Analisis Kandungan Aluminium (Al), Sulfida, Bod, Cod, Total Padatan Tersuspensi (TSS) Dan pH Dari Air Sungai Kapal Keruk Di Desa Karang Anyer Kec. Secanggang Kab. Langkat

(1)

ANALISIS KANDUNGAN ALUMINIUM (Al), SULFIDA, BOD, COD, TOTAL PADATAN TERSUSPENSI (TSS) DAN pH DARI AIR SUNGAI KAPAL

KERUK DI DESA KARANG ANYER KEC. SECANGGANG KAB. LANGKAT

TESIS

Oleh

YELIZA RAHIM 087006031/KIM

PROGRAM MAGISTER ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 10


(2)

ANALISIS KANDUNGAN ALUMINIUM (Al), SULFIDA, BOD, COD, TOTAL PADATAN TERSUSPENSI (TSS) DAN pH DARI AIR

SUNGAI KAPAL KERUK DI DESA KARANG ANYER KEC. SECANGGANG KAB. LANGKAT

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ilmu Kimia Pada Fakutas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam

Universitas Sumatera Utara

Oleh

YELIZA RAHIM 087006031/KIM

PROGRAM MAGISTER ILMU KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

M E D A N 2 0 10


(3)

Telah diuji pada Tanggal 17 Mei 2010

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Tini Sembiring, MS Anggota : Prof. Dr.Zul Alfian, MSc

Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D Prof. Dr. Harry Agusnar, MSc, M.Phill Prof. Dr. Yunanzar Manjang


(4)

PERNYATAAN

ANALISIS KANDUNGAN ALUMINIUM (Al), SULFIDA, BOD, COD, TOTAL PADATAN TERSUSPENSI (TSS) DAN pH DARI AIR

SUNGAI KAPAL KERUK DI DESA KARANG ANYER KEC. SECANGGANG KAB. LANGKAT

T E S I S

Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.

Medan, 17 Mei 2010 Penulis


(5)

ANALISIS KANDUNGAN ALUMINIUM (Al), SULFIDA, BOD, COD, TOTAL PADATAN TERSUSPENSI (TSS) DAN pH DARI AIR SUNGAI KAPAL

KERUK DI DESA KARANG ANYER KEC. SECANGGANG KAB. LANGKAT

ABSTRAK

Sungai Kapal Keruk di Kec. Secanggang Kab. Langkat telah lama menjadi sumber air untuk keperluan sehari-hari masyarakat sekitar daerah aliran sungai. Akhir-akhir ini masyarakat mengeluhkan berkurangnya kualitas air karena warna kuning sampai hitam dan berbau tidak sedap. Masyarakat menduga bahwa penyebab berkurangnya kualitas air adalah akibat buangan limbah pabrik gula yang ada di sekitar sungai. Penelitian ingin menguji kualitas air itu berdasarkan parameter ilmiah yang telah diakui yakni Aluminium, Sulfida, BOD, COD, Total Padatan Tersuspensi (TSS), dan pH, dan meneliti kaitan antara keberadaan pabrik gula dengan kualitas air sungai Kapal Keruk.

Pengambilan sampel dilakukan pada limbah cair pabrik gula kwala madu dan dari air sungai Kapal Keruk. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan SNI 06-2412-1991, penentuan nilai Aluminium berdasarkan SNI 06-6989.36-2005, penentuan nilai sulfida berdasarkan SNI 19-7117.7-2005, penentuan nilai BOD berdasarkan SNI 06-2503-1991, penentuan nilai COD berdasarkan SNI 19-4234-1989, penentuan nilai pH berdasarkan SNI 06-6989.11-2004. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa air sungai Kapal Keruk telah tercemar sebelum menerima limbah cair Pabrik Gula Kwala Madu. Kata Kunci : Kualitas Air, Sulfida, BOD, COD, TSS, pH, Limbah cair.


(6)

ANALYSIS OF ALUMINIUM, SULFIDE, BOD, COD, TOTAL SUSPENDED SOLID AND pH OF KAPAL KERUK RIVER IN THE VILLAGE OF KARANG

ANYER, DISTRICT OF SICANANG, LANGKAT REGENCY

ABSTRACT

Kapal Keruk,a river situated in Secanggang Distret, Langkat Regency, has been since long used as water source for the dayly consumption of the people living in surrounding areas. Recently, the people complained concerning the decrease of the river water quality due to its yellow or black colour and its unplecesant odor. They think that the decrease of the water quality is presumably caused by the sewage wasted out of a sugar mill there into the river, near the upstream area.

This research is to be earrie out to test the water quality based on the scientific parameter such as aluminium, sulfide, BOD, COD, TSS, dan pH, and to determine the relationship between the existence of the sugar mill with the decrease of the river water quality Kapal Keruk river. Samping was carried out sugar mill, and water of Kapal Keruk river. Sampling was carried out according to SNI 06-2412-1991, Aluminium value determination according to SNI 06-6989.36-2005, Sulfide value determination according to SNI 19-7117.7-2005, BOD value determination according to SNI 06-2503-1991, COD value determination according to SNI 19-4234-1989, pH value determination according to SNI 06-6989.11-2004. The result from research that water of Kapal Keruk has been comtaminated before receiving effluent of sugar mill Kwala Madu


(7)

UCAPAN TERIMA KASIH

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis penelitian ini yang berjudul ’’Analisis Kandungan Aluminium (Al), Sulfida, BOD, COD, Total Padatan Tersuspensi (TSS) dan pH dari Air Sungai Kapal Keruk di Desa Karang Anyer Kec. Secanggang Kab. Langkat’’.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Bapak Gubenur Sumatera Utara c.q. Ketua Bappeda Provinsi Sumatera Utara yang memberikan beasiswa kepada penulis sebagai mahasiswa Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera.Utara. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Bapak Walikota Medan c.q Kepala Dinas Pendidikan kota Medan yang telah memberi izin belajar. Dengan selesainya tesis ini penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

Rektor Universitas Sumatera Utara Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H. MSc (CTM), Sp. A(K) atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti Pendidikan. Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Bapak Prof. Dr. Eddy Marlianto M.Sc, dan Ketua Program Studi Kimia Bapak Prof. Dr. Basuki Wirjosentono, MS, Ph.D atas kesempatan yang diberikan untuk menjadi mahasiswa Program Magister pada Program Pascasarjana FMIPA Universitas Sumatera Utara.

Terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tinginya ditujukan kepada : 1. Ibu Dr. Tini Sembiring, MS, selaku Pembimbing Utama dan Bapak Prof. Dr. Zul

Alfian, M.Sc, selaku Anggota Komisi Pembimbing yang setiap saat dengan penuh perhatian selalu memberikan bimbingan dan saran dalam penyusunan tesis ini. 2. Bapak Drs. H. Sufrizal Tanjung, M.Si Kepala SMA Negeri 6 Medan yang telah

memberikan kesempatan kepada penulis untuk mengikuti pendidikan pada Program Studi Magister Ilmu Kimia Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Medan.


(8)

3. Bapak Prof. Basuki Wirjosentono, M.S, Ph.D, Prof. Dr. Harry Agusnar, M. Phil, Prof. Dr. Yunanzar Manjang dan Drs. Darwin Yunus Nasution, MS selaku Dosen Pembanding atas segala masukan dan saran yang diberikan untuk penyempurnaan tesis ini.

4. Kepala Pusat Laboratorium Uji Mutu (Lembaga Penelitian Universitas Sumatera Utara) beserta Staf dan Asisten atas fasilitas dan sarana yang diberikan

5. Bapak kepala Pabrik Gula PT. Perkebunan Nusantara II Kuala Madu- Langkat yang telah memberikan izin pengambilan limbah cair.

6. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Kimia Sekolah Pascasarjana USU angkatan 2008 yang telah banyak membantu penulis selama menjalani perkuliahan dan penelitian.

7. Keluarga besar Ayahanda Abdurrahim dan Ibunda Rasmi munir, beserta ibunda mertua Hadisah yang telah memberikan dukungan selama penulisan tesis ini. 8. Akhirnya terima kasih kepada suami tercinta Ir. Besri Nazir dan anak-anak

tersayang Muhammad Arfan, Kania Qaula, Faiz Mutahar dan Fazel Mawla serta seluruh keluarga yang tidak disebutkan namanya satu-persatu, yang dengan penuh kasih sayang, kesabaran dan perhatian memberikan doa restu serta dorongan baik materi maupun moril sehingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih kurang sempurna, oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari pihak pembaca demi kesempurnaan tesis ini. Akhirnya semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi penelitian dan kemajuan Ilmu Pengetahuan demi kemajuan Nusa dan Bangsa.

Medan, 17 Mei 2010 Penulis


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 26 April 1971 di Medan, anak ke-5 dari 7 bersudara dari Abdurrahim dan Rasmi Munir.

Penulis menjalani Sekolah Dasar Swasta Al-ulum Medan tahun 1979-1984. Sekolah Menengah Pertama Swasta Al-Ulum Medan tahun 1984-1987. Sekolah Menengah Atas Negeri 6 Medan tahun 1987-1990. Pada tahun 1991 penulis diterima pada Jurusan Pendikan Kimia/S-1, FMIPA IKIP Medan dan lulus tahun 1996. Pada tahun 1999 diangkat Pemerintah menjadi Guru Pegawai Negeri Sipil di SMA Negeri 3 Binjai sampai 2007. Semenjak tahun 2007 sampai sekarang bertugas di SMA Negeri 6 Medan.

Pada tahun 2008 melanjutkan pendidikan S-2 Program Studi Magister Ilmu Kimia pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (bantuan beasiswa dari Bappeda Provinsi Sumatera Utara) dan lulus dengan gelar Magister Sains tahun 2010.


(10)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK... i

ABSTRACT... ii

KATA PENGANTAR... iii

RIWAYAT HIDUP... v

DAFTAR ISI... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR... ix

DAFTAR LAMPIRAN... x

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1. 1. Latar Belakang ... 1

1. 2. Permasalahan ... 5

1. 3. Pembatasan Masalah ... 5

1. 4. Tujuan Penelitian ... 5

1. 5. Manfaat Penelitian... 5

1. 6. Metodologi Penelitian ……….. 6

1. 7. Lokasi Penelitian ………. 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ………. 7

2. 1. Pendahuluan ………. 7

2. 2. Sumber Pencemaran Air ……….. 8

2. 3. Data Kualitas Air ... 10

2.4. Tawas ... 15

2.5. Aluminium ... 16

2.6. Sulfur ... 17

2.7. Tanaman Tebu ... 18

2.8. Metode Analisis Parameter Air ... 18

BAB III BAHAN DAN METODE 24 3. 1. Bahan-bahan ... 24


(11)

3. 2. Alat-alat ... 24

3. 3. Prosedur penelitian ………. 25

3. 4. Bagan penelitian ... 35

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 44

4. 1. Hasil Analisis Sampel ……… 44

4. 2. Pembahasan ……… 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ………... 64


(12)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman 3.1. Kondisi Parameter Atomic Absorbtion Spectrofotometer

Untuk Al dengan Buck Scientific 205 ………. 29

4.1. Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Aluminium………. 44

4.2 Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan metode Least Square ……….. 45

4.3 Data Hasil Pengukuran Kadar Aluminium ... 48

4.4 Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Sulfida... 49

4.5. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan metode Least Square ... 50

4.6. Data Hasil Pengukuran Kadar Sulfida ... 53

4.7. Data Hasil Pengukuran Nilai BOD5... 55

4.8. Data Hasil Pengukuran Nilai COD... 57

4.9. Data Hasil Pengukuran TSS ... 58


(13)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Reaksi Penambahan Larutan Kapur ……… 15

2.2 Sistematis Ringkas dari Alat SSA ……….. 19

3.4. Bagan Penelitian ………. 35

4.1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Aluminium ……… 47


(14)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1 Perhitungan Nilai BOD5……….. 66

2 Perhitungan Nilai COD……… 72

3 Perhitungan Nilai TSS ... 73

4 Hasil Perhitungan... 74

5 Hasil Perhitungan Debit Air... 75

6 Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Gula... 76

7 Kriteria Mutu Air Berdasarkan Kelas Sesuai dengan PP No. 82 Tahun 2001 ... 77

8 Foto Pengambilan Sampel ... 79

9 Pengukuran pH ... 80

10 Pengukuran BOD5 ... 81

11 Pengukuran COD ... 82

12 Pengukuran Absorbansi Sulfida ... 83


(15)

ANALISIS KANDUNGAN ALUMINIUM (Al), SULFIDA, BOD, COD, TOTAL PADATAN TERSUSPENSI (TSS) DAN pH DARI AIR SUNGAI KAPAL

KERUK DI DESA KARANG ANYER KEC. SECANGGANG KAB. LANGKAT

ABSTRAK

Sungai Kapal Keruk di Kec. Secanggang Kab. Langkat telah lama menjadi sumber air untuk keperluan sehari-hari masyarakat sekitar daerah aliran sungai. Akhir-akhir ini masyarakat mengeluhkan berkurangnya kualitas air karena warna kuning sampai hitam dan berbau tidak sedap. Masyarakat menduga bahwa penyebab berkurangnya kualitas air adalah akibat buangan limbah pabrik gula yang ada di sekitar sungai. Penelitian ingin menguji kualitas air itu berdasarkan parameter ilmiah yang telah diakui yakni Aluminium, Sulfida, BOD, COD, Total Padatan Tersuspensi (TSS), dan pH, dan meneliti kaitan antara keberadaan pabrik gula dengan kualitas air sungai Kapal Keruk.

Pengambilan sampel dilakukan pada limbah cair pabrik gula kwala madu dan dari air sungai Kapal Keruk. Pengambilan sampel dilakukan berdasarkan SNI 06-2412-1991, penentuan nilai Aluminium berdasarkan SNI 06-6989.36-2005, penentuan nilai sulfida berdasarkan SNI 19-7117.7-2005, penentuan nilai BOD berdasarkan SNI 06-2503-1991, penentuan nilai COD berdasarkan SNI 19-4234-1989, penentuan nilai pH berdasarkan SNI 06-6989.11-2004. Dari hasil penelitian diperoleh bahwa air sungai Kapal Keruk telah tercemar sebelum menerima limbah cair Pabrik Gula Kwala Madu. Kata Kunci : Kualitas Air, Sulfida, BOD, COD, TSS, pH, Limbah cair.


(16)

ANALYSIS OF ALUMINIUM, SULFIDE, BOD, COD, TOTAL SUSPENDED SOLID AND pH OF KAPAL KERUK RIVER IN THE VILLAGE OF KARANG

ANYER, DISTRICT OF SICANANG, LANGKAT REGENCY

ABSTRACT

Kapal Keruk,a river situated in Secanggang Distret, Langkat Regency, has been since long used as water source for the dayly consumption of the people living in surrounding areas. Recently, the people complained concerning the decrease of the river water quality due to its yellow or black colour and its unplecesant odor. They think that the decrease of the water quality is presumably caused by the sewage wasted out of a sugar mill there into the river, near the upstream area.

This research is to be earrie out to test the water quality based on the scientific parameter such as aluminium, sulfide, BOD, COD, TSS, dan pH, and to determine the relationship between the existence of the sugar mill with the decrease of the river water quality Kapal Keruk river. Samping was carried out sugar mill, and water of Kapal Keruk river. Sampling was carried out according to SNI 06-2412-1991, Aluminium value determination according to SNI 06-6989.36-2005, Sulfide value determination according to SNI 19-7117.7-2005, BOD value determination according to SNI 06-2503-1991, COD value determination according to SNI 19-4234-1989, pH value determination according to SNI 06-6989.11-2004. The result from research that water of Kapal Keruk has been comtaminated before receiving effluent of sugar mill Kwala Madu


(17)

BAB I PENDAHULUAN

1. 1. Latar Belakang

Air merupakan zat kehidupan, dimana tidak satupun makhluk hidup di planet

bumi ini yang tidak membutuhkan air. Hasil penelitian menunjukkan bahwa 65 – 75% dari berat badan manusia dewasa terdiri dari air. Menurut ilmu kesehatan

setiap orang memerlukan air minum sebanyak 2,5 – 3 liter setiap hari termasuk air yang berada dalam makanan. Manusia bisa bertahan hidup 2 – 3 minggu tanpa makan, tapi hanya 2 – 3 hari tampa air minum. Secara global kuantitas sumberdaya air di bumi relatif tetap, sedangkan kualitasnya makin hari makin menurun.

Secara kuantitas air di bumi ini cukup melimpah, namun sebagian besar berupa air asin di samudera. Dari sekitar 1.386 juta km3 air yang ada di bumi, sekitar juta km3 (2,53%) berupa air tawar di daratan, dan sisanya dalam bentuk gas/ uap. Jumlah air tawar tersebut sebagian besar (69%) berupa gumpalan es dan glasir yang terperangkap di daerah kutub, sekitar 30% berupa air tanah, dan hanya sekitar 1% terdapat dalam sungai, danau dan waduk. Jumlah air lepasan dari semua sungai diperkirakan sebesar 44.500 km3. Sebagian besar air tawar digunakan untuk mengairi daerah irigasi yang diperkirakan seluas 210 juta ha yang tersebar di seluruh dunia. Luas lahan ini akan bertambah terus, khususnya di benua Asia, hingga akan mencapai 450 juta hektar. Teknologi pertanian belum mampu mengurangi kebutuhan tanaman


(18)

1 kilogram bahan organik kering, sementara untuk memproduksi 1 kg beras diperlukan 1 – 2 m3 air. Selain tanaman, manusia dan binatang juga memerlukan air dengan kualitas yang baik dan kuantitas yang cukup (Suripin, 2002).

Pencemaran air pada saat ini sudah sangat besar dan peningkatannya relatif tinggi, hal ini dapat dilihat dari berbagai sungai yang ada di Sumatera, khususnya di daerah langkat seperti kondisi aliran sungai Belengking di kawasan Banbuan/Bantenan Kecamatan Stabat yang bermuara ke sungai Kapal Keruk Kecamatan Secanggang. Secara kasat mata saja warga bisa melihat bahwa air sungai Kapal Keruk tidak sejernih dahulu, selama beberapa bulan terakhir ini, air sungai yang semula jernih menjadi berwarna hitam bila dilihat dari arah timur sungai dan berwarna normal menguning bila dilihat dari arah utara serta mengeluarkan aroma yang tidak sedap (Waspada 27 Maret 2009).

Masyarakat yang berdiam di daerah aliran sungai (DAS) Kapal keruk yang umumnya menggunakan air sungai itu untuk keperluan mandi dan mencuci. Namun setelah terjadi pencemaran, air sungai itu digunakan untuk perikanan dan pertanian. Pencemaran yang terjadi di sungai Kapal keruk hingga kini belum di ketahui asal usulnya. Tetapi masyarakat menduga berasal dari pabrik gula yang berada disekitar sungai tersebut.

Tebu adalah bahan baku dalam pembuatan gula (gula kristal putih), white sugar plantation di pabrik gula. Tahap pertama pengolahan gula adalah ekstraksi sari tebu atau nira. Cairan tebu manis dikeluarkan, dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas (boiler). Nira yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor. Nira yang kotor dibersihkan dengan pengedapan menggunakan kapur (Liming).


(19)

Nira dipanaskan lalu dicampur kapur yang berupa kalsium hidroksida kemudian dimasukkan kedalam tangki pengendapan gravitasi, sebuah tangki penjernih (clarifier). Nira mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan sari tebu yang keluar merupakan sari tebu yang jernih. Kemudian Nira dikentalkan dengan menguapkan air menggunakan uap panas yang dinamakan evaporasi. Selanjutnya nira kental ditempatkan kedalam panci yang sangat besar untuk didihkan dan dilakukan kristalisasi. Gula yang dihasilkan berupa gula kasar, yang biasanya dimurnikan lebih lanjut dengan afinasi, karbonatasi, sulfitasi (www.sucrose.com).

Dalam proses produksi gula setiap musim giling (setahun) dari tanaman tebu yang diproses sampai menjadi gula kasar atau gula murni hingga mempunyai nilai jual yang tinggi, memiliki hasil samping produk berupa limbah cair yang berasal dari air pendingin kondensor baromatik, air pendingin, air proses dari pencucian pada penghilangan warna, pencucian endapan saringan tekan, dan air cuci peralatan pabrik. Limbah cair ditampung dan diendapkan dalam beberapa buah kolam biasanya sampai lima kolam, kolam pertama menampung limbah dari pabrik, dan kolom terakhir merupakan penampung limbah yang dianggap telah aman bagi lingkungan dan selanjutnya di buang ke perairan umum. Limbah cair pabrik gula tebu merupakan hasil dari proses kristalisasi gula tebu yang diantaranya menggunakan belerang (S), melalui penguapan bertingkat pada proses sulfitasi yang akan menyebabkan limbah cair mengandung sulfida.

Tawas (aluminium sulfat) merupakan bahan koagulan yang sering digunakan di pengolahan air minum ataupun pada air buangan domestik dan industri, ini


(20)

disebabkan karena tawas dapat mengurangi konsentrasi warna, bau, kekeruhan. Disamping itu tawas paling ekonomis, mudah diperoleh dipasaran dan mudah penyimpanan. Pemakaian tawas yang berlebih mengakibatkan kandungan aluminium meningkat dalam air sungai.

Aluminium adalah logam yang jika berlebihan akan menggangu kesehatan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1990 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa kadar maksimum untuk air kelas I logam aluminium (Al) 0,2 mg/L.

Untuk mengetahui kualitas air dalam suatu perairan, dapat dilakukan dengan mengamati parameter kimia, fisika, biologi, seperti uji oksigen terlarut (DO), kebutuhan oksigen biokimia (BOD), kebutuhan oksigen kimia (COD), partikel tersuspensi, sulfida, pH, bau rasa dan kekeruhan (Nur Azman, 2006).

Pembuangan bahan kimia maupun pencemar lain kedalam air akan mempengaruhi kehidupan dalam air. Pada air sungai yang telah tercemar ini akan mengalami penurunan terutama dari segi kualitas air. Dan tentunya hal ini akan membahayakan baik untuk konsumsi maupun untuk biota air seperti ikan.

Atas dasar tersebut di atas, peneliti tertarik untuk mengetahui kandungan logam aluminium, sulfida, BOD, COD, total padatan tersuspensi (TSS), dan pH pada air sungai Kapal keruk.


(21)

1. 2. Permasalahan

Permasalahan yang di bahas dalam penelitian ini adalah:

1. Apakah air sungai Kapal Keruk sudah mengalami pencemaran dibandingkan dengan baku mutu?

2. Apakah bahan yang menjadi sumber penyebab pencemaran air sungai Kapal Keruk ada kaitannya dengan limbah dari pabrik gula tebu?

1. 3. Pembatasan Masalah

Dalam penelitian ini parameter yang diukur adalah Aluminium, Sulfida, BOD, COD, TSS, dan pH dari limbah cair pabrik Gula yang berasal dari IPAL dan dari air sungai Kapal Keruk.

1. 4. Tujuan Penelitian

Berdasarkan masalah di atas, maka penelitian ini bertujuan :

1. Untuk mengetahui tingkat pencemaran yang telah terjadi di Sungai Kapal Keruk.

2. Untuk mengetahui ada kaitan pencemaran Sungai Kapal keruk dengan limbah pabrik gula.

1. 5. Manfaat Penelitian

Hasil yang diperoleh dari penelitian diharapkan bermanfaat sebagai bahan informasi tentang kualitas air sungai Kapal keruk bagi masyarakat terutama yang bermukim di pinggiran aliran sungai.


(22)

1. 6. Metodologi Penelitian

1. Jenis penelitian ini adalah eksperimen laboratorium.

2. Pengambilan Sampel diambil pada empat titik lokasi yang berbeda. Titik pertama sampel diambil dari Outlet limbah dari kolam IV ke sawah, titik ke dua dari hulu sungai Kapal Keruk, titik ketiga dari pertemuan limbah ke badan sungai dan titik ke empat dari hilir sungai Kapal Keruk. Sampel air sungai diawetkan terlebih dahulu dengan penambahan HNO3 pekat dengan

berpedoman pada Standart Nasional Indonesia (SNI) 06-6989.36-2005 dan dianalisis kadar Al dengan menggunakan Spektrofotometer Atom (SSA), analisis padatan tersuspensi (TSS) secara gravimetri sesuai SNI 06-6989.3-2004, analisis pH dengan pH meter sesuai SNI 06-6989.11-06-6989.3-2004, analisis BOD secara modefikasi Winkler berdasarkan SNI 06-2503-1991, analisis COD secara titrimetri sesuai SNI 19-4234-1989, analisis sulfida dengan metode Metilen Biru menggunakan spektrofotometer sesuai SNI 19-7117.7-2005.

1. 7. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Pusat Laboratorium Uji Mutu (Lembaga Penelitian USU), sampel diambil dari Unit Pengolahan limbah cair Pabrik Gula PT. Perkebunan Nusantara II Kuala Madu-Langkat.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2. 1. PENDAHULUAN

Air, merupakan sumber daya alam yang dapat memenuhi hajat hidup orang banyak, oleh sebab itu perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi hidup dan kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang dan yang akan datang.

Namun, sebagai akibat dari pesatnya proses pembangunan di segala bidang, baik bidang pertanian, peternakan, industri dan lain-lain, serta laju pertumbuhan penduduk yang sangat cepat seringkali pemanfaatan air tidak lagi dilakukan sebagaimana mestinya. Hal ini memberikan dampak negatif yang tidak sedikit yaitu mempengaruhi baik sifat fisik maupun sifat kimia air, sehingga menurunkan kualitas air.

Menurut PP. No 82 tahun 2001, menurut peruntukannya, air dapat dibagi atas 4 kelas yaitu:

Kelas I : Air yang dapat digunakan sebagai air minum secara langsung, tanpa pengolahan terlebih dahulu.

Kelas II : Air yang dapat digunakan sebagai bahan air minum


(24)

Kelas IV : Air yang dapat digunakan untuk keperluan pertanian, dan dapat dimanfaatkan untuk usaha perkotaan, industri dan pembangkit listrik tenaga air.

2. 2. SUMBER PENCEMARAN AIR

Sumber pencemaran air sangat ditentukan oleh jenis kegiatan serta pemanfaat sumber daya air oleh manusia yang berada disekeliling air tersebut. Kualitas air menjadi menurun sebagai akibat dari masuknya berbagai limbah, baik limbah cair maupun padat kedalam aliran air ataupun danau. Limbah tersebut berasal dari:

1. Daerah pemukiman.

Yaitu berupa limbah domestik. Bahan pencemaran umumnya berupa bahan-bahan organik seperti: karbohidrat, minyak dan lemak, protein dan lain-lain.

2. Daerah pertanian.

Bahan pencemar dapat berupa residu pestisida, pupuk dan lain-lain. 3. Daerah peternakan dan perikanan.

Bahan pencemar umumnya berupa sisa-sisa makanan ternak, kotoran ternak dan lain-lain.

4. Kawasan industri.

Bahan pencemar dapat berupa bahan-bahan organik, unsur-unsur lain seperti logam berat, serta barang berbahaya dan beracun lainnya.

Berbagai kegiatan/industri memang berpotensi menimbulkan pencemaran terhadap kualitas lingkungan termasuk air, oleh sebab itu pemerintah telah menetapkan baku


(25)

mutu limbah cair untuk berbagai jenis kegiatan maupun industri seperti yang diatur pada KEPMEN LH. NO.51/ MENLH/10/1995, yang isinya antara lain perlu dilakukan pengendalian terhadap pembuangan limbah cair ke lingkungan.

Yang dimaksud dengan baku mutu limbah cair adalah batas maksimum nilai-nilai paremeter limbah cair yang diperbolehkan dibuang ke lingkungan (badan air). Sedangkan limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh suatu kegiatan atau industri yang dibuang ke lingkungan dan diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan (air ).

Mutu limbah cair adalah keadaan limbah cair yang dinyatakan dengan debit maksimum, kadar maksimum dan beban pencemaran.

Debit maksimum yaitu : debit tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan.

Kadar maksimum yaitu : kadar tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan.

Beban pencemaran maksimum : beban tertinggi yang masih diperbolehkan dibuang ke lingkungan.

Itulah sebabnya sebelum dibuang ke sistem perairan, limbah cair terlebih dahulu harus diolah pada Instalasi Pengolah Air Limbah (IPAL), sampai kualitas yang dicapai memenuhi persyaratan yang ditetapkan. Namum pada kenyatannya kebanyakan industri maupun kegiatan lain masih membuang begitu saja limbahnya kea badan air, tanpa mengolahnya terlebih dahulu. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya penurunan kualitas air.


(26)

2. 3. DATA KUALITAS AIR

Kulaitas air ditenttukan oleh berbagai parameter antara lain parameter fisik (warna, suhu, total padatan tersuspensi) dan parameter kimia (pH, DO, BOD, COD). Jenis dan jumlah parameter yang dianalisis terhadap suatu badan air sangat tergantung pada jenis kegiatan yang diprakirakan memberikan dampak terhadap badan air tersebut.

2. 3. 1. Parameter Fisik

Ada beberapa parameter fisik yang menentukan kualitas air, antara lain: a. Warna

Air alami, yang sama sekali belum mengalami pencemaran, berwarna bening, atau sering dikatakan tak berwarna. Timbulnya warna disebabkan oleh kehadiran bahan-bahan tersuspensi yang berwarna, ekstrak senyawa-senyawa organik ataupun tumbuh-tumbuhan dan karena terdapatnya mikro organisme seperti plankton, disamping itu juga akibat adanya ion-ion metal alami seperti besi dan mangan. Komponen penyebab warna, khususnya yang berasal dari limbah industri kemungkinan dapat membahayakan bagi manusia mau bagi biota air. Disamping itu warna air juga memberi indikasi terdapatnya senyawa-senyawa organik, yang melalui proses klorinasi dapat meningkatkan pertumbuhan mikro organisme air.

b. Bau dan Rasa

Air alami yang sama sekali belum tercemar dikatakan tidak berbau dan tidak berasa. Air yang berbau sudah pasti menimbulkan rasa yang tidak menyenangkan.


(27)

Adanya bau dan rasa pada air, menunjukkan terdapatnya organisme penghasil bau dan juga adanya bahan-bahan pencemar yang dapat mengganggu kesehatan.

c. Suhu

Dalam setiap penentuan kualitas air, pengukuran suhu merupakan hal yang mutlak dilakukan. Pengukuran suhu air biasanya dilakukan langsung di lapangan. Suhu air yang normal berkisar ± 3 0C dari suhu udara. Peningkatan suhu air bisa disebabkan oleh berbagai hal, antara lain, air (sungai) yang dekat dengan gunung berapi, ataupun akibat adanya pembuangan limbah cair yang panas ke badan air. Disamping itu adanya limbah bahan organik, yang lebih lanjut mengalami proses degradasi baik secara biologis maupun kima, seringkali meningkatkan suhu air. Kenaikan suhu air dapat mengakibatkan kelarutan oksigen dalam air menjadi berkurang, sehingga konsumsi oksigen oleh biota air juga menjadi terganggu .

d. Total padatan Tersuspensi (Total Suspended Solid,TSS)

Total padatan tersuspensi adalah bahan-bahan tersuspensi (diameter >1µm) yang tertahan pada saringan millipore dengan diameter pori 0,45 µm. TSS terdiri atas lumpur dan pasir halus serta jasad-jasad renik terutama yang disebabkan oleh kikisan tanah atau erosi yang terbawa ke dalam badan air. Materi yang tersuspensi mempunyai dampak buruk terhadap kualitas air karena mengurangi penetrasi matahari ke dalam badan air, kekeruhan air meningkat yang menyebabkan gangguan pertumbuhan bagi organisme produser.


(28)

2. 3. 2. Parameter Kimia

Ada banyak parameter kimia yang menentukan kualitas air, namun yang umum ada beberapa parameter, diantaranya:

a. pH

pH menunjukkan kadar asam atau basa dalam suatu larutan melalui konsentrasi/aktifitas ion hidrogen (H+). Secara matematis dinyatakan sebagai:

pH = - log (H+).

H+ selalu ada dalam keseimbangan yang dinamis dengan air(H2O) yang membentuk

suasana untuk semua reaksi kimiawi yang berkaitan dengan masalah pencemaran air, dimana sumber ion hidrogen tidak pernah habis.

H+ tidak hanya merupakan unsur molekul H2O saja, tetapi juga merupakan unsur

banyak senyawa lain. Dalam air murni, banyaknya molekul H2O yang terionkan ada

sebanyak 10-7, sehingga pH air dikatakan 7. Bila konsentrasi ion hidrogen bertambah, maka nilai pH akan turun dan larutan disebut bersifat asam. Sebaliknya, jika konsentrasi ion hidrogen berkurang, menyebabkan nilai pH naik dan larutan disebut bersifat basa.

pH yang ideal bagi kehidupan biota air adalah antara 6,8 sampai 8,5. pH yang sangat rendah, menyebabkan kelarutan logam-logam dalam air makin besar, yang bersifat toksik bagi organisme air, sebaliknya pH yang tinggi dapat meningkatkan konsentrasi amoniak dalam air yang juga bersifat toksik bagi organisme air.

pH air biasanya ditentukan langsung di lapangan dengan alat pH-meter, atau dapat juga dengan kertas pH.


(29)

b. Oksigen terlarut (DO)

Adanya oksigen terlarut dalam air adalah sangat penting untuk kelangsungan kehidupan ikan dan organisme air lainnya yaitu untuk proses respirasi. Kemampuan air untuk membersihkan pencemaran secara alamiah banyak tergantung pada cukup tidaknya kadar oksigen terlarut. Adanya oksigen terlarut dalam air berasal dari udara dan dari proses fotosintesa tumbuh-tumbuhan air. Kelarutan oksigen dalam air, tergantung pada temperatur, tekanan atmosfer dan kandungan mineral dalam air. Kelarutan maksimum oksigen dalam air, pada suhu 00C yaitu sebesar 14,16 mg/L. Sejalan dengan meningkatnya suhu, maka konsentrasi oksigen dalam air akan berkurang.

Ada dua metode yang umum digunakan untuk analisa oksigen terlarut dalam air yaitu dengan metode titrasi cara Winkler dan metode elektrokimia dengan alat DO-meter. c. BOD

Angka BOD (Biochemical Oxygen Demand) atau disebut juga Kebutuhan Oksigen Biokimiawi adalah suatu analisa empiris yang mencoba mendekati secara global proses-proses mikrobiologis yang sebenarnya terjadi di dalam air.

Angka BOD adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme aerobik untuk menguraikan hampir semua zat organik yang terlarut maupun yang tersuspensi di dalam air. Pengukuran BOD diperlukan untuk menentukan beban pencemaran akibat air buangan penduduk ataupun industri dan untuk mendesain sistim pengolahan biologis bagi air yang tercemar tersebut. Penguraian zat organik adalah proses alamiah, yang kalau suatu badan air dicemari oleh zat organik maka selama proses penguraiannya mikroorganisme dapat menghabiskan oksigen terlarut dalam air


(30)

tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan kematian ikan-ikan dalam air. Disamping itu kehabisan oksigen dapat mengubah keadaan menjadi anaerobik sehingga dapat menimbulkan bau busuk.

Pengukuran BOD didasarkan atas reaksi oksidasi zat organik oleh oksigen dalam air, dan proses tersebut berlangsung disebabkan adanya bakter aerobik. Menurut penelitian, untuk supaya 100% bahan organik terurai, diperlukan waktu kira-kira 20 hari. Namun dalam waktu 5 hari, pada temperatur inkubasi 20 0C, bahan organik yang dapat diuraikan mencapai 75%, sehingga waktu ini sudah dianggap cukup. Maka timbullah istilah BOD520 dapat ditentukan dengan mencari selisih antara harga DO0

-DO5 dengan metode Azida modifikasi.

d. COD

Angka COD (Chemical Oxygen Demand) atau Kebutuhan Oksigen Kimiawi adalah jumlah O2 (mg) yang dibutuhkan untuk mengoksidasi total zat-zat organik

yang terdapat dalam 1 liter sampel air. Angka COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh total zat-zat organik baik yang dapat diuraikan secara biologis, maupun yang hanya dapat diuraikan dengan proses kimia.

Analisa COD berbeda dengan analisa BOD, namun perbandingan antara angka COD dengan angka BOD dapat ditetapkan. Secara umum perbandingan BOD5/COD = 0,40

– 0,60. Pengukuran COD dilakukan dengan metode refluks – titrimtri.


(31)

Tawas (Alum) adalah sejenis koagulan dengan rumus kimia Al2(SO4)3.11 H2O

atau 14 H2O atau 18 H2O, umumnya yang digunakan adalah 18 H2O. Tawas

merupakan bahan koagulan yang paling banyak digunakan, karena bahan ini paling ekonomis,mudah diperoleh di pasaran serta mudah penyimpanannya. Jumlah pemakaian tawas tergantung kepada turbidity (kekeruhan) air baku. Semakin tinggi turbidity air baku maka semakin besar jumlah tawas yang dibutuhkan. Pemakaian tawas juga tidak terlepas dari sifat-sifat kimia yang dikandung oleh air baku tersebut. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:

Al2(SO4)3 2 Al3 + 3 (SO4)-2

Air akan mengalami:

H2O H+ + OH-

selanjutnya

2Al +3 + 6OH- 2 Al(OH)3

Selain itu akan dihasilkan asam

3 (SO4)-2 + 6H+ 3H2SO4

Dengan demikian makin banyak dosis tawas yang ditambahkan maka pH akan semakin turun, karena dihasilkan asam sulfat. Apabila alkalinitas alami dari air tidak seimbang dengan dosis tawas perlu ditambahkan alkalinitas, biasanya ditambahkan larutan kapur (Ca(OH)2) atau (Na2CO3). Reaksi yang terjadi:

Al2(SO4)3 + 3Ca(HCO3)2 2 Al(OH)3 + 6CO2

Al2(SO4)3 + 3Na2CO3 + 3H2O 2Al(OH)3 + 3 Na2SO4 + 3CO2


(32)

Gambar 2. 1. Reaksi penambahan larutan kapur

Koagulan yang berbasis aluminium seperti aluminium sulfat dan poly aluminium klorida yang digunakan pada pengolahan air minum untuk memperkuat penghilangan materi partikulat, kolloidal dan bahan-bahan terlarut lainnya melalui proses koagulasi. Pemakaian alum sebagai koagulan dalam pengolahan air, sering menimbulkan konsentrasi aluminium yang lebih tinggi dalam air yang diolah dari pada dalam air mentah itu sendiri (Srinivasan).

2. 5. Aluminium

Aluminium merupakan logam yang paling banyak di dunia, ditemukan dalam tanah, dalam air dan udara. Sekitar 6% kerak bumi terdiri dari aluminium. Elemen ini adalah logam paling berlimpah yang secara alami terdapat di udara’ tanah dan air. Oleh karena itu, eksposur lingkungan terhadap aluminium adalah memungkinkan secara potensial. Perannya tidak bisa dihindari karena senyawa-senyawa aluminium ditambahkan bukan hanya ke suplai air tapi juga kebanyak makanan dan obat yang di proses (Tony Sarvinder Singh). Sifat-sifat kimia dan fisiknya membuatnya ideal untuk berbagai jenis pemakaian. Misalnya, aluminium dan senyawa-senyawanya sering digunakan dalam makanan sebagai aditif, dalam obat-obatan (misalnya antacid), dalam produk konsumen (misalnya alat-alat masak dan aluminium foil) dan dalam pengujian air minum (misalnya koagulan). Karena aluminium sangat pervasif dalam lingkungan, pada titik yang tidak bisa dihindari, maka pengaruhnya terhadap manusia menunjukkan hubungan antara intake aluminium dan dementia neurologis


(33)

pada pasien dialisis ginjal (encephalopati dialisis). Akhir-akhir ini publik dan media telah memperhatikan efek buruk yang mungkin dari aluminium terhadap kesehatan manusia, termasuk perannya dalam penyakit Alzheimer, penyakit Parkison dan Sclerosis lateral amyotropik (Lou Gehrings disease), juga mengenai resiko potensial terhadap bayi yang minum formula bayi yang mengandung aluminium.

2. 6. Sulfur

Sulfur atau belerang adalah unsur kimia di dalam sistim periodik yang mempunyai simbol S dan nomor atom 16. Sulfur bukan logam multivalen yang berlimpah, tanpa rasa dan tanpa bau. Sulfur, dalam bentuk aslinya, adalah satu kristal padat yang berwarna kuning. Dalam alam ia ditemukan dalam bentuk unsur murni atau dalam bentuk mineral sulfida atau sulfat. Ia merupakan unsur penting untuk kehidupan dan ditemukan dalam dua asam amino. Secara komersilnya, sulfur digunakan terutama dalam baja dan juga digunakan secara meluas dalam mesiu, korek api, racun serangga dan racun jamur.

Hidrogen sulfida (H2S) dikenal dengan nama sulfana, sulfur hidrida, gas asam (sour

gas), sulfurated hydrogen, asam hidrosulfurik, dan gas limbah (sewer gas). Asam sulfida merupakan gas yang tidak berwarna, beracun, mudah terbakar dan berbau seperti telur busuk. Gas ini dapat timbul dari aktivitas biologis ketika bakteri mengurai bahan organik dalam keadaan tanpa oksigen (aktivitas anaerobik), seperti di rawa, dan saluran pembuangan kotoran. Gas ini juga muncul pada gas yang timbul dari aktivitas gunung berapi dan gas alam.


(34)

2. 7. Tanaman Tebu

Tebu adalah tanaman yang ditanam untuk bahan baku gula. Tanaman ini hanya dapat tumbuh di daerah beriklim tropis. Tanaman ini termasuk jenis rumput-rumputan. Umur tanaman sejak ditanam sampai bisa dipanen mencapai kurang lebih 1 tahun. Di Indonesia tebu banyak dibudidayakan di pulau Jawa dan Sumatra.

Untuk pembuatan gula, batang tebu yang sudah dipanen diperas dengan mesin pemeras (mesin peras) di pabrik gula. Sesudah itu, nira atau air perasan tebu tersebut disaring, dimasak, dan diputihkan sehingga menjadi gula pasir yang kita kenal. Dari proses pembuatan tebu tersebut akan dihasilkan gula 5%, ampas tebu 90% dan sisanya berupa tetes (molasse) dan air.

2. 8. Metode Analisis Parameter Air

2. 8. 1. Spektrofotometer Serapan Atom (SSA)

Pada kondisi tertentu setiap zat-zat kimia mampu mengabsorpsi dan memisahkan radiasi.prinsip tersebut diringkas oleh Hukum Kirchoff (1859). Para sarjana kini dapat menggunakan prinsip ini seratus tahun kemudian, ketika A. Waish (1995) dari australia menetapkan prinsip tersebut untuk menentukan elemen-elemen kimia dengan Spektrum Serapan Atom (SSA).

Sejak dipekernalkan oleh A. Waslh metode SSA telah mengalami perkembangan yang sangat pesat dan sampai saat ini dapat menentukan hampir keseluruhan unsur logam yang terdapat dalam Jadwal Berkala (tabel periodik).


(35)

Analisis SSA merupakan metode analisis untuk penentuan unsur atom dalam keadaan gas (keadan dasar) bedasarkan serapan-serapan sinar yang mempunyai jarak gelombang tertentu.

Kelebihan SSA adalah dapat menetukan logam dalam skala kualitatif karena lampunya untuk setiap sampel tidak sama (untuk setiap logam Cd hanya dapat digunakan lampu katoda Cd).

2. 8. 1. 2. Skema peralatan Spektrofotometer Serapan Atom

A B C D E F Gambar 2.2. Sistematis ringkas dari alat SSA

A. Lampu katoda berongga

Lampu katoda berongga merupakan sumber sinar yang memancarkan spektrum dari unsur logam yang akan dianalisa (setiap logam yang memiliki lampu khusus untuk logam tersebut).

B. Chopper

Mengatur sinar yang dipancarkan. C. Tungku

Tempat pembakaran (untuk memecahkan larutan sampel pada tetesan halus dan meleburkannya ke dalam nyala untuk diatomkan).


(36)

D. Monokromator

Mendispersi sinar yang ditransmisikan oleh atom. E. Detektor

Mengukur sinar yang ditransmisikan dan memberikan signal sebagai respon terhadap sinar yang diterima.

F. Rekorder

Untuk membaca nilai absorbansi (Khopkar, S.M.2002)

2. 8. 1. 3. Kegunaan Spektrofotometer Serapan Atom dalam Analisis Kimia Sejak diperkenalkan oleh A. Walsh (1995) metode spektrofotometer serapan atom (SSA) telah mengalami perkembangan yang sangat pesat. Sampai saat ini telah digunakan untuk mendeteksi (menganalisis) hampir keseluruhan unsur-unsur logam yang tardapat dalam sistim periodik unsur. Metode SSA digunakan untuk menganalisis sampel yang terdapat di dalam bentuk bahan-bahan biologi, pertanian, makanan dan minuman, air tanah, pupuk, besi baja dan juga bahan-bahan pencemar lingkungan. Pada tahun terakhir ini alat SSA semakin sensitif dan canggih dan dapat digabungkan dengan komputer dalam pengolahan datanya.

2. 8. 2. Analisis Titrimetri

Analisis titrimetri merupakan analisis kimia kuantitatif yang dilakukan dengan menetapkan volume suatu larutan yang kosentrasinya diketahui dengan tepat yang diperlukan untuk bereaksi secara kuantitatif dengan larutan dari zat yang akan


(37)

ditetapkan. Larutan dengan kosentrasi yang diketahui dengan tepat disebut larutan standar.

Larutan standar ditambahkan dari dalam sebuah buret. Proses penambahan larutan standar sampai reaksi tepat lengkap bereaksi, disebut titrasi, dan zat yang akan ditentukan konsentrasinya disebut dititrasi. Titik pada saat reaksi itu tepat lengkap bereaksi disebut titik ekivalen (Vogel, 1994).

2. 8. 3. pH Meter

pH Meter merupakan suatu alat yang berguna untuk mengukur pH larutan. pH meter dapat juga digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi asam basa penganti indikator. Alat ini dilengkapi dengan elektroda gelas dan elektroda kalomer (SCE) atau gabungan dari keduanya/elektroda kombinasi (Sumar, 1995).

pH meter sebelum dipakai dikalibrasikan terlebih dahulu dengan menggunakan larutan buffer pH 7. Elektroda pH meter dicelupkan ke dalam buffer 7, kemudian skala pH meter disesuaikan, dan setelah itu dibilas dengan akuades. Sampel dituangkan kedalam beaker gelas dan dicelupkan elektroda ke dalamnya, sampai angka yang tertera tidak berubah.

3. 8. 4. Analisis Spektrofotometer Sinar Tampak

Spektrofotometri merupakan suatu metoda analisis yang didasarkan pada pengukuran serapan sinar monokromatis oleh suatu lajur larutan berwarna pada


(38)

panjang gelombamg spesifik dengan menggunakan monokromator prisma atau kisi difraksi dengan fototube.

Spektrofotometer adalah alat untuk mengukur transmitan atau absorban suatu sampel sebagai fungsi panjang gelombang. Sedangkan pengukuran menggunakan spektrofotometer ini, sering disebut dengan spektrofotometri.

Spektrofotometer sinar tampak adalah pengukuran panjang gelombang dan intensitas sinar tampak yang diabsorbsi oleh sampel. Sinar tampak memiliki energi yang cukup untuk mempromosikan elektron pada kulit terluar ke tingkat energi yang lebih tinggi. Spektrofotometer sinar tampak digunakan untuk molekul dan ion anorganik atau komplek di dalam larutan. Pengukuran sinar tampak pada panjang gelombang 400-800 nm. Absorbsi sinar oleh larutan mengikuti hukum Lambert-Beer (Dachriyanus, 2004).

Hukum Beer : Absorbans, log (Po/P), radiasi monokromatik berbanding lurus dengan konsentrasi sutu spesies penyerap dalam larutan.

Hukum Bouguer (Lambert) : Bayangkan suatu medium penyerap yang homogen dalam lapisan-lapisan yang sama tebal. Tiap lapisan menyerap radiasi monokromatik yang memasuki lapisan itu dalam fraksi yang sama seperti lapisan-lapisan lain. Dengan semuanya yang lain sama, maka absorbans itu berbanding lurus dengan panjang jalan yang melewati medium.

Gabungan Hukum Bouguer-Beer, sering di tuliskan sebagai: A = abc atau A = εbc dengan A = absorbans


(39)

ε = absorpsivitas molar (jika konsentrasi dalam molar) dengan satuan M

-1

cm-1

a = absorpsivitas (jika konsentrasi dalam %b/v) dituliskan E1%1cm

b = panjang jalan/kuvet

c = konsentrasi ( dalam molar atau %b/v)

Spektra absorpsi sering diyatakan dalam %T maupun dalam bentuk A (absorbansi). Maka, A = – log (%T)

A = log (Po/P), Po adalah daya cahaya masuk dan P adalah daya yang diteruskan


(40)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3. 1. Bahan-Bahan

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah Kertas saring Whatman, NaOH (p. a. merck), Kanji (p. a. merck), Larutan natrium tiosulfat (p. a. merck), Aquades, Iodine alkalin Azida (p. a. merck), Asam sulfat pekat (p.a merck), Mangan sulfat (p. a. merck), Kalium Dikromat (p. a. merck), Perak Sulfat (p. a. merck), Ferro Ammonium Sulfat (p. a. merck), Asam Nitrat Pekat (p. a. merck), Larutan amin – N, N dimethyl 1,4 phenylene diamine (p. a. merck)

3. 2. Alat-alat

Peralatan untuk melakukan reaksi terbuat dari alat gelas yang dirancang sesuai kebutuhan antara lain : Neraca analitik (Chyo), Botol Winkler (Sibata), Buret (Pyrex), Inkubator (Sibata), Pemanas Listrik (Fisher), Termometer, Pipet volumetric (Pyrex), pH meter (Hanna Instrument), Corong (Pyrex), Erlenmeyer (Pyrex), Oven (Fisher), Labu refluks (Pyrex), Spektrofotometer Sinar Tampak (Spek - 300) dan Spektrofotometer Serapan Atom (Buck Scientific seri 205)


(41)

3. 3. Prosedur Penelitian

3. 3. 1. Penyediaan Bahan Pereaksi

Prosedur penyediaan bahan pereaksi mengacu pada prodesur penyediaan bahan pada Standard Methods For Examination of Water and Wastewater sebagai berikut :

- Larutan Mangan Sulfat

D i l a r u t k a n 4 8 0 g M n S O4. 4 H2O d e n g a n a i r suling ke dalam labu ukur

1000 mL, ditepatkan sampai tanda tera. - Larutan Alkali Yod Azida

Dilarutkan 500 g NaOH atau 700 g KOH dan 135 g Nal atau 150 g KI dengan air suling, diencerkan sampai 1000 mL. Ditambahkan larutan . Ditambahkan larutan 10 g NaN3 dalam 40 mL air suling.

- Larutan Kanji (Amilum/ Kanji)

Dilarutkan 2 g amilum dan 0,2 g asam salisilat, HOC6H4COOH

sebagai pengawet dalam 100 mL air suling yang dipanaskan (mendidih). - Asam Sulfat 6 N

Dicampurkan 1(satu) bagian volume asam sulfat pekat kedalam 5 bagian air suling.

- Larutan Sodium Thiosulfat 0,025 N

Ditimbang 6,205 g Na2S2O3.5H2O dan dilarutkan dengan air suling yang telah

dididihkan (bebas oksigen), tambahkan 1,5 mL NaOH 6 N atau 0,4 g NaOH dan dincerkan hingga 1000 mL. Dilakukan standarisasi dengan larutan kalium dikromat.


(42)

- Larutan Baku Kalium Dikromat, K2Cr2O7 0,025 N

Dilarutkan 1,205 g K2Cr207 (yang telah dikeringkan pads 150°C selama 2

jam dengan air suling dan tepatkan sampai 1000 mL.

- Penetapan Larutan Thio Sulfat Dengan Kalium Dikromat

a) Dipipet 20 mL K2Cr2O7 ke dalam erlemeyer 250 mL, diencerkan

dengan air suling kira-kira 100 mL, ditambakan 2 g KI murni dan 10 mL H2SO4 4 N. Kemudian dikocok dan disimpan ditempat yang gelap

selama 5 menit.

b) Dititrasi dengan larutan natriumtiosulfat yang akan distandarkan. Bila warna kuning akan hilang ditambahkan 2 mL kanji. Dititrasi sampai warna biru baru muncul.

c) Hitung normalitas larutan Na2S203 dengan rumus sebagai berikut

V1 x N1 = V2 x N2

dengan pengertian : N1 adalah normalitas Na2S203

V1, adalah mL Na2S203;

V2 adalah mL kalium dikromat yang digunakan;

N2 adalah normalitas larutan kalium dikromat

- Pembuatan Larutan Baku Logam Aluminium (Al) 100 mg/L

Dengan menggunakan pipet diambil 10 mL larutan induk logam Aluminium (Al) 1000 mg/L dan dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, kemudian ditambahkan aquaadest sampai tanda batas.

- Pembuatan Larutan Baku Logam Aluminium (Al) 10 mg/L


(43)

mg/L dan dimasukan kedalam labu ukur 500 mL, kemudian ditambahkan aquadest sampai tanda batas.

- Pembuatan Larutan Standar Logam Aluminium

Dengan menggunakan pipet diambil 0 mL; 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5 mL larutan baku Aluminium (Al) 10 mg/L kedalam labu ukur 100 mL, lalu ditambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda batas, sehingga diperoleh konsentrasi logam Aluminium 0,0 mg/L; 0,05 mg/L; 0,1 mg/L; 0,15 mg/L; 0,2 mg/L dan 0,25 mg/L. Kemudian nilai absorbansinya diukur dengan Alat Atomic Absorbtion Spectrofotometric pada panjang gelombang 309,3 nm.

- Pembuatan Larutan p-aminodimetilanilin

Ditimbang 0,2 gram p-aminodimetilanilin dihidroklorida dilarutkan dengan asam sulfat (1,3) sehingga volume 100 mL.

- Pembuatan Larutan ferri klorida 1 %

Ditimbang 1 gram feri klorida dilarutkan dengan akuades sehingga volume 100 mL

- Pembuatan Larutan Baku Sulfida 10 mg/L

Dengan Menggunakan pipet diambil 50 mL larutan baku sulfida 100 mg/L dan dimasukkan kedalam labu ukur 500 mL, kemudian ditambahkan aquades sampai tanda batas

- Pembuatan Larutan Standar Sulfida

Dengan menggunakan pipet tetes diambil larutan sulfida 10 mg/L sebanyak 0ml; 1 mL; 2mL; 3mL; 4mL; 5mL dimasukkan kedalam labu ukur 100 mL, lalu diencerkan sampai tanda batas.Sehingga diperoleh konsentrasi sulfida 0,0 mg/L;


(44)

0,1 mg/L; 0,2 mg/L;0,3 mg/L; 0,4 mg/L; 0,5 mg/L.

3. 3. 2. Metode Pengambilan Sampel

Metode pengambilan sampel dilakukan sesuai dengan metode pengambilan sampel untuk uji kualitas air pada SNI 06-2412-1991.

3. 3. 3. Prosedur Pengukuran Sampel 3. 3. 3. 1. Prosedur Pengukuran Aluminium - Pembuatan Kurva Standar Aluminium

1. Dengan menggunakan pipet diambil 0 mL; 0,5 mL; 1 mL; 1,5 mL; 2 mL; 2,5 mL larutan baku Aluminium (Al) 10 mg/L kedalam labu ukur 100 mL.

2. Ditambahkan larutan pengencer sampai tepat tanda batas, sehingga diperoleh konsentrasi logam Aluminium 0,0 mg/L; 0,05 mg/L; 0,1 mg/l; 0,15 mg/L; 0,2 mg/L dan 0,25 mg/L.

3. Kemudian nilai absorbansinya diukur dengan Alat Atomic Absorbtion Spectrofotometric pada panjang gelombang 309,3 nm.

- Prosedur Preparasi Alat AAS

1. Alat Atomic Absorbtion Spectrofotometric (AAS) dioptimalkan sesuai petunjuk penggunaan alat.


(45)

Tabel 3.2. Kondisi Parameter Atomic Absorbtion Spectrofotometer (AAS) untuk Unsur Al denga Buck Scientific 205

No Parameter Spesifikasi

1 Panjang Gelombang 309,3

2 Tipe Nyala N2O asetilen

3 Lebar Celah 0,7 4 Lampu Katoda 10 mA

Sumber : Petunjuk penggunaan alat AAS Type Buck (Scientific seri 2005)

- Prosedur Pengukuran Sampel

1. 50 mL sampel dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 mL.

2. Ditambahkan Ditambah 5 mL HNO3(p) dan Dipanaskan hingga volume 15–20

mL.

3. Kemudian disaring dan filtratnya diimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL. 4. Ditambahkan aquades hingga garis tanda.

5. Diukur absorbansinya dengan spektofotometri serapan atom pada λ = 309,3 nm

3. 3. 3. 2. Prosedur Pengukuran Sulfida - Pembuatan Larutan Standar Sulfida

Dengan menggunakan pipet tetes diambil larutan sulfida 10 mg/L sebanyak 10 mL; 20 mL; 30mL dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL, lalu diencerkan sampai tanda batas. Sehingga diperoleh konsentrasi sulfida 1,0 mg/L; 2,0 mg/L; 3,0 mg/L,


(46)

kemudian dibaca absorbannya dengan spektofotometri sebesar 670 nm.

- Prosedur Pengukuran Sampel

1. Sampel disaring dengan kertas saring Whatman No. 1.

2. Ke dalam labu takar 25 mL dimasukkan 10 mL sampel yang telah disaring. 3. Kemudian ditambahkan 2 mL larutan p-aminodimetilanilin dan 1 tetes larutan

ferri klorida.

4. Ditambahkan air suling hingga garis tanda selanjutnya dihomogenkan dan didiamkan selama 30 menit.

5. Kemudian diambil 10 mL larutan sampel masukkan dalam kuvet yang bersih dibaca dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm.

3. 3. 3. 3. Prosedur Pengukuran BOD5

- Pengukuran Nilai BOD5 dari Larutan Pengencer.

1. Kedalam 2 botol Winkler yang bersih, dituang dengan hati-hati larutan pengencer sampai penuh, kemudian ditutup, lalu disimpan dalam inkubator (suhu 20oC ± 1 oC) selama kira-kira 1 jam.

2. Satu botol Winkler tersebut lalu disimpan terus didalam inkubator (suhu 20oC ± 1 oC) selama 5 hari. Botol satu lagi dikeluarkan untuk analisis DOo.

3. Tutup botol Winkler untuk penentuan DOo dibuka kembali, lalu ditambahkan

1 mL MnSO4 dan 1 mL alkali iod azida, kemudian botol Winkler ditutup dan

dikocok dengan membolak-balikkan botol.


(47)

5. Dipindahkan bagian larutan yang jernih dengan menggunakan pipet ke dalam gelas Erlenmeyer 250 mL.

6. Pada botol Winkler yang berisi endapan putih kecoklatan, ditambahkan 1 mL asam sulfat pekat, kemudian botol Winkler ditutup dan dikocok kembali. 7. Larutan dalam botol Winkler dituang secara kuantitatif kedalam gelas

Erlenmeyer 250 mL, diaduk dan dititrasi dengan larutan natrium tiosulfat 0,0250 N sehingga terjadi warna kuning pucat.

8. Ditambah ± 1 mL Indikator kanji sehingga akan timbul warna biru. Dilanjutkan titrasi dengan natrium tiosulfat 0,0250 N, sehingga warna biru hilang pertama kali.

9. Untuk penentuan DO5 dilakukan pekerjaan 3 s/d 8 pada larutan pengencer

yang telah di inkubasi selama 5 hari dalam inkubator. 10.Perlakuan ini dilakukan sebanyak 3 kali.

- Pengukuran Nilai BOD5 Dari Sampel

1. Ke dalam 2 botol Winkler yang bersih, dituang dengan hati-hati masing-masing sampel yang telah diencerkan dengan larutan pengencer sampai penuh, kemudian ditutup, lalu disimpan dalam Inkubator (suhu 20oC ±1oC) selama kira-kira 1 jam.

2. Selanjutnya untuk penentuan DO0 dan DO5 dari sampel dilakukan prosedur


(48)

3. 3. 4. Prosedur Pengukuran COD

1. Sampel yang telah diencerkan dihomogenkan

2. Dipipet 50 mL sampel kemudian dipindahkan secara kuantitatif ke dalam gelas Erlemeyer COD 500 mL.

3. Ditambahkan 10 mg asam sulfamat untuk menghilangkan gangguan nitrit, diaduk selama 1 menit.

4. Gelas Erlenmeyer COD didinginkan dalam pendingin es, kemudian ditambahkan 1 g serbuk merkuri sulfat, 4 butir batu didih dan 5 mL larutan perak sulfat-asam sulfat dengan hati-hati sambil diaduk.

5. Ditambahkan 25 mL larutan baku kalium bikromat 0,250 N sedikit demi sedikit sambil diaduk sehingga larutan homogen.

6. Ditambahkan 70 mL larutan perak sulfat-asam sulfamat sedikit demi sedikit sambil diaduk dan dijaga suhu larutan tidak lebih dari 500C.

7. Gelas Erlemeyer COD diangkat dari pendingin es, kemudian ditempatkan diatas pemanas listrik dan dihubungkan dengan kondesor air, kemudian direfluks selama 2 jam

8. Gelas Erlenmeyer COD dibiarkan hingga dingin, kemudian dibilas bagian dalam kondesor dengan 25 mL air suling

9. Gelas Erlemeyer COD dilepas dari kondesor, kemudian ditambahkan air suling sebanyak 175 mL dan diaduk sehingga homogen

10. Ditambahkan 2-3 tetes indikator feroin, selanjutnya kelebihan kalium bikromat dititrasi dengan larutan baku fero ammonium sulfat 0,25 N sampai terjadi perubahan warna yang jelas dari hijau-biru menjadi coklat


(49)

kemerah-merahan.

11. Dilakukan 1 s/d 10 untuk penetapan blanko 12. Perlakuan di atas dilakukan sebanyak 3 kali

3. 3. 3. 6. Prosedur Pengukuran TSS

1. Filter kertas dipanaskan di oven pada suhu ± 105oC selama 1 jam.

2. Kemudian didinginkan dalam desikator selama 15 menit lalu ditimbang dengan cepat. Pemanasan diulangi sampai diperoleh berat konstan atau kehilangan berat sesudah pemanasan ulang kurang dari 0,5 mg.

3. 100 mL sampel yang sudah dihomogenkan, dipindahkan secara kuantitatif ke dalam corong penyaring yang sudah ada filter kertas didalamnya.

4. Kemudian disaring dengan sistim vakum.

5. Filter diletakkan di atas cawan arloji, kemudian dimasukkan ke dalam oven, kemudian dipanaskan pada suhu 105oC selama 1 jam.

6. Filter kertas didinginkan dalam desikator selama 15 menit, kemudian ditimbang dengan cepat.

7. Diulangi pemanasan dan penimbangan sampai beratnya konstan atau berkurangnya berat sesudah pemanasan ulang, kurang dari 0,5 mg. 8. Perlakuan diulangi sebanyak 3 kali.


(50)

3. 3. 3. 7. Prosedur Pengukuran pH

1. Sebanyak ± 20 mL sampel dimasukkan ke dalam gelas beaker 50 mL. 2. pH meter dikalibrasi dengan larutan buffer pH = 4, pH = 7, pH = 10. 3. Diukur pH sampel dengan mencelupkan elektroda dari pH meter. 4. Dibaca nilai pH yang ditunjukkan oleh alat pH meter.


(51)

3. 4. Bagan Penelitian 3. 4. Bagan Penelitian

3. 4. 1. Prosedur Pengukuran Aluminium 3. 4. 1. Prosedur Pengukuran Aluminium

– Bagan Pembuatan Kurva Kalibrasi Aluminium – Bagan Pembuatan Kurva Kalibrasi Aluminium

Ditambahkan aquades tepat tanda batas Larutan baku Aluminium 100 mg/L

50 mL larutan standar 100 mg/L dimasukan ke dalam labu ukur 500 mL

Larutan baku Aluminium 10 mg/L

0,5;1,0 mL ; 1,5 mL ; 2,0 dan 2,5 mL Masing-masing ke dalam labu ukur 100 mL

Larutan standar aluminium (Al) konsentrasi 0,05 ; 0,10 ; 0,15 dan 0,20 mg/L

Hasil

Ditambahkan aquades tepat tanda batas 10 mL larutan induk logam aluminium 1000 mg/L

dimasukkan ke dalam labu ukur 100 mL

Ditambahkan aquades tepat tanda batas Mengukur larutan standar Aluminium (Al) dengan panjang gelombang 535 mm Membuat kurva kalibrasi


(52)

– Pengukuran Aluminium Sampel

50 ml sampel

Filtrat Residu

Dimasukkan ke dalam labu ukur 50 ml Ditambahkan aquades hingga garis tanda

Diukur absorbansinya dengan spektofotometri serapan atom pada λ = 309,3 nm

Hasil

Dimasukkan ke dalam Erlenmeyer 100 ml Ditambah 5 ml HNO3(p) dan Dipanaskan hingga

volume 15 – 20 ml Disaring


(53)

3. 4. 2. Prosedur Pengukuran Sulfida – Pembuatan Kurva Standar Sulfida

Larutan Standar

Hasil

Ditambah 2 ml p-aminodimetilanilin Ditambah 1 tetes feriklorida

Ditambah air suling hingga garis tanda Dibiarkan selama 30 menit

Dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm

Dimasukkan ke dalam labu takar 25 ml

– Pengukuran Sulfida Sampel

10 ml sampel yang telah disaring

Ditambah 2 ml p-aminodimetilanilin Ditambah 1 tetes feriklorida

Ditambah air suling hingga garis tanda Dibiarkan selama 30 menit

Dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 670 nm


(54)

3. 4. 3. Prosedur Penentuan BOD5 3. 4. 3. Prosedur Penentuan BOD5 – Prosedur Penentuan DO0 – Prosedur Penentuan DO0

Larutan Pengencer

Dimasukkan ke dalam 2 botol winkler

Botol Winkler I Botol Winkler II

Ditutup dan dimasukkan ke dalam incubator pada suhu 20oC selama 1 jam

Dibuka tutup botol kemudian ditambahkan 1 ml

MnSO4

Ditambahkan 1 mL Alkali lod Azida ditutup dan dikocok dengan membolak-balikan botol

Larutan Jernih dan Endapan Putih Kecoklatan

Dipindahkan larutan jernih ke dalam gelas Erlenmeyer 250 mL dengan menggunakan pipet tetes

Endapan Putih Kecoklatan Larutan Jernih

Ditambah 1 mL H

2SO4

Ditutup dan dikocok kembali dengan membolak-balikkan botol

Dipindahkan isi botol secara kuantitatif ke dalam gelas Erlenmeyer yang berisi larutan sample jernih

Diaduk Larutan Kuning

Ditambah + 0,5 mL indikator amilum

Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,025 N sampai

larutan berwarna kuning pucat

Larutan Biru

Dititrasi kembali dengan Na2S2O3 0,025 N sampai warna biru hilang pertama kali


(55)

– Prosedur Penentuan DO5

Botol Winkler II Setelah 5 Hari

Dikeluarkan dari Inkubator

Dibuka tutup botol kemudian ditambahkan 1 mL MnSO4

Ditambahkan 1 mL Alkali Iod Azida ditutup dan dikocok dengan membolak-balikkan botol

Dibiarkan 10 menit Larutan Jernih dan Endapan

Putih Kecoklatan

Dipindahkan larutan jernih ke dalam gelas Erlenmeyer 250 mL dengan menggunakan pipet tetes

Larutan Jernih Endapatan Putih Kecoklatan

Ditambah 1 mL H2SO4

Dipindahkan isi botol secara kuantitatif ke dalam gelas Erlenmeyer yang berisi larutan sampel jernih

Ditutup dan dikocok kembali dengan membolak-balik botol

Diaduk

Larutan Kuning

Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,025 N

sampai larutan berwarna kuning pucat Ditambah + 0,5 mL indikator amilum Larutan Biru

Dititrasi kembali dengan Na2S2O30,025 N sampai warna biru hilang pertama kali

Dicatat volume Na2S2O30,025 N yang digunakan

Hasil


(56)

3. 4. 4. Pengukuran Penentuan COD – Pengukuran Larutan Blanko

50 mL Air Suling

Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer COD 500 mL

Hasil

Ditambah 10 mg asam sulfamat dan diaduk selama 1 menit Didinginkan dalam pendingin es

Ditambah 1 g HgSO4dan 4 butir batu didih

Ditambah 5 mL larutan perak sulfat-asam sulfat dengan hati-hati sambil diaduk Ditambahkan 25 mL K2Cr2O70,25 N

Ditambahkan 70 mL larutan perak sulfat-asam sulfat sedikit demi sedikit sambil diaduk

Direfluks selama 2 jam

Gelas Erlenmeyer COD diangkat dari pendingin es kemudian ditempatkan di atas pemanas listrik dan dihubungkan dengan kondensor

Larutan Kuning

Didinginkan

Ditambah 25 mL air suling melalui bagian atas kondensor Alat refluks dilepas

Ditambah kembali 175 mL air suling dan diaduk hingga homogen Ditambah 3 tetes indikator feroin

Dititrasi dengan larutan FAS 0,250 N sampai tercapai titik akhir titrasi Larutan Coklat Kemerahan


(57)

– Prosedur Pengukuran COD Sampel 50 mL Sampel

Dimasukkan ke dalam gelas Erlenmeyer COD 500 mL Ditambah 10 mg asam sulfamat dan diaduk selama 1 menit Didinginkan dalam pendingin es

Ditambah 1 g HgSO4dan 4 butir batu didih

Ditambah 5 mL larutan perak sulfat-asam sulfat dengan hati-hati sambil diaduk Ditambahkan 25 mL K2Cr2O70,25 N

Ditambahkan 70 mL larutan perak sulfat-asam sulfat sedikit demi sedikit sambil diaduk

Hasil

Direfluks selama 2 jam

Gelas Erlenmeyer COD diangkat dari pendingin es kemudian ditempatkan di atas pemanas listrik dan dihubungkan dengan kondensor

Larutan Kuning

Didinginkan

Ditambah 25 mL air suling melalui bagian atas kondensor Alat refluks dilepas

Ditambah kembali 175 mL air suling dan diaduk hingga homogen Ditambah 3 tetes indikator feroin

Dititrasi dengan larutan FAS 0,250 N sampai tercapai titik akhir titrasi Larutan Coklat Kemerahan


(58)

3. 4. 5. Prosedur Penentuan TSS – Penentuan Berat Kertas Saring

Kertas Saring Whatman No. 40

Didinginkan dalam desikator selama 15 menit Dipanaskan di dalam oven selama 1 jam pada suhu + 105

Ditimbang dengan cepat

Hasil

– Penentuan Nilai TSS Dari Sampel

Dipanaskan di dalam oven selama 1 jam pada suhu ±105

Didinginkan dalam desikator selama 15 menit Ditimbang dengan cepat

Hasil

Sampel

Dihomogenkan Diambil 100 mL

Disaring dengan kertas saring whatman No.40


(59)

3. 4. 6. Prosedur Pengukuran pH 20 mL. Sampel

Hasil

Dimasukkan ke dalam gelas beaker 50 mL

Diukur pH dengan mencelupkan elektroda pH meter Dibaca nilai pH


(60)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4. 1. Hasil Analisis Sampel

Berdasarkan analisis Aluminium (Al), BOD5, COD, pH, TSS dan Sulfida dari

sampel Limbah pabrik gula dan air sungai Kapal Keruk di laboratorium maka didapat hasil analisis sebagai berikut:

4. 1. 1. Data Hasil Pengukuran kadar Aluminium

Dari hasil pengukuran absorbansi larutan standar aluminium diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel 4. 1 berikut

Tabel 4. 1. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Aluminium

No Kadar (gr/mL) Absorbansi

1 0,00 0,000

2 0,05 0,127

3 0,10 0,254

4 0,15 0,358

5 0,20 0,467

6 0,25 0,583

Hasil pengukuran absorbansi seri larutan standar aluminium diplotkan terhadap kosentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi. Kurva kalibrasi


(61)

berupa garis lurus linear yang diturunkan dengan metode Least Square dengan perhitungan seperti pada Tabel 4. 2 di bawah ini:

Tabel 4. 2. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square No Χi Υi

( )

Α Χ −Χ

i Υi−Υ

(

)

2

Χ −

Χi

(

)

2

Υ −

Υi

( )( )

Χi−ΧΥi−Υ 1 2 3 4 5 6 0,00 0,05 0,10 0,15 0,20 0,25 0,000 0,127 0,254 0,358 0,467 0,583 -0,125 -0,075 -0,025 0,025 0,075 0,125 -0,2982 -0,1712 -0,0442 0,0598 0,1688 0,2848 0,015625 0,005625 0,000625 0,000625 0,005625 0,015625 0,08892324 0,02930944 0,00195364 0,00357604 0,02849344 0,08111104 0,037275 0,012840 0,001105 0,001495 0,012660 0,035600

Σ 0,75 1,789 0,000 -0,0002 0,043750 0,23336684 0,100975

0,125 6 0,75 = = Χ ∑ = Χ n 0,298 6 1,789 = = Υ ∑ = n Y 2

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis: = ax + b

Di mana, a = slope b = intersep y


(62)

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut :

(

)( )

(

)

− − − = 2 X Xi Y Yi X Xi a 04375 , 0 100975 , 0 = a 308 , 2 = a

Sedangkan harga intersep (b) dapat diperoleh melalui persamaan :

X a

Y = +b

X a Y

b= −

= 0,2982 – 2,308 (0,125) = 0,0097

4. 1. 1. 1. Perhitungan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut :

{

}

{

}{

}

0.999 125 0,10104355 0,100975 925 0,01020979 0,100975 ) 0,23336684 )( 0,043750 ( 0,100975 ) ( ) ( ) ( ) ( 2 2 = = = = − − − − =

r Y Yi X Xi Y Yi X Xi r


(63)

Dari persamaan garis regresi di atas diperoleh kurva kalibrasi larutan standar Aluminium yang dilihat pada Gambar 4. 1 berikut :

0.000

0.127

0.254

0.358

0.467

0.583 y = 2.308x + 0.009

R² = 0.998

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700

0 0.05 0.1 0.15 0.2 0.25 0.3

A

b

so

rb

a

n

si

Konsentrasi Al (mg/L)

Kurva

 

Y

Vs

X

Gambar 4. 1. Kurva Kalibrasi Larutan Standar Aluminium

Penentuan Kadar Aluminium

Kadar Al dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubtitusi nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap garis regresi dan kurva kalibrasinya y = 2,308x + 0,0097 sehingga diperoleh konsentrasi Al.

Untuk sampel Outlet Limbah dari kolam IV ke sawah diperoleh nilai absorbansi: A1 = 0,494, A2 = 0,492, A3 = 0,495

Dengan mensubtitusikan nilai Y (absorbansi) kebersamaan regresi: Y = 2,308 x + 0,0097


(64)

Dengan demikian kadar aluminium untuk sampel hulu air sungai Kapal Keruk, sampel pertemuan limbah ke badan sungai dan hilir sungai dapat dilihat pada tabel 4. 3.

Tabel 4. 3 Data Hasil Pengukuran Kadar Aluminium

No Sampel Absorbansi Konsentrasi

gr/mL

Rata-rata C gr/mL 1 Sampel Outlet Limbah dari

kolam IV ke sawah

0,494 0,492 0,495 0,2098 0,2089 0,2103 0,2097

2 Sampel Hulu Air Sungai Kapal Keruk 0,261 0,258 0,263 0,1089 0,1076 0,1097 0,1087

3 Sampel Pertemuan Limbah ke Badan Sungai

0,367 0,364 0,370 0,1548 0,1535 0,1561 0,1548

4 Sampel Hilir Sungai Kapal Keruk 0,273 0,271 0,274 0,1140 0,1132 0,1145 0,1139

Nilai aluminium hulu sungai, hilir sungai dan pertemuan ke badan sungai bila dibandingkan dengan baku mutu limbah air menurut PPRI No. 20 Tahun 1990 memiliki nilai lebih rendah dari baku mutu. Sedangkan aluminium untuk sampel Out tlet memiliki nilai yang melampaui nilai baku mutu.


(65)

4. 1. 2. Data Pengukuran Kadar Sulfida

Dari hasil pengukuran absorbansi larutan standar sulfida diperoleh data yang dapat dilihat pada tabel 4. 4 berikut:

Tabel 4. 4. Data Hasil Pengukuran Absorbansi Larutan Standar Sulfida

No Kadar (mg/L) Absorbansi

1 0,00 0,000

2 0,10 0,130

3 0,20 0,232

4 0,30 0,360

5 0,40 0,457

6 0,50 0,592

Hasil pengukuran absorbansi seri larutan standar sulfida pada Tabel 4. 4 dan diplotkan terhadap kosentrasi larutan standar sehingga diperoleh suatu kurva kalibrasi berupa garis linear yang diturunkan dengan metode Least Square dengan perhitungan seperti pada Tabel 4. 5 di bawah ini :


(66)

Tabel 4. 5. Penurunan Persamaan Garis Regresi dengan Metode Least Square No Χi Υi

( )

Α Χ Χ

i Υi−Υ

(

)

2

Χ −

Χi

( )

2

Υ −

Υi

( )( )

Χi−ΧΥi−Υ 1 2 3 4 5 6 0,00 0,10 0,20 0,30 0,40 0,50 0,000 0,130 0,232 0,360 0,457 0,592 -0,025 -0,015 -0,005 0,005 0,015 0,025 -0,295 -0,165 -0,063 0,065 0,162 0,297 0,0625 0,0225 0,0025 0,0025 0,0225 0,0625 0,0870 0,0272 0,0039 0,0042 0,0262 0,0882 0,07375 0,02475 0,00315 0,00325 0,02430 0,07425

Σ 1,50 1,771 0,000 0,001 0,1750 0,2367 0,20345

0,25 6 0,15 = = Χ ∑ = Χ n 0,295 6 1,771 = = Υ ∑ = n Y

Persamaan garis regresi untuk kurva kalibrasi dapat diturunkan dari persamaan garis: y = ax + b

di mana, a = slope b = intersep


(67)

Selanjutnya harga slope dapat ditentukan dengan menggunakan metode Least Square sebagai berikut:

(

)( )

(

)

− − − = 2 X Xi Y Yi X Xi a 1750 , 0 20345 , 0 = a

a=1,162

Sedangkan harga intersep (b) dapat diperoleh melalui persamaan:

X a

Y = +b

X a Y

b= −

004 , 0 25 , 0 162 , 1 295 , 0 = − = b x b

4. 1. 2. 1.Perhitungan Koefisien Korelasi

Koefisien korelasi (r) dapat ditentukan sebagai berikut:

{

}

{

}{

}

0,999

0,02035

0,020345

5

0,00041422

0,020345

)

0,2367

)(

0,00175

(

0,020345

)

(

)

(

)

(

)

(

2 2

=

=

=

=

=

r

Y

Yi

X

Xi

Y

Yi

X

Xi

r


(68)

Dari persamaan garis regresi di atas diperoleh kurva kalibrasi larutan standar Sulfida yang dilihat pada Gambar 4. 2 berikut :

0.000

0.130

0.232

0.360

0.457

0.592 y = 1.162x + 0.004

R² = 0.998

0.000 0.100 0.200 0.300 0.400 0.500 0.600 0.700

0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 0.6

A

b

s

o

r

b

a

n

s

i

Konsentrasi  Sulfida (mg/L)

Kurva

 

Y

Vs

X

Kurva Y‐Vs‐X Linear (Kurva Y‐Vs‐X)

Gambar 4. 2. Gambar larutan standar Sulfida

4. 1. 2. 2. Penentuan Kadar Sulfida

Kadar sulfida dapat ditentukan dengan menggunakan metode kurva kalibrasi dengan mensubtitusi nilai Y (absorbansi) yang diperoleh dari hasil pengukuran terhadap garis regresi dan kurva kalibrasinya y = 1,162 x + 0,004 sehingga diperoleh konsentrasi sulfida.

Untuk sample di titik outlet diperoleh nilai absorbansi : A1 = 0,375

A2 = 0,368


(69)

Dengan mensubtitusikan nilai Y (absorbansi) kepersamaan regresi : Y = 1,162 x + 0,004

Diperoleh : X1 = 0,3193 gr/mL X2 = 0,3133 gr/mL X3 = 0,3176 gr/mL

Dengan demikian kadar sulfida untuk sampel hulu air sungai Kapal Keruk, sampel pertemuan limbah ke badan sungai dan hilir sungai dapat dilihat pada tabel 4. 6. Tabel 4. 6. Data Hasil Pengukuran Kadar Sulfida

No Sampel Absorbansi Konsentrasi

(gr/mL)

Rata-rata C (gr/mL) 1 Sampel Outlet Limbah dari

kolam IV ke sawah

0,375 0,368 0,373 0,3193 0,3133 0,3176 0,3167

2 Sampel Hulu Air Sungai Kapal Keruk 0,102 0,105 0,108 0,0084 0,0087 0,0090 0,0087

3 Sampel Pertemuan Limbah ke Badan Sungai 0,149 0,146 0,147 0,1248 0,1222 0,1231 0,1234

4 Sampel Hilir Sungai Kapal Keruk 0,119 0,117 0,116 0,0099 0,0097 0,0096 0,0097


(70)

Nilai sulfida hulu sungai,hilir sungai dan pertemuan limbah ke badan sungai bila dibandingkan dengan mutu air menurut PP No. 82 Tahun 2001 memiliki nilai lebih tinggi dari baku mutu.

4. 1. 3. Penentuan Nilai BOD5

Sampel air yang akan diukur nilai BOD nya dimasukkan ke dalam 2 botol Winkler. Botol pertama langsung diukur nilai DO0 nya. Sisa 1 botol lainnya

dimasukkan ke inkubator dan di inkubasi selama 5 hari pada suhu 200C. Setelah 5 hari diukur DO5. selanjutnya dihitung nilai BOD dengan rumus:

BOD5 (mg O2/L) =

[

(

X0 − X5

) (

P0 −P5

)

]

x fp

X0 = Oksigen terlarut sampel pada saat t = 0 (mg O2/L)

X5 = Oksigen terlarut sampel pada saat t = 5 (mg O2/L)

P0 = Oksigen terlarut pengencer pada t = 0 (mg O2/L)

P5 = Oksigen terlarut pengencer pada t = 5 (mg O2/L)

OT (mg O2/L) =

2 8000

V axNx

OT = Oksigen terlarut (mg O2/L)

a = Volume titran Natriumtiosulfat (mL) N = Normalitas larutan Natrium tiosulfat (N) V = Volume Botol Winkler (mL)

Perhitungan penentuan BOD5 dapat dilihat dalam lampiran. Sedangkan hasil


(71)

Tabel 4. 7. Data Hasil Pengukuran Nilai BOD5

No Sampel a0 (mL)

a5 (mL)

V (mL) fp Nilai BOD5

mg / mL

BOD5

Rata-rata mg / LO2

1 Pengencer 5,08 5,02 4,94 4,38 4,34 4,30 125 125 125 1,1382 1,1056 1,0406 1,0948

2 Sampel Outlet Limbah dari kolam IV ke sawah 4.52 4.48 4.54 2,46 2,38 2,52 125 125 125 100 100 100 221,13 230,90 224,39 225,473

3 Sampel Hulu Air Sungai Kapal Keruk 5,64 5,58 5,62 4,86 4,78 4,80 125 125 125 1,2682 1,3008 1,3333 1,3008

4 Sampel Pertemuan Limbah ke Badan Sungai 4,72 4,76 4,64 3,26 3,36 3,24 145 145 145 10 10 10 9,0370 11,9216 12,8307 11,2631

5 4,92 3,70 145 10 7,9440

8,0097 Sampel Hilir


(72)

Keruk 4,82 4,86

3,62 3,68

145 145

10 10

8,5272 8,174

Keterangan : a0 = Volume Na2S2O3 yang digunakan pada hari ke-0

a5 = Volume Na2S2O3 yang digunakan pada hari ke-5

V = Volume Botol Winkler (mL)

4. 1. 4. Penentuan Nilai COD

Penentuan nilai COD dilakukan dengan metode refluks, yang selanjutnya dihitung dengan menggunakan rumus:

COD(mg O2/L) =

(

)

xfp

mLSampel x x b

a− Ν 8000

a = mL FAS yang digunakan untuk titrasi blanko b = mL FAS yang digunakan untuk titrasi sampel N = normalitas larutan FAS

fp = faktor pengencer


(73)

Tabel 4. 8. Data Hasil Pengukuran Nilai COD

No Sampel pH Vol. FAS

0,247 N (mL)

fp Nilai COD (mg/L)

Nilai COD Rata-rata (mL)

1 Blanko - 24,68

24,72 24,76

- -

2 Sampel Outlet Limbah dari kolam IV ke sawah

6,4 23,14 23,16 23,26 10 608,6 616,0 600,7 608,433

3 Sampel Hulu Air Sungai Kapal Keruk 7,1 24,10 24,09 24,16 22,6 24,8 23,6 23,667

4 Sampel Pertemuan Limbah ke Badan Sungai

6,8 23,48 23,52 23,58 47,16 47,20 46,36 46,907

5 Sampel Hilir Sungai Kapal Keruk

6,9

23,56 23,58

43,9


(74)

23,64 44,2

4. 1. 5. PenentuanTotal Padatan Tersuspensi (TSS)

Penentuan nilai TSS dilakukan dengan metode gravimetri dengan menggunakan rumus:

TSS (mg/L) =

(

)

x10 C

Α −

Β 6

A = Berat filter kering sesudah pemanasan 1050C B = Berat filter dan residu sesudah pemanasan 1050C C = Volume sampel (mL)

Hasil penentuan total padatan tersuspensi (TSS) dapat dilihat dalam tabel 4. 9. Tabel 4. 9. Data Hasil Pengukuran TSS

No Sampel A (g) B (g) Nilai TSS

(mg/L)

Nilai TSS Rata-rata (mg/L) 1 Sampel Outlet Limbah

dari kolam IV ke sawah

0,9031 1,0258 1,0462

0,9187 1,0420 1,2102

156 162 164

160,66


(75)

Sungai Kapal Keruk 1,0862 1,1260

1,0920 1,1320

58 60

60,66

3 Sampel Pertemuan Limbah ke Badan Sungai

1,1427 1,0438 1,1068

1,1515 1,0534 1,1170

88 96 102

95,33

4 Sampel Hilir Sungai Kapal Keruk

1,3046 1,2167 1,2672

1,3118 1,2245 1,2748

72 78 76

75,33

A : Berat kertas saring kering sesudah dikeringkan 1 jam pada suhu ± 1100C B : Berat kertas saring + sampel dipanaskan selama 1 jam pada suhu ± 1100C

4. 1. 6. Penentuan pH

Penentuan pH dari sampel dilakukan pada saat sampel diambil dari lokasi dengan terlebih dahulu mengkalibrasi pH meter. Nilai pH dari sampel dapat dilihat pada tabel 4. 10 di bawah berikut

Tabel 4. 10. Data Hasil Pengukuran pH

No Sampel pH

1 Sampel Outlet Limbah dari kolam IV ke sawah 6,4 2 Sampel Hulu Air Sungai Kapal Keruk 7,1


(76)

3 Sampel Pertemuan Limbah ke Badan Sungai 6,8 4 Sampel Hilir Sungai Kapal Keruk 6,9

4. 2. Pembahasan 4. 2. 1. Aluminium

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk parameter air yaitu, aluminium diperoleh nilai aluminium untuk outlet 0,2097 mg/L, Hulu 0,1087 mg/L, pertemuan 0,1548 mg/L dan hilir 0,1139 mg/L. Baku mutu limbah cair aluminium yang diizinkan dibuang ke sungai berdasarkan KepMen LH No.51 Tahun 1995 tidak dipersyaratkan, sedangkan mutu air kelas II dan III menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang aluminium juga tidak dipersyaratkan. Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomor 20 tahun 1990 tentang pengelolaan kualitas air dan pengendalian pencemaran air bahwa kadar maksimum untuk air kelas I logam aluminium (Al) 0,2 mg/L.

4. 2. 2. Sulfida

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk parameter air yaitu sulfida, diperoleh nilai sulfida untuk out let 0,3167 mg/L, Hulu 0,0087 mg/L, pertemuan 0,1234 mg/L dan hilir 0,0097 mg/L.Baku mutu limbah cair sulfida yang diizinkan dibuang ke sungai berdasarkan KepMen LH No.51 Tahun 1995 adalah 0,5 mg/L, sedangkan mutu air kelas II dan III menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang sulfida yang diperbolehkan 0,002 mg/L.


(77)

Nilai sulfida untuk out let 0,3167 mg/L bila dibandingkan dengan baku mutu limbah cair sulfida yang diizinkan dibuang ke sungai berdasarkan KepMen LH No.51 Tahun 1995 adalah 0,5 mg/L, masih berada dibawah baku mutu. Nilai sulfida untuk hulu sungai 0,0087 mg/L, pertemuan 0,1234 mg/L dan hilir 0,0097 mg/L. Jika diperhatikan nilai sulfida di hulu bila dibandingkan dengan pembagian air menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang sulfida, kualitas air di hulu sudah tidak masuk kepada air kelas II dan III.

Nilai sulfida untuk pertemuan 0,1234 mg/L bila dibandingkan dengan sulfida di hulu mengalami peningkatan, hal ini mungkin disebabkan karena dangkal nya air sungai atau debit air yang kecil meskipun nilai sulfida dibuang kebadan sungai masih berada di bawah baku mutu limbah yang diperbolehkan dibuang ke badan sungai.

Meningkatnya nilai sulfida dipertemuan mungkin disebabkan juga oleh senyawa organik yang mengandung sulfida terdapat di air misalnya berasal dari biota air. Apabila suatu sumber air telah terkomtaminasi sulfida, maka air tersebut mempunyai bau busuk yang pekat dan warna air tersebut akan menjadi keruh kehitaman. Apabila dibandingkan terhadap mutu air sesuai dengan PP No.82 Tahun 2001 kelas II dan III, sulfida air sungai kapal keruk telah melampaui batas yang diizinkan sebesar 0,002 mg/L.

4. 2. 3. BOD dan COD

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk parameter air yaitu BOD,COD diperoleh nilai BOD out let 225,473 mg/L COD 608,43 mg/L, BOD Hulu 1,3008 mg/L COD 23,667 mg/L, BOD pertemuan 11,2631 mg/L COD 46,907 mg/L


(78)

dan BOD hilir 8,174 mg/L COD 44,3 mg/L.Baku mutu limbah cair BOD yang diizinkan dibuang ke sungai berdasarkan KepMen LH No.51 Tahun 1995 adalah 60 mg/L COD 100 mg/L, sedangkan mutu air kelas II menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang BOD yang diperbolehkan 3 mg/L COD 25 mg/L.

Nilai BOD untuk out let 225,473 mg/L bila dibandingkan dengan baku mutu limbah cair BOD yang diizinkan dibuang ke sungai berdasarkan KepMen LH No.51 Tahun 1995 adalah 60 mg/L, sudah melewati baku mutu. Demikian juga dengan nilai COD sudah melewati KepMen LH No.51 Tahun 1995.

Nilai BOD untuk hulu sungai 1,3008 mg/L COD 23,667 mg/L, BOD pertemuan 11,2631 mg/L COD 46,907 mg/L dan BOD hilir 8,174 mg/L COD 44,3 mg/l. Jika diperhatikan nilai BOD dan COD di hulu bila dibandingkan dengan BOD dan COD di pertemuan mengalami kenaikan. Hal ini mungkin disebabkan oleh tingginya nilai BOD dan COD outlet dan juga bisa disebabkan buangan bahan organik penduduk dan sisa pupuk pertanian yang berada disepanjang aliran anak sungai sebelum bercampur dengan badan air sungai Kapal Keruk.

Bahan buangan organik umumnya berupa limbah yang dapat membusuk atau terdegradasi oleh mikroorganisme, sehingga bila dibuang ke perairan akan menaikkan populasi mikroorganisme dan meningkatkan kadar BOD, COD. Semakin besar nilai BOD dan COD semakin tinggi tingkat pencemaran air.

4. 2. 4. TSS

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk parameter air yaitu TSS, diperoleh nilai TSS untuk out let 160,66 mg/L, Hulu 60,66 mg/L, pertemuan 95,33


(79)

mg/L dan hilir 75,33 mg/L. Baku mutu limbah cair TSS yang diizinkan dibuang ke sungai berdasarkan KepMen LH No.51 Tahun 1995 adalah 50 mg/L, sedangkan mutu air kelas II menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang TSS yang diperbolehkan 50 mg/L.

Nilai TSS untuk out let 160,66 mg/L bila dibandingkan dengan baku mutu limbah cair TSS yang diizinkan dibuang ke sungai berdasarkan KepMen LH No.51 Tahun 1995 adalah 50 mg/L, sudah melampaui baku mutu. Nilai TSS untuk hulu sungai, pertemuan dan hilir. Jika diperhatikan nilai TSS cukup tinggi, hal ini mungkin disebabkan oleh peristiwa erosi disepanjang pinggir sungai. Tingginya kadar TSS dapat menghalangi masuknya sinar matahari kedalam air. Jika sinar matahari terhalangi maka tanaman akan berhenti memproduksi oksigen dan akan mati. Total padatan tersuspensi (TSS) juga menyebabkan penurunan kejernihan air.

Nilai TSS untuk Hulu 60,66 mg/L, pertemuan 95,33 mg/L dan hilir 75,33 mg/L. Bila dibandingkan dengan mutu air kelas II dan III menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang TSS yang diperbolehkan 50 mg/L dan 400 mg/L. Air badan sungai kapal keruk masuk kepada air kelas III.

4. 2. 5. pH

Dari hasil penelitian yang telah dilakukan untuk parameter air yaitu pH, diperoleh nilai pH untuk out let 6,4 ; Hulu 7,1 ; pertemuan 6,8 dan hilir 6,9.Baku mutu limbah cair pH yang diizinkan dibuang ke sungai berdasarkan KepMen LH No.51 Tahun 1995 adalah 6 - 9, sedangkan mutu air kelas II menurut PPRI No. 82 Tahun 2001 tentang pH yang diperbolehkan 6 – 9.


(1)

LAMPIRAN 8

FOTO PENGAMBILAN SAMPEL


(2)

LAMPIRAN 9

FOTO PENGUKURAN pH


(3)

LAMPIRAN 10

FOTO PENGUKURAN BOD

5


(4)

LAMPIRAN 11

FOTO PENGUKURAN COD


(5)

LAMPIRAN 12

FOTO PENGUKURAN ABSORBANSI SULFIDA

Gambar Pengukuran Absorbansi Sulfida dengan menggunakan Spektrofotometer

Sinar Tampak


(6)

LAMPIRAN 13

FOTO PROSES REFLUKS