PERSEPSI PEMUDA TERHADAP PERGESERAN MUSIK PENGIRING KESENIAN LEMPAR SELENDANG (Studi Pada Sanggar Seni Way Tippon Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung)

(1)

PERSEPSI PEMUDA TERHADAP PERGESERAN MUSIK

PENGIRING KESENIAN LEMPAR SELENDANG

(Studi Pada Sanggar Seni Way Tippon Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan

Raja Basa Bandar Lampung)

Oleh

Herwin Septa Reza

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar

SARJANA ILMU KOMUNIKASI

Pada

Jurusan Ilmu Komunikasi

Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(2)

ABSTRACT

THE YOUTH PERCEPTION TO THE SHIFT OF THROWING SHAWL ART MUSIC

(A Study in Way Tippon Art Workshop in Gedung Meneng Village of Raja Basa Sub District in Bandar Lampung)

By

Herwin Septa Reza

Music to accompany art of throwing shawl contents of music instruments supporting throwing shawl traditional ceremony which is recognized by Lampung people and people in North Sumatera. This kind of music in throwing shawl art has changed from a music which is identical to traditional music instruments to a modern music by using more modern music instruments. Perception of people about this shift of music accompanying throwing shawl ceremony would be different. These are caused by some functional and structural factors that constitute the perceptions. Some of them area necessity, mental preparedness, emotional situation, and background of people. Structural stimuli comes from physical stimuli and nervous effect caused by each of individual nervous system.

The problem statement in this research is “how does the youth perception of Way Tippon art workshop in Gedung Meneng village of Raja Basa sub district to the shift of throwing shawl traditional art music?” The objective of this research was

to find out youth perception about the shift of throwing shawl traditional music. This was a qualitative research by taking primary and secondary informants. Data were collected with interviews and documentations. Data were analyzed qualitatively with stages of data reduction, data presentation, data verification and conclusion drawing.

The results showed that the youth perception in Way Tippon art workshop to the shift of throwing shawl traditional music included perception on the shawl throwing meaning, perception of stages of throwing shawl from past and present, perception to music shift used in this throwing shawl art in past and present, and different impression of this music and the way it is presented to accompany throwing shawl art from one informant to another. These differences were caused byinformant’s background status.

Structural factors constituted youth perceptions in Way Tippon art workshop to the shift of throwing shawl art music included the differences in necessity of this throwing shawl art music as an entertainment, mental preparedness to listen this music, emotional situation when listening and watching throwing shawl art music performance, and background of informants. The functional factors constituting


(3)

youth perceptions to throwing shawl art music were differences in knowledge about this music, situation, and condition between one informant to another. The researcher recommends that youths in Way Tippon art workshop should be more selective in selecting music genre to accompany the throwing shawl art performance. Educator of this art workshop should provide insights about music that accompany throwing shawl art for the youth. Government should monitor mass media broadcasting actively especially television that broadcast modern music for the sake of music popularity and business without considering effects of that broadcast programs to traditional and original music and music instruments of Indonesia.


(4)

ABSTRAK

PERSEPSI PEMUDA TERHADAP PERGESERAN MUSIK PENGIRING KESENIAN LEMPAR SELENDANG

(Studi Pada Sanggar Seni Way Tippon Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung)

Oleh

Herwin Septa Reza

Musik pengiring lempar selendang merupakan alat atau instrumen untuk mendukung acara lempar selendang yang dikenal oleh warga masyarakat Lampung dan Sumatera bagian selatan. Alat musik pengiring kesenian lempar selendang yang telah mengalami perubahan dari suatu alat yang identik dengan alat musik tradisional kini telah berubah dengan menggunakan alat musik yang lebih modern.

Persepsi setiap orang terhadap pergeseran musik pengiring kesenian lempar selendang tentunya berbeda-beda, hal ini disebabkan oleh perbedaan berbagai faktor fungsional dan faktor struktural yang membangun perseepsi. Beberapa faktor fungsional di antaranya adalah kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang seseorang. Sementara itu faktor struktural dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syaraf yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu setiap orang.

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: “Bagaimanakah Persepsi Pemuda/ pemudi

Sanggar Seni Way Tippon di Raja Basa Kelurahan Gedung Meneng Terhadap Pergeseran Musik Pengiring Kesenian Lempar Selendang?” Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi pemuda terhadap pergeseran musik pengiring kesenian lempar selendang.


(5)

Tipe yang digunakan dalam penelitian ini adalah kualitatif, dengan mengambil informan yang terdiri dari informan primer dan sekunder. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik wawancara dan dokumenntasi. Analisa data dilakukan secara kualitatif, dengan tahapan reduksi data, penyajian data dan verifikasi data atau penarikan kesimpulan.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa persepsi pemuda sanggar seni way tippon terhadap pergeseram musik pengiring kesenian lempar selendang yang meliputi persepsi terhadap makna lempar selendang, persepsi terhadap tahapan lempar selendang dulu dan kini, persepsi terhadap pergeseran musik yang digunakann saat dulu dan kini, persepsi yang menyebabkan pergeseran musik kesenian lempar selendang, kesan yang melekat pada musik pengiring dan penyajian musik pengiring kesenian lempar selendang berbeda-beda antara satu informan dan informan lainnya. perbedaan tersebut disebabkan karena perbedaan latar belakang status informan.

Faktor struktural yang membentuk persepsi pemuda sanggar way tippon terhadap pergeseran musik pengiring kesenian lempar selendang meliputi perbedaan kebutuhan terhadap jenis musik pengiring lempar selendang sebagai hiburan, kesiapan mental untuk mendengar musik pengiring kesenian lempar selendang, suasana emosional pasa saat mendengar dan melihat musik pengiring kesenian lempar selendang dan latar belakang informan. Sementara itu faktor fungsional yang membentuk persepsi pemuda terhadap musik pengiring kesenian lempar selendang adalah perbedaan pengetahuan terhadap musik pengiring lempar selendang dan persepsi pemuda pada musik pengiring lempar selendang didasarakan pada situasi dan kondisi yang tidak sama antara informan satu dengan lainnya.

Saran dalam penelitian ini adalah pemuda dan pemudi sanggar Way Tippon disarankan untuk lebih selektif dalam memilih genre musik lempar selendang sebagai alunan musik pengiring kesenian lempar selendang, kepada pembina sanggar diharapkan dapat memberikan wawasan


(6)

mengenai musik pengiring kesenian lempar selendang, bagi pemuda/ pemudi agar tetap dapat megikuti acara lempar selendang. Selain itu pemerintah hendaknya semakin aktif dalam mengawasi tayangan media massa khususnya televisi dalam menayangkan acara musik modern demi popularitas dan bisnis industri musik tanpa mempertimbangkan dampak tayangan tersebut terhadap eksistensi musik dan alat musik asli/ tradisional indonesia.


(7)

PERSEPSI PEMUDA TERHADAP PERGESERAN MUSIK

PENGIRING KESENIAN LEMPAR SELENDANG

(Studi Pada Sanggar Seni Way Tippon Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan

Raja Basa Bandar Lampung)

(Skripsi)

Oleh

Herwin Septa Reza

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2014


(8)

(9)

(10)

(11)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tanjung Karang pada 18 September 1988, penulis bernama lengkap Herwin Septa Reza. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari pasangan Bapak Alm. Firdaus, SH dan Ibu Himariati, S.Pd.

Penulis menyelesaikan pendidikan formal TK Aisyiyah Bustanul Athfal 1994, SMP Negeri 22 Bandar Lampung 2002, dan SMA Utama 2 Bandar Lampung 2006, pada tahun yang sama Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Poltik jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Bandar Lampung (UNILA).

Pada tahun 2011 penulis melakukan Praktek Kerja Lapangan (PKL) di Surat Kabar Bandar Lampung News.


(12)

MOTO

Haya

‘Alal Falah (Marilah Meraih Kemenangan).

(Lafadz Adzan)

Manusia yang tidak berharap untuk menang telah sedikit kalah.

(Jose Joaquin Olmedo)

Anda tidak boleh menciptakan pengalaman, anda harus

menghadapinya.


(13)

PERSEMBAHAN

Teriring rasa syukur kepada Allah SWT

Kupersembahkan karya kecil dan yang sangat berharga ini sebagi buktiku untuk ibu orang tuaku tersayang

Dengan kesabaraan, tetesan keringat dan kasih sayangnya yang selalu mendo’akan disetiap

langkahku,

Juga mengajariku arti hidup dan mampu menghantarkan ku ke jenjang pendidikan lebih tinggi.

Abangku dan adik-adikku Herman Agus Fita

Hendri Kurnia Hervin Mario Wardana

Seluruh Keluarga besar Kuta Besi & Kenali yang akan selalu ku banggakan, terima kasih atas segala doa dan motivasi dalam mengiringi langkahku.


(14)

SANWACANA

Alhamdulillah Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang maha pengasih lagi maha penyayang atas ridho dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi

yang berjudul: “PERSEPSI PEMUDA TERHADAP PERGESERAN MUSIK PENGIRING KESENIAN LEMPAR SELENDANG” (Studi pada Sanggar Seni Way Tippon Kelurahan

Gedung Meneng, Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung) skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana Ilmu Komunikasi pada Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa penyusunan skripsi ini tidak terlepas dari bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak,oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih:

1. Bapak Drs. Agus Hadiawan, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

2. Bapak Drs. Teguh Budi Raharjo, M.Si, selaku Ketua Jurusan Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Lampung.

3. Bapak Drs. Abdul Syani, M.I.P selaku Pembimbing Utama, terima kasih atas segala bimbingan, masukan, inspirasi dan motivasi hidup serta saran yang telah diberikan kepada penulis dalam penyusunan skripsi ini mulai dari awal hingga akhir. Penulis mohon maaf apabila banyak melakukan kesalahan baik kata maupun perbuatan selama proses bimbingan berlangsung.

4. Bapak Agung Wibawa, S.Sos, M.Si, selaku Pembimbing kedua, terima kasih atas segala kebaikan hati, kesabaran dan selalu meluangkan waktunya dalam memberi saran dan


(15)

masukan selama penulis menyelesaikan skripsi ini dan membuat skripsi ini menjadi lebih baik.

5. Bapak Drs. Sarwoko, M.Si, selaku Penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam proses perbaikan penyususan skripsi ini.

6. Ibu Dhanik Sulistyarini, S.Sos, Mcommn&Mediast selaku Pembimbing Akademik. 7. Bapak dan Ibu Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Politik Universitas Lampung umumnya

dan Dosen Jurusan Ilmu Komunikasi khususnya, terima kasih atas segala pengalaman hidup dan ilmu yang telah diberikan kepada penulis selama duduk di bangku perkulihan. 8. Kepada seluruh staf surat kabar Rakyat Lampung, terima kasih atas sambutan yang baik

selama penulis melakukan PKL.

9. Sanggar Way Tippon Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja Basa terima kasih atas partisipasi dan bantuannya terlebih untuk para informan yang menjadi narasumber dalam penelitian ini.

10. Keluarga kecilku yang penuh warna, Ibu, abang serta adik-adikku terima kasih kalian

sudah memberikan Do’a, motivasi dan menguatkan semangatku.

11. Terima kasih atas setiap cinta yang hadir dan telah memberikan semangat dan doa selama penulisan skripsi ini berjalan.

12. Sahabat-sahabatku Resky “jenbol”, Anton, Geomi, Razak, Anja, Uan, Iman, Dodi “doy”, Kiki Syailendra, Mei, Andhika CIT “tole”, Bram, bang Oji, Fuad, Tiwi, Tina, Retno,

Resky, Nova Eko, Nova Rizky, Jehan, Tika, Laras, Novi, Nisa, Lilis, Yesy, Wulan, Yolanda, mba Tutut, Eka, Poppy, Susi, Iir, Okto, Fitri, Merry (Alm), Wuwuh, Fajar, Redy, Cherli, Mba Rini, Terima kasih untuk kebersamannya selama ini. Terima kasih juga untuk dukungan, semangat dan bantuan yang telah diberikan kepada penulis.


(16)

13. Anak-anak komunikasi 2005, 2006, 2007, 2008, 2009 terima kasih atas sharing dan masukan-masukan nya.

14. Semua pihak dam teman-temanku yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu hingga selesainya penulisan skripsi ini, terima kasih.

Akhirnya penulis berharap skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.

Bandar lampung, November 2014

Penulis,

Herwin Septa Reza 0646031024


(17)

DAFTAR ISI

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 6

C. Tujuan Penelitian... 7

D. Manfaat Penelitian... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Persepsi ... 8

B. Tinjauan Pemuda... 14

C. Tinjauan Komunikasi Tradisional ... 16

D. Tinjauan Kesenian ... 18

E. Tinjauan Lempar Selendang ... 20

F. Landasan Teori... 24

G. Kerangka Pikir ... 26

H. Bagan Kerangka Pikir ... 28

III. METODE PENELITIAN A. Tipe Penelitian ... 29

B. Defenisi Konsep ... 30

C. Fokus Penelitian ... 32

D. Informan Penelitian ... 33

E. Jenis Data ... 34

F. Teknik Pengumpulan Data ... 35

G. Teknik Pengolahan Data ... 36


(18)

IV. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Berdirinya Kelurahan Gedung Meneng ... 37

B. Potensi Kelurahan Gedung Meneng ... 39

C. Potensi Penduduk ... 40

D. Struktur Organisai Way Tippon ... 44

V. HASIL DAN PEMBAHASAN A. Identitas Informan ... 45

B. Persepsi Pemuda Terhadap Pergeseran Musik Pengiring Kesenian Lempar Selendang ... 47

a. Persepsi Terhadap Makna Lempar Selendang ... 47

b. Persepsi Terhadap Tahapan Lempar Selendang Dahulu dan Kini ... 53

c. Persepsi Terhadap Pergeseran Musik Yang di Gunakan Dahulu dan Kini ... 59

d. Persepsi Yang Menyebabkan Pergeseran Musik Pengiring Kesenian Lempar Selendang ... 64

e. Kesan Yang Melekat Pada Musik Pengiring dan Penyajian Musik Pengiring Kesenian Lempar Selendang ... 70

C. Pembahasan ... 78

VI. KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 93

B. Saran ... 95 DAFTAR PUSTAKA


(19)

DAFTAR TABEL

Tabel Halaman

Tabel 1. Nama Pejabat Kelurahan Gedung Meneng ... 38

Tabel 2. Kepala Desa (Lurah) Yang Pernah Memangku Jabatan Sebagai Kepala desa ( Lurah) ... 39

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian ... 41

Tabel 4. Jumlah Penuduk Berdasarkan Agama Yang Dianut ... 42

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan ... 42

Tabel 6. Jumlah Sarana Ibadah di Kelurahan Gedung Meneng ... 43

Tabel 7. Sarana Pendidikan di Kelurahan Gedung Meneng ... 43

Tabel 8. Identitas Informan Penelitian ... 45

Tabel 9. Persepsi Informan Terhadap Pergeseran Musik Pengiring Lempar Selendang ... 76


(20)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Gambar 1. Bagan Kerangka Fikir ... 28 Gambar 2. Persepsi Informan Terhadap Makna Lempar Selenang ... 50 Gambar 3. Persepsi Terhadap Tahapan Lempar Selendang Dulu dan Kini ... 56 Gambar 4. Persepsi Terhadap Pergeseran Musik Yang di Gunakan

Dulu dan Kini ... 62 Gambar 5. Persepsi Yang Menyebabkan Pergeseran Musik Pengiring

Kesenian Lempar Selendang ... 67 Gambar 6. Kesan Yang Melekat Pada Musik Pengiring dan Penyajian

Musik Pengiring Kesenian Lempar Selendang ... 73 Gambar 7. Model Bagan Alur Pembahsan I ... 83 Gambar 8. Model bagan Alur Pembahasan II ... 90


(21)

1

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Komunikasi dalam kehidupan sehari-hari mempunyai peranan yang sangat penting bagi kelangsungan hidup manusia terutama dalam aktivitas bermasyarakat, komunikasi juga dapat mengubah perilaku manusia secara bertahap melalui tingkat pembelajaran dan pengenalan terhadap lingkungannya. Hal inilah yang mendasari bahwa setiap manusia akan selalu memerlukan orang lain, tidak terlepas dari kodratnya sebagai makhluk sosial yang dalam perkembangannya selalu membutuhkan manusia lain untuk melangsungkan berbagai kegiatannya diberbagai bidang kehidupan. Termasuk juga kebutuhan untuk dapat berinteraksi dan bersosialisasi dan bergabung di dalam masyarakat.

Persepsi sangat berperan dalam mempersepsi suatu objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang kita peroleh dari faktor situasional dan faktor personal, maka suatu proses komunikasi dapat berjalan baik, karena kita telah mempelajari dan mengetahui dari pengalaman tentang objek atau peristiwa tersebut, sehingga membuat kita berhati-hati dan berusaha mengatur impression management kita dalam melangsungkan proses komunikasi.


(22)

2

Bentuk komunikasi kesenian dapat berupa kesenian tradisional dan kesenian modern. Lempar selendang merupakan tradisi yang turun menurun hingga sekarang masih tetap dipertahankan dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah, seperti tradisi upacara pernikahan adat. Salah satu profesi yang seharusnya mengerti tentang kesenian dan makna lempar selendang ini adalah pemuda anggota sanggar seni Way Tippon.

Diungkapkan oleh Heri Gunawan salah satu pemuda anggota sanggar di Raja

Basa. Ia berpendapat bahwa “seorang anggota sanggar memang seharusnya

mengerti dan memahami akan beragam kesenian-kesenian yang ada dan jenis musik yang boleh dan tidak boleh digunakan dalam upacara adat. Karena seorang anggota sanggar tidak hanya bertanggung jawab untuk kelangsungan acara saja, melainkan bertanggung jawab pula dalam keserasian musik yang digunakan

dalam acara upacara tersebut.”

Tradisi (Bahasa Latin: traditio, “diteruskan”) atau kebiasaan, (Artha Dinata AR) dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya informasi yang diteruskan dari


(23)

3

generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah.

Zaman modern sekarang ini, remaja sedang dihadapkan pada kondisi sistem-sistem nilai seni dan budaya yang kemudian sistem-sistem tersebut terkikis oleh sistem-sistem nilai yang lain yang bertentangan dengan nilai seni dan budaya. Kurangnya peminat masyarakat khususnya pemuda kaum remaja untuk meneruskan kegiatan lempar selendang. Mengingat pentingnya kesenian lempar selendang untuk tetap ada yaitu agar generasi muda dapat berusaha meneruskan budaya tersebut. Dalam perkembangannya, budaya lempar selendang kini menggunakan jenis alat musik VCd/CD.

Usaha-usaha yang telah dilakukan tersebut diharapkan akan memberi kemajuan dan peningkatan kualitas kegiatan sanggar Way Tippon . Hal-hal lain yang juga mendukung dalam memajukan kesenian lempar selendang diantaranya penambahan personil atau pemain serta jumlah anggota yang bergabung, pergantian pengurus/generasi setiap periode yang ditentukan, pengembangan variasi dan pergeseran musik yang dapat menjadikan hiburan sanggar Way Tippon semakin dikenal dan diminati. Dalam pergeseran musik seni lempar selendang diharapkan akan menjadi upaya membangun persepsi para pemuda terhadap kesenian lempar selendang yang merupakan budaya yang dapat punah. Di daerah Lampung punya acara atau tradisi setiap kali ada warga yang menikahkan anaknya (pernikahan).

Tradisi ini bernama acara muda-mudi (Ningkok), tapi yang lebih di kenal adalah acara muda-mudi, atau juga di kenal dengan acara bujang gadis, muli mekhanai


(24)

4

dalam bahasa Lampung, atau bisa di sebut juga dengan “lempar selendang”. Acara

ini di laksanakan biasanya setelah acara pernikahan selesai, kalaupun misalnya ada hiburan lain di acara pernikahan itu, acara muda mudi bisa di laksanakan keesokkan harinya, waktunya malam hari setelah waktu magrib. Acara muda muda ini seakan wajib di adakan. Tujuannya adalah silaturahim, mengumpulkan kebahagian dan semangat untuk muda-mudi yang belum menikah, bisa juga jadi ajang perkenalan atau perjodohan.

Masyarakat adat Lampung merupakan masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat budaya dan tradisi, adat budayanya pun sangat khas. Sampai saat ini masih dapat kita jumpai upacara-upacara adat seperti Upacara Adat dalam menyambut Tamu Agung, Pengangkatan Raja, Nyambai Agung dan Pernikahan. Upacara adat Pernikahan ini salah satunya adalah tari selendang/lempar selendang, yaitu sebuah tarian menggunakan kain selendang oleh Muli Mekhanai yang diringi oleh musik tradisional Gong dan Rebana. Secara bergantian Muli Mekhanai mencari pasangan hingga terbentuk dua pasangan lalu barulah tarian dimulai, proses pergantian antar muli mekhanai satu dengan yang lainnya adalah saat dihentikannya alunan musik ditengah pasangan muli mekhanai yang sedang menari lalu mereka masing-masing memilih dan memberikan selendang untuk penari selanjutnya secara berpasangan dan demikian seterusnya.

Namun kini tradisi tersebut berubah dan mengalami pergeseran nilai tari yang cukup mengkhawatirkan. Tari Selendang yang awalnya adalah tarian selendang yang diikuti alunan musik tradisonal, kini berganti dengan hanya menggunakan VCD/CD. Ironis dan menghawatirkan memang jika melihat fenomena seperti ini


(25)

5

terjadi ditengah-tengah masyarakat Lampung yang masih memegang teguh nilai nilai keluhuran adat budaya.

Sementara itu kegiatan kesenian lempar selendang yang dilaksanakan oleh masyarakat dengan latar belakang etnik, budaya, dan usia yang beragam, dari segi kelompok usia. Dengan demikian kemungkinan persepsi yang muncul dari kelompok usia ini juga berbeda.

Penulis menitikberatkan untuk meneliti lebih jauh tentang kesenian lempar selendang, sebagai salah satu kesenian budaya Lampung. Adapun alasan pemilihan kesenian ini karena menurut Pra-Riset yang diketahui anggota sanggar Way Tippon memberikan pilihannya untuk mengikuti kegiatan kesenian lempar selendang. Hal ini disebabkan karena kesenian lempar selendang dapat menjalin silaturahim, mengumpulkan kebahagian dan semangat untuk muda-mudi yang belum menikah, bisa juga jadi ajang perkenalan atau perjodohan.

Dalam rencana penelitian ini, peneliti ingin mengetahui dan menggambarkan persepsi para pemuda yang intens dengan nilai-nilai tradisional yang melekat pada diri mereka terhadap kesenian lempar selendang terutama mengenai pergeseran musik yang digunakan dalam mengiringi kesenian lempar selendang tersebut. Penelitian ini dilakukan pada pemuda dan pemudi yang tergabung dalam anggota Sanggar Seni Way Tippon Kelurahan gedung meneng Kecamatan Raja Basa Kota Bandar Lampung.


(26)

6

Berdasarkan Pra-Riset Peneliti, alasan memilih pemuda dan pemudi anggota Sanggar Seni Way Tippon Kelurahan gedung meneng Kecamatan Raja Basa Kota Bandar Lampung adalah sebagai berikut :

1. Alasan memilih Sanggar Seni Way Tippon sebagai objek penelitian, karena menurut pengamatan peneliti tentang kesenian lempar selendang ini terjadi proses komunikasi di bidang kesenian tradisional dalam perkembangannya semakin terkikis oleh hiburan baru yang lebih modern.

2. Pemuda dan pemudi yang tergabung dalam Sanggar Way Tippon rata-rata berpendidikan. Pendidikan yang dimiliki anggota sanggar sangat penting karena akan mempengaruhi seseorang untuk berfikir dan bertindak. Pendidikan juga berpengaruh terhadap kemampuan seseorang dalam mengolah informasi dan kemudian menerapkannya dalam kehidupan.

3. Alasan lain pengambilan Sanggar Seni Way Tippon Kelurahan gedung meneng Kecamatan Raja Basa Kota Bandar Lampung adalah atas pertimbangan akomodasi, dana, waktu dan fasilitas yang dimiliki oleh penulis.

Mengingat pentingnya permasalahan diatas, maka penulis melakukan penelitian untuk mengetahui tanggapan tentang persepsi pemuda terhadap pergeseran musik pengiring kesenian lempar selendang.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian dalam latar belakang penelitian diatas, maka pokok dalam penelitian di atas adalah :

“Bagaimanakah Persepsi Pemuda/ pemudi Sanggar Seni Way Tippon di Raja Basa Kelurahan Gedung Meneng Terhadap Pergeseran Alat Musik Pengiring


(27)

7

Kesenian Lempar Selendang meliputi persepsi terhadap makna lempar selendang, tahapan lempar selendang dulu dan kini, pergeseran musik yang digunakan dulu dan kini, penyebab pergeseran musik pengiring kesenian lempar selendang, kesan pada musik pengiring dan penyajian musik kesenian lempar selendang.

C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menggambarkan Persepsi Pemuda di Raja Basa Kelurahan Gedung Meneng Bandar Lampung Terhadap Pergeseran Musik Pengiring Kesenian Lempar Selendang.

D. Manfaat Penelitian

Manfaat penelitian ini adalah :

1. Secara Teoritis hasil penelitian diharapkan ini dapat menjadi bahan masukan dalam mengkaji komunikasi kesenian lempar selendang, dan sebagai sumbangan yang berarti bagi Jurusan Ilmu Komunikasi.

2. Secara Praktis hasil penelitian ini diharapkan juga dapat menjadi sumbangan pemikiran bagi masyarakat, khususnya bagi para pemuda dalam upaya turut serta melestarikan kesenian lempar selendang.


(28)

8

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Persepsi

1. Pengertian Persepsi

Menurut Desdereto, yang dikutip oleh Jalaluddin Rahmat (1999 : 51)

menyatakan bahwa “Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi atau pesan”.

Kemudian Mar’at (1984 : 21-22), memberikan penjelasan persepsi sebagai

berikut: “Persepsi merupakan proses pengamatan seseorang yang berasal dari

komponen kognisi. Aspek kognisi merupakan aspek penggerak perubahan karena informasi yang diterima akan menentukan perasaan dan kemauan berbuat. Jadi jelas bahwa komponen kognisi akan berpengaruh terhadap predisposisi seseorang untuk bertindak, terhadap suatu objek, yang merupakan jawaban atas pernyataan atas apa yang dipikirkan dan apa yang persepsikan

tentang objek tersebut”.

Selanjutnya menurut Pringgodigdo, A.K. (1991 : 866) Persepsi diartikan,

“sebagai proses mental yang menghasilkan bayang-bayang pada diri individu, sehingga dapat mengenal suatu objek dengan ingatan tertentu, baik secara


(29)

9

indera penglihatan, indera peraba, dan sebagainya sehingga akhirnya

bayangan itu dapat disadari”.

Kemudian Tim Penyusun kamus, Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa Indonesia (1997) Persepsi didefinisikan sebagai berikut :

1) Tanggapan atau penerimaan langsung dari suatu serapan

2) Proses seseorang mengetahui beberapa hal melalui panca indra.

Selanjutnya menurut C.P. Chaplin (1989 : 358), persepsi diberi pengertian yang meliputi :

1) Proses mengetahui atau mengenali objek dan kejadian objektif dengan bantuan indra.

2) Kesadaran dari proses-proses organis.

3) (Tichener) satu kelompok pengindraan dengan penambahan arti-arti yang berasal dari pengalaman-pengalaman masa lalu.

4) Variable yang menghalangi atau ikut campur tangan, berasal dari kemampuan untuk melakukan pembedaan diantara perangsang-perangsang.

5) Kesadaran intuitif mengenai kebenaran langsung atau keyakinan yang serta merta mengenai sesuatu.

Selanjutnya William James yang dikutip oleh Isbandi Rukminto Adi (1994 : 105-106), menyatakan bahwa, “Persepsi terbentuk atas dasar data-data yang kita peroleh dari lingkungan yang diserap oleh indera kita serta sebagian lainnya dari pengolahan ingatan (memory) kita (diolah kembali berdasarkan


(30)

10

Dari berbagai pengertian diatas dapat disimpulkan dilihat dari isinya maka persepsi adalah kemampuan seseorang membeda-bedakan antara objek yang satu dengan objek yang lain. Dalam proses tersebut didahului dengan pandangan dan pegangan yang berasal dari komponen kognisi sehingga seseorang dapat dinyatakan dalam prilaku terhadap objek tertentu.

2. Proses Terjadinya Persepsi 1) Sensasi (Sensasion)

Sensasi merupakan tahap paling awal dalam penerimaan informasi. Sensasi adalah pengalaman elementer yang segera, yang tidak memerlukan penguraian verbal, simbolis atau konseptual dan terutama sekali berhubungan dengan kegiatan alat indera.

2) Perhatian (Attention)

Dalam menentukan perhatian ini ada 2 faktor yang harus dijadikan pertimbangan, yaitu :

a. Faktor situasional disebut juga sebagai determinan perhatian yang bersifat eksternal atau menarik perhatian. Stimulan diperhatikan karena mempunyai sifat-sifat yang menonjol seperti gerakan, intensitas dan perulangan.

b. Faktor personal bersifat internal atau menarik perhatian. faktor ini merupakan faktor yang mengandalkan kemampuan alat indera masing-masing individu untuk berkonsentrasi terhadap suatu obyek rangsangan. Apa yang menjadi perhatian seseorang akan lolos dari perhatian orang lain atau sebaliknya. Ada kecendrungan kita melihat apa yang ingin kita lihat.


(31)

11

Menurut Sendjaja (1994: 55), persepsi mensyaratkan tiga hal yaitu: a. Orang yang mempersepsi

b. Objek persepsi

c. Suatu persepi atau makna yang merupakan hasil dari tindakan persepi.

Persepsi meliputi proses yang dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya. Proses pemahaman ini melalui penglihatan, pendengaran, dan penciuman. Dengan demikian persepsi merupakan suatu proses pengamatan terhadap sesuatu objek yang terdiri dari:

a. Stimulasi pada alat ngindra (sensory stimulation

Pada tahap ini, alat-alat indra distimulassi atau dirangsang akan keberadaan sesuatu hal, akan tetapi meskipun manusia memiliki kemampuan pengindran untuk merasakan Stimulus, manusia tidak selalu menggunakannya, sebagai contoh pada saat seseorang melamun. b. Stimulasi terhadap alat indra di atur

Pada tahap kedua, rangsangan terhadap alat indra diatur menurut berbagai prinsip, salah satu prinsip yang digunakan adalah prinsip Proximitas atau kemiripan. Sebagai contoh kita mempersepsikan pesan yang datang segera setelah pesan yang lain sebagai suatu unit dan menganggap bahwa keduanya tentu saling berkaitan. Prinsip lain adalah prinsip kelengkapan (closure). Manusia cendrung mempersepsikan gambar atau pesan yang dalam yang dalam kenyataan tidak lengkap sebagai gambar atau pesan yang lengkap, dengan melengkapi bagian-bagian gambar atau pesan yang tampak logis untuk melengkapi gambar ataupun pesan tersebut.


(32)

12

c. Stimulasi alat indra ditafsirkan-dievaluasi

Langkah ketiga adalah penafsiran-evaluasi kedua istilah tersebut digabungkan guna menegaskan bahwa keduanya tidak dapat dipisahkan. Langkah ketiga ini merupakan proses subyektif yang melibatkan evaluasi dari pihak penerima. Penafsiran tersebut tidak semata-mata dirasakan pada rangsangan luar, melainkan juga sangat dipengaruhi oleh pengalaman masa lalu, kebutuhan, keinginan, sistem nilai, keyakinan tentang seharusnya, keadaan fisik dan emosi pada saat tersebut dan lain sebagainya.

Selanjutnya menurut Sendjaja (1994: 55), sifat-sifat persepsi adalah:

a. Persepsi adalah pengalaman

Untuk mengartikan makna dari seseorang, objek atau peristiwa, kita harus memiliki dasar untuk melakukan interpretasi. Dasar ini biasanya kita temukan pada pengalaman masa lalu kita dengan oran, objek atau persitiwa tersebut atau dengan hal-hal yang menyerupainya. Tanpa landasan pengalaman sebagai pembanding, tidak mungkin untuk mempersepsikan suatu makna sebab ini akan membawa kita pada suatu kebingungan.

b. Persepsi adalah selektif

Ketika kita mempersepsikan sesuatu, kita cenderung memperhatikan hanya bagian-bagian tertentu dari suatu objek atau orang. Dengan kata lain, kita melakukan seleksi hanya pada karakteristik tertentu dari objek persepsi kita dan mengabaikan yang lain.


(33)

13

c. Persepsi adalah penyimpulan

Proses psikologi dari persespi mencakup penarikan kesimpulan melalui suatu proses induksi secara logis. Interpretasi yang dihasilkan melalui persepsi pada dasarnya adalah penyimpulan atas informasi yang tidak lengkap. Dengan kata lain, mempersepsikan makna adalah melompat kepada suatu kesimpulan yang tidak sepenuhnya didasarakan atas data yang dapat ditangkap oleh indra kita.

d. Persepsi tidak akurat

Setiap persepsi yang kita lakukan akan mengundang kesalahan dalam kadar tertentu. Hal ini antara lain disebakan oleh pengaruh pegalaman masa lalu, selektivitas dan penyimpulan. Biasanya ketidak akuratan ini terjadi karena penyimpulan yang terlalu mudah atau menyama ratakan. e. Persepsi adalah evaluatif

Persepsi tidak akan pernah objektif karena kita melakukan interpretasi berdasarkan pengalaman dan merefleksikan sikap, nilai dan keyakinan pribadi yang digunakan untuk memberi makna pada objek persepsi. Karena persepsi merupakan proses kognitif psikologi yang ada di dalam diri kita, maka hasil persepsi berupa baik (positif), biasa saja (netral), maupun tidak baik (negatif) bersifat subyektif atau tergantung pada individu yang mempersepsi.


(34)

14

B. Tinjauan Pemuda

1. Pengertian Pemuda

Komunikasi dibidang budaya akan lebih terkait dengan para pemuda yang menjadi sasaran pokok objek penelitian. Untuk mengetahui pengertian Pemuda sering dijumpai kesamaan pengertian antara Remaja dan pemuda hal ini disebabkan kesamaan kriteria antara remaja dan pemuda. Berikut pengertian pemuda dari beberapa pendapat.

Dilihat dari sudut pandang Psikologik dan Pedagogik, H.A.R Tilaar

menyebutkan “Pemuda ialah suatu masa yang identik dengan sifat pemberontak berani tetapi pendek akal, dinamik tetapi serampangan, penuh gairah tetapi sering berbuat yang aneh-aneh. Pendek kata Pemuda identik dengan romantik, masa yang menarik tetapi juga perlu dikasihani setidaknya

dari kacamata orang dewasa”. (LP3S : 1974 : 21).

Dari segi Demografi, dan dari sudut kependudukan serta pandangan ekonomi dan yang tercantum dalam penetapan inter regional seminar an the traning of frofesural volountary yout leader(Denmark, 1969) maka Pemuda seperti yang

dikutip M. Yasin adalah “Putera-puteri yang telah masuk usia kerja antara

10-25 tahun” (LP3S : 1974 : 21).

2. Kelompok Pemuda

Sementara dalam buku Pola Dasar Pembisaan Generasi Muda (1979) bahwa pemuda dikelompokkan menjadi beberapa segi yaitu :


(35)

15

1) Dari segi budaya dan fungsional

Berdasarkan dari segi ini, maka dikenal isilah anak-anak, remaja, dan dewasa kriterianya :

a. Anak ialah mereka yang berumur antara 0–12 tahun b. Remaja ialah mereka berumur 13–18 tahun

c. Dewasa ialah mereka yang berumur 18–22 tahun 2) Dilihat dari segi ideologi politik

Berdasarkan ideologi politik maka generasi muda adalah calon pengganti terdahulu dalam hal ini yaitu : yang berumur 18 – 30 tahun, dan kadang-kadang juga hingga 40 tahun.

3) Dilihat dari segi umur, lembaga, dan ruang lingkup tempat pemuda.

Berdasarkan pengertian ini maka pengertian pemuda terbagi menjaditiga kategori yaitu :

a. siswa berumur antara 6–18 tahun masih berada di bangku sekolah b. Mahasiswa 18–25 tahun dan berada di perguruan tinggi

c. Pemuda di luar sekolah dan perguruan tinggi dan berumur 15 – 30 tahun.

Dari berbagai pendapat di atas maka dapat dinyatakan bahwa pemuda adalah masa pengembangan seseorang dimana terjadi perubahan-perubahan fisik maupun psikologis menuju kedewasaan. Sedangkan mengenai batas antara rentangan usia baik lelaki dan perempuan adalah umur 14–30 tahun.


(36)

16

C. Tinjauan Komunikasi Tradisional

1. Pengertian Komunikasi Tradisional

Komunikasi tradisional menurut Effendy (1989 : 375) adalah gaya atau cara berkomunikasi yang berlangsung lama secara turun temurun pada suatu masyarakat tertentu yang berbeda dari masyarakat lainnya, disebabkan ciri-ciri khas masyarakat bersangkutan beserta tata nilai kebudayaan suatu masyarakat desa sangat ditentukan oleh faktor budaya setempat.

2. Bentuk Komunikasi Tradisional

Menurut Arni Muhammad dalam (Joewono, 1998 : 122) komunikasi tradisional adalah komunikasi dengan menggunakan alat yang sifatnya masih tradisional, misalnya bahasa daerah, budaya daerah, kesenian daerah, dan lain-lain. Berdasarkan definisi tersebut, maka bentuk komunikasi tradisional dapat berupa bahasa daerah, budaya daerah ataupun simbol-simbol budaya daerah dengan menggunakan media yang bersifat tradisional.

2. Sifat-Sifat Media Tradisional

Ranganath dalam (Jahi, 1999 : 103), misalnya, menuturkan bahwa media tradisional akrab dengan masa khalayak, kaya akan variasi dengan segera akan tersedia, dan biayanya rendah. Sedangkan menurut Eapen dalam (Jahi, 1999 : 103) menyatakan bahwa media ini secara komparatif murah, tidak perlu di impor, karena ia merupakan milik komunitas. Disamping itu, medianya tidak akan menimbulkan ancaman kolonialisme kebudayaan dan dominasi ideology asing.


(37)

17

Media tradisional dikenal juga sebagai media rakyat. dalam pengertian yang lebih sempit, media ini sering juga disebut sebagai media rakyat. dalam hubungan ini, Coseteng dan Fernandes dalam (Jahi, 1999 : 101)

mendefinisikan media tradisional sebagai “bentuk verbal, gerakan, lisan dan visual yang dikenal atau dipertunjukkan oleh mereka dengan maksud menghibur, memaklumkan, menjelaskan, mengajar dan mendidik”.

Sejalan dengan definisi ini, maka media rakyat tampil dalam bentuk nyanyian rakyat, tarian rakyat, musik instrumental rakyat, drama rakyat, pidato rakyat yaitu semua kesenian rakyat apakah berupa produk sastra visual ataupun pertunjukkan yang diteruskan dari generasi ke generasi Glovel dalam (Jahi, 1999 : 10) oleh karena sifat-sifat di atas, media ini berfungsi sebagai pembawa pesan yang lebih baik daripada media lainnya bagi kesejahteraan seluruh warga masyarakat dalam berbagai aspek pembangunan sosial, ekonomi dan budaya. Kesejahteraan ini diperlukan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia di daerah pedesaan secara menyeluruh.

Dipihak lain, Dissanayake dalam (Jahi, 1999 : 104) menunjukan kelebihan media rakyat ini, jika dibandingkan dengan media massa yang ada di Negara-negara yang sedang berkembang. pertama, kredibilitas media tradisional lebih besar, karena ia telah lama dikenal. Media tersebut dapat mengekspresikan kebutuhan, kegembiraan, kesedihan, kesenangan atupun kekecewaan masyarakat yang mendalam karena menderita kekalahan. Kedua, media tradisional menggunakan ungkapan-ungkapan dan symbol-simbol yang mudah dipahami oleh rakyat dan mencapai sebagian dari populasi yang berada diluar


(38)

18

jangkauan pengaruh media massa, dan yang menuntut partisipasi aktif dalam proses komunikasi.

D. Tinjauan Kesenian

1. Pengertian Kesenian

Kesenian adalah bagian dari budaya dan merupakan sarana yang digunakan untuk mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia. Selain mengekspresikan rasa keindahan dari dalam jiwa manusia, kesenian juga mempunyai fungsi lain. Misalnya, mitos berfungsi menentukan norma untuk perilaku yang teratur serta meneruskan adat dan nilai-nilai kebudayaan. Secara umum, kesenian dapat mempererat ikatan solidaritas suatu masyarakat.

Kesenian adalah suatu kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-nilai, norma-norma, dan peraturan dimana kompleks aktivitas dan tindakan berpola dari manusia dalam masyarakat dan biasanya berwujud benda-benda hasil manusia. Kuntjaraningrat

Kesenian merupakan segala sesuatu yang berhubungan dengan seni. Sedangkan menurut pengertian awam, seni adalah keindahan yang diciptakan oleh manusia. Bunga mawar yang indah bukan suatu karya seni, tetapi jika bunga tersebut dilukis maka lukisan tersebut merupakan sebuah karya seni. Ki Hajar Dewantara memberi batasan yang lebih luas lagi dengan pendapatnya, bahwa seni adalah perbuatan manusia yang timbul dari hidup perasaannya dan bersifat indah, sehingga dapat menggerakkan jiwa perasaan manusia.


(39)

19

1. Faktor-faktor Lahirnya Kesenian

Seni dapat lahir dan berkembang karena pada umumnya manusia senang pada keindahan. Sampai dengan sekarang telah terdapat banyak macam seni yang dapat dikelompokkan menjadi beberapa cabang seni. Pengelompokkan tersebut berdasarkan pada media yang dipakai untuk mengungkapkannya. Macam-macam cabang seni adalah:

1) Seni suara, yaitu seni yang diungkapkan dengan media suara. Misalnya seni

musik, seni vokal, seni baca Al Qur’an.

2) Seni gerak, yaitu seni yang diungkapkan dengan media gerak. Misalnya seni tari, seni pantomim, senam irama.

3) Seni sastra, yaitu seni yang diungkapkan dengan media bahasa. Misalnya seni prosa, seni puisi.

4) Seni rupa, yaitu seni yang diungkapkan dengan media rupa. Misalnya seni lukis, seni patung, seni bangunan.

5) Seni drama, yaitu seni yang memperagakan suatu cerita dengan media suara, gerak dan rupa. Misalnya seni lenong, seni ludruk, seni opera.

Pada waktu dulu penciptaan karya seni juga banyak terpengaruh oleh bentuk-bentuk alam, di samping faktor keindahan. Hal itu tampak jelas terutama pada karya-karya seni rupa. Pada zaman modern sekarang, karya-karya kontemporer (masa kini) lebih mengutamakan pada ide atau gagasan baru, ujudnya tampak lebih bebas bahkan banyak yang tidak berujud bentuk alam atau abstrak. Kadang-kadang juga tidak menunjukkan adanya keindahan, tetapi tetap dapat menyentuh rasa.


(40)

20

Pengertian atau Definisi Kesenian diambil dari kata Seni yang berarti Proses dari manusia (menciptakan) atau intisari ekspresi dari kreativitas yang mengandung unsur keindahan dan keelokan, orang yang menciptakan sebuah kreativitas seni disebut Seniman.

Definisi atau pengertian kesenian adalah bagian dari kebudayaan yang ada hubungannya dengan unsur keindahan dan keelokan, unsur itu adanya dalam batin dipikiran manusia yang termasuk unsur keindahan itu dan bisa juga definisi atau pengertian kesenian adalah proses penciptaan unsur-unsur yang membuat hati senang, puas buat melengkapi sisi bathin kehidupan manusiawi.

E. Tinjauan Lempar Selendang

1. Sejarah Lahirnya Lempar Selendang

Upacara adat pernikahan ini salah satunya adalah tari selendang/lempar selendang, yaitu sebuah tarian menggunakan kain selendang oleh muli mekhanai yang diringi oleh musik tradisional gong dan rebana. Secara bergantian muli mekhanai mencari pasangan hingga terbentuk dua pasangan lalu barulah tarian dimulai, proses pergantian antar muli mekhanai satu dengan yang lainnya adalah saat dihentikannya alunan musik ditengah pasangan muli mekhanai yang sedang menari lalu mereka masing-masing memilih dan memberikan selendang untuk penari selanjutnya secara berpasangan dan demikian seterusnya.

Acara muda mudi ini bisa di bilang tradisi, turun temurun dari generasi ke generasi. Upacara adat pernikahan ini salah satunya adalah tari


(41)

21

selendang/lempar selendang, yaitu sebuah tarian menggunakan kain selendang oleh muli mekhanai yang diringi oleh musik tradisional gong dan rebana. Secara bergantian muli mekhanai mencari pasangan hingga terbentuk dua pasangan lalu barulah tarian dimulai, proses pergantian antar muli mekhanai satu dengan yang lainnya adalah saat dihentikannya alunan musik ditengah pasangan muli mekhanai yang sedang menari lalu mereka masing-masing memilih dan memberikan selendang untuk penari selanjutnya secara berpasangan dan demikian seterusnya.

Globalisasi adalah suatu fenomena khusus dalam peradaban manusia yang bergerak terus dalam masyarakat global dan merupakan bagian dari proses manusia global itu. Kehadiran teknologi informasi dan teknologi komunikasi mempercepat akselerasi proses globalisasi ini. Dahulu di Lampung Barat hanya ada alat musik gong dan rebana dan belum ada VCD Player maka sekarang sudah ada VCDPlayer yang lebih canggih, sehingga alat-alat musik tradisional tadi ditinggalkan dan digantikan dengan alat musik yang lebih canggih dan lebih mudah digunakan, kondisi yang demikian mau tidak mau berpengaruh terhadap kesenian tradisonal kita, padahal kesenian tradisional kita merupakan bagian dari khasanah kebudayaan nasional yang perlu dijaga kelestariannya.

Sebenarnya perubahan dan pergeseran nilai suatu kebudayaan adalah lumrah adanya, asalkan tidak bergeser terlalu jauh dari sifat dan nilai-nilai aslinya, karena pada dasarnya pun kebudayaan sebagai hasil cipta, rasa, dan karya manusia adalah bergerak secara dinamis.


(42)

22

2. Makna Lempar Selendang

Makna banyak yang terkandung dalam kesenian lempar selendang ini, selain makna keberamanaan, makna silaturhami, ajang perjodohan. Setiap jenis musik yang dilaksanakan dalam acara-acara sesuai dengan alunan musik yang dipakai dalam acara tersebut. misalnya dalam acara pernikahan maka yang digunakan adalah alat musik tradisional sedangkan pada saat acara muda-mudi digunakan alat musik modern VCD/CD.

Makna simbolik lempar selendang ini bersifat objektif, artinya arti simbolik yang terkandung di dalamnya sudah menjadi tradisi yang telah dilakukan sejak lama dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat yang diteruskan dari gener.

3. Tahapan Kegiatan Seni Lempar Selendang

Kesenian lempar selendang adalah suatu kegiatan acara pada upacara perkawinan yang sering dilakukan masyarakat Lampung Barat khususnya dan sebagian besar sumatra bagian selatan. Adapun tahapan kegiatan acara muli mekhanai dalam acara lempar selendang pada resepsi upacara perkawinan biasanya dilakukan dengan cara menyampaikan sebuah pesan dari tuan rumah kepada kepala bujang. Lalu pesan tersebut di sebarkan dari mulut kemulut sehinggga beritanya menyebar ke pada muli mekhanai di kampung tersebut dan bahkan menyebar sampai kampung- kampung tetangga.


(43)

23

Pada saatnya acara lempar selendang akan dilaksanakan mula-mula kepala

bujang atau pembawa acara “jenang” akan berpidato, yang bermaksud

menyampaikan tata acara dari kegiatan lempar seledang dan tata tertib yang harus dipatuhi perserta atau pemuda yang mengikuti acara tersebut, baik prilaku, bahasa, serta busana yang layak dipakai. Setelah pembawa acara menyampaikan pidato tata acara dan tata tertib peraturan kegiatan lempar selendang yang akan dilaksankaan, barulah pemuda/pemudi yang siap dan bersedia mengikuti peraturan tersebut dipersilahkan untuk memasuki rungan acara.

Kemudian tahapan selanjutnya di dalam ruangan muda/mudi melakukan surat menyurat antara mereka sebagai awal mula perkenalan antara mereka dengan diiringi musik lempar selendang. Lalu lempar seledang dilakukan setelah kegiatan surat menyurat dilakukan sebagai tahap perkenalan selanjut antara mereka. Setelah beberapa rangkaian acara dilakukan masuklah pada tahapan

kegiatan membakar rokok “sesuahan khuku”, yang mana pemuda yang telah melakukan perkenalan pada kegiatan sebelumnya meminta untuk rokok yang pemuda “mekhanai”punya dibakarkan oleh pemudi “muli”. Setelah kegiatan sesuahan khuk berakhir masuklah tahapan meminum kopi ngupi dan

makan-makanan khas lampung “cucur, rengginang,dodol, dll”. Dengan telah berakhirnya beberapa kegiatan tahapan lempar selendang, tibalah untuk pemuda/pemudi makan bersama “mengan bersama”. Lalu pembawa acara

“jenang” menyampaikan pesan penutup kepada pemuda/pemudi bahwa acara lempar selendang telah berakhir antara mereka, dan dengan itu berakhir pula acara pernikahan antara teman sebayanya yang telah tiba lebih dulu jodohnya.


(44)

24

F. Landasan Teori

Teori persepsi yang melandasi penelitian ini ialah teori mengenai faktor-faktor yang menentukan persepsi yang dikemukakan oleh David Krech dan Ricard S. Crutchfield dalam Rakhmat (1994:4), yang terdiri dari faktor fungsional dua faktor struktural, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor Fungsional

Faktor Fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu dan hal lain yang termasuk dari faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli, tetapi karakteristik yang memberikan respon pada stimuli tersebut.

Krech dan Crutchfield merumuskan dalil persepsi yang pertama : persepsi bersifat selektif secara fungsional. Dalil ini berarti bahwa objek- objek yang mendapatkan tekanan dalam persepsi kita biasanya objek- objek yang memenuhi tujuan individu yang melakukan persepsi mereka memberikan contoh pengaruh kebutuhan, kesiapan mental, suasanan emosional dan latar belakang budaya terhadap persepsi. Pengruh kebudayaan terhadap persepsi. Sudah merupakan disiplin tersendiri dalam psikologi antar budaya (croos cultural psychology) dan komunikasi antar budaya (intercultural communication).

Faktor- faktor fungsional yang mempengruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan. Kerangka rujukan mempengaruhi bagaimana orang memberi makna pada pesan yang diterimanya. Mula- mula konsep ini berasal


(45)

25

dari psikofisik yang berkaitan persepsi objek. Para psikolog sosial menerapkan konsep ini untuk menjelaskan persepsi sosial. Adapun faktor- faktor fungsional meliputi :

1) Kebutuhan sesaat dan kebutuhan menetap pada diri seseorang akan mempengaruhi atau menentukan persepsi seseorang. Dengan demikian, kebutuhan yang berbeda akan menyebabkan perbedaan persepsi.

2) Kesiapan mental, suasana mental seseorang akan mempengaruhi atau menentukan persepsi seseorang.

3) Suasana emosi, suasana emosi seseorang baik dalam keadaan baik, sedih, bahagia, gelisah maupun marah akan sangat mempengaruhi persepsinya terhadap suatu objek rangsangan.

4) Latar belakang budaya, latar belakang budaya seseorang berasal, akan mempengaruhi dan menentukan persepsi seseorang pada suatu rangsangan.

2. Faktor Struktural

Faktor Struktural semata-mata berasal dari sifat stimuli fisik dan efek-efek syarat yang ditimbulkan pada sistem syaraf individu. Krech dan Cruthfield dalam Rakhmat (2005: 59- 60), merumuskan dalil persepsi :

1) Bahwa medan perseptual dan kognitif selalu diorganisasikan dan diberi arti dan manusia akan mengorganisikan tentang sebuah objek yang diterimanya enggan menginterpretasikan konteks petunjuknya.

2) Bahwa sifat- sifat perseptual dan kognitif dari sub struktur ditentukan pada umumnya oleh sifat- sifat struktur secara keseluruhan. Artinya bahwa sifat


(46)

26

struktur keseluruhan akan memberikan efek kontras atau asimilasi terhadap sub struktur.

3) Bahwa objek atau peristiwa yang berdekatan dalam ruang dan waktu atau menyerupai saatu sama lain, cenderung ditanggapi sebagai bagian dari struktur.

Dalam konteks penelitian ini, dari kedua faktor tersebut yang akan dikaji hanya pada faktor fungsional yaitu kebutuhan, kesiapan mental, suasana emosi dan latar belakang budaya. Alasan pemilihan faktor ini adalah untuk pembatasan pembahasan agar tidak meluas dan berbagai faktor fungsional tersebut sesuai dengan kajian penelitan mengenai persepsi pemuda terhadap pergeseran musik pengiring kesenian lempar selendang asi ke generasi baik tertulis maupun lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah, seperti kesenian lempar selendang. Hal ini disebabkan karena kesenian lempar selendang dapat menjalin silahturahim, mengumpulkan kebahagiaan dan semangat untuk muda-mudi yang belum menikah, bisa juga jadi ajang perkenalan atau perjodohan.

G. Kerangka Pikir

Bentuk komunikasi tradisional dapat berupa bahasa daerah, budaya daerah ataupun simbol-simbol budaya daerah dengan menggunakan media yang bersifat tradisional. Lempar selendang merupakan tradisi yang turun menurun hingga sekarang masih tetap dipertahankan dan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok masyarakat, biasanya dari suatu negara, kebudayaan, waktu, atau agama yang sama. Hal yang paling mendasar dari tradisi adalah adanya


(47)

27

informasi yang diteruskan dari generasi ke generasi baik tertulis maupun (sering kali) lisan, karena tanpa adanya ini, suatu tradisi dapat punah, seperti tradisi upacara pernikahan adat.

Dalam hal ini Peneliti persepsi dan pemahaman pemuda, selaku orang yang bertanggung jawab dalam upacara penikahan adat yang akan dihadiri oleh muda-mudi dan para pemuda anggota sanggar seni Way Tippon Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja Basa Kota Bandar Lampung tentang kesenian lempar selendang serta dikaji lebih mendalam melalui teori makna simbolik. Dengan mengumpulkan data-data di lapangan baik secara pengamataan atau observasi serta melakukan wawancara terhadap informan yang telah ditentukan melalui teknik sample purposive.


(48)

28

Gambar Bagan

Bagan Kerangka Pikir

Ket: Pergeseran Alat Musik Kesenian Lempar Selendang

Kesenian Lempar

Selendang

Pergeseran Alat

Musik

Tradisional

-

Gong

-

Rebana

-

Gamolan

-

Gambus

Modern

-

Tape

-

VCD

-

MP3


(49)

2

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tipe Penelitian

Tipe penelitian ini adalah kualitatif, menurut Denzin dan Lincoln (2006:46) Penelitian kualitatif adalah :

Qualitative research involves an interpretative approach to the world. Thus means that qualitative researchers study thing in their meanings people being to them.”

(Penelitian kualitatif menekankan pada interprestasi dalam kerangka pendekatan naturalistis. Tujuan dari seorang peneliti kualitatif adalah mempelajari sesuatu pada gambaran yang sesuai dengan kenyataan, menekankan pada interprestasi untuk memahami pemahaman orang lain atau informan tentang dunia mereka).

Sejalan dengan definisi tersebut, Kirk dan Miller dalam moelong (2001:2), mendefinisikan bahwa penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan social yang secara fundamental bergantung pada pengamatan pada manuasia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasannya dan peristilahnya.

Informan dalam metode kualitatif berkembang terus secara bertujuan (purposive) sampai data yang dikumpulkan dianggap memuaskan. Alat pengumpul data atau


(50)

30

instrument penelitian dalam metode kualitatif ialah si peneliti sendiri. Jadi peneliti harus terjun sendiri kelapangan secara aktif. Teknik pengumpulan data yang sering digunakan ialah observasi partisipasi, wawancara dan dokumentasi. Teknik angket tidak digunakan dalam pengumpulan data.

Data yang didapat dari penelitian ini adalah berupa data yang disajikan dalam bentuk kata verbal, bukan dalam angka. Data muncul dalam kata yang berbeda dengan maksud yang sama. Data kata verbal yang beragam tersebut perlu diolah agar menjadi ringkas sistematis. Menurut Moeleong (2001:3), metode penelitian kualitatif adalah metode penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati.

Guna mendapat informasi yang lebih mendetail dan memadai mengenai permasalahan yang diamati, maka dalam penelitian ini digunakan pendekatan kualitatif. Dengan pendekatan ini, peneliti dapat menjajaki secara lebih mendalam objek yang akan diteliti.

B. Defenisi Konsep

Menurut Masri Singaribun dan Sofian Effendy (2006:34) konsep adalah abstraksi mengenai suatu fenomena yang dirumuskan atas dasar generalisasi dari sejumlah karakteristik kejadian, keadaan (events), kelompok atau individu yang menjadi pusat perhatian penelitian. Defenisi konseptual merupakan batasan terhadap masalah-masalah variable yang akan diukur yang dijadikan pedoman dalam penelitian sehingga tujuan dan arah penelitiannya tidak menyimpang. Sehingga


(51)

31

memudahkan peneliti untuk mengoperasionalkan konsep yang dipakai tersebut dilapangan. Defenisi konsep penelitian ini adalah:

1. Persepsi

Persepsi adalah proses dengan mana kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang mempengaruhi indra kita. Persepsi sebagi pengalaman tentang objek, persitiwa atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan.

2. Pemuda

Pemuda adalah remaja awal yang akan mencapai tingkat kedewasaan yang identik dengan rasa ingin tahu yang tinggi, mengenai pelajaran dan pengalaman dalam berbagai aspek kehidupan seni, sosial, budaya, dan agamanya. Dalam penelitian ini pemuda dilihat dari segi ideologi politik yang dimana generasi muda adalah calon pengganti terdahulu, yang berumur 18-30 tahun, dan kadang-kadang juga mencapai 40 tahun.

3. Musik

Musik adalah suara yang disusun demikian rupa sehingga mengandung irama,lagu dan keharmonisan terutama suara yang dihasilkan dari alat-alat yang dapat mengahasilkan irama walaupun musik adalah sejenis ituisi, untuk menciptakan , memperbaiki dan mempersembahkannya adalah suatu bentuk seni. Mendengar musik adalah suatu hiburan, musik adalah sebuah fenomena yang sangat unik yang bisa dihasilkan oleh beberapa alat musik.


(52)

32

C. Fokus Penelitian

Fokus penelitian dianggap penting, karena dengan adanya fokus penelitian akan membatasi studi untuk mengarahkan penelitian. Menurut Moeloeng (2002:113) mengemukakan bahwa fokus penelitian dimaksudkan untuk memfokuskan dan membatasi pengumpulan data dapat dipandang kemanfaatnya sebagai reduksi data yang sudah diantisipasi. Adanya pemfokusan akan menghindari pengumpulan data yang serampangan dan hadirnya data yang melimpah ruah. Perumusan masalah dan fokus penelitian saling terkait karena permasalahan penelitian dijadikan acuan bagi fokus penelitian, meskipun fokus dapat berubah dan berkurang berdasarakan data yang ditemukan di lapangan.

Fokus penelitian dalam penelitian ini menitikberatkan pada persepsi pemuda sanggar seni Way Tippon Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung terhadap pergeseran alat musik pengiring kesenian lempar selendang, dengan beberapa subfokus sebagai berikut:

1. Persepsi pemuda terhadap pergeseran alat musik kesenian lempar selendang, terdiri dari:

(a) Persepsi terhadap makna lempar selendang

(b) Persepsi terhadap tahapan lempar selendang dahulu dan kini

(c) Persepsi terhadapan pergeseran alat musik yang digunakan dulu dan kini (d) Persepsi yang menyebabkan pergeseran alat musik pengiring kesenian

lempar selendang

(e) Kesan yang melekat pada alat musik pengiring dan penyajian musik pengiring kesenian lempar selendang


(53)

33

2. Faktor fungsional yang membentuk persepsi pemuda dalam mencitrakan pergeseran alat musik kesenian lempar selendang, terdiri dari:

(a) Kebutuhan, yaitu kebutuhan pemuda terhadap hiburan kesenian lempar selendang

(b) Kesiapan mental, yaitu suasana mental seseorang ketika melihat atau mendengar alat musik pengiring kesenian lempar selendang

(c) Suasana emosi, yaitu suasana emosi seseorang ketika melihat dan mendengar alat musik pengiring kesenian lempar selendang

(d) Latar belakang budaya, yaitu pengaruh latar belakang budaya seseorang yang mempengaruhi persepsinya terhadap pergeseran alat musik kesenian lempar selendang.

D. Informan Penelitian

Menurut Moeloeng (2005:121), penelitian kualitatif pada umumnya mengambil jumlah informan yang lebih kecil dibandingkan dengan bentuk penelitian lainnya. unit analisa dalam penelitian ini adalah individu atau perorangan. Untuk memperoleh informasi yang diharapkan, penelitian terlebih dahulu menentukan informan yang akan dimintai informasinya.

Kriteria informan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Informan merupakan subyek telah lama dan intensif menyatu dengan kegiatan atau medan aktivitas yang menjadi sasaran atau perhatian peneliti dan ini biasanya ditandai dengan kemampuan memberikan informasi mengenai suatu yang ditanyakan peneleiti.


(54)

34

2. Informan yang secara penuh aktif pada lingkungan atau kegiatan yang menjadi sasaran dan perhatian.

3. Informan merupakan subyek yang dalam memberikan informasi tidak cenderung diolah ataau dikemas terlebih dahulu.

Adapun kriteria informan dalam penelitian ini adalah :

(a) Beranggotakan sebagai anggota Sanggar Way Tippon di Raja Basa kelurahan Gedung Meneng Bandar Lampung.

(b) Memiliki pengetahuan mengenai kesenian lempar selendang dan kemampuan berkomunikasi ihwal sesuatu informasi yang dibutuhkan peneliti.

Adapun informan atau orang- orang tersebut antara lain :

1. Pembinaan Anggota Sanggar Seni Way Tippon yaitu Zubaidi 2. Penggiat Kesenian Sanggar Way Tippon yaitu Veriawan Utama, SH

3. Anggota Sanggar Seni Way Tippon, yaitu Novriansyah, Reflin Marlindo (Informan Laki- laki) dan Selvi (Informan Wanita)

E. Jenis Data

Jenis data dalam penelitian ini adalah :

1. Data primer, yakni data dari sumber-sumber yang menghasilkan data secara langsung. Data primer dalam penelitian ini terdiri dari data hasil wawancara mendalam yang dilakukan terhadap informan yang dipilih, serta hasil observasi atau pengamatan terhadap peristiwa, aktivitas, lokasi, dan lain-lain.


(55)

35

2. Data sekunder, yakni data yang diambil secara tidak langsung kepada sumber-sumbernya. Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh melalui studi pustaka atau berbagai buku, laporan ataupun dokumen arsip-arsip yang berhubungan dengan penelitian ini.

F. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini digunakan beberapa metode dalam pengumpulan data, yaitu :

1. Observasi

Observasi yaitu pengamatan secara langsung terhadap subyek penelitian, Observasi dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui secara langsung persepsi pemuda tentang kesenian lempar selendang.

2. Wawancara Mendalam (Indepth Interview)

Yaitu melakukan wawancara langsung dengan subyek penelitian mengenai pokok bahasan penelitian. wawancara mendalam dilakukan dengan menggunakan wawancara yang diajukan kepada informan di Raja Basa kelurahan Gedung Meneng, dengan tujuan mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai bagaimana persepsi pemuda tentang kesenian lempar selendang.

3. Dokumentasi

Teknik ini digunakan untuk mendapatkan data tentang keadaan lokasi penelitian yang dianggap sesuai dengan fokus penelitian yang diambil dari dokumen-dokumen yang ada.


(56)

36

G. Teknik Pengolahan Data

Pengolahan data adalah suatu proses dalam memperoleh data ringkasan atau angka ringkasan dengan menggunakan cara-cara ataau rumusan tertentu. Menurut Moeloeng (2005:136-137), pengolahan data penelitian kualitatif meliputi:

1. Editing adalah mengedit data untuk memeriksa kembali data yang telah diperoleh pada pelaksanaan penelitian baik data hasil wawancara, dokumentasi maupun observasi.

2. Kodingadalah mengkode data dengan cara memberi kode-kode tertentu pada data lapangan, baik data hasil wawancara, dokumentasi maupun observasi. Kode yang digunakan penelitian ini adalah kode nama-nama informan dan kelompok informan.

3. Interpretasi data adalah memberikan interpretasi atau penjabaran berbagai data yang diperoleh sesuai dengan fokus penelitian dan menguraikan jawaban informasi dalam bentuk deskripsi kalimat sesuai pembahasan msing-masing.

H. Teknik Analisa Data

Dalam penelitian ini, teknik analis data yang digunakan adalah teknik analisis kualitatif yaitu menganalisis data dengan cara menjelaskan dalam bentuk kalimat logis. Analisis data ini dilakukan bersamaan dengan jalannya penelitian. Analisis data dalam penelitian ini dilakukan melalui tiga alur kegiatan yaitu :

1. Reduksi Data

Data yang direduksi adalah data yang diperoleh dari hasil wawancara mendalam terhadap informan. Data yang diperoleh tersebut dikumpulkan,


(57)

37

dipilah-pilah dan digolongkan sedemikian rupa serta membuang data yang tidak perlu sehingga dapat ditarik kesimpulan finalnya.

2. Penyajian Data

Alur kedua dari kegiatan analisis yaitu penyajian data. Dari hasil wawancara yang telah direduksi, selanjutnya disajikan dalam bentuk narasi deskriptif hasil penelitian. Selain itu juga digunakan berbagai tabel untuk lebih mempermudah dalam memahami hasil penelitian.

3. Menarik Kesimpulan

Alur ketiga dari analisis yaitu penarikan kesimpulan. Setelah dilakukan proses pengumpulan dan penyajian data, langkah berikutnya adalah menarik kesimpulan sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian.


(58)

38

BAB IV

GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

A. Sejarah Singkat Berdirinya Kelurahan Gedung Meneng

Kelurahan Gedung Meneng berdiri pada tahun 1768 yang munculnya berasal pemecahan dari desa Kotabumi, sehingga Batang Hari ± 10 tahun dan membangun sebuah desa yang dinamakan “jejur”. Setelah itu meneruskan

perjalannya menuju Muara Putih kembali ke Rajabasa ± 15 tahun dan melanjutkan perjalanan kembali ke Rajabasa ± 25 tahun.

Kelurahan Gedung Meneng merupakan kelurahan induk di Kecamatan Rajabasa berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun 2001 tanggal 3 Oktober 2001 tentang penggabungan, penghapusan dan pemekaran wilayah Kecamatan dan Kelurahan dalam Kota Bandar Lampung. Semula Kelurahan dalam wilayah Kota Bandar Lampung berjumlah 84 kelurahan dan 9 kecamatan, dan sejak tanggal 29 Desember 2001 Kota Bandar Lampung menjadi 98 kelurahan dari 13 Kecamatan, dan Kelurahan Gedung Meneng masuk dalam Kecamatan Rajabasa.

Tujuan dari pemekaran kecamatan adalah dala rangka peningkatan kegiatan penyelenggaraan pemerintah secara berdaya guna dan berhasil guna serta merupakan sarana bagi pembinaan wilayah dan unsur pendorong yang kuat bagi usaha peningkatan laju pembangunan, juga sebagai sarana memperpendek rentang kendali pelayanan kepada masyarakat.


(59)

39

Dengan ditetapkan dan disahkannya Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2001 tanggal 3 Oktober 2001, tentang pemekaran wilayah Kecamatan dan Kelurahan dalam wilayah Kota Bandar Lampung maka Kelurahan Gedung Meneng termasuk didalam Kecamatan Rajabasa dan pejabat Lurahnya adalah Khoirunas berdasarakan surat keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor. 821.23/03/12/2001 tanggal 1 Februari 2001.

Selanjutnya sejak tanggal 29 September 2001 dilantik Asnari, SE menjadi Lurah di Kelurahan Gedung Meneng berdasarakan surat keputusan Wali Kota Bandar Lampung Nomor : 821.23/10/III.25/2011 tanggal September 2011. Untuk menunjang pelaksanaan pemerintah Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa di dukung pegawai yang berjumlah 9 orang dengan susunan personil yang dapat dilihat pada tabel 1.

Tabel 1. Nama Pejabat Kelurahan Gedung Meneng

No Nama Personil Jabatan

1 Asnari, SE Lurah 2 Megawati BR Sembiring, SH Sekertaris

3 Rosyana, S.Sos Kasi Pemerintahan 4 Efendi Husin Kasi Trantib 5 Titin Apriyana, SE Kasi Pembangunan 6 Sugiyanti, S.Sos Kasi Pemmas 7 Mukdar Staf

8 Samsu Pohan, BSc Staf

9 Tri H Staf

10 Rendi Kurniawan Staf

(Sumber: Monografi Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung 2011)


(60)

40

Tabel 2. Kepala Desa (Lurah) Yang Penah Memangku Jabatan Sebagai Kepala Desa (Lurah)

No Nama Kepala Desa kelurahan Gedung Meneng

1 Rapik

2 Pangeran Dulu Bumi 3 Ruwah

4 Adin Sebuay 5 Pesiwo Ratu 6 Perwatin 7 Sirah Migo 8 Abdurahman 9 Johar 10 Ayub 11 Dahud 12 Aliyun 13 Haris H. Razak 14 Hi. Wilhilman Murod 15 Abidin

16 Khairunnas 17 Kenedi danial, S.IP 18 Khairudin, SP. M.M 19 Arifin.A. BBA 20 Asnari, SE

(Sumber: Monografi Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung 2011)

B. Potensi Kelurahan Gedung Meneng 1. Luas dan Batas Wilayah

Kelurahan Gedung Meneng memiliki luas sekitar 227 Hektar yang terdiri dari daerah dataran dan sebagian besar lahan pekarangan. Kemudian sebagian lain untuk perumahan atau pemukiman.

2. Batas Wilayah

a. Sebelah Utara berbatasan dengan kelurahan Kampung Baru b. Sebelah Selatan berbatasan dengan kelurahan Gunung Terang c. Sebelah Barat berbatasan dengan kelurahan Rajabasa


(61)

41

d. Sebelah Timur berbatasan dengan kelurahan Labuhan Ratu

3. Kondisi Geografis

a. Ketinggian tanah dari permukaan laut : 400 m b. Banyak curah hujan : 2. 500 mm

c. Topografi : Daratan min/th

d. Suhu udara rata- rata : 25-33 cc

4. Orbisitas

a. Jarak dari pemerintahan Kecamatan : 4 Km b. Jarak dari Ibukota Bandar Lampung : 6 Km c. Jarak dari Ibukota Provinsi : 8 Km d. Jarak dari Ibukota Negara : 300 Km 4. Pertanahan

a. Tanah Kas Kelurahan : - buah–ha

b. Tanah Bersertifikat : 950 buah 174. 6 ha c. Tanah yang belum bersertifikat : - buah 52. 4 ha

C. Potensi Penduduk 1. Demografi

Penduduk Kelurahan Gedung Meneng terdiri dari berbagai suku bangsa, sampai pada tahun 2001, berdasarkan data statistik Kelurahan Gedung Meneng berpenduduk 13. 452 jiwa. Penyebaran penduduk di Kelurahan Gedung Meneng secara merata disemua tempat dan banyak berdiri rumah kost (rumah sewa) di Kelurahan Gedung Meneng sabagai imbas dari wilayah Gedung Meneng sebagai


(62)

42

sentra pendidikan tinggi, seperti adanya kampus Universitas Lampung dan Perguruan Tinggi lainnya.

2. Sosial Ekonomi

Sebagian besar penduduk Gedung Meneng bermata pencaharian pedagang, dan Pegawai Negeri Sipil (PNS).

Tabel 3. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian No Mata Pencaharian Laki- laki Perempuan Jumlah

1 Pegawai Negeri Sipil 1.593 1.364 2.957 2 TNI 50 2 52 3 Pedagang 514 341 855 4 Petani 4 4 8 5 Pertukangan 2 2 4 6 Buruh 152 137 289 7 Pensiunan 1.512 927 2.439 8 Lain -lain 2.735 4.102 6.837

Jumlah 6.562 6.879 13.441

(Sumber: Monografi Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung 2011)

3. Sosial Budaya

Penduduk Kelurahan Gedung Meneng bersifat heterogen, karena hampir sebagian besar adalah masyarakat pendatang yang memiliki latar belakang agama, suku, budaya, dan tingkat pendidikan yang beragam. Sebagian besar penduduk Kelurahan Gedung Meneng memeluk agama Islam. Adapun komposisi jumlah penduduk pada tahun 2001 berdasarkan agama dapat dilihat pada tabel 4.


(63)

43

Tabel 4. Jumlah Penduduk Berdasarkan Agama Yang Dianut

No Agama Jumlah

1 Islam 12.010 2 Khatolik 801 3 Protestan 427 4 Hindu 206 5 Budha 8

Jumlah 13.452

(Sumber: Monografi Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung 2011)

Adapun komposisi penduduk Kelurahan Gedung Meneng menurut tingkat pendidikan dapat dilihat pada tabel 5.

Tabel 5. Jumlah Penduduk Menurut Tingkat Pendidikan No Tingkat Pendidikan Jumlah

1 Sarjana 4.338 2 Sarjana Muda 3.296 3 SMU/ SLTA 3.243 4 SMP/ SLTP 1.377 5 Sekolah Dasar 505 6 Taman Kanak- kanak 181 7 Pra Sekolah 112

Jumlah 13.052

(Sumber: Monografi Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung 2011)

a. Sarana Ibadah

Tempat peribadatan di Kelurahan Gedung Meneng sesuai dengan agama yang dipeluk oleh masyarakat dengan kondisi kerukunan antar umat beragama sangat baik. Jumlah tempat ibadah yang ada di Kelurahan Gedung Meneng dapat dilihat pada tabel 6.


(64)

44

Tabel 6. Jumlah Sarana Ibadah di Kelurahan Gedung Meneng No Tempat Ibadah Jumlah

1 Masjid 16 2 Mushola 2 3 Gereja

-Jumlah 18

(Sumber: Monografi Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung 2011)

b. Sarana Pendidikan

Tempat pendidikan merupakan sarana yang sesuai yang sangat mendukung untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan juga sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jumlah sarana pendidikan di Kelurahan Gedung Meneng dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Sarana Pendidikan di Kelurahan Gedung Meneng

No Jumlah Pendidikan Gedung Guru Murid

1 Taman Kanak-kanak 3 2 Sekolah Dasar 6 3 SMP/ SLTP 5 4 SMU/ SLTA 4 5 Akademik 4 6 Universitas 4 7 Magister 2

Jumlah 28

(Sumber: Monografi Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung 2011)


(65)

45

Struktur Organisasi Sanggar Seni Way Tippon

Ketua Umum

Wakil Ketua Umum

Sekertaris Umum Bendahara Umum

Koordinator Pembinaan Anggota Koordinator Penggiat Kesenian


(66)

✁6

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Persepsi pemuda sanggar seni Way Tippon terhadap pergeseran musik pengiring kesenian lempar selendang Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung terhadap persepsi pemuda terhadap pergeseraan musik pengiring kesenian lempat selendang yang meliputi:

(a) Persepsi terhadap makna lempar selendang, pemuda yang mengutamakan nilai moral memaknakan lempar seledang sebagai bentuk kerja sama/gotong royong antara pemuda, tetapi inforan lain memaknakan lempar seledang sebagai ajang perjodohan dan hiburan.

(b) Persepsi terhadap tahapan lempar seledang, tahapan yang awal mula terdiri dari pidato pembawa acara/ jenang, mempersiapkan muli dan mekhanai, surat menyurat, lempar selendang, sesuahan khuku, mengan bua/ kue, ngupi, mengan dan terakhir penutupan yang disampaikan oleh jenang. Tahapan-tahapan tersebut ada beberapa yang telah ditiadakan, akan tetapi pemuda berpendapat yang terpenting adalah bagaimana agar acara lempar selendang tetap ada.

(c) Persepsi penyebab pergeseran musik, dengan kecanggihan teknologi saat ini membuat pemuda tidak lagi berminat unutk mempelajari alat musik


(67)

97

tradisional yang mereka anggap kuno dan kuran praktisdibanding vcd dan mp3.

(d) Persepsi terhadap pergeseran musik, pemuda mempersepsikan pergeseran adalah hal yang wajar dan sah-sah saja.

(e) Persepsi terhadap kesan penyajian musik, pada awal kesenian lempar seledang sangat kental nuansa adat Lampung dimana alat musik tradisional masih dipakai.

Namun penulis mengambil suatu kesimpulan pemuda sanggar seni Way Tippon mempersepsikan pergeseran musik kesenian lempar selendang sebagai suatu yang wajar dan dapat dimaklumi. Demi memenuhi kebutuhan konsumsi musik pemuda saat ini yang lebih cenderung menyukai alunan musikyang menggunakan tape dan vcd.

2. Faktor struktural yang membentuk persepsi pemuda terhadap musik pengiring lempar selendang meliputi perbedaan kebutuhan terhadap alat musik pengiring lempar selendang sebagai hiburan, kesiapan mental untuk mendengar dan melihat musik pengiring lempar selendang, suasana emosional pada saat melihat atau mendengar musik pengiring lempar selendang dan latar belakang budaya informan.

3. Faktor fungsional yang membentuk persepsi pemuda terhadap musik penggiring lempar selendang adalah perbedaan pengetahuan terhadap musik pengiring lempar selendang dan persepsi pemuda pada musik pengiring lempar selendang didasarkan pada situasi dan kondisi yang tidak sama antara satu informan dengan informan lainnya.


(68)

98

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran-saran yang dapat diberikan sebagai berikut:

1. Bagi pemuda dan pemudi sanggar Way Tippon disarankan untuk lebih selektif dalam memilih genre musik lempar selendang sebagai alunan musik pengiring kesenian lempar selendang, sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan genre musik dewasa ini terlalu beragam jenisnya. Pemuda diharapkan dapat memilih genre musik yang di dalamnya liriknyaterutama mengandung unsur penyampaian pesan pendidikan dan moral.

2. Kepada para pembinaan dan penggiat anggota sanggar untuk dapat menambah wawasan lagi mengenai musik pengiring kesenian lempar selendang agar musik yang digunakan tidak hanya musik gong dan rebana saja sehingga dapat diminati oleh masyarakat terutama kalangan pemuda.

3. Bagi muda-mudi agar tetap mengikuti kegiatan acara lempar selendang untuk dapat mengingat tradisi dan menjalin silahturahmi sesama anggota sanggar terutama dikalangan masyarakat luas.

4. Pemerintah hendaknya semakin aktif dalam mengawasi tayangan media massa khususnya televisi dalam menayangkan acara musik modern demi popularitas dan bisnis industri musik tanpa mempertimbangkan dampak tayangan tersebut terhadap eksistensi musik dan alat musik asli/ tradisional Indonesia.


(69)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukhminto. 1998. Psikologi Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Raja Grafindo, Jakarta.

Effendy, Onong Uchjana. Prof. 2002. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. PT Citra Aditya. Bandung.

Endraswara, Suwardi. 2005. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Pustaks Widyatama. Yogyakarta.

Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru Bandung. Moleong, Lexy J. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. P.T. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rakhmat, Jalaludin. 1994. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sarwono, Sarlito Wirawan. 1993. Pengantar Umum Psikologi. Bulan Bintang, Jakarta.

Sendjaja, S. Djuarsa. 1999. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka. Jakarta. Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendy. 1988. Metode Penelitian Survey. Lp3Es. Jakarta.

Uchjana, Onong.2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sumber Lain

Chaplin. C.P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta.

Tim Penyusun kamus, Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka, Jakarta.


(1)

Tabel 6. Jumlah Sarana Ibadah di Kelurahan Gedung Meneng No Tempat Ibadah Jumlah

1 Masjid 16

2 Mushola 2

3 Gereja

-Jumlah 18

(Sumber: Monografi Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung 2011)

b. Sarana Pendidikan

Tempat pendidikan merupakan sarana yang sesuai yang sangat mendukung untuk mencerdaskan kehidupan bangsa dan juga sebagai upaya meningkatkan kesejahteraan rakyat. Jumlah sarana pendidikan di Kelurahan Gedung Meneng dapat dilihat pada tabel 7.

Tabel 7. Sarana Pendidikan di Kelurahan Gedung Meneng

No Jumlah Pendidikan Gedung Guru Murid

1 Taman Kanak-kanak 3

2 Sekolah Dasar 6

3 SMP/ SLTP 5

4 SMU/ SLTA 4

5 Akademik 4

6 Universitas 4

7 Magister 2

Jumlah 28

(Sumber: Monografi Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Rajabasa Bandar Lampung 2011)


(2)

Struktur Organisasi Sanggar Seni Way Tippon

Ketua Umum

Wakil Ketua Umum

Sekertaris Umum Bendahara Umum

Koordinator Pembinaan Anggota Koordinator Penggiat Kesenian


(3)

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Persepsi pemuda sanggar seni Way Tippon terhadap pergeseran musik pengiring kesenian lempar selendang Kelurahan Gedung Meneng Kecamatan Raja Basa Bandar Lampung terhadap persepsi pemuda terhadap pergeseraan musik pengiring kesenian lempat selendang yang meliputi:

(a) Persepsi terhadap makna lempar selendang, pemuda yang mengutamakan nilai moral memaknakan lempar seledang sebagai bentuk kerja sama/gotong royong antara pemuda, tetapi inforan lain memaknakan lempar seledang sebagai ajang perjodohan dan hiburan.

(b) Persepsi terhadap tahapan lempar seledang, tahapan yang awal mula terdiri dari pidato pembawa acara/ jenang, mempersiapkan muli dan mekhanai, surat menyurat, lempar selendang, sesuahan khuku, mengan bua/ kue, ngupi, mengan dan terakhir penutupan yang disampaikan oleh jenang. Tahapan-tahapan tersebut ada beberapa yang telah ditiadakan, akan tetapi pemuda berpendapat yang terpenting adalah bagaimana agar acara lempar selendang tetap ada.

(c) Persepsi penyebab pergeseran musik, dengan kecanggihan teknologi saat ini membuat pemuda tidak lagi berminat unutk mempelajari alat musik


(4)

tradisional yang mereka anggap kuno dan kuran praktisdibanding vcd dan mp3.

(d) Persepsi terhadap pergeseran musik, pemuda mempersepsikan pergeseran adalah hal yang wajar dan sah-sah saja.

(e) Persepsi terhadap kesan penyajian musik, pada awal kesenian lempar seledang sangat kental nuansa adat Lampung dimana alat musik tradisional masih dipakai.

Namun penulis mengambil suatu kesimpulan pemuda sanggar seni Way Tippon mempersepsikan pergeseran musik kesenian lempar selendang sebagai suatu yang wajar dan dapat dimaklumi. Demi memenuhi kebutuhan konsumsi musik pemuda saat ini yang lebih cenderung menyukai alunan musikyang menggunakan tape dan vcd.

2. Faktor struktural yang membentuk persepsi pemuda terhadap musik pengiring lempar selendang meliputi perbedaan kebutuhan terhadap alat musik pengiring lempar selendang sebagai hiburan, kesiapan mental untuk mendengar dan melihat musik pengiring lempar selendang, suasana emosional pada saat melihat atau mendengar musik pengiring lempar selendang dan latar belakang budaya informan.

3. Faktor fungsional yang membentuk persepsi pemuda terhadap musik penggiring lempar selendang adalah perbedaan pengetahuan terhadap musik pengiring lempar selendang dan persepsi pemuda pada musik pengiring lempar selendang didasarkan pada situasi dan kondisi yang tidak sama antara satu informan dengan informan lainnya.


(5)

B. Saran

Berdasarkan kesimpulan diatas maka saran-saran yang dapat diberikan sebagai berikut:

1. Bagi pemuda dan pemudi sanggar Way Tippon disarankan untuk lebih selektif dalam memilih genre musik lempar selendang sebagai alunan musik pengiring kesenian lempar selendang, sebab tidak dapat dipungkiri bahwa perkembangan genre musik dewasa ini terlalu beragam jenisnya. Pemuda diharapkan dapat memilih genre musik yang di dalamnya liriknyaterutama mengandung unsur penyampaian pesan pendidikan dan moral.

2. Kepada para pembinaan dan penggiat anggota sanggar untuk dapat menambah wawasan lagi mengenai musik pengiring kesenian lempar selendang agar musik yang digunakan tidak hanya musik gong dan rebana saja sehingga dapat diminati oleh masyarakat terutama kalangan pemuda.

3. Bagi muda-mudi agar tetap mengikuti kegiatan acara lempar selendang untuk dapat mengingat tradisi dan menjalin silahturahmi sesama anggota sanggar terutama dikalangan masyarakat luas.

4. Pemerintah hendaknya semakin aktif dalam mengawasi tayangan media massa khususnya televisi dalam menayangkan acara musik modern demi popularitas dan bisnis industri musik tanpa mempertimbangkan dampak tayangan tersebut terhadap eksistensi musik dan alat musik asli/ tradisional Indonesia.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Isbandi Rukhminto. 1998. Psikologi Sosial dan Ilmu Kesejahteraan Sosial. Raja Grafindo, Jakarta.

Effendy, Onong Uchjana. Prof. 2002. Ilmu Teori dan Filsafat Komunikasi. PT Citra Aditya. Bandung.

Endraswara, Suwardi. 2005. Metode, Teori, Teknik Penelitian Kebudayaan. Pustaks Widyatama. Yogyakarta.

Koentjaraningrat. 1985. Pengantar Ilmu Antropologi. Aksara Baru Bandung. Moleong, Lexy J. 2001. Metodelogi Penelitian Kualitatif. P.T. Remaja Rosdakarya. Bandung.

Rakhmat, Jalaludin. 1994.Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. Sarwono, Sarlito Wirawan. 1993. Pengantar Umum Psikologi. Bulan Bintang, Jakarta.

Sendjaja, S. Djuarsa. 1999. Teori Komunikasi. Universitas Terbuka. Jakarta. Singarimbun, Masri, dan Sofian Effendy. 1988. Metode Penelitian Survey. Lp3Es. Jakarta.

Uchjana, Onong.2007. Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.

Sumber Lain

Chaplin. C.P. 1989. Kamus Lengkap Psikologi, Jakarta.

Tim Penyusun kamus, Pusat Pembinaan dan pengembangan Bahasa. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia Balai Pustaka, Jakarta.