MUSIK PENGIRING PADA KESENIAN CAMPAK DI SANGGAR WARISAN BUDAYA PANGKALPIANG BANGKA BELITUNG DESA KAMPAK PANGKALPINANG BANGKA BELITUNG.

(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

(7)

(8)

(9)

(10)

(11)

(12)

(13)

(14)

1

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Indonesia memiliki kekayaan budaya dengan keanekaragaman, tradisi, corak dan budaya dengan ciri khas yang berbeda di setiap daerah. Perbedaan kebudayaan ini dipengaruhi oleh pola hidup dan perkembangan yang terdapat dalam masyarakat. Hal ini sesuai dengan yang dikatakan Koentjaraningrat dalam Widyosiswoyo (2004: 31), bahwa kebudayaan adalah “keseluruhan gagasan dan karya manusia yang harus dibiasakan dengan belajar serta keseluruhan dari hasil budipekerti”.

Sebagai unsur kebudayaan, kesenian mengalami perkembangan berdasarkan tempat atau lokasi, diantaranya adalah kesenian rakyat. Kesenian rakyat merupakan kesenian tradisional atau kesenian daerah (Widyosiswoyo, 2004: 78). Kesenian rakyat mengandung sifat dan ciri-ciri yang khas dari masyarakat, tumbuh sebagai bagian dari kebudayaan masyarakat tradisional yang akan tetap hidup, selama masih ada masyarakat pendukungnya yang memelihara atau mengembangkannya.

Kesenian Campak merupakan kesenian tradisional yang tumbuh dan berkembang di daerah Pangkalpinang Bangka Belitung. Pada awalnya, kesenian Campak merupakan tarian dari daerah Pangkalpinang Bangka Belitung yang menggambarkan keceriaan bujang dan dayang (muda-mudi) di Kepulauan Bangka Belitung. Kesenian ini biasanya dibawakan setelah panen padi atau sepulang dari uma (kebun). Pada masa sekarang kesenian ini


(15)

digunakan sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan seperti penyambutan tamu, pesta pernikahan, dan sebagai hiburan rakyat di Pangkalpinang Bangka Belitung.

Secara umum, terdapat tiga elemen utama dalam kesenian Campak yaitu, tari, pantun, dan musik. Pada kesenian Campak, para penari yang terdiri atas penari perempuan disebut “nduk Campak” dan penari laki-laki disebut “penandak”. Pada saat tarian ini berlangsung biasanya penonton bebas memberi saweran kepada “nduk Campak”.

Pada awal penyajiannya, kesenian Campak menggunakan perangkat instrumen yang terdiri dari vokal, violin, gendang melayu dan tawak-tawak/gong. Setiap alat musik tersebut memiliki fungsi masing-masing, yang berperan membentuk karakter dan ciri musik kesenian Campak. Pada masa kini, pelaku kesenian Campak telah memodifikasi alat musik pendukungnya dengan menambahkan accordion, symbal, tamborin, tom-tom, bahkan menggunakan bass sebagai alat musik tambahan. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kreasi mereka terhadap apa yang sudah ada sebelumnya. Inilah yang kemudian dikenal dengan Campak kreasi yang saat ini banyak ditemukan di Bangka Belitung dan sering diperlombakan dalam acara kesenian tradisional Bangka Belitung, yang mana dalam ajang perlombaan tersebut tentu saja mengikut sertakan berbagai macam sanggar. Salah satu sanggar tersebut adalah Sanggar Warisan Budaya.

Sanggar Warisan Budaya sanggar yang bernaung di bawah pimpinan Bapak Ibnu, pertama kali berdiri pada tahun 1986, dan beranggotakan


(16)

masyarakat di desa Kampak. Sanggar Warisan Budaya telah banyak mengikuti ajang perlombaan dan festival kesenian tradisional yang diadakan oleh pemerintah kota Pangkalpinang Bangka Belitung. Sanggar ini didirikan sebagai tanggung jawab dalam rangka mempertahankan budaya daerahnya, yang menjadikan wadah masyarakat Bangka Belitung khususnya di desa kampak untuk melestarikan kesenian Campak. Pada umumnya, setiap sanggar di kota Pangkalpinang Bangka Belitung mempunyai gayanya masing-masing dalam memainkan kesenian Campak, begitu pula Sanggar Warisan Budaya memiliki gaya permainan yang berbeda dibandingkan dengan sanggar yang lain.

Seperti telah disampaikan diatas, bahwa di dalam kesenian Campak tidak hanya terdapat unsur alat musik yang biasa dimainkan dalam setiap pertunjukan, tetapi juga terdapat unsur syair dalam bentuk pantun yang dilontarkan secara spontan oleh para pemainnya. Bagi peneliti bahwa dalam pertunjukan kesenian ini terdapat hal yang sangat menarik, antara lain; pertama, tidak semua orang mampu untuk menyampaikan pantun secara spontan seperti yang dilakukan oleh para pemain Campak. Artinya bahwa untuk memiliki profesionalisme seperti para pemain tersebut, diperlukan sebuah proses yang amat panjang; kedua, unsur musik yang terdapat pada kesenian tersebut tentunya berbeda dengan musik pada umumnya di mana pantun sebagai syair lagu memiliki keterikatan yang sangat tinggi dengan melodi iringannya; ketiga, bahwa setiap sanggar memiliki gaya masing-masing dalam memainkan kesenian Campak, begitu pula Sanggar Warisan Budaya.


(17)

B. Fokus Penelitian

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka kajian dalam penelitian ini difokuskan pada musik pengiring kesenian Campak yang di dalamnya mencakup tentang struktur musik, peran tiap alat musik serta hubungan pantun dengan musik yang dimainkan dalam kesenian Campak di Sanggar Warisan Budaya Desa Kampak Pangkalpinang Bangka Belitung.

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan fokus penelitian yang telah diuraikan, maka penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dan mendeskripsikan : Musik Pengiring ditinjau dari struktur musik, peran tiap alat musik, dan hubungan antara pantun dengan musik yang dimainkan dalam pertunjukan kesenian Campak di Desa Kampak Pangkalpinang Bangka Belitung.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat baik secara teoritis maupun secara praktis.

1. Secara Teoritis

a) Bagi Jurusan Pendidikan Seni Musik FBS Universitas Negeri Yogyakarta, dapat memberikan kontribusi bagi kepustakaan yang diharapkan Menambah wawasan tentang kesenian Campak,


(18)

khususnya pada bentuk musik iringan ditinjau dari struktur musik, peran tiap alat musik, dan hubungan antara pantun dengan musik yang dimainkan dalam pertunjukan kesenian tersebut, sekaligus sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya.

b) Bagi Sanggar Warisan Budaya, penelitian ini diharapkan dapat menjadi motivasi untuk terus mengembangkan dan melestarikan kesenian Campak sebagaitradisi yang ada di Bangka Belitung

2. Secara Praktis

a) Bagi Sanggar Warisan Budaya, berguna untuk memberi masukan dalam melestarikan kesenian Campak sebagai usaha membina dan melestarikan kesenian daerah yaitu dengan penulisan notasi agar mudah dipelajari secara turun-temurun.

b) Bagi mahasiswa Jurusan Pendidikan Seni Musik sebagai wawasan dan apresiasi terhadap kesenian tradisional.


(19)

Secara terminologi, kesenian berasal dari kata seni yang mendapat awalan “ke-”dan akhiran “-an”. Seni sendiri dapat berarti keahlian dan keterampilan manusia untuk mengekspresikan dan menciptakan hal-hal yang indah serta bernilai bagi kehidupan baik untuk diri sendiri maupun untuk kepentingan masyarakat umum (Kodiran: 2000).

Dalam (Kayam, 2001: 15) “kesenian adalah salah satu unsur kebudayaan yang berkembang, menurut kondisi dari kebudayaan itu”. Kesenian adalah kebutuhan pokok seperti roti atau anggur atau mantol hangat pada musim dingin. Dalam teori tersebut lebih menekankan bahwa kesenian merupakan suatu hal yang pada dasarnya, setiap orang sangat membutuhkannya. (Stone dalam Spangler, 1997: 77).

Lebih lanjut, menurut Wijaya (2001: 15), Kesenian adalah pembangunan dari dalam jiwa manusia., kesenian merupakan salah satu dari sekian banyak aktivitas manusia yang berkaitan dengan proses penciptaan makna yang tentunya tidak sama dengan aktivitas yang biasa dilakukan oleh manusia dalam kehidupan sehari-hari. (Hidayatulloh, 2010: 9).

Berdasarkan teori-teori tentang pengertian kesenian yang sudah dipaparkan sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa pengertian kesenian adalah suatu hal yang berhubungan dengan seni atau keindahan yang cenderung bersifat unik, asli, rill, dan mempunyai hubungan erat terhadap suatu golongan masyarakat, adat, wilayah dan kepercayaan tertentu.


(20)

1. Kesenian Campak

Menurut sumber sejarah yang ada berdasarkan wawancara dengan Bapak Ibnu Hajar, Kesenian Campak masuk ke Bangka Belitung pada abad ke-17, dimana siapa atau pembawa awal dari musik ini sudah tidak diketahui lagi karena sudah lama dan sudah dibawa turun temurun. Pada jaman penjajahan bangsa Portugis, tarian ini mengalami akulturasi budaya. Percampuran budaya ini sangat terlihat dari gerakan, kostumnya, dan musik pengiringnya yang memiliki kesan gaya Eropa. Walaupun begitu, budaya lokal juga masih melekat pada tarian ini, hal ini terlihat pada kostum penari pria, alunan pantun dan beberapa musik pengiringnya yang merupakan gaya Melayu.

Kesenian Campak merupakan kesenian tradisional yang menggambarkan keceriaan bujang dan dayang (muda-mudi) di Pangkalpinang Bangka Belitung. Tarian ini biasanya dibawakan setelah panen padi atau sepulang dari uma (kebun). Kesenian ini berupa pantun yang bersambut (saut-sautan) yang biasanya didendangkan oleh sepasang penari yang terdiri dari laki-laki dan perempuan, dengan irama yang khas. Mereka menari diiringi tabuhan gendang, biola dan gong yang ditabuh secara berkala. Para penari menggunakan selembar saputangan yang dikibas-kibaskan mengiringi lenggok gemulai sang penari. Pada saat tarian ini berlangsung biasanya penonton bebas memberi sawer kepada “nduk campak” sebutan bagi penari perempuan pada tarian ini, sedangkan penari laki-laki disebut “penandak”. Tari ini digunakan juga


(21)

sebagai hiburan dalam berbagai kegiatan seperti penyambutan tamu atau pada pesta pernikahan di Pangkalpinang Bangka Belitung.

a. Tarian

Tari merupakan salah satu kesenian yang diungkapkan melalui gerak, karena gerak merupakan suatu elemen pokok dalam penciptaannya. Menurut La Meri dalam Soedarsono (1986:88), “tanpa bergerak tidak ada tari. Selain itu, Soedarsono juga menyebutkan bahwa tari adalah ekspresi jiwa manusia yang diungkapkan dengan gerak-gerak ritmis yang indah” (Soedarsono, 1978:3). “Gerak dalam tari adalah ekspresi pengungkapan seni tersebut. Tubuh manusia sebagai instrumen ekspresi dalam tari” (Suharto, 1987:15). Tari sebagai bahan komunikasi tanpa perlu kata-kata atau bahasa. Dengan menggunakan tubuh dan gerak, tari dapat mengekspresikan apa pun yang diinginkan oleh mereka yang menyaksikannya. (Widaryanto, 2004: x).

Tari dalam pola penggarapan geraknya dibagi menjdai dua. Adapun dua jenis tari, yaitu :

1) Tari Tradisional

Tari Tradisional merupakan bentuk tarian yang telah mengalami perjalanan sejarah cukup lama dan masih berpegang pada pola-pola tradisi yang telah ada. (Soedarsono, 1978: 12). Didalam tarian ini biasanya mengandung nilai filosofi, simbolis, dan religus. Semua aturan ragam gerak, formasi, busana dan


(22)

riasnya hingga kini tidak banyak berubah. Hal ini dikarenakan tari tradisional masih memegang erat pola-pola tradisi yang telah ada.

Tari tradisional beradasarkan atas nilai artistik garapannya dapat menjadi tiga, yaitu tari primitif, tari tradisional kerakyatan dan tari tradisional klasik. Tari primitif adalah jenis-jenis tari yang mempunyai kesederhanaan dalam bentuk-bentuk gerak yang berupa loncat-loncat, melangkah atau setengah bagian tubuh saja, sedangkan iringannya dalam pengunaan instrumen sangat sederhana dalam ritme dan irama. Untuk kostum, rias, dan tata panggung belum terkonsep. Tarian ini mempunyai kekuatan magis atau sakral.

Tari tradisional kerakyatan ialah tarian yang masih berpijak pada budaya tradisional atau masih bertumpu pada unsur-unsur primitif. Tarian ini berkembang di kalanagan rakyat biasa. Oleh karena itu geraknya cendrung mudah ditarikan bersama juga iringan musik dan busananya relatif sederhana. Sehingga, bentuk gerakannya dipahami betul oleh kelompok masyarakat tersebut.

Tarian jenis tradisional klasik dikembangkan oleh penari kalanagn bangsawan istana. Aturan tari yang berkembang di istana biasanya baku atau tidak boleh diubah lagi. Gerakannya cenderung bersifat anggun dan busananya cenderung mewah. Oleh karena itu, pengembangannya lebih sulit karena hanya bisa


(23)

dilakukan dalam kelompok bangsawan tersebut. Tarian jenis ini sering berfungsi sebagai sarana upacara adat atau penyambutan tamu kehormatan.

2) Tari Kreasi Baru

“Tari kreasi baru adalah jenis tarian yang tidak berpolakan tradisi, tetapi lebih merupakan garapan baru” (Soedarsono, 1978:14). Oleh karena itu, pola garapan tari ini mengarah pada kebebasan pengungkapan gerak dalam pencitaannya. Gerak-gerak dalam jenis tari ini bis bersumber dari mana saja, termasuk dari gerak tradisional dan aspek-aspek budaya tradisional. Terlebih lagi di Indonesia, tari kreasi baru pada umunya masih bersumber pada materi tradisional.

Menurut Edi Sedyawati (1981: 48), predikat tari tradisional diartikan segala yang sesuai dengan tradisi, sesuai dengan pola-pola bentuk maupun penerapan yang selalu berulang.Lebih lanjut, menurut Soedarsono (1977:29), tari tradisional ialah semua tarian yang telah mengalami perjalanan sejarah yang cukup lama, yang selalu bertumpu pada pola-pola tradisi yang telah ada. Tari tradisional merupakan hasil ekspresi hasrat manusia akan keindahan dengan latar belakang tradisi/sistem budaya masyarakat pemilik kesenian tersebut seperti pengetahuan, gagasan, kepercayaan, nilai dan norma. Karya yang dihasilkan sangat sederhana baik dari sisi gerak,


(24)

busana, maupun iringan dan menekankan pada ekspresi penjiwaan serta intensitas dalam melakukan gerak.

b. Musik

Menurut Eagle (dalam Djohan 2009:36) musik didefinisikan sebagai suara dan diam yang teroganisir melalui waktu yang mengalir. Sementara itu, menurut Simanungkalit (2008:1), musik adalah keindahan suara yang dapat didengar. Sementara itu Masduki (2004:42-43) menjelaskan bahwa terdapat beberapa definisi musik di antaranya:

a) Musik adalah bunyi yang meliputi segala suara. Kegiatan musik tidak semata instrumental, tetapi juga kegiatan vokal. Musik bukan hanya diatonik (do-re-mi), melainkan kegiatan seni bunyi dengan sistem yang manapun. Dari seni di kenal istilah musik populer, musik daerah, musik tradisional, modern, dan kontemporer.

b) Musik adalah produk kebudayaan manusia. Keterkaitan antara musik dan manusia selalu menjadi fokus kajian karena kebudayaan musik adalah produk konseptual (cognitive) dan perilaku (behavior) masyarakat.

c) Musik adalah bahasa universal, tidak ada etnik di dunia yang tidak bermusik. Dua perspektif falam memahami musik, yaitu (1) barat, melihat musik berdasarkan fenomena bunyi (2) timur, memahami musik dengan melihat berbagai konteks dan konsep kultural tempat musik itu tumbuh.

Berdasarkan berbagai pendapat tentang musik tersebut, maka dapat dikatakan bahwa musik merupakan seni yang mengungkapkan pikiran dan perasaan yang membentuk kesatuan dalam suatu nada-nada atau suara yang harmonis.

Menurut Ptolomeus (dalam Prier 2009:123) “musik adalah kemampuan untuk mengolah nada tinggi dan rendah menurut panca


(25)

indera maupun menurut akal budi”. Djohan (2009: 89) menyatakan bahwa “musik adalah ungkapan ekspresi yang dapat memberikan gambaran tentang banyak hal”.

Musik adalah bunyi rill, suatu peristiwa yang dialami dalam dimensi ruang dan waktu, musik dialami sebagai akor konsonan/disonan, ritme, warna suara tertentu oleh telinga manusia tidak hanya didengar tetapi juga dinilai sebagai bunyi kualitatif yang memuat suatu arti. (Prier, 2009: 123). Lebih lanjut, menurut Djohan (2009: 41), musik juga dapat dikatakan sebagai perilaku sosial yang kompleks dan universal.

Berdasarkan teori-teori tentang pengertian musik yang sudah di paparkan sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa pengertian musik adalah suara atau bunyi yang diciptakan, dimainkan, dinyanyikan, dihasilkan, disusun ataupun dirangkai oleh manusia, yang mengandung unsur estetis dan berfungsi untuk suatu tujuan tertentu seperti pengungkapan perasaan, hiburan ataupun pekerjaan. Selain itu di dalam musik terdapt unsur-unsur dasar musik di dalamanya, antara lain:

a) Melodi

Menurut Kodijat, (2004: 61) “melodi adalah nyanyian atau urutan nada-nada dalam berbagai tinggi dan nilai”, sedangkan Jamalus (1998: 16) menjelaskan bahwa “melodi adalah susunan rangkaian nada (bunyi dengan getaran


(26)

teratur) yang terdengar berurutan serta berirama dan mengungkapan suatu gagasan atau ide”.

b) Irama atau Ritme

Irama adalah “gerak yang teratur yang mengalir, karena munculnya aksen secara tetap. Keindahan akan lebih terasa oleh adanya jalinan perbedaan nilai dari satu-satuan bunyinya” (Soeharto, 1992: 86). Irama adalah “pola ritme tertentu yang dinyatakan dengan nama, seperti Waltz, Mars, Bossanova” (Banoe, 2003: 1).

c) Harmoni

Harmoni merupakan “cabang pengetahuan musik yang membahas atau membicarakan perihal keindahan komposisi musik” (Banoe, 2003: 180). Kemudian Syafiq (2003: 133) menjelaskan bahwa “harmoni merupakan perihal yang terkait pada keselarasan bunyi”.

Selain unsur-unsur musik yang terdapat dalam musik, di dalam musik juga terdapat beberapa bentuk didalamnya. Menurut Jamalus (1998: 78), “di dalam musik bentuk merupakan ide yang nampak dalam sebuah pengolahan atau susunan semua unsur musik dalam sebuah komposisi atau lagu yang bermakna”.

Menurut Jamalus (1998: 35), “sebuah lagu biasanya terdiri dari beberapa kalimat musik yang setiap kalimat musik tersusun


(27)

atas sepasang frase”. Menurut Wicaksono (2013: 4), phrase digolongkan dalam 2 jenis, yaitu :

 Phrase Anteseden adalah phrase tanya atau phrase depan dalam suatu kalimat yang merupakan pembuka kalimat, dan biasanya diakhiri dengan kadens tengah.

 Phrase Konsekwen adalah phrase jawab atau phrase belakang dalam suatu kalimat yang merupakan penutup kalimat, dan biasanya diakhiri dengan kadens sempurna. Dari pernyataan tersebut dapat disimpulkan bahwa bentuk musik merupakan suatu wujud yang berupa ide atau gagasan yang nampak dan dipersatukan menjadi sebuah komposisi/lagu. Lagu terdiri atas kalimat-kalimat yang tersusun dan kalimat terbentuk atas phrase tanya dan phrase jawab.

1) Musik Iringan

“Pengertian iringan adalah berjalan berturut-turut, bersama-sama diikuti dengan iringan: sisi, lambung, samping. Berdasarkan sudut pandang sebagai tata lagu orkes, iringan berarti yang mengiringi atau yang menyertai atau yang mengikuti” (Prier, 1996:102).

Dalam hal musik sebagai pengiring, musik dapat dikreasikan dengan berbagai cara dan berbagai jenis musik yang disesuaikan dengan bentuk irama tari/drama/ketoprak dalam gerak dan temanya. Walaupun musik berfungsi hanya sebagai pengiring atau membantu dalam menguatkan ekspresi ataupun penjiwaan dan tema dalam suatu pertunjukan, tidak berarti keberadaan musik tidak penting dalam suatu pertunjukan tersebut, karena dalam praktiknya, perpaduan antara musik iringan dan seni drama/tari/ketoprak adalah suatu kesatuan yang


(28)

utuh dan akan memberi dampak terhadap pertunjukannya.

Musik dan tari merupakan pasangan yang tidak dapat dipisahkan, keduanya berasal dari sumber yang sama yaitu dorongan atau naluri ritmis. Menurut Jazuli (1994:10), fungsi musik dikelompokkan menjadi 3 yaitu :

1) Sebagai pengiring tari berarti peranan musik hanya untuk mengiringi tari atau menunjang penampilan tari sehingga tidak hanya menentukan isi tarianya.

2) Sebagai ilustrasi atau pengantar tari maksudnya tari yang menggunakan musik baik sebagai pengiring atau pemberi suasana pada saat-saat tertentu saja tergantung kebutuhan garapan tari.

3) Sebagai pemberi suasana tari.

Dari berbagai pendapat tentang musik iringan tersebut, maka dapat dikatakan bahwa musik iringan merupakan musik yang berfungsi sebagai pengiring dari sebuah tarian, tidak hanya keluar sebagai suara saja, namun musik inilah yang mengatur gerak suatu tarian, sebagai penegas, pembentuk karakter penari, sehingga maksud dari satu tarian itu dapat dipahami oleh penonton.

2) Alat musik pada kesenian Campak

Alat musik yang terdapat pada kesenian Campak tergolong dalam:

1. Aerophone, yaitu alat musik dimana sumber bunyinya berasal dari udara yang bergetar dengan cara di tiup atau dipompa. Contoh dalam alat musik kesenian Campak: acordion


(29)

berasal dari rangkaian dawai yang bergetar karena dipetik, digesek maupun ditekan. Contoh dalam alat musik kesenian Campak: biola

3. Membranphone, yaitu alat musik dimana sumber bunyinya bersumber pada geteran pada selaput tipis yang terbuat dai kulit atau plastik yang berbunyi dengan cara dipukul. Contoh dalam alat musik kesenian Campak: tamborin, gendang, simbal, gong.

4. Elektrophone, yaitu alat musik dimana sumber bunyinya berasal dari rangkaian elektronika yang terdapat di dalam alat tersebut. Perkembangan teknologi saat ini membuat alat ini bisa mengeluarkan suara dari berbagai jenis alat musik. Contoh dalam alat musik kesenian Campak: bass

2. Pantun

Dalam pengertian umum, pantun merupakan salah satu bentuk sastra rakyat yang menyuarakan nilai-nilai dan kritik budaya masyarakat. Pantun adalah puisi asli Indonesia (Waluyo, 2006:9). Pantun juga terdapat dalam beberapa sastra daerah di Indonesia seperti “parika”dalam sastra jawa atau “paparikan”dalam sastra sunda.

Sedangkan dalam Kamus Istilah Sastra (2006: 173) menjelaskan bahwa: Pantun adalah Puisi Indonesia (Melayu), tiap bait (kuplet) biasa terdiri atas empat baris yang bersajak (a-b- a- b)tiap larik biasanya berjumlah empat kata; baris pertama dan baris kedua biasanya tumpuan


(30)

(sampiran) saja dan baris ketiga dan keempat merupakan isi; setiap baris terdiri dari 8-12 suku kata; merupakan peribahasa sindiran; jawab pada tuduhan dan sebagainya.

Semua bentuk pantun terdiri atas dua bagian: sampiran dan isi. Sampiran adalah dua baris pertama, kerap kali berkaitan dengan alam (mencirikan budaya agraris masyarakat pendukungnya), dan biasanya tak punya hubungan dengan bagian kedua yang menyampaikan maksud selain untuk mengantarkan rima/sajak. Dua baris terakhir merupakan isi, yang merupakan tujuan dari pantun tersebut. (Sudjana, 2010: 31).

a. Struktur Pantun

Menurut Alisjahbana (1978:25), fungsi sampiran terutama menyiapkan rima dan irama untuk mempermudah pendengar memahami isi pantun. Ini dapat dipahami karena pantun merupakan sastra lisan. Meskipun pada umumnya sampiran tak berhubungan dengan isi kadang-kadang bentuk sampiran membayangkan isi. b. Ciri-ciri Pantun

Pantun merupakan karya yang dapat menghibur sekaligus menegur. Pantun merupakan ungkapan perasaan dan pikiran, karena ungkapan tersebut disusun dengan kata-kata hingga sedemikian rupa, sehingga sangat menarik untuk didengar atau dibaca. Menurut Abdul Rani (2006:23) ciri-ciri pantun sebagai berikut:

1) Terdiri atas empat baris.

2) Tiap baris terdiri 9 sampai 10 suku kata.

3) Dua baris pertama disebut sampiran dan dua berikutnya berisi maksud si pemantun. Bagian ini disebut isi pantun.


(31)

c. Syarat-syarat Pantun

Pantun memiliki kekhasan dibanding jenis karya sastra lain, menurut Agus Trianto (2007: 32) syarat-syarat membuat pantun sebagai berikut:

1) Satu bait pantun terdiri dari 4 baris

2) Baris ke-1 dan ke-2 adalah sampiran dan baris ke-3 dan ke-4 adalah isi pantun

3) Satu baris pantun terdiri dari 8-12 suku kata 4) Pantun bersajak a-b-a-b, a-a-b-b

Pantun merupakan ungkapan perasaan dan pikiran, karena ungkapan tersebut disusun dengan kata-kata hingga sedemikian rupa sehingga sangat menarik untuk didengar atau dibaca.

d. Jenis-jenis Pantun

Pantun pada dasarnya sebuah karya sastra yang terkait aturan-aturan persajakan tertentu. Pantun sendiri merupakan bentuk dari puisi lama, pantun dibagi ke dalam dua bagian. Pertama adalah sampiran, dan yang kedua disebut isi. Sampiran merupakan pembayang yang mengatur rima selanjutnya, sedangkan isi merupakan maksud yang ingin disampaikan, menurut Nursisto (2004:11-14) dalam buku Ikhtisar Kesusastraan Indonesia membagi jenis-jenis pantun yakni:

1) Berdasarkan isinya, pantun dibagi tiga: (a) Pantun kanak-kanak : pantun bersukacita dan pantun berdukacita, (b) Pantun muda : Pantun nasib/dagang dan pantun perhubungan. Pantun perhubungan terbagi lagi menjadi pantun perkenalan, pantun berkasih-kasihan, pantun perceraian, dan pantun beribahati, dan (c) Pantun tua : pantun adat, pantun agama, dan pantun nasihat. 2) Berdasarkan banyaknya baris tiap bait dibagi menjadi: (a) Pantun


(32)

dua seuntai atau pantun kilat, (b) Pantun empat seuntai atau pantun empat serangkum, (c) Pantun enam seuntai atau delapan seuntai, atau pantun enam serangkum, delapan serangkum (talibun).

B. Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang musik iringan sebelumnya telah dilakukan oleh Yugo Prakoso (2009). Dengan judul “Bentuk Penyajian Musik Iringan Kesenian Tayub di Kabupaten Sragen “. Hasil penelitian yang diperoleh menjelaskan bahwa bentuk penyajian iringan musik kesenian tayub berupa ansambel campuran yang terdiri dari gamelan jawa, instrumen yang digunakan terbatas dalam kelompok idiophone dan membranphone.

Selanjutnya, penelitian tentang musik iringan yang sebelumnya telah dilakukan oleh Hasbi Nur Cahyadi (2008) yang berjudul “Fungsi dan Bentuk Iringan Kesenian Jamjenang di dusun Pedurenan desa Krakal Alian Kebumen”. Hasilpenelitian yang diperoleh menunjukkan bahwa: 1) Kesenian Jamjenang sebagai pengiring pembacaan sholawat nabi: 2) Sebagai pelestari kebudayaan:3) Sebagai identitas masyarakat:4) Sebagai sarana hiburan. Bentuk penyajian berupa ansambel perkusi dengan vokal yang melantunkan Sholawat Nabi dan lagu tentang norma agama dan norma sosial.

Dari hasil penelitian tersebut terdapat literatur - literatur yang terkait dengan objek bahasan, serta menambah pengetahuan untuk menjadi bahan perbandingan, guna mengkaji kesenian Campak secara mendalam. Letak relevan dari kedua penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah musik pengiring, metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan


(33)

cara deskriptif. Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian ini adalah objek yang di teliti serta daerah dimana penelitian dilakukan. Penelitian musik pengiring dalam kesenian Campak di Pangkalpinang Bangka Belitung mengacu pada penelitian sebelumnya.

C. Pertanyaan Penelitian

Guna memberikan arahan agar tetap sesuai dengan masalah dan tujuan penelitian, maka dalam penelitian ini disusun beberapa fokus pertanyaan penelitian.

1. Bagaimana struktur musik dalam kesenian Campak ?

2. Bagaimana peran tiap alat musik dalam pertunjukan kesenian Campak ? 3. Bagaimana hubungan antara pantun dan musik yang dimainkannya ?


(34)

21

A. Pendekatan Penelitian

Metode penelitian secara umum dimengerti sebagai suatu kegiatan ilmiah yang dilakukan secara bertahap dimulai dengan penentuan topik, pengumpulan data dan menganalisis data, sehingga diperoleh suatu pemahaman pengertian atas topik tertentu (Raco, 2010:3). Penelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan pendekatan diskriptif. Alasan digunakannya metode tersebut untuk menjelaskan tentang musik iringan pantun dalam kesenian Campak guna menghasilkan data deskriptif yang dianalisis berupa kata-kata tentang apa yang diteliti.

Penelitian kualitatif ini mengumpulkan data yang spesifik dari para partisipan, menganalisis data secara induktif dari tema-tema khusus ke tema-tema umum, dan menafsirkan makna data tersebut. Penelitian ini dilakukan untuk mendeskripsikan musik iringan pada kesenian Campak, meliputi alat musik yang digunakan dan unsur-unsur musik pada kesenian Campak.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Sanggar Warisan Budaya Desa Kampak, kecamatan Gerunggang, Pangkalpinang Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Adapun alasan penentuan lokasi penelitian ini adalah dengan pertimbangan Sanggar Warisan Budaya merupakan sanggar yang masih terlibat aktif dalam


(35)

kegiatan kesenian tradisonal di kota Pangkalpinang Bangka belitung khususnya pada kesenian Campak. Sementara itu waktu penelitian dilakukan dari bulan Maret - April 2016.

C. Sumber Data

Sumber data mengenai musik pengiring pada kesenian Campak diperoleh dari hasil observasi, wawancara, dan dokumentasi. Peneliti mengadakan observasi dengan melakukan pengamatan secara langsung tentang pelaksanaan kegiatan latihan, serta ketersediaan sarana dan prasarana sebagai penunjang dalam proses latihan. Sumber data juga diperoleh melalui kegiatan wawancara dengan beberapa narasumber yang diambil dari tempat penelitian, dan dokumentasi. Sumber data dalam penelitian ini terdiri dari dua sumber, yaitu data primer dan data sekunder. Penjelasan mengenai data primer dan data sekunder secara rinci adalah sebagai berikut:

1. Data Primer

Data primer dalam penelitian ini diperoleh secara langsung dari informan melalui wawancara dan observasi selama penelitian berlangsung. Berkaitan dengan hal tersebut, wawancara mendalam dilakukan kepada: 1) Pengurus sanggar; 2) penari dan pemusik yang sedang mengikuti kegiatan latihan.

2. Data Sekunder

Data sekunder dalam penelitian ini diperoleh dari dokumen-dokumen atau arsip yang berkaitan dengan permasalahan


(36)

penelitian. Sumber data sekunder adalah dokumentasi yang berasal dari dokumen hasil kegiatan, dan dokumentasi pada saat proses latihan. Data sekunder merupakan data-data yang mendukung data primer.

D. Subjek dan Objek Penelitian

Subjek dalam penelitian ini adalah tokoh dan pemain dalam kesenian Campak yang terdapat di Kota Pangkalpinang yaitu Sanggar seni Warisan Budaya yang di pimpin oleh Bapak Ibnu Hajar. Objek penelitian berupa musik pengiring dalam pertunjukan kesenian Campak.

E. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2014:309) pengumpulan data dalam penelitian kualitatif dapat dilakukan pada kondisi yang alamiah, sumber data primer, dan lebih ditekankan pada teknik observasi, wawancara mendalam dan dokumentasi. Terkait penelitian ini, teknik pengumpulan data yang digunakan yaitu observasi, wawancara, dan dokumentasi. Secara rinci ketiga teknik pengumpulan data tersebut diuraikan sebagai berikut:

1. Observasi

Observasi dalam penelitian ini dilakukan dengan peneliti datang di tempat orang yang diamati, tetapi tidak ikut terlibat dalam kegiatan tersebut (Sugiyono, 2013:227). Observasi dilakukan di Sanggar Warisan Budaya Pangkalpinang Bangka Belitung sehubungan dengan pelaku seni kesenian Campak dan keberadaan pertunjukkan kesenian tersebut.


(37)

Dalam hal ini data dan informasi yang diperoleh dari pengamatan mengenai pertunjukkan kesenian Campak yang kaitannya dalam musik pengiring yang disusun, adapun obyek yang diamati dari observasi meliputi:

1) Masyarakat dan pelaku seni Campak.

2) Pertunjukkan Campak yang kaitannya dengan musik iringan. 2. Wawancara

Menurut Moelong (2007:186) wawancara adalah percakapan dengan orang tertentu, percakapan itu dilakukan oleh dua belah pihak, yaitu pewawancara (interviewer) yang mengajukan pertanyaan dengan yang diwawancarai (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan. Wawancara dilakukan dengan para responden yang meliputi ketua Sanggar Warisan Budaya yaitu bapak Ibnu Hajar dan para pemain musik yang terlihat dalam pertunjukkan kesenian Campak. Proses ini menggunakan wawancara, dimana yang diwawancarai mengetahui bahwa nara sumber diwawancarai dan mengerti maksud wawancara tersebut. Dalam melakukan wawancara ini bertujuan untuk menemukan permasalahan secara lebih terbuka, dimana pihak yang diajak wawancara diminta pendapat, dan ide-idenya (Sugiyono, 2011:223). Narasumber yang diwawancarai meliputi, ketua sanggar kesenian, pemusik, tokoh masyarakat. Dari ke 3 narasumber tersebut diperoleh informasi tentang musik pengiring dalam kesenian Campak. Materi wawancara meliputi sejarah dan perkembangan kesenian Campak di Pangkalpinang Bangka


(38)

Belitung, serta iringan musik dalam kesenian Campak. 3. Dokumentasi

Dokumen merupakan catatan peristiwa yang sudah berlalu, dapat berupa tulisan, gambar, atau karya-karya monumental dari seseorang (Sugiyono, 2013: 240). Hasil dari pengumpulan data melalui dokumentasi merupakan pendukung dari data yang diperoleh melalui observasi dan wawancara. Dalam penelitian ini, metode dokumentasi dimaksudkan untuk memperoleh data/informasi mengenai musik pengiring pada kesenian Campak di Sanggar Warisan Budaya Desa Kampak Pangkalpinang Bangka Belitung. Data-data tersebut di antaranya adalah: 1) rekaman audio, video dan foto 2) Dokumentasi tidak tertulis seperti foto dan video proses latihan, serta foto dan video kegiatan pentas.

F. Instrumen Penelitian

Dalam penelitian kualitatif peneliti sebagi human instrumen, bahwa yang menjadi instrumen atau alat penelitian adalah peneliti itu sendiri (Sugiyono, 2011: 222). Peneliti berperan menjadi instrumen atau alat penelitian. Peneliti dalam memperoleh data yang dibutuhkan akan berperan aktif dengan partisipan sebagai sumber data, yaitu melalui observasi dan wawancara dan terjun ke lapangan sendiri guna melakukan pengumpulan data, menganalisis, dan membuat kesimpulan.


(39)

diteliti, maka peneliti terjun langsung ke lapangan untuk mengetahui secara langsung kegiatan - kegiatan pada saat latihan. Dengan cara riset lapangan, peneliti sebagai pengamat penuh secara langsung pada kegiatan latihan dituntut untuk dapat menemukan dan mengumpulkan data secara langsung, maka dalam penelitian ini instrumen penelitian adalah penelitian sendiri yang sekaligus berperan sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, menganalisis data, penafsiran data, dan pelopor hasil, sedangkan instrumen-instrumen lain merupakan instrumen pendukung atau instrumen pelengkap berupa alat bantu perekam suara, kamera serta alat tulis yang digunakan untuk mencatat kejadian - kejadian yang ditemui peneliti dalam penelitian.

G. Analisis Data

Menurut Sugiyono (2010: 335) analisis data kualitatif ialah proses mencari dan menyusun secara sistematis data yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit melakukan sintesis, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan sehingga mudah dipahami oleh diri sendiri maupun orang lain.

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik analisis data model interaktif dengan langkah-langkah sebagai berikut.


(40)

1. Pengumpulan Data

Dilaksanakan dengan cara pencarian data untuk memperoleh data yang akurat dan relevan terhadap masalah penelitian, kemudian melaksanakan pencatatan. Dalam penelitian ini, dilakukan tahap wawancara dengan narasumber yang telah ditentukan.

2. Reduksi Data

Menurut Sugiyono (2006: 338) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal penting, dicari tema dan pola serta membuang yang tidak perlu. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan menggambarkan dan mempermudah pengumpulan data selanjutnya apabila diperlukan.

Reduksi data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah dengan meringkas hasil dari wawancara dan observasi, kemudian mengelompokkan data-data tersebut sesuai dengan tema yang akan dibahas. Data hasil wawancara dan observasi yang kurang relevan dengan tema penelitian dan tidak sesuai masuk ke semua kelompok data, dihilangkan dan tidak digunakan untuk analisis data.

3. Penyajian Data

Menurut Suharsaputra (2012: 218) penyajian data adalah langkah yang dilakukan setelah mereduksi data untuk lebih mensistematikan data yang telah direduksi sehingga data tersebut akan terlihat lebih jelas. Data yang sudah direduksi kemudian dikelompokkan ke dalam sub penyajian, yaitu data tentang tarian, pantun, musik pada kesenian Campak dan


(41)

unsur-unsur yang terdapat pada musik pengiring kesenian Campak. Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa hasil wawancara mendalam dan dokumentasi, sedangkan data dokumentasi berupa foto dan video didapat pada saat proses latihan yang diambil oleh peneliti. Data-data yang sudah diperoleh tersebut disajikan secara naratif.

4. Penarikan Kesimpulan

Penarikan kesimpulan merupakan langkah terakhir yang dilakukan setelah seluruh proses analisis data telah selesai dilakukan, sehingga akan diperoleh suatu kesimpulan yang tepat dari hasil penelitian yang dilakukan. Dalam penelitian ini proses analisis data dilakukan setelah data-data mengenai musik pengiring pada kesenian Campak baik berupa dokumentasi ataupun hasil wawancara sudah dirasa cukup.

Proses analisis interaktif (interactive model of analysis) ini dapat dilihat pada gambar sebagai berikut.

Gambar 1: Teknik Analisis Interaktif menurut Miles dan Huberman (dalam Emzir, 2012: 134).

Pengumpulan Data

Penyajian Data

Reduksi Data Penarikan

Kesimpulan/ Verifikasi


(42)

Gambar 1 menjelaskan bahwa ketiga tahapan aktivitas analisis data dan aktivitas pengumpulan data membentuk suatu proses interaktif. Terdapat hubungan yang saling berkaitan antara tahapan yang satu dengan yang lainnya, oleh sebab itu proses analisis data dilaksanakan secara sistematis dan berkesinambungan.

H. Keabsahan Data

Uji keabsahan data yang dilakukan dalam penelitian ini dengan menggunakan triangulasi. Menurut Moleong (2014: 330), triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahaan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut. Cara ini bertujuan mengecek kebenaran dan penafsiran data dari pengumpulan data yang dilakukan dengan wawancara, observasi, dan dokumentasi. Data yang diperoleh lebih dari satu sumber, sehingga memungkinkan timbulnya berbagai pendapat. Oleh karena itu, untuk memperoleh data yang lebih valid maka dilakukan triangulasi.

Triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data yang dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda, misalnya data yang diperoleh dengan wawancara lalu dicek dengan observasi, dan dokumentasi. Apabila dengan tiga teknik pengujian kredibilitas data tersebut menghasilkan data yang berbeda-beda, maka dilakukan diskusi lebih lanjut kepada sumber data yang bersangkutan untuk


(43)

memastikan mana yang dianggap paling benar (Sugiyono, 2006: 373-374). Proses Triangulasi teknik pengumpulan data sebagai berikut:

Gambar 2: Triangulasi teknik pengumpulan data

Setelah data-data diperoleh dari penelitian, untuk pemeriksaan keabsahan data yaitu dengan cara mencocokkan data berdasarkan dokumentasi, wawancara dan observasi sehingga dapat diperoleh data yang pasti. Dokumentasi meliputi video pertunjukkan kesenian Campak, serta dokumen lain seperti foto-foto yang berhubungan dengan pertunjukkan kesenian Campak. Wawancara dilakukan dengan tokoh adat, pemusik, dan tokoh masyarakat.

Data Observasi


(44)

31

A. Hasil Penelitian

1. Penyajian Kesenian Campak

Musik iringan pada kesenian Campak ini dari dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan pola permainan musiknya, hal inilah yang menjadi salah satu ciri khas dari musik Campak. Selain itu, alat musik yang mengiringi pada kesenian Campak yang dulunya terdiri dari biola, gendang, dan tawak-tawak (gong), namun sekarang para pelaku seni telah memodifikasikan alat musik pendukungnya dengan menambahkan alat musik lainnya, pak Ibnu menjelaskan yang diuraikan sebagai berikut:

“Pun luk ya alat musik Campak e cuma biola, gendang kek gong la, orang jaman luk cuma makai alat musik ya laa, sege jaman luk cuma ade alat musik tu, dulu ya ge tawak-tawak ya dibuet sendiri kek urang-urang , alat musik ya dibuet dari batok kelapo kek kayu, ude tu kayu ya kelak di putong baru kelak ya dililit kek karet ban, kelak jadi la suara bunyi tung pun kayu ya di pentong ke batok ya, tapi pun kini la jareng urang makai ya, kini makai gong yang biase di pakai ya la, sude ya jaman luk ge urang engek tau main alat musik ya la lom ade alat musik mudel sekarang ni, taon ketaon kini e la banyek kek berubeh urang maen musik campak ni, la banyek kek di tambeh alat musik laen e, biak ngeramai bunyi maen musik campak ni, kini la banyek kek berubeh urang maen e, sude ya g kini e la agak jareng kesenian campak ni di tampil, ya g pun ade yang nek minta tulong nampil di acara -acara, sege urang sekrang la ni la banyek seneng kek musik-musik modren”.

(Dulunya alat musik iringan campak ini hanya biola dan gendang, orang zaman dulu hanya memakai alat musik itu saja, karena dulunya hanya ada alat musik itu saja, dulunya tawak - tawak itu di buat sendiri dengan menggunakan batok kelapa dan kayu, setelah itu kayu di potong-potong kemudian dililit dengan karet ban, nanti akan terdengar suara tung ketika kayu itu di pukulkan ke batok kelapa


(45)

tersebut. Namun sekarang orang-orang suda jarang memakai alat musik tradisi itu, kebanyakan orang - orang sekarang memakai gong yang seperti biasanya kita lihat, selain itu orang - orang pada zaman dulunya hanya tau dengan alat musik itu saja. Seiring berjalannya waktu orang - orang mulai banyak menambahkan alat musik lainnya untuk memberi suasan rancak pada kesenian campak, namun sekarang kesenian campak mulai jarang di tampilkan, di karenakan masyarakat sekarang lebih cendrung menyukai musik-musik modren).

Dari hasil penelitian yang didapatkan pada saat acara Hardiknas di kantor Walikota Pangkalpinang 2 Mei 2016, kesenian Campak yang ditampilkan oleh Sanggar Warisan Budaya sedikit berbeda, karena menampilkan tarian Campak kolosal, dimana para penari berjumlah 30 orang yang merupakan siswa-siswi SMK se-kota Pangkalpinang. Para tamu undangan dan masyarakat yang menonton pun sangat antusias melihat tarian kolosal Campak ini. Selain para penari yang bercampak, para penari mengajak para penonton untuk menari bersama termasuk para musfidah yang hadir pada acara tersebut. Pada saat tampil para pemain pemusik Campak menambahkan alat musik lainnya seperti acordion, cymbal, tamborin, dan bass. Hal ini dilakukan sebagai bentuk kreasi mereka terhadap apa yang sebelumnya ada. Dimana music iringan yang dulunya hanya berupa biola, gendang, dan gong, namun kini para pemusik menambahkan alat-alat musik lainnya untuk memberi nuansa yang berbeda sehingga musik Campak terdengar lebih rancak (tempo sedang dan bersemangat). Permainan musik Campak dimulai dengan memainkan semua alat musik secara bersamaan, seperti, gendang, gong, tamborin, dan cymbal, setelah itu barulah para pemantun memulai menendangkan pantun yang akan dibawakan. Setiap pergantian bait pantun, accordion selalu


(46)

memberi filler pada iringan musiknya, guna untuk memberi kode bahwa setelah ini akan ada pergantian pantun selanjutnya. Berikut penjelasan alat musik pengiring pada kesenian campak

1) Biola

Biola ini terbuat dari kayu dan mempunyai 4 dawai yaitu, G, D, A, dan E, biola ini berfungsi sebagai melodi utama dalam memainkan musik Campak, biola ini sama dengan biola pada umumnya hanya saja melodi yang digunakan merupakan melodi melayu. Biola ini disebut juga biola sopran (violin) karena menggunkan nada-nada tinggi, namun dari hasil penelitian yang di dapatkan pada saat acara Hardiknas di kantor Walikota Pangklapinang, alat musik biola ini tidak dimainkan, karena kuranganya SDM pada pemain biola. Maka dari itu melodi utama pada musik Campak terdapat pada acordion.


(47)

2) Gendang

Gendang pada musik Campak terdiri dari dua yaitu gendang induk dan gendang anak, teknik memainkannya sama, yaitu dipukul dengan telapak tangan di bagian lingkaran membran di sisi kanan. Perbedaan gendang induk dan gendang anak terdapat pada suara dan ukuran gendangnya, gendang induk suaranya cenderung lebih bass dari pada gendang anak, dan ukurannya pun sedikit lebih besar dari gendang anak.

Gambar 4. Alat musik Gendang (Dokumentasi: Veni, 2016)

3) Tawak-tawak (Gong)

Gong merupakan alat musik yang terbuat dari leburan logam dengan permukaan yang bundar, alat musik ini difungsikan untuk mengatur tempo dan ritmik utama dalam permainan musik Campak. Cara memainkannya dengan cara di pukul dengan menggunakan alat pemukul gong.


(48)

Gambar 5. Alat musik Gong (Dokumentasi: Veni, 2016)

4) Acordion

Acordion merupakan alat musik sejenis organ, acordion ini relatif kecil dan dimainkan dengan cara digantungkan di badan. Cara memainkannya dengan memainkan tombol-tombol akor dengan jari-jari tangan kiri, sedangkan jari-jari-jari-jari tangan kanannya memainkan melodi lagu yang dibawakan, tetapi pemain yang sudah terlatih dapat berganti - ganti tangan. Pada saat dimainkan acordion didorong dan ditarik untuk menggerakan udara di dalamnya, pergerakan udara ini di salurkan ke lidah-lidah acordion sehingga timbul bunyi. Berdasarkan penelitian yang di dapatkan pada saat acara Hardiknas di kantor Walikota Pangkalpinang, acordion menjadi melodi utama pada musik Campak yang dimainkan.


(49)

Gambar 6. Alat musik Acordion (Dokumentasi: Veni, 2016)

5) Simbal

Simbal merupakan salah satu alat musik yang jadi bagian dalam alat musik drum, simbal sendiri terbuat dari bahan logam dan memiliki beberapa jenis ketebalan, bentuk, dan warna suara ketika dipukul. Alat musik simbal ini merupakan alat musik tambahan di dalam kesenian Campak. Penambahan ini dimaksudkan untuk menambah suasana menjadi lebih ramai dan rancak.


(50)

6) Tamborin

Tamborin merupakan alat musik tambahan dalam kesenian Campak, penambahan ini di maksudkan untuk menambah suasana menjadi lebih ramai dan rancak. Tamborin yang digunakan merupakan tamborin yang tidak memiliki membran dan berbentuk setengah lingkaran. Alat musik ini dipasang ke sebuah penyangga atau stand agar dalam memainkan pola ritmisnya lebih mudah dan bervariasi.

Gambar 8. Alat musik Tamborin (Dokumentasi : Veni, 2016)

7) Bass

Bass merupakan alat musik tambahan dalam kesenian Campak, yang memiliki 4 dawai yang menghasilkan nada-nada rendah. Alat musik ini terbuat dari kawat (logam), bass berfungsi sebagai iringan musik Campak yang menggiringi musik Campak dari awal musik hingga akhir musik selesai.


(51)

Gambar 9. Alat musik Bass (Dokumentasi : Veni, 2016)

2. Musik Kesenian Campak

Berdasarkan data yang diperoleh dari wawancara dengan Bapak Ibnu Hajar (13 April 2016), kesenian Campak merupakan kesenian tradisional yang berkembang di Pangkalpinang. Kesenian ini merupakan kesenian yang unik dan tidak dapat ditemukan di daerah lain. Kesenian Campak merupakan salah satu kesenian melayu yang berkembang di Pangkalpinang. Campak adalah salah satu permainan, dimana tarian dan pantun diiringi dengan musik khas, kesenian Campak berfungsi sebagai musik penyambut tamu dan musik hiburan. Selain itu, Pak Ibnu menjelaskan sejarah kesenian Campak yang diuraikan sebagai berikut:

“Campak duluk ni la ade pas abad 17 tapi baru kek di maenken taon 1925, jaman luk dek tau siape mawek seni campak ni sege campak ni la turun temuron, ku ni g nerus dari pak mak kami luk e, pun sekarang ni ku nerusin bai keseninan campak dari pak mak yang luk e.”

(kesenian campak ini sudah ada sejak abad 17 masehi hanya saja masyarakat di Bangka Belitung memainkannya pada tahun 1925, dimana siapa atau pembawa awal dari musik ini sudah tidak diketahui lagi karena sudah lama dan sudah dibawa turun temurun sehingga sebagai salah satu penerus kesenian tradisional campak, beliau hanya mengikuti dan meneruskan kesenian ini dari orang tua yang sudah ada sebelumnya).


(52)

Sejak dulu, musik Campak sering dikenal sebagai musik pergaulan karena dilakukan selama musim padi di uma (ladang/kebun), pesta kampung atau pada saat terang bulan purnama. Masyarakat Bangka Belitung yang berada di Pangkalpinang, menanam padi di hutan bukan di sawah seperti pada umumnya. Hal ini dikarenakan keadaan alam desa tersebut masih sangat alami dan masih memiliki banyak hutan, oleh karena itu masyarakat memanfaatkan sumber daya alam yang tersedia dengan menanam padi di hutan sehingga, biasanya dalam setiap pembukaan lahan baru untuk bertani dibutuhkan kerjasama antara warga di dusun. Pak Ibnu juga menjelaskan yang diuraikan sebagai berikut:

nanem padi jaman luk ya lama dari pada nanem padi di sawa, dulu ya urang-urang gati bebantu-bantu pun nek muka lahan baru. Biase e pun muet lahan ni sekitar bulan maret, sude ya sekitar bulan juli sampai agustus biase urang-urang luk ya ngebakar lahan ya. Pun la selesai mersih baru kek mulai nanem padi. luk ya, biase e ude nanem urang-urang ya beuolok-ulok kek pantun biak ngilang leteh e.”

(kegiatan dalam menanam padi di hutan membutuhkan waktu yang lama dibandingkan dengan menanam padi di sawah. Kesenian Campak ini ada berawal dari kegiatan gotong royong warga muda-mudi Bangka saat berladang, mereka bergotong royong saat membuka lahan baru untuk pertanian memerlukan pembersihan hutan biasanya melakukan kegiatan dalam membakar lahan, pembakaran lahan selesai barulah lahan yang telah bersih ditanami padi, setelah menanam padi sambil menunggu panen padi, muda-mudi ini bersenda gurau dengan bernyanyi menggunakan pantun, sehingga terciptalah suasana yang menyenangkan, kebiasaan seperti ini sering dilakukan muda - mudi saat bekerja diladang untuk menghilangkan rasa lelah).

Kemudian, kebiasaan masyarakat Bangka Belitung yang sering menggunakan pantun telah diwariskan turun temurun sehingga waktu itu


(53)

pantun sering menjadi bahasa umum masyarakat Bangka dalam berkomunikasi. Kebiasaan masyarakat Bangka yang sering menggunakan Pantun Melayu merupakan salah satu produk budaya yang tetap hidup di Pulau Bangka Belitung. Masyarakat melayu Bangka merupakan pujangga. Hal itu disebabkan masyarakat Melayu Bangka Belitung sering menggunakan pantun dalam aktivitas sehari-harinya. Budaya berbalas pantun memang sangat kental di Kepulauan Bangka Belitung. Budaya berpantun sudah ada sejak ratusan tahun lalu dalam tataran sosial masyarakat Melayu di Pangkalpinang Bangka Belitung. Menurut hasil wawancara dengan bapak Ibnu Hajar, pantun dalam kehidupan masyarakat Melayu Pangkalpinang Bangka Belitung bukan hanya digunakan pada kegiatan formal melainkan juga digunakan dalam kegiatan nonformal, seperti pada kesenian Campak.

Para pemuda atau laki - laki yang menggunakan pantun biasanya digunakan untuk menggoda sang gadis yang saat itu menarik hati sang pemuda/ laki - laki. Mereka berpantun sambil bernyanyi, awalnya saat mereka menendangkan pantun tanpa menggunakan alat musik yang ada hanya irama secara bernyanyi dengan nada yang ada dipikiran saja, setelah itu sesampai di rumah mereka menggunakan alat musik gendang, piul (biola), dan tawak-tawak (gong) yang saat itu sudah mereka miliki di rumah untuk menyempurnakan lagu. Sambil menunggu waktu panen padi musik ini dimainkan juga sebagai penghilang rasa bosan dan hiburan bagi petani lainnya, saat mereka bosan dalam menjaga nugel (padi). Suasana


(54)

seperti ini terjadi sampai hasil panen padi tiba pada bulan Januari, oleh karena itu kesenian ini pun dinamakan kesenian Campak yang artinya pantun yang dinyanyikan. Musik ini dimainkan bergilir dari rumah ke rumah setiap malam untuk menjalin keakraban antar warga selama proses penanaman sampai hasil panen.

Saat muda - mudi bersenda gurau biasanya terjadilah keterkaitan antara muda-mudi sehingga ada hasrat sang laki - laki untuk memiliki sang wanita, melihat sang wanita tertarik, usaha sang laki - laki pun berlanjut sampai pulang dari kebun (uma) dengan memainkan musik Campak setelah sholat isya sampai waktu subuh datang. Saat musik dimainkan terjadilah perdebatan antara muda - mudi bahkan pemuda lain yang ingin memiliki wanita yang sama sehingga membuat keadaan semakin ramai dan penuh dengan warna yang membuat para penonton tertawa dan rasa lelah saat dikebun pun hilang. Masyarakat bangka lebih menyukai hidup di uma (kebun) di bandingkan hidup di dusun/kampung dikarenaka hidup dikebun jauh lebih nyaman dan tentram. Kebiasaan mereka dalam hidup berkelompok di uma dan telah melahirkan kesenian yang memiliki keunikan tersendiri, sehingga kesenian Campak dijadikan sebagai musik hiburan rakyat dalam bentuk tarian, pantun, dan musik.


(55)

3. Syair lagu Kesenian Campak

Syair pada kesenian Campak merupakan Pantun yang dinyanyikan secara autodidax (mendadak), namun sekarang pantun yang dinyanyikan (didendangkan) sudah dirancang khusus pada saat ingin tampil. Rima yang terdapat pada pantun di musik melayu merupakan rima berangkai, yaitu rima yang berpola A, A, B, B. Pantun akan dimulai setelah beberapa menit alat musik dimainkan, pantun pertama mulai dibawakan oleh pemantun wanita (Campak) dan setelah itu barulah pemantun laki-laki (nanandak) akan membalas pantun tersebut.

Namun kini pelantun pantun tidak seperti dulu lagi, dimana dulunya para pemantun secara sepontan melontarkan pantun pada saat kesenian Campak dimainkan, sedangkan sekarang ini para pemantun sudah mengkonsepkan pantun terlebih dahulu sebelum tampil sebgaimana disebutkan oleh Bapak Ibnu :

“Pantun ya dibawe dalam kesenian campak ya pantun spontan, tapi sekarang pantun ya la di buet khusus pun nek tampil, sege orang-orang sekarang ni la mulai lupa kek tradisi-tradisi yang luk dulu-dulu ya”.

(Pantun yang dibawakan dalam kesenian Campak adalah pantun yang dimainkan secara otodidak, namun sekarang pantun yang dimainkan sudah dirancang khusus pada saat ingin tampil, dikarenakan masyarakat sekarang mulai melupakan tradisi-tradisi yang dahulunya sudah ada)

Hal ini di karenakan minat masyarakat sekarang dengan dulu sudah sangat berbeda, pada waktu dulu masyarakat masih sering menggunakan pantun dalam berkomunikasi sehari- hari, namun sekarang


(56)

sudah sangat langkah untuk mendengarakan para masyarakat berkomunikasi dengan berbalas pantun. Berikut contoh pantun pada kesenian Campak.

a) Lirik lagu (pantun yang dinyanyikan) Pulau bangka pulau bangka tempat wisata Pulau bangka pulau bangka tempat wisata Hasilnya karet, timah dan lada

Hasilnya karet sayang timah dan lada

Pasir padi pasir padi di pangkalpinang Pasir padi pasir padi di pangkalpinang Tingok betingoh adek aduhay sayang Tingok betingoh adek aduha sayang

Sude dari sude dari pasir padi Sude dari sude dari pasir padi Ari la sure adek la gelep agik Ari la sure adek la gelep agik

Dari padang dari padang kebukit tinggi Dari padang dari padang kebukit tinggi Aduhai sayang mari kemari

Aduhai sayang mari kemari

Sude lama sude lama tidak berjumpa Sude lama sude lama tidak berjumpa Idup dikebun gi nyari sahang


(57)

La laaa la laaa Lala laaa laaa La laaa la laaa laaaa La laaa la laaaa Lala laaa laaa La laaa la laaa laaa La laa la la laaaa La la la laaa laaa

La la la laaa laaa la laaa La la la la laaaaa

Ampek dari ampek dari sungailiat Ampek dari ampek dari sungailiat Urang di kebun adek gi nyai sahang Urang di kebun adek gi nyari sahang

B. Pembahasan

1. Struktur Musik Kesenian Campak

Musik pengiring pada kesenian Campak ialah musik melayu yang berbentuk Stophic form (satu bagian) dengan bentuk A ( a, x). Pantun dan musik mengiringi jalannya pertunjukkan kesenian Campak. Bentuk musik yang sangatlah monoton dengan banyaknya pengulangan - pengulangan pada musiknya membuat ciri khas pada kesenian Campak. Phrase yang terdapat pada musik campak terdapat pharase anteseden ( tanya ) pada birama 1-4 dan phrase konsekwen (jawaban) pada birama 5-8, berikut contoh phrase anteseden dan phrase konsekwen pada kesenian Campak :


(58)

Phrase Anteseden (tanya)

Gambar 10. Phrase anteseden (Dokumentasi: Veni, 2016)

Phrase kosekwen (jawab)

G

Gambar 11. Phrase konsekwen (Dokumentasi: Veni, 2016)

selain itu tempo yang terdapat pada musik campak yaitu tempo moderato dengan sukat 4/4 dengan bentuk motif (m, m1, n, n1). Berikut contoh motif pada musik pengiring Campak :


(59)

2. Peran tiap Alat Musik dalam Kesenian Campak

Dalam kesenian Campak alat musik berperan penting sebagai pengiring kesenian tersebut. Setiap alat musik mempuanyai peran dan fungsi masing-masing, seperti sebagai pengatur tempo, melodi, dan ritme dalam suatu pertujukan kesenian Campak. Kesenian daerah yang bersifat turun-temurun menjadikan kesenian tersebut tidak mempunyai transkripsi atau penotasian yang tertulis. Hal ini terjadi pula pada kesenian Campak di Sanggar Warisan Budaya Desa Kampak Pangkalpinang Bangka Belitung.

Pada zaman yang semakin maju, masyarakat di desa Kampak masih kesulitan untuk mempelajari kesenian tradisional yang ada di daerah tersebut. Terutama bagi generasi muda yang mulai meninggalkan kesenian tersebut, agar kesenian Campak mudah untuk di pelajari sehingga masyarakat akan lebih tertarik untuk memainkan kesenian tersebut, maka diperlukan transkrip notasi. Transkrip notasi yang di gunakan notasi balok. Berikut transkrip notasi dan peran masing-masing alat musik:

a.) Acordion

Dalam kesenian Campak pola ritme yang digunakan tidak banyak terdapat variasi, dan banyak pengulangan - pengulangan musiknya. Melodi utama pada pada kesenian Campak ini terdapat


(60)

pada alat musik Acordion. Dalam partitur acordion dibawah ini bisa dilihat pada birama 1-4 adalah melodi lagu pantun berbentuk melodi A. Iringan pada kesenian ini tidak mempunyai banyak bentuk hanya satu bentuk yaitu A, pada melodi berikutnya pengulangan bentuk dari melodi A menjadi (a’ x) dikarenakan pada birama 5-8 melodi pada acordion berubah dan iringannya akan terus di ulang-ulang hingga selesai. Setiap pergantian bait pantun acordion selalu berperan memberi filler pada iringan musik Campak.

Gambar 13. Melodi utama Acordion (Dokumentasi: Veni, 2016)

b.) Kendang

Kendang dalam iringan musik Campak digunakan pada saat memulai lagu dan penutup lagu, kendang akan masuk pada ketukan keempat, selain itu kendang juga berfungsi sebagai pengtur tempo dan irama lagu. Namun kendang tidak banyak memiliki variasi, karena pola irama pada kendang dimainkan secara berulang-ulang sampai pantun selesai, kendang menjadi


(61)

kendali utama jalannya lagu, dan setiap pergantian bait pantun kendang selalu memberi fill in untuk setiap pergantian pantun selanjutnya dan iringan musiknya kembali lagi seperti awal.

Gambar 14. Pola pada alat musik kendang (Dokumentasi: Veni, 2016)

c.) Tawak-tawak (gong)

Alat musik gong digunakan untuk mengatur tempo dan ritmik utama dalam permainan musik Campak. Pola irma gong terus berjalan, gong mulai masuk pada ketukan ketiga. Setelah itu gong terus berjalan mengiringi sampai musik selesai.

Gambar 15. Pola pada alat musik gong (Dokumentasi: Veni, 2016)

d.) Simbal

Simbal merupakan alat musik tambahan dalam musik iringan Campak, simbal berfungsi untuk meramikan suasana pada musik Campak, seperti halnya pada alat musik gong, simbal mulai pada masuk pada ketukan ketiga, setiap pergantian pantun terdapat fill in pada simbal.


(62)

Gambar 16. Pola pada alat musik simbal (Dokumentasi: Veni, 2016)

e.) Tamborin

Dalam kesenian Campak ditambahkan alat musik tamborin berfungsi sebagai penambah rancak atau memberi ramai pada suasana. Tamborin dimainkan oleh satu orang dengan kedua tangan. Tamborin akan mulai dimainkan pada birama ke tiga, selain itu tamborin selalu memberi fill in pada setiap pergantian bait pantun.

Gambar 17. Pola pada alat musik tamborin (Dokumentasi: Veni, 2016)

f.) Bass

Pada alat musik ini, bass akan mulai dimainkan pada ketukan ketiga. Bass juga disebut sebagai bass berjalan, karena dari awal musik sampai selesai musik pada bass selalu dimaninkan, bass juga mengiringgi melodi utama pada acordion, alat musik bass ini juga merupakan alat musik tambahan pada kesenian Campak.


(63)

Gambar 18. Pola pada alat musik bass ( Dokumentasi: Veni, 2016)

3. Hubungan antara Pantun dengan Musik yang dimainkan

Syair pada kesenian Campak merupakan Pantun yang dinyanyikan, sedangkan pola ritme yang digunakan tidak banyak terdapat variasi, dan banyak pengulangan - pengulangan musiknya. Melodi utama pada pada kesenian Campak ini terdapat pada alat musik Acordion/biola. Iringan pada kesenian ini tidak mempunyai banyak bentuk, hanya satu bentuk iringannya akan terus di ulang-ulang hingga selesai. Setiap pergantian bait pantun acordion selalu berperan memberi filler pada iringan musik Campak.

Dari hasil data penelitian, dapat disimpulkan bahwa Pantun

(syair) berhubungan dengan musik yang mengiringi. Musik pengiring pada kesenian Campak pada dasarnya memiliki pola ritme yang di ulang-ulang, tetapi alat musik acordion/biola memberi filler sebelum pantun dimulai. Acordion memberi filler sesuai dengan pantun yang akan dinyanyikan, maka dari itu hubungan pantun dengan musik begitu erat yaitu sebagai penanda kapan dimulai dan pantun apa yang akan nyanyikan.


(64)

51

BAB V PENUTUP A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh, maka dapat disimpulkan bahwa, musik pengiring pada kesenian Campak di Desa Kampak adalah musik melayu yang berbentuk Stophic form (satu bagian) dengan bentuk A ( a, x). Pantun dan musik mengiringi jalannya pertunjukkan kesenian Campak. Bentuk musik yang monoton dengan banyak pengulangan - pengulangan pada musiknya, yang membuat ciri khas pada kesenian Campak. Phrase yang terdapat pada musik campak terdapat pharase anteseden ( tanya ) dan phrase konsekwen (jawaban), selain itu tempo yang terdapat pada musik campak yaitu tempo moderato dengan birama 4/4 Bentuk motif (m, m1, n, n1) membuat ciri khas pada kesenian Campak. Musik iringan pada kesenian Campak dari dulu hingga sekarang tidak mengalami perubahan pola permainan musiknya, Permainan musik Campak dimulai dengan memainkan semua alat musik secara bersamaan, seperti, gendang, gong, tamborin, dan simbal, setelah itu barulah para pemantun mulai mendendangkan (melagukan) pantun yang akan dibawakan, setiap pergantian bait pantun, acordion selalu memberi filler pada iringan musik, sebagai tanda perubahan pantun.


(65)

55

B. Saran

1. Pemerintah kota yang berhubungan dengan bidang kebudayaan dan pariwisata kota Pangkalpinang Bangka Belitung disarankan berperan aktif dalam pengembangan dan pelesatarian kesenian daerah, terutama membantu dalam pengadaan perangkat alat musik daerah yang dibutuhkan oleh para seniman baik secara perorangan maupun sanggar. 2. Pemerintah kota Bidang kebudayaan daerah Pangkalpinang disarankan

memiliki program pelatihan-pelatihan bagi para seniman daerah dalam rangka meningkatkan sumber daya seniman daerah dan bila memungkinkan menyediakan tempat latihan.

3. Pemerintah kota Pangkalpinang mengadakan lomba kesenian daerah dalam kurun waktu tertentu, dimana diharapkan timbulnya persaingan yang lebih maju sehingga seniman atau sanggar-sanggar merasa diakui, dihargai, dan diperhatikan.

4. Pemerintah kota disarankan untuk memberikan dukungan maksimal dalam upaya mempertahankan, mengembangkan, dan melestarikan kesenian Campak di Pangkalpinang Bangka Belitung agar tidak punah.


(66)

Alisjahbana, ST. 1978. Kalah dan menang: Fajar Menyingsing di Bawah Mega Mendung Patahnya Padang Samurai. Jakarta: Penerbit Dian Rakyat.

Banoe, Ponoe. 1988.Pengantar Pengetahuan Alat Musik. Jakarta : CV. Baru. . 2003. Kamus Musik. Yogyakarta: Kanisius

Djohan, 2009. Psikologi Musik. Yogyakarta : Penerbit Best Publisher.

Hermansyah, J Waluyo. 2006. Pengkajian dan Apresiasi Porsa Fiksi. Surakarta: Universitas Sebelas Maret.

Hidayatulloh, Mufti Ali. 2010.Analisis Semiotik Kesenian Tradisional“Ebeg” Purbo laras Desa Jipang Kecamatan Karangwedes kabupaten Banyumas Purwokerto :Universitas Soedirman. Skripsi.

Jamalus. 1998. Pengajaran musik melalui pengalaman musik. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Jazuli, M. 1994. Telaah Teoritis Seni Tari. Semarang: IKIP Press

Kayam, Umar. 2001. Seni, Tradisional Masyarakat. Jakarta : Sinar Harapan.

Kodijat, Latifah. 2004. Istilah-istilah musik. Jakarta: Djambatan

Kodiran dkk. 2000. Wujud, Arti, dan Fungsi Puncak-Puncak Kebudayaan lama dan asing Bagi Masyarakat pendukungnya di DIY.Yogyakarta: Depdikbud DIY.


(67)

Langer, Susan K. 1997. Problem seni (terjemahan Widaryanto). Bandung: Asti Masduki. 2004. Menjadi Broadcaster profesional. Yogyakarta : pustaka populer.

LKIS Yogyakarta.

Meri, La. 1986. Dances Composition, The basic Elements(terjemahan Soedarsono Yogyakarta: Lagaligo.

Moleong, Lexy J. 1998. Metedologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT . Remaja Rosdakarya.

_____________.2007. Metodologi Kualitatif Bandung: Remaja Rosdakarya. Nana Sudjana. 2010. Dasar-dasar Proses Belajar. Sinar Baru Bandung

Nasruddin Ghouse, Moh. 1989. Muzik Tradisi Melayu Pantun Melayu / Redaksi Balai Pustaka 2005. Pustaka - cet 15. Jakarta. Balai Pustaka.

Nursisto. 2004. Ikhtisar Kesastraan Indonesia.

Prier, K. E. 1996. Sejarah Musik Jilid 1. Yogyakarta : Pusat Musik Liturgi. . 2009. Kamus Musik. Yogyakarta: Pusat Musik Liturgi

Raco, J. R. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan keunggulan Jakarta : PT Grasindo.

Sedyawati, Edi. 1981. Pertumbuhan Seni Pertunjukkan. Yogyakarta: Seri Esni no.4 Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung : CV ALFABETA.


(68)

Simanungkalit, N. 2008. Teknik Vokal Paduan Suara. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.

Soedarsono. 1992. Pengantar Apresiasi Seni. Jakarta : Balai Pustaka.

. 1977. Tari - tarian Indonesia I. Jakarta : Proyek Pengembangan Media Kebudayaan. Direktorat Jendral Kebudayaan. Departemen Pariwisata dan Kebudayaan.

_____________. 1978. Pengantar Pengetahuan dan Komposisi Tari. Yoyakarta: Akademi Seni Tari Indonesia.

Soeharto, M. 1992. Kamus Musik. Jakarta: Gramedia

Suharto, Ben. 1987. Pengantar Tari Gambyong melalui Pendekatan Berlapis Ganda. Medan : Kertas Kerja dalam Temu wicara Etnomusikologi III.

Sunarto. 2008. Estetika. Semarang : Univeritas Negeri Semarang.

Trianto. 2007. Model Pembelajaran Terpadu Dalam Teori dan Praktek. Prestasi Pustaka Publisher. Surabaya

Syafiq, M. 2003. Ensiklopedia Musik Klasik. Yogyakarta: Adicita

Wicaksono, Herwin Y. 2013. Ilmu Bentuk Analisis Musik Dasar. Yogyakarta: Jurusan Pendidikan Seni Musik FBS UNY

Widaryanto . 2004. Pengetahuan Tari. Surakarta: Isi Press Solo.

Widyosiswoyo, S. 2004. Ilmu Budaya Dasar. Bogor: Ghalia Indonesia.

Wijaya, Putu, 2001. Putu Wijaya Sang Teroris Mental dan Pertanggung Jawaban Proses. Kreatifnya jakarta: Yayasan Obor Indonesia.


(69)

(70)

(71)

(72)

(73)

(74)

(75)

(76)

(77)

(78)

(79)

(80)

(81)

Foto 1. Pada saat latihan ( Dokumentasi, Veni April 2016)

Foto 2. (Pada saat pak Ibnu memberi arahan kepada penari (Dokumentasi, Veni April 2016)


(82)

Foto 3. Pada saat latihan musik (Dokumentasi, Veni April 2016)


(83)

Foto 5.Pada saat tampil di acara Haridknas 2 Mei 2016 (Dokumentasi, Veni April 2016)

Foto 6.Para penari Campak pada saat tampil di acara Hardiknas (Dokumentasi, Veni April 2016)


(84)

Foto 7. Penari perempuan pada saat menari campak pada zaman dulunya ( Dokumentasi: Arsip sanggar warisan budaya)

Foto 8. Penari laki -laki pada saat menari campak pada zaman dulunya (Dokumentasi : Arsip sanggar warisan budaya)


(85)

Foto 9. Para pemain musik gendang dan gong pada zaman dulunya (Dokumentasi : Arsip Sanggar warisan budaya )


(86)

{

°

¢

{

°

¢

Accordion

4-string Bass Guitar

Khendang

Gong

Cymbals

Tambourine

Allegro q = 100

Allegro q = 100

Accord. Bass K G Cym. Tamb.

pulau bangka pulau bangka tempat wissata

4

44

44

44

44

44

44

&

###

U

U

U

?### ∑

/

/

/

/

&

### U

?###

3 3 3

/

/

/

/

œ œ

œœœ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œœœ ‰ œjœ œ œ œ œ œ

Œ Œ

Œ Œ

Œ Œ

Œ Œ

œœ

Œ Ó

œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ œ œ œ œ

œ œ

Ó

œ œn œ

#

œ

œ œ œ œ

# œ

Ó

Œ œ œ

Ó

œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ

Ó

œ Œ

œ

Œ œ Œ

Ó

œ Œ

œ

Œ œ Œ


(87)

°

¢

{

°

¢

Bass K G Cym. Tamb.

pulau bangka pulau bangka tempat wisata hasilnya karet

Accord. Bass K G Cym. Tamb.

timah dan lada

hasilnya karet sayang timah dan lada

10

?###

3 3 3 3

3 3

/

/

/

/

&

###

3

?###

3 3

3 3 3 3

/

3

/

/

3

/

3

œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œœ œ

œ œ œ œ œ œ œ

œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œœ

œ œ œ œ

œœ œ œ

œ œ œ

œ

Œ

œ

Œ œ

Œ œ Œ œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

œ

œ

œ œ

œ œ œ

œ œ œ œ œ

œœ œ

œ œ œ œ

œœ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ œ œ œ œ

œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ œ œ

œ

œ œ œ œ

œœ œ œ

œ œ œ œ

œœ œ œ

œ œ œ œ œ œ

œ

Œ œ Œ œ

Œ œ Œ œ

Œ Ó

Ó

œ Œ

Ó

œ Œ

Ó

œ œ œ


(88)

°

¢

{

°

¢

Bass K G Cym. Tamb. pasir Accord. Bass K G Cym. Tamb.

di pangkalpinang tingok betingok adek aduhay sayang

16

?###

3 3 3 3 3 3

/

/

/

/

&

###

?###

3 3

3 3 3 3

/

/

/

/

œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ

œ œ

œ œ

œ œ œ œ

œœ œ œ

œœ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ

Œ

œ

Œ

œ Œ œ Œ

œ

Œ œ Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ Œ œ Œ

œ

Œ œ Œ

œ

Œ

Ó

œ

œ

œ œœ

œ œ œ

œ œ œœ

œœ œ œ œ œ œœ

œ œ

œ

œ œ œ œ œ

œ œ œ

œ œ œ œ

œ

œ œ œ œ œ

œ

œ œ œœ

œ œ œ œ

œ œ œœ

œœ œ œ

œœ œœ

œ œ œ

œ

Œ œ Œ œ

Œ œ Œ œ

Œ œ Œ


(89)

°

¢

{

°

¢

Bass K G Cym. Tamb.

tingok betingok adek aduhay

sayang sude dari sude dari

Accord. Bass K G Cym. Tamb.

pasir padi pasir padi ari la sure adek

22

sude dari sude dari

?###

3 3

3 3 3 3

/

3

/

/

3

/

&

###

?###

3 3 3 3 3 3

3 3

/

/

/

/

œœ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ

œ

œ œ œ œ

œ

œ œ œ œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ

œ œ œ œ

œœ œ œ

œœ œ œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ

Œ œ Œ œ

Œ Ó

œ

Œ

œ Œ

Ó

œ Œ Ó

œ œ œ œ

Œ

œ Œ

Ó

œ œ

œ œ œ œœ

œ œ œ

œ œ œœ

œ œ œ

œ œ œ œœ

œ œ œ

œœ œ œ

œœ œ

œ œ œ œ œ

œ œœ œ œœ œ œ œ œ œ œ œ

œœœ œ œ œ œ

œ

œœ œœ

œ œ œ œ

œ œ œœ

œ œ œ œ

œœ œœ

œ œ œ œ

œœ œ œ

œœ œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ


(90)

°

¢

{

°

¢

Bass K G Cym. Tamb.

la gelep agik ari la sure adek la gelep agik

Accord. Bass K G Cym. Tamb.

dari padang dari padang ke bukit tinggi

29

?###

3 3

3 3 3 3

/

3

/

/

3

/

3

&

###

?###

3 3 3 3

/

/

/

/

œ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ œ œ œ œ

œ œ œ œ œ œ œ

œ œ œ œ œ œ

œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ œ œ

œ Œ

œ Œ

œ

Œ

œ Œ

œ

Œ Ó

Ó

œ Œ

Ó

œ Œ

Ó

œ œ œ

Ó

œ œ œ

œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ œ œ œ œ

œ œ

œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ


(91)

°

¢

{

°

¢

Bass K G Cym. Tamb.

dari padang dari padang ke bukit tinggi

Accord. Bass K G Cym. Tamb.

aduhay.... sayang.. mari kemari aduhay... sayang..

33

?###

3 3 3 3

/

/

/

/

&

###

?###

3 3 3 3 3 3

/

/

/

/

œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

Œ

œ

œ

œ

œ

œ

œ

œ

œ

œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ

œ œ

œ

œ œ œ œ

œ œ

œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ œ

œ œ œ œ œ œ œ

œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ œ

œ œ œ

œ

Œ

œ Œ

œ Œ œ Œ

œ Œ œ Œ


(1)

{

°

¢

{

°

¢

Accord.

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

Accord.

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

133

&### ?###

3 3

3 3

3 3

3 3

/

3

/

/ ∑

3

/ ∑ ∑ ∑

3

&###

?### 3 3 3 3 3 3 3 3

/ /

/ ∑

/

œ™ œœ œœœœ œ œ œ œ œœœ œ œœœ œœœœ œ œ œœœ œ œ

œœœ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ™ œœ œ œœœ œ œœœ œ œœ œ œ œœœ œ œœœ œ œœœ œ œ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ Ó

Ó œ Œ Ó œ Œ Ó œ œ œ

Ó œ œ œ

œ™œ œ œ œ™œ œ œ œ œ œ œœ™œ œ œ™œ œ œ œ™œ œ œ œ œ œ œœ™œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ™œ œ œ œœ œ œ œœœ œœœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœœ œœœ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ


(2)

°

¢

{

°

¢

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

Accord.

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

141

?###

3 3

3 3

3 3

3 3

/

3

/

/ ∑

3

/ ∑ ∑ ∑

3

&###

?### 3 3 3 3 3 3

/ / / /

œœ œ œ œœœ œ œ œœœ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ™ œœ œ œœœ œ œœœ œ œœ œ œ œœœ œ œœœ œ œœœ œ œ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ Ó

Ó œ Œ Ó œ Œ Ó œ œ œ

Ó œ œ œ

œ™ œ œ œ œ™ œ œ œ œ œ œ œ œ™ œ œ œ™ œ œ œ œ™ œ œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ™ œ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ


(3)

{

°

¢

{

°

¢

Accord.

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

sudah lama

Accord.

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

147

&###

?### 3 3

3 3

3 3

/ /

/ ∑ ∑

/ ∑ ∑

&### 3

?###

3 3

3 3 3 3 3 3

/

3

/ /

3

/ ∑

3

œ œ œ œ œ™ œ œ œ™ œ œ œ œ™ œ œ œ œ œ œ œ œ™ œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ™ œ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ

Ó œ Œ

œ œ œ œ

œ™ œœ œ œœœ œ œ œœœ œ œ œ

œ œ œ œœ œ œ œ œ œ œ œ™œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ™ œœ œ œœœ œ œœœ œ œ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœœ œ œœ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ Ó œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ

Ó œ Œ Ó œ œ œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ


(4)

°

¢

{

°

¢

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

Accord.

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

155

?### 3 3 3 3

3 3

3 3

/ /

/ ∑ ∑

/ ∑ ∑

&### 3

?###

3 3

3 3 3 3 3 3

/

3

/ /

3

/ ∑

3 œ œ œ œ œ œ œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œœœ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ™œ œ œ œœ œ œ œœœ œœœ œ œ œœœ œœœœ œ œœœ œœœ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ

œ Œ œ Œ Ó œ Œ

œ œ œ œ œ œ œ œ

œ™ œœ œ œœœ œ œ œœœ œ œ œ

œ œ œ œœ œ œ œ œ œ œ œ™œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ™ œœ œ œœœ œ œœœ œ œ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœœ œ œœ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ Ó œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ

Ó œ Œ Ó œ œ œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ


(5)

{

°

¢

{

°

¢

Accord.

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

Accord.

Bass

K

G

Cym.

Tamb.

162

&###

?### 3 3 3 3

3 3

/ /

/ ∑ ∑

/ ∑

&### 3

?### 3 3

3 3

3 3

/

3

/ /

3

/ ∑ ∑

3 œ™ œ œ œ œ™ œ œ œ œ œ œ œ œ™ œ œ œ™ œ œ œ œ™ œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ™ œ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ

œ Œ œ Œ

œ œ œ œ œ œ œ œ

œ œ œ œ œ™ œ œ œ™ œ œ œ œ™ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ œ

œ™ œ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œœ œ œ œ œ œ

œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ œ Œ Ó

Ó œ Œ Ó œ Œ Ó œ œ œ


(6)