54
BAB IV PELAKSANAAN DAN HASIL PENELITIAN
Untuk mendeskripsikan dukacita dan kehilangan orang Toraja melalui ritual ma‟nenek maka penulis melakukan penelitian melalui observasi,
mengikuti ritual ma‟nenek, dan wawancara serta menganalisa persepsi para
partisipan tentang apa makna ma‟nenek dan bagaimana mengekspresikan
dukacita mereka. Bab ini berisi penyajian data penelitian dan analisis untuk masing-
masing partisipan dalam penelitian. Data dan analisis penelitian dipaparkan dalam bentuk narasi tentang pengalaman 8 partisipan yang telah
diwawancarai pada waktu, suasana dan tempat yang berbeda. Dalam penulisan ini penulis mengidentifikasikan partisipan utama sebagai
partisipan pertama P1 dan partisipan pelengkap diurutkan sebagai partisipan kedua P2, partisipan ketiga P3, partisipan keempat P4,
partisipan kelima P5, partisipan keenam P6, partisipan ketujuh P7, dan partisipan kedelapan P8.
A. Persiapan dan Pelaksanaan Penelitian
1. Tahap Pra-lapangan
Menurut Bogdan dalam Moleong, 2010, ada 6 tahap kegiatan persiapan pra penelitian yang peneliti lakukan yakni menyusun rancangan
penelitian, memilih lapangan penelitian, mengurus perizinan, menjajaki dan menilai lapangan, memilih dan memanfaatkan informan, menyiapkan
perlengkapan penelitian, memahami etika penelitian. Sebelum melaksanakan penelitian peneliti telah memiliki data-data
observasi lapangan yang kemudian menjadi bahan untuk menyusun Bab 1
55
sampai Bab 3 yang mencakup latar belakang, tinjauan pustaka dan metodologi penelitian.
2. Persiapan Penelitian
Setelah melakukan observasi tempat sejak juni 2013 peneliti mulai menentukan partisipan sesuai dengan karakteristik yang sesuai dan langsung
melakukan wawancara untuk mengambil data awal pada saat mengikuti ritual ma‟nenek pada bulan Agustus 2013 di To‟Nakka dan Lempo Poton .
Wawancara berlangsung dalam suasan penuh keakraban karena semua partisipan mengenal baik orang tua peneliti. Sekalipun demikian berdasarkan
etika penelitian maka peneliti tetap menyampaikan maksud dan tujuan penelitian kepada semua partisipan.Selama wawancara dilakukan, peneliti
melakukan perekaman gambar dan video menggunakan handy cam dan hand phone.
Analisis Data
Proses analisis data dimulai dengan pengetikan transkrip wawancara yang peneliti lakukan secara manual dengan mendengar dan menonton
rekaman video sambil mengetik kata perkata. Selanjutnya peneliti menambahkan nomor 1,2,3... pada bagian kanan transkripsi wawancara.
Peneliti juga mengetik hasil observasi lapangan yang peneliti kumpulkan pada saat pengambilan data berlangsung dengan menggunakan buku catatan
serta bolpoin yang selalu peneliti bawa.
B. Deskripsi Partisipan
1. Gambaran umum P1 Seorang ibu rumah tangga berusia 72 tahun. Sejak kecil sampai saat ini
masih melaksanakan ritual ma‟nenek. Wawancara dengan P1 berlangsung di
lumbung yakni tempat menyimpan padi masyarakat Toraja sekaligus tempat duduk tokoh-
tokoh masyarakat pada saat berlangsung upacara Rambu Tuka‟ maupun Rambu Solo‟. Dalam beberapa kali percakapan P1 berbagi cerita
56
tentang peng alaman mengikuti ma‟nenek. Awalnya sekedar ikut-ikutan
sebagai anak kecil, namun akhirnya dapat merasakan sendiri hikmah dibalik ritual ini. Ibunya meninggal disaat dia masih kecil sehingga P1 sama sekali
tidak bisa mengingat bagaimana wajah ibunya namun ma‟nenek memungkinkan dia merasa dekat dengan ibunya lagi. Dia juga menyaksikan
bagaimana ayahnya mengekspresikan dukacita yang dalam ketika ibunya meninggal. Sebagaimana aturan dalam budaya Aluk to dolo agama asli
orang Toraja bahwa setiap janda atau duda harus selalu ada di samping jenasah pasangannya telanjang, tidak makan nasi, selalu menghadap ke arah
selatan, hanya boleh makan makanan dingin dan minum air dingin mentah sepanjang jenazah belum dikuburkan.
Sampai saat ini, menjelang bulan Agustus anak-anak P1 yang ada di perantauan selalu mengirim kain.
1. Analisis P1 berdasarkan wawancara
I.Proses dukacita 1. Tangisan dan kerinduan
Masannang omiki’ too nak tibaya’ sussa sia mali’ta maringan mangka omiki’
sitammu. Saya merasa senang, legami lagi lega setelah ma‟nenek sebagai obat duka
dan kerinduan. Maringan
mangka omiki’ sitammu lega rasanya setelah berjumpa lagi
Dipaa lan penaa bang tae’ka ta ma’din tumangi’ punala selalu ada kerinduan
dalam hati saya tetapi tidak boleh menangis sembarang waktu
2.Harapan
Dikua dennoupa’ temai bati’ na matinuru’ Ekspresi
perasaan tersurat
dan tersirat
berdasarkan observasi P1 merasa senang, lega
setelah berkesempatan melakukan
ritual ma‟nenek setelah sekian
lama menyimpan
kerinduan dalam hati saja
Ada
harapan bahwa
57
ndaka ’ kande dio lu padang na tau
..yaa..saya juga percaya kumua na sae temai nenek lan pangimpi saya berharap
semoga anak cucu saya tetap sehat dalam mencari nafkah di rantau orang dan supaya
juga datang dalam mimpiku
lewat ritual ma‟nenek anak cucu senantiasa
dilindungi oleh leluhur dan ketika sedang rindu
leluhur juga hadir dalam mimpi
II.Ekspresi dukacita dan kehilangan Tulang-tulangnya saya bersihkan,
pakaiannya juga dirapikan Biasa ada yang menangis, b
iasa dukana’ mbating, tumangi’ ba’tu mattuna’-tuna’
saya juga masih sering meratap, dan menangis kalau ada jenazah yang baru
diritualkan. Tapi untuk jenazah yang sudah lama dikuburkan cukup dengan curhat saja
Diseroi, dialloi ta maringan sondana uai mata saya membersihkan, menjemur
tulang-tulang sebagai ganti air mata dan ternyata itu melegakan perasaan saya
Saya menangis dalam hati, bicara biasa seperti ketika mereka masih hidup, saya
cerita banyak too Semua lingkungan kuburan saya bersihkan
Meratap, menangis, curhat membersihkan
tulang-tulang jenazah maupun lingkungan
sekitar pemakaman sesungguhnya adalah
pengganti air mata dukacita
III .Makna ma‟nenek
Belanna dipokaboro’ karena saya menyanyanginya
Saya merasa senang karena saya tetap massiman-
siman sia messa’bi pada mereka seperti waktu masih hidup hormat dan
penghargaan Koo mbai saba’ tae’ bang mo ta tanga’
sussa tonna mane male saya ma‟nenek
sebagai ungkapan kesedihan karena waktu baru meninggal pikiran hanya tertuju pada
P1 memaknai m a‟nenek
sebagai ungkapan kasih sayang, hormat dan
penghargaan serta kesempatan untuk
menyatakan dukacita yang sempat tertunda
58
persiapan upacara sehingga saya lupa pada kesedihan saya
Kesimpulan M
a‟nenek menjadi kesempatan bagi P1 untuk menyatakan kerinduan yang telah dipendamnya cukup lama. Melalui perilaku, menjemur tulang-tulang,
curhat dan membersihkan lingkungan di sekitar kuburan sebagai ganti air mata, P1 juga menyatakan sikap hormat, kasih sayang dan penghargaannya
kepada orang tua sama seperti ketika mereka masih hidup. Perasaannya menjadi lega dan ringan. Dibalik semua itu terbesit juga harapan P1 agar
leluhur senantiasa menyertai anak cucu dalam mencari nafkah di manapun mereka berada.
M a‟nenek merupakan ungkapan kesedihan yang tertunda karena pada saat
orang tuanya baru meninggal pikiran hanya tertuju pada persiapan upacara pemakaman sehingga P1 lupa pada kesedihannya. Kematian adek iparnya
alm.Toding mengingatkan P1 kembali pada rasa kehilangan terbesar yang pernah ia alami yakni ketika ayah dan kedua mertuanya meninggal dunia.
Pengalaman ma‟nenek sejak kecil dari sekedar ikut-ikutan sampai akhirnya terlibat dalam ritual ini tanpa ia sadari ternyata mampu
menumbuhkan perasaan yang sangat dalam, sikap hormat dan sayang kepada ibu, ayah dan kedua mertuanya sekalipun mereka kini tiada lagi.
Setelah dua kali ma‟nenek maka selanjutnya P1 merasa cukup untuk “menjenguk” ibu, ayah dan mertuanya saja. Tidak ada lagi tangisan apalagi
ratapan.
2. Gambaran umum P2 Seorang ayah dari 3 orang anak, saudara almarhum Toding, ipar P1. Selama
ini tinggal di Timika, Papua. Pada bulan Agustus 2013 datang ke Toraja
59
untuk menghadiri r itual ma‟nenek bagi adek dan ayahnya. P2 merasa sangat
sedih ketika mendengar adeknya sakit lalu meninggal, karena selama ini adeknyalah yang menjadi
ambe’ tondok yang di tuakan di kampung sebagai pengganti almarhum ayahnya. Berperan sebagai tempat bertanya segala
sesuatu yang berhubungan dengan adat istiadat sekalipun ia masih terbilang muda. P2 merasa putus asa karena adek yang selama ini ia andalkan tinggal
di kampung kini tiada lagi. Kesedihan yang dalam seperti itu, juga dirasakan saat ma‟nenek untuk pertama kali bagi ayahnya Nek Tandi di To‟ Nanna‟.
P2 mengisahkan bahwa sejak kecil sering diikutkan oleh orang tuanya dalam ritual
ma‟nenek. Akhirnya diapun terlatih menjadi “ahli” dalam hal mengikat dan membungkusan jenazah atau tulang-tulang. P2
paham berapa jumlah simpul ikatan untuk setiap jenazah. Hal tersebut didasarkan pada jumlah kerbau yang dipotong pada saat upacara pemakaman
jenazah tersebut. Analisis P2 berdasarkan wawancara
I.Proses dukacita 1.Tangisan dan kerinduan
Yoo begitu mi anakku baru ada tempat untuk menangis karena waktu
baru meninggal pikirkan segala macam keperluan jadi tidak rasa
sedih.
Manee ri sito’doan uai matangku
air mataku
jatuh berlinang padahal selama ini saya
tidak merasakan apa-apa. Saya
menangis sambil
mengeluarkan batang
rabukna tulang-tulangnya kasian.
Betapa sakitnya mane sito’doan ri
uai matangku belanna mali’ku air mataku jatuh bercucuran karena
kerinduan yang dalam. Mandaka’
bang tu penaangku hatiku selalu Ekspresi
perasaan tersurat
dan tersirat berdasarkan observasi
Dua tahun menahan kesedihan yang dalam bukanlah sesuatu yang mudah
bagi P2. Maka
saat ritual ma‟nenek dilaksanakan itulah kesempatan
baginya untuk menangis meringankan segala beban yang
disimpannya selama ini Betapa berat dan dalamnya perasaan
kehilangan karena ditinggal adeknya.
60
mencari-cari. Dua tahun mi lebih dita
han mandaka’ penaa tapi kan tidak boleh menangis sudah dua
tahun saya hanya bisa menangis dalam hati saja
2.Penolakan Nakua penaangku matumbai na yaa,
mangura maro’paa. Minda paa la kisattuan na tae’ mo adingku lan
tondok hatiku
bertanya-tanya bahkan menolak, mengapa mesti
adekku yang masih muda, siapa lagi yang dapat kami andalkan di
kampung 3.Merasa bersalah
Terlamba’ liuna’ dikka’ rangi karebanna adingku dadi susi mi too.
Sitonganna bisa bang paa dipotau Sebenarnya masih bisa ditolong tapi
sayang
sekali saya
terlambat mendapat kabar tentang kondisi
kesehatan adekku Ada perasaan tak rela bahkan
menolak, mengapa harus adeknya yang secepat itu meninggal. P2
merasa sangat kehilangan sosok yang selama ini diandalkannya
Di sisi lain P2 merasa bersalah tak dapat menolong adeknya lebih cepat
padahal kemungkinan itu menurut dia, sebenarnya ada.
II.Ekspresi dukacita dan kehilangan Kuseroi dikka’ ku alloi sia
kukamayai saya
membersihkan tulang
–tulang adek saya lalu menjemurnya...ternyata beda waktu
saya membungkus tulang-tulangnya adekku. Kalau orang lain perasaan
biasa saja. Tapi ini adekku saya betul-betul
menangis sambil
keluarkan tulang-tulangnya
. Mungkin karena terlalu lama pendam
sedih. Padahal
waktu dipesta
diupacarakan biasa saja. Yaa karena pikirkan segala macam
keperluan jadi tidak rasa sedih. P2 mengungkapkan dukacita dan
kehilangan yang dirasakannya pada ritual ma‟nenek
dengan membersihkan, menjemur dan membungkus tuang-tulang
adeknya. Amat besar perbedaan yang P2
rasakan ketika merawat tulang-tulang adeknya dibandingkan dengan orang
lain
61
Waktu satu bulan mi lebih dikubur baru terasa.
Mapa’dik liuki’ pale’ maneri sito’doan uai matangku saya
baru merasakan betapa sakitnya ditinggal adekku.
Dua tahun lebih bayangkan itu bagaimana sedih ditahan lama-lama.
III .Makna ma‟nenek
Untung sudahmi ma‟nenek jadi kepalaku
yang kemarin-kemarin
berat sekali sudah langsung kayak kosong. Maringan liu mo Kepalaku
yang kemarin terasa amat berat kini menjadi ringan berkat ma‟nenek
Ma‟nenek menolong P2 mampu menerima kenyataan, perasaannya
juga menjadi ringan dari berbagai beban yang selama ini ditahannya.
Melalui proses dukacita , yakni tangisan dan kerinduan P2 menyadari betapa pentingnya ritual ma‟nenek karena pada saat itulah ia dapat mengungkapkan
dukacitanya yang tertunda selama ini karena sibuk mempersiapkan kebutuhan upacara pemakaman bagi adeknya. Pada sisi lain juga tradisi tidak
mengizinkan siapapun untuk menangis “tidak pada tempatnya”. Hal tersebut nampak antara lain dari ungkapan:
Yoo begitu mi anakku baru ada tempat untuk menangis karena waktu baru meninggal pikirkan segala macam keperluan jadi tidak rasa sedih. Manee ri
sito’doan uai matangku air mataku jatuh berlinang padahal selama ini saya tidak merasakan apa-apa. Betapa sakitnya
mane sito’doan ri uai matangku belanna mali’ku air mataku jatuh bercucuran karena kerinduan yang dalam.
Mandaka’ bang tu penaangku hatiku selalu mencari-cari. Dua tahun mi lebih ditahan mandaka‟ penaa tapi kan tidak boleh menangis. Reaksi lain
yang ditunjukkan oleh P2 atas kepergian adeknya adalah penolakan:
62
Nakua penaangku matumbai na yaa, mangura maro’paa. Minda paa la kisattuan
na tae’ mo adingku lan tondok hatiku berkata mengapa harus dia yang masih terlalu muda
Ada juga perasaan bersalah: Terlamba’ liuna’ dikka’ rangi karebanna adingku dadi susi mi too.
Sitonganna bisa bang paa dipotau Sebenarnya masih bisa ditolong tetapi sayang sekali saya terlambat mendapat kabar tentang kondisi kesehatan
adekku P2 mengekspresi dukacita dan kehilangan yang dirasakannya dengan
membersihkan tulang-tulang adeknya lalu menjemur dan menyimpannya kembali
Kuseroi dikka’ ku alloi sia kukamayai saya membersihkan dan merawatnya
Akhirnya bagi P2, m akna ma‟nenek adalah ritual dimana ia dapat
mengungkapkan segala kesedihan hatinya sehingga perasaannya menjadi lega
Untung sudahmi ma’nenek jadi kepalaku yang kemarin-kemarin berat sekali sudah langsung kayak kosong. Maringan liu mo
syukurlah, setelah ma‟nenek perasaan saya menjadi lega
3.Gambaran umum P3 Seorang ibu rumah tangga usia 53 tahun, mempunyai 4 orang anak.
Suaminya sudah bertahun-tahun menjadi TKI di Malaysia dan hanya sekali- kali pulang ke kampung. Dialah yang tinggal menjaga tongkonan sekaligus
menjadi orang tua tunggal bagi anak-anaknya dan 7 orang anak dari almarhum kakaknya. Wawancara dengannya berlangsung saat P3 sedang
63
duduk-duduk di pematang setelah menanam padi. Letak sawahnya tidak jauh dari kuburan keluarga besarnya. P3 sejak kecil juga sudah terbiasa
mengikuti ritual ma‟nenek namun ma‟nenek kali ini benar-benar berbeda dari sebelumnya. P3 mengatakan bahwa inilah
ma‟nenek kedua yang membuatnya benar-
benar sedih setelah ma‟nenek bagi ayahnya. Namun lama kelamaan akhirnya P3 merasa jauh lebih kuat kembali setelah bertemu
ayahnya lagi dan curhat kepada kakaknya. Baginya, m a‟nenek adalah obat
yang sangat mujarab.
3.Analisis P3 berdasarkan wawancara Proses dukacita
1.Tangis dan kerinduan Selalu mau menangis tapi kan tidak
boleh sembarang too, yaa ditahan mi saja
Saya
baru merasakan
betapa berartinya kakaku kasian. Lan bang
penaangku lai’saya memendam semua perasaan duka dalam hati
.Saya rindu sekali kakakku dia andalan kami kasian..
.sudah lama saya mau datang bercerita tetapi belum bisa jadi saya menangis
siang dan malam di rumah pada saat tidak ada orang..itu pun di sini saja
sambil menunjuk dada Natappe kan
dikka’ dia meninggalkan saya Saya selalu berharap dia datang dalam
mimpi. Menjenguk kami. Anak-anaknya juga masih kecil kasian....
“dikka’ tu kakak ku oo kakakku Oh kakak ku mengapa ini harus terjadi
2.Marah
saya dulu selalu marah dalam hati kenapa dia cepat pergi... .matumbai
dikka’ na kakang ku. Tae’ liu na tarimai
Ekspresi perasaan
tersurat dan
tersirat berdasarkan observasi Kerinduan
kepada almarhum
kakaknya selalu menghantui hari- hari P3. Betapa beratnya kehidupan
tanpa kakaknya lagi. Namun semua itu hanya dipendam
dalam hati oleh karena sebagai orang Toraja
pantang baginya
untuk menangis di sembarang tempat dan
waktu. P3
mencurahkan perasaan
kehilangan yang dialaminya bukan hanya
dengan tangis
dalam
64 penaangku. Lama’ apa mokan dikka’ na
tae’pa apa naissan te mai pia hatiku sangat sulit menerima, mengapa harus
kakakku yang begitu cepat harus meninggalkan kami.
3.Merasa bersalah
Ku kua tae’ dikka’ pabelang ku untoe penaam mu kakangku saya menyesal
tak mampu mempertahankan nyawa kakakku .
4.Menerima kenyataan
Inang laa tontong diingaran paa bua’ rika na laa sule pa. Inaang laa tontong
diingaran paa ko bua’ rika na laa sule pa
.mui la tappu’ tu uai matangku inang tae’ mo gai’na . de’ to na melae mo
dikka’ jo mai sakinna kenangan bersama kakakku tak akan pernah
terlupakan, namun kenyataan ini saya harus terima dengan lapang dada.
kerinduan namun
juga dengan
kemarahan atas kepergian kakaknya. P3 juga merasa bersalah seakan-akan
kematian kakaknya disebabkan oleh ketidakberdayaannya
melakukan sesuatu untuk menyelamatkan nyawa
kakaknya. Setelah sekaian lama memendam
perasaan
kehilangan, lalu
berkesempatan mengungkapkannya lewat ratapan dan tangis dalam ritual
ma‟nenek akhirnya P2 mampu menerima kenyataan itu.
“bua’ rika na laa sule pa” dia tak mungkin
kembali lagi.
III.Ekspresi dukacita dan kehilangan
Mbating na’ lai’, ku tonganni ungkaroi sarro budangku. yoo kalau tidak ada itu
ma’nenek terpaksa ditahan terus tapi berat di sini sambil pegang kepala lalu
dada. Dennoupa’ tontongkan dikka’ na
tiro. De’ too na melayo mo tu kakang ku saya meratap mengeluarkan seluruh isi
hatiku. Entah
bagaimana hidupku
seandain ya tidak ada ma‟nenek karena
disitulah tempatku bisa meratap
P3 merasa lega setelah mengungkapkan dukacitanya melalui
ratapan pada saat ritual.
IV. Makna ma‟nenek
Terima kasih ada ji bulan nenek. Bisa ketemu . Makan dan tidur sudah enak.
Bagi P3, ritual ma‟nenek telah menolongnya untuk memutuskan
65 Puas makka bating . Pedappi matoto’ ku
te ma’ nenek. Mata na ku sa’ ding yaa sambil pegang kepala lalu dada
ringan...ringan. saya puas setelah meratap, ringan rasanya...terimakasih
untunglah ada
ma‟nenek
Tumba yaa kapuanna gai’ na te ma’nenek. Karapanna yaa na tae’
koo la ma pa’dik bang mo’ aku dikka’ natemme’ rokko sussangku
betapa besarnya manfaat ma‟nenek bagi saya, seandainya tidk ada entah
bagaimana hidupkusetelah ditinggal kakakku
hubungan psikososial dengan almarhum kakaknya sehingga
sekalipun rasa sedih itu masih ada namun ada kelegaan, hati dan kepala
sudah terasa lebih ringan.
Kesimpulan P3 selalu berusaha menahan kesedihan yang dirasakannya di dalam hati.
Seringkali ingin ke makam kakaknya untuk menangis namun itu tak mungkin dilakukannya :
.sudah lama saya mau datang bercerita tetapi belum bisa jadi saya menangis siang dan malam di rumah pada saat tidak ada orang..itu pun di sini saja sambil
menunjuk dada Natappe kan dikka’ dia meninggalkan kami
Reaksi lain yang ditunjukkan P3 karena ketidakmampuan menerima kenyataan atas kepergian kakaknya yang dianggapnya terlalu cepat adalah
kemarahan, sikap tersebut nampak dari ungkapan:
“saya dulu selalu marah dalam hati kenapa dia cepat pergi... .matumbai dikka’ na kaka
ng ku. Tae’ liu na tarimai penaangku” mengapa harus kakakku, hatiku tak bisa menerima itu.
P3 tidak hanya marah atas kematian kakaknya namun juga merasa bersalah karena tidak dapat berbuat apa-apa untuk menolong nyawa kakaknya.
66 Ku kua tae’ dikka’ pabelang ku untoe penaam mu kakangku saya tidak berdaya
mempertahankan nyawamu kakakku. Setelah melewati waktu yang cukup panjang akhirnya P3 mampu menerima
kenyataan atas kepergian kakaknya Inang laa tontong diingaran paa bua’ rika na laa sule pa. Inaang laa tontong
diingaran paa ko bua’ rika na laa sule pa Kenangan bersama kakakku tak akan
pernah terlupakan, namun kenyataan ini saya harus terima dengan lapang dada.
Ia percaya bahwa Tuhan lah yang mengatur kehidupan setiap orang, Ku kua dikka mbai madosa mo’ ma’pasudung sia sengke lako Puang Matua
apa ko lan mata penaangku inang ku kanassai kumua kenna tang mamaseNa Puang umpamatoto’kan na laa ma’ apa tongan mokan dikka’.
Saya merasa berdosa telah marah kepada Tuhan atas kepergian kakakku tapi hati kecilku sungguh mengimani bahwa hanya Tuhanlah sumber kekuatan
bagiku untuk menerima kenyataan ini
Meratap sambil mengungkapkan semua dukacita yang terpendam selama ini menjadi pilihan P3 untuk mengekspresikan dukacita dan kehilangan yang
dirsakannya: Mbating na’ lai’, ku tonganni ungkaroi sarro budangku
saya meratap mengeluarkan seluruh isi hatiku.
P3 memaknai ma‟nenek sebagai obat manjur pengobat dukacitanya yang
terpendam selama ini.
Pedappi matoto’ ku te ma’ nenek. Mata na ku sa’ ding ma‟nenek adalah obat mujarab bagi saya, perasaanku menjadi lega.
4.Gambaran umum P4 P4 adalah seorang pemuda berusia 29 tahun, anak sulung dari 7
bersaudara. Menyelesaikan pendidikan S1 di sebuah universitas di Surabaya.
67
Setelah tamat P4 melamar pekerjaan dan diterima sebagai salah satu karyawan PT Pelni di Jakarta. Dialah yang saat ini menjadi harapan keluarga
untuk membiayai semua adek-adeknya dan membayar utang upacara pemakaman ayahnya.
Analisis P4 berdasarkan wawancara I.Aspek dukacita dan kehilangan
1.Tangis dan kerinduan
Saya juga tidak tenang selalu didatangi papa dalam mimpi
kalau sudah begitu saya langsung bangun
menangis ternyata
papaku benar-benar telah pergi.
2.Putus asa Kadang saya berfikir lebih baik saya
pulang saja urus adek-adek. Apa gunanya saya bekerja lagi toh papa
juga tidak ikut nikmati gaji saya. 3.Marah
Jujur saya marah
. Papa terlalu cepat pergi. Mengapa Tuhan seperti itu sama
kami kasian. mengepalkan tangan, diam lalu tertunduk. Apa yang harus ku
lakukan untuk adek-adekku. 4.Merasa bersalah
Merasa bersalah
ka’. Kasian sekali papaku terlambat di antar ke Makassar
untuk berobat karena di Jakarta ka‟. Padahal kalau lihat keadaannya waktu
itu masih besar ji peluang untuk sembuh Tapi yaa begitu ...gara-gara saya
terlambat datang
5.Menerima kenyataan
Saya sebenarnya masih sedih tapi toh
Ekspresi perasaan
tersurat dan
tersirat berdasarkan observasi Kerinduan P4 pada sosok ayah sering
terbawa dalam mimpi Pencurahan perasaan dilakukan oleh
P4, kadang putus asa, merasa bahwa apapun yang dilakukannya
tak ada artinya tanpa papanya lagi. Disatu sisi P4 juga marah atas
kepergian papanya yang dianggap terlalu cepat
Namun di sisi lain P4 merasa bersalah karena tak mampu
menolong papanya lebih cepat Setelah pencurahan berbagai macam
68 semua sudah terjadi. Saya bersyukur
bisa lebih kuat. Sekarang ini kalau ingat papa langsung telpon adek-adek di
kampung sebagai
pengobat rindu,
sesudah bicara dengan mereka hatiku jauh lebih tenang. Hidup mesti jalan
terus sekalipun tanpa papa lagi
perasaan, akhirnya P4 menyadari bahwa kepergian papanya adalah
kenyataan yang harus ia terima. Oleh karena itu berkomunikasi dengan
adeknya setiap kali rasa rindu itu datang adalah cara paling tepat untuk
mengobati rasa kehilangannya.
II.Ekspresi dukacita dan kehilangan
Menangis ka’ kasian apa lagi waktu
papa ku dijemur Pokoknya menangis teruska‟ ..saya
minta papaku saat ma‟nenek dikasih berdiri lalu saya lap mukanya dengan
handuk. Saya pegang lama dan peluk dari belakang supaya tidak jatuh.
P4 mengungkapkan dukacitanya saat ma‟nenek dengan menangis,
membersihkan wajah papanya dengan handuk bahkan memeluknya.
III .Makna ma‟nenek
ma‟nenek itu yang bikin saya sekarang tidak stres berat lagi kayak dulu. Di
kuburan saya menangis saya bilang papa cepat sekali pergi adek-adekku
tidak ada yang urus lagi. dia kemudian menceritakan bahwa selama hidup
bapaknyalah yang mengurus adek- adeknya.
Jauh beda memang kak. Tapi waktu
sudahmi saya ma‟nenek pertama dan mengungkapkan semua perasaanku di
kuburannya papa, lebih tenangmo‟ tidak
mimpi buruk lagi. Cuma memang masih selalu membayangkan papa selalu di
rumah dengan adek-adekku. Saya juga tidak pusing dan mual-mual
lagi.
M a‟nenek menolong P4 untuk
memutuskan hubungan psikososial dengan papanya. Ada kelegaan,
ketenangan dan semangat untuk melanjutkan kehidupan sekalipun
tanpa papanya lagi
69
Kesimpulan Selama menunggu dilaksanakannya ritual ma‟nenek bagi ayahnya
beban hidupnya terasa begitu berat sekalipun gajinya untuk membayar utang-utang adat maupun kebutuhan hidup dan pendidikan adek-adeknya
bukanlah masalah bagi dia. P4 selalu merasa ada sesuatu yang paling penting telah hilang dari kehidupannya. Hidup tanpa ayah baginya berarti kehilangan
segala-galanya. Proses dukacita yakni tangisan, kerinduan, putus asa, marah dan perasaan
bersalah yang dirasakannya datang silih berganti,
Saya juga tidak tenang selalu didatangi papa dalam mimpi,... a
pa gunanya saya bekerja lagi toh papa juga tidak ikut nikmati gaji saya,.... jujur saya marah
papa terlalu cepat pergi, mengapa Tuhan seperti itu sama kami ...merasa bersalah ka’, kasian sekali papaku terlambat di antar ke Makassar untuk berobat padahal
kalau lihat keadaannya waktu itu masih besar ji peluang untuk sembuh .
Pada akhirnya, setelah melewati proses dukacita akhirnya P4 mampu menerima kenyataan:
Saya sebenarnya masih sedih tapi toh semua sudah terjadi. Saya bersyukur bisa lebih kuat. Sekarang ini kalau ingat papa langsung telpon adek-adek di kampung
sebagai pengobat rindu, sesudah bicara dengan mereka hatiku jauh lebih tenang. ..hidup mesti jalan terus sekalipun tanpa papa lagi
Menangis, membersihkan dengan handuk, memeluk jenazah ayahnya saat ritual ma‟nenek adalah cara P4 mengekspresi dukacita dan kehilangan yang
dirasakannya.
Pokoknya menangis teruska’ ..saya minta papaku saat ma’nenek dikasih berdiri lalu saya lap mukanya dengan handuk. Saya pegang lama dan peluk
dari belakang supaya tidak jatuh.
Bagi P4 ma‟nenek memberikan makna yang sangat berbeda. Setelah
ma‟nenek, Ia merasakan ketenangan dan tidak lagi mimpi buruk. Jauh beda memang. Dulunya
sebelum ma’nenek saya tidak pernah tenang papaku selalu datang dalam mimpi. Seakan-akan dia mengatakan mengapa
tidak pernah jenguk dia. ...Tapi waktu sudahmi saya ma’nenek pertama dan
70
mengungkapkan semua perasaanku di kuburannya papa, lebih tenangmo’ tidak mimpi buruk lagi.
5.Gambaran umum P5 Seorang perempuan berusia 25 tahun adalah adek dari P4, dia telah
menyelesaikan studinya di sebuah universitas di Makassar. Setelah tamat P5 mencoba melamar pekerjaan dan akhirnya di terima di PT Pertamina dan
ditempatkan di kantor pusat Semarang. Wawancara berlangsung di rumah kontrakannya di Makassar.
Pada saat ma‟nenek, P5 histeris bahkan sampai pingsan ketika peti ayahnya pertama kali dibuka. Dalam tangisannya dia
mengungkapkan kerinduan pada ayahnya yang begitu cepat pergi. P5 merasa kini tidak ada lagi yang dia bisa banggakan untuk melindungi dia dan
saudara-saudaranya, tidak punya siapa-siapa lagi karena semasa hidup ayahnyalah yang lebih banyak memperhatikan mereka.
Kurang lebih 6 bulan setelah ma‟nenek peneliti bertemu lagi dengan
P5, wajahnya jauh lebih ceria P5 lebih bersemangat menjawab pertanyaan- pertanyaan sekalipun kadang terlihat sedih saat mengingat masa-masa ketika
ayahnya masih hidup. P5 mengatakan bahwa semangat hidupnya kini sudah bangkit setelah punya kesempatan mencurahkan segala beban pikirannya
selama ini pada ayahnya. P5 menyadari bahwa ayahnya yang sudah meninggal tidak mungkin mendengar semua itu tetapi yang kini ia rasakan
adalah jauh lebih tenang. Berat badannya naik, makanan dan tidur sudah bisa ia nikmati lagi.
Analisis P5 berdasarkan wawancara I.Proses dukacita
1.Tangis dan kerinduan Sejak papa meninggal
tidak enak
Ekspresi perasaan
tersurat dan
tersirat berdasarkan observasi Menahan tangis dan kerinduan akibat
71 makan
. Tidak mampuka‟ ..selalu menangis karena rindu sama papa.
...Tapi Ini sudah naik 3 kg setelah ma‟nenek kelihatan gembira
lebih tenang mi kurasa . Bisa menangis sepuasnya di kuburan papa. Lega,
ringan, jadi enak makan tidak kayak dulu lagi kalau tidak kesehatan lebih
baik saya tidak usah makan saja.
2. Marah
Saya pernah marah sama Tuhan..saya bilang kenapa kasian harus papa ku .
Masih banyak ji orang yang lebih tua. Papaku masih kuat, masih sangat kami
butuhkan
kehilangan yang teramat dalam membuat P5 mengalami gangguan
bukan hanya secara psikis tetapi juga fisik.
P5 juga marah kepada Tuhan memprotes kepergian papanya yang
dianggap terlalu cepat
II.Ekspresi dukacita dan kehilangan
saya menangis, bilang kami rindu papa, jangan tinggalkan kami, kami tidak bisa
tanpa papa.
M enangis pada saat ritual ma‟nenek
adalah cara P5 mengungkapkan dukacitanya yang dalam.
III. Makna ma‟nenek
Masih sedih kak..tapi setelah menangis di kuburan..lega, ringan, enak makan,
berat badanku sudah naik, tidak lagi bangun tengah malam, dada juga tidak
sakit lagi. Kami juga tidak mau sia- siakan harapan dan perjuangan papa
selama ini bagi kami. Sangat berat ditinggal papa tapi hidup mesti jalan
terus . Kami harus mandiri sebagimana harapan papa.
Ma‟nenek menolong P5 menerima kenyataan bahwa papanya kini tiada
lagi namun hidup dan perjuangannya tak boleh berhenti
72
Kesimpulan Kehilangan ayah yang selama ini dirasakan sebagai sosok yang sangat dekat
dengan anak-anaknya menyisakan dukacita yang dalam bagi P5. Melalui proses dukacita nampak bahwa kesedihan yang dalam mengakibatkan P5
mengalami gangguan makan, sehingga berat badannya pun turun. Sejak papa meninggal tidak enak makan, t
idak mampuka’ ..selalu menangis karena rindu sama papa.
P4 juga mencurahkan perasaannya melalui kemarahan, Saya pernah marah sama Tuhan..saya bilang kenapa kasian harus papa ku . Masih banyak ji
orang yang lebih tua. Papaku masih kuat, masih sangta kami butuhkan Namun akhirnya P5 mampu melewat masa-masa tersulit dan menerima
kenyataan atas kepergian papa yang sangat dirindukannya. Masih sedih..tapi setelah menangis di kuburan..lega, ringan, enak makan,
berat badanku sudah naik, tidak lagi bangun tengah malam, dada juga tidak sakit lagi. Kami juga tidak mau sia-siakan harapan dan perjuangan papa
selama ini bagi kami. Sangat berat ditinggal papa tapi hidup mesti jalan terus .
6.Gambaran umum P6 P6 adalah seorang kakek berusia 65 tahun, adek bungsu dari alm.Nek
Tandi, paman dari almarhum Toding. Satu-satunya anak lelakinya yang merupakan bungsu dari tiga bersaudara meninggal 4 tahun yang lalu di
perantauan, jenazahnya tidak dibawa pulang dan dikuburkan di Kalimantan . Sepanjang bulan Agustus 2013 P6 selalu berada di kuburan kakak dan adek
sepupunya almarhum Toding untuk membersihkan, menanam pohon, bunga atau hanya sekedar duduk-duduk minum kopi yang dia bawa dari rumah.
Kepergian putranya yang begitu mendadak, disusul kemanakannya membuatnya benar-benar patah semangat.
73
Analisis P6 berdasarkan wawancara I.Proses dukacita
1.Putus asa
Apa para dikka’ gai’ ku tuo male nasang mo tee to ku sattuanan tak ada
artinya lagi saya hidup, karena semua yang kuandalkan telah pergi
...begini mi saja...saya selalu duduk duduk saja kasian melihat kuburan
kakak dan kemanakan dari jauh. koo bisa paa di boko pi..ke denni
keluarga mambela mane’ rampo setelah ma‟nenek masih bisa ke
kuburan tetapi hanya “dicuri” dibuka sebentar kalau ada keluarga yang baru
tiba dari jauh.
Ekspresi perasaan
tersurat dan
tersirat berdasarkan observasi P6 merasa putus asa karena di
usianya yang sudah lanjut justru orang-orang yang diandalkannya
telah pergi. Kadang ia sangat rindu namun
“berjumpa lagi” dengan kakak dan kemanakan namun hanya bisa sesaat
jika ada keluarga yang datang dari perantauan.
II.Ekspresi dukacita dan kehilangan
Dampi na’ dikka’ pa’dikku belanna inde malolle’...na turu’ omo inde to
masaang adikku. Tang pa kulle tongan mo’ matanya nampak berkaca-kaca.
Saya mengobati luka hatiku karena ditinggal kedua orang terkasih yang
masih sangat muda. Saya
sering duduk-duduk
sendiri melihat kuburan anak dan adekku dari
jauh. Hanya itu kasian yang bisa kulakukan
untuk mengobati
rinduku...tidak mungkin
saya menceritakan penderitaan ku ini Mereka
meninggal muda
diam, tertunduk
sambil memijit jari-jarinya.
Membersihkan kuburan hampir setiap hari di bulan Agustus 2013
bahkan kadang-kadang hanya duduk dan melihat kuburan dari jauh,
merupakan cara P6 untuk mengobati rasa kehilangan yang amat dalam
akibat ditinggal anak dan kemanakannya di usia yang masih
muda.
III. Makna ma‟nenek
Iyo lai’ matana ku sa’ding...koo den bang paa yaa lan penaa paa bua’ rika.
Tae’ na laa eloran misa ki To
Bagi P6 makna ma‟nenek adalah sarana dimana ia dapat
74 Tumampata saya merasa lega...yaa
masih tersimpan dalam hati semua kenangan, tapi ini lah kenyataan yang
harus saya terima Kepala saya tidak terlalu pusing mi lagi
selama mangka
ma‟nenek. Membersihkan kuburan adalah obat
mujarab bagi saya. Yaa..makanan sudah enak saya telan,
tidur juga sudah bisa...ringan mi ku rasa nak.
La sala raka pangato’ na Puang . Dennoupa’ na tontong pa matoto’ kan
Mangka omiki’ ma’ nenek...den raka mi anga’
Ku kua kenna sae sia mo sola duai lan pangimping ku m
etaa ke mamali’ ona’
Tuhan tidak mungkin salah, semoga anak dan adekku selalu datang dalam
mimpi setiap kali saya merindukan mereka
mengungkapkan dukacitanya sehingga perasaannya menjadi lega,
mampu menerima perpisahan dengan orang-orang yang sangat dikasihinya.
Kesimpulan Bagi P6
ma‟nenek bagi almarhum Toding sekaligus menjadi kesempatan untuk melampiaskan kerinduan dan dukacita yang amat dalam
atas kepergian anaknya yang masih muda secara mendadak dalam sebuah kecelakaan kerja di Kalimantan.
Melalui proses dukacita P6 sempat merasa putus asa karena di usianya yang sudah lanjut justru orang-orang yang diandalkannya telah pergi.
Apa para dikka’ gai’ ku tuo male nasang mo tee to ku sattuanan
tak ada lagi artinya saya hidup, karena semua yang kuandalkan telah pergi
Seluruh rasa duka dan kehilangan yang dialami P6, diekspresikan dengan mengunjungi kuburan keluarganya hampir setiap hari dibulan Agustus.
Membersihkan atau hanya sekedar duduk-duduk minum kopi mengenang
75
kembali kebersamaan dengan ayah, anak dan kemanakannya, bahkan sebelum ritul ma‟nenek P6 hanya bisa melihat kuburan keluarganya dari jauh
untuk megobati rasa rindunya.. Da
mpi na’ dikka’ pa’dikku belanna inde malolle’...na turu’ omo inde to masaang adikku. Tang pa kulle tongan mo’
Saya mengobati luka hatiku karena ditinggal kedua orang terkasih yang masih sangat muda
. Setelah ma‟ma‟nenek P6 merasakan kelegaan. Kesepian tetap terasa namun
P6 kini mampu menerima kenyataan yang teramat berat itu, kehilangan anak yang masih sangat muda disusul lagi oleh kemanakannya yang selama ini
berperan sebagai tokoh mayarakat. M
atana ku sa’ding...koo den bang paa yaa lan penaa paa bua’ rika hatiku merasa lega . Yaa..makanan sudah enak saya telan, tidur juga sudah bisa.
La sala raka pangato’ na Puang . Dennoupa’ na tontong pa matoto’ na’ Tuhan tidak mungkin salah, semoga IA tetap menguatkanku
C. Memeriksa keabsahan data