Penentuan Kadar Gliserin dengan Menggunakan Metode Karl Fisher di PT. Socimas

(1)

PENENTUAN KADAR GLISERIN DENGAN MENGGUNAKAN

METODE KARL FISCHER DI PT.SOCIMAS

KARYA ILMIAH

JOMPHI SITOMPUL

NIM: 092401055

PROGRAM STUDI D 3 KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PENENTUAN KADAR GLISERIN DENGAN MENGGUNAKAN METODE KARL FISCHER DI PT.SOCIMAS

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk Melengkapi Tugas dan Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Ahli Madya

JOMPHI SITOMPUL NIM: 092401055

PROGRAM STUDI D 3 KIMIA DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN KONSENTRASI GLISERIN DENGAN

MENGGUNAKAN METODE KARL FISCHER DI

PT.SOCIMAS Kategori : TUGAS AKHIR

Nama : JOMPHI SITOMPUL

NIM : 092401055

Program Studi : DIPLOMA -3 KIMIA Depertemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

(FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diluluskan di Medan, Juli 2012

Diketahui / Disetujui Oleh :

Pogram Studi D-III Kimia FMIPA USU Dosen Pembimbing Ketua

(Dra. Emma ZaidarNst, M.Si) (Dr. Saharman Gea) NIP.195512118 198701 2001 NIP. 196811101999031001

Depertemen Kimia FMIPA USU Ketua

(Dr. Rumondang Bulan M.S) NIP.19540830 198503 2001


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN KADAR GLISERIN DENGAN MENGGUNAKANMETODE KARL FISCHER DI PT. SOCIMAS

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya.

Medan, Juli 2012

JOMPHI SITOMPUL


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa dimana atas berkat dan karunia serta kebesaranya sehingga penulis dapat menyelesaiakan karya

ilmiah yang berjudul “PENENTUAN KONSENTRASI GLISERIN MENGGUMAKAN METODE KARLFISHER DI PT.SOCIMAS”. Dalam menyelesaikan karya ilmiah ini begitu banyak orang-orang yang memberikan motifasi, dorongan serta doa.

Pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Dr. Sutarman, MSc, selaku Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara Medan.

2. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS, selaku ketua depertemen Kimia FMIPA USU. 3. Bapak Drs. Manius Sianipar, selaku manager depertemen QC dan pembimbing

dilapangan.

4. Bapak Dr. Saharman Gea, selaku dosen pembimbing

5. Bapak Kawal Tarigan, selaku group leader departemen QC di PT.SOCIMAS 6. Seluruh karyawan-karyawati di PT.SOCIMAS khususnya para staf depertemen

QC

7. Kedua Orang tua penulis tersayang, yang telah memberikan dukungan sepenuhnya baik berupa moral maupun material.

8. Keluarga penulis yaitu Adek dan Abang yang telah memberikan dukungan dan semangat untuk menyelesaikan karya ilmiah ini.

9. Seluruh rekan-rekan mahasiswa/i kimia D-III FMIPA USU, khususnya stambuk 2009 yang telah memberikan banyak dukungan sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini.

10.Abang-abang alumni dan adek kelas dan kawan-kawan dekat yang juga sangat membantu dan sangat memberikan banyak motivasi dalam penyelesaiankarya ilmiah ini.

Penulis juga sangat menyadari bahwa karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu penulis sangat mengharapkan sekali bantuan yaitu berupa kritik, saran serta masukan-masukan yang bersifat membangun demi kesempurnaan penulisan karya ilmiah ini.


(6)

ABSTRAK

Adanya air di dalam gliserin membuat kualitas gliserin menjadi turun. Hal ini disebabkan air adalah zat yang tidak diharapkan ada di dalam gliserin yang membuat gliserin berkurang kemurniannya. Dalam hal ini PT.SOCIMAS - Medan melakukan analisis untuk menentukan kadar air dalam gliserin. Analisis kadar air dilakukan dengan metode Karl Fisher berdasarkan prinsip elektrolisa dimana platina kembar digunakan sebagai elektrodanya. Kemudian air akan bereaksi dengan iodine sulfur dioksida dengan adanya basa dan alkohol. Penentuan kadar air metode Karl Fischer ini akan ditentukan konsentrasi daripada sampel gliserin. Dimana konsentrasi dari keseluruhan gliserin (100%) akan dikurangkan dengan kadar airnya, maka akan dapat diketahui konsentrasi dari gliserin. Air akan mempengaruhi kualitas daripada gliseri sehingga harus diperiksa kadar airnya untuk memenuhi permintaan daripada konsumen.


(7)

DETERMINATION OF GLYCERINE CONCENTRATION BY USING METHOD KARLFISCHER IN PT.SOCIMAS

ABSTRACT

The presence of water in glycerine results in the glycerine quality to be low.Thisis becausewater is a substancethat is notexpected toexistintheglycerinthat makeglycerinreducedpurity.In this casePT.SOCIMASMedanconducted an analysistodeterminethe water contentinglycerin. Analysisperformedby the methodof water contentbyKarlFishertwinprinciples ofelectrolysiswhereplatinumis usedas anelectrode. Then the waterwillreactwithsulfurdioxidein the presence ofiodineandalcoholbase. Determination ofwater contentby KarlFischermethodwill be determinedthe concentration ofthe samplerather thanglycerin. Where theconcentrationoftotalglycerin(100%) will be reduced by thewater content, it will be knownconcentrationofglycerin. Dimanwaterwillaffectthe quality rather thangliseriso thatthe water levelshould be checkedtomeetdemandrather thanconsumers.


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii

KATA PENGANTAR iii

ABSTRAK iv

ABSTRACT v

DAFTAR ISI vi

DAFTAR TABEL vii

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1.Latar belakang 1

1.2.Permasalahan 3

1.3.Tujuan 3

1.4.Manfaat 3

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah kelapa sawit 4

2.2. Minyak dan lemak 6

2.3. Gliserol 9

2.4. Gliserin 9

2.5. Manfaat gliserin 14

2.6. Karl Fischer 17

2.7. Penentuan kadar air dalam gliserin 19

BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Metodologi 22

3.1.1. Alat 22

3.1.2. Bahan 22

3.2. Prosedur 23

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil 24

4.1.1. Data Penelitian 24

4.1.2. Perhitungan 25

4.2. Pembahasan 25

BAB 5KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan 29

5.2. Saran 29

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 4.1. Perkiraan penggunaan gliserin 15


(10)

ABSTRAK

Adanya air di dalam gliserin membuat kualitas gliserin menjadi turun. Hal ini disebabkan air adalah zat yang tidak diharapkan ada di dalam gliserin yang membuat gliserin berkurang kemurniannya. Dalam hal ini PT.SOCIMAS - Medan melakukan analisis untuk menentukan kadar air dalam gliserin. Analisis kadar air dilakukan dengan metode Karl Fisher berdasarkan prinsip elektrolisa dimana platina kembar digunakan sebagai elektrodanya. Kemudian air akan bereaksi dengan iodine sulfur dioksida dengan adanya basa dan alkohol. Penentuan kadar air metode Karl Fischer ini akan ditentukan konsentrasi daripada sampel gliserin. Dimana konsentrasi dari keseluruhan gliserin (100%) akan dikurangkan dengan kadar airnya, maka akan dapat diketahui konsentrasi dari gliserin. Air akan mempengaruhi kualitas daripada gliseri sehingga harus diperiksa kadar airnya untuk memenuhi permintaan daripada konsumen.


(11)

DETERMINATION OF GLYCERINE CONCENTRATION BY USING METHOD KARLFISCHER IN PT.SOCIMAS

ABSTRACT

The presence of water in glycerine results in the glycerine quality to be low.Thisis becausewater is a substancethat is notexpected toexistintheglycerinthat makeglycerinreducedpurity.In this casePT.SOCIMASMedanconducted an analysistodeterminethe water contentinglycerin. Analysisperformedby the methodof water contentbyKarlFishertwinprinciples ofelectrolysiswhereplatinumis usedas anelectrode. Then the waterwillreactwithsulfurdioxidein the presence ofiodineandalcoholbase. Determination ofwater contentby KarlFischermethodwill be determinedthe concentration ofthe samplerather thanglycerin. Where theconcentrationoftotalglycerin(100%) will be reduced by thewater content, it will be knownconcentrationofglycerin. Dimanwaterwillaffectthe quality rather thangliseriso thatthe water levelshould be checkedtomeetdemandrather thanconsumers.


(12)

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagi Indonesia, tanaman Kelapa Sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit dari sekian banyak produsen minyak kelapa sawit dunia.Selain dijadikan sebagai minyak goreng, minyak kelapa sawit dan inti sawit juga diolah menjadi fraksi-fraksinya atau asam lemak. Pada pengolahan asam lemak ini juga menghasilkan produk samping yakni gliserol yang memiliki nilai jual.

Di Indonesia terdapat 9 (sembilan) pabrik produsen oleokimia dasar yang memproduksi asam lemak dan gliserol. Salah satunya adalah PT.SOCIMAS (Sinar Oleochemical Internasional) Medan. Berdasarkan data dari Kementrian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2011 pabrik ini memproduksi asam lemak sebanyak 80.000/tahun dan gliserin 8.000/tahun. Bahan baku dari pabrik ini adalah palm kernel oil (PKO) dan refined bleached deodorized palm stearic (RBDPS).


(13)

Indonesia sebagai negara berkembang akan mempunyai potensi yang cukup besar untuk menjadi negara pengekspor oleokimia. Hal ini disebabkan oleh karena nilai ekspornya cukup tinggi dan banyaknya bahan baku mentah di Indonesia yang dihasilkan oleh pabrik-pabrik kelapa sawit kemudian oleh pabrik oleokimia diubah menjadi produk-produk asam lemak dan gliserin.

Dalam hal ini perusahaan oleokimia selalu mempunyai standard ketentuan sebagai pembanding terhadap produk yang dihasilkan, khususnya dalam produk gliserin yang merupakan salah satu contoh produknya. Untuk itu perlu di buat standar dalam suatu perusahaan, khususnya PT.SOCIMAS yang mempunyai standar sesuai dengan standard farmacopia sebagai standar perusahaanya dan standard ini tidak berlaku berlaku untuk produk lain, tetapi hanya produk gliserin saja yang telah siap untuk di paking atau dibotolkan.

Sesuai dengan peraturan farmacopia ke-3 bahwa konsentrasi gliserin untuk bahan-bahan kosmetik adalah 95-103 %. Belakangan ini telah muncul peraturan farmacopia yang baru yang mempersyaratkan bahwa kadar gliserin harus 99-101%. Untuk mendapatkan hasil yang sesuai dengan standar tersebut diperlukan suhu dan tekanan yang sesuai, apabila tekanan dan suhu tidak sesuai maka kandungan air dalam gliserin akan banyak, hal ini akan mengurangi kualitas daripada gliserin tersebut, selain itu PT.SOCIMAS juga memenuhi standar tersebut untuk memenuhi syarat dalam pemasaranya.


(14)

Berdasarkan uraian diatas penulis tertarik untuk menguraikan sebuah judul

yaitu“PENENTUAN KADAR GLISERIN DENGAN MENGGUNAKAN

METODE KARL FISCHER DI PT. SOCIMAS”

1.2. Permasalahan

1. Bagaimana cara penentuan konsentrasi gliserin dengan menghitung kandungan airnya dengan menggunakan metode Karl Fischer.

2. Apa pengaruh air terhadap kualitasserin gliserin sehingga dapat menurunkan kualitas gliserin tersebut.

1.3. Tujuan

1. Untuk mengetahui bagaimana cara penentuan konsentrasi gliserin dengan menghitung kandungan airnya dengan menggunakan metode Karl Fischer.

2. Untuk mengetahui sejauh mana PT.SOCIMAS memenuhi standart yaitu standard farmakopia yang telah diterapkan.

1.4. Manfaat

Dengan menghitung kadar air dari gliserin tersebut dapat pula diketahui konsentrasi dari pada gliserinnya, yaitu dengan mengurangkan konsentrasi dari keseluruhan daripada gliserin yaitu 100% dengan kadar airnya. Setelah diketahui konsentrasi dari gliserin itu, maka dapat juga diketahui kualitasnya, dimana semakin tinggi kadar air


(15)

gliserin maka akan semakin rendah pula kualitasnya dan sebaliknya semakin rendah kandungan airnya maka akan semakin tinggi kualitas gliserin tersebut. Hal ini dikarenakan kandungan air yang tinggi dapat mengencerkan gliserin sehingga dapat menurunkan konsentrasinya.


(16)

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Sejarah Kelapa Sawit

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibir kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawitpada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton (Fauzi, 2004).

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti


(17)

dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Memasuki pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat (PIR-bun). Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. Pada tahun 1990-an, luas perkebunan kelapa sawit mencapai lebih dari 1,6 juta hektar yang tersebar di berbagai sentra produksi, seperti Sumatera dan Kalimantan(Fauzi, 2004).


(18)

2.2. Minyak dan Lemak

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang sangat potensial di Indonesia dan terus diupayakan pemanfaatannya dalam berbagai jenis produk minyak/lemak. Minyak kelapa sawit terdiri atas minyak kelapa sawit yang berasal dari daging buah kelapa sawit yang lebih dikenal dengan crude palm oil(CPO) dan minyak inti kelapa sawit yang dikenal dengan palm kernel oil(PKO). Pemanfaatan minyak kelapa sawit ini sudah menjadi kebutuhan pokok dunia saat ini dimana dengan pengolahan tertentu seperti refinery, fraksinasi, hidrogenasi maupun interesterifikasi. Dari minyak kelapa sawit dihasilkan berbagai jenis produk untuk kebutuhan sehari-hari seperti minyak goreng, margarine, Cocoa Butter Subtitues (CBS), Cocoa Butter Equivalen(CBE), bahkan kosmetik dan lain-lain.

Lemak dan minyak merupakan salah satu kelompok yang termasuk golongan lipida. Satu sifat yang khas dan yang mencirikan golongan lipida (termasuk lemak dan minyak) adalah daya larutnya dalam pelarut organik. Lemak dan minyak atau secara kimiawi adalah trigliserida merupakan bagian terbesar dari kelompok lipida. Trigliserida ini merupakan senyawa hasil kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam lemak. Di alam, bentuk gliserida yang lain yaitu tanaman. Secara umum, lemak diartikan sebagai trigliserida yang dalam kondisi suhu ruang berada dalam keadaan padat. Sedangkan minyak adalah trigiserida yang dalam suhu ruang berbentuk cair. Secara lebih pasti tidak ada batasan yang jelas untuk membedakan lemak dan minyak. Dalam proses pembentukannya, trigliserida merupakan hasil proses kondensasi satu molekul gliserol dengan tiga molekul asam-asam lemak


(19)

(umumnya ketiga asam lemak berbeda-beda) yang membentuk satu molekul trigliserida dan 3 molekul air.

Walaupun lemak berbentuk padat dan minyak adalah cairan, keduanya mempunyai struktur dasar yang sama, lamak dan minyak adalah trimester dari gliserol, yang dinamakan trigliserida. Jika minyak atau lemak kita rebus dengan alkali, sebagaimana terjadi pada penyabunan ester, dan kemudian larutan hasilnya di asamkan, diperoleh gliserol dan campuran asam lemak.

H - C - O - C - R

Trigliserida

+ 3H2O H - C - OH +

Air Gliserol Asam lemak

O

H - C - O - C - R

H - C - O - C - R H - C - OH

H -C - OH

O O H H | | H H | |

3R - COOH

Mekanisme reaksi Hidrolisa Trigliserida(Harold, 1983).

Minyak dan lemak yang berasal dari tumbuh-tumbuhan maupun hewan dapat disabunkan untuk selanjutnya dihidrolisa dalam usaha menghasilkan asam lemak dan gliserin (gliserol). Dari asam lemak dapat dihasilkan berbagai produk kimia, sedangkan gliserin dapat digunakan sebagai pelengkap suatu industri, misalnya pada industri farmasi, kosmetik dan tembakau. Pada saat ini gliserin sangat dimanfaatkan secara komersial. Minyak nabati merupakan produk utama yang bisa dihasilkan dari kelapa sawit. Minyak nabati yang dihasilkan dari pengolahan buah kelapa sawit berupa minyak sawit mentah CPO yang berwarna kuning dan minyak inti sawit PKO


(20)

yang tidak berwarna (jernih). CPO atau PKO banyak digunakan sebagai bahan industri pangan (minyak goreng dan margarin), industri sabun (bahan penghasil busa), industri baja (bahan pelumas), industri tekstik, kosmetik, dan sebagai bahan bakar alternatif (minyak diesel). Jika dibandingkan dengan minyak nabati lain, minyak kelapa sawit memiliki keistimewaan tersendiri, yakni rendahnya kandungan kolesterol dan dapat diolah lebih lanjut menjadi suatu produk yang tidak hanya dikonsumsi untuk kebutuhan pangan, tetapi juga untuk memenuhi kebutuhan non-pangan.

Lemak adalah suatu ester asam lemak dengan gliserol. Gliserol adalah suatu trihidroksi alkohol yang terdiri atas tiga atom karbon. Jadi tiap atom karbon mempunyai gogus –OH. Suatu molekul gliserol dapat mengikat satu, dua atau tiga molekul asam lemak dengan bentuk ester yang disebut dengan monogliserida, digliserida atau trigliserida. Pada lemak, suatu molekul gliserol mengikat tiga molekul asam lemak. Dengan proses hidrolisis lemak akan terurai menjadi asam lemak dan gliserol, proses ini dapat berjalan dengan menggunakan asam, basa atau enzim tertentu. Proses hidrolisis yang menggunakan basa menghasilkan gliserol dan garam asam lemak atau sabun. Oleh karena itu proses hidrolisis yang menggunakan basa disebut proses penyabunan. Gliserol dapat dihasilkan dengan jalan penguapan hati-hati, kemudian dimurnikan dengan destilasi pada tekanan rendah. Gliserol yang diperoleh dari hasil penyabunan lemak atau minyak adalah suatu zat cair yang tidak berwarna dan mempunyai rasa yang agak manis, gliserol larut baik di dalam air dan tidak larut di dalam eter. Gliserol digunakan dalam industry farmasi dan kosmetika sebagai bahan dalam pembuatan preparat yang dihasilkan. Di samping itu gliserol berguna bagi kita untuk sintesis lemak di dalam tubuh(Anna, 1994 ).


(21)

2.3. Gliserol

Gliserol (C3H7OH)2, dalam bentuknya yang murni, adalah rasanya manis, jelas, tidak

berwarna, tidak berbau, cairan kental. Ia benar-benar larut dalam air dan alkohol, sedikit larut dalam pelarut yang umum seperti eter dan dioksan dan tidak larut dalam hidrokarbon. Pada suhu rendah, gliserol kadang-kadang membentuk kristal yang cenderung mencair pada 17,9°C. Titik didih gliserol pada 290°C di bawah tekanan atmosfer normal. berat jenis adalah 1,26 dan berat molekul adalah 92.09.

Dua abad yang lalu pada tahun 1779, Carl W. Scheele, seorang ahli kimia Swedia, sangat gembira ketika ia menemukan sebuah baru transparan, manis cair dengan memanaskan minyak zaitun dan litharge. Sedikit yang ia tahu bahwa zat kimia baru akan segera menjadi sangat dibutuhkan, melalui berbagai layanan, untuk umat manusia. Senyawa ini terasa manis jika di cicip dan bernama Gliserol (berasal dari kata Yunani “glykys” yang berarti manis). Studi kemudian menunjukkan gliserol menjadi komponen utama semua lemak dan minyak, dalam bentuk yang ester yang disebut glycerides. Gliserol ditemukan memiliki berbagai kegunaan dalam pembuatan produk dalam negeri, industri dan farmasi banyak. Saat ini, nama gliserol mengacu pada zat kimia murni dan secara komersial dikenal sebagai gliserin.


(22)

Gliserin pertama sekali diidentifikasi oleh Scheele pada tahun 1770 yang diperoleh dengan memanaskan minyak zaitun (olive oil). Pada tahun 1784, Scheel melakukan penelitian yang sama terhadap beberapa sumber minyak nabati lainnya dan lemak hewan seperti lard. Scheel menamakan hasil temuannya ini dengan sebutan ‘the sweet

principle of fats”. Nama gliserin baru dikenal setelah pada tahun 1811. Nama ini

diberikan olehChevreul (orang yang melanjutkan penelitian Scheele ) yang diambil dari bahasa Yunani(Greek) yaitu dari kata glyceros yang berarti manis. Pada tahun 1836, Pelouze menemukan formula dari gliserol dan pada tahun 1883 Berthlot dan Luce mempublikasikan formula struktur gliserol.

Tahun 1847, Sobrero menemukan nitoglycerine, suatu senyawa yang tidak stabilyang mempunyai potensi besar untuk berbagai aplikasi komersial. Tahun 1836, AlfredNobel mendemostrasikan kemampuan daya ledak nitroglycerine. Pada tahun 1875, Alfred Nobel menemukan suatu peledak yang disebut gelatin yaitu campuran dari nitroglycerine dan nitrocellulose. Penemuan bahan peledak ini membuat permintaan akan gliserin sangat meningkat terutama pada saat revolusi industri. Pada tahun 1883, Runcon mematenkan recovery gliserin dari sabun alkali hasil distilasi.

Gliserin merupakan hasil pemisahan asam lemak pada proses pemecahan lemak. Di pasaran, gliserin yang beredar umumnya berasal dari pemecahan lemak. Kurang dari 10% gliserin dapat di hasilkan pada proses pemecahan lemak dari sejumlah CPO yang telah diolah. Gliserin dapat dimurnikan lebih dari 95% dengan cara penguapan dilanjutkan destilasi dan deionisasi. Gliserin dapat diperoleh dari sumber – sumber alam dengan memakai metode sintesis. Dengan semakin besarnya


(23)

kebutuhan gliserin yang di konsumsi di dunia baik diperoleh dari pemecahan trigliserida dari lemak hewan atau minyak nabati yang memakai cara saponifikasi, transesterifikasi atau dengan hidrolisa ( pemecahan ). Hasil larutan gliserin dinamakan “air manis” yang mengandung lebih dari 20% gliserin dari pemisahan lemak oleh air. Konsentrasi gliserin yang lebih tinggi dapat diperoleh dengan menggunakan proses hidrolisa. Dan mekanisme reaksi di tunjukkan pada gambar di bawah ini.

- Fat Splitting, yaitu reaksi hidrolisa antara air dengan minyak menghasilkan giserol dan asam lemak.

H - C - O - C - R

Trigliserida

+ 3H2O H - C - OH +

Air Gliserol Asam lemak

O

H - C - O - C - R

H - C - O - C - R H - C - OH

H -C - OH

O O

H H

|

|

H

H

|

|

3R - COOH


(24)

- Safonifikasi Lemak dengan NaOH, menghasilkan gliserol dan sabun.

H - C - O - C - R

Trigliserida

+ 3NaOH H - C - OH +

Natrium hidroksida Gliserol Sabun

O

H - C - O - C - R

H - C - O - C - R H - C - OH

H -C - OH

O O H H | | H H | |

3R - COONa

Mekanisme reaksi saponifikasi lemak dengan NaOH

- Transesterifikasi lemak dengan methanol menggunakan katalis NaOCH3 (Sodium methoxide), menghasilkan gliserol dan metil ester.

H - C - O - C - R

Trigliserida

+ 3CH3OH H - C - OH +

Metanol Gliserol Metil ester

O

H - C - O - C - R

H - C - O - C - R H - C - OH

H -C - OH

O O H H | | H H | |

3R - COOCH3

Mekanisme reaksi transesterifikasi lemak dengan metanol menggunakan katalis NaOCH3.


(25)

Air

Refinery Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS)

Residu

Distilled Glicerine / unbleached glicerine

Refined glicerine 99,5% Crude Glicerine 88 – 90% Glicerine Water after treatment Oil Degumming

Glicerine Water ( 10 -12% ) Crude Fatty Acid

Penambahan H3PO4 dan air

Di splitting dengan penambahan Air dengan temperatur 250oC dan tekanan 52 bar

Di tretment dengan penambahan H2SO4 untuk menghasilkan asam lemak yang terikat

Di Evaporasi untuk menghilangkan kadar air dalam kondisi vakum

Di destilasi dengan temperatur 160oC dan tekanan 8 mbar, serta penambahan NaOH untuk menyabunkan sisa asam lemak

Di tambahkan karbon aktif, di mixing dan dipanaskan sekitar 80oC lalu di filter


(26)

Gliserol yang dihasilkan dari hidrolisa lemak atau minyak pada unit fat

splitting ini masih terkandung dalam air manis (sweet water). Kandungan gliserol

dalam air manis biasanya diuapkan untuk mendapatkan gliserol murni (gliserin). Biasanya untuk pemurnian gliserol ini memerlukan beberapa tahap proses, seperti : 1. Pemurnian dengan sentrifuse

2. Evaporasi 3. Filtrasi

Tujuan dari sentrifuse ini adalah untuk menghilangkan asam lemak bebas sisa dan kotoran padat yang masih ada dalam air. Untuk operasi ini digunakan pemisah sentrifuse. Padatan air manis ini sangat mahal karena kadar gliserol dalam air manis biasanya rendah yaitu sekitar 10-12%. Pada proses recovery gliserol dari sweet water dilakukan dengan menggunakan triple effect evaporator.

Gliserol yang dihasilkan pabrik evaporasi mengandung sekitar 88% gliserol, 9-10% air dan 2-3% kotoran. Permintaan mutu gliserol tergantung pada pangsa pasar. Bila mutu gliserol yang dihasilkan masih kurang baik maka gliserol tersebut harus dimurnikan dengan cara distilasi. Distilasi dapat dilakukan sebanyak 2-3 kali tergantung pada kemurnian dan warna yang diinginkan (Tambun, 2006).

2.5 Manfaat Gliserin

Gliserin mempunyai peran hampir di setiap industri. Penggunaan terbesar dari gliserin adalah pada industri resin alkid, dimana ± 35.000 ton/tahun. Industri kertas, dimana gliserin berfungsi sebagai bahan pelunak dan merupakan industry pengguna terbesar berikutnya, yaitu 25.000 ton/tahun. Industri nitrogliserin sebesar 7.500 ton/tahun,


(27)

tetapi pemasarannya berkurang 25 tahun terakhir, dengan digantikannya nitrogliserin oleh bahan peledak yang lebih murah.

Berikut ini perkiraan penggunaan gliserin : Tabel 2.1. Perkiraan penggunaan gliserin

No Keterangan Persentase (%)

1 Alkid 25%

2 Tembakau 13%

3 Peledak 5%

4 Kertas 17%

5 Obat-obatan dan kebutuhan kamar mandi termasuk pasta gii

16%

6 Monogliserida dan makanan 7%

7 Uretham foams 3%

8 Lain-lain 14%

1. Makanan dan minuman.

Gliserin mudah dicerna dan tidak beracun dan bermetabolisme bersama karbohidrat, meskipun berada dalam bentuk kombinasi pada sayuran dan lemak binatang. Untuk produk makanan dan pembungkus makanan yang kontak langsung dengan konsumen, tidak beracun adalah syarat utama. Gliserin, sejak 1959 diakui sebagai satu diantara bahan yang aman oleh Food and Drug Administration (FDA). Berbagai macam kegunaannya pada makanan yaitu :


(28)

a) sebagai pelarut untuk pemberian rasa (seperti vanilla) dan pewarnaan makanan

b) agen pengental dalam sirup

c) pengisi dalam produk makanan rendah lemak (biskuit) d) pencegah kristalisasi gula pada permen dan es

e) dan yang lain yaitu digunakan untuk pengolahan dan pengemasan makanan. 2. Obat-obatan dan kosmetik.

Pada obat-obatan dan bidang kedokteran gliserin adalah bahan dalam larutan alkohol dan bahan obat-obatan. Kegunaannya antara lain :

a) gliserit pada kanji digunakan dalam selai dan obat salep b) obat batuk dan obat bius, seperti larutan gliserin-fenol c) pengobatan telinga dan media pembiakan bakteri

d) krim dan lotion untuk menjaga kehalusan dan kelembutan kulit

e) bahan dasar pembentukan pasta gigi, sehingga diperoleh kehalusan dan viskositas yang diinginkan.

3. Bahan Pembungkus dan Pengemas.

Gliserin digunakan sebagai pembungkus daging, jenis khusus kertas, seperti glassine dan greasproof memerlukan bahan pelunak untuk memberi kelenturan dan kekerasan. 4. Pelumas. Gliserin dapat digunakan sebagai pelumas jika minyak tidak ada. Ini disarankan untuk kompresor oksigen karena lebih tahan terhadap oksidasi daripada minyak mineral, dan pada industri makanan, farmasi dan kosmetik, gliserin digunakan sebagai pengganti minyak (http://repository.usu.ac.id/bitstream).


(29)

2.6. Karl Fischer

Suatu metoda menentukan uap air dan hal-hal yang mudah menguap lainya, dan begitu tidak memberi suatu nilai benar untuk isi uap airnya, metoda Karl Fischer melibatkan suatu reaksi kimia air dengan iodium, belerang dioksida dan pyridine dengan adanya metanol.

Yang berlaku umum sepanjang reaksi sebagai berikut:

I2 + SO2 + 3C5H5N + H2O 2C5H5NHI +C5H5NSO3 ...(1)

C5H5NSO3 + CH3OH C5H5NHSO4CH3 ...(2)

Prosedur umum untuk penentuan air akan mencampur contoh dengan metanol tak berair di dalam suatu botol yang sesuai, dan untuk menetapkan kadarnya dengan Karl Fischer bahan reaksi bagi sebuabuah larutan warna merah. Sebagai alternatif, kelebihan Karl Fischer bahan reaksi dapat ditambahkan, mengikuti dengan titrasi potensiometer dengan suatu solusi standard air di dalam metanol. Dalam pendekatan yang terdahulu diambil, tetapi metanol digantikan oleh propan - 1-ol atau 2-methoxyethanol. Bahan pelarut ini diperoleh dengan mengeringkanya dengan cara penyulingan di atas wadah bubutan magnesium dan yodium, setelah dikeringkan larutan ini perlu berisi kurang dari 0,03% air. Pengarang menyukai propan-1-ol dua bahan reaksi alternatif ini, yang sebagian besar atas dasar keselamatan.

Metoda titik-akhir pendeteksian yang elektrik telah diperkenalkan dan tergantung pada fakta bahwa suatu yang sekarang elektrik terukur akan lewat antara dua electroda platina terbenam di dalam dengan ketentuan bahwa iodium adalah kelebihan. Tindakan iodin oleh pemindahan hidrogen yang mana dikumpulkan pada bagian atas katode itu. Secepat semua diikat iodium dilanjutkan dengan titrasi akan terjadi pengikatan oleh chathode polarisasi dan perlawanan dari sel meningkat tajam.


(30)

Metoda titik-akhir pendeteksian ini dikenal sebagai "deadstop" prinsip ini secara luas diterapkan di dalam kedua-duanya secara manual dan titrasi otomatis Karl Fischer.

Reagen Karl Fischer biasanya dibeli sudah jadi, tetapi dapat dibuat di laboratorium dengan melewatkan belerang dioksida murni untuk campuran diukur dari jumlah pelarut dan piridin diredistilasi kering sampai berat yang diperlukan telah terjadi. Selama operasi ini campuran harus didinginkan karena ada merupakan evolusi dari panas. Sejumlah iodium ditmbang kemudian ditambahkan, dan larutan tersebut diaduk untuk membantu pelarutan. Setelah kurang lebih selama 24 jam reagen sudah bisa untuk digunakan dan jika disiapkan sesuai dengan prosedur yang terdokumentasi dengan baik akan mirip dengan air tahu. Namun, itu adalah normal untuk secara teratur distandar solusi, khususnya yang memburuk perlahan-lahan, dan ini dapat dicapai dengan titrasi larutan standar air dalam pelarut, atau dengan menggunakan natrium tartrat kristal (Na2C4H4O6.2H2O).

Titrasi ini sering dilakukan dengan menggunakan suatu alat otomatis Fischer seperti unit Baird dan Tatlock. Peralatan ini menarik reagen langsung dari botol saham dengan pompa peristaltik, dan membagi-bagikan langsung ke dalam bejana reaksi, sehingga meminimalkan tumpahan dan bau yang tidak perlu. Dispenser autometering secara otomatis mengkompensasi setiap kerusakan dalam larutan di dalam ruang titrasi, menjaga kondisi pelarut alami siap untuk sampel berikutnya. Setelah pengenalan sampel sistem autometering memberikan reagen ke wadah reaksi sampai elektrik ditentukan titik akhir tercapai, di mana tahap penyelesaian titrasi ditandai dengan pencahayaan dari lampu "lengkap". Hasilnya ditampilkan dalam hal miligram kelembaban.


(31)

Beberapa alat titrasi Karl Fisher telah muncul di pasar, beberapa fasilitas digital untuk input memiliki berat sampel, dan perhitungan langsung dari tingkat persentase kelembaban dalam sampel, dengan output printied. Dengan beberapa contoh laju reaksi dari kelembaban dengan reagen alat Karl Fische bisa sangat lambat, dan hasilnya keliru rendah dapat terjadi. Untuk alasan ini sering direkomendasikan bahwa beberapa anhidrat 1-ethylpiperidine harus ditambahkan untuk mengkatalisis reaksi. Jumlah yang diperlukan tergantung pada sampel yang diuji tetapi jumlahnya hingga 1 ml untuk 10 gram sampel biasanya cukup. Masalah-masalah kecil dengan metode karl fischer adalah bahwa jumlah berlebihan reagen yang diperlukan jika kadar air sampel naik di atas 10% (tidak biasa dengan minyak dan lemak), dan bahwa reagen dapat memburuk secara perlahan, meskipun hal ini sekarang jauh lebih sedikit masalah dengan modern "bagian kedua" larutan stabil (Ashwort, 1979).

2.7 . Penentuan Kadar Air Dalam Gliserin

Penentuan ini sangat bermanfaat khususnya karena memberikan isyarat yang jelas tentang kualitas dan nilai sampel gliserin. Jenis umum dari metode ini yang dapat di kenal: metode kimia, berdasarkan reaksi dari air, metode murni fisik, metode yang melibatkan pemisahan fisik dari air.

Titrasi Karl Fischer. Metode paling terkenal untuk determonation air dinamai Fischer (1935) yang menggunakan reagen yang terdiri dari belerang dioksida, iodium, piridin, dan alkohol, biasanya metanol meskipun saat ini metil-cellosolve telah mendapatkan nikmat. Air bereaksi menurut persamaan sebagai berikut:


(32)

I2 + SO2 + 3C5H5N + H2O 2C5H5NHI +C5H5NSO3 ...(3)

C5H5NSO3 + CH3OH C5H5NHSO4CH3 ...(4)

Titrasi dilakukan dengan pereaksi, berbicara sebagai titik akhir kelebihan pertama atau reagen. Karena produk-produk reaksi adalah warna kurang dan reagen berwarna gelap dari iodium, ini titik akhir dapat menjadi kuning pertama lebih anduring sampai coklat. Lebih sensitif titik akhir tercapai, dengan prosedur atau spektrofotometri elektrometri berdasarkan indikasi iodium aktif elektro. Titrasi Buret dengan elektrometri penentuan titik akhir adalah prosedur yang diberikan dalam spesifikasi lembaga British Standard.

Penentuan konsentrasi dengan alat Karl Fischer, air bereaksi dengan iodium dan belerang dioksida di bawah kehadiran zat dasar dan alkohol.

H2O + I2 +SO2 + CH3COOH + 3RN 2RNHI + RNHSO4CH3...(5)

ketika kadar air diukur dalam titrasi volumetrik, iodium ditambahkan sebagai titran. Dalam tecnique kulometri, iodium elektrolisa dihasilkan dari analit yang mengandung ion iodium.

2I- I2 + 2e ...(6)

Sebagai iodium yang dikonsumsi, dengan rumus (5). Elektroda platinum kembar mendeteksi consuption iodium lagi memicu elektrolisis untuk menghasilkan iodium dengan rumus (6).

Menurut hukum Faradays, jumlah iodium yang dihasilkan dikonsumsi sebanding dengan yang dihasilkan saat ini. dalam rumus (5). I2 dan H2O bereaksi satu

sama lain dalam rasio 1:1. ada kedepan satu mol air (18 gr) adalah setara dengan 2x 96,500 atau 10,71 coulomb/1 mg H2O. Karena iodium (I2) dan air H2O bereaksi


(33)

dengan satu sama lain pada 1:1. Jumlah uap air dapat ditentukan dengan mengukur jumlah total arus yang dibutuhkan untuk elektrolisis (Hamilton, 1986)


(34)

BAB 3

METODOLOGI PERCOBAAN

3.1 Metodologi

Dalam penentuan konsentrasi gliserin di PT.SOCIMAS adalah dengan menggunakan metode titrasi karl fischer yaitu dengan alat karl fischer. Dimana alat ini hanya dapat menghitung kadar air dari gliserin, sehingga alat ini hanya dapat menganalisa sampel gliserin murni saja.

3.1.1. Alat-alat

− Alat Karl Fisher − Syringe

− Neraca analitik 3.1.2. Bahan


(35)

3.2. Prosedur

− Syringe dicuci dengan metanol lalu dikeringkan dengan cara dihembuskan dengan gas Nitrogen

− Syringe dibilas dengan sampel yang akan diuji hingga beberapa kali dan diisi dengan sampel

− Syringe ditimbang (W1) kemudian ditekan tombol start pada alat dan

disuntikkan sampel sebanyak 3 tetes untuk gliserin yang diperkirakan mempunyai konsentrasi sekitar 85% dan 20 tetes untuk gliserin yang diperkirakan mempunyai konsentrasi 99%

− Syringe kemudian ditimbang kembali (W2)

− Ditunggu hingga alat mengeluarkan bunyi alarm dan mengeluarkan hasil kandungan air dalam sampel

. Perhitungan:

Menghitung berat sampel yang di suntikkan: Berat sampel = W1-W2

Dimana : W1 = berat syringe sebelum di suntikkan

W2 = berat syringe setelah disuntikkan


(36)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

4.1.1. Data Penelitian

Data dari hasil penentuan konsentrasi gliserin dengan menggunakan metode Karl Fischer dari gliserin murni adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2. Data hasil penelitian No/

hari

Sampel Berat sampel (W1-W2) (gr)

Konsentrasi (%)

Kadar air (%) 1

Gliserin

8,01 99,8 0,2

2 8,10 99,74 0,26

3 8,09 99,78 0,22

4 8,01 99,76 0,24

5 8,03 99,70 0,30

6 8,08 99,68 0,32

7 8,11 99,77 0,23

8 8,09 99,70 0,30

9 8,00 99,89 0,11


(37)

4.1.2. Perhitungan

a. berat sampel = W1 – W2

contoh perhitungan:

berat sampel = W1 – W2

berat sampel = 19 gram-10,91 gram berat sampel = 8,01 gram

b. % gliserin = 100 % - kadar air % gliserin = 100% - 0,2% % gliserin = 99,8%

4.2. Pembahasan

Produk gliserin adalah salah satu produk dari PT. SOCIMAS Medan. Gliserin ini merupakan hasil samping dari reaksi splitting dari RBDPS dan PKO, Yang digumpalkan dengan NaOH dan alum lalu dievaporasi dan didestilasi kembali kemudian di bleaching sehingga menghasilkan produk gliserin.

Produk gliserin ini sebelum dipasarkan atau dipacking terlebidahulu harus diperiksa dulu standard mutunya. Salah satunya adalah kadar airnya atau sering disebut dengan konsentrasi gliserinya, dimana konsentrasi yang dibutuhkan menurut standard parmacopia adalah 98-101%.

Pengaruh air terhadap kualitas gliserin adalah semakin tinggi kadar airnya maka gliserin akan semakin encer dan akan mengurangi nilai jual dan daya saing


(38)

dipasaran. Sebagaimana disebut di atas semakin tinggi kadar air maka kualitas gliserin berkurang. Beberap hal yang bisa menyebabkan kandungan air yang terlalu banyak dalam gliserin adalah pada saat destilasi yang kurang sempurna atau evaporasi yang tidak sempurna maupun kebocoran tangki dan bisa juga disebabkan oleh kerusakan alat.

Gliserin ini diperoleh dengan bebrapa tahapan untuk memndapatkan gliseri yang murni yaitu:

a. Penyediaan bahan baku

Bahan baku diperoleh dari hasil samping pengolahan PKO dan RBDPS yang sering disebut dengan sweet water (air manis). PT.SOCIMAS menjadikan air manis ini sebagai bahan baku utama dalam pembuatan produk gliserin.

b. Penambahan pereaksi

Pada tahapan ini bahan baku yaitu air manis yang berwarna hitam pekat dan berkonsentrasi sekitar 10-14%, ditambahkan dengan pereaksi Al2SO4 dan

NaOH untuk mengikat dan membuat suasana tetap dalam suasana basa. c. Destilasi

Pada tahap ini konsentrasi gliserin sekitar 99,5% tetapi belum lulus dalam uji warna (color), karena warna gliserin di tahap ini masih berwarna kuning. d. Penambahan air (H2O) atau ion exsanger

pada tahap ini dilakukan penambahan air sampai konsentrasi gliserin sekitar 60%, dan warna gliserin ditahap ini berwarna kekuningan.

e. Penambahan karbon aktif (activated carbon)

pada tahap ini karbon aktif ditambahkan untuk menghilangkan warna, aroma dan zat lain yang tidak dibutuhkan dalam gliserin. Konsentrasi gliserin pada


(39)

tahap ini masih sekitar 60% dan aetelah penyaringan warna daripada gliserin adalah bening.

f. Pinal evaporasi

Pada tahap ini produk gliserin telah diperoleh dengan konsentrasi minimal 99%, dan warna 5 max. Yaitun dengan evaporasi untuk menghilangkan kadar air dalam gliserin, sehingga didapatkan gliserin yang murni.

Dari keterangan diatas dapat diketahui bagaimana tahap atau proses terjadinya gliserin, dimana pada hasilnya telah ditentukan konsentrasi gliserin yang harus dicapai. Berdasarkan ketentuan farmakopia yang telah ditentukan sebagai standard untuk gliserin yaitu konsentrasi gliserin harus 99% minimalnya dan warnanya 5 max. Untuk mengetahui konsentrasi daripada gliserin tersebut maka dilakukan uji yaitu dengan manggunakan Karl Fischer, dimana akan ditentukan kadar airnya yang akan dikurangkan dengan jumlah keseluruhan gliserin.

Apabilah telah diketahui konsentrasinya memenuhi standard yang telah dilakukan, maka gliserin dapat diproduksi atau dipasarkan, dan sebaliknya apabila konsentrasinya belum memenuhi standard maka harus dilakukan proses ulang hingga mencapai standard yang ditentukan. Bila dihasilkan produk yang tidak memenuhi standard, itu bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan yaitu: kebocoran tengki, proses evaporasi yang tidak sempurna dan juga dipengaruhi suhu yang kurang tepat pada saat destilasi. Maka sebelum melakukan proses telebih dahulu diperhatikan hal tersebut untuk menghindari hasil yang kurang memadai, karena dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.


(40)

Produk gliserin sesuai dengan Tabel.1 yaitu tabel data penelitian teelah memenuhi standard, dan telah siap untuk di packin sebagai produk. Gliserin ini juga masih bahan setengah jadi, yang masih digunakan sebagai bahan baku dalam suatu produk seperti: bahan baku obat-obatan, bahan baku pembuatan rokok, bahan baku makanan maupun minuman, dan bahkan sebagai bahan baku pembungkus. Gliserin ini juga dapat digunakan sebagai biodisel (sebagai bahan bakar) dan juga sebagai bahan baku pembuatan kosmetik.


(41)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Gliserin adalah bahan baku yang sangat berguna untuk beberapa produk, oleh sebab itu untuk memenuhi permintaan pasar maka timbul beberapa peraturan atau standard yang harus dipenuhi dimana standard tersebut adalah sesuai dengan standard farmacopia yaitu 98-101 %. Sejauh ini PT.SOCIMAS telah memnuhi standard tersebut yaitu sekitar 99,77%.

2. Penentuan kadar gliserin metode Karl Fischer adalah dengan cara meneteskan beberapa gram sampel gliserin dan akan terbaca sendiri oleh alat berapa % kadar airnya lalu akan di hitung konsentrasi gliserin dengan cara mengurangkan total keseluruhan yaitu 100% - % kadar airnya.

5.2. Saran

1. Diharapkan pada saat penyuntikan sampel dilakukan secara berhati-hati karna dapat merusak alat Karl Fischer

2. Pada saat penimbangan sampel sisarankan ditimbang dengan teliti agar mendapatkan data yang lebih bagus


(42)

3. Diharapkan sebelum menggunakan alat terlebih dahulu di perhatikan ke akuratanya karena dapat dapat membuat data tidak bagus.


(43)

DAFTAR PUSTAKA

Anna,P, 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press

Ashwort.M.R.F. 1979. Analytical Methods For Glycerol. London : Academic Press. Fauzi, Y. 2004. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis usaha dan Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya.

Hamilton,R.J. 1986. Analysis of Oils and Fats. London : Elsevier applied science publishers Ltd.

Harol, Hart. 1983. Kimia Organik. Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.


(1)

dipasaran. Sebagaimana disebut di atas semakin tinggi kadar air maka kualitas gliserin berkurang. Beberap hal yang bisa menyebabkan kandungan air yang terlalu banyak dalam gliserin adalah pada saat destilasi yang kurang sempurna atau evaporasi yang tidak sempurna maupun kebocoran tangki dan bisa juga disebabkan oleh kerusakan alat.

Gliserin ini diperoleh dengan bebrapa tahapan untuk memndapatkan gliseri yang murni yaitu:

a. Penyediaan bahan baku

Bahan baku diperoleh dari hasil samping pengolahan PKO dan RBDPS yang sering disebut dengan sweet water (air manis). PT.SOCIMAS menjadikan air manis ini sebagai bahan baku utama dalam pembuatan produk gliserin.

b. Penambahan pereaksi

Pada tahapan ini bahan baku yaitu air manis yang berwarna hitam pekat dan berkonsentrasi sekitar 10-14%, ditambahkan dengan pereaksi Al2SO4 dan NaOH untuk mengikat dan membuat suasana tetap dalam suasana basa.

c. Destilasi

Pada tahap ini konsentrasi gliserin sekitar 99,5% tetapi belum lulus dalam uji warna (color), karena warna gliserin di tahap ini masih berwarna kuning. d. Penambahan air (H2O) atau ion exsanger

pada tahap ini dilakukan penambahan air sampai konsentrasi gliserin sekitar 60%, dan warna gliserin ditahap ini berwarna kekuningan.

e. Penambahan karbon aktif (activated carbon)


(2)

tahap ini masih sekitar 60% dan aetelah penyaringan warna daripada gliserin adalah bening.

f. Pinal evaporasi

Pada tahap ini produk gliserin telah diperoleh dengan konsentrasi minimal 99%, dan warna 5 max. Yaitun dengan evaporasi untuk menghilangkan kadar air dalam gliserin, sehingga didapatkan gliserin yang murni.

Dari keterangan diatas dapat diketahui bagaimana tahap atau proses terjadinya gliserin, dimana pada hasilnya telah ditentukan konsentrasi gliserin yang harus dicapai. Berdasarkan ketentuan farmakopia yang telah ditentukan sebagai standard untuk gliserin yaitu konsentrasi gliserin harus 99% minimalnya dan warnanya 5 max. Untuk mengetahui konsentrasi daripada gliserin tersebut maka dilakukan uji yaitu dengan manggunakan Karl Fischer, dimana akan ditentukan kadar airnya yang akan dikurangkan dengan jumlah keseluruhan gliserin.

Apabilah telah diketahui konsentrasinya memenuhi standard yang telah dilakukan, maka gliserin dapat diproduksi atau dipasarkan, dan sebaliknya apabila konsentrasinya belum memenuhi standard maka harus dilakukan proses ulang hingga mencapai standard yang ditentukan. Bila dihasilkan produk yang tidak memenuhi standard, itu bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan yaitu: kebocoran tengki, proses evaporasi yang tidak sempurna dan juga dipengaruhi suhu yang kurang tepat pada saat destilasi. Maka sebelum melakukan proses telebih dahulu diperhatikan hal tersebut untuk menghindari hasil yang kurang memadai, karena dapat menimbulkan kerugian bagi perusahaan.


(3)

Produk gliserin sesuai dengan Tabel.1 yaitu tabel data penelitian teelah memenuhi standard, dan telah siap untuk di packin sebagai produk. Gliserin ini juga masih bahan setengah jadi, yang masih digunakan sebagai bahan baku dalam suatu produk seperti: bahan baku obat-obatan, bahan baku pembuatan rokok, bahan baku makanan maupun minuman, dan bahkan sebagai bahan baku pembungkus. Gliserin ini juga dapat digunakan sebagai biodisel (sebagai bahan bakar) dan juga sebagai bahan baku pembuatan kosmetik.


(4)

BAB 5

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

1. Gliserin adalah bahan baku yang sangat berguna untuk beberapa produk, oleh sebab itu untuk memenuhi permintaan pasar maka timbul beberapa peraturan atau standard yang harus dipenuhi dimana standard tersebut adalah sesuai dengan standard farmacopia yaitu 98-101 %. Sejauh ini PT.SOCIMAS telah memnuhi standard tersebut yaitu sekitar 99,77%.

2. Penentuan kadar gliserin metode Karl Fischer adalah dengan cara meneteskan beberapa gram sampel gliserin dan akan terbaca sendiri oleh alat berapa % kadar airnya lalu akan di hitung konsentrasi gliserin dengan cara mengurangkan total keseluruhan yaitu 100% - % kadar airnya.

5.2. Saran

1. Diharapkan pada saat penyuntikan sampel dilakukan secara berhati-hati karna dapat merusak alat Karl Fischer


(5)

3. Diharapkan sebelum menggunakan alat terlebih dahulu di perhatikan ke akuratanya karena dapat dapat membuat data tidak bagus.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Anna,P, 1994. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta : UI-Press

Ashwort.M.R.F. 1979. Analytical Methods For Glycerol. London : Academic Press. Fauzi, Y. 2004. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis usaha dan Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya.

Hamilton,R.J. 1986. Analysis of Oils and Fats. London : Elsevier applied science publishers Ltd.

Harol, Hart. 1983. Kimia Organik. Edisi Keenam. Jakarta : Penerbit Erlangga.