ANALISIS TINGKAT PEMBERIAN AIR IRIGASI TERHADAP LEAF WATER POTENTIAL (LWP) DAN TOTAL PADATAN TERLARUT PADA TANAMAN MELON (Cucumis melo L)

(1)

ABSTRAK

ANALISIS TINGKAT PEMBERIAN AIR IRIGASI TERHADAP LEAF WATER POTENTIAL (LWP) DAN TOTAL PADATAN TERLARUT PADA

TANAMAN MELON (Cucumis melo L)

Oleh Iwan Novianto

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui (1) perbandingkan pertumbuhan dan produksi tanaman melon pada beberapa tingkat pemberian air irigasi, (2) Menentukan tingkat pemberian air yang optimum untuk pertumbuhan dan kualitas buah melon, (3) menganalisis hubungan antara pemberian air terhadap total padatan terlarut pada buah melon. Tanaman yang digunakan adalah tanaman melon (Cucumis melo L).

Penelitian ini dilaksanakan dalam rumah plastik, area penelitian berada di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan, Laboratorium Rekayasa Bioproses dan Pasca Panen, dangreen house Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung yang dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2015. Penelitian ini dilakukan dengan empat taraf perlakuan irigasi defisit, yaitu M1 irigasi defisit 40% ETc, M2 60% ETc, M3 80% ETc, dan kondisi normal 100% ETc. Perlakuan dilakukan setelah tanaman melon berbuah.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa irigasi defisit dapat menghambat pertumbuhan dan menurunkan produksi buah. Pemberian air irigasi yang optimum terdapat pada perlakuan M2 yang memiliki produktifitas air yaitu satu mm air akan menghasilkan buah sebesar 1,19 g/mm dan memiliki kandungan padatan terlarut (KPT) sebesar 10,04 °brix,irigasi defisit dapat meningkatkan kandungan padatan terlarut (KPT), suhu permukaan daun, meningkatkan nilai Leaf Water Potential (LWP).

Kata Kunci : Irigasi Defisit, melon (Cucumis Melo L), kandungan padatan terlarut (KPT), LeafWaterPotential(LWP).


(2)

ABSTRACT

ANALYSIS OF IRRIGATION WATER LEVEL EFFECTON THE LEAF WATER POTENTIAL ( LWP ) AND TOTAL SOLUBLE SOLIDS OF

MELONPLANT (Cucumis melo L)

Oleh

Iwan Novianto

This studyaims (1) to compare thegrowth and yield ofmelonplant at differentirrigationwater level; (2) to determine theoptimumofwater irrigation levelto the growthandfruitquality ofmelon; (3) to analyze the

relationshipbetweenwater irrigation level andtotalsoluble solidsofmelon (Cucumis melo L).

The research was conducted in a plastic house, the Laboratory ofLand andWater Resources Engineering, and the Postharvest and Bioprocess

Engineering Lab, Agricultural Engineering Department, Faculty of Agriculture, University of Lampung which was donefrom June until August 2015. This

research was conductedatfour levels ofdeficitirrigation, namelyM1irrigationdeficit 40% ETc, M260% ETc, M380ETc, andnormal 100% ETc. The treatmentwas doneafterfruitingmelonplants.

The results showedthatdeficitirrigationcan inhibit the growthand lowerfruit production.The provision of waterirrigation treatments are optimal on M2 has water productivity namely one mm water will produce fruit of 1,19 g and has a soluble solids content (KPT) of 10.04 °brix, deficitirrigationcanincrease the content ofsoluble solids (KPT), the temperature of leavessurface, the value ofLeafWaterPotential(LWP).

Keywords: DeficitIrrigation, melon(Cucumis meloL), dissolved solids content (KPT), LeafWaterPotential(LWP)


(3)

ANALISIS TINGKAT PEMBERIAN AIR IRIGASI TERHADAP LEAF WATER POTENTIAL (LWP) DAN KANDUNGAN PADATAN TERLARUT

PADA TANAMAN MELON (Cucumis melo L) Oleh

Iwan Novianto

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknik Pertanian

Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(4)

(5)

(6)

(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Trirejomulyo 13 Nopember 1992, sebagai putra pertama dari pasangan bahagia Bapak Nasib dan Ibu Sukatri.

Pendidikan yang telah ditempuh penulis adalah Sekolah Dasar Negeri 02Trirejomulyo diselesaikan tahun 2005, Sekolah Menengah Pertama Negeri 01 Penawartama diselesaikan pada tahun 2008 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 01Penawartama diselesaikan pada tahun 2011.

Tahun 2011, Penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknik Pertanian Fakultas Pertanian, Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri.

Semasa kuliah penulis pernah menjadi Asisten Dosen untuk Mata Kuliah Perbengkelan Pertanian. Penulis juga aktif dalam organisasi Perhimpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (PERMATEP).


(8)

Teruntuk kedua orang tuaku tercinta

Nasib dan Sukatri

Ku persembahkan karya kecilku ini untuk Menciptakan

senyuman indah dan kebanggaan dari Ayah, Ibuku serta

keluargaku

Terima kasih telah memberikanku arti kehidupanyang

sesungguhnya, yang mengajarikupendewasaan diri tentang

bagaimana menghadapi kerasnya kehidupan, yang telah

memberikan kasih dan sayang tanpa batas bahkan tak pernah

merasakan lelah untuk mendukung baik materiel maupun non

materiel untuk menjadikan diriku lebih baik.

Serta

Almamater tercinta

Teknik Pertanian Universitas Lampung

TEKTAN 2011


(9)

SANWACANA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Analisis Tingkat Pemberian Air Irigasi Terhadap Leaf Water Potential (LWP) dan Total Padatan

Terlarut Pada Tanaman Melon (Cucumis melo L).

Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Ahmad Tusi, S.TP., M.Si selaku Pembimbing Utama atas kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik serta yang telah banyak

membantu dengan tenang dan sabar dalam proses penyelesian skripsi ini; 2. Bapak Dr. Diding Suhandy, S.TP., M.Agr selaku Pembimbing Kedua, atas

kesediaannya untuk memberikan bimbingan, saran dan kritik dalam proses penyelesaian skripsi ini;

3. Bapak Sri Waluyo, S.TP., M.Si., Ph.D selaku penguji dan pembimbing akademik atas kritikdansaran terbaik yang telah diberikan serta nasihat dan arahan yang telah diberikan demi tercapainya penyelesaian skripsi ini; 4. Bapak Dr. Ir. Agus Haryanto, M.P. selaku Ketua Jurusan Teknik Pertanian,

yang berkenan memberi saran-saran untuk penyelesaian skripsi ini; 5. Bapak Dr. Ir. Wan Abbas Zakaria, M.Si, selaku Dekan Fakultas Pertanian


(10)

6. Keluarga saya yang telah mendukung dan mendo’akan yang terbaik sehingga saya dapat menyelesaikan skripsi ini.

7. Sahabat-sahabat tercinta Nadzir, Dharma, Zaini, Nanda, Zulpicha, Riwanto, Madesu, Hendrik, Koni, Andri, Florita.

8. Spesialnya untuk teman-teman Teknik Pertanian 2011, Agnes, Aidil, Ardi, Ani, Ayesa, Diana, Dewa, Eka, Fathia, Karunia, Dea, Handy, Jeni, Veronika, Ning, Martian, Rita, Rina, Reni, Ribut, Risky, Tulus, Yuni, Nando,

Ramadhan, Afipudin, Mahfudin, Yurica, Yulinda, Erma, Sayu, Nugroho, semoga tetap utuh dan tak terpisahkan.

9. Keluarga Besar Teknik Pertanian, Angkatan 2006, 2007, 2008, 2008, 2009, 2010, 2012. 2013, 2014, dan 2015.

10.Kepada semua pihak yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, jazakumullaha khoiron katsiro.

11.Seluruh civitas akademik Jurusan Teknik Pertanian atas segala bantuan dan kerjasamanya;

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan, namun n semoga karya sederhana ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Amin.

Bandar Lampung, 04 Desember 2015 Penulis


(11)

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

Teks

1. Pressure Chamber. ... 16

2. Diagram Alir. ... 22

3. Tata Letak Tanaman (Tampak Depan). ... 23

4. Tata Letak Tanaman (Tampak Samping). ... 24

5. Rumah Tanaman (Tampak Isometri). ... 24

6. Sketsa Lokasi Titik Pengukuran Suhu. ... 27

7. Alat Pengukur Suhu Permukaan Daun. ... 28

8. Sistem Irigasi Tetes Tutup Botol... 32

9. Rata-rata Tinggi Tanaman Setiap Perlakuan Menjelang Panen. ... 35

10. Rata-rata Tinggi Tanaman Setiap Minggu Pada Masing masing Perlakuan Selama Fase Vegetatif dan Generatif.. ... 35

11. Jumlah Daun Rata-rata Setiap Perlakuan Menjelang Panen (Minggu Ke-8) .. 36

12. Jumlah Daun Selama Pertumbuhan Pada Masing-masing Perlakuan ... 37

13. Penggaraman (leacing) yang Terjadi Pada Media Tanam (pada M1). ... 38

14. Bobot rata-rata Brangkasan Basah Tanaman. ... 39

15. Bobot Rata-rata Brangkasan Kering Tanaman. ... 40

16. Produksi Buah Rata-rata Tanaman. ... 41


(12)

18. Perubahan Kandungan Padatan Terlarut Buah Melon (Cucumis melo L)

Selama Penyimpanan ... 43

19. Grafik Nilai pH Larutan Selama Pertumbuhan Tanaman. ... 45

20. Nilai Konduktifitas Elektrik (EC) Larutan Harian. ... 46

21. Hubungan Konduktifitas Elektrik (EC) dan Derajat Keasaman (pH) Larutan 47 22. Nilai Suhu Lingkungan Harian dalam Rumah Plastik. ... 48

23. Nilai RH Lingkungan Harian dalam Rumah Plastik. ... 48

24. Laju Evapotranspirasi Harian Tanaman. ... 49

25. Evapotranspirasi (mm/hari) Setiap Perlakuan. ... 50

26.Evapotranspirasi Kumulatif (mm/tanaman) Setiap Perlakuan. ... 51

27. Suhu Rata-Rata Daun Tanaman Melon (Cucumis melo L). ... 52

28. Variasi Temporal (Tc-Ta) ... 53

29. Hubungan leaf water potential (LWP) dan Suhu Permukaan ... 54

Lampiran 30. Kegiatan Penyemaian Melon. ... 88

31.Bibit Melon Berumur 3 Hari. ... 88

32. Bibit Melon Umur 10 Hari. ... 89

33. Pembuatan Larutan Nutrisi ... 89

34.Penanaman Bibit Melon Ke Dalam Polybag. ... 90

35.Pengukuran Suhu Daun Melon. ... 90

36.Pengukuran Leaf Water Potential (LWP). ... 91

37. Pengukuran Berat Daun Setelah Pengukuran Leaf Water Potential (LWP). .. 91

38. Pengovenan Daun... 92

39. Pemanenan Buah Melon. ... 92


(13)

41. Pengukuran Berat Brangkasan Atas. ... 93 42. Pengukuran Berat Brangkasan Bawah. ... 94 43. Pengukuran Kandungan Padatan Terlarut (KPT). ... 94


(14)

I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Air merupakan sumber daya alam yang sangat penting bagi kelangsungan makhluk hidup yang ada di dunia ini. Hampir setiap aktivitas makhluk hidup seperti manusia, hewan, maupun tumbuhan membutuhkan air. Salah satu pengguna air terbesar di dunia adalah pengguna air di bidang pertanian.

Pemanfaatan sumber daya air di bidang pertanian mencapai 70% lebih besar dari pemanfaatan sumber daya air oleh industri, rumah tangga, rekreasi, lingkungan, dan ekologi (FAO, 2000 dalam Rosadi, 2012).

Kondisi air untuk pertanian saat ini semakin langka, tidak hanya di daerah kering tetapi juga di daerah yang memiliki curah hujan yang melimpah. Oleh karena itu diperlukan suatu usaha untuk melakukan penghematan air bidang pertanian dengan cara meningkatkan efisiensi penggunaan air. Efisiensi penggunaan air dapat dilakukan dengan sistem pemberian air irigasi yang efisien dan efektif. Salah satunya adalah irigasi defisit.

Menurut Rosadi (2012) irigasi defisit (Deficit Irrigation) merupakan teknologi baru di bidang irigasi dimana teknologi ini membiarkan tanaman mengalami cekaman air namun tidak mempengaruhi hasil atau produksi tanaman. Dengan di- efisiensikan dalam penggunaan air, maka produktifitas air tanaman menjadi


(15)

2

tinggi. Irigasi defisit (Deficit Irrigation) dapat memaksimalkan produktifitas air, dengan kualitas hasil panen yang sama atau bahkan lebih unggul daripada budidaya tadah hujan atau irigasi sepenuhnya.

Tanaman yang akan diberikan irigasi defisit (water stress) adalah tanaman melon (Cucumis melo L).Melon (Cucumis melo L) merupakan salah satu bahan konsumsi buah-buahan yang digemari masyarakat luas. Buah melon umumnya dikonsumsi sebagai buah segar. Melon (Cucumis melo L) merupakan salah satu jenis tanaman holtikultura yang banyak diminati petani. Berbagai varietas telah dikembangkan, jenis melon berkembang baik bentuk buah, warna kulit buah, warna daging buah, maupun aroma dan citarasanya (Sunarjono, 2013).

Tanaman melon (Cucumis melo L) memiliki kandungan padatan terlarut sebesar 11 pada brix (Anonim, 2015). Untuk meningkatkan kualitas (total padatan terlarut) pada buah melon maka diperlukan modifikasi pada budidayanya. Salah satu metode yang dapat meningkatkan kualitas (kandungan padatan terlarut) pada buah melon adalah perlakuan irigasi defisit (water stress). Menurut Mirabad, dkk (2013), perlakuan water stress dengan perlakuan 60 % dapat meningkatkan kandungan padatan terlarut pada buah blewah (timun suri).Perlakuan defisit irigasi (water stress) sangat memberikan dampak yangsignifikan terhadap kandungan padatan terlarut pada buah blewah/timun suri(Patil dkk., 2014).

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan defisit irigasi dapat meningkatkan kandungan padatan terlarut pada tanaman melon (Cucumis melo L). Namun, ketika pelaksanaan dalam budidaya di lapang terkendala dalam hal


(16)

3

beberapa metode untuk mengetahui kondisi cekaman air pada tanaman, yaitu soil moisture based (berbasis kadar air tanah) dan plant based (berbasis kondisi tanaman yang tercekam).

Pada penelitian ini akan dikaji hubungan kondisi cekaman air yang terjadi pada tanaman melon berdasarkan kondisi tanaman melon melalui pengamatan suhu permukaan daun, leaf water potential(LWP), dan relative water content (RWC) daun berdasarkan perlakuan volume pemberian air irigasi yang berbeda.

1.2 Tujuan Penelitian

1. Membandingkan pertumbuhan dan produksi tanaman melon pada beberapa tingkat pemberian air irigasi.

2. Menentukan tingkat pemberian air yang optimum untuk pertumbuhan dan kualitas buah melon.

3. Analisis hubungan antara pemberian air terhadap LWP dan kandungan padatan terlarut pada buah melon.

1.3 Manfaat Penelitian

Dari hasil penelitian diharapkan dapat mengetahui tingkat permberian air yang optimum untuk tanaman melon dan dapat mengetahui kandungan padatan terlarut, mengetahui leaf water potential (LWP), relative water content (RWC) daun, dan suhu daun tanaman melon pada beberapa tingkat pemberian air.


(17)

4

1.4 Hipotesis

Hipotesis yang dapat diambil bahwa perlakuan irigasi defisit (water stress) dapat meningkatkan suhu permukaan daun, leaf water potential (LWP), kandungan padatan terlarut (KPT) pada buah melon.


(18)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Ruang Lingkup Irigasi Defisit

Pertanian beririgasi memberikan kontribusi yang besar terhadap ketahanan pangan, memproduksi hampir 40 % komuditas pangan dan pertanian pada 17 % lahan pertanian. Pertanian beririgasi menggunakan lebih dari 70 %air yang diambil dari sungai alami, di negara-negara berkembang proporsinya melebihi 80 % (FAO,2000 dalam Rosadi., 2012).

Penggunaaan air untuk pertanian, industri dan perkotaan di dunia meliputi 3240 km3 per tahun. Dengan adanya peningkatan penduduk di perkotaan dan

berkembangnya industri, menambah permintaan alokasi air bersih. Pada tahun 2000 diperkirakan penggunaan air untuk pertanian menurun dari 68,9 % menjadi 62,7 % dan penggunaan air untuk industri dan perkotaan meningkat dari 27,5 % menjadi 32,2 %. Sehingga persaingan antara berbagai bidang akan menjadi lebih berat terutama pada bidang pertanian (Kirda, 1999, dalam Rosadi,2012).

Ruang lingkup untuk pengembangan irigasi lebih lanjut untuk memenuhi kebutuhan pangan ditahun mendatang, bagaimanapun, sangat dibatasi oleh

menurunnya sumberdaya air. Sedangkan pada skala global, sumberdaya air masih cukup, kekurangan air yang serius berkembang di daerah kering (arid) dan semi-arid karena sumberdaya airnya sudah dieksploitasi sepenuhnya. Berdasarkan


(19)

6

uraian di atas, jelaslah bahwa air menjadi sangat terbatas, oleh karena itu budidaya pertanian dengan penggunaan air yang tidak terkontrol harus diubah. Pemberian air pada tanaman haruslah benar-benar efektif dan efisien, yaitu diberikan hanya jika diperlukan yaitu irigasi defisit.

Irigasi defisit (Deficit Irrigation, DI) merupakan teknologi baru di bidang irigasi yang membiarkan tanaman mengalami cekaman air namun tidak mempengaruhi hasil atau produksi tanaman. Dengan irigasi defisit penggunaan air atau disebut juga produktifitas air tanaman akan semakin tinggi (Rosadi, 2012).

2.2 Pengaruh Irigasi Defisit(Water Stress) Terhadap Kualitas Tanaman. Menurut Mirabad, dkk. (2013) dampak tingkat water stress pada parameter pertumbuhan, hasil dan kandungan padatan terlarutbelewah (Cucumis melo SP) sangat signifikan. Dalam penelitiannya dari tiga irigasi defisit (DI) berdasarkan 60, 80 dan 100 % evapotranspirasi (ETc) tingkat irigasi defisit (water stress) memiliki dampak yang signifikan terhadap tinggi, jumlah daun per tanaman, luas daun, tunas berat basah dan kering, total padatan terlarutdan hasil. Akan tetapi tidak ada perbedaan yang signifikan antara 80 dan 100 % evapotranspirasi (ETc) dalam hal hasil. Ketinggian tertinggi tanaman, jumlah daun per tanaman, luas daun dan berat tajuk basah dan kering diperoleh pada 100 % evapotranspirasi (ETc). Sementara, total padatan terlarut meningkat pada irigasi defisit (water

stress) 60 % dengan nilai total padatan terlaruttertinggi (9.3%).

Efek irigasi defisit (water stress) terhadap hasil melon (Cucumis melo L) sangat signifikan, dari hasil penelitian Rashidi dan Seyfi (2007) menunjukkan bahwa irigasi defisit (water stress) dapat mempengaruhi jumlah buah per tanaman dan


(20)

7

bobot buah. Akan tetapi tidak ada hasil yang signifikan dalam ketebalan buah. Kemudian hasil terendah diperoleh pada irigasi defisit (water stress) adalah irigasi defisit sebesar 70 % dari kebutuhan air 30% x ETc. Selanjutnya hasil panan tertinggi adalah pada irigasi defisit (water stress) sebesar 10 % dari kebutuhan 90 % x ETc.

Patil, dkk. (2014) menyatakan bahwa irigasi defisit (water stress) memiliki pengaruh yang signifikan terhadap jumlah tanaman, bobot buah, hasil tanaman melon (Cucumis melo L).Irigasi defisit (water stress) menghasilkan jumlah padatan terlarut (kandungan gula) secara signifikan lebih tinggi. Menurut Mani (2014) irigasi defisit dapat meningkatkan total padatan terlarut pada tanaman, Namun dengan irigasi defisit, hasil dari panjang batang, total luas daun, klorofil a dan b, jumlah buah per tanaman, bobot buah serta hasil total tanaman menurun.

2.3 Tanaman Melon (Cucumis melo L)

Melon (Cucumis melo L) merupakan salah satu bahan konsumsi buah-buahan yang digemari masyarakat luas. Melon (Cucumis melo L) merupakan salah satu jenis tanaman holtikultura yang semakin banyak diminati petani. Berbagai varietas telah dikembangkan, jenis melon berkembang baik bentuk buah, warna kulit buah, warna daging buah, maupun aroma dan citarasanya).

2.3.1 Sifat Botani Tanaman Melon (Cucumis melo L)

Tanaman melon (Cucumis melo L) mirip sekali dengan tanaman semangka, yaitu memiliki banyak cabang pada batangnya, akan tetapi pada batang tanaman melon bulu batangnya lebih halus daripada tanaman semangka, selain itu batang tanaman melon lebih pendek daripada tanaman semangka.


(21)

8

a. Daun dan Batang

Daun pada tanaman melon (Cucumis melo L) lebar, berlekuk, jari-jari daun pendek, pada batang tanaman melon terdapat alat pemagang (pilin) yang berfungsi untuk memanjat. Selain itu ada jenis tanaman melon (Cucumis melo L) yang pada tepi daunnya bergelombang dan tidak berlekuk.

b. Bunga

Bunga pada tanaman melon (Cucumis melo L) berumah satu dan berkelamin tunggal. Bunga yang muncul pertama hingga bunga kelima biasanya bunga jantan.

c. Buah

Buah pada tanaman melon (Cucumis melo L) pada umumnya bulat, akan tetapi ada juga melon yang panjang dan tidak banyak

mengandung air. Tipe buah melon (Cucumis melo L) ada banyak, di antaranya adalah melon (Cucumis melo L) berkulit hijau, kuning, dan putih kekuningan. Akan tetapi pada dasarnya ada tiga tipe buah melon (Cucumis melo L), yakni buah yang kulitnya berjaring (net), kulitnya berjaring tidak jelas, dan berkulit halus tanpa ada tanda jaring pada kulitnya. Pada semua buah melon berbiji banyak, terkumpul dalam rongga buah yang diliputi lendir. Lendir tersebut terasa manis, kenyal (keras), dan tidak banyak mengandung air.


(22)

9

d. Akar

Akar pada tanaman melon (Cucumis melo L) tidak berbeda jauh dengan tanaman semangka, dimana memiliki akar tunggang dan akar samping yang banyak serta agak dalam, akar samping berupa serabut yang jumlahnya banyak, kuat dan panjang.

2.3.2 Agroekologi Tanaman Melon (Cucumis melo L)

Tanaman melon (Cucumis melo L) dapat tumbuh lebih baik di dataran menengah dan suhunya agak dingin, yaitu ketinggian tempat pada kisaran antara 300-1000 m di atas permukaan laut. Pada dataran yang rendah yang elevansinya kurang dari 300 m di atas permukaan laut buah melon akan berukuran lebih kecil dan

dagingnya agak kering (kurang berair). Tanaman melon akan tumbuh dengan baik pada jenis tanah andosol atau tanah berpasir dimana tanah ini memiliki nilai pH 6-7.

Tanaman melon (Cucumis melo L) tidak tumbuh dengan baik bila ditanam pada iklim kering, dan tanaman melon (Cucumis melo L) tidak toleran terhadap tanah asam (pH rendah). Tanaman melon (Cucumis melo L) akan tumbuh kerdil apabila pH rendah, dan tanah dengan kondisi aerasi yang kurang baik maka tanaman melon akan tumbuh kurang baik. Sinar matahari yang diperlukan oleh tanaman melon (Cucumis melo L) cukup dengan penyinaran 70% (Sunarjono, 2013).

2.3.3 Hama dan Penyakit Tanaman Melon (Cucumis melo L)

Pada umumnya hama yang mengancam tanaman (Cucumis melo L) adalah kutu kuning (Myzus persicae), dimana kutu ini menyerang daun melon sehingga


(23)

10

vektor virus mosaik yang paling ditakuti oleh para petani. Selain kutu kuning hama yang mengancam adalah kutu hijau (Aphis gossypii), dan oteng-oteng (Epilachnasp).

Penyakit yang menjadi penghambat usaha petani melon adalah penyakit layu (Erwinia tracheiphila) dan busuk leher akar (Fusarium oxysporum). Kedua penyakit ini apabila keadaan aerasi sekitar tanaman tidak baik. Kemudian penyakit yang menyerang tanaman melon (Cucumis melo L) adalah mildew tepung (Erysiphe cicharaceaarum), mildew embun (Pseudoperospora cubensis) serta bercak buah (Colletrotrichum lagenarium) dimana penyakit ini menyerang tanaman pada suhu udara dingin dan dalam keadaan lembab (Sunarjono, 2013).

2.4 Budidaya Tanaman Melon dengan Sistem Irigasi Tetes

Pada tahun 2005 dan 2006, sebuah penelitian telah dilakukan untuk mengetahui sistem irigasi tetes bawah permukaan dan irigasi tetes permukaan, dan untuk menentukan air irigasi yang optimal. Dari hasil penelitian Dogan, dkk. (2008) menyatakan bahwa, jumlah air irigasi yang optimal untuk sistem irigasi tetes bawah permukaan dan permukaan yaitu 345 dan 377 mm. sedangkan pada tahun 2006 untuk sistem irigasi yang sama jumlah air irigasi yang optimal ternyata 379 dan 451 mm.

Jumlah irigasi yang optimal dari sistem irigasi tetes bawah permukaan sebesar 83% dan sistem irigasi tetes permukaan sebesar 92 %. Pada penelitian ini perlakuan irigasi defisit dapat meningkatkan nilai kandungan padatan terlarut (kandungan gula) akan lebih tinggi. NilaiEC (Electrical Conductivity) yang baik


(24)

11

untuk tanaman melon sebesar 2,3-5,4 mS/cm, dan nilai pH yang baik adalah 5,5-6,9 (Mani, 2014).

2.5 Evapotranspirasi

Evapotranspirasi (ET) merupakan total kehilangan air melalui evaporasi dari permukaan lahan dan proses transpirasi dari permukaan tanaman.

Evapotranspirasi bisa dianggap sama dengan kebutuhan air tanaman (CWR) karena kebutuhan air tanaman untuk memenuhi evaportranspirasi >99%

(Rosadi,2012). Menurut Hansen,dkk. (1992) beberapa faktor yang mempengaruhi evapotranspirasi yaitu temperatur, panjang musim tanaman, presipitasi,pemberian air, dan faktor lainnya.

Untuk mengetahui faktor – faktor yang mempengaruhi besarnya evapotranspirasi, maka evapotranspirasi dibedakan menjadi evapotranspirasi standar (ETo),

evapotranspirasi tanaman dibawah kondisi standar (ETc), dan evapotranspirasi tanaman di bawah kondisi non-standar (ETc adj) (Rosadi,2012).

2.5.1 Evapotranspirasi Standar (ETo)

Menurut Rosadi (2012), evapotranspirasi standar (ETo) merupakan laju evapotranspirasi dari permukaan acuan yang tidak kekurangan air. Ciri dari evapotranspirasi standar (ETo) yaitu hanya dipengaruhi oleh parameter – parameter iklim sehingga dapat dihitung dengan menggunakan data cuaca. Evapotranspirasi standar (ETo) dapat dilihat pada proses evaporasi oleh kekuatan atmosfir pada lokasi yang spesifik waktu yang panjang tanpa mempertimbangkan faktor karakteristik tanah dan tanaman.


(25)

12

Tabel 1. Nilai ETo Rata-rata pada Berbagai Daerah Agroklimat yang Berbeda.

Wilayah

Temperatur rata – rata harian (0C) Dingin -10 Moderate 20 Hangat 30 Tropis dan subtropis

a. Humid dan sub-humid 2-3 3-5 5-7

b. Arid dan semi-arid 2-4 4-6 6-8

Daerah Temperate

a. Humid dan sub-humid 1-2 2-4 4-7

b. Arid dan semi-arid 1-3 4-7 6-9

Sumber : Allen, dkk. 1998, dalam Rosadi,(2012)

2.5.2 Evapotranspirasi Tanaman dibawah Kondisi Standar (ETc)

Evapotranspirasi tanaman dibawah kondisi standar (ETc) adalah evapotranspirasi dari tanaman yang bebas penyakit, pupuknya cukup, tumbuh di areal luas, di bawah kondisi air yang optimum, dan mencapai produksi maksimal di bawah kondisi iklim tertentu.

Untuk menduga laju evapotranspirasi dari tanaman standar dapat digunakan beberapa metode, salah satu yang sering digunakan adalahmetode Penman-Monteith. Metode Penman-Monteith digunakan untuk mencari evapotranspirasi tanaman dengan cara menghitung data iklim yang diintegrasikan secara langsung dengan faktor – faktor resistensi tanaman, albedo, dan resistensi udara

(Rosadi,2012).

2.5.3 Evapotranspirasi Tanaman di bawah Kondisi non-Standar (ETc adj)

Evapotranspirasi tanaman di bawah kondisi non-standar (ETc adj) adalah evapotranspirasi dari tanaman yang tumbuh dibawah kondisi lingkungan dan pengelolaan yang berbeda dengan kondisi standar.


(26)

13

ETcadj dapat dihitung dengan menggunakan atau menyesuaikan koefisien cekaman (Ks) untuk berbagai cekaman dan hambatan lingkungan terhadap evapotranspirasi tanaman (Rosadi,2012).

2.6 Leaf Water Potential (LWP)

Leaf water potential (LWP) atau potensial air daun adalahsalah satu dari status fisiologis tanaman yang dapat digunakan untuk mengetahui kebutuhan air

tanaman atau untuk mengukur defisit air dalam jaringan daun. Besarnya potensial air daun sangat berpengaruh terhadap kondisi fisiologis tanaman yaitu

memperlambat atau berhentinya proses fotosintesis. Semakin tinggi nilai

potensial air tanaman maka pertumbuhan tanaman akan terganggu, bahkan dapat menyebabkan kematian pada tanaman (PMS Instrumen Company, 2015).

Menurut Stone (1975), nilai leaf water potential(LWP) dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan seperti faktor kelembaban udara, kecepatan angin, ketersediaan air tanah, suhu udara dan suhu tanah. Namun ketersediaan air tanah merupakan faktor utama terhadap besarnya nilai potensial air daun. Pengukuran Leaf water potential (LWP), konduktansi stomata dan transpirasi diambil pada tunas seluruhnya terkena langsung radiasi matahari atau tunas benar-benar di bawah naungan pada saat pengukuran.

2.7 Relatif Water Content (RWC)

Relatif Water Content (RWC) atau kadar air relatif adalah perkiraan yang tepat untuk status air tanaman dalam hal hidrasi seluler di bawah pengaruh dari potensial air daun. Kadar air daun banyak digunakan untuk mengukur


(27)

14

nilai dari kadar air relatif daun dapat dilakukan dengan menggunakan metode penimbangan berat daun. Dalam keadaan segar, daun yang telah dipotong dari tangkainya ditimbang untuk mendapatkan berat daun segar. Setelah itu daun direndam didalam kotak es (100 C) selama 4 jam untuk mendapatkan berat turgid. Daun dalam keadaaan berat turgid dikeringkan dengan menggunakan oven pada suhu 800 C selama 24 jam untuk mendapatkan berat daun kering. Meskipun sederhana, teknik ini perlu disesuaikan untuk setiap tanaman. Penyesuaian terutama terkait dengan panjang periode tanam dan kondisi lingkungan, yang dibutuhkan untuk mendapatkan berat turgid. Dalam penelitian Yamasaki dan Dillenburg (1999), efek cahaya, suhu dan posisi daun, selama imbibisi,

mempengaruhi status air tanaman. Tanaman yang berdaun sempit memerlukan waktu yang lebih lama dari tanaman berdaun lebar dalam proses masuknya air pada tanaman. Selain itu, daun yang berkembang di bawah kondisi kekeringan memerlukan periode masuknya air ke daun yang lebih lama daripada yang berkembang di bawah kondisi ketersediaan air yang tinggi. Secara umum untuk mendapatkan nilai kadar air daun relatif dapat menggunakan rumus dari Hayatu, dkk. (2014):

...(1) Dimana, FW adalah berat basah daun (gram), TW adalah berat turgid daun (gram), dana DW adalah berat kering daun (gram

2.8 Pressure Chamber

Presure chamber merupakan alat yang digunakan untuk mengetahui potensial air daun. Tekanan udara yang ada pada Pressure chamber tipe Pump-Up Chamber


(28)

15

dihasilkan dari instrumen yang dipompa secara manual. Pressure chamber tipe

Pump-Up Chamber dapat digunakan untuk penjadwalan irigasi, terutama untuk mengelola irigasi defisit. Pressure chamber tipe Pump-Up Chamber dapat menghitung tekanan hingga 20 bar (1 bar = 14,5 Psi).

Cara melakukan pengukuran:

1. Memotong daun dari tanaman yang akan diuji. 2. Melepaskan chamber pins.

3. Melepaskan tutup chamber. Batang daun dimasukan melalui lubang ditengah tutup chamber hingga terlihat sedikit menonjol.

4. Memutar Compression Gland Screw searah jarum jam agar batang daun terhimpit erat.

5. Memasukan daun ke dalam ruang tekanan pada pressure chamber dan pasang kembali tutup chamber.

6. Memasang chamber pins.

7. Memompa pressure chamber untuk mengisi udara pada ruang tekanan. Setiap pemompaan akan meningkatkan tekanan sebesar 7 Psi atau ½ Bar. 8. Menghentikan pemompaan ketika ujung batang mengeluarkan gelembung

air.

9. Menekan Pressure Relief Valve untuk mengosongkan udara di ruang tekanan.


(29)

16

Gambar 1.Pressure Chamber.

(PMS Instrumen Company, 2015) 2.9 Sistem Irigasi Tetes

Irigasi sangatlah penting bagi pertumbuhan tanaman. Secara umum,irigasi merupakan penambahan air untuk mengatasi kekurangan kadar air dalam tanah yang dapat dimanfaatkan oleh tanaman. Menurut Hansen,dkk. (1992), irigasi didefinisikan sebagai penggunaan air pada tanah untuk keperluan penyediaan cairan yang dibutuhkan untuk pertumbuhan tanaman.

Dalam melakukan irigasi dapat dilakukan dengan berbagai macam cara pengairan. Pada dasarnya semua sistem irigasi mempunyai tujuan yang sama, tetapi dalam penerapannya harus menyesuaikan dengan keadaan lingkungan dan kebutuhan tanaman akan air. Kebutuhan tanaman akan air berbeda – beda. Pertumbuhan tanaman akan terhambat, jika jumlah air irigasi tidak sesuai dengan jumlah yang dibutuhkan tanaman. Jumlah air irigasi terlalu rendah akan membuat tanaman tercekam dan dapat menghambat laju pertumbuhan tinggi tanaman. Sebaliknya, apabila jumlah air irigasi terlalu tinggi maka dapat mengakibatkan genangan di


(30)

17

sekitar tanaman yang membuat tanaman rentan terserang hama dan penyakit (Mechram, 2006).

Menurut Lingga (2002), sistem irigasi tetes sangat cocok untuk diterapkan pada tanaman hidroponik seperti paprika, terong, cabe, tomat, kailan, dll.

2.9.1 Macam-macam Sistem Irigasi Tetes

Terdapat dua jenis perletakan sistem irigasi tetesyaitu sistem irigasi permukaan (surface irrigation) dan sistem irigasi bawah permukaan (sub-surface irrigation). a. Sistem Irigasi Tetes Permukaan (Surface Drip Irrigation System) Cara yang digunakan pada sistem irigasi permukaan yaitu dengan meneteskan air ke permukaan tanah melalui pipa lateral yang diletakkan di permukaan tanah. Keuntungan yang diperoleh jika menggunakan sistem ini yaitu sistem yang mudah dipasang, mudah dalam melakukan kontrol sistem, dan mudah dalam

membersihkan penetesnya (emmiter). Pada umumnya, kapasitas penetes lebih kecil dari 8 liter/jam untuk keluaran tunggal pada pembasahan titik dan lebih kecil dari 12 liter/jam untuk pembasahan garis.

b. Sistem Irigasi Tetes Bawah Permukaan (Sub-surface Drip Irrigation System).

Cara yang digunakan pada sistem irigasi ini yaitu dengan meneteskan air pada zona perakaran melalui pipa lateral yang dikubur di dalam tanah. Kelemahan dalam sistem irigasi ini yaitu sering tersumbatnya emmiter akibat tersumbat oleh tanah. Oleh karena itu, sistem irigasi bawah permukaan lebih banyak digunakan pada kebun dengan budidaya tanaman buah kecil atau sayuran (Lingga, 2005).


(31)

18

2.9.2 Komponen Sistem Irigasi Tetes

Dalam membangun instalasi sistem irigasi tetes diperlukan beberapa komponen di antaranya yaitu emmiter, pipa lateral, pipa utama, bangunan utama, dan filter. Emmiter (penetes) berfungsi untuk menurunkan tekanan air dan menyalurkan air dengan jumlah tertentu.

Pipa utama berfungsi sebagai pembawa air dari bangunan utama menuju pipa lateral. Bangunan utama merupakan inti dari sistem irigasi tetes yang berfungsi sebagai tempat melakukan kegiatan mengukur, menyaring, mengatur kandungan kimiawi serta waktu penggunaannya. Didalam bangunan utama terdapat pompa, katub pengatur tekanan debit, katup pengatur aliran, alat pengukur jumlah aliran, alat pengukur tekanan, pengendalian pada waktu operasi, dan perangkat injeksi kimiawi. Sedangkan filter dibutuhkan sebagai pengendali agar nutrisi yang terbawa oleh air tidak melebihi ukuran lubang diameter dari penetes (Lingga, 2005).

2.9.3 Keuntungan dan Kelemahan Sistem Irigasi Tetes

Menurut Lingga (2005), sistem irigasi tetes mempunyai beberapa keuntungan seperti yang dilaporkan oleh Norters Region Agricultural Engineering Service (NRAES) tahun 1980 diantaranya :

1. Tanaman dapat memperoleh air sesuai kebutuhan.

2. Daun tidak basah sehingga mengurangi serangan cendawan.

3. Biaya operasi dan pemeliharaan relatif rendah karena otomatisasi penuh. 4. Pengelolaan lahan atau tanaman dapat terus berlangsung selama irigasi


(32)

19

5. Distribusi pupuk berlangsung di sekitar zona tanaman saja sehingga penggunaannya efisien.

6. Tidak terjadi kehilangan air akibat aliran permukaan maupun angin. Kelemahan dari metode irigasi tetes adalah sebagai berikut:

a. Memerlukan perawatan yang intensif untuk mengurangi resikopenyumbatan pada penetes.

b. Resiko terjadinya penumpukan garam bila air yang digunakan mengandung garam yang tinggi.

c. Resiko terjadinya kekurangan air bila perhitungan kebutuhan air kurang cermat sehingga dapat membatasi pertumbuhan tanaman.


(33)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Rekayasa Sumber Daya Air dan Lahan, dan rumah plastikdi Lahan Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Lampung yang akan dilaksanakan pada bulan Juni sampai dengan Agustus 2015.

3.2 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan dalam pelaksanaan penelitian adalah:Seperangkat peralatan sistem irigasi tetes sederhana dengan irigasi tetes tutup botol, rumah tanaman yang terbuat dari plastik UV dan insect screen dengan ukuran 4 m x 3 m, alat tulis, kamera, wadah sumber air, EC meter, pH meter, hygrometer, tempat

sulaman tanaman, polybag, tali kasur (sebagai ajir), Pressure chamber tipe Pump-Up Chamber, Refractrometer, gelas aqua, ember, penggaris (meteran), timbangan, oven,erlenmeyer, dan gelas ukur.Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : arang sekam sebagai media tanam, rockwoll, benih melon, pupuk organik (pupuk kandang), pupuk hidroponik,dan air.


(34)

21

3.3 Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan empat taraf perlakuan irigasi defisit(M), yaitu M1 irigasi defisit sebesar 60 % dari kebutuhan air (40% x ETc); M2 (irigasi defisit sebesar 40% dari kebutuhan air (60% x ETc); M3 (irigasi defisit sebesar 20% dari kebutuhan air (80% x ETc); dan M4 (kondisi tidak defisit/normal

(100% x ETc). Seluruh perlakuan diulang sebanyak enam kali. Teknik pemberian air irigasi defisit dilakukan dengan cara mengurangi pemberian air irigasi sesuai dengan perlakuan berdasarkan hasil pengukuran evapotranspirasi tanaman (ETc).

Pengukuran kadar air dilakukan setiap hari dengan cara gravimetrik. Jumlah air irigasi yang diberikan sama dengan jumlah evapotranspirasi yang terjadi pada hari sebelum pemberian, dimana ET dihitung dengan rumus :

ET = [(W(i-1) – W(i)) x 10] / A ...(2)

Dimana :

W(i) adalah berat wadah tanaman pada hari ke-i (gram) W(i-1) adalah berat wadah tanaman pada hari ke i-1 (gram) A adalah luas permukaan wadah tanaman (cm2).


(35)

22

3.3.1 Diagram Alir

Gambar 1. Diagram Alir. Persiapan Alat dan

Bahan

Penanaman Tanaman Melon

Selesai Pengumpulan Data

Analisis Data Mulai

Pengukuran kandungan padatan terlarut 1

1. Pengukuran Kadar Air Sekam 2. Pengukuran Evapotranspirasi Harian 3. Pengukuran Suhu dan RH lingkungan 4. Pengukuran EC dan pH Larutan 5. Pengukuran Tinggi Tanaman 6. Pengukuran Jumlah Daun 7. Pengukuran Suhu Daun

8. PengkuranLeaf Water Potential(LWP) 9. Pengukuran Relative Water Content (RWC)


(36)

23

3.3.2 Penanaman

Penanaman melon dilakukan di polybag dengan ukuran 40x25 cm, polybag diisi dengan arang sekam sebanyak 2 kg, tanaman melon ditanam setelah berumur 17 hari setelah semai. Setiap polybag ditanam satu tanaman melon dengan jarak peletakan 50x50 cm. Penyiraman dilakukan setiap hari dengan volume air yang diberikan sesuai dengan perlakuan dengan menggunakan irigasisederhana yaitu menggunakan tutup botol.


(37)

24

Gambar 3. Tata Letak Tanaman (Tampak Samping).


(38)

25

3.3.3 Pengamatan dan Pengukuran Data

Untuk mengetahui efek pemberian irigasi defisitpada pertumbuhan, produksi, dan kualitas tanaman melon, maka ada beberapa variabel yang diamati:

a. Tinggi Tanaman (cm)

Pengukuran tinggi tanaman dilakukan setiap satu minggu sekali dengan mengukur semua perlakuan tanaman melon (Cucumis melo L) dengan menggunakan meteran pengukuran dilakukan dari pangkal tanaman sampai dengan ujung tanaman.

b. Suhu dan RH Lingkungan

Pengukuran suhu dan RH lingkungan dilakukan setiap hari pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB dengan mengunakan Hygrometer. Posisi pengukuran terletak di tengah-tengah rumah plastik.

c. Jumlah daun

Pengambilan data jumlah daun dilakukan setiap satu minggu sekali dengan mengambil sampel pada setiap perlakuan. Daun yang dihitung yaitu daun yang sudah memiliki tangkai.

d. Nilai EC dan pH

Pengukuran nilai EC dan pH dilakukan setiap hari pada saat pagi hari dengan menggunakan EC meter dan pH meter dengan cara

memasukan alat EC meter dan pH meter ke dalam larutan nutrisi. Setiap perlakuan diberikan nutrisi dengan nilai EC dan pH yang sama, dan nilai EC dan pH dinaikkan sesuai dengan umur tanaman.


(39)

26

e. Evapotranspirasi

Pengukuran laju evapotranspirasi dilakukan setiap hari pada pukul 08.00, 12.00 dan 16.00 WIB dengan mengunakan timbangan. Pengukuran dilakukan dengan cara menimbang tanaman setelah diketahui bobotnya maka bobot awal tanaman dikurangi dengan bobot hasil pengukuran.

f. Produksi Tanaman

Pengambilan data produksi tanaman dilakukan setelah tanaman melon dipanen. Data produksi tanaman dilakukan dengan menimbang bobot buah melon yang dihasilkan secara keseluruhan.

g. Berat Brangkasan (gram)

Pengambilan data dilakukan setelah tanaman melon panen,

pengukuran dilakukan dengan cara menimbang brangkasan dengan menggunakan timbangan.

h. Kebutuhan Air Total Tanaman Melon

Pengambilan data dilakukan setelah selesai penelitian, data kebutuhan air total adalah air yang diberikan tanaman selama penelitian.

Pengukuran dilakukan dengan cara menjumlahkan keseluruan air yang diberikan tanaman dari awal tanaman sampai panen.

i. Kandungan Padatan Terlarut (KPT).

Pengukuran kandungan padatan terlarut (KPT) dilakukan setelah tanaman melon dipanen dengan menggunakan refraktometer.


(40)

27

diukur kandungan padatan terlarut (KPT) pada bagian pangkal, tengah, dan ujung.

j. Pengukuran Suhu Daun

Pengukuran suhu permukaan daun dilakukan dengan menggunakan alat infrared thermometer. Pengukuran dilakukan tiga kali dalam sehari, daun yang diukur yaitu pada daun ke lima dengan enam titik pengukuran pada daun. Pada pengukuran suhu permukaan daun ini bertujuan untuk mengetahui suhu permukaan daun sebelum dilakukan pengukuran leaf water potential (LWP) dan pengukuran relative water content (RWC) daun.


(41)

28

Gambar 6. Alat Pengukur Suhu Permukaan Daun.

3.3.4 Pengukuran Leaf Water Potential(LWP) Daun

Pengukuran (LWP) dilakukan dengan menggunakan alat pressure chamber. Pada pengukuran LWP ini bertujuan untuk mengetahui nilai LWP pada masing-masing tanaman melon (Cucumis melo L). Pengukuran LWP ditunjukkan oleh persamaan berikut ( Kramer dan Boyer , 1995) :

ΨL= ΨS – P ...(3) Keterangan:

ΨL : Leaf water potential(MPa)

ΨS : Potensial osmotik getah xilem (MPa) P : Tekanan hidrostatik xilem (MPa)


(42)

29

Karena potensial osmotik getah xilem memiliki nilai yang kecil, maka potensial osmotik dianggap 0, dan dapat ditunjukkan oleh persamaan berikut:

ΨL = – P ...(4) Dari persamaan di atas menerangkan bahwa nilai Leaf water potential (LWP) akan memiliki nilai mines (-) karena potensial osmotiknya 0.

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengukur (LWP), yaitu sebagai berikut:

a. Pengukuran dilakukan dalam waktu sekitar 2 jam (11.00-14.30)

b. Dipilih daun ke-5 dari ujung sulur batang yang sepenuhnya terkena sinar matahari.

c. Daun dimasukkan kantung plastik untuk mencegah terjadinya transpirasi selama pengujian.

d. Daun dipotong sekitar tangkai daun menggunakan silet atau gunting. e. Ujung tangkai daun dimasukkan kedalam Compression Gland clock-wise

dari bawah lubang hingga terlihat menonjol.

f. Compression Gland clock-wise diputar hingga tangkai daun terjepit kuat. g. Daun dan kantung plastik dimasukkan kedalam ruang metal camber. h. Preasure camber dipompa hingga ujung tangkai daun mengeluarkan

gelembung air.

i. Gelembung air dilihat menggunakan magnifying glass yang ada pada

Preassure camber.

j. Dicatat tekanan pada pressure gauge pada saat gelembung air sudah keluar dari tangkai daun.


(43)

30

3.3.5 Pengukuran Relative Water Content (RWC) Daun

Pada pengukuran (RWC)daun ini bertujuan untuk mengetahui nilai RWC daun pada masing-masing tanaman melon (Cucumis melo L).

Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengukur (RWC)daun, yaitu sebagai berikut:

a. Digunakan daun yang telah diukur menggunakan pressure camber. b. Daun ditimbang menggunakan timbangan digital.

c. Dicatat hasil pengukurannya.

d. Daun diletakkan diatas cawan dan dimasukkan kedalam oven pada suhu 80o C selama 24 jam.

e. Daun dikeluarkan dari dalam oven dan dimasukkan kedalam desikator. f. Setelah didinginkan dalam desikator, daun ditimbang kembali

menggunakan timbangan digital. g. Dicatat hasil pengukuran.

Dengan melakukan semua langkah diatas maka kita dapat menentukan nilai (RWC)daun dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Dimana :

FW : Berat daun sebelum dioven (gram)


(44)

31

DW: Berat daun setelah dioven (gram)

(Dhopte and Manuel, 2002 dalam Ganji, dkk., 2012)

3.3.6 Analisis Data

Data hasil pengamatan dan pengukuran dianalisa yaitu :

1. Analisis laju evapotranspirasi tanaman melon dengan perlakuan 40%, 60 %, 80 %, 100%.

2. Analisis pertumbuhan dan produksi tanaman melon dengan perlakuan 40%, 60 %, 80 %, 100%.

3. Analisis hubungan antara LWP, suhu permukaan daun, dan total padatan terlarut.

4. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik sederhana dan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

3.3.7 Rancangan Sistem Irigasi Tetes Tutup Botol.

Rancangan sistem irigasi defisit (water stress)menggunakan sistem irigasi tetes tutup botol, pemberian air irigasi defisit (water stress) pada awal kemunculan buah melon. Pada emiter diberikan satu lubang untuk mengeluarkan air, pada botol juga diberikan lubang, akan tetapi ukuran lubang pada botol lebih kecil hal ini bertujuan agar air dapat keluar dari botol.


(45)

32


(46)

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai hubungan suhu permukaan daun, leaf water potential (LWP), dan relative water content (RWC) daun dan total padatan terlarut (TPT), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlakuan irigasi defisit (water stress) dapat menghambat laju pertumbuhan tanaman dan menurunkan hasil produksi buah.

2. Pemberian air irigasi yang optimum terdapat pada perlakuan M2yang memiliki produktivitas air yaitu 1mm air akan menghasilkan buah seberat 1,19 g, dan memiliki kandungan padatan terlarut (KPT) sebesar

10,98°brix.

3. Perlakuan irigasi defisit (water stress) dapat meningkatkan kandungan padatan terlarut pada buah melon (Cucumis Melo L), dapat meningkatkan suhu permukaan daun dan leafwaterpotential (LWP).

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini yaitu, sebagai berikut:

1. Disarankan dalam pengukuran suhu daun dengan alat ukur infrared termometersebaiknya memiliki tingkat akurasi ketelitiannya yang lebih tinggi.


(47)

58

2. Disarankan agar penelitian dilanjutkan dengan memberikan air irigasi normal akan tetapi nilai EC dinaikan agar kualitas buah baik tanpa menurunkan hasil produksi buah.


(48)

DAFTAR PUSTAKA

Dogan, E. H,Kirnak. K,Berekatoglu.L,Bilgeldan. A,Surucu. 2008. Water Stress Imposed on Muskmelon (cucumis melo l.) With Subsurface and Surface Drip Irrigation Systems Under Semi-arid Climatic Conditions.Original PaperSci 26:131–138.

Hansen, V.E. O.W. Israelsen. G.E, Stringham. E.P, Tachyan dan. Soetjipto. 1992.

Dasar – dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga. Jakarta. 387 hal.

Hayatu, M.S.Y,Muhammad dan.U. A,Habibu. 2014. Effect Of Water Stress On The Leaf Relative Water Content And Yield Of Some Cowpea (Vigna Unguiculata (L) Walp.) Genotype. International Journal Of Scientific & Technology Research. 3 (7): 1-5.

Lerry, EW. 2012. Leaf Water Potentials of Sunlit And/or Shaded Grapevine Leaves Are Sensitive Alternatives To Stem Water Potential. Int. Sci. Vigne Vin, 46 (3): 207-219.

Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hal.

Mani. 2014. Evaluation of Drought Stress on Yield and Physiological Attributes in Cantaloupe Crop(Cucumis melo L.).Indian Journal Of Applied Research

4 (12): 6-9.

Mechram, S. 2006. Aplikasi teknik irigasi tetes dan komposisi media tanam Pada selada (lactuca sativa). Jurnal Teknologi Pertanian. (1) : 27-36.

Mirabad, A. M,Lotfidan.M.R,Roozban. 2013. Impact of Water-Deficit Stress on Growth, Yield and Sugar Content of Cantaloupe (Cucumis melo L.).International Journal of Agriculture and Crop Sciences. 5 (22) :1-5. Rashidi,Mdan.K, Seyfi. 2007. Effect of Water Stress on Crop Yield and Yield

Components of Cantaloupe.International Journal of Agriculture & Biology9 (2) : 1-3.


(49)

60

Patil, D.V. K.P,Bhagatdan.S,Saha. 2014. Effect of Water stress at Critical Growth Stages in Drip Irrigated Muskmelon (Cucumis Melo l.) of Semi Arid Region of Western Maharashtra, India. Journal National Institute of Abiotic Stress Management 14 (1):1-4.

PMS Instrument Company. 2015. Pump-Up Chamber Instrument. http://www.pmsinstrument.com/products/pump-up-pressure-chamber

(diakses 19 april 2015).

Rosadi, R.A. 2012. Irigasi Defisit. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. 101 hal.

Scigiene corporation. 2015. Infrared Thermometer. http://www.scigiene.com/pdfs/Infrared%20Thermometer.pdf. Diakses pada tanggal 26 Mei 2015.

SoemeinaboedhyI.N.dan R.S, Tejowulan. 2007. Pemanfaatan Berbagai Macam Arang Sebagai Sumber Unsur Hara P dan K Serta Sebagai Pembenah Tanah. Agroteksos 17 (2 ): 4-8.

Stone, J.F. 1975. Plant Modification For More Efficient Water Use. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. 271 hal.

Suhandy, D. N. Khuriyati dan. T. Matsuoka. 2006. Determination of Leaf Water Potential in Tomato Plants Using NIR Spectroscopy for Water Stress Management. Original Paper 44(4): 2-3.

Sunarjono, H. 2013. Berkebun 26 Jenis Tanaman Buah. Peneber Swadaya. Jakarta. 204 hal.

Tusi, A. dan R.A.B,Rosadi. 2009. Aplikasi Irigasi Defisit Pada Tanaman Jagung (deficit irrigation application on corn plant). Jurnal Irigasi 4(2): 4-6.

Yamasaki, S. and L.R, Dillenburg. 1999. Measurements Of Leaf Relative Water Content In Araucaria Angustifolial. Revista Brasileira de Fisiologia Vegetal 11(2): 1-7.


(1)

(Dhopte and Manuel, 2002 dalam Ganji, dkk., 2012)

3.3.6 Analisis Data

Data hasil pengamatan dan pengukuran dianalisa yaitu :

1. Analisis laju evapotranspirasi tanaman melon dengan perlakuan 40%, 60 %, 80 %, 100%.

2. Analisis pertumbuhan dan produksi tanaman melon dengan perlakuan 40%, 60 %, 80 %, 100%.

3. Analisis hubungan antara LWP, suhu permukaan daun, dan total padatan terlarut.

4. Data yang diperoleh dianalisis secara statistik sederhana dan disajikan dalam bentuk grafik dan tabel.

3.3.7 Rancangan Sistem Irigasi Tetes Tutup Botol.

Rancangan sistem irigasi defisit (water stress)menggunakan sistem irigasi tetes tutup botol, pemberian air irigasi defisit (water stress) pada awal kemunculan buah melon. Pada emiter diberikan satu lubang untuk mengeluarkan air, pada botol juga diberikan lubang, akan tetapi ukuran lubang pada botol lebih kecil hal ini bertujuan agar air dapat keluar dari botol.


(2)

32


(3)

V. KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan penelitian yang dilakukan mengenai hubungan suhu permukaan daun, leaf water potential (LWP), dan relative water content (RWC) daun dan total padatan terlarut (TPT), maka dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Perlakuan irigasi defisit (water stress) dapat menghambat laju pertumbuhan tanaman dan menurunkan hasil produksi buah.

2. Pemberian air irigasi yang optimum terdapat pada perlakuan M2yang memiliki produktivitas air yaitu 1mm air akan menghasilkan buah seberat 1,19 g, dan memiliki kandungan padatan terlarut (KPT) sebesar

10,98°brix.

3. Perlakuan irigasi defisit (water stress) dapat meningkatkan kandungan padatan terlarut pada buah melon (Cucumis Melo L), dapat meningkatkan suhu permukaan daun dan leafwaterpotential (LWP).

5.2 Saran

Saran dari penelitian ini yaitu, sebagai berikut:

1. Disarankan dalam pengukuran suhu daun dengan alat ukur infrared termometersebaiknya memiliki tingkat akurasi ketelitiannya yang lebih tinggi.


(4)

58

2. Disarankan agar penelitian dilanjutkan dengan memberikan air irigasi normal akan tetapi nilai EC dinaikan agar kualitas buah baik tanpa menurunkan hasil produksi buah.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Dogan, E. H,Kirnak. K,Berekatoglu.L,Bilgeldan. A,Surucu. 2008. Water Stress Imposed on Muskmelon (cucumis melo l.) With Subsurface and Surface Drip Irrigation Systems Under Semi-arid Climatic Conditions.Original PaperSci 26:131–138.

Hansen, V.E. O.W. Israelsen. G.E, Stringham. E.P, Tachyan dan. Soetjipto. 1992. Dasar – dasar dan Praktek Irigasi. Erlangga. Jakarta. 387 hal.

Hayatu, M.S.Y,Muhammad dan.U. A,Habibu. 2014. Effect Of Water Stress On The Leaf Relative Water Content And Yield Of Some Cowpea (Vigna Unguiculata (L) Walp.) Genotype. International Journal Of Scientific & Technology Research. 3 (7): 1-5.

Lerry, EW. 2012. Leaf Water Potentials of Sunlit And/or Shaded Grapevine Leaves Are Sensitive Alternatives To Stem Water Potential. Int. Sci. Vigne Vin, 46 (3): 207-219.

Lingga, P. 2005. Hidroponik Bercocok Tanam Tanpa Tanah. Penebar Swadaya. Jakarta. 80 hal.

Mani. 2014. Evaluation of Drought Stress on Yield and Physiological Attributes in Cantaloupe Crop(Cucumis melo L.).Indian Journal Of Applied Research 4 (12): 6-9.

Mechram, S. 2006. Aplikasi teknik irigasi tetes dan komposisi media tanam Pada selada (lactuca sativa). Jurnal Teknologi Pertanian. (1) : 27-36.

Mirabad, A. M,Lotfidan.M.R,Roozban. 2013. Impact of Water-Deficit Stress on Growth, Yield and Sugar Content of Cantaloupe (Cucumis melo L.).International Journal of Agriculture and Crop Sciences. 5 (22) :1-5. Rashidi,Mdan.K, Seyfi. 2007. Effect of Water Stress on Crop Yield and Yield

Components of Cantaloupe.International Journal of Agriculture & Biology9 (2) : 1-3.


(6)

60

Patil, D.V. K.P,Bhagatdan.S,Saha. 2014. Effect of Water stress at Critical Growth Stages in Drip Irrigated Muskmelon (Cucumis Melo l.) of Semi Arid Region of Western Maharashtra, India. Journal National Institute of Abiotic Stress Management 14 (1):1-4.

PMS Instrument Company. 2015. Pump-Up Chamber Instrument. http://www.pmsinstrument.com/products/pump-up-pressure-chamber

(diakses 19 april 2015).

Rosadi, R.A. 2012. Irigasi Defisit. Lembaga Penelitian Universitas Lampung. Lampung. 101 hal.

Scigiene corporation. 2015. Infrared Thermometer. http://www.scigiene.com/pdfs/Infrared%20Thermometer.pdf. Diakses pada tanggal 26 Mei 2015.

SoemeinaboedhyI.N.dan R.S, Tejowulan. 2007. Pemanfaatan Berbagai Macam Arang Sebagai Sumber Unsur Hara P dan K Serta Sebagai Pembenah Tanah. Agroteksos 17 (2 ): 4-8.

Stone, J.F. 1975. Plant Modification For More Efficient Water Use. Elsevier Scientific Publishing Company. Amsterdam. 271 hal.

Suhandy, D. N. Khuriyati dan. T. Matsuoka. 2006. Determination of Leaf Water Potential in Tomato Plants Using NIR Spectroscopy for Water Stress Management. Original Paper 44(4): 2-3.

Sunarjono, H. 2013. Berkebun 26 Jenis Tanaman Buah. Peneber Swadaya. Jakarta. 204 hal.

Tusi, A. dan R.A.B,Rosadi. 2009. Aplikasi Irigasi Defisit Pada Tanaman Jagung (deficit irrigation application on corn plant). Jurnal Irigasi 4(2): 4-6.

Yamasaki, S. and L.R, Dillenburg. 1999. Measurements Of Leaf Relative Water Content In Araucaria Angustifolial. Revista Brasileira de Fisiologia Vegetal 11(2): 1-7.