batas yang dipasang, ada atau tidaknya permasalahan dengan pihak lain, riwayat status tanah dan lain-lain yang ditanda tangani oleh petugas ukur dan diketahui aparat kelurahan/desa letak tanah.

Pembuatan Gambar Ukur diawali dengan pengukuran bidang tanah yang dimohon dan harus memenuhi kaidah teknis kadastral serta kaidah yuridis di mana cara dan prosedur perolehan data ukur bidang tanah memenuhi asas kontradiktur delimitasi dan asas publisitas. Untuk dapat mewujudkan itu semua diharapkan prosedur pengukuran dan pemetaan bidang tanah untuk keperluan kadastral dapat


(16)

dibakukan, sehingga dari tahap persiapan sampai pelaksanaan pengukuran beserta pemetaan data hasil ukur dapat dipertanggungjawabkan.

Proses pengukuran yang diawali dengan pemasangan tanda batas dalam hal ini sebidang tanah yang akan diukur ditetapkan terlebih dahulu letak, batas-batas dan penetapan tanda batas. Dalam penetapan batas bidang tanah pemasangan tanda batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan, dengan penunjukan batas oleh pemegang hak yang bersangkutan dan disetujui oleh pemegang hak atas tanah yang berbatasan, dan ketentuan persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh yang memberikan persetujuan, tanda batas itu dapat berupa pagar beton, pagar tembok atau benda apapun yang bersifat permanen hal ini bertujuan untuk meminimalkan terjadinya sengketa tanah.

Sengketa Pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Salah satu faktor penyebabnya adalah kegagalan komunikasi antar pihak ataupun karena para pihak yang masih awam terhadap masalah-masalah dalam bidang pertanahan.3

Pada akhir tahun 2012 kasus pertanahan menurut data dari Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI) tercatat sebanyak ± 4000 kasus.

3

www.eprints@undip.ac.id, Makalah.”Penyelesaian Tanah Non Litigasi di Kab. Konawe Sulawesi


(17)

Jika diteliti dari sisi jenis tipologi sengketa/permasalahan tanah tersebut di antaranya sebagai berikut:

a. Masalah Penguasaan dan Pemilikan

b. Masalah Prosedur Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah c. Masalah Batas/Letak Bidang Tanah

d. Masalah Ganti Rugi Tanah ex Partikelir e. Masalah Tanah Ulayat

f. Masalah Tanah Obyek Landreform g. Masalah Pengadaan Tanah

h. Masalah Pelaksanaan Putusan Pengadilan i. Masalah Peruntukan Penggunaan Tanah.

Beberapa jenis tipologi sengketa diatas salah satunya adalah sengketa batas/letak bidang tanah, yaitu sengketa yang timbul antara dua pihak yang memiliki hak atas tanah atau tanah yang saling bersebelahan, karena adanya kesalahpahaman penafsiran mengenai luas dan batas tanahnya.4

Contoh sengketa batas/letak bidang tanah adalah overlap, penyerobotan bidang tanah dan penguasaan bidang tanah yang tidak sesuai dengan bukti pemilikan haknya. Dalam hal ini fungsi Gambar Ukur harus dapat digunakan untuk rekonstruksi atau pengukuran pengembalian batas bidang tanah oleh siapapun petugas ukur Kantor Pertanahan dan tidak hanya terpaku kepada petugas ukur yang melaksanakan pengukuran bidang tanah pertama kali. Rekonstruksi atau

4

www.slemankab.go.id.Sumarto, Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan Dengan Win Win Solution, (Direktorat Konflik Pertanahan Bpn RI:Jakarta,2012). hlm.3


(18)

pengukuran pengembalian batas bidang tanah tersebut dilakukan terhadap sertipikat yang tanda batasnya sudah hilang dan atau sertipikat yang tidak diketahui lagi letak dan posisinya, serta dalam rangka penyelesaian sengketa tanah baik yang belum sampai kejalur hukum maupun yang sudah masuk jalur hukum (penyidikan kepolisian dan pengadilan) seperti; sertipikat tumpang tindih, sertipikat ganda, sertipikat yang letak bidang tanahnya tidak sesuai penguasan fisik di lapangan oleh pemegang hak (dua atau lebih sertipikat yang tertukar penguasan fisiknya satu sama lain), sengketa batas, pengukuran pengembalian batas dalam rangka penyelidikan dan penyidikan tindak pidana pertanahan maupun sidang lapangan (pemeriksaan setempat) oleh majelis hakim dan lain sebagainya, di mana Gambar Ukur tersebut dijadikan pedoman untuk rekonstruksi dan atau pengembalian batas dan bukan sertipikat atau surat ukur yang dijadikan pedoman.

Berdasarkan uraian di atas, untuk menganalis lebih mendalam tentang proses kedudukan Gambar Ukur dalam penyelesaian sengketa tanah dalam kaitannya jaminan kepastian hukum terhadap pemegang hak maka perlu diteliti tentang

”Kedudukan Gambar Ukur Dalam Penyelesaian Sengketa Tanah dalam Kaitannya Jaminan Kepastian Hukum Terhadap Pemegang Hak Atas Tanah Di Provinsi Lampung”.


(19)

1.2. Permasalahan dan Ruang Lingkup

1.2.1. Permasalahan

Berdasarkan uraian pada latar belakang sebagaimana di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan dalam tesis ini adalah sebagai berikut :

1. Bagaimana kedudukan Gambar Ukur dalam proses penyelesaian sengketa batas/letak bidang tanah dan jaminan kepastian hukum hak atas tanah?

2. Bagaimana peran BPN RI dalam proses penyelesaian sengketa batas/letak bidang tanah?

1.2.2. Ruang Lingkup

Ruang lingkup penelitian ini dari sisi keilmuan dibatasi pada disiplin Ilmu Hukum Kenegaraan, sementara dari sisi subtansi dibatasi pada kedudukan Gambar Ukur dalam penyelesaian sengketa tanah dalam memberikan jaminan kepastian hukum hak atas tanah di Provinsi Lampung.

1.3. Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui, memahami dan menganalisis tentang :

1. Untuk menganalisis kedudukan Gambar Ukur dalam proses penyelesaian sengketa batas/letak bidang tanah dan jaminan kepastian hukum hak atas tanah;


(20)

2. Untuk menganalisis dan menjelaskan peran BPN RI dalam proses penyelesaian sengketa batas/letak bidang tanah.

1.3.2. Kegunaan Penelitian a. Kegunaan Teoretis

Penelitian ini diharapkan dapat memberi masukan dalam rangka pengembangan ilmu hukum dan ilmu pengetahuan, khususnya dalam hal kedudukan Gambar Ukur dalam penyelesaian sengketa tanah dalam kaitannya jaminan kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah di provinsi lampung.

b. Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sumbangan pemikiran kepada Instansi Badan Pertanahan Nasional Provinsi Lampung dalam melaksanakan kegiatan pengukuran berkenaan dengan kedudukan Gambar Ukur dalam penyelesaian sengketa tanah dalam kaitannya jaminan kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah di Provinsi Lampung selain itu sebagai bahan masukan yang dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi para pihak terkait untuk melakukan penelitian lanjutan tentang kedudukan Gambar Ukur dalam penyelesaian sengketa tanah dalam kaitannya jaminan kepastian hukum terhadap pemegang hak atas tanah di Provinsi Lampung.

1.4. Kerangka Teori dan Kerangka Konseptual 1.4.1. Kerangka Teori


(21)

tanah, teori kepastian hukum, teori penyelesaian sengketa.

a. Teori Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah-tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya”5.

UUPA sebagai aturan dasar sistem hukum tanah nasional diimplementasikan melalui peraturan pelaksanaan, yaitu peraturan tentang pendaftaran tanah. Peraturan pendaftaran tanah yang merupakan nilai-nilai implementasi agar dapat memenuhi asas-asas dan tujuan pendaftaran tanah dalam menciptakan kepastian hukum atas tanah. Dalam penjelasan UUPA menegaskan bahwa penyelenggaraan pendaftaran tanah di Indonesia bersifat rechts-Kadaster yang bertujuan menjamin kepastian hukum. Dalam hubungan dengan tujuan hukum, menurut Ahmad Ali ada tiga sudut pandang yaitu:

a. Sudut pandang ilmu hukum positif-normatif atau yuridis-dogmatis, dimana tujuan hukum dititikberatkan pada segi kepastian hukumnya; b. Sudut pandang filsafat hukum, tujuan hukum dititik beratkan pada

5


(22)

segi keadilan;

c. Sudut pandang sosiologi hukum, tujuan hukum dititikberatkan pada segi manfaatnya.6

Ketiga sudut pandang tersebut diupayakan saling bekerjasama dan saling mendukung sehingga dapat mewujudkan tujuan hukum yang optimal. Oleh karena itu kondisi optimal akan tercapai dalam hal terdapat ketentuan positif-normatif, menghasilkan kepastian hukum, keadilan dan kemanfaatan. Menurut Muctar Wahid, bahwa :

“Jika kita menginterprestasikan janji hukum dalam tujuan pendaftaran tanah bahwa kepastian hukum seharusnya diwujudkan, maka Indonesia seyogyanya menganut sistem pendaftaran tanah positif. Sistem negatif, menghasilkan produk pendaftaran tanah berupa sertipikat hak tanah yang berlaku sebagai tanda bukti yang kuat, namun tetap terbuka kemungkinan pemegang hak terdaftar kehilangan haknya apabila ada pihak lain yang membuktikan sebaliknya”.7

Dari uraian di atas, sistem pendaftaran tanah di Indonesia menganut sistem negatif bertendensi positif, negatif artinya negara tidak menjamin secara mutlak data yang tercantum di dalam pendaftaran tanah, ini merujuk pada ketentuan Peraturan Pemerintah No. 24/1997 (PP 24/1997) yang menjelaskan bahwa, dalam pendaftaran tanah masih dimungkinkan adanya komplain, gugatan maupun bantahan oleh pihak ketiga terhadap hak atas tanah yang didaftarkan oleh pihak pemohon/pendaftar hak atas tanah. Sedangkan positif artinya adalah meskipun kebenaran data tidak dijamin secara mutlak, namun pemerintah tetap memberikan kedudukan yang kuat

6

Ahmad Ali, Menguak Tabir Hukum, Suatu Kajian Filosopis dan Sosiologis,(Gunung Agung:

Jakarta, 2002),hlm. 72 7

Muchtar Wahid, Memaknai Hukum Hak Milik Atas Tanah (Suatu Analisis dengan Pendekatan


(23)

terhadap data tanah yang telah terdaftar tersebut, sehingga memiliki nilai pembuktian yang kuat. Selama belum ada pembuktian lain atas komplain atau gugatan yang diajukan, maka nama yang tercantum didalam daftar tersebut dianggap sebagai satu-satunya pihak pemilik tanah yang bersangkutan.

Dalam pelaksanaannya pendaftaran tanah di Indonesia menganut teori sistem pendaftaran hak (“registration of title”) bukan sistem pendaftaran akta (“registration of deeds”). Hal ini dapat dilihat dari adanya suatu daftar isian/ register yang yang disebut “buku tanah”. Dalam buku tanah memuat data mengenai data yuridis dan data fisik yang telah dihimpun yang kemudian disajikan dengan diterbitkannya sertipikat sebagai surat tanda bukti hak atas tanah.

b. Teori Kepastian Hukum

Kepastian hukum maksudnya adalah hukum administrasi negara positif harus dapat memberikan jaminan kepastian hukum kepada penduduk. dalam hal ini kepastian hukum mempunyai 3 arti sebagai berikut :

1. Pertama, pasti mengenai peraturan hukumnya yang mengatur masalah pemerintah tertentu yang abstrak.

2. Kedua, pasti mengenai kedudukan hukum dari subjek dan objek hukumnya dalam pelaksanaan peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara.


(24)

3. Ketiga, mencegah kemungkinan timbulnya perbuatan sewenang-wenang

(eigenrichting) dari pihak manapun, juga tidak dari pemerintah.8

PP 10/1961 tersebut merupakan perintah dari Pasal 19 UUPA yang berbunyi sebagai berikut:

1. Untuk menjamin kepastian hukum oleh pemerintah dilakukan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan-ketentuan yang diatur dengan Peraturan Pemerintah.

2. Pendaftaran tersebut dalam ayat (1) pasal ini meliputi: a. Pengukuran, penetapan, dan pembukuan tanah;

b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihan tanah hak-hak tersebut;

c. Pemberian surat surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai alat pembuktian hak9.

Pengertian di atas saling berkaitan satu sama lain dalam pelaksanaan peraturan-peraturan Hukum Administrasi Negara, salah satu di antaranya terkait dengan pendaftaran tanah sebaimana diatur dalam PP 24/1997 melalui pendaftaran tanah akan tercipta kepastian mengenai kedudukan hukum dari subjek dan objek hukumnya, yaitu aparat BPN dan para memegang hak atas tanah, objeknya adalah tanah yang dimiliki atau yang dikuasai pemegang hak atas tanah. Mencegah timbulnya perbuatan sewenang-wenang karena

8

Bachsan Mustafa, Sistem Hukum Administrasi Negara Indonesia, (Cipta Aditya Bakti:Bandung,

2001), hlm. 53 9


(25)

perbuatan para pihak yang terlibat dalam kegiatan pendaftaran tanah, yang sudah diatur dalam PP 24/1997 tersebut.

Menurut Budiman Adi Purwanto Kepastian Hukum sebagai tujuan pendaftaran tanah adalah meliputi kepastian objek, kepastian hak dan kepastian subyek.10 Kepastian hukum pemilikan tanah selalu diawali dengan kepastian hukum letak batas bidang tanah dan letak batas menjadi penting dan Pemilik tanah biasanya selalui menandai batas tanah mereka dengan garis lurus berupa pagar atau titik-titik sudut bidang tanah dengan patok beton, patok kayu, patok besi atau pagar. Hal ini dilakukan guna sebagai tanda pembatas atas tanah yang bersebelahan disampingnya dan itu hanya berlaku secara fisik dilapangan saja dan tidak menutup kemungkinan batas-batas bidang tanah tersebut hilang atau rusak, hal ini dapat menimbulkan sengketa batas antara pemilik tanah yang bersebelahan. Kepastian hukum subjek hak atas tanah , pemegang hak mempunyai kewenangan untuk berbuat atas miliknya, sepanjang tidak bertentangan dengan undang-undang atau melanggar hak atau kepentingan orang lain.

c. Teori Penyelesaian Sengketa

Richard L. Abel mengartikan sengketa (dispute) adalah pernyataan publik mengenai tuntutan yang tidak selaras (inconsistent claim) terhadap sesuatu yang bernilai. Penyelesaian sengketa merupakan upaya untuk

10

Muhtar Wahid,Memaknai Kepastian Hukum Hak Milik Atas Tanah(Republika,Jakarta;2008).hlm


(26)

mengembalikan hubungan para pihak yang bersengketa dalam keadaan seperti semula. Penyelesaian sengketa dapat dilakukan melalui pengadilan,

alternative dispute resolution ( ADR ), dan melalui lembaga adat. Penyelesaian sengketa yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata, yaitu melalui pengadilan, sementara itu penyelesaian sengketa yang diatur Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, yaitu ADR. Ada lima cara penyelesaian sengketa melalui ADR, yang meliputi :

1. konsultasi 2. negosiasi 3. mediasi

4. konsiliasi; atau 5. penilaian ahli

yang menjadi ruang lingkup teori penyelesaian sengketa, meliputi: 1. Jenis-jenis sengketa;

2. Faktor penyebab timbulnya sengketa; 3. Strategi dalam penyelesaian sengketa.11

Sengketa pertanahan adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Salah satu faktor penyebabnya adalah kegagalan komunikasi antar pihak ataupun karena para pihak yang masih awam terhadap masalah-

11

DR.H.Salim HS, dan Erlies Septiana Nurbani, Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan


(27)

masalah dalam bidang pertanahan.12 Sengketa batas tanah adalah sengketa yang timbul antara dua pihak yang memiliki hak atas tanah atau tanah yang saling bersebelahan, karena adanya kesalahpahaman penafsiran mengenai luas dan batas tanahnya.13

Faktor penyebab terjadinya sengketa batas tanah antara lain:

a. Tidak dipasang patok tanda batas pada setiap sudut bidang tanah atau pagar batas tidak jelas

b. Penunjukan batas tidak pada tempat yang benar

c. Petugas ukur tidak cermat dalam melaksanakan tugasnya

d. Pemilik tanah tidak menguasai fisik bidang tanah secara terus menerus/berkelanjutan

e. Tanda batas yang hilang.

Penanganan sengketa pertanahan dimaksudkan untuk memberikan kepastian hukum atas penguasaan, pemilikan, penggunaan dan pemanfaatan tanah, serta untuk memastikan tidak terdapat tumpang tindih pemanfaatan, tumpang tindih penggunaan, tumpang tindih penguasaan dan tumpang tindih pemilikan tanah, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku serta bukti kepemilikan tanah bersifat tunggal untuk setiap bidang tanah yang diperselisihkan. Penyelesaian sengketa dapat ditempuh dengan cara:

1. Penyelesaian sengketa melalui jalur hukum

12

eprints@Undip.ac.id.Makalah.”Penyelesaian Tanah Non Litigasi di Kab. Konawe Sulawesi

Tenggara. Universitas Diponegoro.

13


(28)

2. Penyelesaian sengketa diluar jalur hukum seperti dengan melakukan perundingan atau negosiasi, mediasi, arbitrase dan sebagainya.

Adapun langkah-langkah yang dapat ditempuh dalam penyelesaian sengketa tanah diluar jalur pengadilan yang dilaksanakan oleh Badan pertanahan Nasional antara lain:

1. Penelitian/pengolahan data pengaduan; yang meliputi : penelitian kelengkapan dan keabsahan data, pencocokan data yuridis dan data fisik serta data dukung lainnya, kajian kronologi sengketa dan konflik, dan analisis aspek yuridis, fisik dan administrasi.

2. Penelitian lapangan; meliputi penelitian keabsahan atau kesesuaian data dengan sumbernya, pencarian keterangan dari saksi-saksi terkait, peninjauan fisik tanah obyek yang disengketakan, penelitian batas tanah, gambar situasi, peta bidang, surat ukur, dan kegiatan lain yang diperlukan. 3. Penyelenggaraan Gelar Kasus; tujuannya antara lain untuk memetapkan

rencana penyelesaian, memilih alternatif penyelesaiandan menetapkan upaya hukum.14

Berdasarkan uraian kerangka teori dan konseptual sebagaimana di uraikan di atas, maka alur pikir penelitian ini dapat di gambarkan dalam bagan berikut ini :

14


(29)

SESE

Bagan 1. Alur Pikir Penelitian

UUPA

HAK ATAS TANAH

(SERTIPIKAT)

SENGKETA

Sengketa Kepemilikan

Sengketa Batas

Penyelesaian Sengketa

Alat Bukti

( Subyek ) Surat ukur

Peta Peta

Pendaft Bidan

Buku Tanah GAMBAR UKUR

Pengembalian Batas


(30)

1.4.2 Kerangka Konseptual

Konsepsi dalam penelitian ini adalah, sebagai berikut : a. Pendaftaran Tanah

Pendaftaran tanahadalah rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus, berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan, dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis, dalam bentuk peta dan daftar, mengenai bidang- bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun, termasuk pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang bidang tanah yang sudah ada haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang membebaninya (Pasal 1 ayat (1) PP 24/1997).

b. Buku Tanah

Buku Tanah adalah dokumen yang yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. Buku tanah merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam sertipikat tanah. Selain memuat data yuridis dan fisik suatu bidang tanah dalam buku tanah berisikan catatan apabila suatu bidang tanah kurang lengkap atau dalam sengketa dan juga mencatat adanya peralihan hak serta hak tanggungan ( Pasal 1 ayat (19) PP 24/1997).

c. Surat Ukur

Surat ukur adalah dokumen yang memuat data fisik suatu bidang tanah dalam bentuk peta dan uraian, yang dimaksud dengan data fisik tanah dalam Surat Ukur terdiri dari gambar bidang tanah, luas, menunjukkan letak


(31)

bidang tanah baik desa/kelurahan, kecamatan maupun provinsi, nomor lembar peta, punujuk batas, maupun nama petugas ukur yang melakukan pengukuran bidang tanah tersebut (Pasal 1 ayat (17) PP 24/1997).

d. Gambar Ukur

Gambar Ukur adalah dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak,sudut, azimuth ataupun sudut jurusan Pasal 1 ayat (3) Peraturan Menteri Negara Agraria No.3/1997 (PMNA 3/1997) .

Gambar Ukur memuat peta gambar bidang tanah yang diukur serta batas- batas bidang tanah secara jelas di lapangan, Gambar Ukur merupakan dasar acuan dari surat ukur. Hal ini berkaitan apabila terjadi perubahan data dilapangan atau ada sengketa batas di kemudian hari, maka Gambar Ukur menjadi tolok ukur yang dikuatkan dengan surat ukur sebagai data fisik lapangan.

e. Sengketa Pertanahan

Sengketa Pertanahan yang selanjutnya disingkat Sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis Peraturan Kepala Badan Pertanahan No.3/2011 (Perkaban 3/2011). Secara garis besar sengketa tanah dibagi menjadi dua yaitu: sengketa kepemilikan dan sengketa batas.


(32)

Sengketa kepemilikan adalah perbedaan persepsi, nilai atau pendapat, kepentingan mengenai status penguasaan di atas tanah tertentu yang tidak atau belum dilekati hak (Tanah Negara) maupun yang telah dilekati hak oleh pihak tertentu, sedangkan sengketa batas tanah adalah sengketa yang timbul antara dua pihak yang memiliki hak atas tanah atau tanah yang saling bersebelahan, karena adanya kesalahpahaman penafsiran mengenai luas dan batas tanahnya.


(33)

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pendaftaran Tanah dan Jaminan Kepastian Hukum Hak Atas Tanah

Pasal 19 UUPA, mewajibkan pemerintah menyelenggarakan pendaftaran tanah diseluruh wilayah Republik Indonesia menurut ketentuan yang diatur dengan peraturan pemerintah. Untuk melaksanakan ketentuan ini, telah diterbitkan PP 10 /1961 tentang Pendaftaran Tanah, yang kemudian pada tanggal 8 Juli 1997 diganti dengan PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah. Pendaftaran tanah adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Negara/Pemerintah secara terus menerus dan teratur, berupa pengumpulan keterangan atau data tertentu mengenai tanah- tanah tertentu yang ada di wilayah-wilayah tertentu, pengolahan, penyimpanan dan penyajiannya bagi kepentingan rakyat, dalam rangka memberikan jaminan kepastian hukum di bidang pertanahan, termasuk penerbitan tanda buktinya dan pemeliharaannya”.15 Kegiatan pendaftaran tanah pertama kali meliputi :

a. Pengukuran, perpetaan dan pembukuan tanah. b. Pendaftaran hak-hak atas tanah dan peralihannya.

c. Pemberian surat-surat tanda bukti hak, yang berlaku sebagai hak pembuktian yang kuat.

Pendaftaran tanah dimaksudkan agar terciptanya suatu pusat informasi mengenai bidang-bidang tanah sehingga pihak yang berkepentingan termasuk pemerintah dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan

15


(34)

perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar sehingga pendaftaran tanah tersebut tidak hanya memberikan jaminan kepastian hukum melainkan juga untuk perlindungan hukum bagi para pemiliknya. Terselenggaranya pendaftaran tanah secara baik merupakan dasar dan perwujudan tertib administasi di bidang pertanahan, yang berarti juga bahwa seluruh berkas-berkas dari Kantor pertanahan tersebut harus tersimpan dengan baik dan teratur sehingga sangat mudah sekali jika akan mencari suatu data yang diperlukan, terbukti dari adanya sejumlah buku-buku yang tersedia dalam menunjang tanah tersebut.16

Dengan tercapainya tujuan diatas maka diharapkan akan terciptalah jaminan kepastian hukum hal ini sesuai dengan Pasal 19 ayat (1) UUPA. Pemberian hak atas tanah merupakan wewenang negara yang dilaksanakan oleh pemerintah dengan prosedur yang ditentukan dalam perundang-undangan. Dalam hal ini pemberian hak atas tanah tidak dimungkinkan lagi dilakukan oleh lembaga lain seperti lembaga peradilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 584, Pasal 610 dan Pasal 1010 KUHPerdata yang dikenal dengan uitwijzings-prosedure, karena UUPA tidak mengenal lembaga uitwijzings-prosedure dalam Sistem Pemberian Hak Atas Tanah.17

16

A.P.Parlindungan, Pendaftaran Tanah di Indonesia,(Bandung:Mandar Maju,1999),hlm.78

17 Uitwijzings-prosedure

adalah seseorang karena kadaluwarsa waktu menguasai sebidang tanah dengan iktikad baik selama jangka waktu tertentu (30) tahun secara terus menerus sehingga menguasai sebidang tanah, maka yang bersangkutan dapat memohon kepada pengadilan untuk kepastian hukumnya dan juga dapat membuktikan iktikad baiknya dapat diputuskan tanah itu adalah miliknya dan kepadanya dapat diberikan Hak Eigendom


(35)

Adapun syarat-syarat yang harus dipenuhi agar pendaftaran tanah dapat memjamin kepastian hukum antara lain:

1. Tersedianya peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran secara kadasteral dan gambar hasil pengukuran di lapangan Gambar Ukur yang dapat dipakai untuk rekonstruksi batas di lapangan dan batas-batasnya merupakan batas yang sah menurut hukum dan dituangkan dalam data fisik lapangan yang memuat letak bidang tanah (desa,kecamatan,kabupaten/kota), petugas ukur yang melakukan pengukuran, luas bidang tanah serta penunjuk batas bidang tanah tersebut (dalam hal ini pemohon beserta pamong desa). Terdapat peta bidang tanah yang merupakan hasil pengukuran tersebut dapat dikatakan memenuhi kaedah yuridis apabila bidang tanah yang dipetakan batas-batasnya telah dijamin kepastian hukumnya berdasarkan kesepakatan dalam penunjukan batas oleh pemilik dan pihak-pihak yang berbatasan (Pasal 17 PP 24/1997), ditetapkan oleh pejabat yang berwenang (Pasal 18 PP 24/1997) dan diumumkan secara langsung kepada masyarakat setempat untuk memberikan kesempatan kepada pihak lain menyampaikan keberatannya (Pasal 26 PP 24/1997).

2. Tersedianya daftar umum bidang-bidang tanah yang dapat membuktikan pemegang hak yang terdaftar sebagai pemegang hak yang sah menurut hukum. Sedangkan daftar umum bidang tanah disediakan pada Kantor Pertanahan yang menyajikan data fisik dan data yuridis bidang tanah yang terdiri dari peta pendaftaran, daftar tanah, surat ukur, buku tanah dan daftar nama (Pasal 33 PP 24/1997), setiap orang yang berkepentingan berhak


(36)

mengetahui data fisik dan data yuridis yang tersimpan dalam daftar umum (Pasal 34 PP 24/1997).

3. Terpeliharanya daftar umum pendaftaran tanah yang selalu mutakhir, yaitu setiap perubahan data mengenai hak atas tanah seperti peralihan hak tercatat dalam daftar umum.18

Hal ini selaras dengan tujuan pendaftaran tanah pada Pasal 3 PP 24/1997 yaitu: a. Untuk Memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada

pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan;

b. Penyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan termasuk Pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar;

c. Terselenggaranya tertib administrasi pertanahan.

Kepastian hukum mengenai objek hak tergantung dari kebenaran data yang diberikan oleh pemohon hak dan dan adanya kesepakatan batas-batas tanah dengan pemilik berbatasan (contradictioire delimitatie) yang secara fisik ditandai pemasangan patok-patok batas tanah dilapangan. 19

18

Muhamad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi, (Mandar Maju: Bandung,2012), hlm. 172

19 Adrian Sutedi, Peralihan Hak Atas Tanah dan Pendaftarannya, (Sinar Grafika:Jakarta, 2007),


(37)

Kesempurnaan sebagaimana dalam Pasal 1 PP 24/1997 jelas-jelas memberikan jaminan tehnis dan jaminan hukum, sehingga dengan ini pula menentukan dengan seksama bahwa pelaksanaan pendaftaran tanah itu meliputi tugas teknis dan tugas administrasi. Tugas administrasi tersebut tentunya lebih banyak dikerjakan oleh bagian pengukuran dalam mengolah data teknis yang diukur di lapangan, seperti letak tanah batas bidang tanah ketentuan tanah dan keadaan bangunan yang ada diatas tanah tersebut.

Sementara tugas administrasi termasuk meneliti keabsahan bukti awal, menetapkan serta memutuskannya sebagai alat bukti yang dapat diajukan untuk bukti permulaan, serta mencatat peralihan (mutasi) hak itu bila kelak akan dimutasikan, juga memelihara rekaman itu dalam suatu daftar yang dapat dipertanggungjawabkan.

Dengan demikian tugas pendaftaran tanah adalah tugas administrasi hak yang dilakukan oleh negara dalam memberikan kepastian hak atas tanah di Indonesia. Artinya negara bertugas untuk melakukan administrasi tanah, dan dengan administrasi ini negara memberikan bukti hak atas tanah telah dilakukannya administrasi tanah tersebut. Negara hanya memberikan jaminan yang kuat atas bukti yang dikeluarkannya, bukan semata-mata memberikan hak atas tanah kepada seseorang tetapi bukti administrasi saja.20

20


(38)

Seperti pendapat Aristoteles dan Aguinas Grotius yang mengajarkan bahwa kepastian hukum dan keadilan adalah tujuan dari sistem hukum yang bertujuan untuk mewujudkan kepastian hukum sekaligus keadilan bagi masyarakat. Dan penerbitan sertipikat tanah oleh Kantor Pertanahan (BPN) adalah perbuatan hukum dalam bidang Tata Usaha Negara. Dalam konteks ini, BPN (petugas tata usaha negara) melaksanakan tugasnya berpedoman pada seperangkat peraturan petunjuk pelaksanaannya. Penerbitan sertipikat tanah telah melalui proses (tahapan) yang ditentukan oleh PP 24/1997. Maka penerbitan sertipikat tanah oleh BPN bersifat konstitutif, yaitu keputusan adaministrasi pemerintah yang menimbulkan akibat hukum. Dan akibat hukumnya, negara menjamin dan melindungi pemilik sertipikat tanah. Siapapun juga wajib menghormati adanya hak ini. Ini sejalan dengan Kedaulatan Hukum (Supremasi Hukum).

2.2 Sengketa Pertanahan

Menurut Pasal 1 ayat (2) Perkaban 3/2011, Sengketa Pertanahan yang selanjutnya disingkat Sengketa adalah perselisihan pertanahan antara orang perseorangan, badan hukum, atau lembaga yang tidak berdampak luas secara sosio-politis. Sedangkan Menurut Sarjita, sengketa pertanahan adalah :“Perselisihan yang terjadi antara dua pihak atau lebih yang merasa atau dirugikan pihak-pihak tersebut untuk penggunaan dan penguasaan hak atas tanahnya, yang diselesaikan melalui musyawarah atau melalui pengadilan.”21 Di dalam kehidupan sehari-hari

21

Sarjita,Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan, (Tugujogja Pustaka:Yogyakarta, 2005), hlm. 8.


(39)

masalah pertanahan seringkali menjadi persengketaan bahkan sampai ke pengadilan, hal ini timbul karena tanah mempunyai fungsi yang sangat penting bagi kehidupan masyarakat. Beberapa faktor yang menimbulkan sengketa tanah antara lain:

1. Tumpang Tindih Penggunaan Tanah.

Sejalan dengan waktu, pertumbuhan penduduk yang cepat mengakibatkan jumlah penduduk bertambah, sedangkan produksi pangan tetap atau mungkin berkurang karena banyak tanah pertanian yang beralih fungsi. Tidak dapat dihindarkan bahwa dalam sebidang tanah yang sama dapat timbul kepentingan yang berbeda.

2. Tanah Mempunyai Nilai ekonomis tanah tinggi.

Bila masyarakat dahulu tanah hanya sebagai tempat tinggal dan mata pencaharian seperti berkebun dan bercocok tanam, pola pemikiran seperti itu sudah tidak bisa lagi diterapkan pada masyarakat sekarang, fungsi tanah selain sebagai tempat tinggal juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi seperti sekarang tanah dijadikan investasi oleh kalangan masyarakat dimana nilainya semakin tahun semakin tinggi oleh karena itu masyarakat berlomba- lomba memiliki tanah.

3. Kesadaran masyarakat meningkat

Era globalisasi serta peningkatan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi berpengaruh pada peningkatan kesadaran masyarakat. Pola pikir masyarakat terhadap masyarakatpun ikut berubah. Terkait tanah sebagai aset pembangunan, maka muncul perubahan pola pikir masyarakat terhadap


(40)

penguasaan tanah, yaitu tidak lagi menempatkan tanah sebagai sumber produksi akan tetapi menjadikan tanah sebagai sarana untuk investasi atau komoditas.

4. Tanah tetap, penduduk bertambah.

Pertumbuhan penduduk yang sangat cepat baik melalui kelahiran maupun migrasi serta urbanisasi, serta jumlah lahan yang tetap, menjadikan tanah sebagai komoditas ekonomi yang nilainya sangat tinggi, sehingga setiap jengkal tanah dipertahankan sekuatnya.

5. Kemiskinan.

Kemiskinan merupakan masalah kompleks yang dipengaruhi oleh berbagai faktor yang saling berkaitan. Terbatasnya akses terhadap tanah merupakan salah satu faktor penyebab kemiskinan dalam kaitan terbatasnya aset dan sumber daya produktif yang dapat diakses masyarakat miskin.

Sedangkan menurut tipologi sengketa dapat dibagi menjadi sebagai berikut:22 a. Masalah Penguasaan dan Pemilikan

b. Masalah Prosedur Penetapan Hak dan Pendaftaran Tanah c. masalah Batas/Letak Bidang Tanah

d. Masalah Ganti Rugi Tanah ex Partikelir e. Masalah Tanah Ulayat

f. Masalah Tanah Obyek Landreform g. Masalah Pengadaan Tanah

h. Masalah Pelaksanaan Putusan Pengadilan 22

Rusmadi Murad, Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah, (Mandar Maju:Bandung, 1991), hlm. 22.


(41)

i. Masalah Peruntukan Penggunaan Tanah

Sengketa batas tanah adalah sengketa yang timbul antara dua pihak yang memiliki hak atas tanah atau tanah yang saling bersebelahan, karena adanya kesalahpahaman penafsiran mengenai luas dan batas tanahnya.23 Adapun faktor penyebab timbulnya sengketa batas antara lain:

1. Tidak dipasang patok tanda batas pada setiap sudut bidang tanah atau pagar batas tidak jelas.

2. Penunjukan batas tidak pada tempat yang benar.

hal ini berkaitan adanya kesengajaan dari pemohon menunjukkan batas yang bukan haknya dengan tujuan untuk memperoleh keuntungan pribadi dari luas tanah yang bertambah, dalam hal ini tugas juru ukur dalam melakukan pengukuran berdasarkan penunjukan batas yang diajukan oleh pemohon yaitu dimana penentuan batas-batas bidang tanah tersebut dengan persetujuan tetangga yang berbatasan.

3. Petugas ukur tidak cermat dalam melaksanakan tugasnya (Human Error)

adanya kesalahan atau ketidak hati-hatian yang disebabkan karena kecerobohan atau kekurang telitian dalam melakukan pengukuran seperti salah baca dan salah ukur:

4. Sulitnya menghadirkan pemilik tanah berbatasan

pengukuran bidang tanah dan berpotensi menjadi penyebab timbulnya ketidakpastian letak dan batas-batas tanah adalah sulitnya menghadirkan para pemilik tanah yang berbatasan pada saat dilakukan pengukuran disamping itu,

23


(42)

pemilik tanah tidak mengetahui secara pasti batas letak bidang tanahnya yang benar, sehingga pelaksanaan penetapan batas dan penandatanganan Veldwerk

atau Gambar Ukur bidang tanah sebagai upaya mendapatkan data yang pasti seringkali tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya.

5. Tanda batas hilang atau rusak

Selain faktor-faktor diatas Kesulitan yang sering dihadapi dalam pengukuran bidang tanah dan berpotensi menjadi penyebab timbulnya sengketa batas adalah sulitnya menghadirkan para pemilik tanah yang berbatasan pada saat pengukuran. Disamping itu pemilik tidak mengetahui secara pasti batas tanahnya yang benar, sehingga pelaksanaan penetapan batas dan penandatanganan gambar ukur bidang tanah sebagai upaya mendapatkan data yang pasti seringkali tidak dapat dilakukan sebagaimana mestinya.

2.3 Eksistensi Gambar Ukur Dalam Penyelesaian Sengketa

Proses penetapan bidang tanah terlebih dahulu dipastikan letaknya dengan memasang tanda-tanda batas di setiap sudut bidang tanah yang bersangkutan, kemudian ditetapkan batas-batasnya oleh pemilik yang berbatasan (contradictoire delimitatie). Dalam penetapan batas bidang tanah diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan, dengan penunjukan batas oleh pemegang hak yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh pemegang hak atas tanah yang berbatasan, dengan ketentuan persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh yang memberikan


(43)

persetujuan, tanda batas itu dapat berupa pagar beton, pagar tembok atau benda apapun yang bersifat permanen.

Pengukuran bidang tanah yang berpotensi menjadi penyebab timbulnya ketidakpastian letak dan batas-batas tanah adalah sulitnya menghadirkan para pemilik tanah yang berbatasan pada saat dilakukan pengukuran disamping itu, pemilik tanah tidak mengetahui secara pasti batas letak bidang tanahnya yang benar, sehingga pelaksanaan penetapan batas dan penandatanganan Veldwerk

atau Gambar Ukur bidang tanah sebagai upaya mendapatkan data yang pasti.

Jika dalam penetapan batas bidang tanah tidak diperoleh kesepakatan, maka dilakukan pengukuran sementara dengan batas yang nyata di lapangan, namun apabila sudah diperoleh kesepakatan atau diperoleh kepastian berdasarkan putusan pengadilan, maka diadakan penyesuaian data pada peta pendaftaran yang bersangkutan. Ketentuan ini memberikan kesempatan pada masyarakat untuk berpartisipasi dalam pemberian dan pengumpulan data fisik tanah, khususnya pada masyarakat yang memegang hak atas tanah dan pemilik tanah di sekitarnya berhak untuk menentukan batas-batas pemilikan tanahnya secara musyawarah.

Apabila musyawarah tidak yang diadakan tidak menghasilkan kesepakatan antara pihak yang berbatasan, maka petugas ukur tidak boleh menentukan batas tanah berdasarkan keinginannya, namun harus diserahkan kepada pengadilan untuk memutuskan dan menetapkan batas-batas kepemilikannya sehingga nilai kepastian


(44)

hukumnya dapat di jamin.24hal ini untuk menghindari timbulnya suatu sengketa tanah akibat dari batas dan letak bidang tanah yang tidak benar atau dalam proses pengukuran tanah yang bersebelahan merasa keberatan untuk dilakukan penetapan batas dan pengukuran bidang tanah maka diusahan penyelesaian secara damai. Hal tersebut sesuai dengan pasal 20 ayat (2);

apabila sampai saat akan dilakukannya penetapan batas dan pengukuran bidang tanah usaha penyelesaian secara damai melalui musyawarah tidak berhasil, maka ditetapkan batas sementara berdasarkan batas-batas yang menurut kenyataannya merupakan batas-batas bidang yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (1) PP24/1997, dan kepada pihak yang merasa berkeberatan, diberitahukan secara tertulis untuk mengajukan gugatan ke pengadilan.”

Setelah dilakukan pengukuran terhadap letak bidang tanah terhadap batas batas bidang tanah tersebut diberi atau dipasang patok permanen, yang bertujuan agar tanda batas bidang tanah tersebut tidak hilang dikemudian hari. Hilangnya tanda batas bidang tanah seringkali memicu timbulnya sengketa batas .

Apabila terjadi sengketa batas terhadap bidang tanah yang telah bersertipikat atau telah dilakukan pengukuran oleh BPN, maka akan dilakukan pengukuran pengembalian batas. Pengembalian batas ini dilaksanakan dengan cara merekontruksi hasil pengukuran pada saat proses pembuatan setipikat yaitu dengan cara merekontruksi data-data yang tertera pada Gambar Ukur. Hal ini sesuai dalam pasal 1 ayat (3) PMNA 3/1997 yang dimaksud dengan Gambar ukur adalah dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa

24

Abd. Rahim lubis dan Yamin Lubis ,” Hukum Pendaftaran Tanah,” Edisi Revisi, (Mandar


(45)

jarak,sudut, azimuth ataupun sudut jurusan. Data ukuran letak batas bidang tanah dicatat di lapangan pada Gambar Ukur data tersebut harus disimpan di Kantor Pertanahan sepanjang masa selama bidang tanah tersebut masih ada, di kemudian hari data tersebut harus dapat digunakan untuk rekonstruksi letak batas bidang tanah bila hilang.

2.4 Hubungan Gambar Ukur Dengan Buku Tanah

Gambar Ukur adalah dokumen tempat mencantumkan gambar suatu bidang tanah atau lebih dan situasi sekitarnya serta data hasil pengukuran bidang tanah baik berupa jarak,sudut, azimuth ataupun sudut jurusan (PMNA 3/1997).

Didalam Gambar Ukur memuat peta gambar bidang tanah yang diukur serta batas- batas bidang tanah secara jelas dilapangan, Gambar Ukur merupakan dasar acuan dari surat ukur. hal ini berkaitan apabila terjadi perubahan data dilapangan atau ada sengketa batas dikemudian hari, maka Gambar Ukur menjadi tolak ukur sebagai data fisik dilapangan yang merupakan dasar acuan dalam penerbitan sertipikat.

Sebelum Proses penetapan bidang tanah terlebih dahulu dipastikan letaknya dengan memasang tanda-tanda batas disetiap sudut bidang tanah yang bersangkutan, kemudian ditetapkan batas-batasnya oleh pemilik yang berbatasan

(contradictoire delimitatie). Dalam penetapan batas bidang tanah diupayakan penataan batas berdasarkan kesepakatan para pihak yang berkepentingan, dengan penunjukan batas oleh pemegang hak yang bersangkutan dan sedapat mungkin disetujui oleh pemegang hak atas tanah yang berbatasan, dan ketentuan


(46)

persetujuan tersebut dituangkan dalam suatu berita acara yang ditandatangani oleh pihak yang memberikan persetujuan, tanda batas itu dapat berupa pagar beton, pagar tembok atau benda apapun yang bersifat permanen.

Pasal 1 ayat (19) PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, Buku tanah adalah dokumen dalam bentuk daftar yang memuat data yuridis dan data fisik suatu obyek pendaftaran tanah yang sudah ada haknya. sedangkan Sertipikat adalah surat tanda bukti hak sebagaimana dimaksud dalam pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA untuk hak atas tanah, Hak Pengelolaan, Tanah Wakaf, Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun dan Hak Tanggungan yang masing-masing sudah dibukukan dalam buku tanah yang bersangkutan.

Sertipikat merupakan kutipan dari buku tanah, data fisik dan data yuridis dalam sertipikat tanah harus diterima sebagai data yang benar. Dan sudah barang tentu data yang ada baik fisik maupun yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan. Dan dalam rangka penyajian data fisik dan yuridis kantor pertanahan menyelenggarakan tata usaha pendaftaran tanah dalam daftar umum yang terdiri dari data fisik dan data yuridis yang ada pada peta pendaftaran, daftar tanah, Surat ukur dan buku tanah. Daftar-daftar umum tersebut disimpan dalam ruang arsip di kantor pertanahan. Sehingga begitu sertipikat hak atas tanah (bukti hak) diberikan kepada yang berhak atas tanah, maka segala aktivitas tanah itu bagi kepentingan pemiliknya benar-benar dijamin oleh hukum. Bahkan kalaupun akan terjadi mutasi, haknya akan jelas terekam dalam buku tanah, dan


(47)

rekaman ini terpelihara demi kepentingan tanah itu atas kedudukan orang yang berhak daripadanya. Sepanjang isi atau sifat hak itu bisa diangunkan atau dimutasikannya, maka tidak ada orang yang tidak menghormati bila right to use

dan right of dispossal memang diberikan oleh jenis haknya itu sendiri. Kenyataan terwujudnya kepastian hukum yang diterapkan inilah yang menjadi persoalan pokok dari undang-undang untuk saat ini.

Ketentuan pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 merupakan penjabaran dari ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c, Pasal 23 ayat (2), Pasal 32 ayat (2), dan Pasal 38 ayat (2) UUPA, yang berisikan bahwa pendaftaran tanah menghasilkan surat tanda bukti yang berlaku sebagai alat pembuktian yang kuat. Berdasarkan ketentuan pasal 32 ayat (1) PP 24/1997, maka sistem pendaftaran tanah yang dianut adalah sistem publikasi negatif, yaitu sertipikat hanya merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat kuat dan bukan merupakan surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak. Hal ini berarti bahwa data fisik dan data yuridis yang tercantum dalam sertipikat mempunyai kekuatan hukum dan harus diterima hakim sebagai keterangan yang benar selama dan sepanjang tidak ada alat bukti lain yang membuktikan sebaliknya.

Dengan demikian pengadilanlah yang berwenang memutuskan alat pembuktian mana yang benar dan apabila sertipikat tersebut tidak benar, maka diadakan perubahan dan pembetulan sebagaimana semestinya.25 Untuk menutupi kelemahan dalam ketentuan pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 dan untuk memberikan

25

Urip Santoso, Hukum Agraria Kajian Komprehensif, (Kencana Prenada Media Group:Jakart:,


(48)

perlindungan hukum kepada pemilik sertipikat dari gugatan dari pihak lain dan menjadikannya sertipikat sebagai tanda bukti yang bersifat mutlak, maka dibuatlah ketentuan Pasal 32 ayat (2) PP 24/1997. Menurut AP. Parlindungan, dengan mengacu pada ketentuan Pasal 19 UUPA, dikenal beberapa ciri khusus pendaftaran tanah, sungguhpun sebenarnya asas tersebut hanya secara implisit tersirat dalam pasal-pasal dari Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961. Asas-asas tersebut adalah:26

1. Torrens System adalah sistem pendaftaran tanah yang berlaku seasia dengan sistem pendaftaran tanah yang sederhana, efisien dan murah dan selalu dapat diteliti pada akta pejabatnya siapa-siapa yang bertanda tangan pada akta PPAT –nya dan juga pada sertipikat hak atas tanah, demikian juga apabila terjadi mutasi hak nama dari pemilik sebelumnya dicoret dengan tinta halus, dan penulis pada bagian bawahnya nama pemilik yang baru disertai dengan alas haknya.

2. Asas negatif artinya belum tentu seseorang yang tertulis namanya pada sertipikat tanahnya adalah sebagai pemilik yang mutlak, namun terbit sertipikat, maka tidak dapat lagi diajukan gugatan ke pengadilan.

3. Asas publisitas adalah bahwa data pendaftaran tanah terbuka untuk umum dan dapat diberikan informasi kepada pemerintah dan kepada masyarakat yang berkepentingan dengan menerbitkan Surat Keterangan Pendaftaran Tanah (SKPT)

26

Muhamad Yamin Lubis dan Abdul Rahim Lubis, Hukum Pendaftaran Tanah, Edisi Revisi,


(49)

4. Asas specialitas, adalah pendaftaran tanah itu menyediakan surat ukur yang menjelaskan letak dan luas bidang tanah tersebut dan dengan mudah ditelusuri tempatnya.

5. Rechtskadaster adalah pendaftaran tanah hanya bertujuan untuk kepastian hukum tidak ada tujuan lain, sungguhpun kegiatan pendaftaran tanah sekarang ini juga sudah ditujukan untuk tujuan lain seperti kepentingan penarikan pajak.

6. Kepastian hukum dan perlindungan hukum, adalah pendaftaran tanah itu untuk kepastian dan perlindungan hukum bagi yang empunya.

7. Pemastian lembaga, adalah bahwa pelaksana pendaftaran tanah itu adalah Kantor Pertanahan yang dibantu oleh PPAT.27

Sertipikat sebagai surat tanda bukti hak yang bersifat mutlak apabila memenuhi unsur-unsur secara komulatif, yaitu;

a. Sertipikat diterbitkan secara sah atas nama orang atau badan hukum b. Tanah diperoleh dengan itikad baik;

c. Tanah dikuasai secara nyata;

d. Dalam waktu 5 (lima) tahun sejak diterbitkannya sertipikat itu tidak ada yang mengajukan keberatan secara tertulis kepada pemegang sertipikat dan Kepala Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota setempat ataupun tidak mengajukan gugatan ke pengadilan mengenai penguasaan tanah atau penerbitan sertipikat.

27

AP.Parlindungan, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria,(Mandar Maju:Bandung, 1998 ) hm.26-128.


(50)

Dari penjelasan pasal diatas dapat diuraikan bahwa sertipikat merupakan tanda bukti yang kuat, dalam arti bahwa selama tidak dapat dibuktikan sebaliknya data fisik dan data yuridis yang ada didalamnya harus diterima sebagai data yang benar. Sudah barang tentu data fisik maupun data yuridis yang tercantum dalam sertipikat harus sesuai dengan data yang tercantum dalam buku tanah dan surat ukur yang bersangkutan, karena data itu diambil dari buku tanah dan surat ukur.


(51)

3.1. Pendekatan Masalah

Penelitian ini menggunakan metode pendekatan yuridis normatif dan yuridis empiris yang bertujuan untuk memperoleh suatu penelitian yang benar dan obyektif.

Penelitian Hukum Normatif atau disebut juga penelitian hukum kepustakaan

adalah : “Penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka

atau data sekunder belaka”. Dalam penelitian ini pendekatan normatif digunakan

untuk menganalisis berbagai peraturan perundang-undangan terkait dengan Gambar Ukur dalam pendaftaran tanah dan penyelesaian sengketa tanah yaitu UUPA, PP 24/1997, PMNA 3/1997 dan Perkaban 3/2011.

Pendekatan yuridis empiris dilakukan dengan menelaah ketentuan normatif yang diterapkan pada Gambar Ukur dalam pendaftaran tanah, dan sebagai studi kasus atau penelitian hukum yang non doktrinal dalam penyelesaian sengketa tanah guna untuk menemukan jawaban-jawaban yang benar dengan pembuktian kebenaran yang dicari atau dari fakta-fakta sosial yang bermakna hukum yang bertujuan memberikan jaminan kepastian hukum yang diaktualisasikan dalam praktik pelaksanaanya pada Badan Pertanahan Nasional, dalam hal ini Kantor Pertanahan Kabupaten Tanggamus.


(52)

3.2. Sumber dan Jenis Data

3.2.1 Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari lapangan.27 Data primer dari penelitian ini diperoleh melalui wawancara dengan responden. Responden dalam penelitian ini Kepala Seksi Survei Pengukuran dan Pemetaan di Kantor Pertanahan Kabupaten Tanggamus dan Kepala Seksi Sengketa, Konflik dan Perkara Pertanahan pada Kantor Pertanahan Kab. Tanggamus serta Staf Survei Pengukuran dan Pemetaan Pertanahan di Kantor Pertanahan Kab. Tanggamus yang bertugas melakukan pengukuran bidang tanah di Kabupaten Tanggamus.

3.2.2. Data Sekunder

Data yang digunakan untuk memecahkan suatu permasalahan dalam penelitian ini dapun data sekunder adalah:28

1. Bahan Hukum Primer adalah bahan hukum yang memiliki kekuatan mengikat.29

(a) Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria;

(b) Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah;

27

Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum. Universitas Indonesia Press. Jakarta, 1986, hlm. 51

28

Soerjono Soekanto, Ibid. hlm. 51

29


(53)

(c) Peraturan Menteri Negara Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1997 tentang Ketentuan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah 24 Tahun 1997 dan

(d) Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan dan Pengkajian Penangan Kasus Pertanahan. 2 . Bahan Hukum Sekunder adalah bahan-bahan yang memberi penjelasan

mengenai bahan hukum primer.30 Bahan hukum sekunder dalam penelitian ini antara lain adalah literatur-literatur, buku-buku, artikel-artikel, tulisan-tulisan hasil karya kalangan hukum atau instansi terkait yang berkaitan dengan penelitian Kedudukan Gambar Ukur Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Tanah di Provinsi Lampung.

3.3. Metode Pengumpulan dan Pengolahan Data

3.3.1. Metode Pengumpulan Data

Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini sebagai berikut :

1) Studi Kepustakaan (Library Research) adalah usaha untuk memperoleh data sekunder. Dalam hal ini penulis melakukan serangkaian studi dokumentasi dengan cara mengumpulkan, membaca, mempelajari, membuat catatan-catatan, dan kutipan-kutipan serta menelaah bahan-bahan pustaka yaitu berupa karya tulis dari para ahli yang tersusun dalam literatur dan peraturan perundang-undangan yang berlaku dan ada

30


(54)

kaitannya dengan Kedudukan Gambar Ukur Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Tanah di Provinsi Lampung.

2) Studi Lapangan (Field Research) merupakan usaha yang dilakukan untuk memperoleh data primer. Usaha untuk memperoleh data primer tersebut dilakukan dengan memberikan pertanyaan dan meminta penjelasan kepada beberapa pihak yang dianggap mengetahui masalah yang berhubungan dengan penelitian Kedudukan Gambar Ukur Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Tanah di Provinsi Lampung. Metode yang dipergunakan adalah wawancara terbuka, di mana peneliti berhadapan langsung dengan pihak pemberi informasi selaku informan yang mengerti penelitian Kedudukan Gambar Ukur Dalam Proses Penyelesaian Sengketa Tanah di Provinsi Lampung.

3.3.2. Metode Pengolahan data

Data yang diperoleh atau terkumpul selanjutnya diolah dengan tahapan sebagai berikut ;

1) Pemeriksaan data/editing, hal ini dilakukan setelah semua data dikumpulkan. Tujuannya adalah untuk menentukan kelengkapan data yang sesuai dengan pokok bahasan yang telah ditentukan.

2) Klasifikasi data, yaitu menempatkan data sesuai dengan kelompok-kelompokan yang telah ditentukan dalam bagian-bagian pada pokok bahasan yang akan dibahas, sehingga diperoleh data yang objektif dan sistematik sesuai dengan penelitian yang dilakukan.


(55)

3) Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan dan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisa data.

3.4. Analisis Data

Setelah tahap pengumpulan dan pengolahan data, maka tahap selanjutnya adalah menganalisis data. Metode analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif, yaitu dengan cara mendeskripsikan atau menguraikan kenyataan-kenyataan atau keadaan-keadaan terhadap suatu obyek dalam bentuk kalimat, berdasarkan keterangan-keterangan, penjelasan-penjelasan, dan jawaban-jawaban dari para responden yang berhubungan langsung dengan penelitian ini yang tidak dapat diwujudkan dengan angka-angka atau tidak dapat dihitung dengan menguraikan data secara sistematis, sehingga diperoleh arti dan kesimpulan. Sedangkan dalam pengambilan kesimpulan dan hasil analisis tersebut penulis berpedoman pada cara berfikir induktif, yaitu cara berfikir dalam mengambil kesimpulan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, lalu diambil kesimpulan secara umum.


(56)

P E N U T U P

5.1. Kesimpulan

1. Gambar Ukur berfungsi sebagai salah satu alat untuk penyelesaian sengketa batas/letak bidang dengan cara pengembalian batas tanah yang telah diatur dalam PMNA. 3/1997. Selain itu, Gambar Ukur digunakan dalam penyelesaian sengketa batas tanah baik yang belum masuk ke ranah pengadilan maupun yang telah masuk ke ranah pengadilan. Gambar Ukur menjadi salah satu bahan pertimbangan hakim dalam memeriksa perkara sengketa batas.

2.

Dalam rangka mencegah dan mempercepat penyelesaian sengketa pertanahan serta memberi jaminan kepastian hukum hak atas tanah, BPN dalam penyelesaian sengketa berperan sebagai mediator dengan prinsip alternative dispute resolution/ADR yang secara implisit dimuat dalam Perpres 10/2006. Dan untuk pelaksanaannya BPN telah menerbitkan Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan melalui PMNA 34/2007 dan Perkaban 3/2011. Seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi, BPN RI telah mengembangkan aplikasi Geo-KKP yang berfungsi untuk mengetahui masing-masing bidang tanah di seluruh Indonesia yang telah bersertipikat untuk dapat diketahui kepastian letaknya.


(57)

5.2. Saran

1. Dalam rangka mencegah dan mengurangi sengketa batas serta jaminan kepastian hukum hak atas tanah, akan lebih baik apabila Gambar Ukur dijadikan lampiran dalam sertipikat.

2. Untuk menghindari sengketa batas disarankan agar setiap bidang tanah dipasang tanda batas/patok secara permanen dan tanahnya dimanfaatkan sebagaimana peruntukkannya.

3. Meskipun mekanisme penyelesaian sengketa tanah telah diatur sedemikian rupa dan didukung oleh kemajuan teknologi dengan menggunakan aplikasi Geo KKP namun dalam pelaksanaannya perlu didukung dengan peningkatan sarana dan prasarana disetiap masing- masing kantor pertanahan, serta minimnya SDM yang menguasai aplikasi tersebut, maka perlu adanya penerimaan pegawai yang secara khusus menangani aplikasi tersebut dan jaringan internet serta adanya alternatif penganti yang memadai ketika terjadi pemadaman listrik ketika jam kerja.


(58)

Buku :

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Cipta,Jakarta:Rineka, 1996.

Harsono, Boedi, “Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan”, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Jakarta: Djambatan, , 1999.

HS, Salim dan Erlies Nurbani Septiana, “Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Diserftasi”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, , 2013.

J.J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial , Jilid I, Jakarta: FE, UI, , 1996 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, ,2009.

Murad, Rusmadi, “Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah”, Bandung: Alumni,1991. ND Mukti Fajar dan Achmad Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Hukum Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010.

Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan,Yogyakarta: Tugujogja Pustaka, ,2005.

Sutedi, Adrian, Sertipikat Hak Atas tanah, Bandung: Sinar Grafika, ,2012.

Sumardjono, Maria SW, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi,

Jakarta: Buku Kompas, 2001.

Suryabrata, Samadi, Metodologi Penelitian, Jakarta:Raja Grafsindo Persada, 1998.

Soekanto, Soerjon, Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta: UI-PRESS, ,1986.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.


(59)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D,Bandung: Alfabeta, 2012.

Santoso, Urip, Hukum Agraria, Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Parlindungan A.P, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, 2002.

Wahid, Muchtar, “Memaknai Kepastian Hak Milik Atas Tanah, Suatu Analisis dengan Pendekatan Terpadu Secara Normatif dan Sosiologis”,Jakarta: Republika, 2008. Yamin, M. Lubis dan Abd Lubis Rahim, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung, Mandar

Maju, , 2010.

Makalah, Jurnal Hukum, dan Paper :

Arianto, Tjahjo, Hukum Pertanahan dan Kadasteral,Jogyakarta: Blog,2012 “Memaknai Kepastian HukumHak Atas Tanah”Jakarta: Republika, ,2008.

Sumarto, SH, M.Eng.”Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan dengan Prinsip Win Win Solution,” Direktorat Konflik Pertanahan BPN RI,Jakarta: 2012 Syafruddin,Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah,”

Tesis Program Studi Kenotariatan,USU Medan:2004.

Tukino, Diklat Sengketa Batas Bidang Tanah, Direktorat Sengketa BPN RI, Jakarta: 2013.

Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Dasar 1945;

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;


(60)

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang pendaftaran tanah;

Peraturan Kepala Badan pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan dan Pengkajian Kasus Pertanahan.


(1)

43

3) Sistematika data, yaitu penyusunan data berdasarkan urutan data yang telah ditentukan dan sesuai dengan ruang lingkup pokok bahasan secara sistematis dengan maksud untuk memudahkan dalam menganalisa data.

3.4. Analisis Data

Setelah tahap pengumpulan dan pengolahan data, maka tahap selanjutnya adalah menganalisis data. Metode analisis data yang digunakan adalah secara kualitatif, yaitu dengan cara mendeskripsikan atau menguraikan kenyataan-kenyataan atau keadaan-keadaan terhadap suatu obyek dalam bentuk kalimat, berdasarkan keterangan-keterangan, penjelasan-penjelasan, dan jawaban-jawaban dari para responden yang berhubungan langsung dengan penelitian ini yang tidak dapat diwujudkan dengan angka-angka atau tidak dapat dihitung dengan menguraikan data secara sistematis, sehingga diperoleh arti dan kesimpulan. Sedangkan dalam pengambilan kesimpulan dan hasil analisis tersebut penulis berpedoman pada cara berfikir induktif, yaitu cara berfikir dalam mengambil kesimpulan atas fakta-fakta yang bersifat khusus, lalu diambil kesimpulan secara umum.


(2)

BAB V

P E N U T U P

5.1. Kesimpulan

1. Gambar Ukur berfungsi sebagai salah satu alat untuk penyelesaian sengketa batas/letak bidang dengan cara pengembalian batas tanah yang telah diatur dalam PMNA. 3/1997. Selain itu, Gambar Ukur digunakan dalam penyelesaian sengketa batas tanah baik yang belum masuk ke ranah pengadilan maupun yang telah masuk ke ranah pengadilan. Gambar Ukur menjadi salah satu bahan pertimbangan hakim dalam memeriksa perkara sengketa batas.

2.

Dalam rangka mencegah dan mempercepat penyelesaian sengketa pertanahan serta memberi jaminan kepastian hukum hak atas tanah, BPN dalam penyelesaian sengketa berperan sebagai mediator dengan prinsip alternative dispute resolution/ADR yang secara implisit dimuat dalam Perpres 10/2006. Dan untuk pelaksanaannya BPN telah menerbitkan Petunjuk Teknis Penanganan dan Penyelesaian Masalah Pertanahan melalui PMNA 34/2007 dan Perkaban 3/2011. Seiring dengan perkembangan kemajuan teknologi, BPN RI telah mengembangkan aplikasi Geo-KKP yang berfungsi untuk mengetahui masing-masing bidang tanah di seluruh Indonesia yang telah bersertipikat untuk dapat diketahui kepastian letaknya

.


(3)

78

5.2. Saran

1. Dalam rangka mencegah dan mengurangi sengketa batas serta jaminan kepastian hukum hak atas tanah, akan lebih baik apabila Gambar Ukur dijadikan lampiran dalam sertipikat.

2. Untuk menghindari sengketa batas disarankan agar setiap bidang tanah dipasang tanda batas/patok secara permanen dan tanahnya dimanfaatkan sebagaimana peruntukkannya.

3. Meskipun mekanisme penyelesaian sengketa tanah telah diatur sedemikian rupa dan didukung oleh kemajuan teknologi dengan menggunakan aplikasi Geo KKP namun dalam pelaksanaannya perlu didukung dengan peningkatan sarana dan prasarana disetiap masing- masing kantor pertanahan, serta minimnya SDM yang menguasai aplikasi tersebut, maka perlu adanya penerimaan pegawai yang secara khusus menangani aplikasi tersebut dan jaringan internet serta adanya alternatif penganti yang memadai ketika terjadi pemadaman listrik ketika jam kerja.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Buku :

Ashshofa, Burhan, Metode Penelitian Hukum, Cipta,Jakarta:Rineka, 1996.

Harsono, Boedi, “Hukum Agraria Indonesia Sejarah Pembentukan Undang-Undang

Pokok Agraria, Isi dan Pelaksanaan”, Jilid 1 Hukum Tanah Nasional, Jakarta:

Djambatan, , 1999.

HS, Salim dan Erlies Nurbani Septiana, “Penerapan Teori Hukum pada Penelitian Tesis dan Diserftasi”, Jakarta: Raja Grafindo Persada, , 2013.

J.J.J.M. Wuisman, Penelitian Ilmu-Ilmu Sosial , Jilid I, Jakarta: FE, UI, , 1996 Marzuki, Peter Mahmud, Penelitian Hukum, Jakarta: Kencana, ,2009.

Murad, Rusmadi, “Penyelesaian Sengketa Hukum Atas Tanah”, Bandung: Alumni,1991. ND Mukti Fajar dan Achmad Yulianto, Dualisme Penelitian Hukum Normatif dan

Hukum Empiris, Yogyakarta: Pustaka Pelajar,2010.

Sarjita, Teknik dan Strategi Penyelesaian Sengketa Pertanahan,Yogyakarta: Tugujogja Pustaka, ,2005.

Sutedi, Adrian, Sertipikat Hak Atas tanah, Bandung: Sinar Grafika, ,2012.

Sumardjono, Maria SW, Kebijakan Pertanahan Antara Regulasi dan Implementasi, Jakarta: Buku Kompas, 2001.

Suryabrata, Samadi, Metodologi Penelitian, Jakarta:Raja Grafsindo Persada, 1998. Soekanto, Soerjon, Pengantar Penelitian Hukum,Jakarta: UI-PRESS, ,1986.

Soekanto, Soerjono dan Sri Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2002.


(5)

Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif Dan R&D,Bandung: Alfabeta, 2012.

Santoso, Urip, Hukum Agraria, Kajian Komprehensif, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2013.

Parlindungan A.P, Komentar Atas Undang-Undang Pokok Agraria, Bandung: Mandar Maju, 2002.

Wahid, Muchtar, “Memaknai Kepastian Hak Milik Atas Tanah, Suatu Analisis dengan Pendekatan Terpadu Secara Normatif dan Sosiologis”,Jakarta: Republika, 2008. Yamin, M. Lubis dan Abd Lubis Rahim, Hukum Pendaftaran Tanah, Bandung, Mandar

Maju, , 2010.

Makalah, Jurnal Hukum, dan Paper :

Arianto, Tjahjo, Hukum Pertanahan dan Kadasteral,Jogyakarta: Blog,2012

“Memaknai Kepastian HukumHak Atas Tanah”Jakarta: Republika, ,2008.

Sumarto, SH, M.Eng.”Penanganan dan Penyelesaian Konflik Pertanahan dengan Prinsip Win Win Solution,” Direktorat Konflik Pertanahan BPN RI,Jakarta: 2012 Syafruddin,Perlindungan Hukum Terhadap Pemegang Sertipikat Hak Atas Tanah,”

Tesis Program Studi Kenotariatan,USU Medan:2004.

Tukino, Diklat Sengketa Batas Bidang Tanah, Direktorat Sengketa BPN RI, Jakarta: 2013.

Peraturan Perundang-Undangan : Undang-Undang Dasar 1945;

Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria; Peraturan Pemerintah Nomor 10 Tahun 1961 tentang Pendaftaran Tanah;


(6)

Peraturan Menteri Agraria/Kepala Badan Pertanahan Nasional No. 3 Tahun 1997 Tentang Peraturan Pelaksanaan Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang pendaftaran tanah;

Peraturan Kepala Badan pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pengolahan dan Pengkajian Kasus Pertanahan.