PENAMPILAN KARAKTER AGRONOMI BEBERAPA GENOTIPE HARAPAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L] Merrill) GENERASI F6 HASIL PERSILANGAN WILIS x Mlg2521

(1)

ABSTRAK

PENAMPILAN KARAKTER AGRONOMI BEBERAPA GENOTIPE HARAPAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L] Merrill) GENERASI F6

HASIL PERSILANGAN WILIS x Mlg2521

Oleh

Andika Putra

Permintaan kedelai terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, akan tetapi tidak diimbangi dengan produksi kedelai dalam negeri sehingga Indonesia masih melakukan impor. Berbagai upaya terus dilakukan untuk meningkatkan produksi kedelai salah satunya dengan menggunakan varietas unggul melalui pemuliaan tanaman, yang dilakukan dengan cara menyilangkan kedua tetua yang memiliki sifat yang berbeda. Tujuan dilakukan penelitian adalah (1) Membandingkan nilai tengah karakter agronomi beberapa genotipe harapan tanaman kedelai generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521 dengan tetua Wilis

dan tetua Mlg2521. (2) Mengetahui nomor – nomor harapan yang unggul dari

berbagai genotipe dari generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521. Penelitian

dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan setelah panen dilakukan pengamatan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada bulan April 2014 sampai dengan Juli 2014. Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih kedelai tetua Wilis, tetua Mlg2521 dan 10 genotipe hasil persilangan Wilis x Mlg2521


(2)

Andika Putra dengan nomor 7.144.2.3; 7.199.4.2; 7.73.3.12; 7.24.1.2; 7.83.5.4; 7.83.5.3;

7.64.1.3; 7.64.1.8; 7.199.4.14 dan 7.192.1.16. Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan tunggal terstruktur bersarang dan rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak sempurna yang terdiri atas dua ulangan dengan jarak tanam 20 x 40 cm. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa (1) Terdapat beberapa genotipe yang memiliki nilai tengah yang lebih besar dibandingkan dengan tetua Wilis yaitu karakter umur berbunga, tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif, sedangkan jika dibandingkan dengan tetua Mlg2521,

genotipe yang memiliki nilai tengah yang lebih besar terdapat pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong, jumlah biji per tanaman, bobot 100 butir dan total bobot biji. (2) Genotipe 7.24.1.2; 7.64.1.8 dan

7.199.4.14 merupakan nomor – nomor harapan yang unggul karena memiliki potensi produksi yang tinggi yaitu 2,38; 2,38; dan 2,32 ton/ha serta didukung oleh karakter-karakter komponen hasil yang lebih baik.

Kata kunci: Nilai tengah, Karakter agronomi, tetua Wilis, tetua Mlg2521, Genotipe


(3)

PENAMPILAN KARAKTER AGRONOMI BEBERAPA GENOTIPE HARAPAN TANAMAN KEDELAI (Glycine max [L] Merrill) GENERASI F6

HASIL PERSILANGAN WILIS x Mlg2521

Oleh

ANDIKA PUTRA Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA PERTANIAN

Pada

Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bojong, pada tanggal 08 Desember 1993, sebagai anak ke empat dari lima bersaudara pasangan Bapak Ali imron dan Ibu Minah.

Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar (SD) Negeri 2 Pugung Raharjo lulus pada tahun 2005. Sekolah Menengah Pertama (SMP) Negeri 1 Sekampung Udik lulus pada tahun 2008. Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 5 Metro lulus pada tahun 2011. Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan

Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Lampung pada tahun 2010, melalui jalur seleksi nasional masuk perguruan tinggi negeri (SNMPTN) jalur tertulis. Penulis aktif di organisasi Persatuan Mahasiswa Agroteknologi (PERMA AGT) pada tahun 2012/2013 dan pernah menjadi asisten mata kuliah Dasar – Dasar Fisiologi Tumbuhan pada tahun 2014, Teknologi Benih pada tahun 2014 dan Teknik Pemuliaan Tanaman pada tahun 2015.

Pada bulan Januari-Maret 2014 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Karang Anyar, Kecamatan Labuhan Maringgai, Kabupaten lampung Timur. Pada bulan Juli-Agustus 2014, penulis melaksanakan Praktik Umum dengan judul “Teknik Panen dan Pascapanen Tanaman Kopi (Coffea sp.) di Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) KP. Natar, kecamatan Natar, Kabupaten Lampung Selatan”.


(7)

PERSEMBAHAN

“Dengan Menyebut nama Allah yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang”

Kupersembahkan hasil karya yang diiringi rasa syukur dan bangga ini kepada kalian yang tulus dan ikhlas menyayangiku: Ayah, Ibu, kakak –kakak, adik serta keponakan-keponakanku sebagai ungkapan rasa kasih sayang dan hormat kepada

kalian yang kucintai karena Allah SWT. “Almamater Tercinta”


(8)

" Visi tanpa tindakan hanyalah sebuah mimpi. Tindakan tanpa visi hanyalah membuang waktu. Visi dengan tindakan akan mengubah dunia! "

(Joel Arthur Barker)

Pandanglah hari ini. Kemarin sudah menjadi mimpi. Dan esok hari hanyalah sebuah visi. Tetapi, hari ini yang sungguh nyata, menjadikan

kemarin sebagai mimpi kebahagiaan, dan setiap hari esok sebagai visi harapan.

(Alexander Pope)

Jadilah kamu manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis; dan pada kematianmu semua orang menangis

sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum. (Mahatma Gandhi)


(9)

SANWACANA

Alhamdulillahhirobbil’alaamiin puji syukur penulis panjatkan kepada ALLAH

SWT yang telah melimpahkan anugerah, rahmat dan kasih sayang-Nya sehingga

penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi dengan judul “Penampilan

Karakter Agronomi Beberapa Genotipe Harapan Tanaman Kedelai (Glycine Max

[L] Merrill) Generasi F6 Persilangan Wilis x Mlg2521” adalah salah satu syarat

untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian di Universitas Lampung.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dr. Ir. Nyimas Sa’diyah, M.P., selaku Pembimbing Utama yang telah

memberikan perhatian, pemikiran, dan bimbingan yang sangat membangun selama penulis melakukan penelitian, penyusunan dan penyelesaian skripsi. 2. Dr. Ir. Maimun Barmawi, M.S., selaku Pembimbing Kedua yang telah

memberikan ilmu pengetahuan, saran, kritik, semangat, dan kesabaran yang tak terhingga saat membimbing dalam penelitian ini.

3. Prof. Dr. Ir. Setyo Dwi Utomo, M.Sc., selaku Penguji yang telah memberikan pengarahan, memberikan ilmu pengetahuan, kritik, dan saran dalam proses penyelesaian skripsi ini.

4. Dr. Ir. Yafizham, M.S., selaku dosen Pembimbing Akademik atas bantuan, nasehat, dan motivasi selama penulis kuliah.


(10)

iii 5. Dr. Ir. Kuswanta Futas Hidayat. M.P., selaku Ketua Jurusan Agroteknologi

Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

6. Prof. Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.S., selaku Dekan Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Orang tua tercinta Bapak Ali Imron dan Ibu Minah yang selalu mendoakan dengan tulus, memberi motivasi serta memberi dukungan penuh hingga penulisan skripsi ini selesai.

8. Teman-teman satu penelitian Yepi Yusnita, Adawiah, S.P., Alamanda Katartika Fahri, S.P., dan Shinta Anisya, S.P., yang telah membantu dan terlibat dalam penelitian dan memberikan semangat dalam pembuatan skripsi ini.

9. Sahabat dan teman seperjuangan Suhendra, Apin, Agung Susi, Ali, Aan, Agung Dwi, Andryan, Apri, Rohman, Bayu, Agnesi, Agatha, Debby, Benny, Chintya, Aul, Eci dan rekan PU BPTP Natar, terima kasih atas kebersamaan, keakraban, kebahagiaan dan duka yang selama ini selalu dilalui bersama. 10. Seluruh teman – teman Agroteknologi 2011, khususnya kelas A terima kasih

atas kebersamaan dan pertemanan selama ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi masih belum sempurna karena kesempurnaan hanya milik ALLAH dan semoga ini dapat bermanfaat bagi semua. Aamiin.

Bandar Lampung, Juli 2015


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... viii

I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang dan Masalah ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 6

1.3 Kerangka Pemikiran ... 7

1.4 Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tanaman Kedelai ... 9

2.1.1 Klasifikasi tanaman kedelai ... 9

2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai ... 10

2.1.3 Syarat Tumbuh ... 12

2.2 Pemuliaan Tanaman Kedelai ... 13

2.2.1 Perakitan varietas unggul pada tanaman kedelai ... 13

2.2.2 Metode pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri ... 14

2.2.3 Silsilah genotipe yang diuji ... 19

2.3 Deskripsi Varietas ... 21


(12)

v III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 24

3.2 Bahan dan Alat ... 24

3.3 Metode Penelitian ... 25

3.4 Analisis Data ... 25

3.5 Pelaksanaan Penelitian ... 26

3.5.1 Persiapan Lahan ... 26

3.5.2 Penanaman ... 27

3.5.3 Pemeliharaan Tanaman ... 27

3.5.4 Pemanenan ... 28

3.5.5 Peubah yang diamati ... 28

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Hasil Penelitian ... 30

4.1.1 Rekapitulasi Analisis Ragam ... 30

4.1.2 Hasil uji nilai tengah karakter agronomi genotipe Kedelai yang dibandingkan dengan tetua Wilis dan Mlg2521 ... 31

4.2 Pembahasan ... 36

V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 43

5.2 Saran ... 43

PUSTAKA ACUAN ... 45


(13)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

1. Rumus analisis ragam. ... 26

2. Rekapitulasi analisis ragam. ... 30

3. Uji nilai tengah karakter umur berbunga dan umur panen dengan pembanding tetua Wilis dan tetua Mlg2521. ... 31

4. Uji nilai tengah karakter tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif dengan pembanding tetua Wilis dan tetua Mlg2521. ... 32

5. Uji nilai tengah karakter jumlah polong dan jumlah biji per tanaman dengan pembanding tetua Wilis dan tetua Mlg2521. ... 33

6. Uji nilai tengah karakter bobot 100 butir biji kering per tanaman dan total bobot biji kering per tanaman per baris (2m2). ... 34

7. Potensi produksi (ton/ha) dan warna kulit benih (testa) dari tetua Wilis, tetua Mlg2521, dan sepuluh genotipe yang diuji. ... 35

8. Rerata umur berbunga. ... 50

9. Analisis ragam untuk umur berbunga. ... 50

10. . Rerata umur panen. ... 51

11. Analisis ragam untuk umur panen. ... 51

12. Rerata tinggi tanaman. ... 52

13. Analisis ragam untuk tinggi tanaman. ... 52

14. Rerata jumlah cabang produktif. ... 53

15. Analisis ragam untuk jumlah cabang produktif. ... 54


(14)

vii

17. Analisis ragam untuk jumlah polong bernas. ... 54

18. Rerata jumlah biji per tanaman. ... 55

19. Analisis ragam untuk jumlah biji per tanaman. ... 55

20. Rerata bobot 100 butir biji kering per tanaman. ... 56

21. Analisis ragam untuk bobot 100 butir biji kering per tanaman. ... 56

22. Rerata total bobot biji kering per tanaman. ... 57


(15)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Grafik perkembangan kedelai di Indonesia ... 2 2. Tata letak penanaman kedelai F6 hasil persilangan Wilis x


(16)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang dan Masalah

Kedelai (Glycine max [L] Merril) merupakan tanaman yang banyak dimanfaatkan sebagai bahan dasar pembuatan tempe, tahu, kecap, dan susu kedelai. Tanaman yang termasuk dalam jenis kacang – kacangan merupakan komoditas tanaman pangan penghasil protein nabati yang tinggi, aman dikonsumsi dan mudah dicerna oleh tubuh. Selain mengandung 40% protein, kedelai mengandung 20 % lemak, 35 % karbohidrat dan 5% mineral yang merupakan zat makro essensial yang dibutuhkan oleh tubuh.

Produksi kedelai di Indonesia terus mengalami penurunan dari tahun 2011 sampai pada tahun 2013 dan diperkirakan akan meningkat pada tahun 2014. Angka tetap badan pusat statistik (BPS) menunjukkan bahwa produksi kedelai di Indonesia pada tahun 2013 mengalami penurunan yang cukup besar yakni sebesar 7,49 % ( Badan Pusat Statistik, 2014). Adapun grafik produksi kedelai di Indonesia sebagai berikut (Gambar 1).

Menurut data Badan Pusat Statistik (2014), angka tetap produksi kedelai pada tahun 2013 sebesar 779,99 ribu ton biji kering atau turun sebesar 63,16 ribu ton (7,49 persen) dibandingkan tahun 2012. Penurunan produksi ini terjadi di Jawa


(17)

2 produksi kedelai di Indonesia, 2011-20141)

sumber: http://www.bps.go.id/website/brs_ind/aram_01juli14.pdf Keterangan : 1) tahun 2014 merupakan angka ramalan I (ARAM I)

Gambar 1. Grafik produksi kedelai di Indonesia.

sebesar 81,69 ribu ton, sebaliknya produksi mengalami peningkatan sebesar 18,53 ribu ton di luar Jawa, sedangkan pada tahun 2014 angka ramalan I (ARAM I) memperkirakan akan terjadi kenaikan produksi sebesar 892,60 ribu ton biji kering, meningkat sebanyak 112,16 ribu ton (14,44 persen) dibandingkan dengan tahun 2013. Menurut Kompas (2014), pada tahun 2014 kebutuhan kedelai di Indonesia mencapai 2,3 – 2,5 juta ton setiap tahun, padahal jumlah produksi kedelai di Indonesia hanya sekitar 800.000 ton per tahun sehingga untuk mencukupi

kebutuhan kedelai dalam negeri, pemerintah harus impor. Total impor yang harus dilakukan pemerintah adalah sekitar 70%. Untuk bisa menargetkan swasembada kedelai pada 2014, pemerintah menargetkan bisa mengakuisisi lahan baru

sekaligus bisa ditanami kedelai seluas 350.000 hektar. Untuk mengurangi impor kedelai yang sangat besar ini perlu adanya usaha untuk meningkatkan produksi


(18)

3 kedelai dalam negeri. Selain dengan cara memperluas lahan untuk penanaman kedelai perlu juga dilakukan penggunaan varietas unggul melalui pemuliaan tanaman. Peningkatan produktivitas kedelai di Indonesia sangat membutuhkan ketersediaan varietas unggul yang berpotensi hasil tinggi dan responsif terhadap perbaikan kondisi lingkungan serta memiliki sifat - sifat unggul lainnya (Arsyad, 2000). Peningkatan produktivitas dapat dilakukan antara lain dengan perakitan kultivar kedelai unggul yang mempunyai karakter daya hasil tinggi. Perakitan suatu kultivar berdaya hasil tinggi bertujuan menghasilkan suatu genotipe tanaman yang mendekati tipe ideal (Alia et al., 2004).

Perakitan varietas unggul diawali dengan menyilangkan kedua tetua tanaman yang memiliki sifat yang berbeda. Persilangan tanaman bertujuan untuk

menggabungkan sifat yang dimiliki oleh masing – masing tetua dan dapat menjadi sumber yang menimbulkan keragaman genetik pada keturunannya. Perakitan varietas unggul tidak lepas dari pemilihan tetua. Setiap tetua harus memiliki karakter yang di inginkan seperti daya hasil tinggi, mutu hasil tinggi atau tahan terhadap hama dan penyakit, sehingga diharapkan zuriat yang dihasilkan dapat diterima oleh masyarakat. Menurut Mursito (2003), metode pemuliaan kedelai di Indonesia pada prinsipnya pencarian atau identifikasi genotipe yang memiliki sifat unggul untuk kemudian di seleksi, dan diuji daya hasil dan adaptasinya. Pengujian perlu dilakukan sebanyak mungkin pada galur galur kedelai terpilih, sehingga didapatkan galur kedelai yang berdaya hasil tinggi.

Penelitian ini, menggunakan kedelai hasil persilangan Wilis x Mlg2521. Kedelai


(19)

4 daya hasil yang tinggi, namun rentan terhadap penyakit virus kerdil soybean stunt virus (SSV), sedangkan Mlg2521 merupakan galur harapan kedelai tahan terhadap

penyakit virus kerdil SSV, tetapi mempunyai daya hasil yang rendah (Barmawi, 2007). Persilangan antara Wilis dan Mlg2521 bertujuan untuk menggabungkan

sifat yang dimiliki masing-masing tetua dan menghasilkan genotipe yang lebih baik daripada tetuanya yaitu tanaman kedelai yang tahan terhadap SSV dan berdaya hasil tinggi. Akan tetapi pada penelitian ini hanya dilihat daya hasil pada saat panen. Untuk mendapatkan genotipe yang memiliki daya hasil yang tinggi, perlu dilakukan seleksi dari keturunan hasil persilangan Wilis dan Mlg2521.

Seleksi tanaman dilakukan dengan melihat potensi produksi yang dihasilkan oleh zuriat dari kedua tetua yang disilangkan. Menurut Falconer dan Mackay (1996) Perakitan varietas berdaya hasil tinggi dapat dilakukan melalui seleksi secara langsung terhadap daya hasil atau tidak langsung melalui beberapa karakter lain yang terkait dengan daya hasil.

Seleksi nomor – nomor harapan pada tanaman kedelai hasil persilangan Wilis x Mlg2521 sudah sampai pada generasi F6 yang diharapkan karakter agronomi zuriat-

zuriat yang dihasilkan dari penggabungan kedua sifat tetuanya sudah homozigot, sehingga karakter – karakter yang dimunculkan sudah memiliki penampilan yang seragam. Hasil penelitian Adriani pada generasi F5 (2014), besaran nilai

keragaman fenotipe yang luas terdapat pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, bobot biji per tanaman dan bobot 100 butir, kemudian untuk keragaman genotipe yang sempit terdapat pada

karakter umur berbunga, umur panen, jumlah cabang produktif, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman memiliki kriteria sempit. Pengujian


(20)

galur-5 galur homozigot merupakan aspek penting dalam program perakitan varietas baru. Keragaman fenotipe dan genotipe yang tinggi mempunyai peluang untuk memilih nomor – nomor harapan yang memiliki nilai tengah untuk karakter bobot biji, bobot 100 butir, dan total jumlah polong per tanaman agar produktivitas meningkat. Karakter agronomi adalah karakter-karakter yang berperan dalam penentuan atau pendistribusian potensi hasil suatu tanaman, karakter agronomi meliputi karakter komponen hasil dan hasil tanaman. Karakter komponen hasil meliputi tinggi tanaman,umur panen, jumlah cabang produktif dan jumlah polong, sedangkan karakter hasil dilihat dari bobot biji, bobot 100 butir dan jumlah biji yang dihasilkan pertanaman.

Hasil penelitian Zulkarnain (2014) terdapat beberapa genotipe unggul generasi F6,

yaitu genotipe nomor 7.199.4, 7.24.1, 7.64.1, 7.83.5, 7.192.2, dan 7.23.3.

Genotipe nomor 7.199.4 memiliki bobot biji per tanaman terbanyak dibandingkan dengan seluruh genotipe yang diuji. Genotipe – genotipe tersebut dipilih karena memiliki total jumlah polong yang lebih banyak dan ukuran biji termasuk kriteria sedang dibandingkan dengan tetuanya. Total jumlah polong yang banyak dan bobot 100 butir yang berat mengakibatkan bobot biji per tanaman juga berat.

Hasil Penelitian Oktaviana (2010) menunjukkan bahwa karakter jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total berpengaruh terhadap bobot biji per tanaman. Hal ini menunjukkan bahwa semakin banyak jumlah cabang produktif, jumlah buku produktif, jumlah polong bernas dan jumlah polong total maka bobot biji per tanaman akan semakin besar.


(21)

6 Penampilan tanaman yang teramati adalah fenotipe (P) yang ditentukan oleh hasil kerja sama antara faktor genotipe (G) dan pengaruh lingkungan (E) serta pengaruh tambahan dari komponen interaksi antara genotipe dan lingkungan (GE), secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut : P = G + E + GE (Musa, 1998 dikutip oleh Renwarin et al., 2004).

Dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan maka dapat dibuat rumusan masalah dalam pertanyaan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah penampilan karakter agronomi beberapa galur harapan tanaman kedelai generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521 dibandingkan dengan

tetuanya?

2. Apakah terdapat nomor – nomor harapan yang unggul dari berbagai genotipe generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521.

1.2 Tujuan Penelitian

Berdasarkan idenifikasi masalah dan perumusan masalah dapat disusun tujuan penelitian sebagai berikut.

1. Membandingkan nilai tengah karakter agronomi beberapa genotipe harapan tanaman kedelai generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521 dengan tetua

Wilis dan tetua Mlg2521.

2. Mengetahui nomor – nomor harapan yang unggul dari berbagai genotipe dari generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521.


(22)

7 1.3 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan landasan teori yang telah dikemukakan, maka disusun kerangka pemikiran untuk memberikan penjelasan terhadap perumusan masalah. Karakter agronomi adalah karakter – karakter yang memiliki peran dalam penentuan potensi hasil suatu tanaman. Karakter yang diamati meliputi karakter komponen hasil dan karakter hasil tanaman kedelai. Karakter komponen hasil merupakan karakter yang menunjang produksi yang dihasilkan. Komponen hasil meliputi umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, dan total jumlah polong yang dihasilkan, sedangkan karakter hasil merupakan produksi yang dihasilkan oleh tanaman yang meliputi jumlah biji yang dihasilkan, bobot 100 butir dan total bobot biji per tanaman.

Karakter komponen hasil pada kedelai merupakan karakter penting yang menjadi indikator perolehan hasil dan telah dimanfaatkan sebagai kriteria seleksi tidak langsung dalam rangka mengembangkan varietas berdaya hasil tinggi. Studi keragaman karakter komponen hasil sangat diperlukan untuk memilih karakter yang paling baik untuk dijadikan kriteria seleksi atau karakter yang masih memungkinkan untuk diperbaiki. Pandini et al. (2002) melaporkan bahwa total jumlah polong per tanaman dapat digunakan sebagai karakter seleksi untuk memperbaiki daya hasil kedelai. Iqbal et al. (2010) juga melaporkan bahwa karakter komponen hasil seperti jumlah cabang per tanaman, jumlah polong per tanaman dan bobot 100 biji dapat dimanfaatkan dalam program pemuliaan untuk menyeleksi genotipe berdaya hasil tinggi.


(23)

8 Benih kedelai yang digunakan merupakan generasi F6 hasil persilangan Wilis x

Mlg2521 dengan tingkat homozigositas sebesar 98,43% yang diharapkan karakter –

karakter yang dimunculkan sudah benar-benar memiliki sifat yang diturunkan dari kedua tetuanya. Setelah dilakukan pengujian terhadap penampilan karakter agronomi tanaman kedelai, maka akan diperoleh informasi apakah karakter- karakter komponen hasil yang menunjang karakter hasil akan menunjukkan penampilan yang lebih baik dari salah satu tetua, lebih baik dari kedua tetua pembanding wilis dan Mlg2521 atau karakter yang dihasilkan lebih rendah dari

tetua, sehingga akan didapat genotipe – genotipe yang benar – benar unggul.

1.4 Hipotesis

Dari Uraian yang telah dikemukakan dalam kerangka pemikiran diatas, dapat disimpulkan hipotesis sebagai berikut.

1. Nilai tengah karakter agronomi yang dihasilkan pada beberapa genotipe harapan kedelai generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521 lebih besar

daripada tetua pembanding Wilis, dan tetua pembanding Mlg2521.

2. Terdapat nomor – nomor harapan yang unggul dari berbagai genotipe kedelai generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Kedelai

2.1.1 Klasifikasi Tanaman Kedelai

Kedelai merupakan tanaman pangan berupa semak yang tumbuh tegak. Kedelai jenis liar (Glycine ururiencis) merupakan kedelai yang menurunkan berbagai kedelai yang dikenal sekarang, yaitu Glycine max (L.) Merril. Kedelai berasal dari daerah Manshukuo (Cina Utara). Tanaman kedelai kemudian menyebar ke daerah Mansyuria, Jepang (Asia Timur) dan negara-negara lain di Amerika dan Afrika. Tanaman ini dibudidayakan di Indonesia mulai abad ke-17 (Purwono dan Purnamawati, 2008).

Berdasarkan klasifikasi tanaman kedelai kedudukan tanaman kedelai dalam sistematika tumbuhan (taksonomi) diklasifikasikan sebagai berikut (Adisarwanto, 2005) :

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub-divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Polypetales Famili : Leguminosea Sub-famili : Papilionoideae Genus : Glycine


(25)

10

2.1.2 Morfologi Tanaman Kedelai

Tanaman kedelai umumnya tumbuh tegak, berbentuk semak, dan merupakan tanaman semusim. Morfologi tanaman kedelai didukung oleh komponen utamanya, yaitu akar, daun,batang, polong, dan biji sehingga pertumbuhannya bisa optimal (Atman, 2009).

Akar tanaman kedelai berupa akar tunggang yang membentuk cabang cabang akar. Akar tumbuh ke arah bawah, sedangkan cabang akar berkembang menyamping (horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelembaban tanah turun, akar akan berkembang lebih ke dalam sehingga dapat menyerap air dan unsur hara. Pertumbuhan ke samping dapat mencapai jarak 40 cm, dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut air maupun unsur hara, akar tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil akar (Pitojo, 2007).

Sistem perakaran kedelai terdiri dari dua macam, yaitu akar tunggang dan akar sekunder (serabut) yang tumbuh dari akar tunggang. Pertumbuhan batang kedelai dibedakan menjadi dua tipe, yaitu tipe determinate dan indeterminate. Di

samping itu, terdapat varietas hasil persilangan yang mempunyai tipe batang mirip keduanya sehingga dikategorikan sebagai semi-determinate atau

semiindeterminate (Irwan, 2006).

Tanaman kedelai berbatang pendek (30-100 cm) memiliki 3-6 percabangan, dan berbentuk tanaman perdu. Batang tanaman kedelai berkayu, biasanya kaku dan tahan rebah, kecuali tanaman yang dibudidayakan di musim hujan atau tanaman


(26)

11 yang hidup di tempat yang ternaungi (Pitojo, 2007). Batang tanaman kedelai berasal dari poros embrio yang terdapat pada biji masak. Hipokotil merupakan bagian terpenting pada poros embrio yang berbatasan dengan bagian ujung bawah permulaan akar yang menyusun bagian kecil dari poros bakal akar hipokotil. Bagian atas hipokotil berakhir pada epikotil yang terdiri dari dua daun sederhana, yaitu primordia daun bertiga pertama dan ujung batang (Adie dan Krisnawati, 2007).

Tanaman kedelai mempunyai dua bentuk daun yang dominan, yaitu stadia

kotiledon yang tumbuh saat tanaman masih berbentuk kecambah dengan dua helai daun tunggal dan daun bertangkai tiga (triofoliate leaves) yang tumbuh setelah masa perkecambahan. Bentuk daun diperkirakan mempunyai korelasi yang sangat erat dengan potensi produksi biji (Adisarwanto, 2005). Daun kedelai terbagi menjadi empat tipe: (1) kotiledon atau daun biji, (2) dua helai daun primer sederhana, (3) daun bertiga, dan (4) profillia. Daun primer berbentuk oval dengan tangkai daun sepanjang 1-2 cm, terletak berseberangan pada buku pertama di atas kotiledon. Setiap daun memiliki sepasang stipula yang terletak pada dasar daun yang menempel pada batang. Tipe daun lain yang terbentuk pada batang utama, dan pada cabang lateral terdapat daun trifoliat yang secara bergantian dalam susunan yang berbeda. Anak daun bertiga mempunyai bentuk yang bermacam-macam, mulai bulat hingga lancip. Ada kalanya terbentuk 4-7 helai daun dan dalam beberapa kasus terjadi penggabungan daun lateral dengan daun terminal (Adie dan Krisnawati, 2007).


(27)

12 Biji kedelai biasanya diukur berdasarkan bobot 100 biji kering. Bobot 100 biji kedelai ukuran kecil berkisar antara 6-10 g, sedangkan yang berukuran sedang antara 11-12 g dan yang berukuran besar lebih dari 13 g (Pitojo, 2007). Kulit biji kedelai terdiri atas tiga lapisan yaitu epidermis, hypodermis dan parenkim. Lapisan epidermis disusun oleh sel-sel palisade yang diselubungi oleh lapisan kutikula. Lapisan hypodermis terdiri atas selapis sel yang berbentuk huruf 1(hourglass). Lapisan parenkim terdiri atas 6-8 lapisan tipis yang terdapat pada keseluruhan kulit biji kecuali pada hilum yang tersusun oleh tiga lapisan yang berbeda. Hilum tersusun atas tiga lapisan parenkim, pada lapisan terluar terdapat ruang interseluler yang berhubungan langsung dengan sel hourglass (Adie dan Krisnawati, 2007).

2.1.3 Syarat Tumbuh

Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas, ditempat-tempat terbuka dan bercurah hujan 100 – 400 mm3 per bulan. Oleh karena itu, kedelai kebanyakan ditanam didaerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan laut dan jarang sekali ditanam di daerah yang terletak kurang dari 600 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik jika ditanam di daerah beriklim kering (AAK, 2002).

Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20 -250C. Suhu 12 – 200C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat

menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30 0C,


(28)

13 fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis (Rubatzky dan Yamaguchi, 1998).

Toleransi keasaman tanah sebagai syarat tumbuh bagi kedelai adalah pH 5,8-7,0 tetapi pada pH 4,5 pun kedelai dapat tumbuh. Pada pH kurang dari 5,5

pertumbuhannya sangat terhambat karena keracunan Aluminium, sehingga pertumbuhan bakteri bintil dan proses nitrifikasi (proses oksidasi amoniak menjadi nitrit atau proses pembusukan) akan berjalan kurang baik (Prihatman, 2000).

2.2 Pemuliaan Tanaman Kedelai

2.2.1 Perakitan Varietas Unggul Tanaman Kedelai

Pemuliaan tanaman dapat didefinisikan sebagai modifikasi genetik tanaman, yang merupakan seni (art) dan ilmu (science) perbaikan genetik tanaman. Seni di definisakan sebagai kemampuan melakukan seleksi galur atau klon secara visual dan ilmu berupa proses ilmiah dan disengaja untuk mengubah susunan genetik tanaman untuk meningkatkan kesejahteraan manusia (Fehr, 1987).

Pemuliaan kedelai di Indonesia secara umum bertujuan untuk menghasilkan varietas unggul berdaya hasil tinggi dan beradaptasi untuk berbagai agroekologi. Sejak tahun 1990 program perakitan varietas kedelai mulai diarahkan untuk beradaptasi spesifik agroekologi seperti lahan sawah (irigasi dan tadah hujan), lahan kering (asam dan bukan asam), lahan rawa, dan sebagainya (Arsyad et al., 2007). Varietas unggul yang dihasilkan dalam kegiatan pemuliaan mempunyai peran penting untuk meningkatkan hasil dan produktivitas tanaman kedelai


(29)

14 apabila benih dari varietas unggul tersebut digunakan secara luas oleh petani (Budiarti dan Hadi, 2006).

Varietas kedelai dikembangkan dari galur murni yang bersifat homozigot

homogenus. Oleh karena itu, dari populasi persilangan perlu dibentuk galur-galur murni sehingga dapat diuji daya hasilnya. Pada umumnya, galur asal F4 atau F5

sudah menunjukkan tingkat kemurnian yang cukup sehingga sudah dapat diuji (Sumarno, 1985).

2.2.2 Metode Pemuliaan pada tanaman menyerbuk sendiri

Seleksi merupakan bagian penting dari program pemuliaan tanaman untuk memperbesar peluang mendapatkan genotipe yang unggul. Hal ini juga berlaku untuk pemuliaan tanaman kedelai. Pengujian perlu dilakukan sebanyak mungkin pada galur-galur kedelai terpilih sehingga didapatkan galur-galur kedelai yang berdaya hasil tinggi (Pinaria et al., 1995).

Pada program pemuliaan tanaman meyerbuk sendiri, secara konvensional ada empat prosedur yang sering digunakan. Prosedur ini telah dibuktikan paling sesuai dan memberi hasil cukup memuaskan. Keempat prosedur tersebut adalah introduksi, seleksi parental, hibridasi yang dilanjutkan dengan seleksi.

Introduksi adalah perpindahan plasma nutfah berupa benih dan bahan tanaman lainnya sari suatu daerah (negara) ke daerah (negara) lain. Tujuan introduksi tanaman adalah memperluas keragaman genetik di suatu daerah (negara) sebagai tahap awal program pemuliaan tanaman untuk merakit varietas unggul tanaman-tanaman penting (Utomo, 2015).


(30)

15 Seleksi Tetua dilakukan dengan memilih sejumlah tanaman dari populasi dasar, menanam kembali tanaman-tanaman terpilih. Metode seleksi ini terdiri atas:

1. Seleksi Massa

Seleksi massa merupakan metode pemuliaan yang paling tua dan paling sederhana. Dalam seleksi massa, pemulia dapat memperbaiki suatu sifat dari populasi yang diseleksi dengan tetap mempertahankan ciri populasi tersebut. Seleksi massa dilakukan pada populasi homozigot heterogen, biasanya berupa varietas yang tercampur. Seleksi massa bertujuan mengurangi keragaman genetik dari suatu populasi dan meningkatkan frekuensi gen yang diinginkan. Kegunaan seleksi massa dapat memperbaiki populasi landrace, memurnikan varietas galur murni untuk mempertahankan identitas varietas, dan mendapatkan varietas yang memiliki horizontal serta mempunyai adaptasi luas pada lingkungan baru (Syukur

et al., 2012). Chahal dan Gosal (2003) menyatakan bahwa tujuan utama dari seleksi massa adalah untuk meningkatkan frekuensi genotipe unggul dari populasi genetis yang berubah-ubah dengan perbedaan karakter yang jelas.

2. Seleksi galur murni

Seleksi galur murni merupakan seleksi tanaman tunggal dari populasi homozigot heterogen. Seleksi ini berdasarkan pada teori bahwa keragaman dalam suatu populasi heterozigot disebabkan oleh keragaman genetik dan lingkungan;

sedangkan keragaman dalam galur murni disebabkan oleh keragaman lingkungan. Seleksi ini ditujukan pada populasi sebelum hibridisasi, tetapi dapat juga untuk populasi bersegregasi (Syukur et al., 2012).


(31)

16 Seleksi Galur murni terdiri dari tiga tahap yang berbeda. Tahap pertama

adalah seleksi tanaman tunggal dari populasi dasar yang secara genetik bervariasi. Tahap kedua adalah pertumbuhan baris keturunan dari individu tanaman yang diseleksi untuk tujuan observasi dalam bentuk galur. Tahap ketiga adalah evaluasi galur-galur terpilih untuk diuji lanjut (Allard, 1960).

Hibridisasi dilakukakan dengan cara memilih sifat – sifat yang diinginkan dari tetua yang kemudian disilangkan. Setelah dilakukan hibridisasi, maka dilanjutkan dengan seleksi. Metode seleksi terdiri atas:

1. Seleksi Silsilah (Pedigree)

Secara umum, prinsip dari seleksi adalah 1) seleksi berkembang dari teori galur murni Johansen; 2) seleksi dilaksanakan pada generasi awal (F2) dengan tingkat

segregasi tinggi, seleksi untuk karakter hasil tidak dapat dilakukan pada F2 ; 3)

seleksi awal dilakukan terhadap individu berdasarkan fenotipe yang kemudian ditanam dalam barisan; 4) seleksi dilakukan berulang terhadap individu terbaik dari famili terbaik sampai tercapai tingkat homozigositas yang dikehendaki; 5) silsilah dari setiap galur tercatat/diketahui; 6) umumnya digunakan untuk karakter dengan heritabilitas arti sempit yang tinggi. Tujuan metode seleksi silsilah adalah untuk mendapatkan varietas baru dengan mengkombinasikan gen-gen yang diinginkan yang ditemukan pada dua genotipe atau lebih (Syukur et al., 2012).

Seleksi Pedigree dilakukan pada generasi-generasi yang bersegregasi dan dimulai dari generasi F2. Pada metode Pedigree dilakukan pencatatan dari hubungan tetua dan keturunanya. Pencatatan-pencatatan yang diambil dengan


(32)

17 baik dapat bermanfaat dalam memutuskan genotipe mana yang dilanjutkan dan mana yang dibuang (Allard, 1960).

2. Seleksi Bulk

Metode bulk merupakan metode untuk membentuk galur-galur homozigot dari populasi bersegregasi melalui selfing selama beberapa generasi tanpa seleksi. Selama tumbuh bercampur, terjadi seleksi alam sehingga tanaman yang tidak tahan menghadapi tekanan lingkungan akan tertinggal pertumbuhannya atau mati. Prinsip metode bulk adalah 1) merupaka metode seleksi yang sederhana setelah seleksi massa; 2) tidak dilakukan seleksi pada generasi awal; 3) pada generasi awal tanaman ditanam rapat dan dipenen secara gabungan (bulk); 4)

memanfaatkan tekanan seleksi alam pada generasi awal; 5) seleksi baru dilakukan setelah tercapai tingkat homozigositas tinggi (F5 atau F6); 6) sesuai untuk karakter

dengan heritabilitas rendah hingga sedang (Syukur et al., 2012).

3. Silang Balik (Back Cross)

Metode silang balik adalah menyilangkan kembali keturunannya dengan salah satu tetuanya (tetua recurrent) selama beberapa generasi untuk memindahkan gen dari tetua donor ke tetua recurrent (penerima). Prinsipnya antara lain: 1)

tersedianya tetua recurrent dengan sifat agronomi baik; 2) tersedianya tetua donor yang membawa gen yang diinginkan; 3) sifat yang dipindahkan dari donor dapat dipertahankan pada tetua penerima setelah beberapa kali silang baik; 4) untuk mempertahankan sifat-sifat baik pada tetua penerima, diperlukan beberapa kali silang balik; 5) untuk memindahkan gen dominan dan karakter terekspresi


(33)

18 sebelum pembungaan, seleksi dapat dilakukan langsung pada hasil silang balik; 6) untuk memindahkan gen resesif, seleksi dilakukan pada turunan hasil silang balik (Syukur et al., 2012).

Metode Back Cross adalah metode seleksi yang dilakukan dengan

menyilangkan genotipe F1 dengan salah satu tetuanya. Metode Back Cross melibatkan tetua persilangan yaitu tetua yang ingin diperbaiki (recurrent parent) dan tetua yang digunakan sebagai sumber gen yang akan dimasukkan ke dalam tetua yang ingin diperbaiki (donor parent) (Chahal dan Gosal, 2003).

4. Seleksi Single Seed Descent (SSD)

Seleksi Single Seed Descent, yaitu satu keturunan satu biji. Pada prinsipnya, individu tanaman terpilih dari hasil suatu persilangan pada F2 dan selanjutnya ditanam cukup satu biji satu keturunan. Cara ini dilakukan sampai generasi yang ke-5 atau ke-6 (F5 atau F6). Bila pada generasi tersebut sudah diperoleh tingkat keseragaman yang diinginkan maka pada generasi berikutnya pertanaman tidak dilakukan satu biji satu keturunan tetapi ditingkatkan menjadi satu baris satu populasi keturunan, kemudian meningkat lagi menjadi satu plot satu populasi keturunan.

Prosedur Single Seed Descent (SSD) mempunyai tujuan :mempertahankan

keturunan dari sejumlah besar tanaman F2, dengan mengurangi hilangnya genotip selama generasi segregasi. Hanya satu biji yang dipanen dari masing-masing tanaman, perkembangan tanaman optimum dari generasi F2 sampai dengan F4..


(34)

19 Metode seleksi Single Seed Descent(SSD) banyak dilakukan dalam pemuliaan tanaman kedelai di Amerika Serikat (Fehr, 1978).

2.2.3 Silsilah Genotipe yang diuji

Wilis X Mlg 2521

Persilangan Wilis dengan Malang 2521 dilakukan pada kegiatan Praktikum Pemuliaan Tanaman.

Benih F1

Didapatkan 4 benih hasil persilangan. Tanaman F1

Dari 4 benih berhasil ditanam 1 tanaman F1

Benih F2

Didapatkan 88 benih Tanaman F2

Ditanam 88 tanaman, dengan nomor urut 1—88 Benih F3

Dipilih secara acak 300 benih dari tanaman No. 7 (peringkat 1) dari tanaman F1

(Yantama, 2012). Tanaman F3

Ditanam 300 tanaman dengan nomor urut 1—300 Benih F4

Dipilih 25 nomor terbaik yaitu,218, 192, 56, 83, 44, 22, 82, 144, 24, 199, 122, 73, 141, 23, 75, 57, 90, 3, 52, 21, 140, 64, 176, 42, 261 (Sari, 2013).

Tanaman F4

Ditanam 20 tanaman per nomor dari benih F4

Benih F5

Dipilih 15 nomor terbaik yaitu 3.3, 144.2, 192.1, 64.1, 141.5, 23.3, 199.4, 73.3, 83.5, 261.1, 90.2, 24.1, 61.4, 61.1, 44.3

Tanaman F5 Ditanam 20 tanaman per nomor tanaman

Benih F6

Dipilih 10 nomor terbaik (Adriani, 2014)

Tanaman F6

Ditanam 20 tanaman per nomor harapan dengan penulisan nomor memuat semua nomor harapan dari generasi F2, F3, F4, dan F5 secara berurutan, 7.144.2.3;

7.199.4.2; 7.73.3.12; 7.24.1.2; 7.83.5.4; 7.83.5.3; 7.64.1.3; 7.64.1.8; 7.199.4.14 dan 7.192.1.16.


(35)

20

Benih kedelai yang digunakan merupakan benih hasil penelitian Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Setyo Dwi Utomo yang dibantu oleh mahasiswa jurusan Hama dan Penyakit Tanaman dan Program Studi Agronomi Universitas Lampung. Menurut (Fertani yang dikutip Adriani, 2014) Penelitian diawali dengan seleksi Tetua yang tahan terhadap cowpea mild mottle virus (CPMMV) pada tahun 2001. Dari hasil penelitian ini diperoleh galur yang tahan terhadap (CPMMV) yaitu galur Mlg 2521. Menurut Barmawi (2007) Kedelai varietas Wilis

dan Mlg 2521 memiliki keunggulan yang berbeda. Wilis mempunyai daya hasil

yang tinggi, namun rentan terhadap penyakit virus kerdil soybean stunt virus

(SSV), sedangkan Mlg 2521 merupakan galur harapan kedelai tahan terhadap

penyakit virus kerdil SSV, tetapi mempunyai daya hasil yang rendah. Pada tahun 2009 dilakukan persilangan antara galur Wilis dan Mlg2521 oleh Maimun

Barmawi. Penanaman F1 dilakukan oleh mahasiswa yang mengambil mata kuliah

pemulian tanaman pada tahun 2011 di Laboratorium Lapang Terpadu Fakultas Pertanian Universitas Lampung dan didapatkan 4 benih hasil persilangan. Dan berhasil ditanam 1 benih F1 yang menghasilkan 88 benih yang akan ditanam

sebagai F2. Selanjutnya, penanaman F2 dilakukan oleh Yantama dan Achdiansyah

pada bulan November 2011 di Laboratorium Lapang Terpadu Universitas Lampung. Dari penelitian yang dilakukan oleh Yantama (2012) diperoleh 12 nomor genotipe harapan yang memiliki keunggulan dengan tetuanya dan seluruh tanaman yang hidup yaitu nomor 7, 46, 72, 31, 62, 58, 23, 10, 13, 70, 74, dan 36. Dari 12 nomor yang terpilih dipilih tanaman dengan nomor genotipe 7 yang memiliki jumlah polong pertanaman 378 polong, bobot iji pertanaman 118,27 g, dan jumlah biji 825 biji (peringkat pertama). Dari 825 biji diambil sampel melalui


(36)

21 pengacakan sebanyak 300 biji yang ditanam sebagai F3. Penanaman F3 dilakukan

oleh sari dan Wulandari pada oktober 2012. Dari penanaman F3 diperoleh nomor

–nomor yang diharapakn dapat menjadi genotipe unggul, yaitu nomor 199, 24, 23, 178, 61, 22, 287, 82, 218, 277, 83, 143, 3, 21, 64, 261, 74, 75, 141, 90, 104, 42, 160, 58, 192, 123, 97, 144, 140, 176, 260, 44, 66, 73, 85, 52, 62, 56, 70, 57, 105, 31, 110, 28, 38, 162, 103, 213, 7, dan 207 yang akan ditanam sebagai F4.

Penanaman F4 dilakukan oleh Maimun Barmawi, Nyimas Sa`diyah, dan Hasriadi

Mat Akin di lahan Politeknik Negeri Lampung pada April 2013, dari penanaman F4 diperoleh 15 Nomor Harapan yaitu 3.3, 144.2, 192.1, 64.1, 141.5, 23.3, 199.4,

73.3, 83.5, 261.1, 90.2, 24.1, 61.4, 61.1, 44.3 yang akan ditanam sebagai F5.

(Adriani, 2014). Penanaman F5 dilakukan oleh Adriani, Zulkarnain dan Siagian

pada September 2013 di Laboratorium lapang terpadu Univesitas Lampung. Dari hasil penanaman F5 diperoleh 16 nomor harapan yaitu 7.199.4.14; 7.24.1.2;

7.64.1.3; 7.90.2.1; 7.64.1.8; 7.144.2.3; 7.192.1.16; 7.199.4.1; 7.199.4.2; 7.199.4.15; 7.83.5.4; 7.23.3.3; 7.83.5.3; 7.83.5.1; 7.73.3.12; 7.192.1.15. Dari 16 nomor harapan

yang diperoleh dari F5 dilakukan kembali seleksi sehingga diperoleh 10 genotipe

yang akan ditanam sebagai F6. Genotipe yang terpilih yaitu 7.144.2.3; 7.199.4.2;

7.73.3.12; 7.24.1.2; 7.83.5.4; 7.83.5.3; 7.64.1.3; 7.64.1.8; 7.199.4.14 dan 7.192.1.16.

2.3 Deskripsi Varietas

Kedelai (Glycine max [L] Merrill) varietas Wilis dilepas tahun 1983, oleh Balai Penelitian Tanaman Pangan Bogor. Wilis berasal dari galur F4 persilangan varietas No. 1682 dengan Orba, yang disilangkan di Bogor pada tahun 1975. Keturunan dari persilangan diseleksi dengan metode seleksi massa berstrata berdasarkan umur matang, mulai generasi F2 sampai F4. Pembuatan galur murni


(37)

22 dilakukan pada generasi F4. Galur yang terbaik adalah No. 1682/1343-1-1-0,

yang kemudian dilepas sebagai varietas baru, dengan nama Wilis. Dari 18 lingkungan percobaan, Wilis menghasilkan rata-rata 1.626 kg/ha, sedang varietas pembanding Orba 1.311 kg/ha. Umur matang Wilis 88 hari, bertipe tumbuh determinit, tinggi batang sedang (40 -50 cm), batang kokoh, bercabang dan tidak mudah rebah, warna batang hijau, warna hipokotil ungu, warna daun hijau, warna bulu coklat tua, warna bunga ungu, warna polong tua coklat kehitaman, warna kulit biji kuning, dan umur berbunga 39 hari. Ukuran biji Wilis kecil (9 -10 gram/l00 biji), berbentuk bundar lonjong (oval) dan agak pipih, berwama kuning seragam, dengan hilum berwama coklat tua. Kadar protein 37,0% ; kadar lemak 18,0%. Varietas ini agak tahan terhadap penyakit karat daun dan virus, Wilis menunjukkan reaksi toleran, yakni gejala serangan karat hanya terjadi pada

tanaman menjelang matang dan tidak mengakibatkan penurunan hasil secara nyata (Balitkabi, 2011).

Kedelai Mlg2521 merupakan galur liar yang didomestikasi menjadi galur budidaya

kedelai tahan terhadap penyakit virus kerdil soybean stunt virus (SSV), namun demikian galur kedelai tersebut mempunyai daya hasil dan kualitas yang rendah (Barmawi, 2007).

2.4 Ideotype tanaman kedelai

Konsep ideotipe pertama kali dikemukakan oleh Donald (1968), yaitu model tanaman yang diharapkan menghasilkan kuantitas dan kualitas yang lebih besar atau ideal yang sebaiknya dimiliki oleh suatu varietas atau kultivar unggul. Menurut Fehr (1987), ideotipe merupakan model tanaman atau varietas yang ideal


(38)

23 untuk suatu spesies yang diformulasikan untuk membantu pencapaian tujuan seleksi.

Menurut Arsyad et al. (2007), tipe tanaman kedelai ideal (plant-ideotipe)

yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai pada lingkungan yang optimum antara lain memiliki tinggi tanaman berkisar 60-70 cm dan memiliki percabangan yaitu 4-5 cabang, sedangkan menurut Arsyad (2000), tipe tumbuh

semi-determinate, tinggi tanaman 80-100 cm, percabangan banyak (5-6 cabang).

Menurut Adie dan Krisnawati (2007), umur tanaman kedelai dikelompokkan kedalam umur genjah (<80 hari), sedang (80-85 hari), dan dalam (>85 hari). Menurut Adie (2007), pengelompokkan umur kedelai di Indonesia terdiri atas lima kriteria yaitu, sangat genjah (<70 hari), genjah (70-80 hari), sedang (80-85 hari), dalam (86-90 hari), dan sangat dalam (>90 hari) dan menurut Arsyad (2000), tipe tanaman kedelai ideal adalah memiliki umur berbunga 40- 45 hari, umur masak 90-95 hari, , daun berukuran sedang dan berwarna hijau, batang kokoh (tidak rebah), polong tidak mudah pecah pada cuaca panas,

Bobot 100 biji kedelai ukuran kecil berkisar antara 6-10 g, sedangkan yang

berukuran sedang antara 11-12 g dan yang berukuran besar lebih dari 13 g (Pitojo, 2007). Menurut Arsyad (2000), Tipe tanaman ideal (plant-ideotipe) yang berdaya hasil tinggi dan dianggap sesuai adalah biji berukuran sedang (12g/100 biji) dan biji bulat .


(39)

III. BAHAN DAN METODE

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April 2014 sampai dengan Juli 2014. Penanaman dilakukan di Kebun Percobaan Fakultas Pertanian Universitas Lampung. Setelah panen, pengamatan dilanjutkan di Laboratorium Benih dan Pemuliaan Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

3.2 Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan pada pada penelitian ini adalah Benih kedelai dari tetua Wilis, tetua Mlg 2521, dan benih F6 hasil persilangan Wilis x Mlg 2521

dengan nomor harapan 7.144.2.3; 7.199.4.2; 7.73.3.12; 7.24.1.2; 7.83.5.4; 7.83.5.3; 7.64.1.3; 7.64.1.8; 7.199.4.14 dan 7.192.1.16. Benih yang digunakan adalah benih galur kedelai hasil pemuliaan Maimun Barmawi, Hasriadi Mat Akin, Setyo Dwi Utomo, dan Nyimas Sa’diyah. Bahan lain yang digunakan adalah Furadan berbahan aktif karbofuran, Fungisida berbahan aktif Mancozeb 80%, insektisida berbahan aktif delhtametrin 25 g/l. Pupuk Urea 50 kg/ha, SP36 100 kg/ha, KCl 100 kg/ha, dan pupuk kompos. Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah sabit, cangkul, koret, meteran, gunting, talia rafia, patok, tugal, selang air, kantung plastik, golok, knapsack sprayer dan alat tulis.


(40)

25 3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini menggunakan rancangan perlakuan tunggal terstruktur bersarang, dan rancangan percobaan yang digunakan adalah rancangan kelompok teracak sempurna (RKTS), terdiri atas dua ulangan dengan jarak antargenotipe adalah 40 cm dan jarak antar tanaman dalam satu baris adalah 20 cm. Petak tersebut terdiri dari atas tetua Wilis, tetua Mlg2521, dan 10 genotipe F6 hasil persilangan Wilis x

Mlg2521 yang masing-masing terdapat 20 tanaman. Adapun tata letak penanaman

benih F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521 digambarkan sebagai berikut (Gambar

2). Model aditif linier yang digunakan menurut Gomez dan Gomez (1995) adalah:

Yij= μ + Gi + βj + εij

Keterangan :

Yij = hasil pengamatan pada genotipe ke-i dan kelompok ke-j

μ = nilai tengah populasi

Gi = pengaruh genotipe ke-i

βj = pengaruh kelompok ke-j

εij = galat yang ditimbulkan karena perlakuan genotipe ke-i dan kelompok ke-j.

3.4 Analisis Data

Uji homogenitas ragam menggunakan uji Bartlett, dan uji aditivitas data menggunakan uji Tukkey apabila kedua asumsi terpenuhi maka dilanjutkan


(41)

26 dengan menghitung analis ragam. Kuadrat nilai tengah galat digunakan untuk

menghitung nilai LSI pada α = 5%. Semua genotipe yang akan diuji dibandingkan dengan pembanding dengan uji least significance increase (LSI) (Petersen, 1994).

Tabel 1. Analisis ragam. Sumber Keragaman Derajat Kebebasan (dk) Jumlah Kuadrat Kuadrat Tengah Nilai Harapan Kuadrat Tengah

Kelompok n-1 JKk KTk

Genotipe g-1 JKm KTm

2

2

r

e

Galat (n-1)(g-1) Jkg KTg

2

e

Total (ng-1)

Keterangan: k = jumlah kelompok, m= jumlah genotipe, g= galat

LSI = tα (2KNTG / n)1/2

Keterangan:

tα = nilai t-student pada derajat kebebasan KNTG pada eka arah. n = jumlah ulangan genotipe yang diuji

KNTG = kuadrat nilai tengah galat

3.5 Pelaksanaan Penelitian

3.5.1 Persiapan Lahan

Pengolahan lahan dilakukan dengan mencangkul tanah sedalam 20 – 30 cm dan diberi pupuk kandang kemudian diratakan dan dihaluskan menggunakan cangkul. Petak percobaan dibuat dengan ukuran 5 x 12 m, dengan jarak tanam 20 x 40 cm dan dua ulangan. Jarak antar ulangan 1 meter. Genotipe yang diuji sebanyak 10


(42)

27 dengan satu tetua Wilis dan satu tetua Mlg2521 yang digunakan sebagai

pembanding.

3.5.2 Penanaman

Penanaman dilakukan dengan cara membuat lubang tanaman dengan

menggunakan tugal sedalam 3 – 5 cm dan tiap lubang tanam berisi satu butir benih. Penanaman dilakukan dengan jarak tanam 40 x 20 cm dan tiap lubang tanam diberi insektisida berbahan aktif karbofuran.

3.5.3 Pemeliharaan Tanaman

Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman, penyiangan gulma, pengendalian hama dan penyakit, pemupukan, pemberian label, dan memberi patok untuk tanaman yang rubuh. Penyiraman dilakukan setiap hari jika tidak turun hujan, penyiangan gulma dilakukan setiap 1 minggu secara mekanis ataupun dengan menggunakan koret. Pemupukan menggunakan pupuk organik, pupuk Urea, SP36 dan KCl. Pupuk organik diberikan pada saat dilakukan pengolahan tanah, pupuk Urea diberikan 2 kali yaitu 2 minggu setelah tanam dan pada saat tanaman menuju pembungaan dan pengisian polong, pupuk SP36 dan KCl diberikan sekali yaitu 2 minggu setelah tanam. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan menggunakan insektisida berbahan aktif delhtametrin 25 g/l dan fungisida

berbahan aktif Moncozeb 80%. Pengendalian hama dan penyakit dilakukan dengan cara menyemprot tanaman dengan menggunakan knapsack sprayer

seminggu sekali. Pemberian label dilakukan pada saat tanaman akan memasuki umur berbunga.


(43)

28

3.5.4 Pemanenan

Pemanenan ditentukan berdasarkan penampilan luar tanaman serta umur berbunga tanaman. Ciri – ciri tanaman yang sudah siap panen adalah polong secara

keseluruhan sudah berwarna kuning kecoklatan, batang sudah kering, dan daun berwarna kuning dan rontok. Pemanenan dilakukan dengan cara mencabut tanaman secara utuh, dan di masukan dalam kantung panen yang berbeda untuk masing masing tanaman dan diberi label yang berisi nomor tanaman dan tanggal panen.

3.5.5 Peubah yang diamati

Pengamatan dilakukan pada setiap tanaman. Peubah – peubah yang diamati sebagai berikut:

1. Umur Tanaman berbunga (hst)

Dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai dengan tanaman berbunga pertama kali.

2. Umur Panen (hst)

Dihitung berdasarkan jumlah hari sejak tanam sampai tanaman memiliki ciri-ciri panen.

3. Tinggi Tanaman (cm)

Diukur dari pangkal batang hingga titik tumbuh tanaman. Pengukuran tinggi tanaman diukur setelah panen.


(44)

29 4. Jumlah Cabang Produktif

Dihitung berdasarkan banyaknya cabang yang dapat menghasilkan polong. Cabang produktif yang dihitung adalah cabang yang muncul dari batang utama (n+1).

5. Jumlah Polong Per tanaman

Dihitung berdasarkan jumlah polong yang muncul pada setiap tanaman. Penghitungan dilakukan setelah panen.

6. Jumlah Biji per tanaman

Dihitung berdasarkan jumlah biji yang ada pada setiap polong tanaman. Penghitungan dilakukan setelah panen

7. Bobot 100 Butir Biji Kering

Ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik berdasarkan rata – rata bobot 100 butir biji kering yang konstan dan diambil secara acak dalam satuan gram.

8. Total Bobot Biji Kering per tanaman

Ditimbang dengan menggunakan timbangan elektrik yang dilakukan setelah biji di jemur sampai kering.


(45)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Terdapat beberapa genotipe yang memiliki nilai tengah yang lebih besar dibandingkan dengan tetua Wilis yaitu karakter umur berbunga, tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif, sedangkan jika dibandingkan dengan tetua Mlg2521, genotipe yang memiliki nilai tengah yang lebih besar terdapat

pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong, jumlah biji per tanaman, bobot 100 butir biji kering per tanaman dan total bobot biji kering per tanaman.

2. Genotipe 7.24.1.2; 7.64.1.8 dan 7.199.4.14 merupakan nomor – nomor harapan yang unggul karena memiliki potensi produksi yang tinggi yaitu 2,38; 2,38; dan 2,32 ton/ha serta didukung oleh karakter-karakter komponen hasil yang lebih baik.

5.2 Saran

Pada penelitian ini tidak didukung dengan adanya data curah hujan dan tidak menggunakan analisis tanah terlebih dahulu sehingga untuk membandingkan


(46)

44 hasil pada penelitian ini dengan hasil pada penelitian sebelumnya masih

menggunakan perkiraan saja, jarak tanam yang digunakan terlalu rapat karena sempitnya lahan percobaan. Selain itu, perlu digunakan varietas standart yang digunakan sebagai acuan apakah tanaman kedelai yang dihasilkan sudah

termasuk kedelai berproduksi tinggi atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian lanjutan pada genotipe-genotipe unggul F6 terpilih yang sebaiknya

dilakukan analisis tanah terlebih dahulu dan adanya data curah hujan serta diperlukan lahan percobaan yang cukup lebar agar jarak tanam sesuai rekomendasi.


(47)

PUSTAKA ACUAN

AAK. 2002. Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.

Adie, M.M. 2007. Panduan Pengujian Individual, Kebaruan, Keunikan, Keseragaman Dan Kestabilan Kedelai. Pusat Perlindungan Varietas Tanaman. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 12 hlm.

Adie, M.M, dan A. Krisnawati. 2007. Biologi tanaman kedelai, hal 45-73. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Adisarwanto, T. 2005. Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan Pengoptimalan Peran Bintil Akar Kedelai. Penebar Swadaya. Bogor. Adriani, N. 2014. Seleksi nomor-nomor harapan Kedelai (Glycine max

[L.]Merrill) Generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521.Skripsi. Universitas Lampung, Lampung. 61 hal

Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati, dan Y. Yuwariah. 2004. Pola pewarisan karakter jumlah berkas pembuluh kedelai. Zuriat 15(1): 24-30.

Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Arsyad, D.M. 2000. Varietas unggul dan strategi pemuliaan kedelai di Indonesia, hal 39-42. Dalam : L.W. Gunawan, N. Sunarlim, T. Handayani, B. Soegiharto, W. Adil, B. Priyanto, dan Suwarno (Eds.). Penelitian dan Pengembangan Produksi Kedelai di Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Arsyad, D.M., M. M. Adie, dan H. Kuswantoro. 2007. Perakitan varietas unggul kedelai spesifik agroekologi, hal. 205-228. Dalam Sumarno, Suyamto, et. Al. (eds). 2007. Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Atman. 2009. Strategi peningkatan produksi kedelai di Indonesia. Jurnal Ilmiah Tambua VIII (1): 39-45.


(48)

46 Balitkabi. 2011. Varietas Unggul Kedelai.

http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300&k=310&n=&t=&sv= [30 November 2014].

Balitkabi. 2014. Rekomendasi varietas kedelai mk ii.

http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/kilas-litbang/1497-rekomendasi-varietas-kedelai-untuk-katam-musim-tanam-mk-i-dan-mk-ii.html [01 Juli 2015]

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahan kedelai terhadap Cowpea Mild Mottle Virus populasi Wilis x Mlg2521. J.HPT Tropika.

7(1): 45-52

BPS. 2014. Angka ramalan I produksi jagung, padi, kedelai 2014 (online). http://www.bps.go.id/website/brs_ind/aram_01juli14.pdf [20 Juli 2015] Budiarti, T. dan S. Hadi. 2006. Komersialisasi varietas unggul dan perbenihan

kedelai di Indonesia, hl m 350-360. Dalam D. Harnowo, A. S. Rahmiana, Suharsono, M. M. Adie, F. Rozi, Subandi, A. K. Makarim (Eds.).

Peningkatan Produksi Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Mendukung

kemandirian Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Tanaman Pangan Bogor. Bogor.

Chahal, G.S. and S.S. Gosal. 2003. Principles and Procedures of Plant Breeding: Biotechnological and Conventional Approaches. First Reprint Narosa Publishing House. New Delhi. 604p.

Departeman Pertanian. 2008. Deskripsi varietas Unggul kedelai.

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/deskripsi_kedelai[30Nove mber 2014]

Donald, C.M. 1968. The Breeding of Crop ideotypes. Euphycta 17: 385-403 Gomez, K.A. and A.A.Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian

Pertanian. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural Research. Penerjemah: E. Sjamsudin dan Y. Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hlm.

Falconer, D. S, and T. F. C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4th edition. Longman. Essex. 356p.

Fehr, W.R. 1987. Principle of Cultivar Development. Vol I. Lowa State University Press, Ames, USA

Irwan, A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Universitas Padjadjaran. Jatinangor.


(49)

47 Iqbal, Z., M. Arsyad, M. Ashraf, R. Naeem, and A. Waheed. 2010. Genetic

divergence and correlation studies of soybean [Glycine max (L.) Merril] genotypes. Pak. J. Bot. 42:971-976.

Kompas. 2014. 70 Persen Kebutuhan Kedelai RI Masih Impor.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/09/14/19474344/70.Persen. Kebutuhan.Kedelai.RI.Masih.Impor. [30 November 2014]

Mursito, D. 2003. Heritabilitas dan Sidik Lintas Karakter Fenotipik Beberapa Galur Kedelai (Glycine max. (L.) Merrill). Agrosains 6 (2): 58-63. Ohorella Z, 2011. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai Pada

Sistem Olah Tanah Yang Berbeda. Jurnal Agronomika. 1(2): 92-98. Ojo, D.K., A.O. Ajayi, and O.A. Oduwaye. 2012. Genetic relationships among

soybean accessions based on morphological and RAPDs techniques. Pertanika. J.Trop. Agric. Sci. 35:237-248.

Oktaviana, L. Uji Daya Hasil Galur-galur Harapan Kedelai (Glycine max (L.) Merril Berdaya Hasil Tinggi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hlm

Pandini, F., N.A. Vello, and A.C.A. Lopes. 2002. Heterosis in soybean for seed yield components and associated traits. Braz. Arch. Biol. Technol. 45:401-412

Petersen, R.G. 1994. Agricultural field experiments: design and analysis. Marcel Dekker. Inc. New York. 409p

Pinaria A., A. Basuki, R.Setiamiharja dan A.A Darajat. 1995. Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Karakter-Karakter Biomassa 53 Genotipe Kedelai.

Zuriat. 6 (2) Thn. 1995

Pitojo, S. 2007. Benih Kedelai. Cetakan ke-5. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 83 hal.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purwono dan H. Purnamawati. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul.

Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hlm

Prihatman, K. 2000. Kedelai (Glycine max [L] Merrill). Available at: http://www.ristek.go.id.[21 Juli 2015].

Renwarin, Y. Tan,T. dan Sarungalo,S.A. 2004. Bahan ajar pengantar pemuliaan

tanaman. Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Fakutas


(50)

48 Rieseberg, L. H., O. Raymond, D.M. Rosenthal, Z. Lai, K. Livingstone, T.

Nakazato, and J.L. Durphy. 2003. Major ecological transition sunflowers facilitated by hybridization. Science 301: 1211 – 1216.

Rubatzky. A. dan Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 262

Sari, Y. 2013. Estimasi Keragaman dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L] Merrill) Famili F3 hasil persilangan Wilis x Mlg2521. Skripsi. Universitas Lampung, Lampung. 51 hlm.

Sumarno. 1985. Teknik pemuliaan kedelai, hal 263-291. Dalam: S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi (Eds.). Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Suhartina dan T. Adisarwanto. 2003. Pertumbuhan polong dan biji kedelai varietas Wilis pada umur panen yang berbeda, hal 200-203. Dalam: I.W. Rusastra, J. Soejitno, I GAK Sudaratmaja dan I K. W. Soethama (Eds). Prosiding Seminar Nasional Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam

Mendukung Agribisnis dan Otonomi Daerah. Bogor.

Truong, N.T., J.G. Gwag, Y.J. Park, and S.H. Lee. 2005. Genetic diversity of soybean pod shape based on elliptic Fourier descriptors. Korean J. Crop Sci. 50:1-7.

Wirnas, D., I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie. 2006. Pemilihan Karakter Agronomi Untuk Menyusun Indeks Seleksi Pada 11 Populasi Kedelai Generasi F6. Bul. Agron. 34 (1):19-24.

Yantama, E. 2012. Keragaman dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai 9Glycine max [L] Merrill) Generasi F2 Hasil Persilangan Wilis x Mlg2521. Skripsi. Universitas Lampung, Lampung. 54 hlm

Zen, S. 1995. Heritabilitas, korelasi genotipik dan fenotipik karakter padi gogo. Zuriat. 6(1): 25-32

Zulkarnain, J. 2014. Uji daya hasil galur harapan Kedelai [Glycine max [L]Merrill) hasil persilangan wilis x Mlg2521. Skripsi. Universitas


(1)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan sebagai berikut.

1. Terdapat beberapa genotipe yang memiliki nilai tengah yang lebih besar dibandingkan dengan tetua Wilis yaitu karakter umur berbunga, tinggi tanaman dan jumlah cabang produktif, sedangkan jika dibandingkan dengan tetua Mlg2521, genotipe yang memiliki nilai tengah yang lebih besar terdapat

pada karakter tinggi tanaman, jumlah cabang produktif, jumlah polong, jumlah biji per tanaman, bobot 100 butir biji kering per tanaman dan total bobot biji kering per tanaman.

2. Genotipe 7.24.1.2; 7.64.1.8 dan 7.199.4.14 merupakan nomor – nomor harapan yang unggul karena memiliki potensi produksi yang tinggi yaitu 2,38; 2,38; dan 2,32 ton/ha serta didukung oleh karakter-karakter komponen hasil yang lebih baik.

5.2 Saran

Pada penelitian ini tidak didukung dengan adanya data curah hujan dan tidak menggunakan analisis tanah terlebih dahulu sehingga untuk membandingkan


(2)

44 hasil pada penelitian ini dengan hasil pada penelitian sebelumnya masih

menggunakan perkiraan saja, jarak tanam yang digunakan terlalu rapat karena sempitnya lahan percobaan. Selain itu, perlu digunakan varietas standart yang digunakan sebagai acuan apakah tanaman kedelai yang dihasilkan sudah

termasuk kedelai berproduksi tinggi atau tidak. Oleh karena itu, perlu dilakukan pengujian lanjutan pada genotipe-genotipe unggul F6 terpilih yang sebaiknya

dilakukan analisis tanah terlebih dahulu dan adanya data curah hujan serta diperlukan lahan percobaan yang cukup lebar agar jarak tanam sesuai rekomendasi.


(3)

PUSTAKA ACUAN

AAK. 2002. Kedelai. Kanisius. Yogyakarta. 84 hlm.

Adie, M.M. 2007. Panduan Pengujian Individual, Kebaruan, Keunikan,

Keseragaman Dan Kestabilan Kedelai. Pusat Perlindungan Varietas

Tanaman. Departemen Pertanian Republik Indonesia. 12 hlm.

Adie, M.M, dan A. Krisnawati. 2007. Biologi tanaman kedelai, hal 45-73. Dalam: Sumarno, Suyamto, A. Widjono, dan H. Kasim (Eds.). Kedelai: Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan

Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Bogor.

Adisarwanto, T. 2005. Budidaya dengan Pemupukan yang Efektif dan

Pengoptimalan Peran Bintil Akar Kedelai. Penebar Swadaya. Bogor.

Adriani, N. 2014. Seleksi nomor-nomor harapan Kedelai (Glycine max [L.]Merrill) Generasi F6 hasil persilangan Wilis x Mlg2521.Skripsi.

Universitas Lampung, Lampung. 61 hal

Alia, Y., A. Baihaki, N. Hermiati, dan Y. Yuwariah. 2004. Pola pewarisan karakter jumlah berkas pembuluh kedelai. Zuriat 15(1): 24-30.

Allard, R.W. 1960. Principles of Plant Breeding. New York: John Wiley and Sons, Inc.

Arsyad, D.M. 2000. Varietas unggul dan strategi pemuliaan kedelai di Indonesia, hal 39-42. Dalam : L.W. Gunawan, N. Sunarlim, T. Handayani, B. Soegiharto, W. Adil, B. Priyanto, dan Suwarno (Eds.). Penelitian dan

Pengembangan Produksi Kedelai di Indonesia. Pusat Penelitian dan

Pengembangan Tanaman Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan.

Arsyad, D.M., M. M. Adie, dan H. Kuswantoro. 2007. Perakitan varietas unggul kedelai spesifik agroekologi, hal. 205-228. Dalam Sumarno, Suyamto, et. Al. (eds). 2007. Kedelai Teknik Produksi dan Pengembangan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Bogor.

Atman. 2009. Strategi peningkatan produksi kedelai di Indonesia. Jurnal Ilmiah


(4)

46 Balitkabi. 2011. Varietas Unggul Kedelai.

http://www.litbang.deptan.go.id/varietas/?l=300&k=310&n=&t=&sv= [30 November 2014].

Balitkabi. 2014. Rekomendasi varietas kedelai mk ii.

http://balitkabi.litbang.pertanian.go.id/kilas-litbang/1497-rekomendasi-varietas-kedelai-untuk-katam-musim-tanam-mk-i-dan-mk-ii.html [01 Juli 2015]

Barmawi, M. 2007. Pola segregasi dan heritabilitas sifat ketahan kedelai terhadap Cowpea Mild Mottle Virus populasi Wilis x Mlg2521. J.HPT Tropika. 7(1): 45-52

BPS. 2014. Angka ramalan I produksi jagung, padi, kedelai 2014 (online). http://www.bps.go.id/website/brs_ind/aram_01juli14.pdf [20 Juli 2015] Budiarti, T. dan S. Hadi. 2006. Komersialisasi varietas unggul dan perbenihan

kedelai di Indonesia, hl m 350-360. Dalam D. Harnowo, A. S. Rahmiana, Suharsono, M. M. Adie, F. Rozi, Subandi, A. K. Makarim (Eds.).

Peningkatan Produksi Kacang-Kacangan dan Umbi-Umbian Mendukung

kemandirian Pangan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Tanaman Pangan Bogor. Bogor.

Chahal, G.S. and S.S. Gosal. 2003. Principles and Procedures of Plant Breeding:

Biotechnological and Conventional Approaches. First Reprint Narosa

Publishing House. New Delhi. 604p.

Departeman Pertanian. 2008. Deskripsi varietas Unggul kedelai.

http://pustaka.litbang.deptan.go.id/bppi/lengkap/deskripsi_kedelai[30Nove mber 2014]

Donald, C.M. 1968. The Breeding of Crop ideotypes. Euphycta 17: 385-403 Gomez, K.A. and A.A.Gomez. 1995. Prosedur Statistik untuk Penelitian

Pertanian. Terjemahan dari: Statistical Procedures for Agricultural

Research. Penerjemah: E. Sjamsudin dan Y. Baharsjah. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta. 698 hlm.

Falconer, D. S, and T. F. C. Mackay. 1996. Introduction to Quantitative Genetics. 4th edition. Longman. Essex. 356p.

Fehr, W.R. 1987. Principle of Cultivar Development. Vol I. Lowa State University Press, Ames, USA

Irwan, A.W. 2006. Budidaya Tanaman Kedelai (Glycine max (L.) Merrill). Universitas Padjadjaran. Jatinangor.


(5)

Iqbal, Z., M. Arsyad, M. Ashraf, R. Naeem, and A. Waheed. 2010. Genetic divergence and correlation studies of soybean [Glycine max (L.) Merril] genotypes. Pak. J. Bot. 42:971-976.

Kompas. 2014. 70 Persen Kebutuhan Kedelai RI Masih Impor.

http://bisniskeuangan.kompas.com/read/2012/09/14/19474344/70.Persen. Kebutuhan.Kedelai.RI.Masih.Impor. [30 November 2014]

Mursito, D. 2003. Heritabilitas dan Sidik Lintas Karakter Fenotipik Beberapa Galur Kedelai (Glycine max. (L.) Merrill). Agrosains 6 (2): 58-63. Ohorella Z, 2011. Respon Pertumbuhan Dan Produksi Tanaman Kedelai Pada

Sistem Olah Tanah Yang Berbeda. Jurnal Agronomika. 1(2): 92-98. Ojo, D.K., A.O. Ajayi, and O.A. Oduwaye. 2012. Genetic relationships among

soybean accessions based on morphological and RAPDs techniques. Pertanika. J.Trop. Agric. Sci. 35:237-248.

Oktaviana, L. Uji Daya Hasil Galur-galur Harapan Kedelai (Glycine max (L.) Merril Berdaya Hasil Tinggi. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 71 hlm

Pandini, F., N.A. Vello, and A.C.A. Lopes. 2002. Heterosis in soybean for seed yield components and associated traits. Braz. Arch. Biol. Technol. 45:401-412

Petersen, R.G. 1994. Agricultural field experiments: design and analysis. Marcel Dekker. Inc. New York. 409p

Pinaria A., A. Basuki, R.Setiamiharja dan A.A Darajat. 1995. Variabilitas Genetik dan Heritabilitas Karakter-Karakter Biomassa 53 Genotipe Kedelai.

Zuriat. 6 (2) Thn. 1995

Pitojo, S. 2007. Benih Kedelai. Cetakan ke-5. Penerbit Kanisius. Yogyakarta. 83 hal.

Poespodarsono, S. 1988. Dasar-Dasar Ilmu Pemuliaan Tanaman. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Purwono dan H. Purnamawati. 2008. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Penebar Swadaya. Jakarta. 139 hlm

Prihatman, K. 2000. Kedelai (Glycine max [L] Merrill). Available at: http://www.ristek.go.id.[21 Juli 2015].

Renwarin, Y. Tan,T. dan Sarungalo,S.A. 2004. Bahan ajar pengantar pemuliaan

tanaman. Laboratorium Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Fakutas


(6)

48 Rieseberg, L. H., O. Raymond, D.M. Rosenthal, Z. Lai, K. Livingstone, T.

Nakazato, and J.L. Durphy. 2003. Major ecological transition sunflowers facilitated by hybridization. Science 301: 1211 – 1216.

Rubatzky. A. dan Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 2. Kanisius, Yogyakarta. Hlm. 262

Sari, Y. 2013. Estimasi Keragaman dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai (Glycine max [L] Merrill) Famili F3 hasil persilangan Wilis x Mlg2521.

Skripsi. Universitas Lampung, Lampung. 51 hlm.

Sumarno. 1985. Teknik pemuliaan kedelai, hal 263-291. Dalam: S. Somaatmadja, M. Ismunadji, Sumarno, M. Syam, S.O. Manurung dan Yuswadi (Eds.).

Kedelai. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Pusat Penelitian

dan Pengembangan Tanaman Pangan. Bogor.

Suhartina dan T. Adisarwanto. 2003. Pertumbuhan polong dan biji kedelai varietas Wilis pada umur panen yang berbeda, hal 200-203. Dalam: I.W. Rusastra, J. Soejitno, I GAK Sudaratmaja dan I K. W. Soethama (Eds). Prosiding Seminar Nasional Revitalisasi Teknologi Kreatif dalam

Mendukung Agribisnis dan Otonomi Daerah. Bogor.

Truong, N.T., J.G. Gwag, Y.J. Park, and S.H. Lee. 2005. Genetic diversity of soybean pod shape based on elliptic Fourier descriptors. Korean J. Crop Sci. 50:1-7.

Wirnas, D., I. Widodo, Sobir, Trikoesoemaningtyas, dan D. Sopandie. 2006. Pemilihan Karakter Agronomi Untuk Menyusun Indeks Seleksi Pada 11 Populasi Kedelai Generasi F6. Bul. Agron. 34 (1):19-24.

Yantama, E. 2012. Keragaman dan Heritabilitas Karakter Agronomi Kedelai 9Glycine max [L] Merrill) Generasi F2 Hasil Persilangan Wilis x Mlg2521.

Skripsi. Universitas Lampung, Lampung. 54 hlm

Zen, S. 1995. Heritabilitas, korelasi genotipik dan fenotipik karakter padi gogo. Zuriat. 6(1): 25-32

Zulkarnain, J. 2014. Uji daya hasil galur harapan Kedelai [Glycine max [L]Merrill) hasil persilangan wilis x Mlg2521. Skripsi. Universitas