Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian Deskripsi Partisipan

54 BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN Untuk mendeskripsikan dukacita dan kehilangan orang Toraja melalui ritual ma‟nenek maka penulis melakukan penelitian melalui observasi, mengikuti ritual ma‟nenek, dan wawancara serta menganalisa persepsi para partisipan tentang apa makna ma‟nenek dan bagaimana mengekspresikan dukacita mereka. Bab ini berisi penyajian data penelitian dan analisis untuk masing- masing partisipan dalam penelitian. Data dan analisis penelitian dipaparkan dalam bentuk narasi tentang pengalaman 8 partisipan yang telah diwawancarai pada waktu, suasana dan tempat yang berbeda. Dalam penulisan ini penulis mengidentifikasikan partisipan utama sebagai partisipan pertama P1 dan partisipan pelengkap diurutkan sebagai partisipan kedua P2, partisipan ketiga P3, partisipan keempat P4, partisipan kelima P5, partisipan keenam P6, partisipan ketujuh P7, dan partisipan kedelapan P8.

A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian

1. Tahap Pra-lapangan Menurut Bogdan dalam Moleong, 2010, ada 6 tahap kegiatan persiapan pra penelitian yang peneliti lakukan yakni menyusun rancangan penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan perlengkapan penelitian, memahami etika penelitian. Sebelum melaksanakan penelitian peneliti telah memiliki data-data observasi lapangan yang kemudian menjadi bahan untuk menyusun Bab 1 55 sampai Bab 3 yang mencakup latar belakang, tinjauan pustaka dan metodologi penelitian. 2. Persiapan Penelitian Setelah melakukan observasi tempat sejak juni 2013 peneliti mulai menentukan partisipan sesuai dengan karakteristik yang sesuai dan langsung melakukan wawancara untuk mengambil data awal pada saat mengikuti ritual ma‟nenek pada bulan Agustus 2013 di To‟Nakka dan Lempo Poton . Wawancara berlangsung dalam suasan penuh keakraban karena semua partisipan mengenal baik orang tua peneliti. Sekalipun demikian berdasarkan etika penelitian maka peneliti tetap menyampaikan maksud dan tujuan penelitian kepada semua partisipan.Selama wawancara dilakukan, peneliti melakukan perekaman gambar dan video menggunakan handy cam dan hand phone. Analisis Data Proses analisis data dimulai dengan pengetikan transkrip wawancara yang peneliti lakukan secara manual dengan mendengar dan menonton rekaman video sambil mengetik kata perkata. Selanjutnya peneliti menambahkan nomor 1,2,3... pada bagian kanan transkripsi wawancara. Peneliti juga mengetik hasil observasi lapangan yang peneliti kumpulkan pada saat pengambilan data berlangsung dengan menggunakan buku catatan serta bolpoin yang selalu peneliti bawa.

B. Deskripsi Partisipan

1. Gambaran umum P1 Seorang ibu rumah tangga berusia 72 tahun. Sejak kecil sampai saat ini masih melaksanakan ritual ma‟nenek. Wawancara dengan P1 berlangsung di lumbung yakni tempat menyimpan padi masyarakat Toraja sekaligus tempat duduk tokoh- tokoh masyarakat pada saat berlangsung upacara Rambu Tuka‟ maupun Rambu Solo‟. Dalam beberapa kali percakapan P1 berbagi cerita 56 tentang peng alaman mengikuti ma‟nenek. Awalnya sekedar ikut-ikutan sebagai anak kecil, namun akhirnya dapat merasakan sendiri hikmah dibalik ritual ini. Ibunya meninggal disaat dia masih kecil sehingga P1 sama sekali tidak bisa mengingat bagaimana wajah ibunya namun ma‟nenek memungkinkan dia merasa dekat dengan ibunya lagi. Dia juga menyaksikan bagaimana ayahnya mengekspresikan dukacita yang dalam ketika ibunya meninggal. Sebagaimana aturan dalam budaya Aluk to dolo agama asli orang Toraja bahwa setiap janda atau duda harus selalu ada di samping jenasah pasangannya telanjang, tidak makan nasi, selalu menghadap ke arah selatan, hanya boleh makan makanan dingin dan minum air dingin mentah sepanjang jenazah belum dikuburkan. Sampai saat ini, menjelang bulan Agustus anak-anak P1 yang ada di perantauan selalu mengirim kain. 1. Analisis P1 berdasarkan wawancara I.Proses dukacita 1. Tangisan dan kerinduan Masannang omiki’ too nak tibaya’ sussa sia mali’ta maringan mangka omiki’ sitammu. Saya merasa senang, legami lagi lega setelah ma‟nenek sebagai obat duka dan kerinduan. Maringan mangka omiki’ sitammu lega rasanya setelah berjumpa lagi Dipaa lan penaa bang tae’ka ta ma’din tumangi’ punala selalu ada kerinduan dalam hati saya tetapi tidak boleh menangis sembarang waktu 2.Harapan Dikua dennoupa’ temai bati’ na matinuru’ Ekspresi perasaan tersurat dan tersirat berdasarkan observasi P1 merasa senang, lega setelah berkesempatan melakukan ritual ma‟nenek setelah sekian lama menyimpan kerinduan dalam hati saja Ada harapan bahwa 57 ndaka ’ kande dio lu padang na tau ..yaa..saya juga percaya kumua na sae temai nenek lan pangimpi saya berharap semoga anak cucu saya tetap sehat dalam mencari nafkah di rantau orang dan supaya juga datang dalam mimpiku lewat ritual ma‟nenek anak cucu senantiasa dilindungi oleh leluhur dan ketika sedang rindu leluhur juga hadir dalam mimpi II.Ekspresi dukacita dan kehilangan Tulang-tulangnya saya bersihkan, pakaiannya juga dirapikan Biasa ada yang menangis, b iasa dukana’ mbating, tumangi’ ba’tu mattuna’-tuna’ saya juga masih sering meratap, dan menangis kalau ada jenazah yang baru diritualkan. Tapi untuk jenazah yang sudah lama dikuburkan cukup dengan curhat saja Diseroi, dialloi ta maringan sondana uai mata saya membersihkan, menjemur tulang-tulang sebagai ganti air mata dan ternyata itu melegakan perasaan saya Saya menangis dalam hati, bicara biasa seperti ketika mereka masih hidup, saya cerita banyak too Semua lingkungan kuburan saya bersihkan Meratap, menangis, curhat membersihkan tulang-tulang jenazah maupun lingkungan sekitar pemakaman sesungguhnya adalah pengganti air mata dukacita III .Makna ma‟nenek Belanna dipokaboro’ karena saya menyanyanginya Saya merasa senang karena saya tetap massiman- siman sia messa’bi pada mereka seperti waktu masih hidup hormat dan penghargaan Koo mbai saba’ tae’ bang mo ta tanga’ sussa tonna mane male saya ma‟nenek sebagai ungkapan kesedihan karena waktu baru meninggal pikiran hanya tertuju pada P1 memaknai m a‟nenek sebagai ungkapan kasih sayang, hormat dan penghargaan serta kesempatan untuk menyatakan dukacita yang sempat tertunda 58 persiapan upacara sehingga saya lupa pada kesedihan saya Kesimpulan M a‟nenek menjadi kesempatan bagi P1 untuk menyatakan kerinduan yang telah dipendamnya cukup lama. Melalui perilaku, menjemur tulang-tulang, curhat dan membersihkan lingkungan di sekitar kuburan sebagai ganti air mata, P1 juga menyatakan sikap hormat, kasih sayang dan penghargaannya kepada orang tua sama seperti ketika mereka masih hidup. Perasaannya menjadi lega dan ringan. Dibalik semua itu terbesit juga harapan P1 agar leluhur senantiasa menyertai anak cucu dalam mencari nafkah di manapun mereka berada. M a‟nenek merupakan ungkapan kesedihan yang tertunda karena pada saat orang tuanya baru meninggal pikiran hanya tertuju pada persiapan upacara pemakaman sehingga P1 lupa pada kesedihannya. Kematian adek iparnya alm.Toding mengingatkan P1 kembali pada rasa kehilangan terbesar yang pernah ia alami yakni ketika ayah dan kedua mertuanya meninggal dunia. Pengalaman ma‟nenek sejak kecil dari sekedar ikut-ikutan sampai akhirnya terlibat dalam ritual ini tanpa ia sadari ternyata mampu menumbuhkan perasaan yang sangat dalam, sikap hormat dan sayang kepada ibu, ayah dan kedua mertuanya sekalipun mereka kini tiada lagi. Setelah dua kali ma‟nenek maka selanjutnya P1 merasa cukup untuk “menjenguk” ibu, ayah dan mertuanya saja. Tidak ada lagi tangisan apalagi ratapan. 2. Gambaran umum P2 Seorang ayah dari 3 orang anak, saudara almarhum Toding, ipar P1. Selama ini tinggal di Timika, Papua. Pada bulan Agustus 2013 datang ke Toraja 59 untuk menghadiri r itual ma‟nenek bagi adek dan ayahnya. P2 merasa sangat sedih ketika mendengar adeknya sakit lalu meninggal, karena selama ini adeknyalah yang menjadi ambe’ tondok yang di tuakan di kampung sebagai pengganti almarhum ayahnya. Berperan sebagai tempat bertanya segala sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat sekalipun ia masih terbilang muda. P2 merasa putus asa karena adek yang selama ini ia andalkan tinggal di kampung kini tiada lagi. Kesedihan yang dalam seperti itu, juga dirasakan saat ma‟nenek untuk pertama kali bagi ayahnya Nek Tandi di To‟ Nanna‟. P2 mengisahkan bahwa sejak kecil sering diikutkan oleh orang tuanya dalam ritual ma‟nenek. Akhirnya diapun terlatih menjadi “ahli” dalam hal mengikat dan membungkusan jenazah atau tulang-tulang. P2 paham berapa jumlah simpul ikatan untuk setiap jenazah. Hal tersebut didasarkan pada jumlah kerbau yang dipotong pada saat upacara pemakaman jenazah tersebut. Analisis P2 berdasarkan wawancara I.Proses dukacita 1.Tangisan dan kerinduan Yoo begitu mi anakku baru ada tempat untuk menangis karena waktu baru meninggal pikirkan segala macam keperluan jadi tidak rasa sedih. Manee ri sito’doan uai matangku air mataku jatuh berlinang padahal selama ini saya tidak merasakan apa-apa. Saya menangis sambil mengeluarkan batang rabukna tulang-tulangnya kasian. Betapa sakitnya mane sito’doan ri uai matangku belanna mali’ku air mataku jatuh bercucuran karena kerinduan yang dalam. Mandaka’ bang tu penaangku hatiku selalu Ekspresi perasaan tersurat dan tersirat berdasarkan observasi Dua tahun menahan kesedihan yang dalam bukanlah sesuatu yang mudah bagi P2. Maka saat ritual ma‟nenek dilaksanakan itulah kesempatan baginya untuk menangis meringankan segala beban yang disimpannya selama ini Betapa berat dan dalamnya perasaan kehilangan karena ditinggal adeknya. 60 mencari-cari. Dua tahun mi lebih dita han mandaka’ penaa tapi kan tidak boleh menangis sudah dua tahun saya hanya bisa menangis dalam hati saja 2.Penolakan Nakua penaangku matumbai na yaa, mangura maro’paa. Minda paa la kisattuan na tae’ mo adingku lan tondok hatiku bertanya-tanya bahkan menolak, mengapa mesti adekku yang masih muda, siapa lagi yang dapat kami andalkan di kampung 3.Merasa bersalah Terlamba’ liuna’ dikka’ rangi karebanna adingku dadi susi mi too. Sitonganna bisa bang paa dipotau Sebenarnya masih bisa ditolong tapi sayang sekali saya terlambat mendapat kabar tentang kondisi kesehatan adekku Ada perasaan tak rela bahkan menolak, mengapa harus adeknya yang secepat itu meninggal. P2 merasa sangat kehilangan sosok yang selama ini diandalkannya Di sisi lain P2 merasa bersalah tak dapat menolong adeknya lebih cepat padahal kemungkinan itu menurut dia, sebenarnya ada. II.Ekspresi dukacita dan kehilangan Kuseroi dikka’ ku alloi sia kukamayai saya membersihkan tulang –tulang adek saya lalu menjemurnya...ternyata beda waktu saya membungkus tulang-tulangnya adekku. Kalau orang lain perasaan biasa saja. Tapi ini adekku saya betul-betul menangis sambil keluarkan tulang-tulangnya . Mungkin karena terlalu lama pendam sedih. Padahal waktu dipesta diupacarakan biasa saja. Yaa karena pikirkan segala macam keperluan jadi tidak rasa sedih. P2 mengungkapkan dukacita dan kehilangan yang dirasakannya pada ritual ma‟nenek dengan membersihkan, menjemur dan membungkus tuang-tulang adeknya. Amat besar perbedaan yang P2 rasakan ketika merawat tulang-tulang adeknya dibandingkan dengan orang lain 61 Waktu satu bulan mi lebih dikubur baru terasa. Mapa’dik liuki’ pale’ maneri sito’doan uai matangku saya baru merasakan betapa sakitnya ditinggal adekku. Dua tahun lebih bayangkan itu bagaimana sedih ditahan lama-lama. III .Makna ma‟nenek Untung sudahmi ma‟nenek jadi kepalaku yang kemarin-kemarin berat sekali sudah langsung kayak kosong. Maringan liu mo Kepalaku yang kemarin terasa amat berat kini menjadi ringan berkat ma‟nenek Ma‟nenek menolong P2 mampu menerima kenyataan, perasaannya juga menjadi ringan dari berbagai beban yang selama ini ditahannya. Melalui proses dukacita , yakni tangisan dan kerinduan P2 menyadari betapa pentingnya ritual ma‟nenek karena pada saat itulah ia dapat mengungkapkan dukacitanya yang tertunda selama ini karena sibuk mempersiapkan kebutuhan upacara pemakaman bagi adeknya. Pada sisi lain juga tradisi tidak mengizinkan siapapun untuk menangis “tidak pada tempatnya”. Hal tersebut nampak antara lain dari ungkapan: Yoo begitu mi anakku baru ada tempat untuk menangis karena waktu baru meninggal pikirkan segala macam keperluan jadi tidak rasa sedih. Manee ri sito’doan uai matangku air mataku jatuh berlinang padahal selama ini saya tidak merasakan apa-apa. Betapa sakitnya mane sito’doan ri uai matangku belanna mali’ku air mataku jatuh bercucuran karena kerinduan yang dalam. Mandaka’ bang tu penaangku hatiku selalu mencari-cari. Dua tahun mi lebih ditahan mandaka‟ penaa tapi kan tidak boleh menangis. Reaksi lain yang ditunjukkan oleh P2 atas kepergian adeknya adalah penolakan: 62 Nakua penaangku matumbai na yaa, mangura maro’paa. Minda paa la kisattuan na tae’ mo adingku lan tondok hatiku berkata mengapa harus dia yang masih terlalu muda Ada juga perasaan bersalah: Terlamba’ liuna’ dikka’ rangi karebanna adingku dadi susi mi too. Sitonganna bisa bang paa dipotau Sebenarnya masih bisa ditolong tetapi sayang sekali saya terlambat mendapat kabar tentang kondisi kesehatan adekku P2 mengekspresi dukacita dan kehilangan yang dirasakannya dengan membersihkan tulang-tulang adeknya lalu menjemur dan menyimpannya kembali Kuseroi dikka’ ku alloi sia kukamayai saya membersihkan dan merawatnya Akhirnya bagi P2, m akna ma‟nenek adalah ritual dimana ia dapat mengungkapkan segala kesedihan hatinya sehingga perasaannya menjadi lega Untung sudahmi ma’nenek jadi kepalaku yang kemarin-kemarin berat sekali sudah langsung kayak kosong. Maringan liu mo syukurlah, setelah ma‟nenek perasaan saya menjadi lega 3.Gambaran umum P3 Seorang ibu rumah tangga usia 53 tahun, mempunyai 4 orang anak. Suaminya sudah bertahun-tahun menjadi TKI di Malaysia dan hanya sekali- kali pulang ke kampung. Dialah yang tinggal menjaga tongkonan sekaligus menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya dan 7 orang anak dari almarhum kakaknya. Wawancara dengannya berlangsung saat P3 sedang 63 duduk-duduk di pematang setelah menanam padi. Letak sawahnya tidak jauh dari kuburan keluarga besarnya. P3 sejak kecil juga sudah terbiasa mengikuti ritual ma‟nenek namun ma‟nenek kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya. P3 mengatakan bahwa inilah ma‟nenek kedua yang membuatnya benar- benar sedih setelah ma‟nenek bagi ayahnya. Namun lama kelamaan akhirnya P3 merasa jauh lebih kuat kembali setelah bertemu ayahnya lagi dan curhat kepada kakaknya. Baginya, m a‟nenek adalah obat yang sangat mujarab. 3.Analisis P3 berdasarkan wawancara Proses dukacita 1.Tangis dan kerinduan Selalu mau menangis tapi kan tidak boleh sembarang too, yaa ditahan mi saja Saya baru merasakan betapa berartinya kakaku kasian. Lan bang penaangku lai’saya memendam semua perasaan duka dalam hati .Saya rindu sekali kakakku dia andalan kami kasian.. .sudah lama saya mau datang bercerita tetapi belum bisa jadi saya menangis siang dan malam di rumah pada saat tidak ada orang..itu pun di sini saja sambil menunjuk dada Natappe kan dikka’ dia meninggalkan saya Saya selalu berharap dia datang dalam mimpi. Menjenguk kami. Anak-anaknya juga masih kecil kasian.... “dikka’ tu kakak ku oo kakakku Oh kakak ku mengapa ini harus terjadi 2.Marah saya dulu selalu marah dalam hati kenapa dia cepat pergi... .matumbai dikka’ na kakang ku. Tae’ liu na tarimai Ekspresi perasaan tersurat dan tersirat berdasarkan observasi Kerinduan kepada almarhum kakaknya selalu menghantui hari- hari P3. Betapa beratnya kehidupan tanpa kakaknya lagi. Namun semua itu hanya dipendam dalam hati oleh karena sebagai orang Toraja pantang baginya untuk menangis di sembarang tempat dan waktu. P3 mencurahkan perasaan kehilangan yang dialaminya bukan hanya dengan tangis dalam 64 penaangku. Lama’ apa mokan dikka’ na tae’pa apa naissan te mai pia hatiku sangat sulit menerima, mengapa harus kakakku yang begitu cepat harus meninggalkan kami. 3.Merasa bersalah Ku kua tae’ dikka’ pabelang ku untoe penaam mu kakangku saya menyesal tak mampu mempertahankan nyawa kakakku . 4.Menerima kenyataan Inang laa tontong diingaran paa bua’ rika na laa sule pa. Inaang laa tontong diingaran paa ko bua’ rika na laa sule pa .mui la tappu’ tu uai matangku inang tae’ mo gai’na . de’ to na melae mo dikka’ jo mai sakinna kenangan bersama kakakku tak akan pernah terlupakan, namun kenyataan ini saya harus terima dengan lapang dada. kerinduan namun juga dengan kemarahan atas kepergian kakaknya. P3 juga merasa bersalah seakan-akan kematian kakaknya disebabkan oleh ketidakberdayaannya melakukan sesuatu untuk menyelamatkan nyawa kakaknya. Setelah sekaian lama memendam perasaan kehilangan, lalu berkesempatan mengungkapkannya lewat ratapan dan tangis dalam ritual ma‟nenek akhirnya P2 mampu menerima kenyataan itu. “bua’ rika na laa sule pa” dia tak mungkin kembali lagi. III.Ekspresi dukacita dan kehilangan Mbating na’ lai’, ku tonganni ungkaroi sarro budangku. yoo kalau tidak ada itu ma’nenek terpaksa ditahan terus tapi berat di sini sambil pegang kepala lalu dada. Dennoupa’ tontongkan dikka’ na tiro. De’ too na melayo mo tu kakang ku saya meratap mengeluarkan seluruh isi hatiku. Entah bagaimana hidupku seandain ya tidak ada ma‟nenek karena disitulah tempatku bisa meratap P3 merasa lega setelah mengungkapkan dukacitanya melalui ratapan pada saat ritual. IV. Makna ma‟nenek Terima kasih ada ji bulan nenek. Bisa ketemu . Makan dan tidur sudah enak. Bagi P3, ritual ma‟nenek telah menolongnya untuk memutuskan 65 Puas makka bating . Pedappi matoto’ ku te ma’ nenek. Mata na ku sa’ ding yaa sambil pegang kepala lalu dada ringan...ringan. saya puas setelah meratap, ringan rasanya...terimakasih untunglah ada ma‟nenek Tumba yaa kapuanna gai’ na te ma’nenek. Karapanna yaa na tae’ koo la ma pa’dik bang mo’ aku dikka’ natemme’ rokko sussangku betapa besarnya manfaat ma‟nenek bagi saya, seandainya tidk ada entah bagaimana hidupkusetelah ditinggal kakakku hubungan psikososial dengan almarhum kakaknya sehingga sekalipun rasa sedih itu masih ada namun ada kelegaan, hati dan kepala sudah terasa lebih ringan. Kesimpulan P3 selalu berusaha menahan kesedihan yang dirasakannya di dalam hati. Seringkali ingin ke makam kakaknya untuk menangis namun itu tak mungkin dilakukannya : .sudah lama saya mau datang bercerita tetapi belum bisa jadi saya menangis siang dan malam di rumah pada saat tidak ada orang..itu pun di sini saja sambil menunjuk dada Natappe kan dikka’ dia meninggalkan kami Reaksi lain yang ditunjukkan P3 karena ketidakmampuan menerima kenyataan atas kepergian kakaknya yang dianggapnya terlalu cepat adalah kemarahan, sikap tersebut nampak dari ungkapan: “saya dulu selalu marah dalam hati kenapa dia cepat pergi... .matumbai dikka’ na kaka ng ku. Tae’ liu na tarimai penaangku” mengapa harus kakakku, hatiku tak bisa menerima itu. P3 tidak hanya marah atas kematian kakaknya namun juga merasa bersalah karena tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolong nyawa kakaknya. 66 Ku kua tae’ dikka’ pabelang ku untoe penaam mu kakangku saya tidak berdaya mempertahankan nyawamu kakakku. Setelah melewati waktu yang cukup panjang akhirnya P3 mampu menerima kenyataan atas kepergian kakaknya Inang laa tontong diingaran paa bua’ rika na laa sule pa. Inaang laa tontong diingaran paa ko bua’ rika na laa sule pa Kenangan bersama kakakku tak akan pernah terlupakan, namun kenyataan ini saya harus terima dengan lapang dada. Ia percaya bahwa Tuhan lah yang mengatur kehidupan setiap orang, Ku kua dikka mbai madosa mo’ ma’pasudung sia sengke lako Puang Matua apa ko lan mata penaangku inang ku kanassai kumua kenna tang mamaseNa Puang umpamatoto’kan na laa ma’ apa tongan mokan dikka’. Saya merasa berdosa telah marah kepada Tuhan atas kepergian kakakku tapi hati kecilku sungguh mengimani bahwa hanya Tuhanlah sumber kekuatan bagiku untuk menerima kenyataan ini Meratap sambil mengungkapkan semua dukacita yang terpendam selama ini menjadi pilihan P3 untuk mengekspresikan dukacita dan kehilangan yang dirsakannya: Mbating na’ lai’, ku tonganni ungkaroi sarro budangku saya meratap mengeluarkan seluruh isi hatiku. P3 memaknai ma‟nenek sebagai obat manjur pengobat dukacitanya yang terpendam selama ini. Pedappi matoto’ ku te ma’ nenek. Mata na ku sa’ ding ma‟nenek adalah obat mujarab bagi saya, perasaanku menjadi lega. 4.Gambaran umum P4 P4 adalah seorang pemuda berusia 29 tahun, anak sulung dari 7 bersaudara. Menyelesaikan pendidikan S1 di sebuah universitas di Surabaya. 67 Setelah tamat P4 melamar pekerjaan dan diterima sebagai salah satu karyawan PT Pelni di Jakarta. Dialah yang saat ini menjadi harapan keluarga untuk membiayai semua adek-adeknya dan membayar utang upacara pemakaman ayahnya. Analisis P4 berdasarkan wawancara I.Aspek dukacita dan kehilangan 1.Tangis dan kerinduan Saya juga tidak tenang selalu didatangi papa dalam mimpi kalau sudah begitu saya langsung bangun menangis ternyata papaku benar-benar telah pergi. 2.Putus asa Kadang saya berfikir lebih baik saya pulang saja urus adek-adek. Apa gunanya saya bekerja lagi toh papa juga tidak ikut nikmati gaji saya. 3.Marah Jujur saya marah . Papa terlalu cepat pergi. Mengapa Tuhan seperti itu sama kami kasian. mengepalkan tangan, diam lalu tertunduk. Apa yang harus ku lakukan untuk adek-adekku. 4.Merasa bersalah Merasa bersalah ka’. Kasian sekali papaku terlambat di antar ke Makassar untuk berobat karena di Jakarta ka‟. Padahal kalau lihat keadaannya waktu itu masih besar ji peluang untuk sembuh Tapi yaa begitu ...gara-gara saya terlambat datang 5.Menerima kenyataan Saya sebenarnya masih sedih tapi toh Ekspresi perasaan tersurat dan tersirat berdasarkan observasi Kerinduan P4 pada sosok ayah sering terbawa dalam mimpi Pencurahan perasaan dilakukan oleh P4, kadang putus asa, merasa bahwa apapun yang dilakukannya tak ada artinya tanpa papanya lagi. Disatu sisi P4 juga marah atas kepergian papanya yang dianggap terlalu cepat Namun di sisi lain P4 merasa bersalah karena tak mampu menolong papanya lebih cepat Setelah pencurahan berbagai macam 68 semua sudah terjadi. Saya bersyukur bisa lebih kuat. Sekarang ini kalau ingat papa langsung telpon adek-adek di kampung sebagai pengobat rindu, sesudah bicara dengan mereka hatiku jauh lebih tenang. Hidup mesti jalan terus sekalipun tanpa papa lagi perasaan, akhirnya P4 menyadari bahwa kepergian papanya adalah kenyataan yang harus ia terima. Oleh karena itu berkomunikasi dengan adeknya setiap kali rasa rindu itu datang adalah cara paling tepat untuk mengobati rasa kehilangannya. II.Ekspresi dukacita dan kehilangan Menangis ka’ kasian apa lagi waktu papa ku dijemur Pokoknya menangis teruska‟ ..saya minta papaku saat ma‟nenek dikasih berdiri lalu saya lap mukanya dengan handuk. Saya pegang lama dan peluk dari belakang supaya tidak jatuh. P4 mengungkapkan dukacitanya saat ma‟nenek dengan menangis, membersihkan wajah papanya dengan handuk bahkan memeluknya. III .Makna ma‟nenek ma‟nenek itu yang bikin saya sekarang tidak stres berat lagi kayak dulu. Di kuburan saya menangis saya bilang papa cepat sekali pergi adek-adekku tidak ada yang urus lagi. dia kemudian menceritakan bahwa selama hidup bapaknyalah yang mengurus adek- adeknya. Jauh beda memang kak. Tapi waktu sudahmi saya ma‟nenek pertama dan mengungkapkan semua perasaanku di kuburannya papa, lebih tenangmo‟ tidak mimpi buruk lagi. Cuma memang masih selalu membayangkan papa selalu di rumah dengan adek-adekku. Saya juga tidak pusing dan mual-mual lagi. M a‟nenek menolong P4 untuk memutuskan hubungan psikososial dengan papanya. Ada kelegaan, ketenangan dan semangat untuk melanjutkan kehidupan sekalipun tanpa papanya lagi 69 Kesimpulan Selama menunggu dilaksanakannya ritual ma‟nenek bagi ayahnya beban hidupnya terasa begitu berat sekalipun gajinya untuk membayar utang-utang adat maupun kebutuhan hidup dan pendidikan adek-adeknya bukanlah masalah bagi dia. P4 selalu merasa ada sesuatu yang paling penting telah hilang dari kehidupannya. Hidup tanpa ayah baginya berarti kehilangan segala-galanya. Proses dukacita yakni tangisan, kerinduan, putus asa, marah dan perasaan bersalah yang dirasakannya datang silih berganti, Saya juga tidak tenang selalu didatangi papa dalam mimpi,... a pa gunanya saya bekerja lagi toh papa juga tidak ikut nikmati gaji saya,.... jujur saya marah papa terlalu cepat pergi, mengapa Tuhan seperti itu sama kami ...merasa bersalah ka’, kasian sekali papaku terlambat di antar ke Makassar untuk berobat padahal kalau lihat keadaannya waktu itu masih besar ji peluang untuk sembuh . Pada akhirnya, setelah melewati proses dukacita akhirnya P4 mampu menerima kenyataan: Saya sebenarnya masih sedih tapi toh semua sudah terjadi. Saya bersyukur bisa lebih kuat. Sekarang ini kalau ingat papa langsung telpon adek-adek di kampung sebagai pengobat rindu, sesudah bicara dengan mereka hatiku jauh lebih tenang. ..hidup mesti jalan terus sekalipun tanpa papa lagi Menangis, membersihkan dengan handuk, memeluk jenazah ayahnya saat ritual ma‟nenek adalah cara P4 mengekspresi dukacita dan kehilangan yang dirasakannya. Pokoknya menangis teruska’ ..saya minta papaku saat ma’nenek dikasih berdiri lalu saya lap mukanya dengan handuk. Saya pegang lama dan peluk dari belakang supaya tidak jatuh. Bagi P4 ma‟nenek memberikan makna yang sangat berbeda. Setelah ma‟nenek, Ia merasakan ketenangan dan tidak lagi mimpi buruk. Jauh beda memang. Dulunya sebelum ma’nenek saya tidak pernah tenang papaku selalu datang dalam mimpi. Seakan-akan dia mengatakan mengapa tidak pernah jenguk dia. ...Tapi waktu sudahmi saya ma’nenek pertama dan 70 mengungkapkan semua perasaanku di kuburannya papa, lebih tenangmo’ tidak mimpi buruk lagi. 5.Gambaran umum P5 Seorang perempuan berusia 25 tahun adalah adek dari P4, dia telah menyelesaikan studinya di sebuah universitas di Makassar. Setelah tamat P5 mencoba melamar pekerjaan dan akhirnya di terima di PT Pertamina dan ditempatkan di kantor pusat Semarang. Wawancara berlangsung di rumah kontrakannya di Makassar. Pada saat ma‟nenek, P5 histeris bahkan sampai pingsan ketika peti ayahnya pertama kali dibuka. Dalam tangisannya dia mengungkapkan kerinduan pada ayahnya yang begitu cepat pergi. P5 merasa kini tidak ada lagi yang dia bisa banggakan untuk melindungi dia dan saudara-saudaranya, tidak punya siapa-siapa lagi karena semasa hidup ayahnyalah yang lebih banyak memperhatikan mereka. Kurang lebih 6 bulan setelah ma‟nenek peneliti bertemu lagi dengan P5, wajahnya jauh lebih ceria P5 lebih bersemangat menjawab pertanyaan- pertanyaan sekalipun kadang terlihat sedih saat mengingat masa-masa ketika ayahnya masih hidup. P5 mengatakan bahwa semangat hidupnya kini sudah bangkit setelah punya kesempatan mencurahkan segala beban pikirannya selama ini pada ayahnya. P5 menyadari bahwa ayahnya yang sudah meninggal tidak mungkin mendengar semua itu tetapi yang kini ia rasakan adalah jauh lebih tenang. Berat badannya naik, makanan dan tidur sudah bisa ia nikmati lagi. Analisis P5 berdasarkan wawancara I.Proses dukacita 1.Tangis dan kerinduan Sejak papa meninggal tidak enak Ekspresi perasaan tersurat dan tersirat berdasarkan observasi Menahan tangis dan kerinduan akibat 71 makan . Tidak mampuka‟ ..selalu menangis karena rindu sama papa. ...Tapi Ini sudah naik 3 kg setelah ma‟nenek kelihatan gembira lebih tenang mi kurasa . Bisa menangis sepuasnya di kuburan papa. Lega, ringan, jadi enak makan tidak kayak dulu lagi kalau tidak kesehatan lebih baik saya tidak usah makan saja. 2. Marah Saya pernah marah sama Tuhan..saya bilang kenapa kasian harus papa ku . Masih banyak ji orang yang lebih tua. Papaku masih kuat, masih sangat kami butuhkan kehilangan yang teramat dalam membuat P5 mengalami gangguan bukan hanya secara psikis tetapi juga fisik. P5 juga marah kepada Tuhan memprotes kepergian papanya yang dianggap terlalu cepat II.Ekspresi dukacita dan kehilangan saya menangis, bilang kami rindu papa, jangan tinggalkan kami, kami tidak bisa tanpa papa. M enangis pada saat ritual ma‟nenek adalah cara P5 mengungkapkan dukacitanya yang dalam. III. Makna ma‟nenek Masih sedih kak..tapi setelah menangis di kuburan..lega, ringan, enak makan, berat badanku sudah naik, tidak lagi bangun tengah malam, dada juga tidak sakit lagi. Kami juga tidak mau sia- siakan harapan dan perjuangan papa selama ini bagi kami. Sangat berat ditinggal papa tapi hidup mesti jalan terus . Kami harus mandiri sebagimana harapan papa. Ma‟nenek menolong P5 menerima kenyataan bahwa papanya kini tiada lagi namun hidup dan perjuangannya tak boleh berhenti 72 Kesimpulan Kehilangan ayah yang selama ini dirasakan sebagai sosok yang sangat dekat dengan anak-anaknya menyisakan dukacita yang dalam bagi P5. Melalui proses dukacita nampak bahwa kesedihan yang dalam mengakibatkan P5 mengalami gangguan makan, sehingga berat badannya pun turun. Sejak papa meninggal tidak enak makan, t idak mampuka’ ..selalu menangis karena rindu sama papa. P4 juga mencurahkan perasaannya melalui kemarahan, Saya pernah marah sama Tuhan..saya bilang kenapa kasian harus papa ku . Masih banyak ji orang yang lebih tua. Papaku masih kuat, masih sangta kami butuhkan Namun akhirnya P5 mampu melewat masa-masa tersulit dan menerima kenyataan atas kepergian papa yang sangat dirindukannya. Masih sedih..tapi setelah menangis di kuburan..lega, ringan, enak makan, berat badanku sudah naik, tidak lagi bangun tengah malam, dada juga tidak sakit lagi. Kami juga tidak mau sia-siakan harapan dan perjuangan papa selama ini bagi kami. Sangat berat ditinggal papa tapi hidup mesti jalan terus . 6.Gambaran umum P6 P6 adalah seorang kakek berusia 65 tahun, adek bungsu dari alm.Nek Tandi, paman dari almarhum Toding. Satu-satunya anak lelakinya yang merupakan bungsu dari tiga bersaudara meninggal 4 tahun yang lalu di perantauan, jenazahnya tidak dibawa pulang dan dikuburkan di Kalimantan . Sepanjang bulan Agustus 2013 P6 selalu berada di kuburan kakak dan adek sepupunya almarhum Toding untuk membersihkan, menanam pohon, bunga atau hanya sekedar duduk-duduk minum kopi yang dia bawa dari rumah. Kepergian putranya yang begitu mendadak, disusul kemanakannya membuatnya benar-benar patah semangat. 73 Analisis P6 berdasarkan wawancara I.Proses dukacita 1.Putus asa Apa para dikka’ gai’ ku tuo male nasang mo tee to ku sattuanan tak ada artinya lagi saya hidup, karena semua yang kuandalkan telah pergi ...begini mi saja...saya selalu duduk duduk saja kasian melihat kuburan kakak dan kemanakan dari jauh. koo bisa paa di boko pi..ke denni keluarga mambela mane’ rampo setelah ma‟nenek masih bisa ke kuburan tetapi hanya “dicuri” dibuka sebentar kalau ada keluarga yang baru tiba dari jauh. Ekspresi perasaan tersurat dan tersirat berdasarkan observasi P6 merasa putus asa karena di usianya yang sudah lanjut justru orang-orang yang diandalkannya telah pergi. Kadang ia sangat rindu namun “berjumpa lagi” dengan kakak dan kemanakan namun hanya bisa sesaat jika ada keluarga yang datang dari perantauan. II.Ekspresi dukacita dan kehilangan Dampi na’ dikka’ pa’dikku belanna inde malolle’...na turu’ omo inde to masaang adikku. Tang pa kulle tongan mo’ matanya nampak berkaca-kaca. Saya mengobati luka hatiku karena ditinggal kedua orang terkasih yang masih sangat muda. Saya sering duduk-duduk sendiri melihat kuburan anak dan adekku dari jauh. Hanya itu kasian yang bisa kulakukan untuk mengobati rinduku...tidak mungkin saya menceritakan penderitaan ku ini Mereka meninggal muda diam, tertunduk sambil memijit jari-jarinya. Membersihkan kuburan hampir setiap hari di bulan Agustus 2013 bahkan kadang-kadang hanya duduk dan melihat kuburan dari jauh, merupakan cara P6 untuk mengobati rasa kehilangan yang amat dalam akibat ditinggal anak dan kemanakannya di usia yang masih muda. III. Makna ma‟nenek Iyo lai’ matana ku sa’ding...koo den bang paa yaa lan penaa paa bua’ rika. Tae’ na laa eloran misa ki To Bagi P6 makna ma‟nenek adalah sarana dimana ia dapat 74 Tumampata saya merasa lega...yaa masih tersimpan dalam hati semua kenangan, tapi ini lah kenyataan yang harus saya terima Kepala saya tidak terlalu pusing mi lagi selama mangka ma‟nenek. Membersihkan kuburan adalah obat mujarab bagi saya. Yaa..makanan sudah enak saya telan, tidur juga sudah bisa...ringan mi ku rasa nak. La sala raka pangato’ na Puang . Dennoupa’ na tontong pa matoto’ kan Mangka omiki’ ma’ nenek...den raka mi anga’ Ku kua kenna sae sia mo sola duai lan pangimping ku m etaa ke mamali’ ona’ Tuhan tidak mungkin salah, semoga anak dan adekku selalu datang dalam mimpi setiap kali saya merindukan mereka mengungkapkan dukacitanya sehingga perasaannya menjadi lega, mampu menerima perpisahan dengan orang-orang yang sangat dikasihinya. Kesimpulan Bagi P6 ma‟nenek bagi almarhum Toding sekaligus menjadi kesempatan untuk melampiaskan kerinduan dan dukacita yang amat dalam atas kepergian anaknya yang masih muda secara mendadak dalam sebuah kecelakaan kerja di Kalimantan. Melalui proses dukacita P6 sempat merasa putus asa karena di usianya yang sudah lanjut justru orang-orang yang diandalkannya telah pergi. Apa para dikka’ gai’ ku tuo male nasang mo tee to ku sattuanan tak ada lagi artinya saya hidup, karena semua yang kuandalkan telah pergi Seluruh rasa duka dan kehilangan yang dialami P6, diekspresikan dengan mengunjungi kuburan keluarganya hampir setiap hari dibulan Agustus. Membersihkan atau hanya sekedar duduk-duduk minum kopi mengenang 75 kembali kebersamaan dengan ayah, anak dan kemanakannya, bahkan sebelum ritul ma‟nenek P6 hanya bisa melihat kuburan keluarganya dari jauh untuk megobati rasa rindunya.. Da mpi na’ dikka’ pa’dikku belanna inde malolle’...na turu’ omo inde to masaang adikku. Tang pa kulle tongan mo’ Saya mengobati luka hatiku karena ditinggal kedua orang terkasih yang masih sangat muda . Setelah ma‟ma‟nenek P6 merasakan kelegaan. Kesepian tetap terasa namun P6 kini mampu menerima kenyataan yang teramat berat itu, kehilangan anak yang masih sangat muda disusul lagi oleh kemanakannya yang selama ini berperan sebagai tokoh mayarakat. M atana ku sa’ding...koo den bang paa yaa lan penaa paa bua’ rika hatiku merasa lega . Yaa..makanan sudah enak saya telan, tidur juga sudah bisa. La sala raka pangato’ na Puang . Dennoupa’ na tontong pa matoto’ na’ Tuhan tidak mungkin salah, semoga IA tetap menguatkanku

C. Memeriksa keabsahan data

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: suatu analisis psikologi indigenous

0 0 18

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan Pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: Suatu Analisis Psikologi Indigenous T2 832013008 BAB I

0 0 23

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan Pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: Suatu Analisis Psikologi Indigenous T2 832013008 BAB II

1 1 36

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan Pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: Suatu Analisis Psikologi Indigenous T2 832013008 BAB IV

0 1 24

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan Pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: Suatu Analisis Psikologi Indigenous T2 832013008 BAB V

0 0 4

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan Pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: Suatu Analisis Psikologi Indigenous

0 1 14

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan Pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: Suatu Analisis Psikologi Indigenous

0 0 35

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan Pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: Suatu Analisis Psikologi Indigenous T2 832012008 BAB I

0 1 11

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan Pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: Suatu Analisis Psikologi Indigenous T2 832012008 BAB II

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Dukacita dan Kehilangan Pada Orang Toraja dalam Ritual Ma’nenek: Suatu Analisis Psikologi Indigenous T2 832012008 BAB V

0 0 4