FORMULASI PASTA LABU KUNING DAN TEPUNG BERAS KETAN PUTIH TERHADAP SIFAT KIMIA DAN SENSORI DODOL

(1)

ABSTRACT

THE FORMULATION OF PUMPKIN PASTA AND WHITE GLUTINOUS RICE FLOUR AGAINST TO THE CHEMICAL CHARACTERISTIC AND

SENSORY DODOL

By

HADI HANGGARA

The aim of the research was to obtain a formulation of pumpkin pasta and white glutinous rice flour to set the best chemical characteristic, and sensory

characteristic. The experiment was arranged in a Complete Randomized Block Design (CRBD) with one factor and four repetitions. The treatments had 6 levels proportion of pumpkin pasta and white glutinous rice flour (b/b), those were L1 (10:90); L2 (20:80); L3 (30:70); L4 (40:60); L5 (50:50); and L6 (60:40) with the observation of the sensory properties include moisture content and scrose content, as well as sensory test include texture, color, taste, flavor and overall acceptance . These data were analyzed of varian, then these data were further analyzed with Least Significant Difference (LCD) test at 5% level. The research results showed that the proportion of pumpkin pasta and white glutinous rice flour have very significant effect on water content, sucrose content, texture, color, taste, flavor and overall acceptance pumpkin dodol. The higher the proportion of pumpkin pasta resulted the material water content, sucrose content, color, taste, flavor and


(2)

dodol overall acceptance; whereas the texture of dodol is lower. Dodol pumpkin with proportion of pumpkin pasta 50% and white glutinous rice flour 50% are the best formulation to produce dodol with the moisture content of 22,51 %, sucrose content of 33,67 %, total carotenoids content of 1,16 µg/g, fat content of 23,12 %, with a score texture of 3,00 (slightly elastic), a score color 3,97 (tawny), a score taste of 2,62 (pumpkin tasty), the score flavor of 3,50 (flavorful pumpkin) and the overall acceptance of 3,51 (like).


(3)

ABSTRAK

FORMULASI PASTA LABU KUNING DAN TEPUNG BERAS KETAN PUTIH TERHADAP SIFAT KIMIA DAN SENSORI DODOL

Oleh

HADI HANGGARA

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan formulasi pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih yang menghasilkan dodol dengan sifat kimia, dan sensori

terbaik. Penelitian ini disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap

dengan satu faktor dan empat ulangan. Perlakuan terdiri dari 6 taraf perbandingan pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih (b/b) yaitu L1 (10:90); L2 (20:80); L3 (30:70); L4 (40:60); L5 (50:50); dan L6 (60:40) dengan pengamatan sifat sensori meliputi kadar air dan kadar sukrosa, serta uji sensori meliputi tekstur, warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan. Data dianalisis sidik ragam, dan uji lanjut dengan BNT pada taraf 5%. Hasil penelitian menunjukkan bahwa formulasi pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih berpengaruh sangat nyata terhadap kadar air, kadar sukrosa, tekstur, warna, rasa, aroma dan

penerimaan keseluruhan dodol labu kuning. Semakin tinggi proporsi pasta labu kuning maka kadar air, kadar sukrosa, warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan dodol semakin meningkat, sedangkan tekstur dodol semakin menurun. Dodol labu kuning terbaik pada formulasi tepung beras ketan putih


(4)

50% dan pasta labu kuning 50% dengan komposisi kadar air 22,51%, kadar sukrosa 33,76%, kadar total karoten 1,16 µg/g, kadar lemak 23,12%, skor tekstur 3,00 (agak elastis), skor warna 3,97 (kuning kecoklatan), skor rasa 3,75 (berasa labu kuning), skor aroma 3,50 (beraroma labu kuning), serta skor penerimaan keseluruhan 3,51 (suka).


(5)

FORMULASI PASTA LABU KUNING DAN TEPUNG BERAS KETAN PUTIH TERHADAP SIFAT KIMIA DAN SENSORI DODOL

Oleh

HADI HANGGARA

Skripsi

Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mencapai Gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

Pada

Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG 2015


(6)

FORMULASI PASTA LABU KUNING DAN TEPUNG BERAS KETAN PUTIH TERHADAP SIFAT KIMIA DAN SENSORI DODOL

(Skripsi)

Oleh

HADI HANGGARA

FAKULTAS PERTANIAN

UNIVERSITAS LAMPUNG

BANDAR LAMPUNG

2015


(7)

vi

DAFTAR GAMBAR

Gambar Halaman

1. Labu kuning ... 10

2. Struktur ikatan amilosa ... 13

3. Struktur ikatan amilopektin... 13

4. Tepung beras ketan putih ... 14

5. Struktur kimia sukrosa ... 15

6. Pembuatan dodol... 19

7. Diagram alir proses pembuatan pasta labu kuning ... 25

8. Diagram alir proses pembuatan santan kelapa... 26

9. Diagram alir pembuatan dodol labu kuning... 28

10. Pengupasan kulit labu kuning ... 77

11. Pemisahan biji dan pemotongan ... 77

12. Pencucian labu kuning ... 77

13. Pengukusan labu kuning ... 77

14. Penggilingan labu kuning ... 77

15. Penimbangan bahan ... 77

16. Pemasakan santan ... 78

17. Pencampuran tepung beras ketan ... 78


(8)

vii

19. Pengadukan dan pemasakan... 78 20. Produk dodol labu kuning substitusi pasta labu kuning 10%

sampai 60% ... 79 21. Persiapan uji sensori ... 80 22. Pengujian sensori ... 80


(9)

i

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... vi

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan Penelitian ... 4

1.3 Kerangka Pemikiran ... 4

1.4 Hipotesis ... 8

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 9

2.1 Labu Kuning ... 9

2.2 Tepung Beras Ketan Putih ... 12

2.3 Gula ... 15

2.4 Santan Kelapa ... 16

2.5 Dodol ... 18

III. BAHAN DAN METODE ... 22

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian ... 22

3.2 Bahan dan Alat ... 22

3.3 Metode Penelitian... 23

3.4 Pelaksanaan Penelitian ... 24

3.4.1 Pembuatan pasta labu kuning ... 24

3.4.2 Pembuatan santan kelapa ... 25

3.4.3 Pembuatan dodol labu kuning ... 26

3.5 Pengamatan ... 28

3.5.1 Kadar air... 29

3.5.2 Kadar sukrosa... 29


(10)

ii

3.5.4 Kadar lemak ... 32

3.5.5 Kadar amilosa dan amilopektin... 33

3.5.6 Kadar total karoten ... 35

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 36

4.1 Analisis Pasta Labu kuning ... 36

4.2 Sifat Kimia Dodol Labu Kuning ... 36

4.2.1 Kadar Air... 36

4.2.2 Kadar Sukrosa ... 39

4.3 Uji Sensori ... 41

4.3.1 Tekstur... 41

4.3.2 Warna ... 44

4.3.3 Rasa ... 47

4.3.4 Aroma... 49

4.3.5 Penerimaan keseluruhan... 51

4.4 Penentuan Perlakuan Terbaik ... 53

4.5 Analisis Kadar Total Karoten dan Kadar Lemak Perlakuan Terbaik 55 V. SIMPULAN DAN SARAN ... 56

5.1 Simpulan... 56

5.2 Saran ... 57 DAFTAR PUSTAKA


(11)

(12)

(13)

Kupersembahkan karya ini

kepada :

Bapak, Ibu, Kakak, Mbak dan Ida ku

Tersayang

Seluruh Keluarga

Kerabat Terbaik


(14)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Metro pada tanggal 12 September 1992, sebagai putra kedua pasangan Bapak Sahlan dan Ibu Nasripah. Penulis memulai pendidikan di TK Pertiwi Teladan 1997–1999; Sekolah Dasar Negeri 1 Kota Metro pada tahun 1999–2004; Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Kota Metro pada tahun 2004–

2007; Sekolah Menengah Atas Negeri 4 Kota Metro pada tahun 2007–2010. Pada tahun 2010 penulis terdaftar sebagai mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung melalui jalur Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN).

Selama di perguruan tinggi, penulis pernah menjadi asisten mata kuliah Teknologi Bahan Penyegar tahun 2013 dan Evaluasi Gizi dalam Pengolahan tahun 2014. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Nyata di Desa Kutowinangun Kecamatan Sendang Rejo, Kabupaten Lampung tengah pada tahun 2013. Pada tahun 2013 penulis melaksanakan praktik umum di PT Indokom Citra Persada Tanjung Bintang, Lampung dengan judul “ Mempelajari Penentuan Mutu Biji Kopi di PT

Indokon Citra Persada Tanjung Bintang, Lampung “.

Penulis juga aktif dalam kegiatan kemahasiswaan diantaranya menjadi pengurus Himpunan Mahasiswa Jurusan Teknologi Hasil Pertanian kepengurusan sebagai Anggota Bidang IV Dana dan Usaha pada periode 2012–2013.


(15)

SANWACANA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Formulasi Pasta Labu Kuning dan Tepung Beras Ketan Putih terhadap Sifat Kimia dan Sensori Dodol”.Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Ibu Dr. Ir. Sussi Astuti, M.Si., selaku Pembimbing Pertama yang telah banyak

memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan dalam proses penyelesaian skripsi penulis.

2. Ibu Ir. Sri Setyani, M.S.. selaku Pembimbing Kedua yang telah banyak memberikan pengarahan, bimbingan dan masukan dalam proses penyelesaian skripsi penulis.

3. Bapak Drs. Azhari Rangga, M.App.Sc. selaku Penguji yang telah memberikan saran, dan evaluasi terhadap karya skripsi penulis.

4. Dr. Ir. Tanto Pratondo Utomo, M.Si. selaku kepala Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

5. Ibu Untari Fajar Lestari, S.T.P. selaku PLP Laboratorium Analisis Hasil Pertanian di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.


(16)

6. Bapak Purdianto selaku Staff administrasi di Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung.

7. Keluarga terkasih : kedua orang tuaatas do’a, dukungan moril, motivasi, serta

kasih sayang yang tiada henti demi keberhasilanku.

Semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas segala kebaikan mereka, dan penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Bandar Lampung, Oktober 2015 Penulis


(17)

(18)

1

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tanaman labu kuning adalah tanaman semusim yang banyak ditanam di Indonesia dan dikenal dengan nama latinCucurbita moschata(Prasbiniet al., 2013). Labu kuning tergolong bahan pangan minor, sehingga data statistik nasional belum tersedia. Namun, di beberapa sentra produksi, baik di Jawa, Sulawesi Selatan, Sumatera Barat, dan Kalimantan Selatan, komoditas ini telah ditanam pada luasan tidak kurang dari 300 hektar (Astawan, 2004). Labu kuning mengandung

β-karoten sebesar 15,96 μ g/g (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, 2001), sedangkan menurut Hendrasty (2003), kandunganβ-karoten labu segar adalah 11,87μ g/g. Labu kuning juga mengandung vitamin C, serat, dan karbohidrat (Suprapti, 2005).

Labu kuning merupakan buah yang masih jarang dimanfaatkan oleh industri pangan. Labu kuning memiliki daya simpan yang cukup lama namun volumenya besar dan mudah rusak dalam pengangkutan, sehingga perlu diolah menjadi suatu produk yang lebih tahan lama dan memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Menurut Murdijati (2006), labu kuning dapat diolah menjadi kudapan seperti dodol, kolak, roti, bolu, dan sebagainya. Oleh karena itu perlu adanya alternatif pengolahan labu kuning menjadi suatu produk yang dapat menambah nilai jual dari labu


(19)

2

kuning dengan teknologi yang sederhana, mudah dan terjangkau. Salah satu bentuk pengolahan labu kuning untuk meningkatkan nilai tambahnya yaitu dengan mengolahnya menjadi dodol labu kuning.

Dodol merupakan suatu olahan pangan yang dibuat dari campuran tepung beras ketan putih, gula kelapa, santan kelapa, yang dididihkan hingga menjadi kental dan berminyak tidak lengket, dan apabila dingin pasta akan menjadi padat, kenyal dan dapat diiris. Jenis dodol sangat beragam tergantung keragaman campuran tambahan dan juga cara pembuatannya (Haryadi, 2006). Jenis dodol bervariasi, tergantung dari bahan dasar yang digunakan, dodol dari tepung beras ketan putih merupakan yang banyak ditemui (Astawan, 1991). Menurut SNI 01-2986-2013 syarat mutu dodol antara lain adalah kadar air maksimal 20% b/b, jumlah gula sebagai sukrosa minimal 30% b/b dan kadar lemak minimal 0,5% b/b.

Tepung beras ketan mengandung zat gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat 80%, lemak 4%, protein 6% dan air 10%. Pati beras ketan putih mengandung amilosa sebesar 1% dan amilopektin sebesar 99% (Belitzet al.,2008). Tepung beras ketan putih memberi sifat kental sehingga membentuk tekstur dodol menjadi elastis. Menurut (Hatta, 2012), elastis merupakan penilaian tekstur pangan semi basah dengan tanda berkilat, pekat dan tidak lengket saat disentuh. Kadar amilopektin yang tinggi menyebabkan tepung beras ketan putih sangat mudah mengalami gelatinisasi bila ditambah air dan memperoleh perlakuan pemanasan. Hal ini terjadi karena adanya pengikatan hidrogen dan molekul-molekul tepung beras ketan putih (gel) yang bersifat kental (Suprapto, 2006). Kadar amilosa yang terdapat pada tepung beras ketan putih sebesar 1% apabila dimasak akan sangat


(20)

3

lengket. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi kandungan amilopektin, produk akan semakin lengket (Winarno, 2002). Kelemahan penggunaan 100 % tepung beras ketan putih akan menghasilkan dodol yang teksturnya keras, karena proses gelatinisasi amilopektin pati menghasilkan

viskositas gel yang tinggi, akibatnya produk pangan menjadi keras (Widjanarkoet al., 2000).

Karbohidrat labu kuning sangat berperan dalam pembuatan adonan pati. Hasil analisis penelitian pendahuluan pasta labu kuning menghasilkan kadar amilosa sebesar 0,57% dan amilopektin sebesar 0,54% (Tabel 10). Labu kuning

mempunyai kadar air yang tinggi yaitu sebesar yaitu 86,8%. Semakin banyak labu kuning yang dicampurkan maka produk olahan yang dihasilkan akan semakin lunak.

Labu kuningmerupakan sumber β-karoten, air, vitamin dan karbohidrat, sehingga penambahan pasta labu kuning akan berpengaruh terhadap sifat kimia dan kualitas dodol. Widyani (2013), telah melakukan penelitian pembuatan dodol dengan penambahan pasta labu kuning dengan mengevaluasi kandungan β-karoten dan uji organoleptik dodol. Dilaporkan bahwa dodol dengan penambahan pasta labu kuning menghasilkan rata-rata kandunganβ-karoten sebesar 18,35 μ g/gdan uji organoleptik dodol labu kuning terbaik pada formulasi 100 g tepung beras ketan putih dan 100 g pasta labu kuning. Pada penelitian ini formulasi pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih sebanyak 6 perlakuan (10%:90%, 20%:80%, 30%:70%, 40%:60%, 50%:50%, 60%:40%) sedangkan penelitian Widyani (2013) hanya terdapat 3 perlakuan (25%:75%, 50%:50%, 75%:25%). Parameter yang


(21)

4

akan diuji dalam penelitian ini adalah kadar air, kadar sukrosa, uji sensori, serta kadar lemak dan kadar total karoten pada perlakuan terbaik.

Pada penelitian pendahuluan yang telah dilakukan, formulasi 60% pasta labu kuning dan 40% tepung beras ketan putih menghasilkan dodol dengan warna kuning kecoklatan, rasa manis, aroma khas labu kuning dan tekstur yang tidak elastis. Penambahan pasta labu kuning pada penelitian ini tidak lebih dari 70% karena mengakibatkan tekstur sangat tidak elastis pada produk dodol yang dihasilkan. Oleh karena itu, perlu diteliti formulasi penambahan pasta labu kuning yang tepat agar dapat diperoleh dodol dengan sifat sensori dan kimia terbaik.

1.2. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah :

1. Mendapatkan sifat kimia dan sensori berbagai formulasi pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih pada dodol.

2. Mendapatkan formulasi pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih yang menghasilkan dodol dengan sifat kimia dan sensori terbaik.

1.3. Kerangka Pemikiran

Menurut SNI 01-2986-2013, dodol merupakan makanan semi basah yang pembuatannya berasal dari tepung beras ketan putih, santan kelapa, dan gula dengan atau tanpa penambahan bahan makanan dan bahan tambahan makanan lain yang diijinkan, yang hasilnya merupakan adonan berbentuk padatan berwarna coklat muda sampai coklat tua. Dodol tergolongIntermediate Moistoure Food dengan kadar air sekitar 10-40 % sehingga tidak efektif untuk pertumbuhan


(22)

5

bakteri dan khamir, tidak mudah rusak, serta tahan terhadap penyimpanan yang cukup lama tanpa proses pengawetan (Musaddad dan Hartuti, 2003).

Karakteristik dodol yang diinginkan memiliki aktivitas air (Aw) 0.6-0.8. Aw lebih besar dari 0.8 memicu pertumbuhan kapang sehingga umur simpan dodol menjadi singkat (Muchtadi dan Ayustaningwarno, 2010). Menurut Khatijahet al. (1992), kandungan karbohidrat dodol sebesar 40% hingga 70%, sedangkan kandungan serat kasar dan vitamin umumnya rendah.

Menurut Haryadi (2006), komponen utama dodol adalah tepung beras ketan. Pada saat pemanasan dengan keberadaan cukup banyak air, pati dalam tepung beras ketan menyerap air dalam bentuk pasta yang kental dan pada saat dingin akan membentuk masa yang kenyal, lenting dan liat. Tepung beras ketan

mengandung zat gizi yang cukup tinggi yaitu karbohidrat 80%, lemak 4%, protein 6% dan air 10%. Pati beras ketan putih mengandung amilosa sebesar 1% dan amilopektin sebesar 99% (Belitzet al.,2008). Rendahnya kadar amilosa pada tepung beras ketan putih menyebabkan tepung beras ketan akan sangat lengket apabila dimasak. Semakin kecil kandungan amilosa atau semakin tinggi

kandungan amilopektin, produk akan semakin lengket (Winarno, 2002). Menurut Kusnandar (2010), semakin tinggi kandungan amilopektin, kekentalan

(gelatinisasi) semakin meningkat dan produk menjadi lengket. Huang dan Rooney (2001) menyatakan bahwa gelatinisasi diawali dengan pembengkakan granula, bersifatirreversible(tidak dapat kembali), dipengaruhi oleh suhu dan kadar air, menghasilkan peningkatan viskositas, serta dipengaruhi oleh kondisi pemanasan dan tipe granula pati. Moorthy (2004) menyatakan bahwa gelatinisasi merupakan fenomena kompleks yang bergantung dari ukuran granula, persentase


(23)

6

amilosa, bobot molekul, dan derajat kristalisasi dari molekul pati di dalam

granula. Pada umumnya granula yang kecil membentuk gel lebih lambat sehingga mempunyai suhu gelatinisasi yang lebih tinggi daripada granula yang besar.

Kandungan pati mempengaruhi proses yang terlibat dalam pembuatan dodol yaitu proses gelatinisasi (Sukmaningrum, 2003). Kadar amilopektin yang tinggi akan membentuk tekstur dodol yang lengket dan elastis (Hatta, 2012). Amilosa tersusun dari molekul α- D-glukosa dengan ikatan glikosidikα(1-4) membentuk rantai linier. Sedangkan amilopektin terdiri dari rantai-rantai amilosa (ikatan glikosidikα(1-4)) yang saling terikat dan membentuk cabang dengan ikatan glikosidikα-(1-6) (Sunarti, 2002). Amilopektin juga dapat membentuk kristal, tetapi tidak sereaktif amilosa. Hal ini terjadi karena adanya rantai percabangan yang menghalangi terbentuknya kristal (Taggart, 2004).

Labu kuning mengandung karotenoid yang berperan sebagai provitamin A dan antioksidan, serta vitamin C sebagai antioksidan. Penelitian saat ini

menunjukkan bahwa makanan yang mengandung β-karoten dapat mengurangi resiko kanker dan mencegah penyakit jantung (Seeet al.,2007),β-karoten juga berfungsi sebagai mikronutrien penting untuk metabolisme tubuh manusia (Carvalhoet al.,2012). Buah labu kuning merupakan bahan yang sangat baik untuk diolah menjadi makanan karena mengandung nutrisi yang diperlukan tubuh. Menurut Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi (2001), kandungan gizi labu kuning yaitu karbohidrat sebesar 10%, vitamin C 0,002%, Ca 0,04%, Fe 0,0007%, Na 0,28%, lemak 0,5% dan protein 1,7% . Selain itu, buah ini juga mengandung inulin dan serat pangan yang dibutuhkan untuk pemeliharaan kesehatan,


(24)

7

khususnya saluran pencernaan. Sebanyak 79% senyawaβ-karoten dari total karotenoid yang terkandung dalam labu kuning (Seoet al., 2004).

Agar dapat diaplikasikan lebih luas, labu kuning diolah terlebih dahulu dalam bentuk tepung atau pasta. Namun proses penepungan akan menyebabkan

hilangnya komponen gizi penting sepertiβ-karoten. Oleh karena itu penggunaan dalam bentuk pasta merupakan suatu alternatif (Muzaifaet al., 2012). Penelitian pendahuluan yang telah dilakukan pada pasta labu kuning menghasilkan amilosa sebesar 0,57% dan amilopektin sebesar 0,54%.

Menurut Departemen Kesehatan RI (1989), tepung beras ketan putih mengandung kadar air 12 %, kadar lemak 0,5 %, kadar protein 7% dan karbohidrat 80 %, sedangkan labu kuning terdiri dari kadar air sebesar 86,8 %, kadar lemak 0,5 %, dan karbohidrat 10 % (Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi, 2001), dari data tersebut dapat dilihat bahwa kadar air labu kuning lebih besar dari tepung beras ketan putih. Kadar lemak pada bahan akan mempengaruhi umur simpan dodol, karena semakin tinggi kadar lemak maka bau tengik yang ditimbulkan akan semakin cepat akibat proses oksidasi lemak (Winarno, 2002). Karbohidrat memiliki rasio amilosa dan amilopektin dalam granula pati yang sangat penting dan sering dijadikan parameter dalam pemilihan sumber pati dalam proses pengolahan (Kusnandar, 2010).

Kadar amilopektin tepung beras ketan putih yang tinggi menyebabkan sangat mudah terjadi gelatinisasi bila ditambah dengan air dan memperoleh perlakuan pemanasan (Seknum, 2012). Kandungan β-karoten pada labu kuning juga akan mempengaruhi warna dodol labu kuning yang dihasilkan. Menurut Widyani


(25)

8

(2013),kadar β-karoten dodol labu kuning sebesar 18,25 µg/g. Labu kuning memiliki rasa dan aroma yang khas, sehingga kemungkinan dodol labu kuning yang dihasilkan akan memiliki rasa khas labu kuning sesuai dengan formulasi pasta labu kuning yang ditambahkan.

1.4. Hipotesis

Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah :

1. Terdapat pengaruh formulasi pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih terhadap sifat kimia dan sensori dodol

2. Terdapat formulasi pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih yang menghasilkan dodol dengan sifat kimia dan sensori terbaik.


(26)

9

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Labu Kuning

Tanaman labu kuning merupakan suatu jenis tanaman sayuran menjalar dari familiCucurbitaceaeyang tergolong dalam jenis tanaman semusim yang setelah berbuah akan langsung mati. Tanaman ini dapat tumbuh di dataran rendah maupun tinggi. Adapun ketinggian tempat yang ideal adalah antara 0-1500 m dpl (Hendrasty, 2003).

Labu kuning (Cucurbita moschata) diperkirakan berasal dari Peru dan Meksiko, Amerika Tengah. Awal penyebarannya tidak diketahui secara pasti. Tanaman ini banyak ditanam di daerah tropis seperti Asia Tenggara (termasuk Indonesia), Afrika, Amerika Tengah dan Karibia (Setiawan,et al., 1993). Labu kuning memiliki daya adaptasi yang tinggi. Tanaman ini dapat menyesuaikan diri terhadap keadaan iklim yang berlainan atau tahan terhadap suhu dan curah hujan yang tinggi, sehingga labu kuning dapat ditanam di tempat yang berhawa panas dan dingin. Tanaman ini juga dapat hidup sepanjang tahun, baik musim hujan maupun di musim kemarau.

Labu kuning atau dikenal dengan nama lain labu parang atau waluh merupakan buah dari tanaman menjalar yang termasuk ke dalam kelasdicotyledonedan


(27)

10

familiacucurbitaceae. Genuscucurbitaterdiri atas lima spesies yaitucucurbita argyrospermaHuber, C. ficifoliaBouché, C. moschata(Duchesne ex Lam.) Duchesne ex Poiret, C. maximaDuchesne ex Poiret, danC. pepoL. (Saade dan Hernández, 2010). Tanaman labu kuning berasal dan awal penyebaran adalah dari benua Amerika (Bisognin, 2002). SpesiesC.moschata. telah dibudidayakan di India, Angola, Jepang, dan Pulau Jawa sejak sepuluh tahun terakhir abad XIV (Saade dan Hernández, 2010). Tanaman labu kuning berbentuk semak yang tumbuh merambat dengan bentuk batang segilima. Bagian tanaman yang dimanfaatkan adalah buahnya. Buah labu kuning berbentuk bulat, berukuran besar dan berwarna kuning kecoklatan. Berat rata-rata 3-5 kg tetapi ada yang mencapai 15 kg (Novary, 1999).

Gambar 1. Labu kuning

Labu kuning sangat bervariasi mulai dari bentuk, ukuran dan warna tergantung dari kondisi lingkungan tempat tumbuhnya (Middleton, 1977). Bentuk buah labu kuning ada yang seperti bokor (bulat pipih dan beralur), oval, panjang, dan seperti piala. Kulit buah labu kuning tua berwarna kuning, hijau kotor dan jingga dengan


(28)

11

bercak-bercak kuning kehijauan. Buah labu terdiri atas lapisan kulit luar yang keras dan lapisan daging buah yang merupakan tempat timbunan makanan. Tekstur daging buah tergantung jenisnya, ada yang halus, padat, lunak dan mempur (Sudarto, 1993). Budimanet al. (1984) menyatakan bahwa komposisi buah labu terdiri atas 81,2% daging buah, 12,5% kulit, dan 4,8% berat biji dan jaring-jaring biji. Komposisi kimia dari buah labu kuning disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Komposisi kimia buah labu kuning per 100 g

Komponen Satuan Jumlah

Air % 86,8

Energi kal 51

Protein g 1,7

Lemak g 0,5

Karbohidrat g 10

Serat g 2,7

Abu g 1,2

Kalsium mg 40

Fosfor mg 180

Besi mg 0,7

Natrium mg 280

Kalium mg 220

Tembaga mg

-Seng mg 1,5

Retinol µg

-β-karoten µg 1596

Tiamin mg 0,2

Riboflavin mg 0

Niacin mg 0,1

Vitamin C mg 2

Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi (2001).

Satu hal yang paling mencolok dari buah labu kuning adalah warna daging buahnya yaitu kuning hingga jingga. Warna dari buah labu kuning tersebut menunjukkan tingginya jumlah karotenoid pada daging buah labu. Karotenoid


(29)

12

merupakan pigmen warna alami yang banyak tersebar pada tanaman. Sebagian besar karotenoid adalah prekursor vitamin A (pro-vitamin A) yang berarti bila dikonsumsi akan dimetabolisme oleh tubuh menjadi vitamin A. Labu kuning dapat menjadi sumber pro-vitamin A yang baik. Besarnya kadar karotenoid buah labu kuning dipengaruhi oleh perbedaan varietas dan tingkat kematangannya (Gross, 1991).

Proses pembuatan pasta labu kuning dimulai dengan pemilihan labu kuning yang sudah tua (sortasi), pengupasan dan pemotongan, pencucian, dan pengukusan pada suhu 100oC selama 30 menit. Hasil pengukusan ini kemudian dihancurkan atau dilumatkan hingga menjadi pasta. Pengukusan bertujuan membuat bahan makanan menjadi masak dengan uap air mendidih. Pengukusan adalah proses pemanasan yang bertujuan menonaktifkan enzim yang akan merubah warna, cita rasa dan nilai gizi. Pengukusan dilakukan dengan menggunakan suhu air lebih besar dari 66oC dan lebih rendah dari 82oC. Pengukusan dapat mengurangi zat gizi namun tidak sebesar perebusan. Pemanasan pada saat pengukusan terkadang tidak merata karena bahan makanan di bagian tepi tumpukan terkadang

mengalami pengukusan yang berlebihan dan bagian tengah mengalami pengukusan lebih sedikit (Muzaifaet al., 2012).

2.2. Tepung Beras Ketan Putih

Tepung beras ketan putih adalah salah satu jenis tepung yang berasal dari beras ketan (Oryza savita glutinous) yaitu varietas dari padi (Oryza sativa) family graminaeyang termasuk dalam biji-bijian yang ditumbuk atau digiling dengan mesin penggiling (Damayanti, 2000). Pati beras ketan putih mengandung amilosa


(30)

13

sebesar 1% dan amilopektin sebesar 99% (Belitzet al.,2008). Tepung beras ketan putih memiliki kandungan amilopektin yang lebih besar sehingga

menyebabkan tepung beras ketan putih lebih pulen dibandingkan dengan tepung dari bahan dasar lain. Makin tinggi kandungan amilopektin pada pati maka makin lengket pati tersebut (Suprapto, 2006). Struktur amilosa dapat dilihat pada

Gambar 2, sedangkan struktur amilopektin dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 2. Struktur amilosa

Gambar 3. Struktur amilopektin Sumber : Winarno (2002)

Tepung beras ketan putih dapat dihasilkan dengan cara perendaman beras ketan selama 2-3 jam. Setelah itu beras ketan digiling dan diayak dengan ayakan berukuran 80 mesh sampai diperoleh tepung yang halus. Semakin halus tepung semakin baik karena mempercepat proses pengentalan dodol. Tepung beras memberi sifat kental sehingga membentuk tekstur dodol menjadi elastis. Kadar amilopektin yang tinggi menyebabkan sangat mudah terjadi gelatinisasi bila ditambahkan dengan air dan memperoleh perlakuan pemanasan. Hal ini terjadi


(31)

14

karena adanya pengikatan hidrogen dan molekul-molekul tepung beras ketan putih (gel) yang bersifat kental (Hatta, 2012). Kandungan gizi yang terdapat pada 100 g tepung beras dapat dilihat pada Tabel 2.

Gambar 4. Tepung beras ketan putih

Tabel 2. Komponen kimia tepung beras ketan putih dalam 100 g bahan

Komponen Jumlah

Kalori (kal) 364

Protein (g) 7

Lemak (g) 0,5

Karbohidrat (g) 80

Kalsium (mg) 5

Fosfor (mg) 140

Besi (mg) 0,8

Vitamin A (SI) 0

Vitamin B1 (mg) 0,12

Vitamin C (mg) 0

Air (g) 12

Bdd (%) 100


(32)

15

2.3. Gula

Jenis gula yang digunakan dalam pembuatan dodol yaitu gula pasir. Gula pasir atau sukrosa adalah hasil dari penguapan nira tebu (Saccharum officinarum). Gula pasir berbentuk kristal berwarna putih dan mempunyai rasa manis. Gula pasir mengandung sukrosa 97,1%, gula reduksi 1,24%, kadar airnya 0,61%, dan senyawa organik bukan gula 1,05% (Suparmo dan Sudarmanto, 1991). Sukrosa merupakan senyawa kimia yang termasuk dalam golongan disakarida yang tersusun dari glukosa dan fruktosa, berwarna putih, memiliki rasa manis, dan memiliki kelarutan air mencapai 67,7% pada suhu 20oC (Buckleet al., 1985). Struktur kimia sukrosa dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5. Struktur Kimia Sukrosa Sumber : Winarno (2002)

Disakarida terdiri dari dua satuan monosakarida yang terbentuk dari hasil penggabungan dua satuan monosakarida dengan mengeluarkan sebuah molekul air (contoh sukrosa yang terdiri dari glukosa dan fruktosa) (Kusnandar, 2010). Monosakarida dengan enam atom C disebut heksosa, contohnya glukosa, fruktosa dan galaktosa. Pada heksosa (misalnya glukosa) terdapat enam atom karbon yang simetrik (mengikat gugus yang berlainan) yaitu pada posisi nomor 2, 3, 4 dan 5 (Winarno, 2002).


(33)

16

Penambahan gula pada makanan berpengaruh pada kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan gel yang terbentuk karena gula akan mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat dan

mengakibatkan suhu gelatinisasi lebih tinggi. Gula menyebabkan gel lebih tahan lama terhadap kerusakan mekanik (Winarno, 2002). Fungsi gula dalam

pembuatan dodol yaitu memberikan aroma, rasa manis, sebagai pengawet dan membantu pembentukan tekstur pada dodol (Gautara dan Soesarsono, 2005).

Gula pasir adalah senyawa organik penting dalam bahan makanan. Selain untuk menambah cita rasa gula pasir juga berpengaruh terhadap kekentalan gel, karena gula pasir dapat mengikat air. Gula pasir yang diberi pemanasan diatas suhu 108oC akan mengalami proses karamelisasi dan mengalami perubahan warna menjadi cokelat. Suatu bahan pangan yang diberi gula dengan konsentrasi tinggi akan mengurangi aktivitas air (aw) dari bahan pangan sehingga menambah daya awet (Adiono dan Purnomo, 2007).

2.4. Santan Kelapa

Santan kelapa adalah cairan berwarna putih susu yang diperoleh dari perasan daging buah kelapa yang telah diparut dengan penambahan air dalam jumlah tertentu. Santan kental penting dalam pembuatan dodol, karena banyak

mengandung lemak sehingga dihasilkan dodol yang mempunyai rasa yang lezat dan membentuk testur elastis. Santan yang digunakan dalam pembuatan dodol diambil dari kelapa yang sudah tua, masih segar dan bersih (Hatta, 2012).


(34)

17

Menurut Putri (2010), buah kelapa (Cocos nuciferaLin) merupakan sumber karbohidrat, lemak, protein, kalori, vitamin dan mineral. Santan kelapa dibuat dari buah kelapa, cairan yang dihasilkan diperoleh dari ekstrak parutan kelapa. Parutan daging kelapa ditambah air atau tanpa ditambah air dan diperas hingga keluar santannya. Santan berperan sebagai pemberi flavor dan mengurangi sifat melekatnya bahan penyusun dodol lainnya pada wadah pengolahan dodol. Santan adalah cairan yang diperoleh dengan melakukan pemerasan terhadap daging buah kelapa parutan. Santan merupakan bahan makanan yang dipergunakan untuk mengolah berbagai masakan yang mengandung daging, ikan, dan untuk pembuatan kue, es krim, dodol, dan gula-gula (Suhardiyono, 1995).

Menurut Idrus (1994), Santan dipilih dari kelapa yang sudah tua, santan masih segar dan bersih. Penggunaan santan sesuai dengan ukuran. Penggunaan santan yang terlalu banyak menyebabkan hasil dodol yang lembek dan cepat tengik. Penggunaan santan yang kurang akan mengakibatkan rasa dodol kurang gurih dan tekstur dodol kurang elastis. Satuhu (1994) menyatakan bahwa santan yang digunakan dalam pembuatan dodol terdiri dari 2 macam yaitu santan kental dan santan encer. Santan berfungsi sebagai penambah cita rasa dan aroma. Santan encer berfungsi untuk mencairkan tepung, sehingga terbentuk adonan dan untuk melarutkan gula sedangkan santan kental berfungsi pada saat pemanasan awal pembuatan dodol. Santan dalam pengolahan pangan dapat berfungsi sebagai media penghantar panas pada waktu pemasakan, menaikkan kelezatan (palatabilitas) makanan dengan meningkatkan flavor, membuat makanan berminyak serta peralatan sehingga adonan tidak lengket pada alat, dan


(35)

18

makanan berfungsi sebagai media penghantar panas pada waktu pemasakan dan dapat mempertinggi keempukan dodol, selain itu santan kelapa digunakan sebagai sumber lemak (Herdiani, 2003). Kandungan nutrisi yang terdapat pada santan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi zat gizi santan kelapa per 100 g

Komponen Jumlah

Air (g) 80

Energi (kkal) 122

Protein (g) 2

Lemak (g) 10

Karbohidrat (g) 7,6

Abu (g) 0.4

Kalsium (mg) 25

Fosfor (mg) 30

Besi (mg) 0.1

Vitamin C (mg) 2

Bdd (%) 100

Sumber : Persatuan Ahli Gizi Indonesia (2009)

2.5. Dodol

Dodol merupakan makanan tradisional yang cukup banyak digemari di Indonesia. Dodol dapat diklasifikasikan menjadi dua, yaitu dodol yang diolah dari campuran buah atau bahan lain dan dodol yang dibuat dari tepung beras ketan putih. Pada umumnya dodol dibuat dari tepung beras ketan putih, santan dan gula aren. Dodol merupakan salah satu produk olahan hasil pertanian yang termasuk dalam jenis makanan yang mempunyai sifat agak basah sehingga dapat langsung dimakan tanpa dibasahi terlebih dahulu (rehidrasi) dan cukup kering sehingga dapat stabil dalam penyimpanan (Adriyani, 2006). Dodol termasuk jenis makanan


(36)

19

setengah basah (Intermediate Moisture Food) yang mempunyai kadar air 10-40 %; Aw 0,70-0,85; tekstur lunak, mempunyai sifat elastis, dapat langsung dimakan, tidak memerlukan pendinginan dan tahan lama selama penyimpanan. Keawetan pangan semi basah sangat tergantung oleh kadar airnya.

Menurut Astawanet al. (2004), pemasakan dodol meliputi empat tahap, yaitu: pembuatan mata ula, pengadukan pertama, pengadukan kedua, pengadukan ketiga. Mata ula adalah santan kental yang dipanaskan sampai setengah

berminyak. Santan yang digunakan pada penelitian ini berasal dari perasan kelapa segar yang diparut dengan tambahan air. Perbandingan kelapa parut dan air yang digunakan yaitu 1:4 (b/b). Diagram alir proses pembuatan dodol dapat dilihat Gambar 6.

Gambar 6. Pembuatan dodol Sumber: Astawanet al. (2004)

Santan kelapa

Pemasakan (mata aula)

Pemasakan dan pengadukan

Pemasakan dan pengadukan hingga elastis

Dodol Tepung beras

ketan


(37)

20

Menurut Haryadi (1998), pembuatan dodol dilakukan dengan mendidihkan santan, tepung beras ketan putih dan gula kelapa secara terbuka hingga kental dan kalis, kemudian didinginkan hingga menjadi makanan semipadat. Proses utama dari pembuatan dodol adalah pendidihan yang memerlukan waktu yang lama dan pengadukan terus menerus agar tidak terjadi pengendapan. Komposisi tepung beras ketan putih, santan kelapa, dan gula kelapa terdapat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi tepung beras ketan putih, santan dan gula kelapa

Penyusun

Tepung Beras Ketan

Putih % Santan % Gula Kelapa %

Air 12 52 10,9

Karbohidrat 79,4 15

-Sukrosa - - 68,35

Gula reduksi - - 6,58

Lemak 0,7 27

-Protein 6,7 4 1,64

Sumber : Haryadi (1998).

Menurut SNI 01-2986-2013, dodol didefinisikan sebagai produk makanan yang dibuat dari tepung beras ketan putih, santan kelapa dan gula merah dengan atau tanpa penambahan bahan makan dan bahan makanan tambahan lain yang diizinkan. Dodol adalah makanan dengan kadar air sekitar 10-20 % sehingga tidak efektif untuk pertumbuhan bakteri dan khamir pathogen, tidak mudah rusak, serta tahan terhadap penyimpanan yang cukup lama tanpa proses pengawetan (Najih,et al., 2010). Syarat mutu dodol menurut SNI 01-2986-2013 terdapat pada Tabel 5.

Menurut Tangketasik (2013), subtitusi tepung tapioka dalam pembuatan dodol menghasilkan dodol dengan tekstur elastis, warna netral dan rasa netral. Menurut


(38)

21

Lestari,et al.(2007), subtitusi tepung tapioka dalam pembuatan dodol susu menghasilkan dodol dengan tekstur elastis, rasa sangat suka, aroma agak suka dan warna suka. Hasil penelitian Breemer,et al.(2010), menunjukkan bahwa

penambahan tepung beras ketan menghasilkan karakteristik dodol pala dengan tekstur lunak, warna coklat muda dan rasa manis. Menurut Astawan (2004), penambahan rumput laut dalam pembuatan dodol rumput laut menghasilkan dodol dengan tekstur agak elastis, warna coklat cerah, serta rasa dan aroma khas rumput laut.

Tabel 5. Syarat mutu dodol beras ketan menurut SNI No. 01-2986-2013

Kriteria Uji Satuan Persyaratan

Bau - Normal/khas dodol

Rasa - Normal/khas dodol

Warna - Normal/khas dodol

Kadar air %b/b Maksimum 20

Jumlah gula sebagai sukrosa %b/b Minimal 30

Lemak %b/b Minimal 0.5

Pemanis buatan - Tidak ternyata

Cemaran logam - Timbal (Pb) - Kadmium (Cd) - Timah (Sn) - Merkuri (Hg) - Arsen (As)

mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg mg/kg Maksimum 0.3 Maksimum 0.1 Maksimum 40,0 Maksimum 0,05 Maksimum 0.5 Cemaran Mikroba

- Angka Lempeng Total - E. coli

- Kapang dan Khamir

koloni apm/g koloni/g

Maksimum 1x104 < 3

Maksimum 2x102 - BakteriColiform

- Salmonella sp

apm/g

-Maksimum 20 Negatif/25 g - Staphylococcus aureus

- Bacillus cereus

koloni/g koloni/g

Maksimum 10 Maksimum 1x102 Sumber : SNI Dodol No. 01-2986-2013 Departemen Perindustrian


(39)

III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pengolahan Hasil Pertanian,

Laboratorium Analisis Kimia Hasil Pertanian Jurusan Teknologi Hasil Pertanian Fakultas Pertanian Universitas Lampung, Laboratorium Teknologi Hasil Pertanian Politeknik Negeri Lampung dan Laboratorium Pengujian Mutu dan Keamanan Pangan Fakultas Teknologi Pangan Universitas Brawijaya pada bulan Januari –

April 2015.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah labu kuning dengan tingkat kematangan tua yang diperoleh dari salah satu petani di Lampung Tengah, tepung beras ketan putih merk Rose Brand, santan kelapa dari kelapa tua yang bersih dan segar, gula pasir merk Gulaku, dan air. Bahan kimia yang digunakan untuk analisis antara lain fenol 5%, asam sulfat pekat (H2SO4), aquades, Pb asetat, Na2CO3, Luff-Schoorl, KI 20%, Na-thiosulfat 0,1N dan hexan.

Alat-alat yang digunakan dalam pembuatan dodol yaitu baskom, panci, kukusan, timbangan, pisau, pengaduk kayu, talenan, kompor, dan wajan. Peralatan untuk


(40)

23

analisis yaitu timbangan digital, cawan porselin, oven, refluks, desikator, alat ekstraksi Soxhlet, tanur listrik, batu didih, peralatan gelas, titrasi dan buret.

3.3. Metode Penelitian

Perlakuan disusun dalam Rancangan Acak Kelompok Lengkap (RAKL) dengan satu faktor dan empat ulangan. Perlakuan faktor tunggal adalah perbandingan pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih sebanyak 6 taraf, yaitu L1 (10:90); L2 (20:80); L3 (30:70); L4 (40:60); L5 (50:50); L6 (60:40) yang

didapatkan dari hasiltrial and error. Perbandingan pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih dalam pembuatan dodol disajikan pada Tabel 6.

Tabel 6. Perbandingan pasta labu kuning dan tepung beras ketan putih dalam pembuatan dodol

Perlakuan Pasta labu kuning(%) Tepung beras ketan putih (%)

L1 10 90

L2 20 80

L3 30 70

L4 40 60

L5 L6

50 60

50 40

Kesamaan ragam diuji dengan uji Bartlett dan kemenambahan data diuji dengan uji Tuckey. Data dianalisis sidik ragam untuk mendapatkan penduga ragam galat dan uji signifikansi untuk mengetahui pengaruh antar perlakuan formulasi tepung beras ketan putih dan pasta labu kuning. Apabila terdapat pengaruh yang nyata, data dianalisis lebih lanjut menggunakan uji Beda Nyata Terkecil (BNT) pada taraf 5%


(41)

24

3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1 Pembuatan pasta labu kuning

Penelitian diawali dengan pembuatan pasta labu kuning. Pembuatan pasta labu kuning dilakukan dengan metode Widyani (2013). Labu kuning dipisahkan bijinya, setelah itu dipotong dan dicuci hingga bersih. Selanjutnya dikukus selama 20 menit pada suhu 100oC, lalu didinginkan. Setelah dingin dilakukan penghancuran atau pelumatan hingga menjadi pasta. Terhadap pasta labu kuning yang dihasilkan dilakukan pengujian kadar air, kadar sukrosa, kadar amilosa dan kadar amilopektin. Diagram alir pembuatan pasta labu kuning dapat dilihat pada Gambar 7.


(42)

25

Gambar 7. Diagram alir proses pembuatan pasta labu kuning Sumber : Widyani (2013) yang dimodifikasi

3.4.2 Pembuatan santan kelapa

Pembuatan santan kelapa dilakukan dengan tahap berikut : kelapa yang sudah tua dikupas, lalu kulit ari dikupas agar menghasilkan parutan kelapa yang putih dan bersih. Selanjutnya buah kelapa diparut menggunakan mesin parut. Hasil parutan kelapa dicampur air hangat dengan perbandingan 1:1 (b/v), lalu diperas secara manual dan disaring menggunakan saringan kelapa sampai diperoleh santan kelapa kental. Diagram alir proses pembuatan santan kelapa dapat dilihat pada Gambar 8.

Analisis Kimia - Kadar Air - Kadar Sukrosa - Kadar Amilosa - Kadar Amilopektin Labu Kuning

Pemotongan dan pemisahan biji

Pencucian

Pengukusan (blanching) T 100oC; t 20 menit

Pasta Labu Kuning Pendinginan

Biji Labu Kuning


(43)

26

Gambar 8. Diagram alir proses pembuatan santan kelapa Sumber : Suriaty (2002)

3.4.3. Pembuatan Dodol Labu Kuning

Pada pembuatan dodol labu kuning, setiap satuan percobaan dibuat perbandingan bahan baku dengan total berat 200g. Sebagai contoh untuk perlakuan 1 (L1) (10% pasta labu kuning : 90% tepung beras ketan putih), digunakan 20 g pasta labu kuning dan 180 g tepung beras ketan putih. Santan kental sebanyak 250 ml dimasak dengan api sedang selama 7 menit kemudian api dimatikan, kemudian dilakukan pencampuran 180 g tepung beras ketan putih dan 200 g gula pasir serta 150 ml santan kental dan dilakukan pengadukan. Setelah itu ditambahkan 20 g pasta labu kuning dan dilakukan pemasakan selama 30 menit pada suhu ± 80oC

Kelapa

Pengupasan kulit ari

Pemarutan daging buah (mesin parut)

Air hangat 1:1 (b/v)

Kelapa Parut

Pemerasan dan penyaringan

Santan Kental


(44)

27

hingga kalis. Setelah matang, dodol pasta labu kuning dicetak dalam nampan dan didinginkan selama kurang lebih 12 jam agar tekstur dodol mengeras. Proses selanjutnya yaitu pemotongan dodol labu kuning dengan ukuran 5cm x 1,5cm x 1cm dan dikemas dengan plastik polietilen (PE). Komposisi bahan penyusun pembuatan dodol labu kuning disajikan pada Tabel 7. Diagram alir proses pembuatan dodol labu kuning disajikan pada Gambar 9.

Tabel 7. Komposisi bahan penyusun pembuatan dodol labu kuning.

Bahan

Kode Perlakuan

L1 L2 L3 L4 L5 L6

Tepung beras ketan putih (g) Pasta labu kuning (g)

Gula pasir (g) Santan kental (mL)

180 20 200 400 160 40 200 400 140 60 200 400 120 80 200 400 100 100 200 400 80 120 200 400


(45)

28

Gambar 9. Diagram alir pembuatan dodol labu kuning Sumber: Widyani (2013)

3.5. Pengamatan

Pengamatan yang dilakukan terhadap dodol labu kuning meliputi kadar air, kadar sukrosa dan uji sensori (tekstur, warna, rasa, aroma dan penerimaan keseluruhan). Pada formulasi dengan hasil perlakuan terbaik dilakukan uji kadar total karoten dan kadar lemak.

Analisis Kimia - Kadar Air - Kadar Sukrosa Uji Sensori - Tekstur - Warna - Rasa - Aroma

- Penerimaan Keseluruhan Formulasi Terbaik

- Kadar Lemak - Kadar Total Karoten Pemasakan ± 7 menit

Pencampuran dan pengadukan

Dodol Labu Kuning Pendinginan (T 250C, t 12 jam) Santan kental 250 ml

Pasta Labu Kuning

Pengadukan dan pemasakan (T ± 80oC, t 30 menit) Tepung ketan

putih + Gula pasir 200 g

santan kental 150 ml

Pencetakan dalam nampan

Pemotongan (5cm x 1,5cm x 1cm)


(46)

29

3.5.1. Kadar Air

Pengujian kadar air dilakukan dengan metode pengovenan (AOAC, 2005). Cawan porselen di keringkan dalam oven selama 30 menit, lalu didinginkan di dalam desikator dan ditimbang. Sebanyak 1-2 g sampel ditimbang lalu

dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan dalam oven pada suhu 105-110oC selama 3 -5 jam. Setelah itu, didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Setelah diperoleh hasil penimbangan pertama, lalu cawan yang berisi sampel tersebut dikeringkan kembali selama 30 menit, setelah itu didinginkan dalam desikator selama 15 menit kemudian ditimbang. Perlakuan ini diulang sampai tercapai berat konstan. Bila penimbangan kedua mencapai pengurangan bobot tidak lebih dari 0,001 g dari penimbangan pertama maka dianggap konstan. Kemudian cawan dan sampel kering ditimbang.

Kadar air dapat dihitung dengan rumus: Kadar air (%) = B - C x 100%

B–A

Keterangan: A = Berat cawan porselen kosong (g)

B = Berat cawan porselen dengan sampel (g) sebelum dioven C = Berat cawan porselen dengan sampel (g) setelah dioven

3.5.2. Kadar Sukrosa

Analisis kadar sukrosa dilakukan dengan metode Luff–Schoorl SNI 01-2891-1992. Sebanyak 2,5–25 g bahan padat yang telah di haluskan ditimbang dan dimasukkan ke dalam gelas piala 250 ml, kemudian dilarutkan dengan 100 ml aquades dan ditambahkan Pb Asetat untuk penjernihan. Kemudian ditambah


(47)

30

Na2CO3untuk menghilangkan kelebihan Pb, dan ditambah aquades hingga tepat 250 ml. Setelah itu, diambil 25 ml larutan dan dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambah 25 ml larutan Luff–Schoorl. Dibuat perlakuan blanko yaitu 25 ml larutan Luff-Schoorl ditambah 25 ml aquades, setelah ditambah beberapa butir batu didih, Erlenmeyer dihubungkan dengan pendingin balik dan dididihkan selama 10 menit. Setelah itu, cepat-cepat didinginkan, ditambah 5 ml KI 20% dan dengan hati-hati tambahkan 25 ml H2SO4 26,5%.

Yodium yang dibebaskan lalu dititrasi dengan larutan Na-Thiosulfat 0,1 N

memakai indikator pati 1% sebanyak 2-3%. (Titrasi diakhiri setelah timbul warna krem susu)

Perhitungan kadar gula sesudah inversi:

(Titrasi Blanko–Titrasi sample* ) X Fakt. Pengenceran

--- X 100 mg Sampel

Kadar gula jumlah sebagai sukrosa = kadar gula sesudah inversi x 0,95 Ket : * Masukkan dalam Tabel 8

Dengan mengetahui selisih antara titrasi blanko dan titrasi contoh kadar gula reduksi dalam bahan dapat dicari dengan menggunakan Tabel 8.


(48)

31

Tabel 8. Penentuan Glukosa, Fruktosa dan Gula Invert dalam suatu bahan dengan Metode Luff Schoorl.

Ml 0,1 N Na- Thiosulfat

Glukosa, fruktosa, gula invert mg C6H12O6

Ml 0,1 N Na- Thiosulfat

Glukosa, fruktosa, gula invert mg C6H12O6 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 2,4 4,8 7,2 9,7 12,2 14,7 17,2 19,8 22,4 25,0 27,6 30,3 Δ 2,4 2,4 2,5 2,5 2,5 2,5 2,6 2,6 2,6 2,6 2,7 2,7 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 33,0 35,7 38,5 41,3 44,2 47,3 50,0 53,0 56,0 59,1 62,2 -Δ 2,7 2,8 2,8 2,9 2,9 2,9 3,0 3,0 3,1 3,1

-3.5.3. Uji Sensori

Penilaian uji sensori dodol labu kuning meliputi tekstur, warna, rasa dan aroma menggunakan metode skoring, sedangkan penerimaan keseluruhan menggunakan uji hedonik. Penilaian uji sensori dodol labu kuning menggunakan 20 panelis semi terlatih (mahasiswa yang sudah mengambil mata kuliah uji sensori). Penilaian uji sensori dodol labu kuning seperti pada Tabel 9.


(49)

32

Tabel 9. Skor penilaian uji sensori dodol labu kuning

Skor Tekstur Warna Rasa Aroma Penerimaan

Keseluruhan 1 Sangat tidak elastis dan sangat lengket Sangat tidak kuning kecoklatan Sangat tidak berasa labu kuning Sangat tidak beraroma labu kuning Sangat tidak suka 2 Tidak elastis dan lengket Tidak kuning kecoklatan Tidak berasa labu kuning Tidak beraroma

labu kuning Tidak suka

3 Agak elastis dan agak lengket Agak kuning kecoklatan Agak berasa labu kuning Agak beraroma

labu kuning Agak suka

4 Elastis dan tidak lengket kuning kecoklatan Berasa labu kuning Beraroma labu kuning Suka 5 Sangat elastis dan tidak lengket Sangat kuning kecoklatan Sangat berasa labu kuning Sangat beraroma

labu kuning Sangat suka

3.5.4. Kadar Lemak

Kadar lemak ditentukan dengan metode soxhlet (AOAC, 2005). Sampel dalam kertas saring (W1) dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian

dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 °C dengan menggunakan pemanas listrik selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan


(50)

33

dalam oven pada suhu 105 °C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Kadar lemak dihitung dengan rumus sebagai berikut: W3–W2

Kadar Lemak (%) = x 100%

W1 Keterangan : W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (g) W3 = Berat labu lemak dengan lemak (g)

3.5.5. Kadar Amilosa dan Amilopektin

Pembuatan kurva standar amilosa

Penentuan kadar amilosa dan amilopektin (Apriyantonoet al.,1989). Sebanyak 40 mg amilosa murni dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, lalu tambahkan 1 ml etanol 95 % dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Setelah itu labu ukur dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95ºC selama 10 menit. Setelah

didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilasi sampai tanda tera sebagai larutan stok standar.

Dari larutan stok standar dipipet 1, 2, 3, 4, dan 5 ml dan dipindahkan masing-masing ke dalam labu ukur 100 ml. Masing-masing-masing labu ukur kemudian ditambahkan 0.2, 0.4, 0.6, 0.8, dan 1.0 ml larutan asam asetat 1 N. Setelah itu ditambahkan 2 ml larutan iodin (0.2 g I2 dan 2 g KI dilarutkan dalam 100 ml air destilasi) ke dalam setiap labu, lalu ditera dengan air destilasi. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada


(51)

34

panjang gelombang 625 nm. Kurva standar merupakan hubungan antara kadar amilosa dan absorbansi.

Analisis sampel

Sebanyak 100 mg sampel pati dimasukkan ke dalam labu ukur 100 ml, kemudian ditambahkan 1 ml etanol 95 % dan 9 ml larutan NaOH 1 N ke dalam labu. Labu ukur lalu dipanaskan dalam penangas air pada suhu 95ºC selama 10 menit. Setelah didinginkan, larutan gel pati ditambahkan air destilasi sampai tanda tera dan dihomogenkan. Dipipet 5 ml larutan gel pati dipindahkan ke dalam labu ukur 100 ml, labu ukur tersebut kemudian ditambahkan 1.0 ml larutan asam asetat 1 N dan 2 ml larutan iodin, lalu ditera dengan air destilasi. Larutan dibiarkan selama 20 menit, lalu diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 625 nm. Kadar amilosa ditentukan berdasarkan persamaan kurva standar yang diperoleh. Kadar amilopektin diperoleh dengan caraby different, yaitu dengan cara mengurangkan nilai 100% dengan kadar amilosa.

3.5.6 Kadar Total Karoten

Kadar total karoten diuji dengan metode Spektrofotometri (AOAC, 1999),

sebanyak 2 g sampel yang telah dihaluskan dimasukkan ke dalam erlenmeyer, lalu ditambah dengan 5 g KOH dan etanol 10% sampai 50 ml, kemudian direflux pada suhu 70-80oC selama 30 menit dalamwaterbath. Setelah dingin, sampel disaring dengan kertas saring, endapan dicuci dengan 20 etanol panas 95%, lalu disaring lagi. Erlenmeyer dicuci dengan 30 ml eter, filtrat disatukan.


(52)

35

Filtrat diekstrak dengan 50 ml akuades dan ditambah 10 ml larutan NaCl jenuh menggunakan corong pisah. Lapisan etanol dan akuades dibuang dan diekstrak kembali dengan 25 ml eter. Larutan eter yang mengandung beta karoten dicampur dengan larutan eter hasil saringan sebelumnya, campuran dicuci dengan 50 ml akuades, 20 ml eter dan 10 ml NaCl jenuh. Selanjutnya, semua lapisan akuades dibuang. Ekstrak dipindahkan ke dalam labu takar 25 ml melalui penyaringan yang diberi bubuk Na2SO4anhidrat, kemudian digenapkan dengan larutan eter. Absorbansi sampel diukur pada panjang gelombang 450 nm. Kadar total karoten dalam sampel dihitung berdasarkan kurva standar total karoten


(53)

V. SIMPULAN DAN SARAN

5.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: 1. Skor tekstur dodol labu kuning pada perlakuan L1 tidak berbeda nyata

terhadap perlakuan L2, pelakuan L1 menghasilkan skor lebih tinggi yaitu sebesar 3,44. Pada skor warna, rasa dan aroma perlakuan L6 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan L5, perlakuan L6 menghasilkan skor warna sebesar 4,26, rasa sebesar 3,89 dan aroma sebesar 3,69. Skor penerimaan

keseluruhan perlakuan L5 tidak berbeda nyata terhadap perlakuan L6, L4 dan L3, perlakuan L5 menghasilkan skor penerimaan keseluruhan sebesar 3,51. Kadar air dodol labu kuning tidak memenuhi SNI dodol No. 01-3840-1995 dengan persyaratan kadar air maksimal 20%. Kadar sukrosa dodol labu kuning memenuhi SNI dodol No. 01-3840-1995 dengan persyaratan kadar sukrosa minimal 30%.

2. Dodol labu kuning terbaik pada proporsi tepung beras ketan putih 50% dan pasta labu kuning 50%, menghasilkan kadar air sebesar 22,51%, kadar sukrosa sebesar 33,76%, kadar total karoten sebesar 1,16 µg/g, kadar lemak sebesar 23,12%, skor tekstur sebesar 3,00 (agak elastis), skor warna sebesar 3,97 (kuning kecoklatan), skor rasa sebesar 3,75 (berasa labu kuning), skor


(54)

56

aroma sebesar 3,50 (beraroma labu kuning), serta skor penerimaan keseluruhan sebesar 3,51 (suka).

5.2 Saran

Dodol labu kuning untuk setiap perlakuan menghasilkan kadar air yang sedikit lebih tinggi dari persyaratan kadar air SNI dodol dan tekstur yang kurang elastis. Oleh karena itu, disarankan proses pengukusan pasta labu kuning dilakukan tanpa pengupasan kulit luar, pemotongan dengan ukuran lebih besar dan tutup panci dilapisi dengan kain. Pemasakan dodol menggunakan termometer sehingga suhu pemasakan dodol dapat dikontrol dengan baik serta pengeringan dodol dengan oven.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Adiono, dan H. Purnomo. 2007. Ilmu Pangan. Universitas Indonesia-Press, Jakarta.

Adriyani, C.T. 2006. Pembuatan Dodol Tape Pisang. (Skripsi). Fakultas Teknik, Universitas Negeri Semarang. Semarang.

Agustawa, R. 2012. Modifikasi Pati Ubi Jalar Putih (Ipomea Batatas L) Varietas Sukuh dengan Proses Fermentasi dan MetodeHeat Moisture Treatment (HMT) Terhadap Karakteristik Fisik dan Kimia Pati. (Skripsi). Jurusan Teknologi Hasil Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang.

Agustin, L. M., Astawa dan F. G. Winarno. 1996. Standarisasi Formulasi Empek-empek Palembang dari Ikan Gabus (Ophiocephollus Striatus Block). Buletin Teknologi dan Industri Pangan.3(3) : 13-18.

Aisyah, Y., Rasdiansyah, dan Muhaimin. 2014. Pengaruh Pemanasan terhadap Aktivitas Antioksidan pada Beberapa Jenis Sayuran. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia6(2): 1-6.

Andriyani. 2008. Pengaruh Jumlah Bubur Tepung Labu Kuning dan Konsentrasi Kitosan terhadap Mutu Mie Basah. (Skripsi). Universitas Sumatera Utara. Medan.

AOAC. 1995. Official Methods of the Association of Official Analytical Chemists. Arlington, Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemists , Inc. Washington D.C.

AOAC. 1999. Official Methods of the Association of Official Analytical Chemists. Arlington, Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemists , Inc. Washington D.C.

AOAC. 2005. Official Methods of the Association of Official Analytical Chemists. Arlington, Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemists , Inc. Washington D.C.

Apriyantono, A., D. Fardiaz, N. L. Puspitasari, Sedarnawati, S. Budiyanto. 1989. Analisis Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(56)

Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.

Astawan, M. 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan Pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan15(1): 61-69.

Azizah, A. H., K. C. Wee, O. Azizah dan M. Azizah. 2009. Effect of Boiling and Stir Frying on Total Phenolics, Carotenoids and Radical Scavenging Activity of Pumpkin (Cucurbita moschata). Journal International Food Research16: 45-51.

Belitz H. D., W. Grosch dan P. Schieberle. 2008. Food Chemistry4th Revised and Extended Edition. Springer Verlag. Berlin.

Bisognin, D.A. 2002. Origin and Evolution of Cultivated Cucurbits. Ciência Rural, Santa Maria32 (5): 715-723.

Breemer, R., F. J. Polnaya dan C. Rumahrupute. 2010. Pengaruh Konsentrasi Tepung Beras Ketan Terhadap Mutu Dodol Pala.Jurnal Budidaya Pertanian 6(1): 17-20.

Budiman, L., S.T. Soekarto, dan A. Apriyantono. 1984. Karakteristik Buah Labu (Cucurbita pepoL.).Buletin Ilmu dan Teknologi Pangan(3): 116-135.

Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo dan Adiono (Penerjemah). UI-Press. Jakarta.

Carvalho, L. M. J., P. B. Gomes, R. L. O. Godoy, S. Pacheco, P. H. F. Mento, J. L. V. Carvalho, M. R. Nutti, A. C. L. Neves, A. C. R. A. Vieira and S. R. R. Ramos. 2012. Total Carotenoid Content, α-carotene and β-carotene, of Landrace Pumpkins (Cucurbita Moschata Duch). Journal Food Research International47: 337–340.

Charles, A.L., Y.H. Chang, W.C.Ko., K. Sriroth, and T.C. Huang.2005. Influence of Amylopectin Structure and Amylose Content on Gelling Properties of Five Cultivars of Cassava Starches.Jurnal Agriculture and Food Chemistry53: 2717–2725.

Damayanti W. 2000. Aneka Penganan. Trubus Agrisarana. Surabaya. Damodaran, Parkin dan Fennema. 1996. Fennema’s Food Chemistry. 3rd

Ed/Revised and Expanded. Department Food Science. University of Wincosin. Madison, Wincosin.


(57)

Departemen Kesehatan, R.I. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan.Bhratara. Jakarta.

Fransisca, F. L. G. O. 2011. Pengaruh Penambahan Gliserol dengan Berbagai Konsentrasi terhadap Kualitas Jenang Dodol selama Penyimpanan. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Fellows, P.J. 1992. Food Processing Technology. Ellis Horwood, New York. Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Edisi 3. Marcel Dekker, Inc. Amerika

Serikat.

Gardjito, M., M. Agnes, dan A. Nur. 2006. Mikroenkapsulasi β-karoten Buah Labu Kuning dengan EnkapsulanWheydan Karbohidrat.Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan2 (1): 13-18.

Gautara dan Soesarsano. 2005. Dasar Pengolahan Gula. IPB. Bogor.

Gross, J. 1991. Pigment in Vegetables: Chlorophylls and Carotenoids. Avi. Van Nostrand Reinhold. New York.

Harris, R. S. Dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan Terbitan kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Hartati. 1996. Pengembangan Teknologi Proses Pembuatan Dodol Makanan Tradisional Sulawesi Tengah. Departemen Perindustrian BPPI.

Haryadi. 1998. Modifikasi Proses Pembuatan Dodol. Jurnal Agritech18 (1): 29-30.

Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Universitas Gadjah Mada-Press. Yogyakarta.

Hatta, R. 2012. Studi Pembuatan Dodol dari Rumput Laut (Eucheuma cottoni) dengan Penambahan Kacang Hijau (Phaseolus Eureus). (Skripsi).

Universitas Hasanuddin. Makassar.

Herdiani F. 2003. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottoni) untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan pada Selai dan Dodol. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hendrasty, H.K. 2003. Tepung Labu Kuning: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.

Idrus, H. 1994.Pembuatan Dodol. Balai Besar Penelitian Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Departemen Industri.


(58)

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Khatijah, I., J. S. Chia dan B. T. Lim. 1992. Nutrient Composition of Malaysian Traditional Cakes. Serdang: MARDI. Malaysia.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

Lestari, D. W., A. S. Widati dan E. S. Widyastuti. 2007. Pengaruh Subtitusi Tepung Tapioka terhadap Tekstur dan Nilai Organoleptik Dodol Susu. Jurnal Makanan Tradisional Indonesia 3(2):1-10.

Manab, A. 2007. Kajian Penggunaan Sukrosa Terhadap Pencoklatan Non-enzimatis Dodol Susu. Jurnal Ternak Tropika2(6):58-63.

Marpaung, P. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasir terhadap Mutu Dodol Rumput Laut. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Meilgaard, M., E.V. Civile, dan B.T. Cart. 1999. Sensory Techniques Evaluation. CRC Press. Florida.

Middleton, J.T. 1997. Encyclopedia of Food. McGraw Hill. New York. Monika, M. S. 2013. Aspek Teknis dan Finansial Pembuatan Dodol Coklat.

(Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

Moorthy, S.N. 2004. Tropical Sources of Starch. CRC Press, Baco Raton. Florida.

Muchtadi T. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Murdijati G. 2006. Labu Kuning Sumber Karbohidrat Kaya Vitamin A. Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Musaddad, D. dan N. Hartuti. 2003. Produk Olahan Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muzaifa, M., F. R Zalniati dan Rasdiansyah. 2012. Produksi Roti Tawar dari Labu Kuning dengan Persentase Substitusi Tepung Terigu dan Konsentrasi Emulsifier yang Berbeda. Jurnal Hasil Penelitian Industri25(2): 101-107. Najih, L, S. Didik dan H. Wikanastri. 2010. Pengaruh Lama Simpan pada Suhu

Ruang Terhadap Kadar Protein Dodol Tape Kulit Umbi Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Gizi1(1): 24-34.


(59)

Novary, E.W. 1999.Penanganan Sayuran Segar.Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Prasbini, H., D. Ishartani, dan D. Rahadian. Kajian Sifat Kimia dan Fisik Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata) dengan Perlakuan Blanching dan

Perendaman dalam Natrium Metabisulfit (Na2S2O5).Jurnal Teknosain Pangan 2(2): 93-102.

Purnamasari, I., U. Purwandari dan Supriyanto. 2012. Optimasi Penggunaan Tepung Labu Kuning dan Gum Arab pada Pembuatan Cup Cake. Prosiding. Universitas Trunojoyohalaman 1–9.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Pemanfaatannya dalam Pengawetan Pangan. UI-Press. Jakarta.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. 2001. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Putri, M.F. 2010. Tepung Ampas Kelapa pada Umur Panen 11-12 Bulan sebagai Bahan Pangan Sumber Kesehatan.Jurnal Kompetensi Teknik1(2): 97-104 Rahmadi, A. 2002. Pengaruh Metode Pengolahan Tradisional dan Modifikasi

Cara Bengkulu terhadap Mutu Produk Dodol Rumput Laut Selama Penyimpanan. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saade, R. L. dan S.M. Hernández. 2010. Cucurbits. http://www.hort.purdue.edu /newcrop/1492/cucurbits.html. Diakses pada tanggal 25 Mei 2014.

Satuhu, S. dan Sunarmani. 2004. Membuat Aneka Dodol Buah.Penebar Swadaya. Jakarta.

See, E. F., W.A. Nadiah dan A. A. N. Aziah. 2007. Physico-Chemical and Sensory Evaluation of Breads Supplemented with Pumpkin Flour.Journal ASEAN Food 14(2): 123-130.

Seknum, N. 2012. Pemanfaatan Tepung Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dalam Pembuatan Dodol sebagai Upaya Peningkatan Nilai Tambah. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Seo J. S., J. B. Betty, Q. Zhejiu dan R. N Terry. 2004. Extraction and

Chromatography of Carotenoids from Pumpkin.Journal of Chromatography A.1073(2005): 371-375.


(60)

Setiawan, A.I. dan Y. Trisanawati. 1993. Pare dan Labu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siswoputranto, L.D. 1989. Teknologi Pasca Panen Kentang. Liberty. Yogyakarta.

Srihari, E. 2010. Pengaruh Penambahan Maltodektrin pada Pembuatan Santan Kelapa Bubuk.Seminar Rekayasa Kimia dan Proseshalaman A18-1 - A18-7. Universitas Surabaya. Surabaya.

Standar Nasional Indonesia. 1992. Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992. Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian. Jakarta Standar Nasional Indonesia. 2013. Dodol Beras Ketan. SNI 01-2986-2013.

Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian. Jakarta. Sudarto, Y. 1993. Budi Daya Waluh.Kanisius. Yogyakarta.

Suhardiyono, L. 1995.Tanaman Kelapa. Kanisius. Yogyakarta.

Sugiyono. 2002. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Sukmaningrum, A. 2003. Formulasi Produk Makanan Berkalori Tinggi (Pangan Darurat) dari Buah Sukun (Artocarpus altilis). (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sulaiman, T. 1992. Rancangan Pengeringan Lombok Merah dengan Rak Bilik. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sunarti, T.C. 2002. Study on Outer Chains from Amylopectin between

Immobilized and Free Debranching Enzymes.Journal Application Glycoscience48(1) : 1- 10.

Suparmo dan Sudarmanto. 1991. Proses Pengolahan Tebu. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Suprapti, M. L. 2005. Kuaci dan Manisan Waluh. Kanisius. Yogyakarta. Suprapto, H. 2006. Pengaruh Substitusi Tapioka untuk Tepung Beras Ketan

terhadap Perbaikan Kualitas Wingko. Jurnal Teknologi Pertanian2(1): 19-23.

Suriaty. 2002. Pengaruh Penambahan Santan Kelapa terhadap mutu Dodol Rumput Laut dari JenisEucheuma Cottonii.(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(61)

Tangketasik, I. 2013. Subtitusi Tepung Tapioka (Manihot esculenta)dalam Pembuatan Dodol. Jurnal Teknologi Pertanian2(1): 1-4.

Usmiati, S., Y. Sri, Y. P. Endang, S. Hadi, dan S. Yetty. 2011. Pengembangan Produk Pangan Berbahan Baku Labu Kuning.Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisionalhalaman 202-208. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Widjanarko, S. B., T. Susanto dan A. Sari. 2000. Penggunaan Jenis dan Proporsi Tepung yang Berbeda terhadap Fisiko-Kimia dan Organoleptik Dodol Pisang Cavendish (Musa Paradisiaca L).Jurnal Makanan Tradisional Indonesia. 1(3): 50-54. Universitas Brawijaya. Malang.

Widyani, P. 2013. Pembuatan Dodol dengan Penambahan Waluh. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.


(1)

Astawan, M. 1991. Teknologi Pengolahan Pangan Nabati Tepat Guna. Akademika Pressindo. Jakarta.

Astawan, M. 2004. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma Cottonii) untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan Pada Selai dan Dodol. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan15(1): 61-69.

Azizah, A. H., K. C. Wee, O. Azizah dan M. Azizah. 2009. Effect of Boiling and Stir Frying on Total Phenolics, Carotenoids and Radical Scavenging Activity of Pumpkin (Cucurbita moschata). Journal International Food Research16: 45-51.

Belitz H. D., W. Grosch dan P. Schieberle. 2008. Food Chemistry4th Revised and Extended Edition. Springer Verlag. Berlin.

Bisognin, D.A. 2002. Origin and Evolution of Cultivated Cucurbits. Ciência Rural, Santa Maria32 (5): 715-723.

Breemer, R., F. J. Polnaya dan C. Rumahrupute. 2010. Pengaruh Konsentrasi Tepung Beras Ketan Terhadap Mutu Dodol Pala.Jurnal Budidaya Pertanian 6(1): 17-20.

Budiman, L., S.T. Soekarto, dan A. Apriyantono. 1984. Karakteristik Buah Labu (Cucurbita pepoL.).Buletin Ilmu dan Teknologi Pangan(3): 116-135.

Buckle, K. A., R. A. Edward, G. H. Fleet dan M. Wooton. 1987. Ilmu Pangan. Purnomo dan Adiono (Penerjemah). UI-Press. Jakarta.

Carvalho, L. M. J., P. B. Gomes, R. L. O. Godoy, S. Pacheco, P. H. F. Mento, J. L. V. Carvalho, M. R. Nutti, A. C. L. Neves, A. C. R. A. Vieira and S. R. R. Ramos. 2012. Total Carotenoid Content, α-carotene and β-carotene, of Landrace Pumpkins (Cucurbita Moschata Duch). Journal Food Research International47: 337–340.

Charles, A.L., Y.H. Chang, W.C.Ko., K. Sriroth, and T.C. Huang.2005. Influence of Amylopectin Structure and Amylose Content on Gelling Properties of Five Cultivars of Cassava Starches.Jurnal Agriculture and Food Chemistry53: 2717–2725.

Damayanti W. 2000. Aneka Penganan. Trubus Agrisarana. Surabaya. Damodaran, Parkin dan Fennema. 1996. Fennema’s Food Chemistry. 3rd

Ed/Revised and Expanded. Department Food Science. University of Wincosin. Madison, Wincosin.


(2)

Departemen Kesehatan, R.I. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan.Bhratara. Jakarta.

Fransisca, F. L. G. O. 2011. Pengaruh Penambahan Gliserol dengan Berbagai Konsentrasi terhadap Kualitas Jenang Dodol selama Penyimpanan. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Fellows, P.J. 1992. Food Processing Technology. Ellis Horwood, New York. Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Edisi 3. Marcel Dekker, Inc. Amerika

Serikat.

Gardjito, M., M. Agnes, dan A. Nur. 2006. Mikroenkapsulasi β-karoten Buah Labu Kuning dengan EnkapsulanWheydan Karbohidrat.Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan2 (1): 13-18.

Gautara dan Soesarsano. 2005. Dasar Pengolahan Gula. IPB. Bogor.

Gross, J. 1991. Pigment in Vegetables: Chlorophylls and Carotenoids. Avi. Van Nostrand Reinhold. New York.

Harris, R. S. Dan E. Karmas. 1989. Evaluasi Gizi pada Pengolahan Bahan Pangan Terbitan kedua. Institut Teknologi Bandung. Bandung.

Hartati. 1996. Pengembangan Teknologi Proses Pembuatan Dodol Makanan Tradisional Sulawesi Tengah. Departemen Perindustrian BPPI.

Haryadi. 1998. Modifikasi Proses Pembuatan Dodol. Jurnal Agritech18 (1): 29-30.

Haryadi. 2006. Teknologi Pengolahan Beras. Universitas Gadjah Mada-Press. Yogyakarta.

Hatta, R. 2012. Studi Pembuatan Dodol dari Rumput Laut (Eucheuma cottoni) dengan Penambahan Kacang Hijau (Phaseolus Eureus). (Skripsi).

Universitas Hasanuddin. Makassar.

Herdiani F. 2003. Pemanfaatan Rumput Laut (Eucheuma cottoni) untuk Meningkatkan Kadar Iodium dan Serat Pangan pada Selai dan Dodol. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor

Hendrasty, H.K. 2003. Tepung Labu Kuning: Pembuatan dan Pemanfaatannya. Kanisius. Yogyakarta.

Idrus, H. 1994.Pembuatan Dodol. Balai Besar Penelitian Pengembangan Industri Hasil Pertanian. Departemen Industri.


(3)

Ketaren, S. 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Universitas Indonesia. Jakarta.

Khatijah, I., J. S. Chia dan B. T. Lim. 1992. Nutrient Composition of Malaysian Traditional Cakes. Serdang: MARDI. Malaysia.

Kusnandar, F. 2010. Kimia Pangan Komponen Makro. PT. Dian Rakyat. Jakarta.

Lestari, D. W., A. S. Widati dan E. S. Widyastuti. 2007. Pengaruh Subtitusi Tepung Tapioka terhadap Tekstur dan Nilai Organoleptik Dodol Susu. Jurnal Makanan Tradisional Indonesia 3(2):1-10.

Manab, A. 2007. Kajian Penggunaan Sukrosa Terhadap Pencoklatan Non-enzimatis Dodol Susu. Jurnal Ternak Tropika2(6):58-63.

Marpaung, P. 2001. Pengaruh Konsentrasi Gula Pasir terhadap Mutu Dodol Rumput Laut. (Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Meilgaard, M., E.V. Civile, dan B.T. Cart. 1999. Sensory Techniques Evaluation. CRC Press. Florida.

Middleton, J.T. 1997. Encyclopedia of Food. McGraw Hill. New York. Monika, M. S. 2013. Aspek Teknis dan Finansial Pembuatan Dodol Coklat.

(Skripsi). Fakultas Pertanian. Universitas Lampung. Lampung.

Moorthy, S.N. 2004. Tropical Sources of Starch. CRC Press, Baco Raton. Florida.

Muchtadi T. dan F. Ayustaningwarno. 2010. Teknologi Proses Pengolahan Pangan. Alfabeta. Bandung.

Murdijati G. 2006. Labu Kuning Sumber Karbohidrat Kaya Vitamin A. Pusat Kajian Makanan Tradisional Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Musaddad, D. dan N. Hartuti. 2003. Produk Olahan Tomat. Penebar Swadaya. Jakarta.

Muzaifa, M., F. R Zalniati dan Rasdiansyah. 2012. Produksi Roti Tawar dari Labu Kuning dengan Persentase Substitusi Tepung Terigu dan Konsentrasi Emulsifier yang Berbeda. Jurnal Hasil Penelitian Industri25(2): 101-107. Najih, L, S. Didik dan H. Wikanastri. 2010. Pengaruh Lama Simpan pada Suhu

Ruang Terhadap Kadar Protein Dodol Tape Kulit Umbi Ubi Kayu. Jurnal Pangan dan Gizi1(1): 24-34.


(4)

Novary, E.W. 1999.Penanganan Sayuran Segar.Penerbit Penebar Swadaya. Jakarta.

Persatuan Ahli Gizi Indonesia. 2009. Tabel Komposisi Pangan Indonesia. Elex Media Komputindo. Jakarta.

Prasbini, H., D. Ishartani, dan D. Rahadian. Kajian Sifat Kimia dan Fisik Tepung Labu Kuning (Cucurbita Moschata) dengan Perlakuan Blanching dan

Perendaman dalam Natrium Metabisulfit (Na2S2O5).Jurnal Teknosain Pangan

2(2): 93-102.

Purnamasari, I., U. Purwandari dan Supriyanto. 2012. Optimasi Penggunaan Tepung Labu Kuning dan Gum Arab pada Pembuatan Cup Cake. Prosiding. Universitas Trunojoyohalaman 1–9.

Purnomo, H. 1995. Aktivitas Air dan Pemanfaatannya dalam Pengawetan Pangan. UI-Press. Jakarta.

Pusat Penelitian dan Pengembangan Gizi. 2001. Komposisi Zat Gizi Makanan Indonesia. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Jakarta.

Putri, M.F. 2010. Tepung Ampas Kelapa pada Umur Panen 11-12 Bulan sebagai Bahan Pangan Sumber Kesehatan.Jurnal Kompetensi Teknik1(2): 97-104 Rahmadi, A. 2002. Pengaruh Metode Pengolahan Tradisional dan Modifikasi

Cara Bengkulu terhadap Mutu Produk Dodol Rumput Laut Selama Penyimpanan. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Saade, R. L. dan S.M. Hernández. 2010. Cucurbits. http://www.hort.purdue.edu /newcrop/1492/cucurbits.html. Diakses pada tanggal 25 Mei 2014.

Satuhu, S. dan Sunarmani. 2004. Membuat Aneka Dodol Buah.Penebar Swadaya. Jakarta.

See, E. F., W.A. Nadiah dan A. A. N. Aziah. 2007. Physico-Chemical and Sensory Evaluation of Breads Supplemented with Pumpkin Flour.Journal ASEAN Food 14(2): 123-130.

Seknum, N. 2012. Pemanfaatan Tepung Buah Lindur (Bruguiera gymnorrhiza) dalam Pembuatan Dodol sebagai Upaya Peningkatan Nilai Tambah. (Skripsi). Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Seo J. S., J. B. Betty, Q. Zhejiu dan R. N Terry. 2004. Extraction and

Chromatography of Carotenoids from Pumpkin.Journal of Chromatography A.1073(2005): 371-375.


(5)

Setiawan, A.I. dan Y. Trisanawati. 1993. Pare dan Labu. Penebar Swadaya. Jakarta.

Siswoputranto, L.D. 1989. Teknologi Pasca Panen Kentang. Liberty. Yogyakarta.

Srihari, E. 2010. Pengaruh Penambahan Maltodektrin pada Pembuatan Santan Kelapa Bubuk.Seminar Rekayasa Kimia dan Proseshalaman A18-1 - A18-7. Universitas Surabaya. Surabaya.

Standar Nasional Indonesia. 1992. Uji Makanan dan Minuman. SNI 01-2891-1992. Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian. Jakarta Standar Nasional Indonesia. 2013. Dodol Beras Ketan. SNI 01-2986-2013.

Pusat Standarisasi Industri. Departemen Perindustrian. Jakarta. Sudarto, Y. 1993. Budi Daya Waluh.Kanisius. Yogyakarta.

Suhardiyono, L. 1995.Tanaman Kelapa. Kanisius. Yogyakarta.

Sugiyono. 2002. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan dan Gizi IPB. Bogor.

Sukmaningrum, A. 2003. Formulasi Produk Makanan Berkalori Tinggi (Pangan Darurat) dari Buah Sukun (Artocarpus altilis). (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Sulaiman, T. 1992. Rancangan Pengeringan Lombok Merah dengan Rak Bilik. (Skripsi). Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sunarti, T.C. 2002. Study on Outer Chains from Amylopectin between

Immobilized and Free Debranching Enzymes.Journal Application Glycoscience48(1) : 1- 10.

Suparmo dan Sudarmanto. 1991. Proses Pengolahan Tebu. PAU Pangan dan Gizi. UGM. Yogyakarta.

Suprapti, M. L. 2005. Kuaci dan Manisan Waluh. Kanisius. Yogyakarta. Suprapto, H. 2006. Pengaruh Substitusi Tapioka untuk Tepung Beras Ketan

terhadap Perbaikan Kualitas Wingko. Jurnal Teknologi Pertanian2(1): 19-23.

Suriaty. 2002. Pengaruh Penambahan Santan Kelapa terhadap mutu Dodol Rumput Laut dari JenisEucheuma Cottonii.(Skripsi). Institut Pertanian Bogor. Bogor.


(6)

Tangketasik, I. 2013. Subtitusi Tepung Tapioka (Manihot esculenta)dalam Pembuatan Dodol. Jurnal Teknologi Pertanian2(1): 1-4.

Usmiati, S., Y. Sri, Y. P. Endang, S. Hadi, dan S. Yetty. 2011. Pengembangan Produk Pangan Berbahan Baku Labu Kuning.Prosiding Seminar Nasional Peningkatan Daya Saing Pangan Tradisionalhalaman 202-208. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian.

Widjanarko, S. B., T. Susanto dan A. Sari. 2000. Penggunaan Jenis dan Proporsi Tepung yang Berbeda terhadap Fisiko-Kimia dan Organoleptik Dodol Pisang Cavendish (Musa Paradisiaca L).Jurnal Makanan Tradisional Indonesia. 1(3): 50-54. Universitas Brawijaya. Malang.

Widyani, P. 2013. Pembuatan Dodol dengan Penambahan Waluh. (Skripsi). Universitas Sebelas Maret. Surakarta.