Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristic Model (JCM) Pada Perusahaan Genting di Kecamatan Kalirejo Lampung tengah

(1)

ABSTRCT

Job Satisfaction Labor Besed Job Characteristic Model (JCM) Perspective On Roof Tile Factory In Kecamatan Kalirejo Central Lampung

By

AGUS NURZAMAN

The goal of this research was to know how job satisfaction to the labors of roof-tile factory which exists in Kalirejo, Central Lampung. The type of this research used descriptive by qualitative approach. The location of this research was Dusun 02 RT 07 Kalirejo, Central Lampung.

Job satisfaction is one of the things that are hoped by every labor, even formal labor and also informal labor. In this thing, the research was focused to the informal labor that is labors of roof-tile factory. By using Job Characteristic Model (JCM) perspective, it is hoped that it can give clear description about work satisfaction to the informal labor especially labors of roof-tile factory in Kalirejo. Because Job Characteristic Model (JCM) does not only see the job satisfaction achievement from the material but it emphasizes in the work aspect itself. Data Collecting Technique in this research was by using deeply interview to the informant they were labors itself.

Result of this research showed that based on Job Characteristic Model (JCM) perspective, the labors of roof-tile factory felt quite motivated so far to the job they do this time. This thing seemed from positive respond that was given by labors of roof-tile factory to the 3 of 5 Job Characteristic Model (JCM) indicators they are significant assignment, autonomy and feed back.


(2)

ABSTRAK

Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristic Model (JCM) Pada Perusahaan Genting di Kecamatan Kalirejo Lampung tengah

Oleh

Agus Nurzaman

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja pada buruh perusahaan genting yang ada di Desa Kalirejo Lampung Tengah. Tipe penelitian yang digunakan adalah deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Lokasi penelitian ini tepatnya dilakukan di Desa Kalirejo Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah. Kepuasan kerja merupakan salah satu hal yang diharapkan oleh pekerja, baik pekerja formal maupun informal. Dalam hal ini penelitian difokuskan pada pekerja informal yaitu buruh perusahaan genting. Dengan menggunakan perspektif Job Characteristic Model (JCM), diharapkan dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai kepuasan kerja pada buruh informal khususnya buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo. Karena Job Characteristic Model (JCM) tidak hanya melihat pencapaian kepuasan kerja dari segi materi saja, tetapi lebih menitik beratkan dalam aspek pekerjaan itu sendiri. Teknik pengambilan data pada penelitian ini adalah dengan wawancara mendalam terhadap informan yaitu buruh perusahaan genting itu sendiri.

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa berdasarkan perspektif Job Characteristic Model (JCM), para buruh perusahaan genting sejauh ini merasa cukup termotivasi terhadap pekerjaan yang mereka jalani saat ini. Hal ini terlihat dari respon positif yang diberikan oleh para buruh perusahaan genting terhadap 3 dari 5 indikator Job Characteristic Model, yaitu signifikansi tugas, otonomi dan umpan balik.


(3)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Setiap perusahaan baik perusahaan besar, UMKM, swasta maupun pemerintah mempunyai tujuan yang hendak dicapai. Pada dasarnya yang menjadi tujuan utama perusahaan adalah memperoleh keuntungan. Perusahaan yang siap bersaing harus memiliki manajemen yang efektif karena dengan manajemen pencapaian tujuan akan lebih mudah.

Sesuai dengan kodratnya, kebutuhan manusia sangat beraneka ragam, baik jenis maupun tingkatnya, bahkan manusia memiliki kebutuhan yang cenderung tak terbatas. Artinya, kebutuhan selalu bertambah dari waktu ke waktu dan manusia selalu berusaha dengan segala kemampuannya untuk memuaskan kebutuhan tersebut. Kebutuhan manusia diartikan sebagai segala sesuatu yang ingin dimilikinya, dicapai dan dinikmati. Dengan demikian, manusia terdorong untuk melakukan aktivitas yang disebut dengan kerja. Meskipun tidak semua aktivitas dikatakan kerja.

Setiap orang yang bekerja mengharapkan memperoleh kepuasan dari tempat kerjanya atau pekerjaannya. Sebab kepuasan kerja akan mempengaruhi produktivitas yang sangat diharapkan oleh perusahaan atau pemiliknya. Keyakinan bahwa karyawan yang puas akan lebih produktif daripada karyawan


(4)

yang tidak puas merupakan suatu ajaran dasar di antara para manajer selama bertahun-tahun.

Banyak sekali masalah atau kasus perselisihan antara pekerja atau buruh dan pihak perusahaan yang sebagian besar pokok permasalahannya adalah ketidakpuasan dalam bekerja. Serikat kerja mengadakan demo mogok kerja menuntut kenaikan gaji dan tunjangan lainnya merupakan suatu permasalahan yang umumnya sering terjadi di perusahaan-perusahaan besar saat ini. Hal tersebut merupakan salah satu contoh kasus akibat ketidakpuasan dalam bekerja yang dialami oleh para pekerja atau buruh. Hal tersebut wajar terjadi karena kurangnya perhatian pihak perusahaan dalam memperhatikan kesejahteraan nasib buruh saat ini.

Sebagaimana diketahui, dampak tekanan ekonomi saat sekarang ini makin dirasakan oleh sebagian besar masyarakat, khususnya masyarakat menengah ke bawah yang salah satunya bagi masyarakat yang berprofesi sebagai buruh. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Mereka yang berpenghasilan pas-pasan bahkan dibawah upah minimum harus tetap terus berjuang mempertahankan kelangsungan hidupnya. Maka wajar bila terjadi pemogokan kerja atau aksi demo para buruh menuntut peningkatan kesejahteraan apabila pihak perusahaan kurang pemperhatikan karyawannya dalam hal kepuasan kerja.


(5)

Kepuasan kerja merupakan suatu hal yang penting bagi pekerja atau buruh dalam menjalankan pekerjaannya. Pengertian kepuasan kerja adalah sikap umum terhadap pekerjaan seseorang, yang menunjukan perbedaan antara jumlah penghargaan yang diterima pekerja dan jumlah yang mereka yakini seharusnya mereka terima (Stephen Robbins, 2001: 30). Greenberg dan Baron dalam Wibowo (2007: 299) mendeskripsikan kepuasan kerja sebagai sikap positif atau negatif yang dilakukan individual terhadap pekerjaan mereka. Seseorang dengan tingkat kepuasan yang tinggi akan bersikap positif terhadap kerja itu, sedangkan seseorang yang tingkat kepuasannya rendah atau tidak puas dengan pekerjaannya menunjukan sikap yang negatif terhadap pekerjaan itu.

Sama halnya dengan orang-orang yang bekerja di sektor formal, orang yang bekerja sebagai buruh disektor informal juga dapat merasakan adanya kepuasan dalam bekerja. Walaupun kadang kala banyak di antara mereka yang kurang mendapatkan perhatian dalam hal kepuasan kerja dari pemilik usaha atau tempat kerja mereka. Hal ini disebabkan oleh banyak faktor dan permasalahan yang dihadapi oleh pekerja atau buruh di sektor informal.

Belum adanya peraturan serta perundang-undangan yang jelas mengenai perlindungan buruh di sektor informal, mengakibatkan pekerja atau buruh rentan mengalami pelanggaran hak serta eksploitasi oleh pemilik usaha atau perusahaan. Permasalahan yang sering terjadi adalah rendahnya tingkat upah, jam kerja yang panjang, tidak adanya jaminan kesejahteraan serta tidak adanya perjanjian/ kontrak kerja yang jelas secara tertulis sehingga pemilik usaha dapat leluasa memberhentikan pekerja kapan saja dan masih banyak permasalahan lainnya.


(6)

Selain itu tidak adanya kontrol seperti serikat kerja menjadikan posisi tawar buruh menjadi lemah. Sehingga setiap terjadi permasalahan lebih banyak diselesaikan secara kekeluargaan walaupun kadang kala merugikan buruh. Kondisi ini tentunya sangat berbeda dengan buruh di sektor formal yang telah memiliki jaminan perlindungan dan kesejahteraan dari pemerintah. Hal inilah yang menjadi latar belakang ketertarikan peneliti untuk melakukan penelitian yang berkaitan dengan kepuasan kerja buruh di sektor informal.

Banyak pendapat yang memaknai kepuasan kerja dapat diperoleh dari segi materi. Namun ada beberapa pandangan yang memaknai kepuasan kerja tidak hanya dari segi materi, salah satunya yaitu pandangan yang diungkapkan oleh Karl Marx dalam Frans Magnis Suseno (1999:87) bahwa dengan pekerjaan, manusia dapat membuat dirinya menjadi nyata. Makna pekerjaan itu tercermin dalam perasaan bangga. Keringat yang tercurah tidak berarti apapun ketika dihadapkan dengan kebanggaan melihat hasil pekerjaannya. Pekerjaan membuktikan pada manusia bahwa dirinya tidak sedang berhayal, melainkan nyata.

Disamping itu melalui pekerjaan, manusia membuktikan dirinya sebagai makhluk sosial. Tidak mungkin manusia menghasilkan sendiri apa saja yang dibutuhkannya. Untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhannya, manusia membutuhkan bantuan orang lain, begitu juga sebaliknya. Jadi, hasil pekerjaan seseorang dapat memenuhi kebutuhan orang lain dan pekerjaan itu juga dapat menjadikan orang lain gembira. Sebaliknya, orang lain akan mengakui seseorang karena pekerjaannya diterima dan dihargai oleh mereka. Seseorang akan merasa


(7)

berarti ketika mengetahui bahwa dirinya berarti bagi orang lain. Ternyata ia mampu memenuhi kebutuhan dirinya sendiri dan orang lain.

Berdasarkan pendapat Marx tersebut, kiranya dapat dipahami bahwa kepuasan seseorang dalam kaitannya dengan pekerjaannya timbul manakala pekerjaaan itu mampu membuktikan serta menunjukan eksistensinya di tengah masyarakat serta mampu membuktikan bahwa dirinya adalah makhluk sosial yang tidak bisa lepas dari manusia lainnya.

Untuk itulah dalam hal ini peneliti menggunakan perspektif Job Characteristics Model (JCM) yang dikembangkan oleh Hackman dan Oldham untuk melakukan analisis terhadap kepuasan kerja pada buruh di sektor informal. Job characteristics model (JCM) melakukan pendekatan terhadap pekerjaan yang dilakukan oleh pekerja atau buruh itu sendiri. Di mana JCM mendeskripsikan pekerjaan ke dalam lima dimensi pekerjaan utama yaitu keanekaragaman keterampilan, identitas tugas, arti tugas, otonomi dan umpan balik. Menurut Robbin dan Judge (2008:270) dari kelima dimensi pekerjaan utama tersebut nantinya akan menimbulkan tiga keadaan psikologis yang penting yaitu merasakan pekerjaan yang berarti, tanggung jawab akan hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Selanjutnya semakin tersedianya ketiga keadaan psikologis ini, semakin besar motivasi, kinerja dan kepuasan kerja karyawan.

Kaitannya dengan paparan di atas tentang kepuasan kerja bagi pekerja atau buruh, di Desa Kalirejo tepatnya di Dusun 2 RT 7 Kalirejo Kec. Kalirejo Lampung Tengah terdapat usaha pembuatan genting yang cukup berkembang, Rata-rata pemilik usaha ini telah menjalankan usahanya sudah cukup lama. Ada sekitar 30


(8)

pengusaha genting yang menjalankan usaha ini, mereka menjalankan usaha mereka di rumah mereka masing-masing dengan memperkerjakan tiga sampai enam orang karyawan. Jumlah pengusaha tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan sepuluh tahun yang lalu. Hal ini menunjukan bahwa ada peningkatan jumlah pengusaha genting di desa ini.

Tabel 1.1 Data Jumlah Perusahaan dan Pekerja/ Buruh Perusahaan Genting di Dusun 2 RT 7 Kalirejo Kec. Kalirejo Lampung Tengah pada Oktober 2011.

Jumlah Perusahaan Genting Jumlah pekerja/Buruh

33 perusahaan 129 orang

Sumber: Data diolah 2012.

Peningkatan jumlah tersebut memberikan dampak yang positif bagi lingkungan sekitar. Hal tersebut dapat dilihat dari berkurangnya jumlah pengangguran khususnya di daerah industri genting tersebut, hingga kadang kala pemilik atau pengusaha genting kesulitan dalam mendapatkan tenaga kerja sehingga harus mencari atau mendatangkan tenaga kerja dari desa tetangga. Tenaga kerja yang umumnya disebut buruh di daerah ini ada dua macam, yaitu buruh tetap dan buruh tidak tetap.

Buruh tetap adalah buruh yang bekerja menetap atau terikat pada satu tempat kerja atau pemilik usaha setiap harinya. Biasanya terdapat targetan produksi tiap harinya yang telah ditetapkan walaupun tidak dipaksakan oleh pemilik usaha. Sedangkan buruh tidak tetap adalah buruh yang bekerjanya tidak terikat atau tidak menetap pada satu tempat kerja atau pemilik usaha. Mereka bekerja apa saja yang bisa mereka kerjakan dan bebas memilih pekerjaan yang mereka inginkan.


(9)

Bahkan kadang kala penghasilan mereka bisa lebih besar dari penghasilan buruh tetap perharinya. Hal ini dikarenakan mereka dapat bekerja lebih dari satu tempat atau pekerjaan dalam satu harinya. Banyak diantara mereka yang telah bekerja cukup lama sebagai buruh, baik buruh tetap maupun buruh tidak tetap atau serabutan. Dan sebagian besar dari mereka telah berumah tangga memiliki tanggungan istri dan anak dengan hanya mengandalkan pekerjaan sebagai buruh.

Berdasarkan pemaparan di atas, penulis tertarik untuk meneliti lebih dalam tentang kepuasan kerja bagi pekerja atau buruh. Selain itu juga masih terbatasnya penelitian mengenai kepuasan kerja pada pekerja di sektor informal khususnya pekerja atau buruh di sektor informal, membuat penulis tertarik untuk meneliti lebih jauh tentang permasalahan ini. Karena dari penelitian yang sudah ada kebanyakan meneliti tentang kepuasan kerja karyawan di sektor formal.

Melihat kenyataan tersebut maka peneliti tertarik dan ingin mengkaji lebih mendalam mengenai “KEPUASAN KERJA BURUH BERDASARKAN PERSPEKTIF JOB CHARACTERISTIC MODEL (JCM) PADA PERUSAHAAN GENTING DI KECAMATAN KALIREJO LAMPUNG TENGAH”.

B.Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah berdasarkan latar belakang di atas adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif Job Characteristics Model (JCM)?


(10)

C.Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini sesuai dengan rumusan masalah yang telah penulis kemukakan di atas adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif Job Characteristics Model (JCM).

D. Manfaat Penelitian

Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat: 1. Manfaat teoritis

Untuk menambah wawasan tentang kepuasan kerja di sektor informal terkait dengan upaya pengembangan sumber daya manusia.

2. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat dijadikan sumber informasi bagi pihak-pihak lain yang secara langsung maupun tidak langsung tertarik pada masalah yang diteliti oleh penulis yaitu tentang kepuasan kerja pada buruh.


(11)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Motivasi

1. Pengertian Motivasi

Menurut Robbins dan Coulter (1999: 458) motivasi adalah kerelaan untuk melakukan usaha-usaha tingkat tinggi guna mencapai tujuan-tujuan organisasi, dipersaratkan oleh kemampuan usaha tadi untuk memuaskan kebutuhan individu tertentu. Sedang Robbins (2006: 213) mendevinisikan motivasi sebagai proses yang ikut menetukan intensitas, arah, dan ketentuan individu dalam usaha mencapai sasaran. Meski motivasi umum terkait dengan upaya kea rah sasaran apa saja, tetapi disini sasaran itu adalah tujuan organisasi agar mencerminkan minat tunggal terhadap perilaku yang berkaitan dengan pekerjaan.

Tiga unsur dalam definisi motivasi adalah intensitas, arah, dan berlangsung lama. Intensitas terkait dengan seberapa keras seseorang berusaha. Ini adalah unsur yang mendapat perhatian yang paling besar bila berbicara tentang motivasi. Akan tetapi, intensitas yang tinggi kemungkinan tidak akan menghasilkan kinerja yang diinginkan jika upaya itu tidak disalurkan ke arah yang menguntungkan organisasi. Oleh karena itu, kita harus mempertimbangkan kualitasupaya itu maupun intensitasnya. Upaya yang diarahkan ke sasaran dan konsisten dengan sasaran organisasi adalah hal yang seharusnya kita usahakan. Pada akhirnya,


(12)

motivasi memiliki dimensi berlangsung lama. Ini adalah ukuran tentang berapa lama seseorang dapat mempertahankan usahanya. Individu-individu yang termotivasi tetap bertahan dengan pekerjaannya dalam waktu cukup lama untuk mencapai sasaran mereka (Robbins, 2006:214).

2. Teori Motivasi

a. Teori Hierarki Kebutuhan

Munkin bisa dikatakan bahwa teori motivasi yang paling terkenal adalah hierarki kebutuhan yang diungkapkan oleh Abraham Maslow. Hipotesisnya mengatakan bahwa di dalam diri setiap manusia bersemayam lima jenjang kebutuhan, yaitu sebagai berikut:

1. Psikologis: antara lain rasa lapar, haus, perlindungan (pakaian dan perumahan), seks, dan kebutuhan jasmani lainnya.

2. Keamanan: antara lain keselamatan dan perlindungan terhadap kerugian fisik dan emosional.

3. Sosial: mencakup kasih sayang, rasa memiliki, diterima-baik, dan persahabatan.

4. Penghargaan: mencakup faktor penghormatan diri seperti harga diri, otonomi, dan prestasi; serta faktor penghormatan dari luar seperti misalnya status, pengakuan, dan perhatian.

5. Aktualisasi diri: yaitu dorongan untuk menjadi seseorang/ sesuatu sesuai dengan ambisinya, yang mencakup pertumbuhan, pencapaian potensi, dan pemenuhan kebutuhan diri.

Begitu masing-masing kebutuhan ini terpenuhi secara substansial,maka kebutuhan berikutnya akan menjadi dominan. Dari titik pandang motivasi, teori ini


(13)

mengatakan bahwa meskipun tidak ada kebutuhan yang dipenuhi sepenuhnya, namun kebutuhan tertentu yang telah dipuaskan secara substansial tidak lagi menjadi pendorong motivasi. Jadi jika anda ingin memotivasi seseorang, menurut Maslow, anda perlu memahami sedang berada di anak tangga manakah orang tersebut dan anda harus fokus pada pemenuhan kebutuhan ditingkat atasnya.

Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu sebagai tingkat tinggi dan tingkat rendah. Kebutuhan psikologis dan kebutuhan akan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan tingkat rendah sementara kebutuhan sosial, kebutuhan akan penghargaan, dan aktualisasi diri digambarkan sebagai kebutuhan tingkat tinggi. Pembedaan antara kedua tingkat itu berdasarkan alasan bahwa kebutuhan tingkat tinggi dipenuhi dengan secara internal (dalam diri orang itu), sedangkan kebutuhan tingkat rendah terutama dipenuhi secara eksternal (dengan upah, kontrak serikat buruh, dan masa kerja, misalnya).

Teori kebutuhan Maslow telah memperoleh pengakuan luas, terutama pada para manajer aktif. Ini karena teori tersebut berdasarkan logika yang intuitif dan mudah dipahami. Tetapi sayangnya, secara umum riset tidak mensahihkan teori itu. Maslow tidak memberikan pembenaran substansiasi empiris, sementara beberapa studi yang berusaha mensahihkan teori itu tidak mendukung teori itu.

Teori-teori lama, terutama teori yang logis secara intuitif, rupanya tetap bertahan. Walaupun teori hierarki kebutuhan dan terminologinya tetap popular di kalangan manajer aktif, prediksi-prediksi itu kurang mendapat dukungan empiris. Lebih spesifik, hanya ada sedikit bukti bahwa struktur kebutuhan itu terorganisasi sepanjang dimensi-dimensi yang dikemukakan Maslow, bahwa kebutuhan yang


(14)

terpuaskan akan memotivasi. Atau, bahwa kebutuhan tertentu yang terpuaskan akan mengaktifkan dorongan ke tingkat kebutuhan yang baru.

b. Teori X dan Teori Y

Douglas McGregor mengemukakan dua pandangan yang jelas berbeda mengenai manusia. Pada dasarnya yang satu negatif, yang ditandai dengan Teori X, dan yang lain positif, yang ditandai dengan Teori Y. Menurut Robbins (2006:216) Teori X adalah asumsi bahwa karyawan tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab, dan harus dipaksa agar berprestasi. Sedang Teori Y adalah asumsi bahwa karyawan menyukai kerja, kreatif, berusaha bertanggung jawab, dan dapat menjalankan pengarahan-diri. Setelah mengkaji cara para manajer menangani karyawan, McGregor menyimpulkan bahwa pandangan manajer mengenai kodrat manusia didasarkan pada kelompok asumsi tertentu, dan menurut asumsi-asumsi ini, manajer cenderung menularkan cara berperilakunya ke para bawahan.

Menurut Teori X, empat asumsi yang dipegang para manajer adalah sebagai berikut:

1. Karyawan secara inheren tidak menyukai kerja dan, bila dimungkinkan, akan menghindarinya.

2. Karena karyawan tidak menyukai kerja, mereka harus dipaksa, diawasi, atau diancam dengan hukuman untuk mencapai sasaran.

3. Karyawan akan menghindari tanggung jawab dan mencari pengarahan formal bila mungkin.


(15)

4. Kebanyakan karyawan menempatkan keamanan di atas semua faktor lain yang terkait dengan kerja dan akan menunjukkan ambisi yang rendah.

Kontras dengan pandangan negatif mengenai kodrat manusia ini, McGregor mencatat empat asumsi positif, yang disebutnya Teori Y:

1. Karyawan dapat memandang kerja sebagai kegiatan alami yang sama dengan istirahat atau bermain.

2. Orang-orang akan melakukan penghargaan diri dan pengawasan diri jika mereka memiliki komitmen pada sasaran.

3. Rata-rata orang dapat belajar untuk menerima, bahkan mengusahakan, tanggung jawab.

4. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif menyebar luas ke semua orang dan tidak hanya milik mereka yang berada dalam posisis manajer.

Teori X mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat rendah mendominasi individu. Teori Y mengasumsikan bahwa kebutuhan tingkat tinggi mendominasi individu. McGregor sendiri menganut keyakinan bahwa asumsi Teori Y lebih sahih dari pada Teori X. Oleh karena itu, ia mengusulkan ide-ide seperti pengambilan keputusan partisipatif, pekerjaan yang bertanggung jawab dan menantang, dan hubungan kelompok yang baik sebagai pendekatan-pendekatan yang akan memaksimalkan motivasi kerja karyawan.


(16)

B. Kepuasan Kerja

1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja pada tingkat tertentu dapat mencegah karyawan untuk mencari pekerjaan di perusahaan lain. Apabila karyawan di perusahaan tersebut mendapatkan kepuasan, karyawan akan cenderung bertahan pada perusahaan walaupun tidak semua aspek yang mempengaruhi kepuasan kerja terpenuhi. Karyawan yang memperoleh kepuasan kerja dari perusahaannya akan memiliki rasa keterkaitan atau komitmen lebih besar kepada perusahaan dibanding karyawan yang tidak puas. Dengan demikian beberapa ahli memberikan definisi tentang kepuasan kerja.

Kepuasan kerja akan mendorong karyawan untuk berprestasi lebih baik. Prestasi yang baik akan menimbulkan imbalan ekonomi dan psikologis yang lebih tinggi. Apabila imbalan tersebut dipandang pantas dan adil maka timbul kepuasan yang lebih besar karena karyawan merasa mereka mendapat imbalan yang sesuai dengan prestasi atau kerja yang mereka hasilkan.

Menurut Robbins (2006: 179) menyatakan bahwa kepuasan kerja sebagai suatu sikap umum seorang individu terhadap pekerjaannya. Sedang menurut Handoko (1993: 193) menyatakan bahwa kepuasan kerja (job satisfaction) adalah keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak menyenangkan, serta bagaimana karyawan memandang pekerjaan mereka. Dari dua pengertian tersebut, dapat dipahami bahwa karyawan harus ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan latar belakang keterampilannya.


(17)

Jadi kepuasan kerja mengandung arti yang sangat penting, baik dari sisi pekerja maupun perusahaan serta bagi masyarakat secara umum. Oleh karena itu maka menciptakan keadaan yang bernilai positif dalam lingkungan kerja dalam suatu perusahaan mutlak merupakan kewajiban dari setiap jajaran pimpinan perusahaan yang bersangkutan.

2. Teori Kepuasan Kerja

Teori kepuasan kerja mencoba mengungkapkan apa yang membuat sebagian orang lebih puas terhadap pekerjaannya daripada beberapa lainnya. Teori ini juga mencari landasan tentang proses perasaan orang terhadap kepuasan kerja. Diantara teori kepuasan kerja adalah Two-factor theory dan Value theory.

a. Two-Factor Theory

Menurut Robbins dan Judge (2008:227) teori dua faktor adalah teori yang menghubungkan faktor-faktor intrinsik dengan kepuasan kerja dan mengaitkan faktor-faktor ekstrinsik dengan ketidakpuasan kerja. Teori dua faktor juga disebut teori motivasi hygiene yang dikemukakan oleh seorang psikolog bernama Frederick Herzberg. Dengan keyakinan bahwa sikap seseorang terhadap pekerjaan bisa sangat baik menentukan keberhasilan atau kegagalan, Herzberg menyelidiki pertanyaan tersebut, “Apa yang diinginkan individu dari pekerjaan-pekerjaan

mereka?” Ia meminta individu untuk mendeskripsikan, secara mendetail,

situasi-situasi di mana mereka merasa luar biasa baik atau buruk dengan pekerjaan-pekerjaan mereka. Respon-respon ini kemudian ditabulasi dan dikategorikan.


(18)

Dari respons-respons yang dikategorikan, Herzberg menyimpulkan bahwa jawaban-jawaban yang diberi oleh individu ketika mereka merasa baik dengan pekerjaan-pkerjaan mereka secara signifikan dari jawaban-jawaban yang diberikan ketika mereka merasa buruk. Faktor-faktor intrinsik, seperti kemajuan, pengakuan, tanggung jawab, dan pencapaian tampaknya berhubungan dengan kepuasan kerja. Responden yang merasa baik dengan pekerjaan mereka cenderung menghubungkan faktor-faktor ini dengan diri mereka sendiri. Namun, responden-responden yang tidak puas cenderung menyebut faktor-faktor ekstrinsik, seperti pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, dan kondisi-kondisi kerja.

Menurut Herzberg dalam Robbins dan Judge (2008:227) data tersebut menunjukan bahwa lawan dari kepuasan bukanlah ketidakpuasan, seperti yang pada umumnya kita ketahui. Menghilangkan karakteristik-karakteristik yang tidak memuaskan dari suatu pekerjaan belum tentu membuat pekerjaan tersebut memuaskan. Herzberg mengemukakan bahwa penemuannya menunjukan adanya kesatuan rangkap: Lawan dari “Kepuasan” adalah “Bukan Kepuasan”, dan lawan dari “Ketidakpuasan” adalah “Bukan Ketidakpuasan”.

Selain itu faktor-faktor yang menghasilkan kepuasan kerja terpisah dan berbeda dari faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja. Oleh karena itu, manajer yang berusaha menghilangkan faktor-faktor yang menimbulkan ketidakpuasan kerja mungkin menghadirkan kenyamanan, namun belum tentu motivasi. Sebagai hasilnya, kondisi-kondisi yang melingkungi pekerjaan seperti kualitas pengawasan, imbalan kerja, kebijaksanaan perusahaan, kondisi fisik pekerjaan, hubungan dengan individu lain, dan keamanan pekerjaan digolongkan oleh Herzberg sebagai faktor-faktor higien (higiene factor).


(19)

Selanjutnya Wibowo (2007:302) juga menerangkan teori dua faktor merupakan teori kepuasan kerja yang menganjurkan bahwa satisfaction (kepuasan) dan dissatisfaction (ketidakpuasan) merupakan bagian dari kalompok variable yang berbeda, yaitu motivators dan hygiene factors.

Pada umumnya orang mengharapkan bahwa faktor tertentu memberikan kepuasan apabila tersedia dan menimbulkan keridakpuasan apabila tidak ada pada teori ini, ketidakpuasan dihubungkan dengan kondisi di sekitar pekerjaan (seperti kondisi kerja, pengupahan, keamanan, dan hubungan dengan orang lain), dan bukannya dengan pekerjaan itu sendiri. Karena faktor ini mencegah reaksi negatif, dinamakan sebagai hygien atau maintenance factors.

Sebaliknya, kepuasan ditarik dari faktor yang terkait dengan pekerjaan itu sendiri atau hasil langsung dari padanya, seperti sifat pekerjaan, prestasi dalam pekerjaan, peluang promosi dan kesempatan untuk pengembangan diri dan pengakuan. Karena faktor ini berkaitan dengan tingkat kepuasan kerja tinggi, dinamakan motivators.

3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja menjadi masalah yang cukup menarik dan penting untuk diselidiki karna terbukti besar manfaatnya baik bagi kepentingan pegawai, perusahaan atau organisasi dan masyarakat. Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja karyawan menurut Hasibuan (2005:203) sebagai berikut:

1. Balas jasa yang adil dan layak

2. Penempatan kerja yang tepat sesuai dengan keahlian 3. Berat ringannya pekerjaan


(20)

4. Suasana dan lingkungan pekerjaan

5. Peralatan yang menunjang pelaksanaan pekerjaan 6. Sikap pimpinan dalam kepemimpinannya

7. Sifat pekerjaan monoton atau tidak. C. Perilaku Individu

Perbedaan individu diutamakan dalam ilmu manajemen dan perilaku organisasi karena sebuah alasan penting. Perbedaan individu memiliki dampak langsung terhadap perilaku. Setiap orang merupakan pribadi yang unik berkat latar belakang mereka, karakteristik individual, kebutuhan dan cara mereka memandang dunia dan individu lain. Orang yang memandang berbagai hal secara berbeda akan berperilaku secara berbeda. Orang yang memiliki sikap yang berbeda akan memberikan respons yang berbeda terhadap perintah. Orang yang memiliki kepribadian yang berbeda berinteraksi dengan cara yang berbeda dengan atasan, rekan kerja, bawahan dan konsumen. Dengan jutaan cara yang berbeda, perbedaan individu membentuk perilaku organisasi, dan pada akhirnya, keberhasilan individu dan organisasi. Perbedaan individu misalnya, membantu menjelaskan mengapa beberapa orang bersedia menerima perubahan dan beberapa lainnya merasa takut terhadap perubahan. Juga mengapa beberapa karyawan hanya produktif jika mereka diawasi dengan ketat, sedangkan yang lain justru lebih produktif jika mereka tidak diawasi. Atau mengapa beberapa pekerja mempelajari tugas baru lebih efektif dari yang lainnya. Semua aktivitas organisasi selalu dipengaruhi oleh perbedaan individu.

1. Kemampuan

Menurut Robbin & Judge (2008: 57) kemampuan adalah kapasitas seorang individu untuk melakukan beragam tugas dalam suatu pekerjaan. Setiap


(21)

individu memiliki kekuatan dan kelemahandalam kemampuan yang membuatnya relatif unggul atau kurang unggul dibandingkan individu lain dalam melakukan tugas atau aktivitas tertentu.Dari sudut pandang manajemen, masalah bukan pada apakah setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda. Tetapi isunya adalah mengetahui bagaimana setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda dan memanfaatkan pengetahuan tersebut untuk meningkatkan kemungkinan seseorang melakukan pekerjaannya dengan baik. Kemampuan keseluruhan individu terdiri atas dua kelompok factor: intelektual dan fisik.

2. Kemampuan Intelektual

Menurut Robbin & Judge (2008: 57) kemampuan intelektual adalah kemampuan yang digunakan untuk melakukan berbagai macam aktivitas mental, seperti berfikir, menalar dan memecahkan masalah. Individu dalam sebagian besar masyarakat menempatkan kecerdasan, dan untuk alasan yang tepat, pada nilai yang tinggi. Individu cerdas biasanya mendapatkan lebih banyak uang dan tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Individu cerdas juga juga lebih mungkin menjadi pemimpin dalam suatu kelompok.

3. Kemampuan Fisik

Menurut Robbin & Judge (2008: 57) kemempuan fisik adalah kemampuan melakukan tugas-tugas yang menuntut stamina, keterampilan, kekuatan dan karakteristik serupa. Pada tingkat yang sama dimana kemampuan intelektual memainkan sebuah peran yang lebih besar dalam pekerjaan kompleks dengan tuntutan kebutuhan pemrosesan informasi, kemampuan fisik tertentu


(22)

bermakna penting bagi keberhasilan pekerjaan yang kurang membutuhkan keterampilan dan lebih terstandar. Misalnya, pekerjaan-pekerjan yang menuntut stamina, ketangkasan fisik, kekuatan kaki, atau bakat-bakat serupa yang menumbuhkan manajemen untuk mengidentifikasi kemampuan fisik seorang karyawan.

4. Kesesuaian Kemampuan dan Pekerjaan

Kita telah mengetahui bahwa pekerjaan menuntut hal yang berbeda-beda dari setiap individu dan setiap individu memiliki kemampuan yang berbeda-beda. Dengan demikian, kinerja karyawan akan meningkat bila terdapat kesesuaian antara kemampuan dan pekerjaan yang tinggi.

Kemampuan intelektual atau fisiktertentu yang dibutuhkan untuk melakukan pekerjaan dengan memadai bergantung pada persyaratan kemampuan dari pekerjaan tersebut. Sebagai contoh, pilot pesawat terbang membutuhkan kemampuan visualisasi spasial yang kuat, pekerja konstruksi di tempat yang tinggi membutuhkan keseimbangan, dan jurnalis dengan kemampuan penalaran yang rendah akan mungkin memperoleh kesulitan dalam memenuhi standar kinerja pekerjaan minimum.

5. Karakteristk-Karakteristik Biografis

Karakteristik-karakteristik biografis merupakan karakteristik perseorangan seperti usia, gender dan tingkat pendidikan yang diperoleh secara mudah dan objektif dari arsip pribadi seseorang diantaranya sebaga berikut:


(23)

Robbin & Judge (2008: 65) menerangkan bahwa terdapat kepercayaan luas bahwa produktivitas menurun seiring dengan bertambahnya usia. Sering diasumsikan bahwa keterampilan seorang individu khususnya kecepatan, kelincahan, kekuatan dan koordinasi berkurang seiring waktu dan bahwa kebosanan secara berkepanjangan dan kurangnya stimulasi intelektual terhadap pekerjaan berkontribusi terhadap produktifitas yang menurun. Tuntutan bagi sebagian pekerjaan dengan persyaratan tenaga kerja manual yang berat, tidaklah cukup ekstrim sehingga penurunan dalam keterampilan fisik yang berkaitan dengan usia memiliki dampak pada produktivitas; atau, jika terdapat sedikit penurunan yang dikarenakan usia, hal tersebut akan tergantikan oleh keuntungan yang didapatkan oleh pengalaman.

 Jenis Kelamin (Gender)

Satu masalah yang tampak memang berbeda dalam hal gender, khususnya saat karyawan memiliki anak yang masih dalam asuhan orang tua. Ibu yang bekeja kemungkinan lebih memilih jadwal kerja paruh waktu yang fleksibel dan telecommuting sebagai cara untuk mengakomodasi tanggung jawab keluarga merka.

 Tingkat pendidikan

Tingkat pendidikan merupakan salah satu tolak ukur seseorang dalam menyesuaikan pekerjaan yang ingin dijalani. Seseorang yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi tentunya mengharapkan pekerjaan yang lebih baik yang sesuai dengan


(24)

tingkat pendidikannya. Sebaliknya orang yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah akan menyesuaikan pekerjaan yang tidak banya menuntut kecerdasan dan keterampilan yang tinggi. Sehingga mereka lebih memilih pekerjaan yang membutuhkan keterampilan yang lebih standar yaitu pekerjaan yang lebih mengutamakan kemampuan fisik.

D. Job Characteristic Model (JCM)

Karakteristik pekerjaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja karyawan. Menurut Robbins & Judge (2008: 268) model karakteristik pekerjaan (job characteristics models) adalah suatu pendekatan terhadap pemerkayaan jabatan (job enrichment) yang dispesifikasikan kedalam 5 dimensi karakteristik inti yaitu keragaman ketrampilan (skill variety), jati diri dari tugas (task identity), signifikansi tugas (task significance), otonomi (autonomy) dan umpan balik (feed back). Setiap dimensi inti dari pekerjaan mencakup aspek besar materi pekerjaan yang dapat mempengaruhi kepuasan kerja seseorang, semakin besarnya keragaman aktivitas pekerjaan yang dilakukan maka seseorang akan merasa pekerjaannya semakin berarti. Apabila seseorang melakukan pekerjaan yang sama, sederhana, dan berulang-ulang maka akan menyebabkan rasa kejenuhan atau kebosanan.

Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian desain kerja yang berbasis ekonomi ini merupakan fungsi dan faktor pribadi. Kelima


(25)

karakteristik kerja ini akan mempengaruhi tiga keadaan psikologis yang penting bagi karyawan, yaitu mengalami makna kerja, memikul tanggung jawab akan hasil kerja, dan pengetahuan akan hasil kerja. Akhirnya, ketiga kondisi psikologis ini akan mempengaruhi motivasi kerja secara internal, kualitas kinerja, kepuasan kerja dan ketidakhadiran dan perputaran karyawan.Rendahnya kepuasan kerja dapat menimbulkan berbagai dampak negatif seperti mangkir kerja, mogok kerja, kerja lamban, pindah kerja dan kerusakan yang disengaja.

Dalam konsep JCM, setiap pekerjaan dapat dirumuskan dari segi lima dimensi inti, sebagai berikut:

a. Keragaman keterampilan, tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memerlukan serangkaian kegiatan agar karyawan dapat menggunakan sejumlah keterampilan yang berbeda.

b. Identitas tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan menuntut suatu penyelesaian suatu keseluruhan potongan kerja yang dapat diidentifikasi. c. Signifikansi tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai dampak

besar terhadap kehidupan atau pekerjaan orang-orang lain.

d. Otonomi, derajat sejauh mana suatu pekerjaan memberi suatu kebebasan berarti, kemandirian, dan keleluasaan kepada seseorang dalam menjadwal pekerjaan itu dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan untuk melaksanakannya.

e. Umpan balik, tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja yang dituntut oleh suatu pekerjaan menyebabkan orang tersebut mendapat informasi yang langsung dan jelas mengenai efektivitas kinerjanya.


(26)

Menurut Robbins & Coulter (1999: 465) pada program JCM ini, ketiga dimensi pertama itu yaitu keragaman keterampilan, identitas tugas, dan signifikansi tugas bergabung untuk menciptakan pekerjaan yang bermanfaat. Apa yang dimaksudkan ialah bahwa seandainya ketiga ciri ini ada dalam suatu pekerjaan, kita dapat meramalkan bahwa orang tersebut akan memandang pekerjaannya sebagai hal yang penting, berharga, dan pantas dikerjakan. Perhatikan pula bahwa pekerjaan-pekerjaan yang memiliki otonomi akan memberi pelaksana pekerjaan itu suatu perasaan tanggung jawab pribadi atas hasil-hasilnya sehingga ia akan memiliki perasaan puas akan pekerjaannya. Maka seandainya suatu pekerjaan memberi umpan balik, karyawan itu akan tahu seberapa efektifnya dia bekerja.

Menurut Robbins & Coulter (1999: 466) Dari sudut pandang motivasi, JCM mengemukakan bahwa imbalan-imbalan intrinsik (internal) diperoleh manakala seorang karyawan belajar (mengetahui akan hasil-hasil melalui umpan balik) bahwa dia secara pribadi (mengalami tanggung jawab melalui otonomi kerja) telah bekerja dengan baik dalam sebuah tugas yang dianggapnya penting (mengalami makna melalui keragaman keterampilan, identitas tugas, dan/atau signifikansi tugas). Semakin ketiga kondisi ini mengkarakteristikan pekerjaan, semakin besar motivasi kinerja dan kepuasan karyawan, dan semakin rendah ketidakhadiran dan kemungkinannya untuk mengundurkan diri.


(27)

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat penggambaran Job Characteristics Model dalam Bagan 2.2 The Job Characteristics Model, sebagai berikut:

Pertumbuhan karyawan memerlukan kekuatan Sumber: Robbin dan Judge (2008:270)

D. Memotivasi Karyawan Berketerampilan Rendah

Salah satu masalah motivasi yang paling menantang dalam industri adalah bagaimana caranya memotivasi yang mendapat gaji rendah dan yang mempunyai sedikit peluang untuk benar-benar meningkatkan upah mereka, baik dalam pekerjaan mereka yang sekarang atau melalui promosi. Jabatan-jabatan ini khususnya diisi oleh orang yang memiliki keterampilan dan pendidikan terbatas, serta tingkat upah yang sedikit di atas upah minimum.

Dimensi Pekerjaan Inti

Keadaan Psikologis yang Menentukan

Pribadi dan Hasil Kerja Keragaman keterampilan Identitas tugas Arti (signifikansi) tugas Mengalami arti kerja

Motivasi kerja dari dalam yang tinggi

Otonomi

Umpan balik

Mengalami tanggung jawab akan hasil kerja

Mengetahui akan hasil sesungguhnya dari kegiatan kerja

Kinerja yang berkualitas tinggi Absensi dan perpindahan yang rendah Kepuasan kerja yang tinggi


(28)

Menurut Robbins (2006: 287) untuk mengatasi masalah seperti ini dapat dilakukan melalui pendekatan tradisional untuk memotivasi orang-orang seperti ini berfokus pada memberikan pekerjaan yang lebih luwes sesuai dengan kemampuan dan keahlian mereka. Selain itu berilah sedikit perhatian dan penghargaan atas hasil kerja karyawan yang baik dan bila perlu berilah sedikit insentif tambahan atas prestasi kerja mereka, agar mereka termotivasi untuk lebih giat dalam bekerja. Namun jika cara ini masih belum bisa mengatasi masalah ini secara efektif, agaknya hal ini bisa diimbangi dengan perluasan jaringan perekrutan, yang membuat pekerjaan-pekerjaan ini menjadi lebih menarik, dan menaikan upah.

E. Memotivasi Karyawan Melakukan Tugas yang Terus Berulang

Rasa bosan dan stres dapat dialami oleh para karyawan yang melakukan pekerjaan pekerjaan baku yang terus-menerus berulang. Memotivasi individu dalam pekerjaan-pekerjaan ini dapat dipermudah melalui seleksi yang hati-hati. Menurut Robbins (2006:288) setiap orang berada dalam toleransi mereka terhadap ambiguitas. Banyak orang lebih menyukai pekerjaan yang memiliki jumlah keragaman dan variasi yang minimal. Orang-orang tersebut lebih cocok dengan pekerjaan-pekerjaan baku dari pada orang-orang yang memiliki kebutuhan yang kuat akan pertumbuhan dan otonomi. Pekerjaan baku hendaknya menjadi yang pertama-tama dipikirkan pada otomatisasi. Ini membantu menjelaskan motivasi manajemen untuk menempatkan ATM di bank-bank, mesin soda swalayan di restoran siap saji, dan kios check-in swalayan di bandara.


(29)

Banyak pekerjaan baku, khususnya di sektor manufaktur, dibayar tinggi. Ini membuatnya relatif mudah untuk mengisi lowongan. Meski upah yang tinggi dapat mempermudah masalah perekrutan dan mengurangi keluar masuknya karyawan, namun itu belum tentu menghasilkan pekerjaan yang bermotivasi tinggi. Dalam kenyataannya, ada pekerjaan-pekerjaan yang memang tidak akan berubah menjadi lebih menantang dan menarik untuk bisa dirancang ulang. Beberapa tugas, misalnya, justru jauh efisien dilakukan dalam lini perakitan daripada dalam tim. Ini menyisakan pilihan-pilihan yang terbatas. Kita mungkin tidak mampu berbuat lebih banyak daripada sekadar mencoba untuk membuat situasi yang buruk menjadi dapat ditolerir dengan menciptakan iklim kerja yang lebih menyenangkan. Ini mungkin mencakup penyediaan lingkungan kerja yang bersih dan menarik, waktu istirahat kerja yang cukup, peluang untuk sosialisasi dengan rekan-rekan kerja selama istirahat, dan para penyelia yang memiliki empati.

F. Pekerja/ Buruh di Sektor Informal 1. Pengertian Pekerja/ Buruh

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan pengertian tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Sedangkan pengertian pekerja/buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain. Dalam hal ini upah adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang sebagai imbalan dari pengusaha atau


(30)

pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau peraturan perundang undangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.

2. Sektor Informal

Nitisusastro (2010: 15) menjelaskan bahwa sektor informal adalah semua kegiatan usaha yang tidak memiliki ikatan-ikatan organisatoris secara formal kelembagaan, seperti mereka yang bekerja dikantor-kantor pemerintah, di badan usaha milik negara, diperusahaan multinasional dan perusahaan besar lainnya atau tidak serupa dengan organisasi perkantoran. Keberadaan dan kiprah sektor informal ini sangat penting. Penyebab utama karena kebutuhan dan keinginan masyarakat konsumen yang demikian banyak, demikian beragam, dan senantiasa berubah dan tidak mungkin dikerjakan dan dijalankan sepenuhnya oleh sektor formal. Demikian juga dengan komposisi kelas sosial ekonomi masyarakat yang didalam pandangan konsep pemasaran menjadi segmen-segmen juga tidak mungkin dapat dipenuhi oleh sektor formal. Pada segmen-segmen tertentu hanya dapat dipenuhi dan dijawab oleh sektor informal. Apabila usaha informal diidentikan dengan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM), agaknya tidak terlalu menyimpang dengan kondisi yang sebenarnyayang ada dewasa ini.

1. Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

a. Pengertian Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Menurut UU RI No.9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil yang dimaksudkan dengan usaha kecil adalah kegiatan ekonomi rakyat yang berskala kecil dan


(31)

memenuhi kriteria kekayaan bersih atau penjualan tahunan serta kepemilikan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang. Sedangkan pengertian usaha menengah menurut Undang-Undang RI Nomor 9 Tahun 1995 adalah kegiatan ekonomi rakyat yang mempunyai kriteria kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan lebih besar dari pada kekayaan bersih dan hasil penjualan tahunan usaha kecil.

b. Kriteria Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)

Kriteria usaha mikro menurut Peraturan Mentri Keuangan Nomer 12/PMK.06/2005 adalah sebagai berikut:

1. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) paling banyak Rp 100 juta. 2. Milik Warga Negara Indonesia (WNI)

3. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan lain.

4. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, termasuk LKM (Lembaga Keuangan Mikro), Koperasi dan BMT (Baitul Mal Tanwil).

Sedangkan kriteria Usaha Kecil sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil adalah sebagai berikut:

1. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200 juta, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

2. Memiliki hasil penjualan tahunan (omset) paling banyak Rp 1 milyar. 3. Milik Warga Negara Indonesia (WNI).


(32)

4. Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan lain.

5. Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, termasuk LKM (Lembaga Keuangan Mikro), Koperasi dan BMT (Baitul Mal Tanwil).

Kriteria Usaha Menengah sebagaimana diatur dalam Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Menengah adalah:

1. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp 200 juta, sampai dengan paling banyak Rp 10 milyar tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau 2. Milik Warga Negara Indonesia (WNI).

3.Berdiri sendiri, bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau berafiliasi baik langsung maupun tidak langsung dengan perusahaan lain.

4.Berbentuk usaha orang perorangan, badan usaha yang berbadan hukum maupun yang tidak berbadan hukum, termasuk LKM (Lembaga Keuangan Mikro), Koperasi dan BMT (Baitul Mal Tanwil).

G. Serikat Pekerja

Hak dan kewajiban pekerja atau buruh telah diatur dan dilindungi oleh Undang-Undang salah satunya yaitu hak untuk berserikat atau membentuk serikat kerja. Serikat pekerja ini dibentuk guna melindungi hak-hak pakerja/buruh jika mendapat perlakuan yang kurang adil atau terdapat kebijakan-kebijakan dari pemerintah atau pihak perusahaan yang merugikan pekerja/buruh. Pengertian


(33)

serikat buruh sendiri menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah organisasi yang dibentuk dari, oleh, dan untuk pekerja/buruh baik di perusahaan maupun di luar perusahaan, yang bersifat bebas, terbuka, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab guna memperjuangkan, membela serta melindungi hak dan kepentingan pekerja/buruh serta meningkatkan kesejahteraan pekerja/buruh dan keluarganya.

Kesejahteraan pekerja atau kesejahteraan buruh sendiri menurut Undang-Undang RI Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan adalah suatu pemenuhan kebutuhan dan/atau keperluan yang bersifat jasmaniah dan rohaniah, baik di dalam maupun di luar hubungan kerja, yang secara langsung atau tidak langsung dapat mempertinggi produktivitas kerja dalam lingkungan kerja yang aman dan sehat.

H. Kerangka Pemikiran

Robbin dan Judge (22008:107) telah mendefinisikan kepuasan kerja sebagai suatu perasaan positif tentang pekerjaan seseorang yang merupakan hasil dari sebuah evaluasi karakteristiknya. Definisi ini benar-benar merupakan sebuah definisi yang sangat luas. Namun, ini melekat pada konsep tersebut. Ingat pekerjaan seseorang lebih dari sekedar aktivitas mengatur kertas, menulis kode program, menunggu pelanggan, atau mengendarai sebuah truk. Setiap pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja dan atasan-atasan, mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasional, memenuhi standar-standar kinerja, menerima kondisi-kondisi kerja yang acap kali kurang ideal dan lain-lain. Ini berarti bahwa penilaian seseorang karyawan tentang seberapa ia puas atau tidak


(34)

puas dengan pekerjaan merupakan penyajian yang rumit dari sebuah elemen pekerjaan yang berlainan. Hal inilah yang ingin coba peneliti ketahui tentang kepuasan kerja buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah.

Dalam hal ini peneliti mencoba melakuakn evaluasi tentang kepuasan kerja buruh dengan menggunakan pendekatan job characteristics model untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja para buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah.

Melalui pendekatan job characteristics model, pekerjaan dideskripsikan dalam lima dimensi pekerjaan utama, diantaranya:

1. Keragaman keterampilan, tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memerlukan serangkaian kegiatan agar karyawan dapat menggunakan sejumlah keterampilan yang berbeda.

2. Identitas tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan menuntut suatu penyelesaian suatu keseluruhan potongan kerja yang dapat diidentifikasi. 3. Signifikansi tugas, derajat sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai

dampak besar terhadap kehidupan atau pekerjaan orang-orang lain.

4. Otonomi, derajat sejauh mana suatu pekerjaan memberi suatu kebebasan berarti, kemandirian, dan keleluasaan kepada seseorang dalam menjadwal pekerjaan itu dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan untuk melaksanakannya.

5. Umpan balik, tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja yang dituntut oleh suatu pekerjaan menyebabkan orang tersebut mendapat informasi yang langsung dan jelas mengenai efektivitas kinerjanya.


(35)

Kelima dimensi atau karakter dasar pekerjaan di atas selanjutnya dapat dipergunakan untuk memprediksikan bagaimana seseorang memandang pekerjaannya, yaitu dengan menghubungkan karakter-karakter itu dengan kondisi psikologis kritis.

Apabila karakter pertama, ke dua dan ke tiga terdapat dalam suatu pekerjaan, maka individu yang melaksanakan pekerjaan itu akan mengalami perasaan berarti (meaningful), selanjutnya karakter ke empat akan mendorong perasaan tanggung jawab pada pelaksananya, sedangkan karakter ke lima memberikan pengetahuan tentang hasil pekerjaan yang dilaksanakan. Semakin besar ketiga kondisi ini ada dalam suatu pekerjaan, maka semakin besar motivasi, kinerja dan kepuasan kerja dan semakin rendahnya tingkat ketidakhadiran (absenteism) individu pelaksananya.

Dengan menggunakan pendekatan job characteristics model tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran tentang bagaimana kepuasan kerja buruh pada perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah. Apakah para buruh tersebut telah merasakan kepuasan kerja atas pekerjaan yang mereka lakukan.


(36)

Secara garis besar, kerangka pemikiran dalam penelitian ini dapat dilihat pada bagan kerangka pemikiran berikut ini:

Gambar 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran

Teori Job Characteristics Model (JCM): 1. Keragaman keterampilan

2. Identitas tugas 3. Signifikansi tugas 4. Otonomi

5. Umpan balik

Hasil Situasi Masalah (Kepuasan Kerja)


(37)

BAB III

METODE PENELITIAN

A.Tipe Penelitian

Penelitian ini menggunakan tipe penelitian deskriptif dengan metode kualitatif. Dalam Moleong (2004:3), metode kualitatif yang didefinisikan oleh Bodgandan Taylor adalah suatu prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif yang berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang dapat diamati. Nawawi dan Martini (1996:73) mengemukakan bahwa data atau fakta yang ditemukan harus diberi arti dengan tidak sekedar menyajikan dalam bentuk deskriptif. Dengan kata lain, metode deskriptif bermaksud untuk melakukan representasi objektif mengenai gejala-gejala yang terdapat didalam masalah penelitian. Representasi itu dilakukan dengan mendeskripsikan gejala-gejala sebagai data atau fakta sebagaimana adanya.

Penelitian kualitatif menurut Satori dan Komariah (2010:22) adalah penelitian yang menekankan pada kualitas atau hal yang terpenting dari sifat suatu barang atau jasa. Hal yang terpenting dari suatu barang atau jasa berupa kejadian, fenomena atau gejala sosial adalah makna dibalik kejadian tersebut yang dapat dijadikan pelajaran berharga bagi suatu pengembangan konsep teori. Jangan sampai suatu yang berharga tersebut berlalu bersama waktu tanpa meninggalkan manfaat. Penelitian kualitatif dapat didesain untuk member sumbangannya terhadap teori, praktis, kebijakan, masalah-masalah sosial dan tindakan.


(38)

Dalam penelitian kualitatif, data yang pasti adalah data yang sebenarnya terjadi sebagaimana adanya, bukan data yang sekedar terlihat, terucap, tetapi data yang mengandung makna dibalik yang terucap dan terlihat tersebut. Metode penelitian kualitatif sangat relevan digunakan dalam penelitian ini, karena tujuan penelitian ini untuk mengetahui bagaimana kepuasan kerja pada buruh perusahaan genting berdasarkan perspektif JCM (Job Caracteristic Model).

B. Lokasi Penelitian

Dalam menentukan lokasi penelitian Moleong (2004:86) menyatakan cara terbaik ditempuh dengan jalan mempertimbangkan teori subtantif dan menjajaki lapangan untuk mencari kesesuaian dengan kenyataan yang ada di lapangan sementara itu keterbatasan geografi dan praktis seperti waktu, biaya, tenaga perlu juga dijadikan pertimbangan dalam penentuan lokasi penelitian.

Penelitian ini mengambil lokasi di Kecamatan Kalirejo, tepatnya di dusun 2 RT 7 desa Kalirejo kecamatan Kalirejo Lampung Tengah. Peneliti memilih lokasi ini dengan pertimbangan di daerah tersebut terdapat usaha rumahan pembuatan genting yang telah berjalan cukup lama. Selain itu ada banyak usaha sejenis di daerah tersebut sehingga memungkinkan untuk melakukan penelitian yang lebih mendalam karena akan banyak terdapat pembanding dan data yang didapat.

C. Fokus Penelitian

Masalah pada penelitian kualitatif bertumpu pada suatu fokus. Adapun maksud dalam merumuskan masalah penelitian dengan jalan memanfaatkan fokus yaitu pertama, penetapan fokus dapat membatasi studi; kedua, penetapan fokus berfungsi untuk memenuhui inklusi-inklusi atau kriteria masuk-keluar (


(39)

inclusion-exlusion criteria) atau informasi baru yang diperoleh di lapangan sebagaimana dikemukakan Moleong (2004:93-94). Dalam metode kualitatif, fokus penelitian berguna untuk membatasi bidang inquiry. Tanpa adanya fokus penelitian, peneliti akan terjebak oleh banyaknya data yang diperoleh dilapangan. Oleh karena itu fokus penelitian akan berperan sangat penting dalam memandang dan mengarahkan penelitian.

Fokus penelitian bersifat tentatif seiring dengan perkembangan penelitian. Moleong (2004:237) menyatakan bahwa fokus penelitian dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif, sekaligus membatasi penelitian guna memilih data yang relevan dan yang baik. Dalam penelitian ini, peneliti memfokuskan penelitian pada kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif JCM (Job Caracteristics Model) dengan studi kasus pada buruh perusahaan genting didusun 2 RT 7 Kalirejo Kec. Kalirejo Lampung Tengah. Aspek-aspek yang menjadi fokus penelitian ini adalah:

1. Kepuasan kerja pada buruh berdasarkan perspektif Job Characteristics Model (JCM). Dimana dalam JCM akan diidentifikasi ke dalam lima karakteristik utama pekerjaan, diantaranya:

a. Keragaman Keterampilan

Tingkat sejauh mana suatu pekerjaan memerlukan serangkaian kegiatan agar karyawan dapat menggunakan sejumlah keterampilan yang berbeda.

b. Identitas tugas

Derajat sejauh mana suatu pekerjaan menuntut suatu penyelesaian keseluruhan potongan kerja yang dapat diidentifikasi (seberapa banyak tugas yang harus diselesaikan karyawan).


(40)

c. Signifikansi tugas

Derajat sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai dampak besar terhadap kehidupan atau pekerjaan orang-orang lain.

d. Otonomi

Derajat sejauh mana suatu pekerjaan member kebebasan berarti, kemandirian, dan keleluasaan kepada seseorang dalam menjadwal pekerjaan itu dan menentukan prosedur-prosedur yang digunakan untuk melaksanakannya.Dengan memberi kebebasan pada karyawan dalam menangani tugas-tugasnya akan membuat seorang karyawan mampu menunjukkan inisiatif dan upaya mereka sendiri dalam menyelesaikan pekerjaan, dengan demikian desain kerja yang berbasis ekonomi ini merupakan fungsi dan faktor pribadi.

e. Umpan Balik

Tingkat sejauh mana pelaksanaan kegiatan-kegiatan kerja yang dituntut oleh suatu pekerjaan menyebabkan orang tersebut mendapat informasi yang langsung dan jelas mengenai efektivitas kinerjanya.Pemahan pekerja akan hasil dan efektivitas kinerja atas pekerjaan yang telah dijalankan secara langsung.

D. Jenis dan Sumber Data

1. Jenis Data

Jenis data yang akan dikumpulkan melalui penelitian ini meliputi:

a. Data primer merupakan sumber data penelitian yang diperoleh secara langsung dari sumber asli (informan), yang dapat peristiwa tertentu


(41)

yang berkaitan dengan permasalahan penelitian, hasil observasi terhadap suatu objek benda, kejadian atau kegiatan, dan data mengenai segala hal berkaitan dengan Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristics Model (JCM) pada perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah.

b. Data sekunder adalah merupakan sumber data primer yang telah diolah lebih lanjut, baik oleh pengambil data primer atau oleh pihak lain. Pada penelitian ini, data bisa diperoleh berupa data-data tertulis seperti monografi, laporan kegiatan, notulensi rapat, berita acara kegiatan,surat-surat keputusan yang dapat digunakan sebagai informasi pendukung dalam analisis data primer.

2. Sumber Data

Menurut Satori dan Komariah (2010:50) dalam penentuan sumber data pada penelitian kualitatif pada umumnya dilakukan secara purposive. Menurut Ferdinand (2006:195) purposive sampling adalah penentuan sampel dimana peneliti memilih sampel secara subjektif. Pemilihan sampel ini dilakukan karena mungkin saja peneliti telah memahami bahwa informasi yang dibutuhkan dapat diperoleh dari satu kelompok sasaran tertentu yang mampu memberikan informasi yang dikehendaki karena mereka memang memiliki informasi seperti itu dan mereka memenuhi kriteria yang ditentukan oleh peneliti. Sedang menurut Satori dan Komariah (2010:47) purposive sampling adalah menentukan subjek atau objek sesuai tujuan. Meneliti dengan pendekatan kualitatif biasanya sudah


(42)

ditetapkan tempat yang dituju. Dengan menggunakan pertimbangan pribadi yang sesuai dengan topik penelitian, peneliti memilih subjek/objek sebagai unit analisis. Peneliti memilih unit analisis tersebut berdasarkan kebutuhan dan menganggap bahwa unit analisis tersebut representatif. Berdasarkan hal tersebut, maka peneliti menentukan kriteria sumber data atau informan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Kriteria Informan

Usia Status Lama Bekerja Pekerjaan

> 20 tahun Menikah ≥ 3 tahun Buruh Perusahaan Genting Peneliti, dalam melakukan penelitian kualitatif mempelajari secara inten situasi sosial yang terjadi pada objek penelitiannya. Objek penelitian dalam penelitian kualitatif ini tidak dibatasi dengan banyaknya atau jumlah responden. Penelitian dapat dilakukan terhadap (hanya) seorang objek penelitian saja. Banyak penelitian kualitatif yang dilakukan terhadap objek penelitian yang dilakukan dengan hanya melakukan wawancara secara mendalam terhadap seseorang. Dengan pertimbangan bahwa seseorang tersebut merupakan seseorang yang mempunyai karakteristik spesifik yang perlu mendapat perhatian. Perlu diingat bahwa penelitian kualitatif tidak dapat digeneralisasikan. Namun, dapat digunakan sebagai rujukan bagi penelitian dengan situasi sosial yang sama di tempat yang berbeda dengan menggunakan metode yang sama (Satori dan Komariah, 2010:50).


(43)

a. Informan

Adalah orang-orang yang benar-benar terlibat dan menjalani profesi sebagai buruh perusahaan genting yang ada di Desa Kalirejo Lampung Tengah.

Tabel 3.2 Daftar Informan Penelitian

No Nama Jenis

Kelamin

Usia Status Lama Bekerja

Pekerjaa n 1 Nani Wijayanti perempuan 30 tahun menikah 3 tahun Buruh 2 Deden Laki-laki 30 tahun menikah 4 tahun buruh

b. Peristiwa atau kejadian-kejadian

Adalah peristiwa-peristiwa yang pernah terjadi pada pelaksanaan kegiatan kerja buruh yang berkaitan dengan kepuasan kerja. Peneliti dapat memperolehnya melalui wawancara dan penelusuran peristiwa atau kejadian yang merupakan hasil pengamatan peneliti secara langsung di lapangan maupun di perusahaan.

E. Teknik Pengumpulan Data

Adapun teknik pengumpulan data yang penulis ambil dalam melakukan penelitian ini adalah dengan cara:

1. Penelitian Lapangan

Yaitu penelitian langsung pada objek yang akan diteliti, dalam hal ini Kepuasan Kerja Buruh Berdasarkan Perspektif Job Characteristics Model (JCM) pada Perusahaan Genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah. Kemudian mengumpulkan data dan keterangan yang menyangkut masalah yang diteliti.


(44)

Pengumpulan data dilakukan dengan cara: a. Wawancara mendalam (in depth interview)

Teknik ini dilakukan untuk menjaring data-data primer yang berkaitan dengan fokus penelitian. Wawancara mendalam akan dilakukan baik secara terstruktur dengan menggunakan panduan wawancara (interview guide) maupun wawancara bebas bersamaan dengan observasi. Instrumen yang akan digunakan dalam wawancara ini adalah tipe tape recorder, yang dilengkapi dengan catatan-catatan kecil peneliti untuk memperoleh data yang berhubungan dengan pembahasan masalah.

b. Observasi/ Pengamatan

Teknik ini digunakan untuk merekam data-data primer yang berupa peristiwa atau situasi sosial tertentu pada lokasi penelitian, yang berhubungan dengan fokus penelitian. Adapun instrument yang digunakan adalah catatan-catatan lapangan yaitu melakukan penelitian dan pengamatan secara langsung kepada objek yang diteliti.

2. Penelitian Kepustakaan

Yaitu penelitian yang dilakukan dengan mempelajari literature-literatur yang ada hubungannya dengan masalah yang diteliti.

F. Teknik Analisis Data

Menurut Sugiyono (2008: 246) analisis data dalam penelitian kualitatif, dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung, dan setelah selesai pengumpulan data


(45)

dalam periode tertentu. Pada saat wawancara, peneliti sudah melakukan analisis terhadap jawaban yang diwawancarai. Bila jawaban yang diwawancarai setelah dianalisis terasa belum memuaskan, maka peneliti akan melanjutkan pertanyaan lagi, sampai tahap tertentu, diperoleh data yang dianggap kredibel. Milles dan Hubberman dalam Sugiyono (2008: 246), mengungkapkan bahwa aktivitas dalam menganalisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Dalam penelitian ini digunakan teknik analisis data dengan model interkatif, yaitu meliputi langkah-langkah berikut: reduksi data, penyajian data, penyimpulan dan verifikasi (Miles dan Hubberman, 1992: 16-20).

a. Reduksi Data

Merupakan proses penelitian, pemusatan penelitian pada penyederhanaan,

pengabstrakan, dan transformasi data “kasar” yang muncul dari

catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus selama penelitian berlangsung. Secara teknis, pada kegiatan reduksi data ini data-data yang dikumpulkan dari lokasi penelitian akan diorganisir ke

dalam sebuah “matriks analisis data”, yang meliputi unsur-unsur fokus

penelitian, substansi data, katagori data, dan meaning (pemaknaan) b. Penyajian Data

Setelah data direduksi, maka langkah selanjutnya adalah penyajian data. Penyajian data merupakan sekumpulan informasi yang memberi kemungkinan adanya penarikan kesimpulan dan penarikan tindakan. Dalam penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya.


(46)

Pada penelitian ini, secara teknis data-data yang telah terorganisir ke dalam matriks analisis data akan disajikan kedalam bentuk teks naratif.

c. Penarikan Kesimpulan

Merupakan sebagian dari satu kegiatan dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung. Secara teknis proses penarikan kesimpulan dalam penelitian ini akan dilakukan dengan cara mendiskusikan data-data empiris hasil penemuan di lapangan dengan teori-teori yang disusun dalam bab tinjauan pustaka usul penelitian ini, ataupun teori-teori lain yang relevan dengan permasalahan penelitian yang akan ditemukan kemuadian. Verifikasi data dalam penelitian ini dilakukan secara terus-menerus selama proses penelitian berlangsung. Sejak awal memasuki lapangan dan selama pengumpulan data, peneliti menganalisis dan mencari makna dari data yang dikumpulkan, yakni dengan mencari pola, tema, hubungan persamaan, hal-hal yang sering timbul dan sebagainya, yang dituangkan dalam kesimpulan yang masih bersifat tentatif dan melibatkan interpretasi sendiri.

G. Teknik Keabsahan Data

Suatu penelitian harus mengandung nilai terpercaya dan peneliti harus mampu mempertanggungjawabkan penelitiannya dan meyakinkan kepada khalayak bahwa kebenaran hasil penelitiannya dapat dipertanggungjawabkan. Menurut Satori dan Komariah (2010: 163) pertanggung jawaban penelitian kualitatif berada pada cara-cara memperoleh kepercayaan suatu penelitian yang mana penelitian itu dilaksanakan dengan penerapan metode yang tepat dengan prosedur


(47)

yang konsisten. Pada penelitian ini pemeriksaan keabsahaan data akan mengacu pada kriteria-kriteria sebagai berikut: kredibilitas, keteralihan, kebergantungan, dan kepastian. Setiap kriteria ini menghendaki teknik keabsahan pemeriksaan data yang berbeda satu dengan yang lainnya (Moeloeng, 2000: 175-178). Langkah-langkah tersebut secara lebih terinci adalah sebagai berikut:

1. Teknik Kredibilitas Data (Credibility)

Penelitian berangkat dari data. Data adalah segala-galanya dalam penelitian. Oleh karena itu, data harus benar-benar valid. Dalam penelitian kuantitatif, ukuran validitas suatu penelitian terdapat pada alat untuk menjaring data, apakah sudah tepat, benar, sesuai dan mengukur apa yang seharusnya diukur. Sedangkan dalam penelitian kualitatif, alat untuk menjaring data penelitian terletak pada penelitinya dan dibantu dengan metode interview, observasi, dan studi dokumen. Dengan demikian, yang diuji ketepatannya adalah kapasitas peneliti dalam merancang fokus, menetapkan dan memilih informan, melaksanakan metode pengumpulan data, menganalisis dan menginterpretasikan dan melaporkan hasil penelitian yang kesemuanya itu perlu menunjukan konsistensinya satu sama lain. Sehingga kepercayaan penelitian kualitatif tidak terletak pada derajat akurasi desain penelitian dengan hasil yang dicapai tetapi pada kredibilitas peneliti (Satori dan Komariah, 2010: 164-165). Dalam hal ini peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke lokasi penelitian dan menggali informasi dari informan dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan. Selain itu juga peneliti melakukan pengamatan selama dua minggu dan dalam kurun waktu tersebut, peneliti


(48)

juga melihat secara langsung proses produksi saat buruh bekerja, kondisi tempat kerja buruh, dan lain sebagainya. Hal tersebut tentunya bertujuan untuk mendapatkan data yang akurat dan terpercaya sehingnga dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya.

Beberapa teknik yang digunakan untuk memeriksa kredibilitas data hasil penelitian ini adalah sebagai berikut:

a. Ketekunan pengamatan, teknik ini bermaksud menemukan ciri-ciri dan unsur-unsur dalam sarat dengan persoalan atau isu yang sedang dicari dan kemudian memusatkan diri pada hal-hal tersebut secara terperinci.Pengamatan yang dimaksud peneliti ini adalah pengamatan terhadap sumber-sumber data primer (hasil wawancara) dan pengamatan secara langsung terhadap kegiatan yang dilakukan oleh buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah.

b. Triangulasi, teknik ini memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan atau perbandinganterhadap data itu. Ada empat macam triangulasi yaitu, triangulasi sumber, metode, penyidik, dan teori. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda. Triangulasi metode meliputi pengecekan beberapa teknik pengumpulan data, dan sumber data dengan metode yang sama. Triangulasi penyidik dilakukan dengan memanfaatkan peneliti atau pengamat lain. Triangulasi teori dilakukan secara induktif atau secara logika, secara induktif dilakukan dengan menyertakan cara lain untuk mengorganisasikan data yang barang kali mengarah pada


(49)

upaya penemuan penelitian lainnya. Sedangkan secara logika dilakukan dengan cara memikirkan kemungkinan logis lainnya dan kemungkinan melihat apakah kemungkinan-kemungkinan itu dapat ditunjang oleh data.

c. Kecukupan referensial, yaitu dengan memanfaatkan bahan-bahan tercatat atau terekam sebagai patokan untuk menguji sewaktu diadakan analisis dan penafsiran data. Misalnya, tape recorder yang dimanfaatkan untuk membandingkan hasil yang diperoleh dengan kritik yang telah terkumpul. Unit analisis data utama dalam penelitian ini adalah hasil wawancara. Beberapa sumber dokumen dan hasil pengamatan adalah sebagai penganut argumentasi (back up).

2. Teknik Keteralihan Data (Transferability)

Uji terhadap ketepatan suatu penelitian kualitatif selain dilakukan pada interval penelitian juga pada keterpakaian oleh pihak eksternal (keteralihan). Menurut Satori dan Komariah (2010: 165-166) keteralihan berkenaan dengan derajat akurasi apakah hasil penelitian dapat digeneralisasikan atau diterapkan pada populasi di mana sampel tersebut diambil atau pada setting sosial yang berbeda dengan karakteristik yang hampir sama. Suatu penelitian yang nilai keteralihannya tinggi senantiasa dicari orang untuk dirujuk, dicontoh, dipelajari lebih lanjut, untuk diterapkan di tempat lain. Oleh karena itu, peneliti perlu membuat laporan yang baik agar terbaca dan memberikan informasi yang lengkap jelas, sistematis, dan dapat dipercaya. Bila pembaca mendapat gambaran yang jelas dari suatu hasil penelitian dapat dilakukan (transfermability), maka


(50)

hasil penelitian tersebut memenuhi standar transferabilitas (Satori dan Komariah, 2010:166).

Pemeriksaan keteralihan data di dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik uraian rinci (trick description), yaitu dengan melaporkan hasil seteliti dan secermat mungkin yang menggambarkan konteks tempat penelitian.

3. Teknik Kebergantungan Data (Dependability)

Menurut Satori dan Komariah (2010: 166-167) kebergantungan disebut juga audit kebergantungan menunjukan bahwa penelitian memiliki sifat ketaatan dengan menunjukan konsistensi dan stabilitas data atau temuan yang dapat direflikasikan. Dalam penelitian kualitatif akan menemukan kesulitan untuk mereflikasi pada situasi yang sama karena setting sosial senantiasa berubah dan berbeda.Oleh karena itu, dalam penelitian kualitatif digunakan kriteria kebergantungan yaitu bahwa suatu penelitian merupakan representasi dari rangkaian kegiatan pencarian data yang dapat ditelusuri jejaknya. Dengan demikian, uji dependabilitas adalah uji terhadap data dengan informan sebagai sumbernya dan teknik yang diambilnya apakah menunjukan rasionalitas yang tinggi atau tidak. Jangan sampai ada data tapi tidak dapat ditelusuri cara mendapatkannya dan orang yang mengungkapkannya.

Kebergantungan merupakan substitusi istilah reliabilitas dalam penelitian non kualitatif. Konsep kebergantungan lebih luas dari pada reliabilitas. Hal


(51)

tersebut disebabkan konsep itu memperhitungkan segala-galanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lain yang terkait. Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji dependability- nya. Kalau proses penelitiannya tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka peneliti tersebut tidak dependable. Untuk mengetahui, mengecek, serta memeriksa hasil penelitian ini benar atau salah peneliti mendiskusikannya dengan dosen pembimbing secara bertahap mengenai konsep-konsep yang dihasilkan di lapangan. Setelah hasil dianggap benar, dilakukan seminar tertutup dan terbuka dengan mengundang teman sejawat dan pembimbing serta pembahas dosen.

H. Teknik Kepastian Data (Confirmability)

Kepastian atau audit kepastian yaitu bahwa data yang diperoleh dapat dilacak kebenarannya dan sumber informasinya jelas. Konfirmabilitas berhubungan dengan objektivitas hasil penelitian. Hasil penelitian dikatakan memiliki derajat objektivitas yang tinggi apabila kebenaran data dapat ditelusuri secara pasti dan penelitian dapat dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang.

Untuk menjaga kebenaran dan objektivitas hasil penelitian, maka perlu dilakukan audit trail yakni, melakukan pemeriksaan guna meyakinkan bahwa hal-hal yang dilaporkan memang demikian adanya. Dalam pratiknya konsep konfirmabilitas


(52)

(kepastian data) dilakukan melalui member check, triangulasi, pengamatan ulang atas rekaman, pengecekan kembali, melihat kejadian yang sama di lokasi/ tempat kejadian sebagai bentuk konfirmasi.


(53)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kepuasan kerja buruh berdasarkan job characteristics model (JCM) pada perusahaan genting di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis job characteristics model (JCM), dari lima indikator JCM, terdapat tiga indikator yang mendapat respon positif dari para buruh (informan). Sehingga dapat disimpulkan bahwa para buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo belum merasakan kepuasan kerja sepenuhnya, tetapi mereka cukup termotivasi atas pekerjaan yang mereka jalani saat ini, walaupun dengan segala keterbatasan yang ada.

2. Pada karyawan atau pekerja yang tingkat keterampilan dan perkembangannya rendah tidak memerlukan JCM. Karena pendekatan JCM lebih tepat diterapkan untuk karyawan yang memiliki kebutuhan berkembang yang tinggi seperti pada perusahaan-perusahaan besar yang tingkat perkembangan karyawannya tinggi. Namun pekerja dengan kebutuhan berkembang yang rendah seperti buruh genting di Desa Kalirejo dapat memperoleh kepuasan kerja dengan memberikan pekerjaan yang luwes sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, memberikan keleluasaan dalam bekerja (otonomi), menyediakan lingkungan


(54)

kerja yang bersih dan nyaman, waktu istirahat yang cukup, dan peluang untuk sosialisasi dan berinteraksi dengan rekan-rekan sepekerjaan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa saran diantaranya:

- Akademis:

Berdasarkan hasil penelitian tentang kepuasan kerja buruh berdasarkan perspektif job characteristics model pada perusahaan genting di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah yang meneliti tentang kepuasan kerja buruh di sektor informal, maka peneliti menyarankan kepada peneliti berikutnya agar lebih meningkatkan penelitiannya dan memperdalam kajiannya tentang kepuasan kerja buruh di sektor informal.

- Praktis:

Pada umumnya semua pekerja mengharapkan dapat merasakan kepuasan kerja atas pekerjaan yang mereka jalani. Kaitannya dengan hal tersebut, pekerja atau buruh disektor informal seperti buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah juga ingin mendapatkan kepuasan kerja, Untuk itu peneliti menyarankan kepada pemilik usaha agar lebih memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan para pekerjanya.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Edqorni. Worldpres. 2009. Kepemimpinan, Karakteristik Pekerjaan dan Kepuasan Kerja. www. elqorni. worldpres. com. Diakses tanggal 17 agustus 2011: jam 14.50 WIB.

Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. CV. Indoprint. Semarang.

Handoko, T.Hanif, (1993), Manajemen Personalia dan sumber Daya Manusia, Lerety, Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi). Bumi Aksara. Jakarta.

Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Menengah

Miles, M. B dan A. M Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. UI Press. Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Roesdakarya. Bandung.

Nawawi dan Martini. 1996. Penelitian Terapan. GajahMadaUniversity Press. Yogyakarta.

Nitisusastro, Mulyadi. 2009. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Alfabeta. Bandung.

Robbins dan Coulter. 1999. Manajemen (edisi 6). PT. Prenhallindo. Jakarta.

Robbins dan Coulter. 2002.Manajemen(edisi 7). PT. Indeks group gramedia. Jakarta

Robbins dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Salemba Empat. Jakarta. Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi (edisi 10). PT. Macanan Jaya

Camerlang. Jakarta

Satori dan Komariah. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.


(56)

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil

Undang-UndangRI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Wibowo. 2007. Menejemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.


(1)

tersebut disebabkan konsep itu memperhitungkan segala-galanya, yaitu yang ada pada reliabilitas itu sendiri ditambah faktor-faktor lain yang terkait. Dalam penelitian kualitatif, uji kebergantungan dilakukan dengan melakukan pemeriksaan terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Peneliti seperti ini perlu diuji dependability- nya. Kalau proses penelitiannya tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka peneliti tersebut tidak dependable. Untuk mengetahui, mengecek, serta memeriksa hasil penelitian ini benar atau salah peneliti mendiskusikannya dengan dosen pembimbing secara bertahap mengenai konsep-konsep yang dihasilkan di lapangan. Setelah hasil dianggap benar, dilakukan seminar tertutup dan terbuka dengan mengundang teman sejawat dan pembimbing serta pembahas dosen.

H. Teknik Kepastian Data (Confirmability)

Kepastian atau audit kepastian yaitu bahwa data yang diperoleh dapat dilacak kebenarannya dan sumber informasinya jelas. Konfirmabilitas berhubungan dengan objektivitas hasil penelitian. Hasil penelitian dikatakan memiliki derajat objektivitas yang tinggi apabila kebenaran data dapat ditelusuri secara pasti dan penelitian dapat dikatakan objektif bila hasil penelitian telah disepakati banyak orang.

Untuk menjaga kebenaran dan objektivitas hasil penelitian, maka perlu dilakukan audit trail yakni, melakukan pemeriksaan guna meyakinkan bahwa hal-hal yang dilaporkan memang demikian adanya. Dalam pratiknya konsep konfirmabilitas


(2)

50

(kepastian data) dilakukan melalui member check, triangulasi, pengamatan ulang atas rekaman, pengecekan kembali, melihat kejadian yang sama di lokasi/ tempat kejadian sebagai bentuk konfirmasi.


(3)

BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan mengenai kepuasan kerja buruh berdasarkan job characteristics model (JCM) pada perusahaan genting di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah maka penulis menarik kesimpulan sebagai berikut:

1. Berdasarkan analisis job characteristics model (JCM), dari lima indikator JCM, terdapat tiga indikator yang mendapat respon positif dari para buruh (informan). Sehingga dapat disimpulkan bahwa para buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo belum merasakan kepuasan kerja sepenuhnya, tetapi mereka cukup termotivasi atas pekerjaan yang mereka jalani saat ini, walaupun dengan segala keterbatasan yang ada.

2. Pada karyawan atau pekerja yang tingkat keterampilan dan perkembangannya rendah tidak memerlukan JCM. Karena pendekatan JCM lebih tepat diterapkan untuk karyawan yang memiliki kebutuhan berkembang yang tinggi seperti pada perusahaan-perusahaan besar yang tingkat perkembangan karyawannya tinggi. Namun pekerja dengan kebutuhan berkembang yang rendah seperti buruh genting di Desa Kalirejo dapat memperoleh kepuasan kerja dengan memberikan pekerjaan yang luwes sesuai dengan keterampilan yang dimiliki, memberikan keleluasaan dalam bekerja (otonomi), menyediakan lingkungan


(4)

88

kerja yang bersih dan nyaman, waktu istirahat yang cukup, dan peluang untuk sosialisasi dan berinteraksi dengan rekan-rekan sepekerjaan.

B. Saran

Berdasarkan hasil penelitian ini, maka penulis memberikan beberapa saran diantaranya:

- Akademis:

Berdasarkan hasil penelitian tentang kepuasan kerja buruh berdasarkan perspektif job characteristics model pada perusahaan genting di Kecamatan Kalirejo Lampung Tengah yang meneliti tentang kepuasan kerja buruh di sektor informal, maka peneliti menyarankan kepada peneliti berikutnya agar lebih meningkatkan penelitiannya dan memperdalam kajiannya tentang kepuasan kerja buruh di sektor informal.

- Praktis:

Pada umumnya semua pekerja mengharapkan dapat merasakan kepuasan kerja atas pekerjaan yang mereka jalani. Kaitannya dengan hal tersebut, pekerja atau buruh disektor informal seperti buruh perusahaan genting di Desa Kalirejo Lampung Tengah juga ingin mendapatkan kepuasan kerja, Untuk itu peneliti menyarankan kepada pemilik usaha agar lebih memperhatikan kepentingan dan kesejahteraan para pekerjanya.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Edqorni. Worldpres. 2009. Kepemimpinan, Karakteristik Pekerjaan dan Kepuasan Kerja. www. elqorni. worldpres. com. Diakses tanggal 17 agustus 2011: jam 14.50 WIB.

Ferdinand, Augusty. 2006. Metode Penelitian Manajemen. CV. Indoprint. Semarang.

Handoko, T.Hanif, (1993), Manajemen Personalia dan sumber Daya Manusia, Lerety, Yogyakarta.

Hasibuan, Malayu S.P. 2005. Manajemen Sumber Daya Manusia (Edisi Revisi). Bumi Aksara. Jakarta.

Instruksi Presiden Nomor 10 Tahun 1999 Tentang Pemberdayaan Usaha Menengah

Miles, M. B dan A. M Huberman. 1992. Analisis Data Kualitatif. UI Press. Jakarta.

Moleong, Lexy J. 2004. Metodologi Penelitian Kualitatif. PT. Remaja Roesdakarya. Bandung.

Nawawi dan Martini. 1996. Penelitian Terapan. GajahMadaUniversity Press. Yogyakarta.

Nitisusastro, Mulyadi. 2009. Kewirausahaan dan Manajemen Usaha Kecil. Alfabeta. Bandung.

Robbins dan Coulter. 1999. Manajemen (edisi 6). PT. Prenhallindo. Jakarta.

Robbins dan Coulter. 2002.Manajemen(edisi 7). PT. Indeks group gramedia. Jakarta

Robbins dan Judge. 2008. Perilaku Organisasi. Salemba Empat. Jakarta. Robbins, Stephen P. 2006. Perilaku Organisasi (edisi 10). PT. Macanan Jaya

Camerlang. Jakarta

Satori dan Komariah. 2010. Metode Penelitian Kualitatif. Alfabeta. Bandung Sugiyono.2008. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Alfabeta.


(6)

Suseno, Franz Magnis. 1999. Pemikiran Karl Marx. Gramedia pustaka Utama. Jakarta.

Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1995 Tentang Usaha Kecil

Undang-UndangRI Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Wibowo. 2007. Menejemen Kinerja. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.