PENGARUH PENINGKATAN DOSIS PUPUK NPK (16:16:16) DAN PUPUK HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL CABAI KERITING (Capsicum annuum L.)
PENGARUH PENINGKATAN DOSIS PUPUK NPK (16:16:16) DAN
PUPUK HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
CABAI KERITING (
Capsicum annuum
L.)
(Skripsi)
Oleh
Ari Wibowo
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
BANDAR LAMPUNG
2014
(2)
(3)
ABSTRAK
PENGARUH PENINGKATAN DOSIS PUPUK NPK (16:16:16) DAN
PUPUK HAYATI TERHADAP PERTUMBUHAN DAN HASIL
CABAI KERITING (
Capsicum annuum
L.)
Oleh
Ari Wibowo
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh peningkatan dosis pupuk
NPK (16:16:16) dan dosis pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman
cabai (
Capsicum annuum
L.). Penelitian dilaksanakan sejak Desember 2013
–
Mei 2014 di Desa Candimas Kecamatan Natar, Lampung Selatan. Penelitian
disusun menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan faktor
pertama terdiri atas tiga taraf yaitu A
0= tanpa pupuk NPK, A
1= 25 g/tanaman,
A
2= 50 g/tanaman, A
3= 75 g/tanaman, dan faktor kedua terdiri atas tiga taraf
yaitu B
0= tanpa pupuk hayati, B
1= 4 ml/tanaman dan B
2= 8 ml/tanaman. Seluruh
perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan jumlah petak percobaan sebanyak 36
petak. Parameter yang diamati/diukur meliputi tinggi tanaman, diameter batang,
jumlah cabang, jumlah bunga gugur, bobot kering tanaman, jumlah buah, panjang
buah, diameter buah, bobot buah/buah, dan berat buah/tanaman. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa pemberian dosis pupuk NPK 25 g/tanaman (500 kg/ha)
mampu menghasilkan produksi cabai yang setara dengan dosis pupuk NPK 50
g/tanaman (1000 kg/ha). Pemberian pupuk hayati dengan dosis 8 ml/tanaman
(4)
mampu menghasilkan bobot buah cabai hingga 1.3 kg/tanaman atau meningkat
sebesar 30% dari potensi produksi. Pemberian pupuk NPK 50 g/tanaman yang
dikombinasikan dengan pupuk hayati 8 ml/tanaman mampu menghasilkan jumlah
buah hingga 30% lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan kontrol, yakni
sebanyak 252,67 buah.
(5)
(6)
(7)
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Desa Candimas Kecamatan Natar, Kabupaten Lampung
Selatan pada tanggal 14 Agustus 1992. Penulis merupakan anak ketiga dari tiga
bersaudara yang lahir dari pasangan Bapak Paryono Supardi (Alm) dan Ibu Ami
Supadmi.
Tahun 2004 penulis lulus dari SD Negeri 2 Candimas, kemudian pada tahun 2007
penulis menyelesaikan pendidikan di SMP Swadhipa 1 Natar. Selanjutnya penulis
lulus dari SMA Swadhipa Natar pada tahun 2010. Penulis merupakan mahasiswa
penerima beasiswa Bidik Misi yang diterima pada Jurusan Agroteknologi
Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010 melalui jalur SNMPTN.
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kepanitiaan dan organisasi.
Pada tahun 2010-2013 penulis menjadi Koordinator Fakultas Pertanian dalam
Forum Komunikasi Mahasiswa Bidik Misi Universitas Lampung. Tahun
2010-2011, Penulis menjadi anggota Korps Muda Badan Eksekutif Mahasiswa tingkat
universitas dan anggota Keluarga Muda Forum Studi Islam (FOSI) Fakultas
Pertanian. Tahun 2011-2012, Penulis menjadi anggota bidang akademik di FOSI
Fakultas Pertanian.
(9)
Penulis berkesempatan menjadi asisten matakuliah Produksi Tanaman Hias pada
semester genap tahun 2013 dan 2014 dan matakuliah Produksi Tanaman
Hortikultura pada tahun 2014. Penulis juga menjadi asisten untuk beberapa
matakuliah lain seperti Budidaya Nir Tanah tahun 2013, Hama Nir Serangga
tahun 2013, Bioekologi Hama Tumbuhan tahun 2013, Pengendalian Hama
Tanaman tahun 2014, Perlindungan Hutan tahun 2014, dan Produksi Tanaman
Sayur tahun 2014.
Pada bulan Januari 2013 penulis mengikuti kegiatan Kuliah Kerja Nyata Tematik
Universitas Lampung di Pekon Tanjung Anom Kecamatan Kotaagung Timur,
Kabupaten Tanggamus. Kemudian pada bulan Juli 2013 penulis mengikuti
kegiatan Praktik Umum di Taman Buah Mekarsari Cileungsi Bogor.
(10)
Dengan menyebut nama Allah dan mengucapkan Alhamdulillahirobbil’alamin
Sebagai wujud baktiku kupersembahkan karya sederhana ini kepada:
Almarhum Bapak-ku dan Ibu-ku yang tersayang
Untuk kesabaran yang tak terhingga dan kasih sayang yang tak ternilai selama
membesarkanku hingga saat ini.
Keluarga
Terimakasih atas semangat dan dorongan yang selalu terselip dalam sukacita.
Sahabat dan Teman-teman
Penghibur dikala suka dan duka, penyemangat dalam setiap langkahku.
Almamater tercinta
Fakultas Pertanian Universitas Lampung
(11)
“Tidaklah seorang muslim yang menanam suatu tanaman (bercocok tanam)
kemudian hasilnya dimakan oleh manusia, burung, atau hewan melainkan
bernilai sedekah baginya
”
(HR. Bukhari & Muslim)
“
Barangsiapa bertakwa kepada Allah, niscaya akan diberi jalan keluar dari
setiap urusannya dan diberi pertolongan dari tempat yang tak terduga, dan
barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, niscaya akan di cukupi segala
kebutuhannya
”
(QS Ath-Thalaq: 2-3)
“To be on the top, you must be hard work ; To stay on th
e top, you must have a
character”
(Anonim)
“Pendidikan memang tidak menjamin kesuksesan, tetapi tanpa pendidikan,
kehidupan menjadi lebih sulit”
(Mario Teguh)
“Tidak ada keahlian yang bisa dibangun hanya dalam khayalan dan lamunan ;
semakin anda melakukan semakin anda mampu
”
(Mario Teguh)
(12)
SANWACANA
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK (16:16:16) dan konsentrasi
pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai (
Capsicum annuum
L.)”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana
pertanian pada Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung.
Penelitian ini dilaksanakan karena adanya keinginan untuk meningkatkan
efektivitas penggunaan pupuk dan meningkatkan produktivitas cabai merah
keriting. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini tidak akan
terselesaikan dengan baik tanpa adanya dorongan, bimbingan, dan bantuan dari
berbagai pihak. Oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1.
Ir. Kus Hendarto, M. S., selaku pembimbing pertama dan pembimbing
akademik, yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan
penelitian dan penulisan skripsi;
2.
R. A, Diana Widyastuti, S. P., M. Si., selaku selaku pembimbing kedua yang
telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan
penulisan skripsi;
(13)
3.
Ir. Yohannes Cahya Ginting, M. P., selaku selaku dosen pembahas yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan selama kegiatan penelitian dan
penulisan skripsi;
4.
Bapak Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M. S., selaku Dekan Fakultas
Pertanian Universitas Lampung;
5.
Bapak Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat, M. P., selaku Ketua Jurusan
Agroteknologi Universitas Lampung;
6.
Bapak Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M. Sc., selaku Ketua Bidang Budidaya
Pertanian Universitas Lampung;
7.
Keluargaku tercinta yang telah memberikan kasih sayang tak terbatas, doa dan
dukungannya;
8.
Teman-teman seperjuangan, Esti Hikmawati, Astri Wulandari, Anissa Indra
Wati, Alawiyah, Fidya Gustriana, Intan Andya , Candra Susyanti, Eko
Andrianto, Leni Fitri, Dwi Fajri, dan teman yang lainnya yang selalu
memberikan semangat bagi penulis;
9.
Teman-teman Bidik Misi seperjuangan, Etha Azizah H., Neno Risky, Heny
Susanti, Desis Kurniyati, Yasin Yahya, Taufik Mahfut, dan teman yang
lainnya yang selalu memberikan semangat bagi penulis;
10.
Inang Mustadi dan Marzuki, atas tenaga dan waktu untuk membantu
Penelitian.
Semoga hasil penelitian ini berguna bagi yang memerlukan.
Bandar Lampung, Agustus 2014
(14)
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR TABEL. ...
xvi
DAFTAR GAMBAR. ...
I.
PENDAHULUAN ...
1.1
Latar Belakang dan Masalah. ... 1
1.2
Tujuan Penelitian. ... 5
1.3
Kerangka Pemikiran. ... 5
1.4
Hipotesis. ... 8
II.
TINJAUAN PUSTAKA ...
10
2.1
Deskripsi umum tanaman cabai. ... 10
2.2
Deskripsi umum pupuk NPK. ... 11
2.3
Deskripsi pupuk hayati. ... 13
III.
BAHAN DAN METODE ...
16
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian. ... 16
3.2 Bahan dan Alat. ... 16
3.3 Metode Penelitian. ... 17
3.4 Pelaksanaan Penelitian. ... 18
3.4.1 Persemaian. ... 18
3.4.2 Persiapan lahan. ... 19
3.4.3 Penanaman ... 20
3.4.4 Aplikasi perlakuan. ... 20
3.4.5 Pemeliharaan. ... 21
3.4.6 Pemanenan. ... 21
xviii
1
16
10
(15)
3.4.7 Analisis tanah.
...
22
3.5
Variabel Pengamatan. ... 22
3.5.1
Tinggi tanaman. ... 22
3.5.2
Diameter batang. ... 22
3.5.3
Jumlah cabang. ... 23
3.5.4
Jumlah bunga gugur. ... 23
3.5.5
Jumlah buah. ... 23
3.5.6
Diameter buah. ... 23
3.5.7
Panjang buah. ... 23
3.5.8
Bobot buah/buah. ... 24
3.5.9
Berat buah/tanaman. ... 24
3.5.10
Bobot kering tanaman. ... 24
IV.
HASIL DAN PEMBAHASAN ...
24
4.1 Hasil Penelitian. ... 25
4.2 Pembahasan. ... 32
V.
KESIMPULAN DAN SARAN ...
42
5.1 Kesimpulan. ... 43
5.2 Saran. ... 43
PUSTAKA ACUAN
LAMPIRAN
43
25
(16)
DAFTAR TABEL
Tabel
Halaman
1.
Komposisi Pupuk Hayati Organox
.
... 17
2.
Perlakuan yang digunakan dalam penelitian. ... 18
3.
Rekapitulasi hasil analisis ragam untuk pengaruh peningkatan
Dosis pupuk NPK (16:16:16) dan pupuk hayati terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai. ... 27
4.
Pengaruh interaksi pupuk NPK dan pupuk hayati terhadap
Jumlah buah cabai ... ... 28
5.
Rekapitulasi pengaruh dosis pupuk NPK dan pupuk hayati
terhadap pertumbuhan tanaman cabai pada pengamatan
terakhir ... 29
6.
Rekapitulasi pengaruh dosis pupuk NPK dan pupuk hayati terhadap
produksi tanaman cabai pada pengamatan terakhir. ... 31
7.
Deskripsi Varietas Lado F1. ... 51
8.
Data analisis tanah di lokasi penelitian. ... 52
9.
Data tinggi tanaman pada pengamatan terakhir. ... 62
10.
Analisis ragam tinggi tanaman. ... 62
11.
Data diameter batang pada pengamatan terakhir. ... 63
12.
Analisis ragam diameter batang . . ... 63
(17)
14.
Analisis ragam jumlah cabang. ... 64
15.
Data jumlah bunga gugur total. ... 65
16.
Analisis ragam jumlah bunga gugur total. ... 65
17.
Data jumlah buah total. ... 66
18.
Analisis ragam jumlah buah total. ... 66
19.
Data panjang buah rata-rata. ... 67
20.
Analisis ragam panjang buah. ... 67
21.
Data diameter buah rata-rata. ... 68
22.
Analisis ragam diameter buah. ... 68
23.
Data rata-rata bobot satu buah. ... 69
24.
Analisis ragam rata-rata bobot satu buah. ... 69
25.
Data bobot buah/tanaman. ... 70
26.
Analisis ragam bobot buah/tanaman. ... 70
27.
Data bobot kering tanaman. ... 71
28.
Analisis Ragam bobot kering tanaman . ... 71
70
(18)
DAFTAR GAMBAR
Gambar
Halaman
1.
Skema kerangka pemikiran. ... 8
2.
Pembibitan tanaman cabai ... 18
3.
Persiapan lahan penelitian. ... 19
4.
Denah petak penelitian di lapangan ... 50
5.
Buah cabai yang
terserang lalat buah………...
.52
6.
Kondisi tanaman saat berusia 20 HST………... 54
7.
Tanaman cabai berusia 30 HST. ... 53
8.
Panjang buah pada saat petik panen ke-7... 53
9.
Tanaman yang terserang layu fusarium... 53
10.
Tanaman cabai usia 100 HST ... 54
11.
Perbandingan diameter batang tanaman cabai. ... 54
12.
Buah cabai yang akan ditimbang...
.54
13.
Grafik pengaruh perlakuan berbagai dosis pupuk NPK dengan
tanpa pupuk hayati terhadap bobot buah/tanaman. ... 55
14.
Grafik pengaruh pupuk NPK terhadap rata-rata bobot
satu buah.
15.
Grafik pengaruh pupuk NPK terhadap tinggi tanaman. ... 55
53
55
52
52
53
(19)
16.
Grafik pengaruh konsentrasi pupuk hayati 8 ml/tan. yang
dikombinasikan dengan berbagai dosis pupuk NPK
terhadap bobot buah/tanaman. ... 56
17.
Grafik pengaruh pupuk hayati terhadap rata-rata
bobot buah. ... 57
18.
Grafik pengaruh pupuk hayati terhadap tinggi tanaman. ... 57
19.
Grafik pengaruh perlakuan berbagai dosis pupuk NPK
dengan tanpa pupuk hayati terhadap jumlah buah. ... 58
20.
Grafik pengaruh perlakuan pupuk NPK dengan konsentrasi
pupuk hayati 8 ml/tan. terhadap jumlah buah. ... 58
21.
Grafik diameter batang pada pengamatan terakhir. ... 59
22.
Grafik jumlah cabang pada pengamatan terakhir. ... 59
23.
Grafik jumlah bunga gugur pada pengamatan terakhir. ... 60
24.
Grafik panjang buah rata-rata. ... 60
25.
Grafik diameter buah pada pengamatan terakhir. ... 61
(20)
1
I.
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang dan Masalah
Cabai keriting (Capsicum annuum L.) merupakan salah satu jenis sayuran penting
di Indonesia. Selain memiliki nilai gizi yang cukup tinggi, cabai juga memiliki
nilai ekonomi yang tinggi. Pemanfaatan cabai sebagai bumbu masak atau
sebagai bahan baku berbagai industri makanan, minuman dan obat-obatan
membuat cabai semakin menarik untuk diusahakan. Produksi cabai nasional
yang masih rendah seringkali membuat pasokan cabai dipasaran terbatas.
Pasokan cabai yang terbatas berakibat terjadinya fluktuasi harga yang besar.
Perbaikan terhadap sistem produksi cabai merupakan salah satu cara untuk
meningkatkan produksi cabai. Peningkatan produksi cabai akan menjaga pasokan
cabai di pasar tetap stabil sehingga fluktuasi harga dapat ditekan.
Berdasarkan deskripsi botanisnya, tanaman cabai memiliki potensi produktivitas
hingga 20 ton/ha. Namun, fakta di lapangan menunjukkan bahwa produksi cabai
rata-rata jauh dari potensi produksinya. Pada tahun 2012, produksi cabai di
Indonesia hanya mencapai 1.656.615 ton dari luas panen yang mencapai 242.366
hektar. Jumlah tersebut menunjukkan bahwa produktivitas tanaman cabai
nasional hanya mencapai 6,84 ton/ha. Sementara itu, produksi rata - rata cabai di
Provinsi Lampung pada tahun 2012 hanya mencapai 56.748 ton dari luasan panen
sebanyak 7.959 hektar. Jumlah tersebut juga menunjukkan bahwa produktivitas
(21)
2
cabai di Provinsi Lampung hanya mencapai 7,13 ton/ha (Badan Pusat Statistik,
2013).
Salah satu faktor yang mempengaruhi produksi cabai nasional adalah kondisi
tanah yang kurang subur akibat digunakan secara terus-menerus. Tindakan
budidaya yang tepat diperlukan untuk mendapatkan produksi tanaman yang
tinggi pada tanah yang kurang subur tersebut. Salah satu tindakan yang dapat
dilakukan adalah dengan cara melakukan pemupukan. Pupuk merupakan bahan
yang mendukung kesuburan tanah karena berisi satu atau lebih unsur untuk
menggantikan unsur yang telah diabsorsi oleh tanaman (Lingga, 2007). Tanaman
cabai termasuk tanaman yang memerlukan unsur hara N, P, dan K dalam jumlah
yang relatif banyak. Oleh karena itu, untuk mendapatkan produksi yang
maksimal, tanaman cabai harus diberi asupan unsur hara yang optimal.
Pemupukan merupakan salah satu kunci utama keberhasilan peningkatan
produksi cabai di Indonesia. Dampak pemupukan yang efektif akan terlihat pada
pertumbuhan tanaman yang optimal dan produksi yang meningkat dengan
signifikan. Unsur hara N, P, dan K merupakan unsur hara makro yang sangat
dibutuhkan bagi tanaman cabai. Menurut Hasibuan (2004), unsur hara N, P, dan
K didalam tanah umumnya tidak cukup untuk menunjang pertumbuhan tanaman.
Hal ini karena unsur hara di dalam tanah terus-menerus diserap untuk
pertumbuhan tanaman. Sementara itu, penambahan unsur hara dari hasil
dekomposisi bahan organik tidak memadai. Selain itu, unsur hara di dalam tanah
juga mengalami proses pencucian, penguapan, dan tererosi sehingga membuat
ketersediaan unsur hara semakin berkurang.
(22)
3
Saat ini, telah berkembang berbagai jenis pupuk di pasaran, baik yang organik
maupun non organik. Salah satu pupuk yang dapat digunakan untuk memenuhi
kebutuhan unsur hara pada budidaya cabai adalah pupuk NPK Mutiara
(16:16:16). Pupuk NPK Mutiara adalah pupuk majemuk yang mengandung tiga
unsur hara utama yang dibutuhkan tanaman, yaitu N, P, dan K dengan
perbandingan unsur 16:16:16. Pemberian pupuk NPK (16:16:16) ke dalam tanah
dalam jumlah yang optimal akan mendukung peningkatan hasil panen pada
budidaya tanaman cabai. Menurut Novizan (2007), tujuan pemberian pupuk ke
dalam tanah adalah untuk menggantikan unsur hara yang telah diabsorsi oleh
tanaman sehingga unsur hara dalam tanah tetap tersedia.
Pemupukan NPK pada lahan pertanian seringkali kurang efektif. Hal ini
disebabkan unsur hara di dalam pupuk terjerap dalam koloid tanah sehingga tidak
tersedia bagi tanaman. Oleh sebab itu, perlu ada solusi untuk meningkatkan
efektifitas penggunaan pupuk pada lahan pertanian. Salah satu cara yang dapat
dilakukan untuk meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk NPK adalah
dengan mengkombinasikannya dengan pupuk hayati.
Pupuk hayati merupakan pupuk yang kandungan utamanya adalah mahluk hidup
(mikroorganisme) yang menguntungkan, baik bagi tanah maupun tanaman.
Mikroorganisme tersebut dapat meningkatkan aktivitas mikroba endogenous,
juga keberagaman mikroorganisme dalam tanah. Mikroorganisme di dalam
pupuk hayati berfungsi sebagai pentransformasi unsur hara dalam tanah,
penghasil zat pengatur tumbuh (ZPT), dan pengendali penyakit terutama penyakit
tular tanah. Keberadaan pupuk hayati yang mampu mentransformasi unsur hara
dalam tanah tidak hanya menjamin efektivitas dan efisiensi penggunaan pupuk
(23)
4
anorganik, tetapi juga berperan penting dalam penyediaan nutrisi dan perbaikan
sifat fisik dan biologi tanah. Penggunaan pupuk hayati dalam hal ini tidak
ditujukan untuk menggantikan pupuk anorganik melainkan untuk mengefektifkan
pupuk anorganik yang diberikan seperti pupuk NPK .
Pupuk hayati (biofertilizer), adalah jenis pupuk yang tidak mengandung unsur
hara seperti N, P, dan K tetapi mengandung mikrooganisme yang memiliki
peranan positif bagi tanaman yaitu membantu menyediakan hara yang dibutuhkan
tanaman. Kelompok mikroba yang sering digunakan dalam pupuk hayati adalah
mikroba-mikroba yang dapat menambat N dari udara dan mikroba yang dapat
melarutkan unsur P dan K dalam tanah. Kelompok mikroorganisme tersebut
antara lain seperti Rhizobium sp, Azospirilium sp, Azotobacter sp, Aspergillus sp,
Pseudomonas sp, dan Lactobacillus sp. (Andriawan, 2010). Kandungan
mikroorganisme yang ada di dalam pupuk hayati akan mampu meningkatkan
kandungan hara dalam tanah dengan mekanisme kerja tertentu sehingga
merangsang pertumbuhan dan perkembangan tanaman, dan mengoptimalkan
hasil panen.
Berdasarkan uraian yang telah disampaikan, maka penulis ingin melakukan
penelitian mengenai pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK (16:16:16) dan
konsentrasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman cabai
(Capsicum annuum L.).
(24)
5
1.2
Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka penelitian ini
dilakukan dengan tujuan sebagai berikut :
1.
Mempelajari pengaruh peningkatan dosis pupuk NPK (16:16:16) terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman cabai keriting.
2.
Mempelajari pengaruh dosis pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman cabai keriting.
3.
Mempelajari dan mengetahui kombinasi terbaik antara dosis pupuk NPK
(16:16:16) dan konsentrasi pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman cabai keriting.
1.3
Kerangka Pemikiran
Tanaman cabai merupakan tanaman yang membutuhkan unsur nitrogen, fosfor,
dan kalium dalam jumlah yang relatif banyak. Ketiga unsur hara tersebut harus
dalam keadaan tersedia bagi tanaman sehingga mudah diserap tanaman. Selain
itu, jumlah unsur hara tersebut harus sesuai dengan kebutuhan tanaman. Bila
ketiga unsur hara ini tidak tersedia atau berada dalam kondisi tidak seimbang
maka dapat menyebabkan perkembangan tanaman akan terhambat.
Pemeliharaan tanaman cabai umumnya memerlukan pupuk tambahan
selain
pupuk kandang. Pupuk tambahan yang digunakan dapat berupa pupuk tunggal
seperti Urea, TSP, dan KCl atau pupuk majemuk seperti NPK Mutiara.
melakukan pemupukan dengan menggunakan pupuk NPK. Namun hasil di
lapangan menunjukkan bahwa dosis tersebut masih belum mampu memenuhi
kebutuhan unsur hara tanaman cabai. Hal ini dapat dilihat dari produksi rata-rata
(25)
6
cabai saat ini yang hanya berkisar antara 6-8 ton/ha (Badan Pusat Statistik, 2013).
Oleh karena itu, dosis pupuk NPK untuk tanaman cabai perlu ditingkatkan untuk
menunjang pertumbuhan dan produksi tanaman cabai agar optimal.
Hasil penelitian Subhan (2004) menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK
(15:15:15) sebanyak 1000 kg/ha yang dikombinasikan dengan pupuk NP cair
dengan konsentrasi 2,5 ml/l mampu meningkatkan tinggi tanaman, bobot buah
per tanaman, dan tingkat kekerasan buah tomat varietas Oval. Subhan (2009)
juga mengemukakan bahwa produksi tomat paling tinggi diperoleh pada
perlakuan pemberian pupuk majemuk NPK (15:15:15) dosis 1000 kg/ha.
Salah satu faktor yang berperan dalam penyediaan unsur hara dalam tanah adalah
keberadaan mikroba tanah yang mampu mentransformasi hara sedemikian rupa
sehingga unsur hara tetap berada pada sistem tanah-tanaman dan dalam keadaan
berimbang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Ali et al., 2003). Pupuk hayati
merupakan pupuk yang dapat berfungsi untuk menambah jumlah
mikroorganisme didalam tanah. Pupuk hayati secara umum mengandung
beberapa jenis jenis mikroorganisme seperti Azotobacter sp., Azospirillum sp.,
Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Rhizobium sp.
Bakteri Azospirillum sp. mampu menghasilkan enzim nitrogenase untuk
menambat nitrogen dari udara. Bakteri ini juga menghasilkan senyawa
fitohormon seperti auksin dan giberelin yang dapat berfungsi sebagai zat
pengatur tumbuh tanaman (Reis et al., 2011). Selain itu, bakteri Azospirillum sp.
juga berperan dalam mineralisasi fosfat organik melalui produksi enzim fosfatase
asam dan basa khususnya fosfomonoesterase. Enzim tersebut dapat melepaskan
satu ikatan ester pada P organik melalui proses hidrolisis P organik menjadi P
(26)
7
anorganik (H
2PO
4dan HPO
42-yang tersedia bagi tanaman (Lal, 2002).
Rhizobium sp. merupakan bakteri yang dapat menambat nitrogen dari udara.
Mekanisme penambatan nitrogen bebas di udara berlangsung dengan melibatkan
enzim nitrogenase. Rhizobium sp. menerima nutrisi (unsur hara dan karbon) dari
tanaman inang untuk mereduksi nitrogen menjadi amonium dan kemudian
melepas nitrogen hasil fiksasi ke tanah. Amonium tersebut diubah menjadi
senyawa-senyawa nitrogen yang dapat dimanfaatkan tanaman (Vessey, 2003).
Bakteri Azotobacter sp. adalah bakteri aerob obligat yang mampu menghasilkan
enzim nitrogenase. Enzim nitrogenase yaitu enzim yang mampu mengkatalisis
pengikatan nitrogen (N
2) dari udara namun bersifat sensitif terhadap O
2(Damir et
al., 2011).
Bacillus sp. danPseudomonas sp. merupakan contoh bakteri yang
berperan dalam pelarutan fosfat. Mikroorganisme tersebut bekerja dengan cara
membebaskan sejumlah asam-asam organik, seperti asam sitrat, glutamat,
suksinat, laktat, oksalat, glioksalat, malat dan fumarat untuk melarutkan fosfat
(Rao, 1982).
Menurut Tan (1982), meningkatnya asam-asam organik tersebut biasanya diikuti
dengan penurunan pH yang tajam, sehingga berakibat terjadinya pelarutan
kalsium fosfat (Ca
3(PO
4)
2). Selain karena penurunan pH, adanya kecenderungan
Ca
2+, Mg
2+, Fe
3+, dan Al
3+untuk membentuk khelat (kompleks yang stabil)
dengan asam-asam organik dapat menyebabkan terjadinya pembebasan P
menjadi larut. Reaksi pembentukan khelat yang membebaskan P menjadi
terlarut. Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka skema kerangka
pemikiran dalam penelitian ini dapat ditulis sebagai berikut :
(27)
8
Gambar 1. Skema kerangka pemikiran.
Berdasarkan teori yang telah dikemukakan, maka penggunaaan pupuk NPK yang
dikombinasikan dengan pupuk hayati dapat menjadi kombinasi yang ideal bagi
tanaman cabai. Selain dapat meningkatkan kesuburan tanah, pupuk hayati juga
dapat meningkatkan efektivitas penggunaan pupuk NPK. Meskipun demikian,
diperlukan suatu percobaan untuk mengetahui secara langsung interaksi yang
terjadi antara pemberian pupuk NPK yang dikombinasikan dengan pupuk hayati.
1.4
Hipotesis
Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam kerangka pemikiran, maka
disusun hipotesis sebagai berikut :
1.
Terdapat pengaruh pemberian pupuk NPK (16:16:16) terhadap pertumbuhan
dan hasil tanaman cabai keriting (Capsicum annuum L.).
2.
Terdapat pengaruh pemberian pupuk hayati terhadap pertumbuhan dan hasil
tanaman cabai keriting (Capsicum annuum L.).
Budidaya Tanaman cabai
Unsur hara tinggi
Penjerapan unsur hara
Unsur hara tersedia
Pertumbuhan dan produksi
tanaman dapat meningkat
Peningkatan dosis
pupuk
(28)
9
3.
Terdapat interaksi antara pemberian pupuk NPK (16:16:16) dengan pupuk
hayati dalam meningkatkan pertumbuhan dan hasil tanaman cabai keriting
(Capsicum annuum L.).
(29)
10
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Deskripsi Umum Tanaman Cabai
Tanaman cabai mempunyai daya adaptasi yang cukup luas. Tanaman ini dapat
diusahakan di dataran rendah maupun dataran tinggi sampai ketinggian 1400 m di
atas permukaan laut, tetapi pertumbuhannya di dataran tinggi lebih lambat. Suhu
udara yang baik untuk pertumbuhan tanaman cabai adalah 25 - 27º C pada siang
hari dan 18 - 20º C pada malam hari. Suhu malam di bawah 16º C dan suhu siang
hari di atas 32º C dapat menggagalkan pembuahan. Suhu tinggi dan kelembaban
udara yang rendah menyebabkan transpirasi berlebihan, sehingga tanaman
kekurangan air. Transpirasi yang berlebihan dapat mengakibatkan bunga dan
buah muda gugur. Pembungaan tanaman cabai merah tidak banyak dipengaruhi
oleh panjang hari (Sumarni et al., 2005).
Curah hujan yang tinggi atau iklim yang basah tidak sesuai untuk pertumbuhan
tanaman cabai merah. Pada keadaan tersebut tanaman akan mudah terserang
penyakit, terutama yang disebabkan oleh cendawan, yang dapat menyebabkan
bunga gugur dan buah membusuk. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan
tanaman cabai adalah sekitar 600 - 1200 mm per tahun. Cahaya matahari sangat
diperlukan sejak pertumbuhan bibit hingga tanaman berproduksi. Pada intensitas
cahaya yang tinggi dalam waktu yang cukup lama, masa pembungaan cabai
(30)
11
merah terjadi lebih cepat dan proses pematangan buah juga berlangsung lebih
singkat (Sumarni et al., 2005).
Tanaman cabai dapat tumbuh pada berbagai jenis tanah, asal drainase dan aerasi
tanah cukup baik, dan air cukup tersedia selama pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Tanah yang ideal untuk penanaman cabai adalah tanah yang gembur,
remah, mengandung cukup bahan organik (sekurang-kurangnya 1,5%), unsur
hara dan air, serta bebas dari gulma. Tingkat kemasaman (pH) tanah yang sesuai
adalah 6 - 7. Kelembaban tanah dalam keadaan kapasitas lapang dan temperatur
tanah antara 24 - 30ºC sangat mendukung pertumbuhan tanaman cabai merah.
Temperatur tanah yang rendah akan menghambat pengambilan unsur hara oleh
akar (Setiadi, 2000).
2.2 Deskripsi Umum Pupuk NPK (16:16:16)
Berdasarkan unsur hara yang dikandungnya, pupuk terdiri dari pupuk tunggal dan
pupuk majemuk (Sabiham et al., 1989). Pupuk tunggal adalah pupuk yang
mengandung satu jenis hara tanaman seperti N atau P atau K saja, sedangkan
pupuk majemuk adalah pupuk yang mengandung lebih dari satu unsur hara
tanaman. Contoh pupuk majemuk antara lain seperti NP, NK, dan NPK. Pupuk
majemuk yang paling banyak digunakan adalah pupuk NPK yang mengandung
unsure hara makro yang penting bagi tanaman. Menurut Imran (2005), pupuk
NPK mengandung tiga senyawa penting antara lain ammonium nitrat (NH
4NO
3),
amonium dihidrogen fosfat (NH
4H
2PO
4), dan kalium klorida (KCl).
Menurut Novizan (2007), pupuk NPK Mutiara (16:16:16) adalah pupuk
majemuk yang memiliki komposisi unsur hara yang seimbang dan dapat larut
(31)
12
secara perlahan-lahan. Pupuk NPK Mutiara berbentuk padat, memiliki warna
kebiru-biruan dengan butiran mengkilap seperti mutiara. Pupuk NPK Mutiara
memiliki beberapa keunggulan antara lain sifatnya yang lambat larut sehingga
dapat mengurangi kehilangan unsur hara akibat pencucian, penguapan, dan
penjerapan oleh koloid tanah. Selain itu, pupuk NPK mutiara memiliki
kandungan hara yang seimbang, lebih efisien dalam pengaplikasian, dan sifatnya
tidak terlalu higroskopis sehingga tahan simpan dan tidak mudah menggumpal.
Menurut Pirngadi et al. (2005), salah satu cara untuk mengurangi biaya produksi
serta meningkatkan kualitas lahan dan hasil tanaman adalah dengan pemberian
pupuk majemuk seperti pupuk NPK Mutiara (16:16:16). Keuntungan
menggunakan pupuk majemuk adalah penggunaannya yang lebih efisien baik
dari segi pengangkutan maupun penyimpanan. Selain itu, pupuk majemuk seperti
NPK dapat menghemat waktu, ruangan dan biaya. Menurut Naibaho (2003),
keuntungan lain dari pupuk majemuk adalah bahwa unsur hara yang dikandung
telah lengkap sehingga tidak perlu menyediakan atau mencampurkan berbagai
pupuk tunggal. Dengan demikian, penggunaan pupuk NPK akan menghemat
biaya pengangkutan dan tenaga kerja dalam penggunaannya.
Menurut Mujiyati et al. (2009), pemberian pupuk NPK mampu meningkatkan
nitrogen total 41%, kapasitas tukar kation 21,63%, dan karbon organik 2,43% di
daerah perakaran pada pertanaman cabai. Selain itu, pupuk NPK juga turut
meningkatkan hasil cabai sebesar 37%. Berdasarkan hasil penelitian Ariani
(2009), jumlah buah per tanaman dan bobot buah per tanaman semakin meningkat
seiring dengan semakin tingginya dosis pupuk NPK (16:16:16) yang diberikan
pada tanaman cabai.
(32)
13
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Jannah et al. (2012),
menunjukkan bahwa pemberian pupuk NPK phonska (15:15:15) menghasilkan
pertumbuhan bibit kelapa sawit (tinggi, jumlah daun, dan diameter batang) yang
lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pupuk NPK Mutiara (16:16:16). Hal
ini disebabkan dalam pupuk majemuk NPK phonska tidak hanya mengandung
unsur N, P, dan K tetapi juga mengandung unsur sulfur (S). Komposisi
kandungan N, P, dan K dalam pupuk phonska sudah seimbang sehingga baik
untuk pertumbuhan bibit kelapa sawit.
2.3 Deskripsi Pupuk Hayati
Pupuk hayati adalah sebuah komponen yang mengandung mikroorganisme hidup
yang diberikan ke dalam tanah sebagai inokulan untuk membantu menyediakan
unsur hara tertentu bagi tanaman (Andriawan, 2010). Pupuk hayati adalah
produk biologi aktif terdiri dari mikroba yang dapat meningkatkan efisiensi
pemupukan, kesuburan, dan kesehatan tanah (Kementerian Pertanian, 2009).
Pupuk hayati adalah substansi yang mengandung mikroorganisme hidup, yang
ketika diaplikasikan kepada benih, permukaan tanaman, atau tanah dapat memacu
pertumbuhan tanaman (Vessey, 2003).
Pupuk hayati mengandung bakteri yang berguna bagi tanaman. Beberapa bakteri
yang digunakan dalam pupuk hayati antara lain Azotobacter sp., Azospirillum sp.,
Bacillus sp., Pseudomonas sp., dan Rhizobium sp. Isolat bakteri tersebut dapat
memacu pertumbuhan tanaman padi dan jagung di rumah kaca dan di lapangan
(Hamim, 2008). Pupuk hayati bermanfaat untuk mengaktifkan serapan hara oleh
tanaman, menekan soil borne disease, mempercepat proses pengomposan,
memperbaiki struktur tanah, dan menghasilkan substansi aktif yang dapat
(33)
14
meningkatkan pertumbuhan tanaman. Bakteri Azotobacter sp. dan Azospirillum
sp. termasuk bakteri aerob yang berasosiasi bebas dan berfungsi sebagai
penambat nitrogen di dalam tanah (Simanungkalit, 2001).
Fungsi mikroba dalam pupuk hayati menurut Permentan Nomor
28/Permentan/SR.130/5/2009 antara lain untuk menambat nitrogen, melarutkan
fosfat, melarutkan kalium, merombak bahan organik, menghasilkan fitohormon,
menghasilkan antibodi bagi tanaman, sebagai biopestisida tanaman, serta
mereduksi akumulasi kadar logam bobot yang terkandung dalam tanah
(Kementerian Pertanian, 2009). Keberadaan mikroba di dalam pupuk hayati
dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui fiksasi nitrogen, membuat
hara lebih tersedia dalam pelarutan fosfat atau meningkatkan akses tanaman
untuk mendapatkan unsur hara yang memadai (Fadiluddin, 2009).
Mikroba yang terdapat dalam pupuk hayati dapat memasok unsur hara. Mikroba
dapat hidup bersimbiosis dengan tanaman, sehingga mampu menambat unsur
nitrogen dari udara yang selanjutnya diubah menjadi bentuk yang tersedia bagi
tanaman (Goenadi, 1995). Aplikasi pupuk biologi dapat memacu pertumbuhan
beberapa tanaman terutama jagung, kacang tanah, dan caisim. Selain itu,
penggunaan pupuk hayati (Azotobacter sp., Azospirillum sp., Bacillus sp.,
Pseudomonas sp., dan Rhizobium sp.) mampu meningkatkan kandungan hormon
Indole Acetic Acid (IAA) pada tanaman caisim, jagung, dan kedelai.
Peningkatan hormon IAA tersebut dapat memacu khususnya pertumbuhan
vegetatif tanaman (Wibowo, 2008).
Hasil penelitian Fadiluddin (2009) menunjukkan bahwa aplikasi pupuk hayati
yang dikombinasikan dengan pupuk anorganik pada tanaman jagung dan padi
(34)
15
gogo meningkatkan serapan hara makro total dibandingkan dengan perlakuan
tanpa pemupukan (kontrol). Andriawan (2010) menyatakan bahwa aplikasi
pupuk hayati dengan pengurangan dosis pupuk NPK hingga 25% menghasilkan
pertumbuhan dan hasil padi sawah yang tidak berbeda dengan aplikasi 1 dosis
pupuk NPK.
(35)
16
III. BAHAN DAN METODE
3.1 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada di lahan sawah milik warga di Desa Candimas
Kecamatan Natar Kabupaten Lampung Selatan. Penelitian ini dilakukan sejak
bulan Desember 2013 sampai dengan Mei 2014.
3.2 Bahan dan Alat
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain pupuk NPK
Yaramila (16:16:16), pupuk kandang sapi, benih cabai varietas Lado F1 dengan
merek dagang Cap Panah Merah, Furadan 3 GR, Curacron 2,5 EC, Dithane
M-45, serta pupuk hayati dengan merek dagang Organox yang mengandung bakteri
Azospirillum sp., Bacillus sp, Pseudomonas sp., Rhizobium sp., dan Azotobacter
sp. (Tabel 1). Pupuk NPK yang digunakan diproduksi oleh PT Meroke Tetap
Jaya memiliki keunggulan yakni mampu larut secara lambat sehingga
ketersediaan unsur hara yang diberikan melalui pupuk NPK tersebut dapat
terjaga. Pupuk hayati yang digunakan diproduksi oleh CV Bangkit Tani. Pupuk
hayati tersebut memiliki keunggulan yakni mengandung bakteri yang lebih
banyak dibandingkan pupuk hayati jenis lainnya dan harganya yang relatif
murah. Benih cabai varietas Lado F1 dipilih karena varietas ini memiliki potensi
produksi yang tinggi dan umur panen yang rendah. Selain itu, cabai yang
(36)
17
dihasilkan dari varietas ini berukuran lebih besar dibandingkan dengan varietas
yang lain.
Tabel 1. Komposisi mikroorganisme Pupuk Hayati Organox.
Jenis Mikroorganisme
Jumlah
Satuan
Bacillus sp.
2,00 x 10
5cfu/ml
Azotobacter sp.
2,50 x 10
5cfu/ml
Rhizobium sp.
3,30 x 10
6cfu/ml
Azospirillum sp.
1,10 x 10
7cfu/ml
Pseudomonas sp.
3,50 x 10
7cfu/ml
Sumber : CV Bangkit Tani (2013).
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain mulsa plastik hitam
perak, polybag, cangkul, sabit, papan nama, rol meter, alat tulis, sprayer, tali
rafia, timbangan, oven, dan bambu.
3.3 Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) faktorial dengan
faktor pertama dosis pemberian pupuk NPK dan faktor kedua dosis pemberian
pupuk hayati. Faktor pertama terdiri atas tiga taraf yaitu A
0= tanpa pupuk NPK,
A
1= 25 g/tanaman atau setara dengan 500 kg/ha, A
2= 50 g/tanaman atau setara
dengan 1000 kg/ha, A
3= 75 g/tanaman atau setara dengan 1500 kg/ha. Faktor
kedua terdiri atas tiga taraf yaitu B
0= tanpa pupuk hayati, B
1= 4 ml/tanaman dan
B
2= 8 ml/tanaman. Seluruh perlakuan diulang sebanyak 3 kali dengan jumlah
petak percobaan sebanyak 36 petak. Setiap perlakuan ditanam 4 tanaman
sehingga populasi tanaman cabai keseluruhan berjumlah 144 tanaman.
Data yang diperoleh dari hasil pengamatan dan pengukuan dianalisis dengan
menggunakan uji Bartllet. Data yang telah homogen di uji kembali dengan uji F.
(37)
18
Jika hasil sidik ragam menunjukan perbedaan yang nyata maka dilakukan uji
lanjut dengan uji Beda Nyata Jujur (BNJ) pada taraf 5%.
Tabel 2. Perlakuan yang digunakan dalam penelitian.
P. Hayati
NPK
B
0(0 ml/tanaman)
B
1(4 ml/tanaman)
B
2(8 ml/tanaman)
A
0(0 g/tan)
A
0B
0A
0B
1A
0B
2A
1(25 g/tan)
A
1B
0A
1B
1A
1B
2A
2(50 g/tan)
A
2B
0A
2B
1A
2B
2A
3(75 g/tan)
A
3B
0A
3B
1A
3B
23.4 Pelaksanaan Penelitian
3.4.1 Persemaian
Media semai yang akan digunakan dalam penelitian ini terdiri dari tanah yang
halus dicampur dengan pupuk kandang sapi dan sekam bakar. Campuran media
tersebut dimasukkan kedalam polybag berukuran 7,5 x 15 cm. Setelah
mempersiapkan media semai, dilakukan persiapan benih tanam. Benih direndam
dalam air hangat (± 50ºC) selama 1 jam lalu ditiriskan. Setelah
dikering-anginkan, benih ditanam pada polybag yang telah berisi media semai kemudian
diletakkan ditempat yang ternaungi.
(38)
19
Pada saat penanaman benih, lubang tanam diberi furadan untuk mencegah benih
diserang oleh hama. Sebelum dipindah ke lapangan, bibit diaklimatisasi selama 7
hari dengan cara memindahkan polybag berisi bibit ke tempat yang
terbuka/terkena sinar matahari secara bertahap. Selama persemaian dilakukan
penyiraman setiap pagi atau sore hari. Bibit dipindah tanam ke lapangan disaat
sudah mencapai ketinggian 8 - 10 cm dengan jumlah daun sekitar 4 - 6 helai atau
setelah berumur 30 hari setelah semai.
3.4.2 Persiapan lahan
Persiapan lahan dilakukan satu bulan sebelum penanaman yaitu dengan
pengolahan lahan dan pembuatan bedengan. Bedengan dibuat dengan ukuran 1 x
1 m dan ketinggian bedengan 30 cm serta jarak antar bedengan sebesar 50 cm.
Bedengan yang telah terbentuk ditambahkan pupuk kandang. Setelah bedengan
selesai dibuat, bedengan ditutup dengan mulsa plastik hitam perak. Mulsa yang
telah terpasang kemudian dilubangi sesuai dengan jarak tanam yang digunakan.
(39)
20
3.4.3 Penanaman
Bibit ditanam di lahan setelah berumur 30 hari di persemaian. Sebelum bibit
ditanam di lahan, bibit disiram dengan air untuk mencegah bibit layu dan
disemprot fungisida untuk mencegah penyakit yang mungkin timbul di lahan.
Bibit ditanam saat pagi hari antara pukul 07.00 sampai pukul 09.00 WIB. Jarak
tanam yang digunakan yaitu 60 x 70 cm dengan setiap lubang tanam ditanam satu
bibit. Pada saat penanaman, tanaman cabai diberi ajir dengan ukuran 120 cm
untuk menopang pertumbuhan tanaman cabai tersebut.
3.4.4 Aplikasi Perlakuan
Pemupukan NPK dilakukan sebanyak 5 kali, yaitu 1/5 dosis saat tanam, 1/5 dosis
saat umur 4 minggu setelah tanam (MST), 1/5 dosis saat berumur 8 MST, 1/5
dosis saat berumur 12 MST, dan 1/5 dosis saat berumur 15 MST. Pemberian
pupuk dilakukan dengan cara disebar melingkar disekitar tanaman. Pemberian
pupuk dilakukan pada pagi hari antara pukul 07.00 sampai pukul 08.00 WIB.
Pupuk hayati diberikan sebanyak 240 ml/tanaman setiap seminggu sekali dengan
konsentrasi sesuai perlakuan masing-masing. Aplikasi pupuk hayati dilakukan
sejak penanaman sampai 16 minggu setelah tanam. Pemberian pupuk hayati
dilakukan dengan cara disiramkan dipermukaan tanah sekitar tanaman dengan
waktu pemberian pagi hari antara pukul 07.00 sampai pukul 08.00 WIB atau sore
hari antara pukul 16.00 sampai pukul 17.00 WIB. Waktu pemberian pupuk hayati
bersifat relatif bergantung pada cuaca yang terjadi pada saat hari pengaplikasian.
(40)
21
3.4.5 Pemeliharaan
Pemeliharaan meliputi kegiatan penyulaman, pengajiran, pembuangan tunas air,
penyiraman, pengajiran, pembuangan gulma, dan pengendalian Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT). Penyulaman dilakukan satu minggu setelah tanam
dengan mengganti tanaman yang kering dan mati. Pembuangan tunas air
dilakukan pada tunas yang tumbuh sepanjang batang utama sebelum percabangan
pertama, dengan tujuan untuk merapikan tanaman, memudahkan pengajiran, dan
memusatkan pertumbuhan di atas batang utama. Pengajiran dilakukan dengan
cara mengikatkan batang utama tanaman pada ajir berupa bambu yang
panjangnya 120 cm. Penyiraman dilakukan dengan cara menyiram seluruh
bagian tanaman dengan menggunakan gembor. Pengendalian hama dan penyakit
dilakukan dengan menyemprotkan pestisida sesuai dengan jenis hama dan
penyakit yang menyerang. Kegiatan pengendalikan hama dilakukan dengan
menyemprot tanaman menggunakan insektisida Curacron 2.5 EC dengan dosis 5
ml/liter air. Kegiatan pengendalian penyakit dilakukan dengan menyemprot
tanaman menggunakan fungisida Dithane M-45 dengan dosis 2 g/liter. Kegiatan
penyemprotan pestisida ini dilakukan setiap sebulan sekali.
3.4.6 Pemanenan
Panen pertama dilakukan saat tanaman berumur antara 75 sampai 80 hari setelah
tanam. Pemanenan dilakukan dengan interval waktu 3 hari dengan waktu
pemetikan setiap pagi atau sore hari saat cuaca cerah. Pemanenan dilakukan
dengan cara memetik buah yang telah dominan berwarna merah (80 %).
(41)
22
3.4.7 Analisis Tanah
Analisis tanah dilakukan sebelum penelitian dilakukan. Pengambilan sampel
tanah dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan 3 titik pengambilan tanah
secara acak pada lahan yang digunakan. Selanjutnya dilakukan pengambilan
tanah sampel dengan ring sampel. Ketiga sampel tanah yang telah diambil
dimasukkan kedalam plastik kemudian dilakukan pencampuran sehingga
mendapatkan satu sampel tanah yang siap diuji. Pengujian dilakukan di
Laboratorium Ilmu Tanah milik Politeknik Negeri Lampung.
3.5 Variabel Pengamatan
Pengamatan dilakukan setiap pekan sejak 1 minggu setelah tanam. Pengukuran
dilakukan terhadap seluruh tanaman yang ditanam sejak seminggu setelah pindah
tanam. Parameter yang diamati/diukur meliputi :
3.5.1 Tinggi tanaman
Tinggi tanaman diukur sejak seminggu setelah pindah tanam hingga tanaman
berhenti berproduksi. Tinggi tanaman diukur mulai dari atas permukaan tanah
hingga titik tumbuh tanaman.
3.5.2 Diameter batang
Pengukuran diameter batang tanaman dilakukan pada saat tanaman memasuki
fase generatif. Pengukuran diameter batang dilakukan diketinggian 10 cm dari
permukaan tanah.
(42)
23
3.5.3 Jumlah cabang
Penghitungan jumlah cabang dilakukan pada seluruh bagian tanaman tanpa
membedakan jenis cabang primer, sekunder, tersier dan kuarter. Penghitungan
jumlah cabang dilakukan sejak muncul percabangan pertama.
3.5.4 Jumlah bunga gugur
Bunga yang dihitung adalah bunga yang gugur/rontok. Penghitungan jumlah
bunga gugur dilakukan setiap 3 hari sekali dengan mengambil bunga yang gugur
kemudian disingkirkan dari sekitar tanaman.
3.5.5 Jumlah buah
Buah yang telah dipanen dihitung jumlahnya per tanaman. Jumlah buah dihitung
setiap kali panen. Jumlah buah tersebut pada akhir panen diakumulasikan
sehingga didapat jumlah total buah per tanaman.
3.5.6 Diameter buah
Pengukuran diameter buah dilakukan dengan menggunakan jangka sorong pada
bagian tengah buah. Dari setiap tanaman sampel diambil 5 buah sebagai sampel
untuk mengukur diameter buah.
3.5.7 Panjang buah
Panjang buah yang dipanen diukur mulai pangkal buah hingga ujung buah tanpa
tangkai buah dengan menggunakan penggaris. Buah yang diukur sama dengan
buah yang digunakan dalam pengukutan diameter buah.
(43)
24
3.5.8 Rata-rata bobot satu buah
Buah yang dipanen dihitung rata-rata bobot satu buahnya. Bobot buah diukur
dengan cara memilih secara acak 5 buah yang telah dipetik, kemudian ditimbang
dan diambil bobot rata-ratanya. Penimbangan bobot buah dilakukan tiap kali
petik/panen sesuai interval waktu panen.
3.5.9 Bobot buah / tanaman
Penghitungan bobot buah dilakukan dengan menimbang buah cabai yang telah
dipanen tiap petak, kemudian diambil rata-rata per tanaman. Penimbangan
dilakukan setiap kali petik/panen. Data yang telah terkumpul diakumulasi
sehingga diperoleh bobot buah / tanaman secara keseluruhan.
3.5.10 Bobot kering tanaman
Penimbangan bobot kering tanaman dilaksanakan setelah panen terakhir, meliputi
tajuk dan akar. Tanaman sampel dicabut dari lapang dan diberi label. Setelah itu
tanaman dikeringanginkan selama 7 hari kemudian ditimbang bobot tajuk dan
akarnya.
(44)
43
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa :
1.
Pemberian dosis pupuk NPK 25 g/tanaman (500 kg/ha) secara rutin setiap 1
bulan sekali mampu menghasilkan produksi cabai yang setara dengan dosis
pupuk NPK 50 g/tanaman (1000 kg/ha).
2.
Pemberian pupuk hayati dengan dosis 8 ml/tanaman setiap seminggu sekali
mampu menghasilkan bobot buah cabai hingga 1.3 kg/tanaman (26 ton/ha
dengan populasi tanaman sebanyak 20000) atau meningkat sebesar 30% dari
potensi produksi seharusnya yang hanya mencapai 1 kg/tanaman (20 ton/ha).
3.
Pemberian pupuk NPK 50 g/tanaman yang dikombinasikan dengan pupuk
hayati dengan dosis 8 ml/tanaman mampu menghasilkan jumlah buah
hingga 30% lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan kontrol, yakni
sebanyak 252,67 buah.
5.2 Saran
Terdapat dua saran yang disampaikan oleh penulis antara lain:
1.
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai frekuensi pemberian pupuk
NPK dan pupuk hayati untuk mengetahui selang waktu terbaik dalam
(45)
44
2.
Perlu dilakukan penelitian serupa di lokasi yang memiliki kesuburan tanah
yang kurang baik untuk memastikan pengaruh penggunaan kedua jenis pupuk
tersebut.
(46)
45
PUSTAKA ACUAN
Ainy, I.T.E. 2008. Kombinasi antara Pupuk Hayati dan Sumber Nutrisi dalam
Memacu Serapan Hara, Pertumbuhan, serta Produktivitas Jagung (Zea
mays L.) dan Padi (Oryza sativa L.). Tesis Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Ali, K. H., Napoleon A., Ghofar N. 2003. Biologi Tanah : Ekologi dan
Makrobiologi Tanah. Rajawali Press. Jakarta. 166 hlm.
Andriawan, I. 2010. Efektivitas Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Hasil
Padi Sawah (Oryza sativa L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hlm.
Ariani, E. 2009. Uji Pupuk NPK Mutiara 16:16:16 dan Berbagi Jenis Mulsa
Terhadap Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annuum L). Jurusan Budidaya
Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. Jurnal SAGU. 8
(1) : 5-9.
Badan Pusat Statistik. 2013. Data Luas Panen, Produksi dan Produktivitas
Cabai, 2009-2012. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 13 April 2013
pukul 20.00 WIB.
Buckman, H.O. dan N.C. Brady., 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara.
Jakarta.
Cunningham, JE dan Kuiack, C. 1992. Production of Citric and Oxalic Acid and
Solubilization of Calsium Phosphate by Penicillium bilail. Application
Environmetal Microbial. Bab 58 : 1451-1458.
Eckert, BOB. dkk. 2011. Azospirillum doebereirerae Sp. Nov A Nitrogen Fixing
Bacteria Associated With The C4 Grass Miscanthus Intern. Jurnal
Systematic And Evolutionary Microbiol. 57 : 17-26.
Fadiluddin, M. 2009. Efektivitas Formula Pupuk Hayati dalam Memacu Serapan
Hara, Produksi dan Kualitas Hasil Jagung dan Padi Gogo di Lapang.
Tesis. Mayor Biologi Tumbuhan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut
Pertanian Bogor. Bogor. 69 hlm.
Goenadi, D.H. 1995. Mikroba pelarut hara dan pemantap agregat dari beberapa
tanah tropika basah. Jurnal Menara Perkebunan. 62 : 60-66
(47)
46
Goenadi, D.H. dan Herman. 1999. Manfaat dan Prospek Pengembangan Industri
Pupuk Hayati di Indonesia. Jurnal Litbang Departemen Pertanian. 18 (3)
: 91-97
Hamim. 2008. Pengaruh pupuk hayati terhadap pola serapan hara, ketahanan
penyakit, produksi dan kualitas hasil beberapa komoditas tanaman
pangan dan sayuran unggulan. Laporan Penelitian KK3PT. Institut
Pertanian Bogor. Bogor.
Hasibuan. 2004. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan.
Hendarsah, Reginawanti dan T. Simarmata. 2004. Potensi Rhizobacteri
Azotobacter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal Natural
Indonesia. 5 (2) : 127-133.
Illmer, P., A. Barbato dan F. Schinner. 1995. Solubilizing of Hardly Soluble
AlPO4 with P-Solubilizing Microorganism. Soil Biology Biochemical. hal
265-270.
Isminarni, F., S. Wedhastri, J. Widada, B.H. Purwanto, 2007. Penambat Nitrogen
dan Penghasilan Indol Asam Asetat oleh isolat-isolat Azotobacter pada
pH rendah dan Aluminium Tinggi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan.
7 (1) : 23-30.
Jannah, N., A. Fatah dan Marhanudin. 2012. Pengaruh Macam dan Dosis Pupuk
NPK Majemuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis
guineensis Jack). Jurnal Media Sains. 4 (1) : 48-54.
Junaedi, A. Wachjar A. dan Rahman A. 1999. Pengaruh Penggunaan Pupuk
Hayati Terhadap Pertumbuhan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM I)
Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex Froehner). Buletin Agronomi.
27 (2) : 12-17.
Kementerian Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia
tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. No
28/Permentan/SR. 130/5/2009.
Lakitan, B. dkk. 2007. Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta. 156 hlm.
Lal, L. 2002. Phosphate Biofertilizers. Agrotech Publishing. Academy Udaipur.
India.
Lingga, P. dan Marsono. 2004. Pedoman Teknis Penggunaan Pupuk. Penebar
Swadaya. Jakarta. 130 hlm.
Lingga, P. dan Marsono. 2007. Pedoman Teknis Penggunaan Pupuk edisi Revisi.
Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hlm.
(48)
47
Naibaho, R. 2003. Pengaruh Pupuk Phonska dan Pengapuran Terhadap
Kandungan Unsur Hara NPK dan pH Beberapa Tanah Hutan. Skripsi
Sarjana Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 36 hlm.
Mujiyati dan Supriyadi. 2009. Pengaruh Pupuk Kandang Dan NPK Terhadap
Populasi Bakteri Azotobacter Dan Azospirillum Dalam Tanah Pada
Budidaya Cabai (Capsicum annuum). Jurnal Bioteknologi. 6 (2) : 63-69.
Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
114 hlm.
Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif Edisi Revisi. Agromedia
Pustaka. Jakarta. 116 hlm.
Okon, Y. dan Kalpunik, Y. 1986. Development And Function Azospirillum
Inoculated Roots. Jurnal Plant and Soil. 90 : 3-16.
Pirngadi, K. dan S. Abdulrachman. 2005. Pengaruh pupuk majemuk NPK (15-15-
15) terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Balai Penelitian
Tanaman Padi Subang. Jawa Barat. Jurnal Agrivigor. 4 (3) : 188-197.
Prasatwi, Didrian. 2009. Uji Efektivitas Penggunaan Pupuk Organik-NPK
Terhadap Tanaman Cabai Besar (Capsicum anuum L.) Varietas Hot
Beauty. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 69
hlm.
Reis, V. M., K.R. d. S. Teixeira, and R. O. Pedraza. 2011. What Is Expected from
the Genus Azospirillum as a Plant Growth-Promoting Bacteria? Dalam
Buku Bacteria in Agrobiology : Plant Growth Responses.
Springer-Verlag. Berlin. Hal. 123-138.
Santika, A. I. K. 2006. Pengaruh Dosis Pupuk NPK Pada Hasil Tanaman Padi
Varietas Pioneer. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 184 hlm.
Simanihuruk, B. W., Abimanyu, D. N., Faradilla F. 2002. Peran EM-5 dan
Pupuk NPK Dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis
Pada Lahan Alang-Alang. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 4 (1) :
56-61.
Simanungkalit, R. D. M. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia; Suatu
Pendekatan Terpadu. Buletin Agrobiol 4:56-61.
Steel R.G.D dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Pendekatan
Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sumarni, N. dan A. Muharam. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah
. Balai
(49)
48
Sumarni, N. Rosliani R. dan Duriat A. S. 2010. Pengelolaan Fisik, Kimia, dan
Biologi Tanah Untuk Meningkatkan Kesuburan Lahan dan Hasil Cabai
Merah. Jurnal Hortikultura. 20 (2) : 130-137.
Subhan, Nurtika N. Gunadi N. 2009. Respon Tanaman Tomat Terhadap
Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 15-15-15 Pada Tanah Latosol Pada
Musim Kemarau. Jurnal Hortikultura. 19 (1) : 40-48.
Subhan, Nurtika N. 2004. Penggunaan Pupuk NP cair dan Pupuk NPK (15-15-
15) Untuk Meningkatkan Hasil dan Kualitas Buah Tomat Varietas Oval.
Jurnal Hortikultura. 14 (4) : 253-257.
Susiyani, Della. 2012. Pengaruh Takaran Pupuk Majemuk NPK (16:16:16) dan
Konsentrasi Pupuk Daun Pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman
Cabai (Capsicum anuum L.). Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian
Universitas Lampung. 99 hlm.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius Yogyakarta.
163 hlm.
Vessey, J. K. 2003. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as Biofertilizer. Plant
Soil. 255: 571-586
Wibowo, S.T. 2008. Kandungan Hormon IAA, Serapan Hara, dan Pertumbuhan
Beberapa Tanaman Budidaya sebagai Respon terhadap Aplikasi Pupuk
Biologi. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56
hlm.
Widawati, S. dan Suliasih. 2006. Augmentasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF)
Potensial sebagai Pemacu Pertumbuhan Caysin (Brasica caventis oed)
di Tanah Marginal. Jurnal Biodiversitas. 7 (1): 10-14.
Widawati, S. 2007. The Role Of Phosphate Solubilizing Bacteria And Freeliving
Nitrogen Fixing Bacteria On Growth And Adaptation Of Gmelina
arborea Roxb. Growth On Degraded Land. Jurnal Environtment
Engineering. 7 (1): 89-95.
(1)
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan bahwa : 1. Pemberian dosis pupuk NPK 25 g/tanaman (500 kg/ha) secara rutin setiap 1
bulan sekali mampu menghasilkan produksi cabai yang setara dengan dosis pupuk NPK 50 g/tanaman (1000 kg/ha).
2. Pemberian pupuk hayati dengan dosis 8 ml/tanaman setiap seminggu sekali mampu menghasilkan bobot buah cabai hingga 1.3 kg/tanaman (26 ton/ha dengan populasi tanaman sebanyak 20000) atau meningkat sebesar 30% dari potensi produksi seharusnya yang hanya mencapai 1 kg/tanaman (20 ton/ha). 3. Pemberian pupuk NPK 50 g/tanaman yang dikombinasikan dengan pupuk
hayati dengan dosis 8 ml/tanaman mampu menghasilkan jumlah buah hingga 30% lebih banyak dibandingkan dengan perlakuan kontrol, yakni sebanyak 252,67 buah.
5.2 Saran
Terdapat dua saran yang disampaikan oleh penulis antara lain:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai frekuensi pemberian pupuk NPK dan pupuk hayati untuk mengetahui selang waktu terbaik dalam
(2)
2. Perlu dilakukan penelitian serupa di lokasi yang memiliki kesuburan tanah yang kurang baik untuk memastikan pengaruh penggunaan kedua jenis pupuk tersebut.
(3)
PUSTAKA ACUAN
Ainy, I.T.E. 2008. Kombinasi antara Pupuk Hayati dan Sumber Nutrisi dalam Memacu Serapan Hara, Pertumbuhan, serta Produktivitas Jagung (Zea mays L.) dan Padi (Oryza sativa L.). Tesis Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ali, K. H., Napoleon A., Ghofar N. 2003. Biologi Tanah : Ekologi dan Makrobiologi Tanah. Rajawali Press. Jakarta. 166 hlm.
Andriawan, I. 2010. Efektivitas Pupuk Hayati terhadap Pertumbuhan dan Hasil Padi Sawah (Oryza sativa L.). Skripsi. Departemen Agronomi dan
Hortikultura, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 42 hlm. Ariani, E. 2009. Uji Pupuk NPK Mutiara 16:16:16 dan Berbagi Jenis Mulsa
Terhadap Hasil Tanaman Cabai (Capsicum annuum L). Jurusan Budidaya Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Riau. Pekanbaru. Jurnal SAGU. 8 (1) : 5-9.
Badan Pusat Statistik. 2013. Data Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Cabai, 2009-2012. www.bps.go.id. Diakses pada tanggal 13 April 2013 pukul 20.00 WIB.
Buckman, H.O. dan N.C. Brady., 1982. Ilmu Tanah. Bhratara Karya Aksara. Jakarta.
Cunningham, JE dan Kuiack, C. 1992. Production of Citric and Oxalic Acid and Solubilization of Calsium Phosphate by Penicillium bilail. Application Environmetal Microbial. Bab 58 : 1451-1458.
Eckert, BOB. dkk. 2011. Azospirillum doebereirerae Sp. Nov A Nitrogen Fixing Bacteria Associated With The C4 Grass Miscanthus Intern. Jurnal Systematic And Evolutionary Microbiol. 57 : 17-26.
Fadiluddin, M. 2009. Efektivitas Formula Pupuk Hayati dalam Memacu Serapan Hara, Produksi dan Kualitas Hasil Jagung dan Padi Gogo di Lapang. Tesis. Mayor Biologi Tumbuhan, Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 69 hlm.
Goenadi, D.H. 1995. Mikroba pelarut hara dan pemantap agregat dari beberapa tanah tropika basah. Jurnal Menara Perkebunan. 62 : 60-66
(4)
Goenadi, D.H. dan Herman. 1999. Manfaat dan Prospek Pengembangan Industri Pupuk Hayati di Indonesia. Jurnal Litbang Departemen Pertanian. 18 (3) : 91-97
Hamim. 2008. Pengaruh pupuk hayati terhadap pola serapan hara, ketahanan penyakit, produksi dan kualitas hasil beberapa komoditas tanaman pangan dan sayuran unggulan. Laporan Penelitian KK3PT. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Hasibuan. 2004. Kesuburan Tanah dan Pemupukan. USU Press. Medan. Hendarsah, Reginawanti dan T. Simarmata. 2004. Potensi Rhizobacteri
Azotobacter dalam Meningkatkan Kesehatan Tanah. Jurnal Natural Indonesia. 5 (2) : 127-133.
Illmer, P., A. Barbato dan F. Schinner. 1995. Solubilizing of Hardly Soluble AlPO4 with P-Solubilizing Microorganism. Soil Biology Biochemical. hal 265-270.
Isminarni, F., S. Wedhastri, J. Widada, B.H. Purwanto, 2007. Penambat Nitrogen dan Penghasilan Indol Asam Asetat oleh isolat-isolat Azotobacter pada pH rendah dan Aluminium Tinggi. Jurnal Ilmu Tanah dan Lingkungan. 7 (1) : 23-30.
Jannah, N., A. Fatah dan Marhanudin. 2012. Pengaruh Macam dan Dosis Pupuk NPK Majemuk Terhadap Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jack). Jurnal Media Sains. 4 (1) : 48-54.
Junaedi, A. Wachjar A. dan Rahman A. 1999. Pengaruh Penggunaan Pupuk Hayati Terhadap Pertumbuhan Tanaman Belum Menghasilkan (TBM I) Kopi Robusta (Coffea canephora Pierre ex Froehner). Buletin Agronomi. 27 (2) : 12-17.
Kementerian Pertanian. 2009. Peraturan Menteri Pertanian Republik Indonesia tentang Pupuk Organik, Pupuk Hayati, dan Pembenah Tanah. No 28/Permentan/SR. 130/5/2009.
Lakitan, B. dkk. 2007. Fisiologi Tumbuhan. Rajawali Press. Jakarta. 156 hlm. Lal, L. 2002. Phosphate Biofertilizers. Agrotech Publishing. Academy Udaipur.
India.
Lingga, P. dan Marsono. 2004. Pedoman Teknis Penggunaan Pupuk. Penebar Swadaya. Jakarta. 130 hlm.
Lingga, P. dan Marsono. 2007. Pedoman Teknis Penggunaan Pupuk edisi Revisi. Penebar Swadaya. Jakarta. 150 hlm.
(5)
Naibaho, R. 2003. Pengaruh Pupuk Phonska dan Pengapuran Terhadap Kandungan Unsur Hara NPK dan pH Beberapa Tanah Hutan. Skripsi Sarjana Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor. 36 hlm.
Mujiyati dan Supriyadi. 2009. Pengaruh Pupuk Kandang Dan NPK Terhadap Populasi Bakteri Azotobacter Dan Azospirillum Dalam Tanah Pada Budidaya Cabai (Capsicum annuum). Jurnal Bioteknologi. 6 (2) : 63-69. Novizan. 2005. Petunjuk Pemupukan Yang Efektif. Agromedia Pustaka. Jakarta.
114 hlm.
Novizan. 2007. Petunjuk Pemupukan yang Efektif Edisi Revisi. Agromedia Pustaka. Jakarta. 116 hlm.
Okon, Y. dan Kalpunik, Y. 1986. Development And Function Azospirillum Inoculated Roots. Jurnal Plant and Soil. 90 : 3-16.
Pirngadi, K. dan S. Abdulrachman. 2005. Pengaruh pupuk majemuk NPK (15-15- 15) terhadap pertumbuhan dan hasil padi sawah. Balai Penelitian
Tanaman Padi Subang. Jawa Barat. Jurnal Agrivigor. 4 (3) : 188-197. Prasatwi, Didrian. 2009. Uji Efektivitas Penggunaan Pupuk Organik-NPK
Terhadap Tanaman Cabai Besar (Capsicum anuum L.) Varietas Hot Beauty. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. 69 hlm.
Reis, V. M., K.R. d. S. Teixeira, and R. O. Pedraza. 2011. What Is Expected from the Genus Azospirillum as a Plant Growth-Promoting Bacteria? Dalam Buku Bacteria in Agrobiology : Plant Growth Responses. Springer-Verlag. Berlin. Hal. 123-138.
Santika, A. I. K. 2006. Pengaruh Dosis Pupuk NPK Pada Hasil Tanaman Padi Varietas Pioneer. Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas
Lampung.
Setiadi. 2006. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta. 184 hlm. Simanihuruk, B. W., Abimanyu, D. N., Faradilla F. 2002. Peran EM-5 dan
Pupuk NPK Dalam Meningkatkan Pertumbuhan dan Hasil Jagung Manis Pada Lahan Alang-Alang. Jurnal Ilmu-Ilmu Pertanian Indonesia. 4 (1) : 56-61.
Simanungkalit, R. D. M. 2001. Aplikasi Pupuk Hayati dan Pupuk Kimia; Suatu Pendekatan Terpadu. Buletin Agrobiol 4:56-61.
Steel R.G.D dan J. H. Torrie. 1991. Prinsip dan Prosedur Statistika Pendekatan Biometrik. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta
Sumarni, N. dan A. Muharam. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah. Balai Penelitian Tanaman Sayur. Bandung. 32 hlm.
(6)
Sumarni, N. Rosliani R. dan Duriat A. S. 2010. Pengelolaan Fisik, Kimia, dan Biologi Tanah Untuk Meningkatkan Kesuburan Lahan dan Hasil Cabai Merah. Jurnal Hortikultura. 20 (2) : 130-137.
Subhan, Nurtika N. Gunadi N. 2009. Respon Tanaman Tomat Terhadap
Penggunaan Pupuk Majemuk NPK 15-15-15 Pada Tanah Latosol Pada Musim Kemarau. Jurnal Hortikultura. 19 (1) : 40-48.
Subhan, Nurtika N. 2004. Penggunaan Pupuk NP cair dan Pupuk NPK (15-15- 15) Untuk Meningkatkan Hasil dan Kualitas Buah Tomat Varietas Oval. Jurnal Hortikultura. 14 (4) : 253-257.
Susiyani, Della. 2012. Pengaruh Takaran Pupuk Majemuk NPK (16:16:16) dan Konsentrasi Pupuk Daun Pada Pertumbuhan dan Produksi Tanaman Cabai (Capsicum anuum L.). Skripsi Sarjana Fakultas Pertanian Universitas Lampung. 99 hlm.
Sutanto, R. 2002. Penerapan Pertanian Organik. Penerbit Kanisius Yogyakarta. 163 hlm.
Vessey, J. K. 2003. Plant Growth Promoting Rhizobacteria as Biofertilizer. Plant Soil. 255: 571-586
Wibowo, S.T. 2008. Kandungan Hormon IAA, Serapan Hara, dan Pertumbuhan Beberapa Tanaman Budidaya sebagai Respon terhadap Aplikasi Pupuk Biologi. Tesis. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 56 hlm.
Widawati, S. dan Suliasih. 2006. Augmentasi Bakteri Pelarut Fosfat (BPF) Potensial sebagai Pemacu Pertumbuhan Caysin (Brasica caventis oed) di Tanah Marginal. Jurnal Biodiversitas. 7 (1): 10-14.
Widawati, S. 2007. The Role Of Phosphate Solubilizing Bacteria And Freeliving Nitrogen Fixing Bacteria On Growth And Adaptation Of Gmelina
arborea Roxb. Growth On Degraded Land. Jurnal Environtment Engineering. 7 (1): 89-95.