Kekerabatan Masyarakat Bajou
KEKERABATAN MASYARAKAT BAJOU
KERTAS KARYA Dikerjakan
O l e h
FAHRUR ROZI HASMAN NIM : 052203101
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
MEDAN 2009
(2)
KEKERABATAN MASYARAKAT BAJOU
KERTAS KARYA Dikerjakan
O l e h
FAHUR ROZI HASMAN NIM : 052203101
Pembimbing, Pembaca,
Zulnaidi. S.S., M.Hum.
NIP. 132316223 NIP. 132299344
Muhammad Pujiono. S.S., M.Hum
Kertas Karya ini diajukan kepada Panitia Ujian
Program Pendidikan Non-Gelar Fakultas Sastra USU Medan, untuk melengkapi salah satu syarat Ujian Diploma III
dalam Bidang Studi Bahasa Jepang
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS SASTRA
PROGRAM PENDIDIKAN NON-GELAR SASTRA BUDAYA DALAM BIDANG STUDI BAHASA JEPANG
MEDAN 2009
(3)
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini, serta Shalawat dan Salam kita panjatkan kepada Nabi MUHAMMAD SAW, sebagai persyaratan untuk memenuhi ujian akhir Diploma III Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara. Kertas karya ini berjudul “Kekerabatan
Masyarakat Bajou”
Penulis menyadari bahwa apa yang telah tertulis dalam kertas karya ini masih jauh dari sempurna baik dari segi materi maupun penulisan. Demi kesempurnaan, penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca untuk kearah perbaikan.
Dalam kertas karya ini penulis telah banyak menerima bantuan dari berbagai pihak yang cukup bernilai harganya. Untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Bapak Drs. Syaifuddin, M.A., Ph.D, selaku Dekan Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara
2. Ibu Adriana Hasibuan, S.S., M.Hum. selaku Ketua Jurusan Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Zulnaidi, S.S., M.Hum. selaku dosen pembimbing yang dengan ikhlas telah meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan dan juga arahan kepada penulis, sampai kertas karya ini dapat selesai diselesaikan.
4. Bapak Muhammad Pujiono, S.S., M.Hum selaku dosen pembaca.
5. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Bahasa Jepang Fakultas Sastra Universitas Sumatera Utara, atas didikannya selama masa perkuliahan.
(4)
Medan, 20 Maret 2009 Penulis
FAHRUR ROZI HASMAN NIM. 052203101
6. Teristimewa kepada Keluarga Besar penulis, Ayahanda Saiful Rizal, S.H. dan Ibunda Rosita Rasyid. Juga kepada kakak-kakak tercinta Elfira, S.E. dan Oriza Safrini, S.Farm., APT. Terima kasih atas semua dukungannya dan Doa yang telah dipanjatkan, sehingga penulis dapat menyelesaikan kertas karya ini.
7. Tidak lupa penulis juga ingin mengungkapkan rasa banyak terima kasih kepada seluruh saudara-saudara dan kepada Kel.Besar Romy Iskandar dan Nenek Rohana tercinta. Terima kasih untuk PT. Aulia Rizky Islah dan Pixel Show Production. Juga rasa terima kasih penulis layangkan kepada Syahrizal Akbar, Wahyu Hidayat, Rama Dhanil Qodri, Abangnda Yahya Sitorus, Sri Baginda Bobby Ardiansyah, Noviandre Prasethio, AMD., Marwan Harahap, Sundara Angga, AMD., Novitha Mandiara, AMD., Ikhsan BCA, U-rico, By-U THE BOENCIET, kepada seluruh Kel.Besar Obake Community dan Hinode. Dan bagi segenap pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu, penulis menghanturkan rasa terima kasih sebesar-besarnya karena dengan tulus telah membantu dan memotivasi penulis dalam penyelesaian kertas karya ini. Akhir kata penulis memohon maaf kepada para pembaca atas segala kesalahan ataupun kekurangan dalam pengerjaan kertas karya ini, karena kesempurnaan hanyalah milik ALLAH SWT.
(5)
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ……… i
Daftar Isi ………...iii
BAB I PENDAHULUAN ………..1
1.1. Alasan Pemilihan Judul ………1
1.2. Tujuan Penulisan ………..2
1.3. Pembatasan Masalah ………....3
1.4. Metode Penulisan ……….3
BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BAJOU………..4
2.1. Letak Geografis ………4
2.2. Agama…….. ……….5
2.3. Penduduk ……….……….5
2.4. Mata Pencaharian ……….6
BAB III SISTEM KEKERABATAN ………..…… ………7
3.1. Pola Kehidupan Sehari - hari ………..7
3.2. Sistem Kekerabatan ……….. ………...8
3.3. Stratifikasi Sosial ………10
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN ………...13
4.1. Kesimpulan ………...13
4.2. Saran ……….13
(6)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Alasan Pemilihan Judul
Dalam penggolongan masyarakat di Indonesia secara praktis, maka akan terdapat masyarakat suku bangsa yang beraneka ragam, masyarakat golongan minoritas dari berbagai negara lain dan masyarakat terasing. Masyarakat Bajou juga termasuk dalam golongan masyarakat yang diupayakan membangun.
Orang-orang Bajou berasal dari daerah yang bernama Ussu, yang terletak di gunung dan ditepi sebuah danau yang ditumbuhi sebatang pohon raksasa yang diberi nama Walenreng. Raja pertama didaerah ini adalah Sawerigading putra Batara Lattu cucu dari Batara Guru. Batara guru adalah pemberi nasib bagi manusia di bumi.
Ketika Sawerigading masih berkuasa dan ingin melakukan perjalanan untuk mengelilingi dunia, maka pohon raksasa bernama Walenreng ditebang untuk di jadikan sebuah perahu. Pohon ini banyak ditempati oleh ratusan burung bahkan ribuan burung untuk membuat sangkar sehingga pada saat ditebang maka terjadi banjir. Banjir terjadi karena pecahan telur-telur burung, yang menghanyutkan orang bajou yang hidup disekitarnya.
Ketika orang Bajo terombang ambing dan hanyut mengikuti aliran sungai Malili, Orang-orang Luwu melihat dari kejauhan hanya terlihat samar-samar dan dalam bahasa Bugis disebut “Ta’bajo-bajo” yang artinya nampak seperti bayang-bayang karena dilihat dari kejauhan.
Dari sistem kekerabatan ini maka kita dapat mengambil beberapa manfaat positif yang bisa kita pelajari sehingga dapat menambah wawasan yang positif pula
(7)
mengenai sistem kekerabatan ikatan perkawinan dan ikatan hubungan darah di masyarakat Bajou. Berdasarkan hal tersebut penulis merasa tertarik untuk membahas sistem kekerabatan masyarakat Bajou, kemudian menuangkan kedalam kertas karya yang berjudul “Sistem Kekerabatan Masyarakat Bajou Sulawesi Selatan”.
1.2. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulis mengangkat “Sistem Kekerabatan Masyarakat
Bajou Sulawesi Selatan” sebagai judul kertas karya adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui pola kehidupan masyarakat Bajou. 2. Untuk mengetahui sistem kekerabatan masyarakat Bajou. 3. Untuk mengetahui stratifikasi sosial masyarakat Bajou
4. Melengkapi persyaratan untuk dapat lulus dari Universitas Sumatera Utara.
1.3. Pembatasan Masalah
Dalam kertas karya ini penulis membahas mengenai pola kehidupan masyarakat Bajou, stratifikasi sosial dan sistem kekerabatan yang dipercaya oleh masyarakat Bajou.
1.4. Metode Penulisan
Dalam kertas karya ini penulis menggunakan metode kepustakaan yaitu metode mengumpulkan data atau informasi dengan membaca buku atau mencari di internet. Selanjutnya data dianalisa dan dirangkum untuk kemudian dideskripsikan kedalam kertas karya ini.
(8)
BAB II
GAMBARAN UMUM MASYARAKAT BAJOU
2.1. Letak Geografis
Letak Desa Bajou dapat dilihat dari sudut administrasi dan sudut geografis. Secara administrasi Desa Bajou terletak dalam wilayah kecamatan Tanete Riattang Timur, Kabupaten Dati II Bone, Provinsi Sulawesi. Selatan desa tersebut terdiri atas empat buah dusun, yaitu Dusun Appasareng, Dusun Pao, Dusun Bajo dan Dusun Rompe.
Batas Wilayah Desa Bajou, diliput oleh tiga desa dan satu laut yaitu : 1. Sebelah Utara berbatasan dengan Desa Lonrae.
2. Sebelah Timur Berbatasan dengan Teluk Bone. 3. Sebelah Selatan berbatasan dengan Desa Kading. 4. Sebelah Barat berbatasan dengan Desa Cellu.
Desa Bajou merupakan pelabuhan ferry yang menghubungkan provinsi Sulawesi Selatan dengan provinsi Sulawesi Tenggara dan sebaliknya. Jalur lalu lintas laut dari Desa Bajou ke Sulawesi Tenggara dilalui dengan mempergunakan Ferry dengan rute dua kali dalam sehari semalam.
Dalam hubungannya dengan letak geografis, maka wilayah Desa Bajou berada di atas areal tanah datar dan pesisir pantai teluk Bone yang memanjang dari Utara ke arah Selatan, mulai tapal batas wilayah Desa Kading. Letak geografisnya persis berada di pesisir pantai dan merupakan potensi yang cukup baik untuk pengembangan usaha penangkapan ikan laut. Keadaan ini memungkinkan sebagian besar penduduknya hidup sebagai nelayan dan petani tambak.
(9)
Jarak wilayah Desa Bajoe ke kota Watampone sebagai ibukota kabupaten relatif sangat dekat dan dapat ditempuh dalam jangka waktu yang sangat singkat yaitu hanya sekitar sepuluh menit dengan mempergunakan sarana angkutan umum berupa mikrolet.
2.2. Agama
Berdasarkan arsip kependudukan di Kantor Desa Bajou, diketahui bahwa seluruh warga masyarakat Bajou dilokasi adalah penganut agama Islam. Ketaatan masyarakat Bajou melakukan ibadah shalat, di satu sisi menunjukkan ketaatan mereka dalam rangka pelaksanaan sebagian dari syri’at agama Islam. Namun di lain sisi masyarakat bersangkutan masih tetap percaya kepada mahkluk-mahkluk gaib dan kekuatan sakti (supernatural). Yang konon kabarnya sangat menentukan keselamatan diri maupun perolehan rezeki bagi pakkaja (nelayan).
Masyarakat Bajou percaya akan adanya pangngonroang sappa (penjaga karang). Yang bertempat tinggal digugusan-gugusan karang, dari seluruh gugusan karang di sekitar lokasi penangkapan dan tabu mendekatinya yaitu Samoa, Lamasia dan di gugusan karang yang bernama Cimborong.
Berdasarkan informasi diatas tersebut jelas bahwa masyarakat Bajou sampai sekarang tetap memiliki sistem kepercayaan tradisional terhadap mahkluk-mahkluk gaib maupun kekuatan-kekuatan sakti yang dianggap sebagai pemilik sekaligus penjaga lautan dan gugusan karang.
2.3. Penduduk
Jumlah penduduk Desa Bajou tersebut terbagi dalam empat Rukun Kampung (RK) dan 12 Rukun Warga (RW) serta 34 Rukun Tetangga (RT). Desa Bajou yang ada sekarang, dulu masuk dalam wilayah pemerintahan Desa Pao.
(10)
Banyaknya penduduk Desa Bajou dapat diperinci menurut usia dan jenis kelamin, pendidikan, mata pencaharian hidup, dan agama yang dianut. Usia produktif (19-45 tahun) adalah berjumlah 2.454 orang atau 38% dari jumlah penduduk secara keseluruhan Desa Bajou. Sementara penduduk yang berusia antara (6-18 tahun) atau usia sekolah 2.206 orang atau 34%. Usia kurang produktif (46 tahun keatas) berjumlah 721 orang atau 11% dari jumlah penduduk, dan usia belum sekolah berjumlah 1.064 orang atau 17% dari jumlah penduduk.
2.4. Mata Pencaharian
Luas seluruh wilayah Desa Bajou meliputi areal seluas 5,58 Km2. Wilayah perkampungan suku Bajou di Dusun Bajo menunjukkan, bahwa prumahan penduduk menempati areal pantai di sepanjang pantai Teluk Bone. Maka dari itu yang paling banyak penduduk desa Bajou bermata pencaharian dibidang perikanan atau sebagai nelayan, jumlah mereka tidak kurang dari 578 orang. Hal ini disebabkan karena sebagai nelayan dengan segera dapat dinikmati hasilnya.
Sebagai nelayan mereka mengenal tiga lokasi penangkapan ikan, yaitu di perairan dalam, di gugusan karang dan dipantai. Bagi nelayan yang berprofesi di perairan dalam pada umumnya menggunakan peralatan menangkap ikan berupa panah, tombak dan pancing. Dan yang beroperasi di gugusan karang juga menggunakan peralatan yang sama di samping satu alat tangkap lainnya yang disebut bunre.
Bagi masyarakat Bajou, gugusan karang merupakan lahan yang potensial dan berada pada kedalaman antara 5 sampai 20 meter dengan jarak 3 sampai 5 mil dari pantai.
(11)
BAB III
SISTEM KEKERABATAN MASYARAKAT BAJOU
3.1. Pola Kehidupan Sehari-hari
Masyarakat Bajou yang bermukim di wilayah pantai mengembangkan kemampuan mendapatkan makanannya di air. Mereka hidup dengan cara menangkap ikan di laut, mencari tiram di samping mengembangkan teknik-teknik peralatan pencarian makanan, alat-alat penangkapan ikan maupun sistem peralatan transportasi lautan. Masyarakat Bajou yang bermukim di daerah pantai Teluk Bone ternyata sejak lama manfaatkan potensi sumber daya laut sebagai lapangan pencaharian hidupnya.
Masyarakat Bajou juga ada sebagai pakkaja yang dalam pengertian umum mencakup setiap orang memusatkan sumber penghasilan pada sektor perikanan. Istilah perikanan itu sendiri secara defentif adalah berarti “segala usaha penangkapan budi daya ikan serta pengolahan sampai pemasaran hasilnya, sedangkan yang dimaksud sumber perikanan ialah binatang dan tumbuh-tumbuhan yang hidup di perairan baik darat maupun laut.
Mereka juga bekerja sebagai Pappalele pada hakekatnya berarti orang yang memusatkan kegiatan pencaharian hidupnya pada usaha distribusi atau penyalur hasil produksi ikan laut melalui proses perdagangan atau transaksi jual beli ikan. Dalam hal ini para pappalele membeli ikan dari nelayan, kemudian menyalurkannya pula baik kepada para pedagang besar maupun pedagang eceran.
Selain itu pappalele kadangkala menjual ikan tersebut kepada konsumen. Aktivitas perdagangan pappalele seluruhnya berlangsung di darat.
(12)
3.2. Sistem Kekerabatan
Prinsip Kekerabatan Masyarakat Bajou dapat diungkapkan sebagai prinsip ikatan perkawinan. Perkawinan adalah salah satu fenomena kehidupan sosial budaya yang dikenal dan dilakukan hampir setiap masyarakat sejak dahulu kala hingga sekarang. Secara sepintas dapat dikatakan bahwa perkawinan itu merupakan salah satu bentuk kehidupan bersama yang sangat penting artinya bagi sepasang individu yang berlawanan jenis kelaminnya, baik didalam rangka pemenuhan kebutuhan seksual maupun untuk mengembangkan keturunan.
Pendekatan tersebut diatas ini bertolak dari suatu asumsi dasar, bahwa “Perkawinan itu adalah suatu urusan keluarga, urusan kerabat, urusan masyarakat, urusan derajat dan urusan pribadi dalam hubungannya yang berbeda-beda. Ini berarti, bahwa suatu perkawinan hanya mungkin terselenggara apabila kedua unsur calon mempelai mendapat dukungan dari individu atau kelompok individu lain yang ada dalam masyarakatnya. Dan sebagai sumbu tempat berputar seluruh hidup kemasysrakatan.
Berbicara mengenai aturan-aturan perkawinan, maka secara garis besar sistem perkawinan masyarakat Bajou bertumpu pada dua landasan fundamental, yaitu aturan-aturan agama islam dan aturan-aturan adat. Namun dalam kenyataannya masyarakat bersangkutan lebih mengutamakan aturan-aturan perkawinan yang bersumber dari syariat islam.
Dalam bahasa Bugis juga dikenal pula oleh sebagian warga Masyarakat Bajou para lelaki yang melakukan perkawinan poligini itu disebut
mappammaru (memadukan lebih dari seorang istri).
Sehubungan dengan sistem perkawinan diatas maka dalam kehidupan masyarakat Bajou terbentuklah berbagai unit rumah tangga yang bentuknya sangat
(13)
bervariasi. Dari seluruh unit rumah tangga di wilayah Dusun Bajou ada sebagian merupakan rumah tangga monogamis, ada pula beberapa unit rumah tangga poligamis. Ini jika dilihat dari bentuk perkawinan yang melandasinya. Sedangkan dilihat dari struktur keanggotaannya, maka ditemukan adanya rumah tangga yang terdiri atas satu keluarga batih. Selebihnya unit-unit rumah tangga yang berbentuk keluarga luas, terdiri atas lebih dari satu keluarga batih.
Rumah tangga monogamis dan rumah tangga poligamis ini dapat merupakan keluarga batih, dapat pula merupakan keluarga luas. Keluarga batih adalah unit sosial yang diartikan sebagai kelompok kekerabatan terkecil, terdiri atas ayah, ibu dan anak atau anak-anak yang belum menikah. Keluarga luas adalah keluarga besar yang terdiri atas lebih dari satu keluarga batih, menempati rumah yang sama atau tinggal dalam satu perkarangan. Kemudian istilah rumah tangga mencakup pengertian, sebagai kesatuan masyarakat yang makan dari satu dapur atau mengurus ekonomi rumah tangga.
Dari pengertian diatas tersebut dapat dikatakan bahwa masyarakat Bajou pada hakekatnya memandang ideal sistem perkawinan monogamis, namun demikian mereka tidak menganggap tabu perkawinan yang berbentuk poligamis. Sebaliknya mereka tidak mengenal sistem perkawinan poliandri.
Ada juga sistem kekerabatan prinsi keturunan dan ikatan hubungan darah yang pada hakikatnya tidak hanya merupakan acuan untuk menetapkan keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok kekerabatan. Lebih dari itu prinsip keturunan juga menjadi dasar fundamental untuk menetapkan hak dan kewajiban setiap individu dalam suatu unit keluarga dan kelompok kekerabatan.
Didalam kehidupan masyarakat Bajou jaringan hubungan kekerabatan antar individu senantiasa diperhitungkan menurut prinsip “bilateral”. Berdasarkan prinsip
(14)
ini maka setiap anak yang lahir akan secara otomatis menjadi anggota kerabat baik dari garis keturunan pihak ayah maupun garis keturunan ibunya.
Dalam hal ini berbagai kelompok kekerabatan, baik dalam organisasi daruma (rumah tangga) sebagai unit sosial yang paling kecil maupun di dalam unit-unit organisasi kekerabatan yang lebih besar, yaitu dansitang (kerabat luas).
Berdasarkan pola hubungan kekerabatan yang fundamental terbentuk atas dasar ikatan dan hubungan darah maka masyarakat Bajou mengenal dan menerapkan sistem pengelompokan anggota kerabat yang terbagi menjadi golongan yaitu kelompok kerabat dansitang teo (kerabat jauh), dansitang tutuku (kerabat dekat), dan tutuku sikali (kerabat dekat sekali).
3.3. Stratifikasi Sosial
Salah satu prinsip pengelompokan atau pengorganisasian sosial ialah prinsip hirarki. Timbulnya prinsip hirarki dalam kehidupan masyarakat manusia pada umumnya dilandasi oleh adanya orang-orang dan kedudukan tertentu yang dianggap lebih tinggi dari pada orang lain. Masyarakat Bajou di abad yang lampau terbagi dalam empat kelompok sosial menurut stratifikasi sosialnya, masing-masing adalah kelompok masyarakat golongan Lolo Bajou, Punggawe Bajou, Anak Bajou, serta Ate Bajou.
Lolo Bajou adalah golongan bangsawan Bajou yang secara turun menurun menjadi pemimpin kaum di lingkungan masyarakatnya sendiri. Lolo Bajou yang bertanggung jawab kepada pihak pemerintah kerajaan pusat (Bone) ats tindakan warganya. Dalam hal ini Lolo Bajou berhak memutuskan perkara serta menetapkan jenis hukuman yang seadil-adilnya kepada setiap warganya yang melakukan pelanggaran adat.
(15)
selain bertugas untuk membina warga Bajou secara internal, Lolo Bajoupun mempunyai hak istimewa untuk menghadap kepada baginda Raja Bone, baik untuk mempersembahkan upeti maupun untuk membela kepentingan warganya sendiri. Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Lolo Bajou bekerjasama dengan Punggawe Bajou.
Punggawe Bajou termasuk dalam keturunan bangsawan Bajou yang sangat besar peranannya dalam kehidupan sosial maupun kehidupan ekonomi masyarakat Bajou. Punggawe Bajou secara garis besar bertanggung jawab atas pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya dikalangan warga Bajou.
Berdasarkan status dan peranannya sebagai pejabat adat, maka Lolo Bajou berkewajiban untuk mengkoordinasikan kekuatan rakyat dalam rangka pembelaan negeri, termasuk memberikan perlawanan sewaktu-waktu timbul penyerangan dari pihak musuh. Selain itu bertanggung jawab dalam menangkap dan memberi hukuman, baik hukuman badan maupun hukuman denda terhadap warga Bajou, baik yang melakukan kejahatan maupun yang tidak membayar pajak pelabuhan.
Anak Bajou adalah warga masyarakat umum yang berasal dari keturunan orang biasa. Mereka bukan keturunan Lolo Bajou, bukan pula keturunan Punggawe bajou, Namun mereka juga bukan golongan Ate Bajou (budak, hamba sahaya). Bahkan sering kali ada diantara mereka masih mempunyai hubungan keluarga dengan keturunan bangsawan, walaupun sudah jauh.
Dalam kehidupan bermasyarakat golongan anak Bajou wajib mematuhi seluruh aturan yang berlaku, disamping menaati pertintah yang bersumber dari ketua kaum, yaitu Lolo Bajou dan Punggawe Bajou.
Ate Bajou adalah golongan masyarakat Bajou yang dianggap paling rendah lapisan atau strata sosialnya. Mereka sepenuhnya menjadi mlik dari tuannya. Dalam
(16)
hal ini seorang tuan atau majikan boleh memindah tangankan budaknya, baik melalui proses jual beli maupun sebagai pemberian hadiah.
Pada zaman dahulu setiap anak yang lahir dari titisan darah seseorang ate dengan sendirinya akan berstatus sebagai ate pula, namun sekarang golongan masyarakat ate itu tidak dikenal lagi di lingkungan masyarakat Bajou. Walau demikian, masyarakat Bajou secara tradisional masih melestarikan sistem simbol yang mencerminkan lapisan sosial seseorang. Simbol tersebut terwujud dalam bentuk umbul-umbul yang disebut ula-ula (ular-ular )
(17)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Masyarakat Bajou pada umumnya bermata pencaharian menangkap ikan di laut.
2. Sistem kekerabatannya yang mereka anggap ideal dalam perkawinan ialah monogamis
4.2. Saran
1. Penulis mengharapkan kertas karya ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
2. Sebagai warga negara Indonesia yang kaya akan suku dan budaya kita harus memelihara kebudayaan yang kita miliki agar tidak hilang.
(18)
DAFTAR PUSTAKA
Nusyirwan, M.1988. Tata Kelakuan Di Lingkungan Pergaulan Keluarga Dan
Masyarakat Di Daerah Bajou, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, Tanjung Pinang.
Koentjaraningrat, 1981. Beberapa Pokok Angropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta.
Poerwadarminta,W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta.
(1)
bervariasi. Dari seluruh unit rumah tangga di wilayah Dusun Bajou ada sebagian merupakan rumah tangga monogamis, ada pula beberapa unit rumah tangga poligamis. Ini jika dilihat dari bentuk perkawinan yang melandasinya. Sedangkan dilihat dari struktur keanggotaannya, maka ditemukan adanya rumah tangga yang terdiri atas satu keluarga batih. Selebihnya unit-unit rumah tangga yang berbentuk keluarga luas, terdiri atas lebih dari satu keluarga batih.
Rumah tangga monogamis dan rumah tangga poligamis ini dapat merupakan keluarga batih, dapat pula merupakan keluarga luas. Keluarga batih adalah unit sosial yang diartikan sebagai kelompok kekerabatan terkecil, terdiri atas ayah, ibu dan anak atau anak-anak yang belum menikah. Keluarga luas adalah keluarga besar yang terdiri atas lebih dari satu keluarga batih, menempati rumah yang sama atau tinggal dalam satu perkarangan. Kemudian istilah rumah tangga mencakup pengertian, sebagai kesatuan masyarakat yang makan dari satu dapur atau mengurus ekonomi rumah tangga.
Dari pengertian diatas tersebut dapat dikatakan bahwa masyarakat Bajou pada hakekatnya memandang ideal sistem perkawinan monogamis, namun demikian mereka tidak menganggap tabu perkawinan yang berbentuk poligamis. Sebaliknya mereka tidak mengenal sistem perkawinan poliandri.
Ada juga sistem kekerabatan prinsi keturunan dan ikatan hubungan darah yang pada hakikatnya tidak hanya merupakan acuan untuk menetapkan keanggotaan seseorang dalam suatu kelompok kekerabatan. Lebih dari itu prinsip keturunan juga menjadi dasar fundamental untuk menetapkan hak dan kewajiban setiap individu dalam suatu unit keluarga dan kelompok kekerabatan.
Didalam kehidupan masyarakat Bajou jaringan hubungan kekerabatan antar individu senantiasa diperhitungkan menurut prinsip “bilateral”. Berdasarkan prinsip
(2)
ini maka setiap anak yang lahir akan secara otomatis menjadi anggota kerabat baik dari garis keturunan pihak ayah maupun garis keturunan ibunya.
Dalam hal ini berbagai kelompok kekerabatan, baik dalam organisasi daruma (rumah tangga) sebagai unit sosial yang paling kecil maupun di dalam unit-unit organisasi kekerabatan yang lebih besar, yaitu dansitang (kerabat luas).
Berdasarkan pola hubungan kekerabatan yang fundamental terbentuk atas dasar ikatan dan hubungan darah maka masyarakat Bajou mengenal dan menerapkan sistem pengelompokan anggota kerabat yang terbagi menjadi golongan yaitu kelompok kerabat dansitang teo (kerabat jauh), dansitang tutuku (kerabat dekat), dan tutuku sikali (kerabat dekat sekali).
3.3. Stratifikasi Sosial
Salah satu prinsip pengelompokan atau pengorganisasian sosial ialah prinsip hirarki. Timbulnya prinsip hirarki dalam kehidupan masyarakat manusia pada umumnya dilandasi oleh adanya orang-orang dan kedudukan tertentu yang dianggap lebih tinggi dari pada orang lain. Masyarakat Bajou di abad yang lampau terbagi dalam empat kelompok sosial menurut stratifikasi sosialnya, masing-masing adalah kelompok masyarakat golongan Lolo Bajou, Punggawe Bajou, Anak Bajou, serta Ate Bajou.
Lolo Bajou adalah golongan bangsawan Bajou yang secara turun menurun menjadi pemimpin kaum di lingkungan masyarakatnya sendiri. Lolo Bajou yang bertanggung jawab kepada pihak pemerintah kerajaan pusat (Bone) ats tindakan warganya. Dalam hal ini Lolo Bajou berhak memutuskan perkara serta menetapkan jenis hukuman yang seadil-adilnya kepada setiap warganya yang melakukan pelanggaran adat.
(3)
selain bertugas untuk membina warga Bajou secara internal, Lolo Bajoupun mempunyai hak istimewa untuk menghadap kepada baginda Raja Bone, baik untuk mempersembahkan upeti maupun untuk membela kepentingan warganya sendiri. Dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya, Lolo Bajou bekerjasama dengan Punggawe Bajou.
Punggawe Bajou termasuk dalam keturunan bangsawan Bajou yang sangat besar peranannya dalam kehidupan sosial maupun kehidupan ekonomi masyarakat Bajou. Punggawe Bajou secara garis besar bertanggung jawab atas pembinaan keamanan dan ketertiban masyarakat, khususnya dikalangan warga Bajou.
Berdasarkan status dan peranannya sebagai pejabat adat, maka Lolo Bajou berkewajiban untuk mengkoordinasikan kekuatan rakyat dalam rangka pembelaan negeri, termasuk memberikan perlawanan sewaktu-waktu timbul penyerangan dari pihak musuh. Selain itu bertanggung jawab dalam menangkap dan memberi hukuman, baik hukuman badan maupun hukuman denda terhadap warga Bajou, baik yang melakukan kejahatan maupun yang tidak membayar pajak pelabuhan.
Anak Bajou adalah warga masyarakat umum yang berasal dari keturunan orang biasa. Mereka bukan keturunan Lolo Bajou, bukan pula keturunan Punggawe bajou, Namun mereka juga bukan golongan Ate Bajou (budak, hamba sahaya). Bahkan sering kali ada diantara mereka masih mempunyai hubungan keluarga dengan keturunan bangsawan, walaupun sudah jauh.
Dalam kehidupan bermasyarakat golongan anak Bajou wajib mematuhi seluruh aturan yang berlaku, disamping menaati pertintah yang bersumber dari ketua kaum, yaitu Lolo Bajou dan Punggawe Bajou.
Ate Bajou adalah golongan masyarakat Bajou yang dianggap paling rendah lapisan atau strata sosialnya. Mereka sepenuhnya menjadi mlik dari tuannya. Dalam
(4)
hal ini seorang tuan atau majikan boleh memindah tangankan budaknya, baik melalui proses jual beli maupun sebagai pemberian hadiah.
Pada zaman dahulu setiap anak yang lahir dari titisan darah seseorang ate dengan sendirinya akan berstatus sebagai ate pula, namun sekarang golongan masyarakat ate itu tidak dikenal lagi di lingkungan masyarakat Bajou. Walau demikian, masyarakat Bajou secara tradisional masih melestarikan sistem simbol yang mencerminkan lapisan sosial seseorang. Simbol tersebut terwujud dalam bentuk umbul-umbul yang disebut ula-ula (ular-ular )
(5)
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1. Kesimpulan
1. Masyarakat Bajou pada umumnya bermata pencaharian menangkap ikan di laut.
2. Sistem kekerabatannya yang mereka anggap ideal dalam perkawinan ialah monogamis
4.2. Saran
1. Penulis mengharapkan kertas karya ini bisa bermanfaat bagi penulis dan pembaca pada umumnya.
2. Sebagai warga negara Indonesia yang kaya akan suku dan budaya kita harus memelihara kebudayaan yang kita miliki agar tidak hilang.
(6)
DAFTAR PUSTAKA
Nusyirwan, M.1988. Tata Kelakuan Di Lingkungan Pergaulan Keluarga Dan
Masyarakat Di Daerah Bajou, Departemen Pendidikan Dan
Kebudayaan, Tanjung Pinang.
Koentjaraningrat, 1981. Beberapa Pokok Angropologi Sosial, Dian Rakyat, Jakarta.
Poerwadarminta,W. J. S. 1976. Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta.