Hubungan Antara Budaya Kerja dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru di MTs N 1 Lampung Selatan Kabupaten Lampung Selatan

(1)

TESIS

Diajukan Kepada Program Pasca Sarjana Institut Agama Islam Negeri Raden Intan Lampung

Untuk Memenuhi salah satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Magister Dalam Ilmu Pendidikan Islam

Oleh

MARWIYAH AMIN NPM: 1422030038

PEMBIMBING I : Dr. HASAN MUKMIN, M.A. PEMBIMBING II : Dr. NASIR, M.Pd

PROGRAM STUDI ILMU TARBIYAH

KONSENTRASI MANAJEMEN PENDIDIKAN ISLAM

PROGRAM PASCA SARJANA (PPs)

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI RADEN INTAN LAMPUNG 1437 H /2016 M


(2)

HALAMAN JUDUL ... i

PERNYATAAN ORISINALITAS ... ii

ABSTRAK ... iii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iv

PERSETUJUAN TIM PENGUJI ... v

PENGESAHAN ... vi

KATA PENGANTAR ... vii

DAFTAR ISI ... viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah ... 17

C. Rumusan Masalah ... 19

D. Tujuan dan Kegunaan Penelitian ... 19

E. Kerangka Pikir ... 20

BAB II LANDASAN TEORI A. Budaya Kerja ... 25

1. Pengertian Budaya Kerja... 25

2. Unsur-unsur Budaya Kerja ... 34

3. Manfaat Budaya Kerja ... 37

4. Pengaruh Budaya Kerja terhadap organisasi... 38

5. Model Budaya Kerja ……… 39

B. Motivasi Kerja ... 43

1. Definisi Motivasi Kerja... 43

2. Faktor factor Motivator ... 49

3. Motivasi kerja menurut Islam ……….. 51

4. Teori Motivasi Kerja ... 52

C. Kinerja Guru... 61

1. Pengertian Kinerja Guru ... 61


(3)

BAB III METODE PENELITIAN

A. Jenis penelitian ……… ... 82

B. Populasi dan Sampel ... 83

C. Metode Pengumpulan Data ... 83

D. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional ... 84

E. Teknik Analisis Data ... 88

BAB IV PENYAJIAN DAN ANALISIS DATA A. Uji Persyaratan Analisis Data ... 106

1. Homogenitas ... 106

2. Uji Normalisasi Data ... 110

3. Uji Linieritas ... 115

B. Uji Hipotesis ... 122

1. Uji Korelasi antar Variabel ... 122

2. Uji Regresi Ganda ( Multiple Regresion Test ) ... 130

C. Pembahasan ... 133

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 134

B. Rekomendasi ... 135 DAFTAR PUSTAKA


(4)

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Dalam sebuah pendidikan sekolah merupakan organisasi (institusi) pelaksana teknis penyelenggaraan pendidikan, yang jati dirinya akan terbentuk oleh budaya kerja. Bentuk budaya kerja yang tumbuh dan berkembang di sekolahakan mempengaruhi kinerja anggota organisasi yang ada di dalamnya, yang sekaligus merupakan bagian dari budaya kerja itu sendiri. Dengan demikian hidup atau matinya suatu sekolah akan sangat ditentukan oleh budaya kerja manusia di dalamnya.

Budaya kerja, merupakan sekumpulan pola perilaku yang melekat secara keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi.Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan (habituating process) pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu


(5)

dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.

Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa:

“Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai

dalam suatu organisasi, pelanggaraan terhadap kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka

pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan.”1

Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan sehingga nantinya orang mengerjakan sesuatu dapat mengerjakannya dengan baik.

Adapun Menurut Triguno dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa:

“Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang

terwujud sebagai kerja atau bekerja.”2

Taliziduhu Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, yaitu : ”Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau

1

Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kelima, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2003), h. 65

2

Triguno Prasetya, Manajemen Sumber Daya Manusia, (Jakarta :Bumi Aksara, 2001), h.13


(6)

program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.3

Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah seperangkat perilaku perasaan dan kerangka psikologis yang terinternalisasi sangat mendalam

dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.4

Budaya kerja menurut Keputusan Menpan no 25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya KerjaAparatur Negara adalah :

“Sikap dan perilaku individu dari kelompok aparatur Negara yang didasari

atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadisifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari”.5

Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi.

Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.

Untuk memperbaiki budaya kerja yang baik membutuhkan waktu bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya

3

Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi, Cetakan Kedua, (Jakarta :PT. Rineka Cipta, 2003), h. 80

4

Osborn dan Plastrik, Manajemen Sumber Daya Mausia,(Yogyakarta : BPFE, 2002), h.252

5

Menpan, Keputusan Menpan no 25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman PengembanganBudaya Kerja Aparatur Negara, (Jakarta.: Kantor Menpan, 2002), h. 3


(7)

pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya “pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik

yang menyangkut masalah organisasi.”6

Dalam mengembangkan budaya organisasi tentunya tidak terlepas dari nilai budaya kerja yang seharusnya di kembangkan dalam berorganisasi. Adapun nilai budaya kerja yang seharusnya dikembangkan adalah sebagai berikut:

1. Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.

2. Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan. 3. Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap

individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.

4. Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.7

6

Siti Amnuhai,Manajemen Sumber daya Manusia, (Jakarta. : Bumi Aksara, 2003), h.76 7


(8)

Kesuksesan organisasi bermula dari adanya disiplin menerapkan nilai-nilai inti perusahaan. Konsistensi dalam menerapkan kedisiplinan dalam setiap tindakan, penegakan aturan dan kebijakan akan mendorong munculnya kondisi keterbukaan, yaitu keadaan yang selalu jauh dari prasangka negatif karena segala sesuatu disampaikan melalui fakta dan data yang akurat (informasi yang benar). Selanjutnya, situasi yang penuh dengan keterbukaan akan meningkatkan komunikasi horizontal dan vertikal, membina hubungan personal baik formal maupun informal diantara jajaran manajemen, sehingga tumbuh sikap saling menghargai.

Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan semakin baik akan menyuburkan semangat kerjasama dalam wujud saling koordinasi manajemen atau karyawan lintas sektoral, menjaga kekompakkan manajemen, mendukung dan mengamankan setiap keputusan manajemen, serta saling mengisi dan melengkapi. Hal inilah yang menjadi tujuan bersama dalam rangka membentuk budaya kerja.

Pada prinsipnya fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan sumberdaya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau mempengaruhi sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan adanya suatu keyakinan dan komitmen kuat merefleksikan nilai-nilai tertentu, misalnya membiasakan kerja berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekpektasi pelanggan (organisasi), efektif atau produktif dan efisien.

Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu


(9)

hubungan sifat peran pelanggan, pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.

Strategi yang dikembangkan dalam penggunaan manajemen mutu terpadu dalam dunia pendidikan adalah institusi pendidikan memposisikan dirinya sebagai institusi yang memberikan pelayanan (service) sesuai dengan apa yang diinginkan oleh pelanggan (customer).Jasa atau pelayanan yang diinginkan oleh organisasi, pegawai membutuhkan motivasi/dorongan agar maubersedia meningkatkan kinerjanya.Motivasi merupakan pendorong yang menyebabkan seseorang rela untuk menggerakan kemampuan, tenaga dan wktunya untuk menjalankan semua pekerjaan yang telah menjadi tugas dan tanggung jawabnya agar kewajibannya terpenuhi serta sasaran dan tujuan yang ingin dicapai organisasi terwujud.

Motivasi menggambarkan proses memulai, mengarahkan, memelihara aktivitas secara fisik dan psikologis. Merupakan suatu konsep yang luas, yang mencakup berbagaihal yang mendasari tindakan seseorang terhadap orang lain untuk mencapai tujuan yng diinginkan. Motivasi adalah bagian dari psikologi yang memfokuskan untuk memahami aktivitas, struktur dan tujuan suatu tingkah laku.8Penelitian mengenai motivasi mencoba mencari hubungan antara tingkah laku manusia, dengan hasrat, kepercayaan dan emosi.

Motivasi kerja dimiliki oleh setiap manusia, tetapi ada sebagian orang yang lebih giat bekerja daripada yang lain. Kebanyakan orang mau bekerja lebih keras jika tidak menemui hambatan dalam merealisasikan apa yang diharapkan. Selama

8


(10)

dorongan kerja itu kuat, semakin besar peluang individu untuk lebih konsisten pada tujuan kerja. Ada juga yang lebih menyukai dorongan kerja tanpa mengharapkan imbalan, sebab ia menemukan kesenangan dan dalam mengatasi situasi yang sulit.

Meskipun pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai didukung oleh kemampuan (ability) yang tinggi, tetapi bila tidak termotivasi dengan baik maka hasilnya tidak akan efektif. Dengan adanya motivasi, pegawai memperoleh suatu dorongan dari dalam dirinya untuk bekerja lebih baik atau memberikan yang terbaik bagi kelompoknya dengan berbagaimacam alasan yang luhur agar bisa mencapai tujuan organisasi. Namun tidak mudah itu setiap pegawai mempunyai dorongan yang positif, mereka perlu dibantu oleh orang lain yng berperan sebagai pimpinan atau atasan.

Dalam suatu organisasi selalu terjadi proses komunikasi antara orang yang satu dengan yang lainnya, baik secara perorangan atau secara kelompok, apakah staf (bawahan) ataukah seorang manajer. Pengambil inisiatif selalu berharap agar tujuannya dalam berkomunikasi dapat diterima dan dimengerti oleh yang menerima.Tujuan organisasi adalah segala sesuatu yang harus dicapai organisasi dalam melaksaankan misinya. “Pada setiap organisasi diperlukan komitmen para manajer (pemimpin) pada pencapaian sasaran perorangan dan sasaran orgnisasi secara efektif.”9

Kepemimpinan merupakan salah satu unsur terpenting dalam perkembangan sebuah organissi, karena maju tidaknya sebuah organisasi terutama ditentukan oleh pemimpin.Kepentingan kepemimpinan adalah tanggung jawab seseorang

9


(11)

pemimpin untuk mampu memilih strategi untuk dapat organisasi sukses, bertumbuh dan berhasil dalam menghadapi persaingan.10Keberhasilan pemimpin dalam memotivsi kerja pegawai sangat erat kaitannya dengan pencapaian tujuan organisasi dalam konteks pengelolaan di bidang pendidikan.Dimana pendidikan dalam hal ini institusi merupakan tonggak penentu keberhasilan atau kegagalan pemimpin dalam menumbuhkan kemampuan dan kemauan bawahannya dalam melaksanakan tugas sebagai tanggung jawab untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

Pemimpin pada hakekatnya adalah seseorang yang mempunyai kemampuan untuk mempengaruhi prilaku orang lain di dalam kerjanya dengan menggunakan kekuasaan dalam organisasi. Kekuasaan adalah kemampuan untuk mengerahkan dan mempengaruhi bawahan sehubungan dengan tugas-tugas yang harus dilaaksanakannya. Menurut Stonner, seperti yang dikutip Nanang Fatah, “semakin banyak jumlah sumber kekuasaan yang tersedia bagi pemimpin, akan semakin besar potensi kepemimpinan yang efektif.”11

Dalam memberikan motivasi, pemimpin tidak sekedar mendorong sebisanya, akan tetapi harus mengunakan strategi agar apa yang dilakukan itu dapat menghasilkan yang lebih baik secara optimal. Beberapa factor yang diperlukan untuk strategi antara lain, seperti tujuan, cara kerja, teknologi dan sumber daya lainnya. Dengan mengenal factor-faktor tersebut akan dapat disusun suatu langkah bagaimana membuka peluang keberhasilan melalui kesadaran/hati nurani sumber daya manusia yang ada untuk merubah sikap dan prilaku yang kondusif terhadap

10

Peter F drucker, The Leader of the Future, (San Fransisco : Jossey-Bass Publishers, 1996), Firstedition, h. 135

11


(12)

tantangan yang dihadapinya. Hal ini merupakan bentuk tanggung jawab pemimpin dalam upaya mencapai keberhasilan organisasi.

Berdasarkan survey awal yang dilakukan oleh peneliti diketahui bahwa Kepala MTs Negeri 1 Lampung Selatan memiliki peranan sangat besar dalam memotivasi para guru, hal tersebut bisa terlihat dari hubungan yang dibangun oleh kepala sekolah selaku pemimpin dari MTs Negeri 1 Lampung Selatan hubungan yang baik dan akrab terlihat dari keseharian para guru disana.12

Guru sebagai sumber daya potensial merupakan sumber kekuatan organisasi, sebab gurulah yang menggerakan orgnisasi. Dalam menggerakan organisasi, guru membutuhkan motivasi/dorongan agar mau/bersedia meningkatkan kinerjanya.Motivasi merupakan pendorong yang menyebabkan seseorang rela untuk menggerakan kemampuan, tenaga daan waktunya untuk menjalankan semua pekerjaan yang telah menjadi tugas dan tanggung jawabnya agar kewajibanya terpenuhi serta sasaran dan tujuan yang ingin dicapai orgnisasi terwujud.Meskipun pekerjaan yang dilakukan oleh guru didukung oleh kemampuan (ability) yang tinggi, tetapi bila tidak termotivasi dengan baik maka hasilnya tidak efektif.

Dengan adanya motivsi, guru memperoleh suatu dorongan dari dalam dirinya untuk bekerja lebih baik atu memberikan yang terbaik bagi kelompoknya dengan berbagai macam alasan yang luhur agar bisa mencapai tujuan orgnisasi. Namun tidak semudah itu setiap guru mempunyai dorongan yang positif, mereka perlu dibantu oleh orang lain yang berperan sebagai pimpinan atau atasan. Dalam hal pelaksanaan atau pergerakan kegiatan sekolah, kepemimpinan kepala madrasah

12


(13)

sangat diharapkan agar dapat mempengaruhi semua pihak agar secara sukarela dapat melakukan tugas-tugasnya dengan baik dalam rangka peningkatan motivasi kerja seluruh komponen pendidikan.Dalam hal ini Kepala MTs Negeri 1 Lampung selatan terlihat memberikan motivasi serta dorongan yang positif kepada guru-guru agar dapat memberikan yang terbaik untuk sekolah dan murid-murid.

Dengan membiasakan kerja berkualitas, seperti berupaya melakukan cara kerja tertentu, sehingga hasilnya sesuai dengan standar atau kualifikasi yang ditentukan organiasi. Jika hal ini dapat terlaksana dengan baik atau membudaya dalam diri pegawai, sehingga pegawai tersebut menjadi tenaga yang bernilai ekonomis, atau memberikan nilai tambah bagi orang lain dan organisasi. Selain itu, jika pekerjaan yang dilakukan pegawai dapat dilakukan dengan benar sesuai prosedur atau ketentuan yang berlaku, berarti pegawai dapat bekerja efektif dan efisien

Manusia sebagai insan individual dan sosial selalu mempunyai keinginan untuk meningkatkan kemajuan serta taraf hidupnya. Kebutuhan hidupnya selalu ingin terpenuhi dengan berbagai macam cara, agar keinginan tersebut tercapai dengan baik, Allah memerintahkan kepada makhluk-Nya agar berusaha dan bekerja untuk mendapatkan rezeki yang halal dan baik sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya:


(14)

Artinya: ”Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamu di muka

bumi, dan carilah karunia Allah (rezeki) dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al Jumu’ah : 10)13

Dalam surat Al-Insyarah ayat 7 :

Artinya : ”Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah

dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain.” (Q.S. Al Insyirah : 7)14

Kedua ayat tersebut mengingatkan kepada kita bahwa ibadah itu tidak hanya shalat saja, tetapi bekerja mencari nafkah atau rezeki itu pun termasuk ibadah jika dilakukan dengan ikhlas dan hanya mencari keridhoan Allah semata. Kemudian, kita harus rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja.

Dalam ayat tersebut di atas jelas bahwa kita tidak boleh kosong dari kegiatan, aktif dan bervariasi dalam bekerja agar kejenuhan tidak hinggap dalam melakukan pekerjaan. Itulah sebabnya Allah mengingatkan agar tidak jenuh maka harus rajin dan sungguh-sungguh dalam berusaha Rasulullah Saw bersabda:

Artinya : Dari Abu Hurairah RA berkata : Telah bersabda Rasulullah SAW : ”Orang mu’min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allah dari pada orang mu’min yang lemah, meskipun kedua-duanya memiliki kebaikan. Antusiaslah terhadap hal-hal yang bermanfaat bagimu, serta mohonlah pertolongan Allah dan janganlah menjadi lemah. Akan tetapi sebaliknya katakanlah : ini adalah ketentuan Allah, dan apapun yang dikehendakinya tentu akan

13

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Toha Putra, 1998) h. 398

14


(15)

dilaksanakannya. Maka sesungguhnya perkataan itu akan membuka perbuatan syaitan.”15

Hadits di atas memperjelas keharusan untuk rajin dan sungguh-sungguh dalam melakukan suatu kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan kemampuan sehingga pekerjaan itu memiliki nilai produktivitas yang tinggi.Keuntungan yang diraih seseorang itu ada bagian bagi orang lain.

Kerja produktif adalah kerja yang menghasilkan nilai tambah. Produktifitas kerja berkaitan dengan hasil yang lebih besar daripada sumber daya yang ada. Jika banyak tenaga kerja, tetapi sedikit hasil maka yang demikian disebut tidak produktif. Semangat dalam bekerja adalah modal utama dalam produktifitas. Semangat dalam bekerja harus menjadi ciri khas (etos) setiap muslim karena dewasa ini umat Islam berada pada keterbelakangan. Tanpa etos kerja yang tinggi sulit sekali dicapai produktivitas dalam bekerja.

Dalam Islam, kepemimpinan adalah amanat, dan oleh karenanya tidak boleh disia-siakan oleh pengemban amanat tersebut.

Di Sekolah yang dapat mengembangkan budaya kerja yang baik adalah kepala sekolah, dia sebagai seorang pemimpin di sekolah yang dipimpimnya harus mampu menciptakan budaya kerja yang baik sehingga guru yang mengajar memiliki kinerja yang baik pula. Selain itu seorang pemimpin setelah memberikan motivasi kepada bawahan mempunyai tujuan yang baik agar budaya kerja guru menjadi semakin terarah, sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya.

Guru adalah salah satu tenaga kependidikan yang mempunyai peranan yang sangat vital dalam dunia pendidikan khususnya pendidikan formal, karena

15


(16)

seorang guru yang langsung bersinggungan dengan siswa, untuk memberikan bimbingan yang muaranya akan menghasilkan tamatan yang diharapkan. Untuk itu kinerja seorang guru harus selalu ditingkatkan. Upaya-upaya untuk meningkatkan kinerja itu biasanya dilakukan dengan cara menciptakan budaya kerja yang baik, memberikan motivasi, mengadakan supervisi, memberikan

insentif, memberikan kesempatan yang baik untuk berkembang dalam karir. Sementara kinerja guru dapat ditingkatkan apabila yang bersangkutan mengetahui apa yang diharapkan dan kapan bisa menetapkan harapan-harapan yang diakui hasil kerjanya.

Kinerja guru (performance) merupakan hasil yang dicapai oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman dan kesungguhan serta penggunaan waktu. Kinerja guru akan baik jika guru telah melaksanakan unsur-unsur yang terdiri dari kesetiaan dan komitmen yang tinggi pada tugas mengajar, menguasai dan mengembangkan bahan pelajaran, kedisiplinan dalam mengajar dan tugas lainnya, kreativitas dalam pelaksanaan pengajaran, kerjasama dengan semua warga belajar pendidikan kesetaraan, kepemimpinan yang menjadi panutan warga belajar, kepribadian yang baik, jujur dan obyektif dalam membimbing siswa, serta tanggung jawab terhadap tugasnya. Oleh karena itu tugas kepala sekolah selaku manager pendidikan adalah melakukan penilaian terhadap kinerja guru. Penilaian ini penting sekali dilakukan mengingat fungsinya sebagai alat motivasi bagi pemimpin kepada guru maupun bagi guru itu sendiri.

Guru menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi untuk mendidik. Bila tidak punya motivasi maka ia tidak akan berhasil untuk mendidik atau jika


(17)

dia mengajar karena terpaksa saja karena tidak ada kemauan yang berasal dari dalam diri guru. Keberhasilan guru dalam mengajar karena motivasi ini sebagai pertanda apa yang telah dilakukan oleh guru itu telah menyentuh kebutuhannya baik kebutuhan rohani maupun jasmani. Kebutuhan tersebut misalnya memperoleh gaji dari hasil kerjanya, memperoleh penghargaan dari pengelola pendidikan kesetaraan, memperoleh pengakuan dari teman-teman sesama guru, mendapat rasa nyaman dan aman dalam bertugas, memperoleh kesempatan untuk mengeluarkan pendapat dan sebagainya. Jika kebutuhan guru tersebut terpenuhi berarti guru memperoleh dorongan dan daya gerak untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Ini berarti kinerja guru dapat tercapai dengan baik. Kinerja yang tercapai dengan baik itu terlihat dari guru yang rajin hadir di sekolah dan rajin dalam mengajar, guru mengajar dengan sungguh-sungguh, guru mengajar dengan semangat dan senang hati. Apa yang dilakukan oleh guru ini akan berdampak kepada keberhasilan siswa dalam proses belajar mengajar.

Untuk mendapatkan kinerja yang baik tentunya tidak terlepas dari faktor-faktor yang mempengaruhinya, sehingga kinerja guru menjadi lebih baik lagi, adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja atau hasil kerja yaitu :

1. Variabel individual, terdiri dari:

a. Kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik b. Latar belakang: keluarga, tingkat social, penggajian c. Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin

2. Variabel organisasional, terdiri dari: a. Sumberdaya


(18)

c. Imbalan d. Struktur e. Budaya kerja

3. Variabel psikologis, terdiri dari: a. Persepsi

b. Sikap c. Kepribadian d. Belajar e. Motivasi.16

Jadi pada dasarnya kinerja seorang guru juga dipengaruhi oleh budaya kerja walaupun hanya salah satu variabel saja yang dalam hal ini variabel organisasi, akan tetapi budaya kerja ini memiliki pengaruh terhadap kinerja, dalam hal ini yang mempengaruhi adalah budaya kerja yang baik yang ada di sekolah. Dalam penelitian ini penulis mencoba mengkaji fenomena yang terjadi pada guru yang ada di MTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung selatan.17

Dari hasil awal penelitian didapat gambaran tentang kinerja guru di MTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung selatan, bahwa banyak dari guru yang mengajar pada pendidikan ini masih kurang baik kinerjanya, hal ini dilihat dari angka kehadiran guru di kelas menurut absensi yang ada pada absen guruada 45%, yang tidak hadir selama satu bulan kemudian guru dalam mengajar hanya melakukan rutinitas belaka, dan tidak melakukan inovasi pengembangan lebih

16

Sondang P. Siagian, Teori dan Praktek Kepemimpinan, (Jakarta ; Renika Cipta, 2003), h. 65

17


(19)

lanjut, lebih dari 35% dari para gurutidak membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) karena RPP ini sangat menentukan jalannya kegiatan belajar mengajar yang dilakukan oleh guru, selain dari itu ada sebagian guru datang ke MTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung selatan.kurang tepat waktu dan pulang tidak sesuai dengan jadwal yang seharusnya. Pada saat jam mengajar atau waktu mengajar masuk, masih ada guru yang tidak langsung mengajar didalam kelas sehingga siswa kadang-kdang berkeliaran diluar ruang belajar dan gurupun hanya kadang-kadang saja mengadakan evaluasi (pretest maupun

postest) tentang materi yang baru diajarkan”.18

Dari paparan tersebut terlihat bahwa kinerja guru yang ada di MTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung selatanmasih kurang baik.

Disisi lain budaya kerja yang di terapkan di MTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung selatan sudah baik dimana di sekolah dibudayakan untuk dapat kerja dengan disiplin, terbuka, saling menghargai dan saling bekerjasama antara yang satu dengan yang lainnya.

Dari hasil awal penelitian didapat gambaran tentang budaya kerja serta motivasi kerjaMTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung selatan sudah dijalankan dengan baik dari segi budaya kerja dan motivasi kerja yang diterapkan, dimana dari budaya kerja dan pemberian motivasi kerja kepada guru yang diterapkan adalah datang dan pulang tepat waktu, saling menghargai, saling terbuka dan saling kerjasama dalam menjalankan tugas di sekolah, dan ini sudah diterapkan dengan baik oleh kepala sekolah dimana apabila sudah jam waktunya masuk pintu gerbang langsung ditutup, dan sebelum pulang gerbang belum boleh

18


(20)

dibuka, setelah jam masuk guru yang mengajar langsung masuk kelas dan mengajar tidak boleh meninggalkan kelas sebelum selesai jam mengajarnya.19

Hal senada juga diungkapkan oleh guruMTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung selatan yang lain dimana ia menyatakan bahwa budaya kerja yang ada di MTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung selatan sudah dibudayakan dengan baik oleh pihak sekolah akan tetapi masih ada guru yang datang terlambat, pulang lebih awal dan juga masih ada guru yang ketika mengajar masih keluar masuk kelas”.20

Dari paparan dia atas penulis tertarik untuk mengkaji lebih lanjut hal-hal yang berkaitan dengan hubungan antara budaya kerja serta motivasi kerja dengan kinerja guru pada MTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung Selatan.

Penelitian ini diharapkan dapat memotret budaya kerja serta membangun Motivasi kerja yang baik MTs Negeri 1 Lampung Selatan Kalianda Lampung Selatan dalam meningkatkan mutu pendidikan pada pendidikan yang di selenggarakan

A. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah 1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian yang dipaparkan di atas, maka yang menjadi fokus perhatian dan sekaligus menjadi problem adalah sejauh mana hubungan budaya kerja dan motivasi kerja terhadap kinerja guru MTsN 1 Lampung Selatan.

19

Ridwan hawari, Wawancara, (Tanggal, 20Oktober2015)

20


(21)

Masalah pokok tersebut teridentifikasi sebagai berikut:

1) Dalam setiap rapat guru selalu diberi arahan untuk selalu disiplin , akan tetapi masih banyak guru yang belum menunjukkan kerja yang baik. 2) Kinerja guru yang kurang optimal, belum menguasai sepenuhnya materi

yang diajarkan dimungkinkan karena profesionalitas guru tersebut memang masih kurang.

3) Guru yang kurang berdisiplin dalam menjalankan tugasnya, sering telat mengajar, kadang tidak masuk kelas hanya memberi tugas bahkan alpha. 4) Motivasi Kerja guru di MTsN 1 Lampung Selatan ini sudah di berikan

oleh Kepala Sekolah ebagai Pimpinan akan tetapi masih ada guru yang kurang semangat belajar.

2. Batasan Masalah

Berbagai permasalahan yang dihadapi dalam dunia pendidikan sangatlah kompleks.Salah satunya adalah masalah manajemen sumber daya manusia.Permasalahan-permasalahan perlu mendapat tanggapan dan solusi.Dalam tesis ini penulis hanya membatasi masalah pada ruang lingkup kecil yaitu mengenai kinerja guru yang ada di MTsN 1 Lampung Selatan.Ada banyak faktor yang mempengaruhi kinerja guru diantaranya kompetensi, kompensasi, kepemimpinan, disiplin dan motivasi kerja. Namun dalam penelitian ini penulis membatasi masalah kinerja guru MTsN 1 Lampung Selatan yang dipengaruhi oleh Budaya Kerja dan Motivasi kerja guru.


(22)

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembatasan masalah yang telah dikemukakan di atas, maka masalah penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

1. Seberapa besar hubungan Budaya kerja terhadap kinerja guru di MTsN1 Lampung Selatan ?

2. Seberapa besar hubunganBudaya Kerja terhadap kinerja guru diMTsN 1 Lampung Selatan ?

3. Seberapa besar hubungan Budaya Kerja dan Motivasi guru secara bersama-sama terhadap kinerja guru di MTsN 1 Lampung Selatan ?

C. Tujuan dan Kegunaan Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah untuk :

1) Mengetahui besarnya hubungan budaya kerja terhadap kinerja guru MTsN 1 Lampung Selatan.

2) Mengetahui besarnya hubungan Motivasi guru terhadap kinerja guru di MTsN 1 lampung Selatan.

3) Mengetahui besarnya hubungan Budaya Kerja dan Motivasi Guru secara bersama-sama terhadap kinerja guru di MTsN 1 Lampung Selatan.

2. Kegunaan Penelitian

Adapun kegunaan dalam penelitian ini, antara lain :

a. Kegunaan Teoritis yakni mengembangkan nilai-nilai budaya kerja serta motivasi kerja organisasi untuk meningkatkan kinerja guru dalam proses belajar mengajar


(23)

b. Kegunaan praktis yakni memberikan kontribusi dalam menemukan teknik-teknik pengelola Pendidikan formal dalam meningkatkan kinerja guru dan Kepala Sekolah dalam proses belajar mengajar.

c. Memberikan informasi kepada para pendidik dalam meningkatkan kinerjanya serta memahami betapa pentingnya kompetensi profesional guru dalam menjalankan tugas dan kewajibannya sebagai guru.

D. Kerangka Pikir

Dalam pemikiran ini ada tiga variabel yaitu budaya kerja serta motivasi kerja dan Kinerja Guru.

Budaya kerja menurut Taliziduhu Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja, yaitu : ”Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan kerjasama

manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.21

Sedangkan Budaya kerja menurut Keputusan Menpan no

25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya

KerjaAparatur Negara adalah : “Sikap dan perilaku individu dari kelompok aparatur Negara yang didasari atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadisifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari”.22

Dalam mengembangkan budaya organisasi tentunya tidak terlepas dari nilai budaya kerja yang seharusnya di kembangkan dalam berorganisasi.

21

Taliziduhu Ndraha, Loc.Cit

22


(24)

Adapun nilai budaya kerja yang seharusnya dikembangkan adalah sebagai berikut:

1. Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.

2. Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.

3. Saling menghargai; Perilaku yang menunjukkan penghargaan terhadap individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja. 4. Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan

atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan.23

Jadi nilai-nilai budaya kerja di atas apabila diterapkan dengan baik akan membawa pengaruh terhadap peningkatan kinerja guru, karena dalam melaksanakan tugas sebagai seorang guru ditutut untuk dapat menjalankannya sesuai dengan yang diharapkan oleh sekolah, jadi apabila budaya kerja yang dituntut oleh sekolah menjadi dasar kerja maka pekerjaan guru akan lebih terarah dan terlaksana dengan baik.

Sedangkan Motivasi menggambarkan proses memulai, mengarahkan, memelihara aktivitas secara fisik dan psikologis. Merupakan suatu konsep yang luas, yang mencakup berbagaihal yang mendasari tindakan seseorang terhadap

23


(25)

orang lain untuk mencapai tujuan yng diinginkan. Motivasi adalah bagian dari psikologi yang memfokuskan untuk memahami aktivitas, struktur dan tujuan suatu tingkah laku.24 Penelitian mengenai motivasi mencoba mencari hubungan antara tingkah laku manusia, dengan hasrat, kepercayaan dan emosi.

Menurut Robbins dalam Husaini Usman disebutkan bahwa kinerja atau

performance adalah produk dari fungsi kemampuan dan motivasi (Ability x motivation)”25

Jadi kinerja merupakan kemampuan dan motivasi dalam menjalankan aktivitas pekerjaan dalam suatu organisasi, sebagai seorang guru maka kemampuan dan motivasi diarahkan kepada tercapainya tujuan pendidikan dan lebih spesifik lagi tercapainya tujuan pembelajaran yang diajarkan.

Adapun untuk mengukur baik atau buruknya kinerja guru dibutuhkan ukuran yang dalam hal ini berupa indikator kinerja, indikator kinerja guru dalam mengajar yang baik adalah ” 1. Membuat Perencanaan yang meliputi ( Merumuskan Tujuan pembelajaran, Mengembangkan dan mengorganisasikan materi, media, dan sumber belajar, Merencanakan skenario kegiatan pembelajaran, Merancang pengelolaan kelas dan Merencanakan prosedur, jenis, Menyiapkan alat penilaian) 2. Pelaksanaan Pengajaran yang meliputi ( Mengelola ruang dan fasilitas pembelajaran, Melaksanakan kegiatan pembelajaran) dan Mengadakan evaluasi”.26 Berikut ini disajikan gambar kerangka pikir Budaya Kerja serta Motivasi Kerja dan kinerja guru MTs Negeri 1 Lampung Selatan.

24

Enclyclopedia Americana, Jilid ke-19 (USA : 1978), h. 545

25

Husaini Usman, Manajemen, Teori, Praktek, dan Riset Pendidikan, (Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 488

26

Dedi Supriadi, Mengangkat Citra dan Martabat Guru, (Yogyakarta : Adicita, 1999), h. 76


(26)

Kerangka Pikir

Budaya Kerja

1. Disiplin,

2. Keterbukaan

3. Saling

menghargai/kerja sama

Kinerja Guru

1. Membuat Perencanaan

- Merumuskan Tujuan

pembelajaran

- Mengembangkan dan

mengorganisasikan materi, media, dan sumber belajar

- Merencanakan skenario

kegiatan pembelajaran, - Merancang pengelolaan kelas

dan Merencanakan prosedur, jenis

- Menyiapkan alat penilaian 2. Pelaksanaan Pengajaran

- Mengelola ruang dan fasilitas pembelajaran

- Melaksanakan kegiatan

pembelajaran 3. Mengadakan evaluasi

Motivasi Kerja

1. Mempunyai tanggung

jawab

2. Kreatif dan inovatif

3. Berusaha mengetahui


(27)

A. Hipotesis

Menurut Suharsimi Arikunto hipotesis adalah “Suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data

yang terkumpul”[27]

Sedangkan menurut pendapat Yatim Riyanto, “Hipotesis merupakan

jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian."[28]

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa hipotesis adalah jawaban sementara terhadap masalah yang diselidiki, jadi hipotesis masih dapat diuji kebenarannya jika ternyata tidak sesuai dengan fakta, maka hipotesis akan ditolak, sebaliknya jika hipotesis tersebut akan diterima jika fakta membenarkannya.

Jadi dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut: 1) Terdapatpengaruhpositif Budaya Kerja dan Motivasi Kerjaterhadapkinerja

gurudiMTs Negeri 1 Lampung Selatan Kabupaten Lampung Selatan.

2) Terdapat pengaruhpositif Budaya Kerja dan Motivasi Kerjaterhadap kinerja guru diMTs Negeri 1 Lampung Selatan Kabupaten Lampung Selatan.

3) Terdapat pengaruh positif Budaya Kerja dan Motivasi Kerjasecarabersama-samaterhadapkinerjaguru d i MTs Negeri 1 Lampung Selatan Kabupaten

27

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), h. 110

28


(28)

(29)

LANDASAN TEORI A. Budaya Kerja

Keberhasilan suatu pekerjaan, berakar pada nilai-nilai yang dimiliki dan perilaku yang menjadi kebiasaannya. Nilai-nilai tersebut bermula dari adat kebiasaan, agama, norma dan kaidah yang menjadi keyakinannya yang merupakan kebiasaan dalam perilaku kerja atau organisasi. Suatu kebiasaan tersebut dinamakan budaya. Oleh karena budaya dikaitkan dengan mutu atau kualitas kerja, maka dinamakan budaya kerja.

1. Pengertian Budaya Kerja

Kata budaya itu sendiri adalah sebagai suatu perkembangan dari bahasa

sansekerta „budhayah‟ yaitu bentuk jamak dari buddhi atau akal, dan kata

majemuk budi-daya, yang berarti daya dari budi, dengan kata lain ”budaya adalah daya dari budi yang berupa cipta, karsa dan rasa. Sedangkan kebudayaan merupakan pengembangan dari budaya yaitu hasil dari cipta, karsa dan rasa

tersebut”.1

Pengertian kebudayaan banyak dikemukakan oleh para ahli seperti Koentraningrat, yaitu; ”kebudayaan adalah keseluruhan manusia dari kelakuan dan hasil kelakukan yang teratur oleh tata kelakuan yang harus didapatnya dengan

belajar dan semuanya tersusun dalam kehidupan masyarakat”.2

1

Djoko Widagdho, Ilmu Budaya Dasar, Cetakan Kesembilan, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2004), h. 20

2

Koentjaraningrat, Kebudayaan Mentalitet dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 2004), h.2


(30)

keseluruhan pada diri setiap individu dalam sebuah organisasi. Membangun budaya berarti juga meningkatkan dan mempertahankan sisi-sisi positif, serta berupaya membiasakan (habituating process) pola perilaku tertentu agar tercipta suatu bentuk baru yang lebih baik.

Adapun pengertian budaya kerja menurut Hadari Nawawi dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menjelaskan bahwa:Budaya Kerja adalah kebiasaan yang dilakukan berulang-ulang oleh pegawai dalam suatu organisasi, pelanggaraan dengan kebiasaan ini memang tidak ada sangsi tegas, namun dari pelaku organisasi secara moral telah menyepakati bahwa kebiasaan tersebut merupakan kebiasaan yang harus ditaati dalam rangka pelaksanaan pekerjaan untuk mencapai tujuan”.3

Dari uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan perilaku yang dilakukan berulang-ulang oleh setiap individu dalam suatu organisasi dan telah menjadi kebiasaan dalam pelaksanaan pekerjaan.

Adapun Menurut Triguno dalam bukunya Manajemen Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa:Budaya Kerja adalah suatu falsafah yang didasari oleh pandangan hidup sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong, membudaya dalam kehidupan suatu kelompok masyarakat atau organisasi yang tercermin dari sikap menjadi perilaku, kepercayaan, cita-cita, pendapat dan tindakan yang terwujud sebagai kerja atau bekerja.4

3

Hadari Nawawi, Manajemen Sumber Daya Manusia, Cetakan kelima, (Yogyakarta : Gajah Mada University Press, 2003), h. 65

4

Triguno. Prasetya, Manajemen Sumber Daya Manusia,(Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h.13


(31)

digambarkan, yaitu:

a. Integritas dan profesionalisme, yaitu konsisten dalam kata dan perbuatan serta ahli dalam bidangnya. Orang yang memiliki integritas kepribadian, maka dia akan melakukan sesuatu yang sesuai antara apa yang diucapkan dan apa yang dilakukan. Kepribadian ini muncul dari keyakinan bahwa bekerja tidak semata untuk meraih prestasi keduniawaian tetapi juga memiliki makna keukhrawian atau ibadah. Bekerja yang didasari oleh semangat ibadah akan menyebabkan orang bekerja tanpa pamrih untuk kepentingan individu tetapi untuk kepentingan kebersamaan. Selain itu juga memiliki kemampuan yang seimbang. Dia akan bekerja dengan pengetahuan, sikap dan keahliannya.

b. Kepemimpinan dan keteladanan, yaitu mampu mendayagunakan kemampuan potensi bawahan secara optimal. Jika ketepatan diberi kekuatan untuk menjadi pemimpin maka tidak akan memanfaatkannya untuk bekerja secara otoriter tetapi secara partisipatif. Seseorang akan secara maksimal mendayagunakan bawahannya sebagai partner untuk mencapai visi dan misi institusi. Selain itu juga berlaku sebagai teladan. Menjadi teladan dalam kerja keras, tanggungjawab, dan kedisiplinan dan sebagainya. Sebagaimana para Nabi yang dicontohkan di dalam teks suci bahwa ”pada diri Nabi adalah contoh dan tauladan yang baik”. Para pemimpin sesungguhnya adalah pewaris para teladan sejati dalam kehidupan ini.


(32)

kerjanya tidak bersifast individual dan pusat kekuasaan tidak pada satu tangan. Sesuatu yang sangat sulit di dalam relasi kerja adalah membangun kerja sama dalam kerja kelompok. Meskipun manusia itu tahu bahwa tidak mungkin urusan diselesaikan secara individual, namun demikian ketika harus bekerja sama terkadang mengalami kesulitan. Bayangkan saja tidak ada manusia yang bisa memenuhi kebutuhannya secara sendiri kecuali dalam relasinya dengan manusia lainnya. Ada ungkapan yang bagus yaitu TEAM, Together Everyone Achieve More. Justru melalui kebersamaan seseorang akan mendapatkan lebih banyak.

d. Ketepatan dan kecepatan, yaitu adanya kepastian waktu, kuantitas, kualitas dan finasial yang dibutuhkan. Prinsip yang harus dijadikan sebagai pedoman adalah semakin cepat semakin baik. Prinsip pelayanan yang harus dikembangkan dalam suatu institusi adalah pelayanan prima yang berbasis kecepatan dan ketepatan. Bukan prinsip gremet-gremet angger slamet atau lambat-lambat tetapi selamat, tetapi cepet-cepet angger selamet. Makanya yang diperlukan adalah kecepatan dan ketepatan. Kerja yang cepat dan tepat merupakan kerja yang menggunakan keturukuran yang jelas. Jika pekerjaan bisa diselesaikan sehari maka akan diselesaikannya tepat waktu. Jika pekerjaan itu menghabiskan anggaran tertentu, maka akan dilaksanakan sesuai dengan ukuran anggaran yang tepat. Jika bisa seperti itu maka tidak akan terjadi kasus mark up dan sebagainya, juga bukan kerja yang menjadikan sesuatu yang mudah menjadi sulit dan sebagainya.


(33)

intelektual dan emosional. Ternyata di dalam kehidupan ini yang dibutuhkan bukan sekedar orang yang cerdas secara intelektual saja. Kenyataannya banyak orang yang cerdas intelektual tetapi justru tidak berhasil dalam kehidupannya. Kehidupan ini bukan hanya membutuhkan logika akan tetapi juga kecerdasan emosi yang didasari oleh pemahaman tentang perasaan dan kemanusiaan.5

Melalui kecerdasan logika manusia akan menyatakan ya atau tidak. Akan tetapi untuk menyatakan ya atau tidak tentu dibutuhkan pertimbangan kemanusiaan. Melalui keseimbangan antara kecerdasan intelektual dan emosional maka akan memunculkan keteguhan dan ketegasan. Dan yang tidak boleh dilupakan adalah kecerdasan spiritual yang berbasis pada keyakinan dan moralitas kebaikan. Dengan menggabungkan ketiganya dalam kerja maka seseorang akan bisa meraih kebahagiaan yang memadai.

Taliziduhu Ndraha dalam buku Teori Budaya Kerja, mendefinisikan budaya kerja, yaitu; ”Budaya kerja merupakan sekelompok pikiran dasar atau program mental yang dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan efisiensi kerja dan

kerjasama manusia yang dimiliki oleh suatu golongan masyarakat”.6

Sedangkan Menurut Osborn dan Plastrik dalam bukunya Manajemen

Sumber Daya Manusia menerangkan bahwa: “Budaya kerja adalah seperangkat

5

Habibiarifin, budaya-organisasi-dan-budaya-kerja, dalam http://habibiarifin.blogspot.com, diakses tanggal 21 Juli 2012

6

Taliziduhu Ndraha, Teori Budaya Organisasi, Cetakan Kedua, (Jakarta : PT. Rineka Cipta, 2003), h. 80


(34)

dan dimiliki bersama oleh anggota organisasi”.7

Budaya kerja menurut Keputusan Menpan no 25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman Pengembangan Budaya KerjaAparatur Neg ara adalah

: “Sikap dan perilaku individu dari kelompok aparatur Negara yang didasari

atas nilai-nilai yang diyakini kebenarannya dan menjadisifat serta kebiasaan dalam melaksanakan tugas dan pekerjaan sehari-hari”.8

Dari uraian-uraian di atas bahwa, budaya kerja merupakan falsafah sebagai nilai-nilai yang menjadi sifat, kebiasaan, dan kekuatan pendorong yang dimiliki bersama oleh setiap individu dalam lingkungan kerja suatu organisasi.

Budaya kerja berbeda antara organisasi satu dengan yang lainnya, hal itu dikarenakan landasan dan sikap perilaku yang dicerminkan oleh setiap orang dalam organisasi berbeda. Budaya kerja yang terbentuk secara positif akan bermanfaat karena setiap anggota dalam suatu organisasi membutuhkan sumbang saran, pendapat bahkan kritik yang bersifat membangun dari ruang lingkup pekerjaaannya demi kemajuan di lembaga pendidikan tersebut, namun budaya kerja akan berakibat buruk jika pegawai dalam suatu organisasi mengeluarkan pendapat yang berbeda hal itu dikarenakan adanya perbedaan setiap individu dalam mengeluarkan pendapat, tenaga dan pikirannya, karena setiap individu mempunyai kemampuan dan keahliannya sesuai bidangnya masing-masing.

7

Osborn dan Plastrik, Manajemen Sumber Daya Mausia,(Yogyakarta : BPFE, 2002), h.252

8Menpan,

Keputusan Menpan no 25/Kep/M.Pan/4/2002 tentang Pedoman PengembanganBudaya Kerja Aparatur Negara, (Jakarta.: Kantor Menpan, 2002), h. 3


(35)

bertahun-tahun untuk merubahnya, maka itu perlu adanya pembenahan-pembenahan yang dimulai dari sikap dan tingkah laku pemimpinnya kemudian diikuti para bawahannya, terbentuknya budaya kerja diawali tingkat kesadaran pemimpin atau pejabat yang ditunjuk dimana besarnya hubungan antara pemimpin dengan bawahannya sehingga akan menentukan suatu cara tersendiri apa yang dijalankan dalam perangkat satuan kerja atau organisasi.

Maka dalam hal ini budaya kerja terbentuk dalam satuan kerja atau organisasi itu berdiri, artinya pembentukan budaya kerja terjadi ketika lingkungan kerja atau organisasi belajar dalam menghadapi permasalahan, baik yang menyangkut masalah organisasi.9

Jika dikaitkan dengan organisasi, maka budaya kerja dalam organisasi menunjukkan bagaimana nilai-nilai organisasi dipelajari yaitu ditanam dan dinyatakan dengan menggunakan sarana (vehicle) tertentu berkali-kali, sehingga agar masyarakat dapat mengamati dan merasakannya.

Adapun cakupan dari nilai budaya kerja tersebut, antara lain:

1) Disiplin; Perilaku yang senantiasa berpijak pada peraturan dan norma yang berlaku di dalam maupun di luar perusahaan. Disiplin meliputi ketaatan dengan peraturan perundang-undangan, prosedur, berlalu lintas, waktu kerja, berinteraksi dengan mitra, dan sebagainya.

2) Keterbukaan; Kesiapan untuk memberi dan menerima informasi yang benar dari dan kepada sesama mitra kerja untuk kepentingan perusahaan.

9


(36)

individu, tugas dan tanggung jawab orang lain sesama mitra kerja.

4) Kerjasama; Kesediaan untuk memberi dan menerima kontribusi dari dan atau kepada mitra kerja dalam mencapai sasaran dan target perusahaan. 10 Kesuksesan organisasi bermula dari adanya disiplin menerapkan nilai-nilai inti perusahaan. Konsistensi dalam menerapkan kedisiplinan dalam setiap tindakan, penegakan aturan dan kebijakan akan mendorong munculnya kondisi keterbukaan, yaitu keadaan yang selalu jauh dari prasangka negatif karena segala sesuatu disampaikan melalui fakta dan data yang akurat (informasi yang benar). Selanjutnya, situasi yang penuh dengan keterbukaan akan meningkatkan komunikasi horizontal dan vertikal, membina hubungan personal baik formal maupun informal diantara jajaran manajemen, sehingga tumbuh sikap saling menghargai.

Pada gilirannya setelah interaksi lintas sektoral dan antar karyawan semakin baik akan menyuburkan semangat kerjasama dalam wujud saling koordinasi manajemen atau karyawan lintas sektoral, menjaga kekompakkan manajemen, mendukung dan mengamankan setiap keputusan manajemen, serta saling mengisi dan melengkapi. Hal inilah yang menjadi tujuan bersama dalam rangka membentuk budaya kerja.

Pada prinsipnya fungsi budaya kerja bertujuan untuk membangun keyakinan sumberdaya manusia atau menanamkan nilai-nilai tertentu yang melandasi atau memhubungani sikap dan perilaku yang konsisten serta komitmen membiasakan suatu cara kerja di lingkungan masing-masing. Dengan adanya

10


(37)

membiasakan kerja berkualitas, sesuai standar, atau sesuai ekpektasi pelanggan (organisasi), efektif atau produktif dan efisien.

Tujuan fundamental budaya kerja adalah untuk membangun sumber daya manusia seutuhnya agar setiap orang sadar bahwa mereka berada dalam suatu hubungan sifat peran pelanggan, pemasok dalam komunikasi dengan orang lain secara efektif dan efisien serta menggembirakan. Budaya kerja berupaya mengubah komunikasi tradisional menjadi perilaku manajemen modern, sehingga tertanam kepercayaan dan semangat kerjasama yang tinggi serta disiplin.

Dengan membiasakan kerja berkualitas, seperti berupaya melakukan cara kerja tertentu, sehingga hasilnya sesuai dengan standar atau kualifikasi yang ditentukan organiasi. Jika hal ini dapat terlaksana dengan baik atau membudaya dalam diri pegawai, sehingga pegawai tersebut menjadi tenaga yang bernilai ekonomis, atau memberikan nilai tambah bagi orang lain dan organisasi. Selain itu, jika pekerjaan yang dilakukan pegawai dapat dilakukan dengan benar sesuai prosedur atau ketentuan yang berlaku, berarti pegawai dapat bekerja efektif dan efisien.

Melaksanakan budaya kerja mempunyai arti yang sangat mendalam, karena akan merubah sikap dan perilaku sumber daya manusia untuk mencapai produktivitas kerja yang lebih tinggi dalam menghadapi tantangan masa depan. Disamping itu masih banyak lagi manfaat yang muncul seperti kepuasan kerja meningkat, pergaulan yang lebih akrab, disiplin meningkat, pengawasan fungsional berkurang, pemborosan berkurang, tingkat absensi menurun, terus ingin belajar, ingin memberikan terbaik bagi organisasi, dan lain-lain.


(38)

suatu deskripsi sebenarnya bahwa manfaat budaya kerja adalah untuk meningkatkan kualitas sumber daya manusia, kualitas hasil kerja, kuantitas hasil kerja sehingga sesuai yang diharapkan.

2. Unsur– Unsur Budaya Kerja

Budaya kerja adalah berpijak dari nilai-nilai yang dimiliki oleh bangsa atau masyarakat Indonesia yang diolah sedemikian rupa menjadi nilai-nilai baru yang akan menjadi sikap dan perilaku manajemen yang diharapkan dalam upaya menghadapi tantangan baru. Budaya kerja tidak akan muncul begitu saja, akan tetapi harus diupayakan dengan sungguh-sungguh melalui proses yang terkendali dengan melibatkan semua sumber daya manusia dalam seperangkat sistem, alat-alat dan teknik-teknik pendukung.

Budaya kerja akan menjadi kenyataan melalui proses panjang, karena perubahan nilai-nilai lama menjadi nilai-nilai baru akan memakan waktu untuk menjadi kebiasaan dan tak henti-hentinya terus melakukan penyempurnaan dan perbaikan.

Menurut Taliziduhu Ndraha, budaya kerja dapat dibagi menjadi dua unsur, yaitu:

a. Sikap dengan pekerjaan, yakni kesukaan akan kerja dibandingkan dengan kegiatan lain, seperti bersantai, atau semata-mata memperoleh kepuasan dari kesibukan pekerjaannya sendiri, atau merasa terpaksa melakukan sesuatu hanya untuk kelangsungan hidupnya.


(39)

berhati-hati, teliti, cermat, kemauan yang kuat untuk mempelajari tugas dan kewajibannya, suka membantu sesama pegawai, atau sebaliknya.11 Budaya kerja merupakan suatu organisasi komitmen yang luas dalam upaya untuk membangun sumber daya manusia, proses kerja dan hasil kerja yang lebih baik.Untuk mencapai tingkat kualitas yang makin baik tersebut diharapkan bersumber dari perilaku setiap individu yang terkait dalam organisasi kerja itu sendiri. Setiap fungsi atau proses kerja mempunyayi perbedaan cara kerja, yang mengakibatkan berbeda nilai-nilai yang cocok untuk diambil dalam kerangka kerja organisasi. Setiap nilai-nilai apa yang sepatutnya dimiliki oleh pemimpin puncak dan pemimpin lainnya, bagaimana perilaku setiap orang akan memhubungani kerja mereka.

Menurut Triguno unsur-unsur dalam budaya organisasi, antara lain:

a. Falsafah, berupa nilai-nilai luhur Pancasila, UUD 1945, agama, tradisi, dan teknologi.

b. Kualitas, yakni dimensi yang meliputi performance, features,

conformance, durability, serviceability, aesthetics, perseived quality, value, responveness, humanity, security, dan competency.

c. Nilai-nilai instrumen, yakni standar mutu, hubungan pemasok-pelanggan, orientasi pencegahan, mutu dan setiap sumber, dan penyempurnaan terus-menerus.12

11

Taliziduhu Ndraha, Op.Cit, h. 81

12


(40)

dapat dikategorikan tiga Yaitu :

1) Kebiasaan

Kebiasaan-kebiasaan biasanya dapat dilihat dari cara pembentukan perilaku berorganisasi pegawai, yaitu perilaku berdasarkan kesadaran akan hak dan kewajiban, kebebasan atau kewenangan dan tanggungjawab baik pribadi maupun kelompok di dalam ruang lingkup lingkungan pekerjaan. Adapun istilah lain yang dapat dianggap lebih kuat ketimbang sikap, yaitu pendirian (position), jika sikap bisa berubah pendiriannya diharapkan tidak berdasarkan keteguhan atau kekuatannya. Maka dapat diartikan bahwa sikap merupakan cermin pola tingkah laku atau sikap yang sering dilakukan baik dalam keadaan sadar ataupun dalam keadaan tidak disadar, kebiasaan biasanya sulit diperbaiki secara cepat dikarenakan sifat yang dibawa dari lahiriyah, namun dapat diatasi dengan adanya aturan-aturan yang tegas baik dari organisasi ataupun perusahaan.

2) Peraturan

Untuk memberikan ketertiban dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas pekerjaan pegawai, maka dibutuhkan adanya peraturan karena peraturan merupakan bentuk ketegasan dan bagian terpenting untuk mewujudkan pegawai disiplin dalam mematuhi segala bentuk peraturan-peraturan yang berlaku di lembaga pendidikan.Sehingga diharapkan pegawai memiliki tingkat kesadaran yang tinggi sesuai dengan konsekwensi dengan peraturan yang berlaku baik dalam organisasi perusahaan maupun di lembaga pendidikan.


(41)

Nilai merupakan penghayatan seseorang mengenai apa yang lebih penting atau kurang penting, apa yang lebih baik atau kurang baik, dan apa yang lebih benar atau kurang benar. Untuk dapat berperan nilai harus menampakkan diri melalui media atau encoder tertentu.Nilai bersifat abstrak, hanya dapat diamati atau dirasakan jika terekam atau termuat pada suatu wahana atau budaya kerja.Jadi nilai dan budaya kerja tidak dapat dipisahkan dan keduanya harus ada keselarasan dengan budaya kerja searah, keserasian dan keseimbangan.Maka penilaian dirasakan sangat penting untuk memberikan evaluasi dengan kinerja pegawai agar dapat memberikan nilai baik secara kualitas maupun kuantitas.13

Jadi indikator budaya kerja yang baik adalah adanya kedisiplinan dari pelaku organisasi baik atasan maupun bawahan, adanya ketaatan dalam menjalankan peraturan yang berlaku dan memiliki nilai-nilai yang baik dalam melaksanakan budaya kerja tersebut.

3. Manfaat Budaya Kerja

Budaya kerja memiliki tujuan untuk mengubah sikap dan juga perilaku SDM yang ada agar dapat meningkatkan produktivitas kerja untuk menghadapi berbagai tantangan di masa yang akan datang.

Manfaat dari penerapan Budaya Kerja yang baik : 1. Meningkatkan jiwa gotong royong

2. Meningkatkan kebersamaan 3. Saling terbuka satu sama lain

13


(42)

5. Meningkatkan rasa kekeluargaan

6. Membangun komunikasi yang lebih baik 7. Meningkatkan produktivitas kerja

8. Tanggap dengan perkembangan dunia luar.14

Jadi manfaat dari budaya kerja yang baik akan membawa perubahan yang baik dalam mencapai hasil yang diinginkan oleh pimpinan, seperti kegotong royongan, kebersamaan, keterbukaan, kekeluargaan dan juga produktivitas kerja dalam menyelesaikan pekerjaan yang diberikan kepada masing-masing anggota organisasi.

4. Hubungan Budaya Organisasi Dengan Kinerja

Hubungan budaya organisasi dengan kinerja sudah banyak dilakukan di masa lalu, baik yang dilakukan di dalam negeri maupun di luar negeri, baik pada organisasi bisnis maupun pada organisasi publik. Peneliti Kotter dan Heskett yang berjudul Corporate Culture and Performance menyimpulkan bahwa (1) Budaya organisasi mempunyai hubungan yang sangat dominan dengan sukses tidaknya organisasi membangun kinerja anggota organisasinya (2) Budaya organisasi mempunyai dampak positif dengan kinerja ekonomi perusahaan. (3) Budaya organisasi dapat diciptakan dan dibentuk untuk meningkatkan kinerja organisasi.15

Studi di Indonesia yang dilakukan oleh NurFarhati menyimpulkan bahwa: (1) Budaya kerja organisasi mempunyai hubungan yang erat dengan kinerja

14

Gering, Supriyadi dan Triguno.Budaya Kerja Organisasi Pemerintah, (Jakarta : LAN, 2001), h. 54

15

Habibiarifin, budaya-organisasi-dan-budaya-kerja, dalam http://habibiarifin.blogspot.com, diakses tanggal 21 Juli 2012


(43)

kepedulian, perilaku pemimpin dan orientasi tim, berhubungan dengan kinerja anggota organisasi.16

Jadi budaya kerja suatu organisasi baik perusahaan maupun organisasi pemerintahan memiliki hubungan dengan peningkatan kinerja anggota organisasinya sehingga menjadi lebih baik.

5. Model Budaya Kerja

Kajian-kajian yang dilakukan mengenai budaya kerja organisasi telah menampilkan beberapa model tertentu yaitu budaya autoritarian, budaya birokratik, budaya tugas, budaya individualistik, budaya tawar- menawar dan budaya kolektivity”.17

a. Budaya Kerja Autoritarian,budaya kerja jenis ini menumpukan kepada

command and control. Kuasa dan autoriti dalam organisasi biasanya terpusat kepada pemimpinnya yang seringkali disanjung sebagai hero.Pekerja akan diharapkan untuk memperlihatkan kesetiaan yang tinggi kepada pemimpin. Arahan dan peraturan dihantar dari atas menuju ke dasar organisasi.18

Budaya bentuk ini seringkali diamalkan dengan berkesan dalam organisasi yang bersifat kecil seperti perniagaan keluarga, syarikat kecil dan firma sederhana.Bagaimanapun terdapat agensi swasta yang melaksanakan budaya kerja ini dimana keputusan ditentukan oleh pemegang saham utama, manakala pekerja tidak mempunyai suara kecuali

16 Ibid. 17

www.downloadE-book.com, diakses Tanggal 21 Juli 2012 18

www.organisasi.org (Komunitas & Perpustakaan Online Indonesia,), diakses Tanggal, 21 Juni 2012


(44)

pemilik atau pemegang saham utama tadi.Asas kepercayaan boleh berdasarkan kepada unsurenepotisme, kronisme, pribadi atau mungkin juga kecakapan.

Dengan demikian hubungan personal yang rapat dengan pihak atasan adalah faktor penting dalam kelancaran pekerjaan dan kenaikan pangkat.Oleh karena itu pekerja cenderung untuk bersikap yes man, dan

play safedaripada memberi pandangan kritikal bagi menjaga kedudukan dan kepentingan masing-masing.

b. Budaya Kerja Birokratik Budaya kerja birokratik ini berasaskan kepada konsep bahwa organisasi boleh diurus dengan cakap mengikuti kaedah pengurusan bersifat impersonal, rasional, autoriti dan formaliti. Impersonal bermaksud setiap pekerja tunduk kepada peraturan dan prosedur yang sama dan harus menerima layanan yang sama. Peraturan dan prosedur tersebut adalah dilaksanakan secara formal untuk mengingatkan pekerja akan etika dan keperluan yang dikehendaki daripada mereka.

c. Budaya Kerja Fungsional Organisasi-organisasi kerja yang berjaya di Barat sering menerapkan budaya kerja fungsional atau 'project-based' ini. Dalam konsep fungsional, kerja dalam organisasi dibagi dan ditugaskan kepada individu atau kelompok tertentu. Program yang paling penting akan diserahkan kepada pekerja atau kelompok pekerja yang paling baik kualitasnya. Apabila program tersebut selesai, maka tugas individu atau


(45)

melaksanakan program yang lain.19

Oleh karena itu, struktur kelompok adalah fleksibel dan interaksi adalah berasaskan kemampuan dan saling hormat-menghormati. Keputusan akan diperoleh setelah musyawarah dan persetujuan para anggota organisasi yang lain. Oleh itu keberhasilan dinilai berasaskan

kebolehan menyempurnakan program yang memuaskan

pelanggan.Bekerja secara bersama untuk mensukseskan sesuatu pekerjaan ini membentuk solidariti pekerja dan mendorong penyesuaian antara personaliti yang berbeda karna mereka sama-sama bertanggungjawab kepada keberhasilan organisasi.

d. Budaya Kerja Individualistik Dalam organisasi yang menerapkan budaya kerja ini, seorang individu tertentu menjadi tumpuan utama. Terdapat ketergantungan dalam melaksanakan suatu pekerjaan supaya lebih baik lagi hasil yang didapatkan. Jadi dalam organisasi ada yang selalu diandalkan dalam mencapai tujuan tertentu yang sifatnya individual sehingga organisasi dapat lebih maju lagi dan diterima oleh masyarakat luas.

e. Budaya Kerja Tawar Menawar Dalam organisasi jenis ini, kesatuan pekerja dianggap sebagai bahagian utama dalam organisasi. Kebersamaan pekerja berfungsi untuk menjaga kepentingan pekerja dan membantu pengurusan mencapai tujuan organisasi. Musyawarah dan tawar menawar

19


(46)

belahpihak.20

Meskipun perbedaan pendapat kadangkala terjadi antara satu dengan yang lainnya, tetapi biasanya dapat diselesaikan dengan musyawarah mufakat sehingga pekerjaan yang dibebankan dapat diselesaikan dengan sebaik-baiknya oleh masing-masing individu maupun kelompok.

f. Budaya Kerja Kolektif dalam budaya kerja ini yang paling dikedepankan adalah penyelesaian tugas pekerjaan secara kolektif dan bersama-sama sehingga pekerjaan yang berat akan terasa ringan dan yang ringan akan menjadi lebih ringan lagi. Adapun azas yang dipakai adalah azas musyawarah secara mufakat sehingga tujuan organisasi dapat dicapai dengan baik.21

Tuntutan dengan budaya musyawarah tergambar secara jelas dalam ajaran agama Islam dalam pengertian umum maksud dari musyawarah, berbicara dan bertukar pendapat mengenai sesuatu perkara.la menjadi sebahagian daripada amalan yang ditunjukkan oleh Nabi Muhammad SAW dan Khulafa Ar-Rasyidin bagi memperolehi kesepakatan dalam membuat keputusan mengenai urusan kehidupan.

Allah SWT berfirman :

20

Ibid. 21


(47)

lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui”.22

Dari ayat diatas jelas tergambar bahwa musyawarah adalah merupakan jalan untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang dihadapi oleh setiap orang maupun oleh kelompok orang dalam suatu organisasi sehingga dapat memecahkan permasalahan secara bersama-sama.

B. Motivasi Kerja Guru 1. Definisi Motivasi Kerja

Kata motivasi berasal dari kata Latin “Movere” yang berarti dorongan atau daya penggerak untuk melakukan sesuatu.23maksudnya, bagaimana menggerakan seseorang untuk melakukan sesuatu, yang tadinya tidak mau melakukannya menjadi mau melakukannya, dan yang tadinya tidak baik dalam mengerjakanya menjadi lebih baik dalam mengerjakannya. Selanjutnya diserap dalam bahasa Inggris motivation berarti pemberian motiv, penimbulan motiv atau hal yang menimbulkan dorongan atau keadaan yang menimbulkan dorongan. Motivasi dapat diartikan sebagai suatu proses psikologi yng mencerminkan interaksi antara sikap, kebutuhan, persepsi, dan keputusan yang terjadi pada diri seseorang. Proses psikologi timbul diakibatkan oleh factor di dalam diri seseorang itu sendiri yang disebut intrinsic. Factor di dalam diri seseorang bias berupa kepribadian, sikap,

22

Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, (Bandung : Toha Putra, 1998) h. 267 23

Melayu S.P Hasibuan, Organisasi dan Motivasi, Dasar Peningkatan Produktivitas


(48)

menjangkau ke masa depan, sedang factor dari luar diri dapat ditimbulkan oleh berbagai factor-faktor lain yang sangat kompleks. Tetapi baik faktor ekstrinsik maupun factor intrisik motivasi timbul karena adanya rangsangan.24

Motivasi mengambarkan proses memulai, mengarahkan, memelihara aktifitas secara fisik dan psikologis. Merupakan suatu konsep yang luas, yang mencangkup berbagai hal yang mendasari tindakan seseorang dengan orang lain untuk mencapai tujuan yang

diinginkan. “Motivation is a branch of psychology concerned with

understanding the actvation, organization, and direction of behavior”25

(Motivasi adalah bagian dari psikologi yang memfokuskan untuk memahmi aktivitas, struktur dan tujuan suatu tingkah laku).Penelitian mengenai mativasi mencoba mencari hubungan antara tingkah laku manusia, dengan hasrat, kepercayaan dan emosi.

Stehen P. Robbins Menyatakan, motivasi adalah suatu proses yang mengahsilkan intensitas, arah dan ketekunan individual dalam usaha untuk mencapai satu tujuan.26maksudnya, motivasi merupakan akibat dari interaksi seseorang dengan situasi. Unsur kunci dalam pengertian motivasi ini adalah intensitas, tujuan dn ketekunan. Seperti dikatakan oleh pakar manajemen

Schermerhorn, Jr :

24

Wahjosumidjo, Kepemimpinan dan Motivsi, (Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984),h.50 25

Encloycpedia Americana Jilid ke-19 (USA : 1978), h.545 26

Stephen P. Robbins, Prilaku Organisasi (Jakarta, PT Indeks Kelompok Gramedia : 2003),h.208


(49)

forces within the individual thal account for the level, direction, and persistence of effort expended at work,.Simply put,a highly motivated person work hard at a job; an unmotivated person does not”.27

(Istilah motivasi digunakan dalam teori manajemen untuk menggambarkan kekuatan dalam individu yang memperhitungkan tingkat, arah, dan ketekunan meningkatkan usaha dalam pekerjaan.Secara sederhananya, seseorang dengan motivasi yang tinggi bekerja dengan keras di dalam pekerjaan; orang yang tidak mempunyai motivasi).

Selain itu jung mengatakan, a simple but accurate definition of motivation is not easy. It must be able include terms that refer to such diverse states as desires, wishes, plans, intens, impulses and purpose”.28(Secara sederhana tetapi akurat definisi motivasi tidaklah mudah.Motivasi harus mampu mencangkup istilah yang berkaitan dengan adanya perbedaan pendapat.Lebih lanjut Jung menyatakan, “konsep motivasi mencangkup energy yang terlibat dalam mengaktifkan individu ke tingkat yang memungkinkan,

“Konsepmotivasi itu dapat di arahkan”.29

Definisi di atas menunjukan bahwa motivasi yang timbul dari dalam diri seseorang akan di sertai dengan perubahan prilaku. Oleh karena itu, salah satu carauntuk dapat mengarahkan prilaku seseorang

27

John R. Schermerhorn Jr.,Management and Organization Behavior Essentils (England : John Willey and Sons, 1996), h.145

28

Ibid

29


(50)

motivasi. Selain motivasi itu dapat diarahkan, keahlian dan pemahaman akan prilaku yang timbul juga tidak lepas dari hubungan lingkungan individu tersebut.

Mengenai motivasi, Buckberpendapat : “Treditionally, motivation has been defined as the control ofbehavior, that is, the process by whichbehavior is activated and the directed toward some definable goal”.30

(Secara tradisional, motivasi telah didefinisikan sebagai pengendalian atas perilaku, yaitu prosesoleh tindakan yang dilakukan dan diarahkan dalam mencapai tujuan yang ada).

Sedangkan Daft menyatakan, “Motivation the arousal, direction and peroistence of behavior” (Motivasi menggambarkan kemunculan, arah dan keadaan seseorang)31 Motivasi/dorongan yang muncul dalam diri seseorang terlihat dari keadaan atau perubahan prilaku yang di timbulkan. Dapat dikatakan, seorang pegawai yang termotivasi dalam menyelesaikan pekerjaannya dapat diketahui dari perubahan sikap yang di timbulkannya, seperti : Semakin rajin dalam bekerja, disiplin dan sebagainya.

Untuk memotivasi pegawai agar bersedia mencapai kinerja yang tinggi dapat dimulai dengan memuaskan kebutuhan mereka, misalnya dengan keikutsertakan mereka dalam pencapaian tujuan organisasi dengan suasana lingkungan yang kreatif dan bebas. Dengan demikian

30

Ross Buck, Human Motivation and Emotion, (New Yor : John Willey and Sons, 1998), Secondedition, h.8

31


(51)

melaksanakan pekerjaanya dengan lebih baik sehingga tujuan bersama dapat tercapai.

Motivasi kerja dimiliki setiap manusia, tetapi ada sebagian orang yang lebih giat bekerja daripada orang lain. Kebanyakan orang mau bekerja lebih keras jika tidak menemui hambatan dalam merealisasikan apa yang diharapkan. Selama dorongan kerja itu kuat, semakin besar peluang individu untuk lebih konsinten pada tujuan kerja. Ada juga yang lebih menyukai dorongan kerja tanpa mengharapkan imbalan, sebab ia menemukan kesenangan dan kebahagiaan dalam perolehan kondisi yang dihadapi dan dalam mengatasi situasi yang sulit.

Sedangkan Stoner dan Freeman menyatakan, bahwa motivasi kerja terdiri dari empat factor, yaitu : (1) motivasi pada umumnya dianggap sebagai suatu yang baik/positif, (2) motivasi adalah salah satu diantara sejumlah factor lain yang memhubungani kinerja seseorang, (3) motivasi tidak cukup jumlahnya dan perlu ditambah dan atau diperkuat secara berkala, dan (4) motivasi adalah salah satu alat untuk menata hubungan kerja dalam organisasi.

Motivasi kerja merupakan yang datang dari dalam diri maupun dari luar diri seseorang untuk mau melakukan sesuatu kegiatan untuk bertingkah laku.Hal itu dapat dihubungani oleh lingkungan fisik, lingkungan kerja dan lingkungan social.Sesuai teori tersebut, Robbins mengemukakan, “Motivasi kerja adalah dorongan dan perilaku sekelompok manusia yang bekerjasama untuk mencapai tujuan.Prilaku


(52)

seperangkat prestasi serta variable mengenai sikap pegawai,

produktivitas kerja dan kepuasan pegawai”.32

kinerja seorang pegawai sangat memhubungani oleh motivasi. Dengan adanya motivasi, mendorong individu untuk berupaya mencapai kebutuhannya.

Dari pengertian di atas, maka motif itu bersifat internal dalam motivasi, karena dorongan atau daya gerak itu muncul dari dalam diri seseorang, tanpa adanya perangsang atau insentif.Motif yang bersifat internal merupakan kemampuan seseorang untuk melakukan kegiatan, yang dihubungani oleh beberapa hal, diantaranya pendidikan, pengalaman serta sifat-sifat pribadi yang dimiliki seseorang.Di dalam organisasi formal, adanya motif yang berasal dari dalam diri pegawai membawa konsekuensi bagi pimpinan untuk dapat mendorong pegawai tersebut untuk lebih meningkatkan kinerjanya, diantaranya melalui pemberian reward dan penyediaan berbagai sarana dan prasarana yang sesuai dengan pegawai tersebut.Adanya rangsangan dari luar atau motivator tersebut diharapkan dapat meningkatkan prestasi kerja seorang pegawai.

2. Faktor-faktor Motivator

Mengenai motivator, Koontz dan Donnel menjelaskan; motivasi adalah hal-hal yang merangsang seseorang untuk berprestasi.Kalau motivasi itu mencerminkan keinginan, maka motivator itu merupakan

32


(53)

dorongan untuk memuaskan keinginan tersebut.

Dengan demikian, motivator merupakan aspek yang bersifat eksternal dalam motivasi seseorang, karena factor pendorong itu ada di luar diri seseorang.Sebagai kondisi yang berada di luar diri seseorang, maka hal itu berkaitan dengan insentif dan kondisi yang bersifat eksternal, seperti jaminan kerja, status, peraturan organisasi, pengawasan, hubungan pribadi antar pegawai dan hubungan antara pimpinan dan bawahan. Untuk dapat menumbuhkan motivasi kerja yang positif di dalam diri pegawai, berdasarkan gagasan Herzberg, maka seorang pemimpin harus sungguh-sungguh memberikan perhatian pada faktor-faktor motivator sebagai berikut:

a) Achieven ent (keberhasilan pelaksanaan)

Agar seorang pemimpin dapat berhasil melaksanakan pekerjaannya, maka pimpinan harus memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mencapai hasil.Pimpinan juga member semangat kepada bawahan agar bawahan dapat mengerjakan sesuatu yang dianggap tidak dikuasainya. Apabila ia berhasil melakukan hal tersebut, maka pimpinan harus menyatakan keberhasilan tersebut.

b) Recognition (pengakuan)

Adanya pengakuan dari pimpinan atas keberhasilan bawahan melakukan sesuatu pekerjaan. Pengakuan tersebut dapat dilakukannya melalui berbagai cara, misalnya dengan menyatakan


(54)

penghargaan, hadiah berupa uang tunai, medali, kenaikan pangkat atau promosi.

c) The Work it self (pekerjaan itu sendiri)

Pimpinan membuat usaha-usaha yang nyata dan meyakinkan, sehingga bawahan akan mengerti pentingnya pekerjaan yang dilakukannya. Untuk itu harus dihindarkan kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta harus dihindarkan kebosanan yang mungkin muncul dalam pekerjaan serta penempatan pegawai sesuai dengan bidangnya.

d) Respponsibilities (tanggung jawab)

untuk dapat menumbuhkan sikap tanggung jawab dengan bawahan, maka pimpinan harus menghindari pengawasan yang ketat dengan memberikan kesempatan kepada bawahan untuk bekerja sendiri sepanjang pekerjaan itu memungkinkan dan menumbuhkan partisipasi. Penerapan partisipasi akan membuat bawahan terlibat dalam perencanaan dan pelaksanaan pekerjaan.

e) Advancement (pengembangan)

Pengembangan dapat menjadi motivator yang kuat bagi bawahan.Pimpinan dapat memulainya dengan memberi bawahan suatu pekerjaan yang lebih bertanggung jawab.Apabila hal ini sudah dilakukan, pimpinan dapat memberikan rekomendasi tentang bawahan yang siap untuk pengembangan, untuk menaikan pangkatnya untuk mengikuti pendidikan dan pelatihan lebih lanjut.


(1)

bagi mereka serta mampu menunjukkan dirinya sebagai sosok yang dapat diteladani akibat pemberdayaan itu sendiri.

Salah satu tugas Kepala Sekolah selaku manajer dengan guru salah satunya adalah melakukan penilaian atas kinerjanya. Penilaian ini mutlak dilaksanakan untuk mengetahui kinerja yang telah dicapai oleh guru , apakah kinerja yang dicapai setiap guru baik, sedang atau kurang. Penilaian ini penting bagi setiap guru dan berguna bagi lembaga pendidikan dalam menetapkan kegiatannya.

Dengan penilaian berarti guru mendapat perhatian dari atasannya sehingga dapat mendorong mereka untuk bersemangat bekerja, tentu saja asal penilaian ini dilakukan secara obyektif dan jujur serta ada tindak lanjutnya. Tindak lanjut penilain ini guru memungkinkan untuk memperoleh imbalan balas jasa dari sekolah seperti memperoleh kenaikan jabatan seperti menjadi wakil, ketua jurusan, modal untuk mendapatkan kenaikan pangkat dengan system kredit dan lain-lain.

Unsur prestasi karyawan yang dinilai oleh setiap organisasi atau perusahaan tidaklah selalu sama, tetapi pada dasarnya unsur-unsur yang dinilai itu

berkaitan dengan kinerja karyawan/guru. Demikian juga untuk menilai kinerja guru

, unsur-unsur yang telah dipaparkan di atas dapat digunakan oleh Kepala Sekolah untuk melakukan penilaian, namun tentu saja berkaitan dengan profesinya sebagai guru dengan utamanya sebagai pengajar.

Dalam melaksanakan tugasnya guru tidak berada dalam lingkungan yang kosong. Ia bagian dari sebuah “mesin besar” pendidikan nasional dank arena itu ia terikat pada rambu-rambu yang telah ditetapkan secara nasional mengenai apa


(2)

yang mesti dilakukannya. Hal seperti ini biasa dimanapun, namun dalam konteks profesionalisme guru dimana mengajar dianggap sebagai pekerjaan professional, maka guru dituntut untuk professional dalam melaksanakan tugasnya.

Dalam jurnal pendidikan, Educational Leadership edisi 1993 menurunkan

laporan utama tentang soal ini. Menurut jurnal itu untuk menjadi professional,

seorang guru/ guru dituntut untuk memiliki empat hal : Pertama, guru/guru

mempunyai komitmen kepada peserta didik dan proses belajarnya. Ini berarti

bahwa komitmen tertinggi guru adalah kepada kepentingan peserta didik; Kedua,

guru/guru menguasai secara mendalam bahan/ mata pelajaran yang diajarkannya serta cara mengajarkannya kepada peserta didik. Bagi guru hal ini merupakan dua

hal yang tidak dapat dipisahkan; Ketiga, guru/guru bertanggungjawab memantau

hasil belajar peserta didik memalui berbagai teknik evaluasi, mulai cara berpikir sistematis tentang apa yang akan dilakukannya, dan belajar dari pengalamannya. Artinya harus ada waktu untuk guru guna mengadakan refleksi dan koreksi dengan apa yang dilakukannya. Untuk bias belajar dari pengalaman, ia harus tahu mana yang benar dan salah, serta baik dan buruk dampaknya pada proses belajar

peserta didik; Kelima, guru seyogyanya merupakan bagian dari masyarakat

belajar dalam lingkungan profesinya, misalnya yang tergabung dalam organisasi

pendidik.58

Untuk menciptakan guru yang professional tersebut, diperlukan adanya bimbingan dan supervisi dari Kepala Sekolah. Tanpa adanya supervisi, peningkatan mutu pendidikan akan sulit tercapai. Hal ini disebabkan karena

58


(3)

kinerja guru tergantung bagaimana gaya kepemimpinan yang dimiliki Kepala sekolah dalam memimpin. Bila Kepala sekolah bersifat otokratik, maka guru akan cenderung bersikap pasif dan menunggu komando dari pimpinan. Dalam kepemimpinan laissez faire, guru akan melakukan inisiatif sebisanya atau akan mencoba bereksperimen dalam kegiatan belajar mengajar sesuai dengan kemampuannya. Sedangkan dalam kepemimpinan yang demokratis, guru akan berdiskusi dan member masukan kepada kepala sekolah dalam peningkatan mutu pendidikan.

3. Faktor-Faktor yang Memhubungani Kinerja Guru

Kinerja guru dihubungani oleh faktor-faktor yang melingkupinya dan masing-masing individu berbeda satu sama lain. Secara garis besar perbedaan kinerja ini disebabkan oleh dua faktor yaitu : faktor individu dan situasi

kerja.59 Faktor individu menentukan bagaimana ia dapat mengaktualisasikan

dirinya dalam lingkungan pekerjaan, sementara situasi kerja memhubungani bagaimana individu dapat mengaktualisaikan diri sesuai dengan lingkungan sekitar.

Menurut Gibson, et al dalam Sondang P. Siagian ada tiga perangkat variable yang memhubungani perilaku dan prestasi kerja atau kinerja, yaitu :

1. Variabel individual, terdiri dari:

a. Kemampuan dan keterampilan: mental dan fisik

b. Latar belakang: keluarga, tingkat social, penggajian

c. Demografis: umur, asal-usul, jenis kelamin

59

Sedarmayanti, Sumber Daya Manusia dan Produktivitas Kerja, (Bandung : Mandar Maju, 2001), h. 49


(4)

2. Variabel organisasional, terdiri dari:

a. Sumberdaya

b. Kepemimpinan

c. Imbalan

d. Struktur

e. Desain pekerjaan

3. Variabel psikologis, terdiri dari:

a. Persepsi

b. Sikap

c. Kepribadian

d. Belajar

e. Motivasi.60

Ketiga variabel tersebut berhubungan satu sama lain dan saling hubungan-memhubungani. Gabungan variable individu, organisasi dan psikologis sangat menentukan bagaimana seseorang mengaktualisasikan diri.

Menurut Tiffin dan Me. Cormick dalam Sedarmayanti ada dua variable yang dapat memhubungani kinerja, yaitu:

1. Variabel Individual, meliputi: sikap, karakteristik, sifat-sifat fisik, minat dan

motivasi, pengalaman, umur, jenis kelamin, pendidikan, serta faktor individual lainnya.

60


(5)

2. Variabel situasional:

a. Faktor fisik dan pekerjaan, terdiri dari: metode kerja, kondisi dan desain

perlengkapan kerja, penataan ruang dan lingkungan fisik (penyinaran, temperature dan fentilasi)

b. Faktor social dan organisasi, meliputi: peraturan-peraturan organisasi, sifat

organisasi, jenis latihan dan pengawasan, system upah dan lingkungan social.61

Sedangkan Sutemeister dalam Sedarmayanti mengemukakan pendapatnya, bahwa kinerja dihubungani oleh dua faktor, yaitu:

1. Faktor kemampuan:

a. Pengetahuan : pendidikan, pengalaman, latihan dan minat,

b. Keterampilan : kecakapan dan kepribadian

2. Faktor Motivasi

a. Kondisi sosial : organisasi formal dan informal, kepemimpinan

b. Serikat Kerja kebutuhan individu : fisiologis, social dan egoistic

c. Kondisi fisik : lingkungan kerja.62

Dari paparan di atas dapat dilihat bahwa banyak faktor dan variable yang memhubungani kinerja guru.Faktor-faktor tersebut bisa berasal dari dalam diri seseorang juga dapat berasal dari luar atau faktor situasional. Faktor antara budaya kerja dan motivasi kerja saling berhubungan antara satu dengan yang lain. Disamping itu, kinerja juga dihubungani oleh budaya serta motivasi yang dalam hal ini salah satunya adalah berupa kepemimpinan. Jadi jelas kepemimpinan

61

Sedarmayanti, Op.Cit, h. 56

62


(6)

seorang Kepala sekolah atau ketua sebuah lembaga pendidikan akan berhubungan dengan kinerja bawahannya yang dalam hal ini pendidik.

D. Hipotesis

Menurut Suharsimi Arikunto hipotesis adalah “Suatu jawaban yang bersifat sementara dengan permasalahan penelitian sampai terbukti melalui data yang terkumpul”63

Sedangkan menurut pendapat Yatim Riyanto, “Hipotesis merupakan jawaban yang sifatnya sementara dengan permasalahan yang diajukan dalam penelitian."64

Berdasarkan pendapat di atas maka dapat diketahui bahwa hipotesis adalah jawaban sementara dengan masalah yang diselidiki, jadi hipotesis masih dapat diuji kebenarannya jika ternyata tidak sesuai dengan fakta, maka hipotesis akan ditolak, sebaliknya jika hipotesis tersebut akan diterima jika fakta membenarkannya.

Jadi dalam penelitian ini penulis mengajukan hipotesis sebagai berikut:

a) Terdapat hubungan positif Budaya Kerjadengankinerja guru di MTs Negeri 1

Lampung Selatan.

b) Terdapat hubungan positif motivasi kerja guru dengan kinerja guru diMTsN 1

Lampung Selatan

c) Terdapat hubungan positif budaya kerja dan motivasi guru secara

bersama-sama dengan kinerja guru d i M T s N 1 L a m p u n g S e l a t a n.

63

Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Jakarta : Rineka Cipta, 2010), h.

64


Dokumen yang terkait

HUBUNGAN KOMPETENSI PEDAGOGIK, MOTIVASI KERJA, DAN KEPEMIMPINAN KEPALA SEKOLAH TERHADAP KINERJA GURU SEKOLAH MENENGAH PERTAMA DI KECAMATAN SIDOMULYO KABUPATEN LAMPUNG SELATAN

0 5 91

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN KINERJA KARYAWAN Hubungan antara Motivasi Kerja dengan Kinerja Karyawan.

0 6 18

HUBUNGAN KEPUASAN KERJA, MOTIVASI DAN KOMITMEN NORMATIF DENGAN KINERJA GURU SMPN 1 RANTAU SELATAN - LABUHAN BATU.

0 5 14

HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI KERJA DENGAN Hubungan Antara Motivasi Kerja Dengan Profesionalisme Guru.

0 1 16

Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah, Iklim Kerja, Motivasi Kerja dan Kompetensi Pedagogik terhadap Kinerja Guru Madrasah Tsanawiyah Negeri di Kabupaten Lampung Selatan

10 33 267

Pengaruh Kepemimpinan Kepala Madrasah, Iklim Kerja, Motivasi Kerja dan Kompetensi Pedagogik terhadap Kinerja Guru Madrasah Tsanawiyah Negeri di Kabupaten Lampung Selatan - Raden Intan Repository

0 0 71

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah - Hubungan Antara Budaya Kerja dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru di MTs N 1 Lampung Selatan Kabupaten Lampung Selatan - Raden Intan Repository

0 0 25

BAB II LANDASAN TEORI A. Budaya Kerja - Hubungan Antara Budaya Kerja dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru di MTs N 1 Lampung Selatan Kabupaten Lampung Selatan - Raden Intan Repository

0 0 57

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian - Hubungan Antara Budaya Kerja dan Motivasi Kerja dengan Kinerja Guru di MTs N 1 Lampung Selatan Kabupaten Lampung Selatan - Raden Intan Repository

0 0 56

HUBUNGAN ANTARA BUDAYA ORGANISASI DENGAN KINERJA GURU DI MTs NEGERI 1 BANDAR LAMPUNG - Raden Intan Repository

0 2 97