PENGARUH SISTEM KEKERABATAN TERHADAP SIKAP NASIONALISME MASYARAKAT BATAK TOBA DI BANDAR LAMPUNG

(1)

ABSTRAK

PENGARUH SISTEM KEKERABATAN TERHADAP SIKAP NASIONALISME MASYARAKAT BATAK TOBA

DI BANDAR LAMPUNG

Oleh

(Isabella, Dr. Irawan Suntoro, M.S, M. Mona Adha, S. Pd, M. Pd.)

Tujuan penelitian ini adalah menjelaskan dan menguji pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme di Bandar Lampung. Metode penelitian yang digunakan metode deskriptif kualitatif. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh masyarakat Batak Toba yang ada di Bandar Lampung yang berjumlah 370 Kepala Keluarga. Sampel yang diambil untuk penelitian ini adalah 10% dari jumlah populasi atau banyak 37 kepala keluarga. Untuk mengumpulkan data digunakan tehknik angket, yang ditunjang dengan wawancara dan dokumentasi. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa terdapat hubungan yang positif dan signifikan antara sistem kekerabatan (X) terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba (Y), semakin erat sistem kekerabatannya maka semakin tinggi pula sikap nasionalismenya. Hal ini dikarenakan nilai-nilai yang ditanamkan dalam sistem kekerabatan seperti sikap untuk bersatu dan rasa senasib sepenanggungan diaplikasikan masyarakat Batak Toba tidak hanya secara intern kelompok, tetapi juga secara ekstern guna mencapai kesatuan dan persatuan Bangsa Indonesia. Kata Kunci : Sistem kekerabatan, Batak Toba, Sikap Nasionalisme


(2)

I.PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Indonesia adalah negara yang terdiri dari beragam suku bangsa yang terbentang dari sabang sampai merauke. Setiap suku bangsa memiliki suatu corak atau kekhasan yang membedakan antara suku yang satu dengan suku yang lainnya, hal ini terlihat dari berbagai bentuk kegiatan sehari-hari seperti upacara ritual, pakaian adat, bentuk rumah, kesenian, bahasa, tradisi, dan sistem kekerabatannya.

Salah satu dari suku bangsa yang terdapat di Indonesia adalah suku Batak yang berdomisili di Provinsi Sumatra Utara, namun dalam kenyataannya, orang Batak juga telah menyebar luas hingga ke pelosok negeri ini, dan bahkan sampai ke luar negeri.

Suku Batak juga dikenal memiliki beberapa sub-suku, yaitu Batak Toba, Batak Karo, Batak Pakpak, Batak Simalungun, Batak Angkola, dan Batak Mandailing. Dari kelima sub-suku Batak tersebut, yang memiliki populasi paling banyak adalah suku Batak Toba. Salah satu kekahasan dari Batak Toba dapat dilihat dari sistem kekerabatannya. Kekerabatan ini menyangkut hubungan hukum antar orang dalam pergaulan. Ada dua bentuk kekerabatan bagi suku Batak, yakni berdasarkan garis keturunan (genealogi) dan


(3)

berdasarkan sosiologis, sementara kekerabatan teritorial tidak ada. Bentuk kekerabatan berdasarkan garis keturunan (genealogi) terlihat dari silsilah marga mulai dari Si Raja Batak, dimana semua suku bangsa Batak memiliki marga. Sedangkan kekerabatan berdasarkan sosiologis terjadi melalui perjanjian (padan antar marga tertentu) maupun karena perkawinan. Dalam tradisi Batak, yang menjadi kesatuan Adat adalah ikatan sedarah dalam marga.

Sistem kekerabatan inilah yang menyebabkan persatuan diantara orang Batak Toba yang satu dengan yang lainnya menjadi semakin erat. Di dalam kehidupan sehari-hari, masyarakat batak akan membentuk suatu perkumpulan, yang disebut punguan, sebagai wadah untuk saling mengenal kerabat se-marga mereka, selain itu punguan juga berfungsi sebagai identitas atau akar budaya.

Di kota Bandar Lampung terdapat 370 Kepala Keluarga orang Batak Toba, dengan jumlah perkumpulan kekerabatan sebanyak 22 perkumpulan marga. Perkumpulan-perkumpulan tersebut bernaung pada sebuah paguyuban yang bernama Kerabat (Kerukunan Masyarakat Batak) yang dibentuk pada tahun 2005.

Perkumpulan yang tergabung dalam Kerabat tidak hanya perkumpulan Batak Toba saja, tetapi juga Batak Karo, Batak Simalungun, Batak Mandailing dan Batak Angkola. Pembentukan paguyuban ini bertujuan untuk mewadahi perkumpulan-perkumpulan marga yang terdapat di kota Bandar Lampung, memanfaatka segala perbedaan untuk mencapai tujuan bersama yaitu hidup


(4)

rukun dan saling toleransi, dan juga sebagai suatu penyamaan persepsi dan pengefisiensi prosesi adat istiadat suku Batak. Kegiatan yang pernah diselenggarakan oleh Kerabat antara lain Perayaan Natal dan Tahun Baru, pentas pagelaran seni budaya Batak dan seminar mengenai adat Batak.

Saat ini Kerabat belum memiliki sekretariat khusus, sehingga pertemuan antar pengurus paguyuban ini dilakukan di rumah-rumah pengurusnya atau pun di rumah makan tertentu yang telah ditentukan. Pertemuan tidak dilakukan secara rutin, tetapi hanya pada momen-momen tertentu dimana paguyuban ini akan mengadakan acara atau membahas suatu pokok permasalahan.

Kegiatan yang dilakukan paguyuban ini hanya bersifat umum saja, sedangkan fokus kegiatan adat berada pada perkumpulan-perkumpulan marga yang diwadahinya. Adapun kegiatan yang dilakukan oleh perkumpulan marga tersebut adalah sebagai berikut :

Tabel 1 : Data Aktivitas Perkumpulan Masyarakat Adat Batak Toba Bandar Lampung Tahun 2012

NO JENIS KEGIATAN

VOLUME KEGIATAN Sering Kadang2 Tdk

Pernah

1 Musyawarah Adat 

2 Upacara Adat 

3 Kegiatan Keagamaan 

4 Arisan Marga 

5 Bona Taon (silaturahmi kelompok marga setiap awal tahun)


(5)

6 Pemberikan beasiswa pada anak yang berprestasi

7 Menjenguk anggota punguan yang sakit

8 Pemberian bantuan kepada anggota punguan yang terkena musibah

Sumber : Hasil observasi awal pertengahan November 2012

Berdasarkan tabel di atas dapat dijelaskan bahwa kegiatan rutin dari masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung. Kegiatan ini mecerminkan bahwa masyarakat Batak Toba memiliki ikatan yang kuat dalam perkumpulan dan sistem kekerabatannya. Kuatnya ikatan dalam masyarakat Batak Toba merupakan landasan untuk membangun rasa kebersamaan, solidaritas sosial, dan sikap bangga menjadi bagian dari bangsa Indonesia. Sikap masyarakat yang demikian dapat berpengaruh pada pembentukan rasa dan sikap cinta bangsa dan negara (nation and character building).

Ikatan yang kuat dalam sistem kekerabatan kadangkala berpengaruh pada sikap inklusif dari kelompok suku, begitu pula dengan sistem kekerabatan Batak Toba. Bagi masyarakat Batak Toba ikatan yang kuat ini dapat membawa dampak positif bagi kelompoknya, contohnya bila ada anggota perkumpulan marga tertentu yang mengalami musibah, maka anggota kelompok yang lainnya akan bergotong royong untuk membantu anggota yang terkena musibah tersebut.

Sistem kekerabatan yang erat ini juga dapat berdampak negatif di tengah keragaman budaya di Indonesia, perbedaan sistem kemasyarakatan dan adat


(6)

istiadat kadang kala mengakibatkan terjadinya perbedaan persepsi di masyarakat, contohnya saat berbicara, masyarakat Batak Toba cinderung bernada suara yang tinggi, sedangkan bagi sebagian suku lain nada bicara yang tinggi ini dianggap kurang sopan karena seperti orang yang sedang emosi. Oleh karena itu dalam kerangka berbangsa dan bernegara sikap nasionalisme harus lebih dikedepankan baik dalam kegiatan intern kekerabatan maupun dalam kegiatan-kegiatan lain yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari dalam tata pergaulan antar penduduk dalam masyarakat.

Dalam melakukan kerja sama misalnya, harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan dan keselamatan bangsanya berdasarkan prinsip kebersamaan yang menuntut setiap warga negara untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan; prinsip persatuan dan kesatuan dimana setiap warga negara harus mampu mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongan yang dapat menimbulkan perpecahan dan anarkis (merusak) dengan mengedepankan sikap kesetiakawanan sosial, peduli terhadap sesama, solidaritas, dan berkeadilan sosial; prinsip demokratis, yang memandang bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama.

Karena hakikat semangat kebangsaan adalah adanya tekad untuk hidup bersama yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka, berkedaulat, adil, dan makmur, maka sistem kekerabatan suatu


(7)

bangsa harus menunjang tumbuhnya sikap nasionalisme orang-orang ataupun kelompok-kelompok dalam masyarakat bangsa.

Bardasarkan latar belakang di atas, penulis mencoba menuangkannya dalam seuatu penelitian yang berjudul “Pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung tahun 2013”.

1.2Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah yang dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut:

1. Sistem kekerabatan yang cinderung ekslusif.

2. Sistem kekerabatan dalam kehidupan masyarakat Batak Toba yang mementingkan kelompok.

3. Sikap nasionalisme dalam sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba. 4. Sistem kekerabatan Batak Toba yang berhubungan dengan lingkungan

sekitar.

1.3Pembatasan Masalah

Pembatasan masalah pada penelitian ini adalah sikap nasionalisme dalam sistem kekerabatan Batak Toba di Bandar Lampung.

1.4Rumusan Masalah

Rumusan masalah pada penelitian ini adalah apakah terdapat pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung tahun 2013?


(8)

1.5Tujuan Dan Kegunaan Penelitiam

1.5.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis dan menguji pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung tahun 2013.

1.5.2 Kegunaan Penelitian

1.5.2.1Kegunaan Teoritis

Penelitian ini secara teoritis mengembangkan konsep ilmu pendidikan kewarganegaraan, terutama berkaitan dengan konsep sosiologi dan antropologi.

1.5.2.2Kegunaan Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat :

1) Menjadi suplemen dalam penguasaan materi keragaman budaya pada mata pelajaran PKn di SMP dan SMA.

2) Masyarakat Batak Toba dapat mengetahui sistem kekerabatan yang berhubungan dengan lingkungan sekitar yang menumbuhkan sikap nasionalisme.

3) Hasil penelitian ini dapat dijadikan bahan lanjutan untuk penelitian yang relevan.


(9)

1.6Ruang Lingkup Penelitian

Lingkup penelitian ini, meliputi sebagai berikut : 1. Ruang Lingkup Ilmu

Penelitian ini termasuk dalam lingkup ilmu kewarganegaraan, karena mengkaji proses sosial terutama berkaitan dengan konsep nasionalisme. 2. Ruang Lingkup Objek

Ruang lingkup objek dalam penelitian ini adalah pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat adat Batak Toba di Bandar Lampung.

3. Ruang Lingkup Subjek

Ruang lingkup dalam penelitian ini adalah penduduk atau masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung.

4. Ruang Lingkup Tempat

Penelitian ini di laksanakan di Bandar Lampung. 5. Ruang Lingkup Waktu

Sesuai dengan izin research penelitian pendahuluan yang bersangkutan oleh Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung sampai dengan selesai penelitian ini.


(10)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1Deskripsi Teori

2.1.1 Tinjauan Tentang Sistem Kekerabatan

a. Pengertian Sistem Kekerabatan

Kekerabatan adalah unit-unit sosial yang terdiri dari beberapa keluarga yang memiliki hubungan darah atau hubungan perkawinan. Anggota kekerabatan terdiri atas ayah, ibu, anak, menantu, cucu, kakak, adik, paman, bibi, kakek, nenek dan seterusnya. Dalam kajian sosiologi-antropologi, ada beberapa macam kelompok kekerabatan dari yang jumlahnya relatif kecil hingga besar.

Menurut Chony dalam Ali Imron (2005:27) “Sistem kekerabatan dijelaskan bukan hanya saja karena adanya ikatan perkawinan atau karena adanya hubungan keluarga, tetapi karena adanya hubungan darah”. Selain itu Chony juga mengungkapkan bahwa kunci pokok sistem perkawinan adalah kelompok keturunan atau linege dan garis keturunan atau descent. Anggota kelompok keturunan saling berkaitan karena mempunyai nenek moyang yang sama. Kelompok keturunan ini dapat bersifat patrilineal atau matrilineal.


(11)

Menurut Keesing dalam Ali Imron (2005:27) “Sistem kekerabatan adalah hubungan berdasarkan pada model hubungan yang dipandang ada antara seorang ayah dengan anak serta antara seorang ibu dengan anak”.

Dari beberapa definisi kekerabatan, dapat disimpulkan bahwa sistem kekerabatan merupakan bagian yang sangat penting dalam struktur sosial, yang merupakan sebuah jaringan hubungan kompleks berdasarkan hubungan darah atau perkawinan. Berdasarkan hubungan darah dapat diambil pengertian bahwa seseorang dinyatakan sebagai kerabat bila memiliki pertalian atau ikatan darah dengan seseorang lainnya.

b. Kelompok Kekerabatan

Kelompok kekerabatan menurut Ihroni (2006:159) “adalah yang meliputi orang- orang yang mempunyai kakek bersama, atau yang percaya bahwa mereka adalah keturunan dari seorang kakek bersama menurut perhitungan garis patrilineal (kebapaan)”. Selain itu Ihroni juga berpendapat bahwa suatu kelompok adalah kesatuan individu yang diikat oleh sekurang-kurangnya 6 unsur, yaitu:

1) Sistem norma-norma yang mengatur tingkah laku warga kelompok,

2) Rasa kepribadian kelompok yang disadari semua warganya, 3) Interaksi yang intensif antar warga kelompok,


(12)

4) Sistem hak dan kewajiban yang mengatur interaksi antarwarga kelompok,

5) Pemimpin yang mengatur kegiatan-kegiatan kelompok, dan 6) Sistem hak dan kewajiban terhadap harta produktif, harta

konsumtif, atau harta pusaka tertentu.

G.P. Murdock dalam Koentjoroningrat (2005:109) membedakan 3 kategori kelompok kekerabatan berdasarkan fungsi-fungsi sosialnya, yaitu:

1) Kelompok kekerabatan berkorporasi, biasanya mempunyai ke-6 unsur tersebut. Istilah “berkorporasi” umumnya menyangkut unsur 6 tersebut yaitu adanya hak bersama atas sejumlah harta. 2) Kelompok kekerabatan kadangkala, yang sering kali tidak

memiliki unsur 6 tersebut, terdiri dari banyak anggota, sehingga interaksi yang terus menerus dan intensif tidak mungkin lagi, tetapi hanya berkumpul kadang-kadang saja.

3) Kelompok kekerabatan menurut adat, biasanya tidak memiliki unsur pada yang ke 4,5 dan 6 bahkan 3. Kelompok-kelompok ini bentuknya sudah semakin besar, sehingga warganya seringkali sudah tidak saling mengenal. Rasa kepribadian sering kali juga ditentukan oleh tanda-tanda adat tersebut.

Kelompok-kelompok kekerabatan yang termasuk golongan pertama adalah kindred dan keluarga luas, sedang golongan kedua termasuk dame, keluarga ambilineal kecil, keluarga ambilineal besar, klen kecil, klen besar, frati, dan paroh masyarakat.

1) Kindret yakni, berkumpulnya orang-orang saling membantu melakukan kegiatan-kegiatan bersama saudara, sepupu, kerabat isteri, kerabat yang lebih tua dan muda. Di mulai dari seorang watga yang memprakarsai suatu kegiatan. Dan bisanya hubungan


(13)

kekerabatan ini dimanfaatkan untuk memperlancar bisnis seseorang.

2) Keluarga luas yakni, kekerabatan ini terdiri dari lebih dari satu keluarga initi. Terutama di daerah pedesaan, warga keluarga luas umumnya masih tinggal berdekatan, dan seringkali bahkan masih tinggal bersama-sama dalam satu rumah. Kelompok kekerabatan berupa keluarga luas biasanya di kepalai oleh anggota pria yang tertua. Dalam berbagai masyarakat di dunia, ikatan keluarga luas sedemikian eratnya, sehingga mereka tidak hanya tinggal bersama dalam suatu rumah besar, tetapi juga merupakan satu keluarga inti yang besar.

3) Keluarga ambilineal kecil yakni, terjadi apabila suatu keluarga luas membentuk suatu kepribadian yang khas, yang disadari oleh para warga. Kelompok ambilineal kecil viasanya terdiri dari 25-30 jiwa sehingga mereka masih saling mengetahui hubungan kekerabatan masing-masing.

4) Klen kecil yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari beberapa keluarga luas keturunan dari satu leluhur. Ikatan kekerabatan berdasarkan hubungan melalui garis keturunan pria saja (patrilineal), atau melalui garis keturunan wanita saja (matrilineal), jumlah sekitar 50-70 orang biasanya mereka masih saling mengenal dan bergaul dan biasanya masih tinggal dalam satu desa.


(14)

5) Klen besar yakni, kelompok kekerabatan yang terdiri dari semua keturunan dari seorang leluhur, yang diperhitungkan dari garis keturunan pria atau wanita, sosokl leluhur yang menurunkan para warga klen besar berpuluh-puluh generasi yang lampau iru sudah tidak jelas lagi dan seringkali sudah di anggap keramat. Jumlah yang sangat besar menyebabkan mereka sudah tidak mengenal kerabat-kerabat jauh.

6) Frati yakni, gabungan antara patrilineal maupun matrilineal, dan dari kelompok klen setempat (bisa klen kecil, tetapi bisa juga bagian dari klen besar). Namun penggabungannya tidak merata. 2.1.2 Tinjauan Tentang Suku Batak Toba

a. Suku Batak

Bugaran Antonius (2006:18) mengemukakan bahwa:

Suku Batak masih terbagi-bagi ke dalam beberapa sub-suku, yang pembagiannya mempunyai bahasa Batak yang mempunyai perbedaan dialek yaitu Batak Karo yang menempati bagian barat Tapanuli, Batak Timur atau Simalung di timur Danau Toba, Batak Toba di tanah Batak Pusat dan di antara Padan Lawas dan Batak Angkola yang menempati daerah Angkola, Sipirok dan Sibolga bagian selatan.

Subsuku Karo yang disebut masyarakat Batak Karo adalah suku asli yang mendiami daratan tinggi Karo. Nama suku ini dijadikan nama kabupaten di salah satu wilayah yang mereka diami yaitu Kabupaten Karo. Suku ini memiliki bahasa sendiri yang disebut Bahasa Karo. Pakaian adatnya didominasi dengan warna merah serta hitam dan dengan perhiasan emas.


(15)

Subsuku Batak Simalungun yang disebut masyarakat Batak Simalungun menetap di kabupaten Simalungun dan sekitarnya. Sepanjang sejarah suku ini terbagi ke dalam beberapa kerajaan. Marga asli penduduk Simalungun adalah Damanik, dan tiga marga pendatang yaitu, Saragih, Sinaga dan Purba. Kemudian marga-marga (nama keluarga) tersebut menjadi marga besar di Simalungun.

Masyarakat Batak Angkola mendiami wilayah Angkola tepatnya di Tapanuli Selatan. Kampung yang ada pertama kali adalah Sitamiang yang didirikan oleh oppu Jolak Maribu yang bermarga Dalimunthe, dan memberi nama daerah-daerah di Angkola sekarang seperti : Pargurutan (tempatnya mengasah pedang) Tanggal (tepatnya menanggalkan hari atau tempat kalender Batak) Sitamiang, dan lainnya.

J. C. Vergouwen (1986:121) terjemahan T.O. Ihromi menjelaskan bahwa : “Masyarakat adat Batak Toba merupakan sekelompok orang yang terdiri dari marga-marga sebagai suatu unit, para anggotanya satu, senasib sepenanggungan, berasal dari kampung leluhur yang sama, bersifat kesilsilahan atau kewilayahan dan menyandang nilai hukum.”

Masyarakat adat Batak adalah masyarakat setempat yang terdiri dari orang-orang Batak yang memiliki marga serta adat istiadat orang Batak. Asapun adat kehidupan orang Batak menurut Sianipar (2002:12) adalah :


(16)

1) Adat dalam pelaksanaan secara agama 2) Adat dalam acara khusus

3) Adat untuk pesta perkawinan, kelahiran dan kematian

Sianipar (1991:461) juga menyatakan bahwa “Masyarakat Batak adalah masyarakat marga, sehingga dalam kegiatannya tidak dapat meninggalkan keterlibatan marga”. Dalam masyarakat Batak menggunakan norma dan adat istiadat orang Batak. Setiap orang Batak dilarang melawan arus dan harus melaksanakan sistem demokrasi dalam pengambilan keputusan.

b. Kelompok Kekerabatan Batak Toba

Kelompok kekerabatan yang terkecil ialah keluarga batih, pada Batak Toba disebut ripe. Toh istilah ripe juga sering dipakai untuk suatu keluarga-luas yang virilokal, karena banyak orang Batak muda yang sudah menikah tinggal bersama orang tua si suami dalam suatu rumah dan kesatuan itu juga disebut ripe.

Keluarga saompu (senenek moyang) adalah suatu kelompok kekerabatan yang dengan istilah teknis dapat disebut klen kecil. Dalam kelompok itu termasuk semua semua kaum kerabat patrilineal yang masih diingat atau dikenal kekerabatannya. Pada orang Batak Toba yang sering sampai kenal akan kerabat-kerabat yang terikat oleh nenek-moyang-nenek-moyang sampai 20 generasi jauhnya, maka “klen kecil” itu bisa bersifat besar juga,


(17)

Suatu kelompok kekerabatan yang besar adalah marga, tetapi istilah-istilah itu mempunyai beberapa arti. Masyarakat Batak Toba mengenal marga dengan arti suatu asal keturunan, satu nenek moyang (sabutuha). Marga menunjukkan keturunan, karena orang Batak menganut garis keturunan bapak (patrilinel), maka dengan sendirinya marga tersebut juga berdasarkan garis bapak. Sejarah lahirnya marga-marga didasarkan pada nama nenek moyang laki-laki.

Menurut Bongaran Antonius (2006 : 80) “Marga merupakan suatu kesatuan kelompok yang mempunyai garis keturunan yang sama berdasarkan nenek moyang yang sama”. Adapun fungsi marga bagi orang Batak Toba adalah:

1. Menemukan status sosial individu maupun keluarga dari Batak Toba, di dalam hubungan sosial orang Batak, marga merupakan dasar untuk menentukan partuturan (hubungan persaudaraan), baik untuk kalangan semarga maupun dengan orang-orang dari marga lain,

2. Menentuksn kedudukan seseorang di dalam pergaulan masyarakat yang teratur menurut pola dasar pergaulan yang dinamakan Daliahan Na Tolu.

Dalam masyarakat Batak Toba terdapat suatu susunan silsilah marga yang disebut “Tarombo”. Hubungan sosial kemasyarakatan orang Batak tidak dapat berjalan tanpa marga dan tarombo. Marga dan


(18)

tarombo memudahkan hubungan antar orang Batak dimana pun berada, katena orang Batak bersaudara dan satu nenek moyang.

c. Konsep Dalihan Na Tolu

Sistem kekerabatan orang Batak Toba menempatkan posisi seseorang secara pasti sejak dilahirkan hingga meninggal dalam 3 posisi yang disebut “Dalihan Na Tolu”.

Bungaran Simanjuntak (2006:100) menjelaskan bahwa :

Dalihan Na Tolu dapat diartikan sebagai Tumpuan Tiga Serangkai atau dalam definisi lebih jelas, Dalihan Na Tolu merupakan suatu sistem sosial di tanah Batak yang menempatkan posisi masing-masing orang Batak pada kedudukan tertentu dimana setiap kedudukan ini mempunyai fungsi dan tanggung jawab tersendiri. Dalihan Na Tolu (posisi atau kedudukan) yang dimaksud adalah : a. Hula-Hula atau Tondong, yaitu kelompok orang yang posisinya

“diatas”. Dalam hal ini adalah keluarga marga pihak isteri, sehingga disebut “Somba Marhula-hula” yang berarti harus hormat kepada keluarga pihak isteri agar memperoleh keselamatan dan kesejahteraan.

b. Dongan Tubu atau Sanina, yaitu kelompok orang yang posisinya “sejajar”. Dalam hal ini adalah teman atau saudara semarga, sehingga disebut “Manat Mardongan Tubu” yang artinya menjaga persaudaraan agar terhindar dari perseteruan.

c. Boru, yaitu kelompok orang yang posisinya “dibawah”. Dalam hal ini saudara perempuan kita dan pihak marga suaminya, sehingga


(19)

disebut “Elek Marboru” yang artinya selalu saling mengasihi supaya mendapat berkat.

Dalihan Na Tolu bukan kasta, karena setiap orang Batak memiliki ketiga posisi tersebut. Ada saatnya menjadi Hula-Hula, ada saatnya menempati posisi Dongan Tubu, dan ada saatnya menempati posisi Boru. Dengan Dalihan Na Tolu, adat Batak tidak memandang posisi seseorang berdasarkan pangkat, harta atau status seseorang (www.batak.blogspot.com).

2.1.3 Tinjauan Tentang Sikap a. Pengertian Sikap

Manusia sebagai mahluk Tuhan dibekali dengan akal dan pikiran yang berguna untuk mengatur sikap dan perilaku dalam kehidupan bermasyarakat. Dalam konteks sikap maka akan terlintas dalam benak kita tentang hal yang berkaitan dengan tindakan seseorang atau individu yang bersifat baik atau pun buruk.

Menurut Thurstone dalam Bimo Walgito (2003:109) “sikap adalah suatu tingkat efeksi baik yang bersifat positif maupun negatif dalam hubungannya dengan objek-objek psikologis. Efeksi yang positif yaitu efeksi senang, sedangkan efeksi yang negatif adalah efeksi yang tidak menyenangkan.”

Secord dan Backman dalam Saifuddin Azwar (2012:5) mengungkapkan “sikap adalah keteraturan tertentu dalam hal


(20)

perasaan (afeksi), pemikiran (kognisi), dan predisposisi tindakan (konasi) seseroang terhadap sutatu aspek di lingkungan sekitarnya.” Sedangkan menurut Harlen dalam Djaali (2006) sikap adalah kesiapan atau kecendrungan seseorang untuk bertindak berkenaan dengan objek tertentu.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa sikap merupakan organisasi pendapat, keyakinan seseorang mengenai objek atau situasi yang relatif, yang disertai dengan adanya perasaan tertentu dan memberikan dasar kepada orang tersebut untuk membuat respon atau berperilaku dalam cara tertentu yang dipilihnya.

b. Pembentukan Sikap

Sikap sosial terbentuk dari adanya interaksi sosial yang dialami oleh individu. Interaksi sosial mengandung arti lebih daripada sekedar adanya kontak sosial dan hubungan antar individu sebagai anggota kelompok sosial. Dalam inetraksi sosial, terjadi hubungan saling mempengaruhi di antara individu yang satu dengan yang lain, terjadi hubungan timbal balik yang turut mempengaruhi pola prilaku masing-masing individu sebagai anggota masyarakat. Lebih lanjut, interaksi sosial itu meliputi hubungan antara individu dengan lingkugan fisik maupun lingkungan psikologis di sekelilingnya.


(21)

Menurut Saifuddin Azwar (2012:30) “Faktor-faktor yang mempengaruhi pembentukan sikap adalah pengalaman pribadi, pengaruh orang lain yang dianggap penting, pengaruh kebudayaan, media masa, lembaga pendidikan dan lembaga agama, pengaruh faktor emosional.”

1. Pengalaman pribadi.

Pengalaman pribadi yang telah dan sedang kita alami akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan kita terhadap stimulus sosial. Tanggapan akan menjadi salah-satu dasar terbentuknya sikap. Untuk dapat mempunyai tanggapan dan penghayatan, seseorang harus mempunyai pengalaman yang berkaitan dengan objek psikologis. Middlebrook dalam Azwar (2012:31) mengatakan “bahwa tidak adanya pengalaman yang dimiliki oleh seseorang dengan suatu objek psikologis, cenderung akan membentuk sikap negatif terhadap objek tersebut”.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Orang lain disekitar kita merupakan salah-satu diantara komponen sosial yang ikut mempengaruhi sikap kita. Seseorang yang kita anggap penting, seseorang yang kita harapkan persetujuannya bagi setiap gerak tingkah dan pendapat kita, seseorang yang tidak ingin


(22)

kita kecewakan, atau seseorang yang berarti khusus bagi kita (significant others), akan banyak mempengaruhi pembentukan sikap kita terhadap sesuatu.

3. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pembentukan pribadi seseorang. Kebudayaan memberikan corak pengalaman bagi individu dalam suatu masyarakat. Kebudayaan lah yang menanamkan garis pengarah sikap individu terhadap berbagai masalah.

4. Media massa

Berbagai bentuk media massa seperti radio, televisi, surat kabar, majalah, dan lain-lain mempunyai pengaruh yang besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan orang. Media massa memberikan pesan-pesan yang sugestif yang mengarahkan opini seseorang. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan pengetahuan baru bagi terbentuknya sikap terhadap hal tersebut. Jika cukup kuat, pesan-pesan sugestif akan memberi dasar afektif dalam menilai sesuatu hal sehingga terbentuklah arah sikap tertentu.

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama sebagai suatu sistem mempunyai pengaruh dalam pembentukan sikap karena keduanya meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu. Pemahaman akan baik dan buruk, garis pemisah


(23)

antara sesuatu yang boleh dan tidak boleh dilakukan, diperoleh dari pendidikan dan dari pusat keagamaan serta ajaran-ajarannya.

6. Pengaruh faktor emosional

Suatu bentuk sikap terkadang didasari oleh emosi, yang berfungsi sebagai semacam penyaluran frustasi atau pengalihan bentuk mekanisme pertahanan ego. Sikap demikian dapat merupakan sikap yang sementara dan segera berlalu begitu frustasi telah hilang, akan tetapi dapat pula merupakan sikap yang lebih persisten dan bertahan lama.

c. Perubahan Sikap

Menurut Davidoff dalam Zaim Elmubarok (2008: 50) “Sikap dapat berubah dan berkembang karena hasil dari proses belajar, proses sosialisasi, arus informasi, pengaruh kebudayaan dan adanya pengalaman-pengalaman baru yang dialami oleh individu.” Sedangkan menurut Sarlito W. Sarwono (2009, 203-204), sikap dapat terbentuk atau berubah melalui empat cara yaitu adopsi, diferensiasi, integrasi dan trauma.”

1. Adopsi

Adopsi yaitu kejadian-kejadian dan peristiwa-peristiwa yang terjadi berulang-ulang dan terus menerus, lama kelamaan secara bertahap diserap kedalam diri individu dan mempengaruhi terbentuknya suatu sikap.


(24)

2. Diferensiasi.

Dengan berkembangnya intelegensi, bertambahnya pengalaman, sejalan dengan bertambahnya usia, maka ada hal-hal yang sebelumnya dianggap sejenis, sekarang dipandang tersendiri lepas dari jenisnya. Terhadap objek tersebut dapat terbentuk sikap tersendiri pula.

3. Integrasi

Pembentukan sikap disini terjadi secara bertahap, dimulai dengan berbagai pengalaman yang berhubungan dengan suatu hal tertentu sehingga akhirnya terbentuk sikap mengenai hal tersebut.

4. Trauma

Trauma adalah pengalaman yang terjadi secara tiba-tiba dan menegangkan yang meninggalkan kesan mendalam pada jiwa orang yang bersangkutan. Pengalaman-pengalaman yang traumatis juga menyebabkan perubahan sikap.

Menurut Kelman dalam Azwar S (2012: 55) ada tiga proses yang berperan dalam proses perubahan sikap yaitu :

1. Kesediaan (Compliance)

Terjadinya proses yang disebut kesediaan adalah ketika individu bersedia menerima pengaruh dari orang lain atau kelompok lain dikarenakan ia berharap untuk memperoleh reaksi positif, seperti pujian, dukungan, simpati, dan semacamnya sambil menghindari hal-hal yang dianggap negatif. Tentu saja perubahan perilaku


(25)

yang terjadi dengan cara seperti itu tidak akan dapat bertahan lama dan biasanya hanya tampak selama pihak lain diperkirakan masih menyadari akan perubahan sikap yang ditunjukkan.

2. Identifikasi (Identification)

Proses identifikasi terjadi apabila individu meniru perilaku atau sikap seseorang atau sikap sekelompok orang dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang dianggapnya sebagai bentuk hubungan menyenangkan antara lain dengan pihak yang dimaksud. Pada dasarnya proses identifikasi merupakan sarana atau cara untuk memelihara hubungan yang diinginkan dengan orang atau kelompok lain dan cara menopang pengertiannya sendiri mengenai hubungan tersebut.

3. Internalisasi (Internalization)

Internalisasi terjadi apabila individu menerima pengaruh dan bersedia menuruti pengaruh itu dikarenakan sikap tersebut sesuai dengan apa yang ia percaya dan sesuai dengan sistem nilai yang dianutnya. Dalam hal ini, maka isi dan hakekat sikap yang diterima itu sendiri dianggap memuaskan oleh individu. Sikap demikian itulah yang biasanya merupakan sikap yang dipertahankan oleh individu dan biasanya tidak mudah untuk berubah selama sistem nilai yang ada dalam diri individu yang bersangkutan masih bertahan.


(26)

d. Ciri-Ciri Sikap

Sikap merupakan suatu kecenderungan yang dapat mendorong dan menimbulkan perbuatan-perbuatan atau tingkah laku seseorang terhadap objek tertentu. Meskipun demikian, sikap memiliki segi perbedaan dengan pendorong-pendorong lain yang ada dalam diri manusia, seperti set, kebiasaan, motivasi dan minat.

Menurut W.A. Gerungan (2009: 153) untuk dapat membedakan antara attitude, motif kebiasaan dan lain-lain, faktor psychis yang turut menyusun pribadi orang, maka telah dirumuskan lima buah sifat khas dari pada attitude. Adapun cirri-ciri sikap adalah sebagai berikut :

1. Attitude bukan dibawa orang sejak lahir melainkan dibentuk atau dipelajari sepanjang perkembangan orang itu dalam hubungannya dengan objeknya.

2. Attitude itu dapat berubah-ubah.

3. Attitude tidak berdiri sendiri melainkan senantiasa mengandung relasi tertentu terhadap objek.

4. Objek attitude kumpulan dari hal-hal tertentu.

5. Attitude itu mempunyai segi-segi motivasi dan segi perasaan, sifat inilah yang membedakan attitude dari pada kecakapan-kecakapan atau pengetahuan-pengetahuan yang dimiliki orang. e. Fungsi Sikap

Menurut Katz dalam Zaim Elmubarok (2008: 50) ada empat fungsi sikap yaitu:

1. Fungsi penyesuaian atau fungsi manfaat yang menunjukkan bahwa individu dengan sikapnya berusaha untuk memaksimalkan hal-hal yang diinginkannya dan menghindari


(27)

hal-hal yang tidak diinginkannya. Dengan demikian, maka individu akan membentuk sikap positif terhadap hal-hal yang dirasakan akan mendatangkan keuntungan dan membentuk sikap negatif terhadap hal-hal yang merugikannya.

2. Fungsi pertahanan ego yang menunjukkan keinginan individu untuk menghindarkan diri serta melindungi dari hal-hal yang mengancam egonya atau apabila ia mengetahui fakta yang tidak mengenakkan, maka sikap dapat berfungsi sebagai mekanisme pertahanan ego yang akan melindunginya dari kepahitan kenyataan tersebut.

3. Fungsi pernyataan nilai, menunjukkan keinginan individu untuk memperoleh kepuasan dalam menyatakan sesuatu nilai yang dianutnya sesuai dengan penilaian pribadi dan konsep dirinya. 4. Fungsi pengetahuan, menunjukkan keinginan individu untuk

mengekspresikan rasa ingin tahunya, mencari pebalaran dan untuk mengorganisasikan pengalamannya.

2.1.4 Tinjauan Tentang Nasionalisme a. Pengertian Nasionalisme

Nasionalisme berasal dari kata nation (bangsa). Nasionalisme adalah gejala psikologis berupa rasa persamaan dari sekelompok manusia yang menimbulkan kesadaran sebagai bangsa. Bangsa adalah sekelompok manusia yang hidup dalam suatu wilayah tertentu dan memiliki rasa persatuan yang timbul karena kesamaan pengalaman


(28)

sejarah, serta memiliki cita-cita bersama yang ingin dilaksanakan di dalam negara yang berbentuk negara nasional.

Nasionalisme merupakan perpaduan dari rasa kebangsaan dan pemahaman kebangsaan. Dengan semangat kebangsaan yang tinggi, kekhawatiran akan terjadinya ancaman terhadap keutuhan dan kesatuan bangsa akan dapat dihindarkan. Dari semangat kebangsaan akan mengalir rasa kesetiakawanan sosial, semangat rela berkorban, dan dapat menumbuhkan jiwa patriotisme. Rasa kesetiakawanan sosial akan mempertebal semangat kebangsaan suatu bangsa. Semangat rela berkorban adalah kesediaan untuk berkorban demi kepentingan yang besar atau demi negara dan bangsa telah mengantarkan bangsa Indonesia untuk merdeka. Bagi bangsa yang ingin maju dalam mencapai tujuannya, selain memiliki semangat rela berkorban, juga harus dengan juwa patriotik yang tinggi. Jiwa patriotik akan melekat pada diri seseorang, jika orang tersebut mengetahui untuk apa mereka berkorban.

Menurut Azyumardi Azra (2011:24) “Nasionalisme dapat dikatakan sebagai sebuah situasi kejiwaan di mana kesetiaan seseorang secara total diabadikan langsung kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa”.


(29)

Menurut Hans Kohn dalam Redja Mudyahardjo (2010:191)

Nasionalisme yaitu suatu paham yang memberi ilham kepada sebagian terbesar penduduk dan mewajibkan dirianya untuk mengilhami anggota-anggotanya. Nasionalisme menyatakan bahwa negara-kebangsaan adalah cita dan satu-satunya bentuk sah organisasi politik dandan bahwa bangsa adalah sumber dari tenaga kebudayaan kreatif dan kesejahteraan ekonomi.

Nasionalisme menurut Presiden pertama Republik Indonesia Ir. Soekarno dalam Suriyanto (2006:12) dipaparkan sebagai berikut.

Nasionalis yang sejati yang cintanya pada tanah air itu bersendi pada pengetahuan atas susunan ekonomi dunia dari riwayat dan bukan semata-mata bukan timbul dari kesombongan bangsa belaka. Nasionalis yang bukan chauvinis, tidak boleh tidak, haruslah menolak segala paham pengecualian yang sempit budi itu. Nasionalis yang sejati yang nasionalismenya itu bukan semata-mata suatu copie atau tiruan dari nasonalisme barat, akan tetapi timbul dari rasa cinta akan manusia dalam kemanusaan. Nasionalis yang menerima rasa nasionalismenya itu sebagai wahyu dan melaksanakan rasa itu sebagai suatu bakti, adalah terhindar dari segala paham kekecilan dan kesempitan. Baginya maka rasa cinta itu adalah lebar dan luas dengan memberi tempat pada lain-lain sesuatu sebagai lebat dan luasnya udara yang memberi tempat pada segenap sesuatu yang perlu hidupnya segala hal yang hidup.

Anthony D. Smith dalam H.A.R. Tilaar (2004:107) mengungkapkan “Nasionalisme selain berfungsi sebagai ideologi politik, juga bisa berfungsi sebagai budaya politik. Sebagai ideologi politik, nasionalisme dapat dianggap sebagai agama politik yang dapat dianggap sebagai identitas nasional”.

Menurut Adolf Heuken (1988:31) “Nasionalisme sebagai pandangan yang berpusat pada bangsanya”. Selain itu Adolf Heuken juga berpendapat bahwa kata nasionalisme mempunyai dua arti yaitu:


(30)

1) Dalam arti nasionalistis, nasionalisme dimaksudkan sebagai sikap yang keterlaluan, sempit, dan sombong. Sikap ini tidak menghargai orang atau bangsa lain seperti semestinya.

2) Nasionalisme dapat juga menunjuk sikap nasional yang positif yaitu sikap memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan serta harga diri bangsa sekaligus menghormati bangsa lain. Nasionalisme ini berguna untuk membina rasa bersatu antar penduduk negara yang heterogen (karena perbedaan suku, agama, asal-usul).

Menurut Hertz (1982:32) dalam bukunya yang berjual Nationality in History and Politics mengemukakan empat unsur nasionalisme, yaitu:

1) Hasrat untuk mencapai kesatuan 2) Hasrat untuk mencapai kemerdekaan 3) Hasrat untuk mencapai keaslian

4) Hasrat untuk mencapai kehormatan bangsa

Dari definisi diatas, dapat dilihat bahwa negara dan bangsa adalah sekelompok manusia yang :

1) Memiliki cita-cita bersama yang mengikat warga negara menjadi satu kesatuan.

2) Memiliki sejarah hidup bersama sehingga tercipta rasa senasib sepenanggungan.


(31)

3) Memiliki adat, budaya, dan kebiasaan yang sama sebagai akibat pengalaman hidup bersama.

4) Menempati suatu wilayah tertentu yang merupakan kesatuan wilayah.

5) Terorganisir dalam suatu pemerintahan yang berdaulat sehingga mereka terikat dalam suatu pemerintahan yang berdaulat sehingga mereka terikat dalam suatu masyarakat hukum.

Menurut Lyman Tower Sargent (1987:19) “Nasionalisme adalah suatu ungkapan perasaan yang kuat dan merupakan usaha pembelaan daerah atau bangsa melawan penguasa luar”.

Menurut Ernest Gellner (1993:99) “Nasionalisme adalah suatu prinsip politik yang beranggapan bahwa unit nasional dan politik seharusnya seimbang”.

Berdasarka pendapat diatas dapat disimpulkan bahwa nasionalisme adalah suatu ungkapan persamaan cinta atau bangga dan kesetiaan terhadap tanah air dan bangsanya dengan tetap menghormati bangsa lain karena merasa sebagai bagian dari bangsa lain di dunia.

b. Timbulnya Nasionalisme

Nasionalisme muncul dibelahan negara-negara dunia. Akan tetapi, faktor penyebab timbulnya nasionalisme disetiap benua berbeda. Nasionalisme Eropa muncul disebabkan oleh faktor-faktor sebagai berikut :


(32)

1) Munculnya paham rasionalisme dan romantisme. 2) Munculnya paham aufklarung dan kosmopolitanisme. 3) Terjadinya revolusi Prancis.

4) Reaksi atau agresi yang dilakukan oleh Napoleon Bonaparte. c. Tujuan Nasionalisme

Pada dasarnya nasionalisme yang muncul dibanyak negara memiliki tujuan sebagai berikut :

1) Menjamin kemauan dan kekuatan mempertahankan masyarakat nasional melawan musuh dari luar sehingga melahirkan semangat rela berkorban.

2) Menghilangkan Ekstremisme (tuntutan yang berlebihan) dari warga negara (individu dan kelompok).

d. Nilai dasar Nasionalisme

Nilai dasar nasionalisme yang terwujud dalam persatuan dan kesatuan bangsa memiliki 6 (enam) dimensi manusia yang bersifat mendasar dan fundamental, yaitu:

1) Penghargaan terhadap harkat dan martabat manusia sebagai mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa;

2) Tekad bersama untuk berkehidupan kebangsaan yang bebas, merdeka dan bersatu;

3) Cinta akan tanah air dan bangsa; 4) Demokrasi atau Kedaulatan Rakyat;


(33)

5) Kesetiakawanan Sosial; 6) Masyarakat adil-makmur. e. Bentuk-Bentuk Nasionalisme

Beberapa bentuk nasionalisme antara lain : a. Nasionalisme Kewarganegaraan

Disebut juga nasionalisme sipil adalah sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran dari penertaan aktif rakyatnya, “Kehendak rakyat”, “Perwakilan politik”. Teori ini mula-mula dibangun oleh Jean Jacques Rousseau.

b. Nasionalisme Etnis

Sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya asal atau etnis sebuah masyarakat. Dibangun oleh Johan Gottfried Von Herder yang memperkenalkan konsep Volk (bahasa Jerman untuk “rakyat”).

c. Nasionalisme Romantik

Disebut juga nasionalisme organik atau disebut juga nasionalisme identitas. Merupakan lanjutan dari nasionalisme etnis dimana negara memperoleh kebenaran politik secara semulajadi (organik) hasil dari bangsa atau ras, menurut semangat romantisme. Nasionalisme romantik bergantung pada perwujudan budaya etnis yang menepati idenalisme romantik, kisah tradisi yang tlah direka untuk konserp nasionalisme romantik. Misalnya Btothers Grimm yang dinukilkan oleh


(34)

Herder yang merupakan kisah-kisah yang berkaitan dengan etnik Jerman.

d. Nasionalisme Budaya

Sejenis nasionalisme dimana negara memperoleh kebenaran politik dari budaya berdama dan bukannya “sifat keturunan” seperti warna kulit, ras dan sebagainya. Contohnya adalah rakyat Tiong Hoa yang menganggap negara berdasakan kepada budaya. Unsur ras telah dibelakangkan dimana golongan Manchu serta ras-ras minoritas lain masih dianggap sebagai rakyat Tiong Koq. Kesediaan dinasti Qing untuk menggunakan adat istiadat Cina membuktikan keutuhan budaya Cina. Bahkan banyak rakyat Taiwan yang menganggap diri mereka nasionalis Cina karena persamaan budaya mereka, tetapi menolak RRT karena pemerintahannya berpaham komunis.

e. Nasionalisme Kenegaraan

Merupakan variasi nasionalisme kenegaraan yang selalu digabungkan dengan nasionalisme etnis. Perasaan nasionalistiknya kuat sehingga diberi keutamaan lebih mengatasi hak universal dan kebebasan. Kejayaan suatu negeri dianggap selalu kontras dan berkonflik dengan prinsip demokrasi. Pelanyelenggaraan sebuah national state adalah suatu argumen yang unggul, solah-olah membentuk kerajaan yang lebih baik dengan tersendiri. Contohnya adalah Nazisme di Jerman dan nasionalisme Turki kontenporer.


(35)

f. Nasionalisme Keagamaan

Susatu bentuk nasionalisme dimana negara memperoleh political legitimacy dari persamaan agama. Dalam praktiknya bentuk nasonalisme ini sering dicampuradukkan degnan nasionalisme etnis. Contoh dari bentuk nasionalisme ini adalah zionisme di Israel, semangat nasionalisme di Irlandia yang didasari agama Katholik, atau nasionalisme di India yang dilandasi agama Hindu terutama yang diamalkan di partai BJP. (http://id.wikipedia.org/wiki/nasionalisme)

f. Akibat Nasionalisme

Nasionalisme yang muncul di beberapa negara membawa akibat yang beraneka ragam. Akubat munculnya nasionalisme dibeberapa negara adalah sebagai berikut:

1) Timbulnya negara nasional (nasional state) 2) Peperangan

3) Imprialisme 4) Protekdionisme 5) Akibat sosial

g. Faktor Pendorong Munculnya Nasionalisme di Indonesia

Munculnya nasionalisme pada masyarakat Indonesia dipengaruhi oleh faktor dari dalam (intern) dan faktor dari luar (ekstern). Faktor intern yang mempengaruhi munculnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:


(36)

1) Timbulnya kembali golongan pertengahan, kaum terpelajar. 2) Adanya penderitaan dan kesengsaraan yang dialami oleh seluruh

rakyat dalam berbagai bidang kehidupan. 3) Pengaruh golongan peranakan

4) Adanya keinginan untuk melepaskan diri dari imperialisme Faktor ekstern yang mempengaruhi munculnya nasionalisme Indonesia adalah sebagai berikut:

1) Faham-faham modern dari Eropa (liberalisme, humanisme, nasionalisme, dan komunisme)

2) Gerakan pan-islamisme

3) Pergerakan bangsa terjajah di Asia 4) Kemenangan Rusia atas Jepang

h. Prinsip-prinsip yang terkandung dalam nasionalisme

Dalam melakukan kerja sama kita harus selalu mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa, kepentingan dan keselamatan bangsanya. Oleh sebab itu, nasionalisme dalam arti luas mengandung prinsip-prinsip sebagai berikut:

1) Prinsip keberdamaan

Nilai kebersamaan menuntut setiap warga negara untuk menempatkan kepentingan bangsa dan negara di atas kepentingan pribadi dan golongan.


(37)

Setiap warga negara harus mampu mengesampingkan kepentingan pribadi atau golongan yang dapat menimbulkan perpecahan dan anarkis (merusak). Untuk menegakkan prinsip persatuan dan kesatuan setiap warga negara harus mampu mengedepankan sikap: kesetiakawanan sosial, peduli terhadap sesama, solidaritas, dan bekeadilan sosial.

3) Prinsip demokrasi/demokratis

Prinsip demokrasi/demokratis memandang bahwa setiap warga negara mempunyai kedudukan, hak, dan kewajiban yang sama. Karena hakikat semangat kebangsaan adalah adanya tekad untuk hidup bersama yang mengutamakan kepentingan bangsa dan negara yang tumbuh dan berkembang dari bawah untuk bersedia hidup sebagai bangsa yang bebas, merdeka, bekedaulat, adil, dan makmur.

2.2 Kerangka Pikir

Sistem kekerabatan Batak Toba ditarik berdasarkan garis keturunan/genealogi (berdasarkan marga yang diturunkan dari garis ayah) dan berdasarkan sosiologis (melalui perjanjian marga maupun perkawinan). Dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Batak memiliki falsafah hidup yang disebut “Dalihan Na Tolu” yang mengatur hubungan antar anggota kerabat. Sistem kekrabatan dan falsafah hidup ini lah yang menjadikan rasa persaudaraan diantara kelompok marga masyarakat Batak Toba sangat erat.


(38)

Sistem kekerabatan yang erat bila tidak diimbangi dengan sikap nasionalisme yang tinggi dapat menyebabkan kelompok kekerabatan tersebut menjadi ekslusif dan hanya mementingkan kelompoknya saja. Oleh karena itu sikap nasionalisme harus ditanamkan dalam sistem kekerabatan guna menjaga keutuhan dan persatuan bangsa.

Nasionalisme merupakan suatu keadaan kejiwaan yang memiliki semangat kebangsaan yang tinggi untuk menjaga keutuhan dan kesatuan bangsanya. Untuk menyederhanakan mengenai pembahasan pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung dibuat kerangka pikir sebagai berikut:

2.3 Hipotesis

Hipotesis adalah perkiraan jawaban sementara terhadap permasalahan. Menurut Franken dan Walen yang dikutip Yatim Ryanto (1993) menyatakan bahwa hipotesis adalah merupakan jawaban yang sifatnya sementara terhadap permasalahan yang diajukan dalam penelitian, hipotesis belum tentu benar”.

Sikap Nasionalisme (Y) Sistem Kekerabatan Batak

Toba (X)

1. Hasrat kesatuan 2. Hasrat kehormatan

bangsa

3. Hasrat senasib sepenanggungan 4. Hasrat bela negara 1. Kepentingan Adat

2. Tata Pergaulan adat 3. Sistem Kekeluargaan


(39)

Berdasarkan pendapat diatas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah; ada pengaruh antara sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung.


(40)

III. METODELOGI PENELITIAN

3.1 Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan metode deskriptif kualitatif karena penulis ingin menggambarkan keadaan yang terjadi pada masyarakat saat ini sesuai dengan fakta yang ada. Oleh karena itu peneliti ingin menggambarkan Pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung Tahun 2013.

3.2 Langkah-Langkah Penelitian

Langkah-langkah merupakan suatu bentuk upaya persiapan sebelum melakukan penelitian yang sifatnya sistematis meliputi perencanaan, prosedur dan teknis pelaksanaan lapangan. Hal ini dilakukan dengan tujuan agar penelitian ini dapat berjalan sesuai dengan rencana. Adapun langkah-langkah penelitian yang penulis lakukan secara garis besar dapat dideskripsikan sebagai berikut :

1. Persiapan Pengajuan Judul

Langkah awal penulis lakukan dalam penelitian ini adalah mengajukan judul kepada dosen pembimbing akademik yang terdiri dari dua alternatif judul. Setelah salah satu judul disetujui, langkah selanjutnya adalah


(41)

Pengetahuan Sosial Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Lampung. Pada tanggal 7 Januari 2013 judul tersebut disetujui dan sekaligus langsung ditetapkan dosen pembimbing utama dan pembimbing pembantu yang akan membimbing penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Penelitian Pendahuluan

Setelah judul penelitian disetujui oleh pembimbing akademik dan ketua program studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan dan peneliti mendapatkan surat izin penelitian pendahuluan dari Dekan FKIP pada 13 Februari 2013 No: 1198/UN.26/3/PL/2013, maka peneliti mulai melakukan penelitian pendahuluan di Di Punguan Si Raja Panggabean Bandar Lampung.

Maksud dari penelitian pendahuluan ini adalah untuk mengetahui lokasi dan keadaan tempat penelitian, memperoleh data serta mendapatkan gambaran secara umum tentang hal-hal yang akan diteliti dalam rangka menyusun proposal penelitian yang ditunjang dengan beberapa literatur dan arahan dari dosen pembimbing. Kemudian hasil penelitian pendahuluan ini diseminarkan pada tanggal 25 April 2013, seminar proposal tersebut diadakan dengan tujuan memperoleh masukan, saran, dan kritik dari berbagai pihak demi kesempurnaan dalam pembuatan dan penyelesaian skripsi ini.


(42)

Setelah seminar proposal dilaksanakan, kemudian penulis melakukan perbaikan sesuai dengan saran dari dosen pembahas pada saat seminar tersebut. Kemudian setelah proses perbaikan selesai penulis melakukan pengesahan komisi pembimbing yang disahkan oleh pembimbing I dan pembimbing II serta disahkan oleh ketua jurusan pendidikan IPS dan oleh dekan FKIP UNILA. Selanjutnya, berdasarkan surat izin penelitian yang dikeluarkan oleh dekan FKIP UNILA No: 2466/UN.26/3/PL/2013 yang ditujukan kepada Ketua Punguan Si Raja Panggabean Bandar Lampung maka penelitian ini mulai dilakukan.

4. Penyusunan Alat Pengumpulan Data

Sesuai dengan teknik pengumpulan data yang menggunakan alat pengumpulan data berupa angket yang ditujukan kepada 37 responden. Jumlah intem pertanyaan adalah 20 soal yang terdiri dari tiga alternatif jawaban. Langkah-langkah yang peneliti lakukan dalam penyusunan angket tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:

a. Membuat kisi-kisi angket tentang Pengaruh Sistem Kekerabatan Terhadap Sikap Nasionalisme Masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung.

b. Membuat item-item pertanyaan angket tentang Pengaruh Sistem Kekerabatan Terhadap Sikap Nasionalisme Masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung.


(43)

d. Setelah angket tersebut disetujui oleh pembimbing I dan pembimbing II maka angket siap diuji reliabilitasnya dengan cara disebarkan kepada sepuluh (10) masyarakat Batak Toba di Kota Metro di luar responden dan setelah itu angket diberikan kepada responden yang sebenarnya. 5. Pelaksanaan Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di perkumpulan marga Batak Toba yang ada di Bandar Lampung, berdasarkan surat izin penelitian dari Dekan Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universita Lampung atas nama Pembantu Dekan I Nomor. /H26/3/PL/2013.

3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi

Menurut Suharsimi Arikunto (2010:173) populasi adalah “keseluruhan subjek penelitian”. Sedangakn Sugiyono (2009:117) mengatakan bahwa “populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas : obyek/ subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik kesimpulanya”.

Berdasarkan pendapat beberapa ahli di atas maka dapat disimpulkan bahwa populasi adalah keseluruhan obyek/subyek yang akan diteliti dalam penelitian yang mempunyai karakteristik tertentu.


(44)

yang berjumlah 22 perkumpulan atau berjumlah 370 Kepala Keluarga. .

3.3.2 Sample

Menurut Suharsimi Arikunto (2010:174) sampel adalah “sebagian atau wakil populasi yang diteliti”. Sedangkan Sugiyono (2009:118) sampel adalah “bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut”.

Menurut Suharsimi Arikunto (2010: 62). Apabila subjek dalam suatu penelitian kurang dari 100 orang maka semua sampelnya digunakan, sehingga penelitian tersebut menggunakan penelitian populasi. Dan apabila subjeknya lebih dari 100 orang dapat diambil antara 10-15%, 20-25%, ataupun lebih.

Berdasarkan pendapat tersebut maka dalam penentuan sampel peneliti menggunakan tehnik arearandom sampling yaitu dengan mengambil 10% dari jumlah populasi. Dengan demikian sampel dalam penelitian ini adalah : 37 Kepala Keluarga Batak Toba di Bandar Lampung.

Sampel akan diambil secara random dengan menggunakan teknik proporsional random sampling.


(45)

Variabel penelitian didefinisikan sebagai objek penelitian ataupun yang menjadi titik perhatian suatu penelitian (Suharsimi Arikunto, 2006:97).

Dalam penelitian ini terdapat dua variabel yaitu pengaruh sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung (X) sebagai variabel bebas terhadap sikap nasionalisme sebagai variabel terikat (Y) yang dapat diukur dari :

a. Sistem kekerabatan Batak Toba melalui skor yang berskala 3 berpengaruh, kurang berpengaruh, tidak berpengaruh berdasarkan indikator :

1. Kepentingan adat 2. Tata pergaulan adat 3. Sistem kekeluargaan

b. Sikap nasionalisme, diukur melalui skor tingkat berskala 3 (setuju, ragu-ragu, tidak setuju) berdasarkan indikatornya:

1. Hasrat kesatuan

2. Hasrat kehormatan bangsa 3. Hasrat senasib sepenanggungan 4. Hasrat bela negara

3.5Definisi Variabel

a. Sistem kekerabatan masyarakat Batak Toba merupakan suatu ikatan kekeluargaan karena adanya hubungan darah, perkawinan, dan pemberian marga pada masyarakat Batak Toba untuk kepentingan adat, tata pergaulan dan sistem kekeluargaan.


(46)

secara total diabadikan langusng kepada negara bangsa atas nama sebuah bangsa.

3.6Metode Pengumpulan Data

1. Observasi Langsung

Observasi merupakan cara yang digunakan pada saat awal maupun dalam pelaksanaan penelitian dengan pengamatan langsung dilokasi penelitian dan langsung terhadap objek masalah yang diteliti sehingga mendapatkan data yang berkaitan dengan proses integrasi pada masyarakat setempat. 2. Angket / Kuessioner

Teknik pokok yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan angket / kuessioner. Teknik ini berisi daftar pertanyaan/ pernyataan secara tertulis berisi item-item yang berkaitan dengan pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyatakat Batak Toba di Bandar Lampung. Angket yang dipergunakan adalah angket tertutup.

3. Wawancara

Dalam proses wawancara peneliti menggunakan teknik wawancara tidak terstruktur, artinya pedoman pertanyaan memuat garis besar yang akan dinyatakan, sehingga hasil yang dicapai nantinya sangat tergantung dari pewawancara.


(47)

3.7Validitas dan Uji Reliabilitas

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat kevalidan atau kesahihahn suatu instrument. Suatu instrument yang valid atau sahih mempunyai validitas tinggi. Sebaliknya, instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah. Menurut Suharsimi Arikunto (2010:168) bahwa “sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa yang diinginkan. Sebuah instrument dikatakan valid apabila dapat mengungkap data dari variable yang diteliti secara tepat”.

Dari pendapat di atas validitas merupakan tingkat kekuatan dan kepercayaan instrument penelitian hasil yang dilakukan dengan indicator factor. Untuk uji validitas di lihat dari logical validity dengan cara judgment yaitu dengan mengkonsultasikan kepada beberapa ahli penelitian dan tenaga pengajar di lingkungan FKIP UNILA. Dalam penelitian ini penulis mengkonsultasikan kepada pembimbing skripsi yang di anggap penulis sebagai ahli penelitian dan menyatakan angket ini valid.


(48)

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu instrument cukup dapat di percaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul data karena instrument tersebut sudah baik.

Penelitian yang menggunakan uji coba angket, memerlukan suatu alat pengumpulan data, yaitu uji reliabilitas.

Menurut Suharsimi Arikunto, (2010:178) menyatakan bahwa untuk menumbuhkan kemantapan alat pengumpulan data maka akan digunakan uji coba angket, reliabilitas menunjukkan bahwa suatu instrumen tersebut sudah baik.

Adapun langkah-langkah yang dapat di tempuh adalah sebagai berikut: 1. Menyebar angket untuk di uji cobakan kepada 10 orang responden. 2. Untuk reliabilitas soal angket di gunakan teknik belah dua / ganjil

genap.

3. Selanjutnya mengkorelasikan kelompok ganjil dan genap dengan korelasi product moment yaitu:

 

 

                   

N Y Y N X X N Y X XY Rxy 2 2 2 2


(49)

Xy = Product dari gejala x dan y N = Banyaknya subyek

(Sutrisno Hadi, 1989 : 318)

Adapun hasil dari uji coba angket tersebut dapat dilihat dari tabel berikut :

Tabel 2. Distribusi Hasil Uji Coba Angket Dari 10 Orang Responden di Luar Populasi Untuk Item Ganjil (X)

Sumber : data analisis hasil sebar angket

Berdasarkan Tabel 2. Dapat diketahui X = 265 yang merupakan penjumlahan dari hasil skor uji coba angket kepada 10 orang Batak Toba di luar responden dengan indikator item ganjil. Hasil penjumlahan ini akan dipakai dalam tabel kerja hasil uji coba angket antara item ganjil (X) dengan item genap (Y) untuk mengetahui besar reabilitas dan kevalidan instrumen penelitian. Berdasarkan data

No .

Nomor Item Ganjil (X)

Skor

1 3 5 7 9 11 13 15 17 19

1 2 3 3 3 3 3 3 3 2 2 27

2 1 3 3 3 3 3 1 2 3 2 24

3 2 3 3 2 2 3 3 3 2 3 26

4 1 3 3 3 3 3 3 3 3 3 28

5 1 3 3 2 3 3 3 3 2 3 26

6 2 3 2 3 3 2 3 2 3 3 26

7 3 2 3 3 3 2 3 2 3 3 27

8 3 3 3 3 3 3 3 3 3 1 28

9 3 3 2 3 3 3 1 3 3 3 27

10 2 2 3 3 3 2 3 3 3 2 26


(50)

Selanjutnya hasil uji coba angket untuk lingkup item genap dapat diketahui berdasarkan tabel berikut :

Tabel 3. Distribusi Hasil Dari Uji Coba Angket Dari 10 Orang Responden di Luar Populasi Untuk Item Genap (Y)

No Nomor Item Genap (Y) Skor

2 4 6 8 10 12 14 16 18 20

1 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 28

2 3 3 3 3 3 2 2 3 3 2 27

3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 2 28

4 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 29

5 2 3 3 3 3 3 3 3 2 3 28

6 3 3 2 2 3 3 3 3 3 3 28

7 3 2 3 3 3 3 2 3 3 3 28

8 3 3 3 2 3 3 3 3 3 3 29

9 3 3 3 3 3 1 3 3 3 3 28

10 3 3 3 3 3 3 3 3 1 2 27

280 Sumber : data analisis hasil sebar angket

Berdasarkan tabel 3. Dapat diketahui Y = 280 yang merupakan penjumlahan hasil skor uji coba angket kepada 10 orang peserta didik di luar responden dengan indikator item genap. Selanjutnya untuk mempermudah pengolahan data hasil uji coba angket maka hasil perhitungan pada tabel 2 dan tabel 3 dimasukkan dalam tabel kerja berikut ini:


(51)

X Y XY X2 Y2

27 28 756 729 784

24 27 648 576 729

26 28 728 676 784

28 29 812 784 841

26 28 728 676 784

26 28 728 676 784

27 28 756 729 784

28 29 812 784 841

27 28 756 729 784

26 27 702 676 729

265 280 7426 7035 7844

Berdasarkan data yang diperoleh dari tabel 4 yang merupakan penggabungan hasil skor uji coba angket kepada 10 orang Batak Toba di luar responden dengan indikator kelompok item ganjil (X) dengan kelompok item genap (Y). Hasil keseluruhan dari tabel kerja uji coba angket antara kelompok item ganjil (X) dengan kelompok item genap (Y), maka untuk mengetahui reabilitas angket tersebut, data yang diperoleh dikorelasikan dengan rumus Product Moment sebagai berikut :

Diketahui berdasarkan data di atas, bahwa :

 

 

                     N Y Y N X X N Y X XY rXY 2 2 2 2 ) )( (


(52)

X = 7035 Y =7844 N = 10

 

 

N

Y

Y

N

X

X

N

Y

X

XY

r

xy 2 2 2 2

)

)(

(

 

 

                10 280 844 . 7 10 265 035 . 7 10 ) 280 )( 265 ( 425 . 7 2 2

7.035 7.022,5



7.844 7.840

420 . 7 425 . 7    

  

12,5 4 5  50 5  07 , 7 5  = 0,707

Untuk mengetahui koefisien seluruh item angket digunakan rumus Sperman Brown, yaitu :

xy

R =

 

rgg rgg

1 2


(53)

707 , 1

414 , 1

 828 , 0

Berdasarkan hasil perhitungan koefisien item angket yaitu dengan hasil 0,828 dengan kriteria reabilitas sedang, sesuai dengan kriteria reabilitas yang dikemukakan oleh Manase Mallo. Oleh karena itu angket tersebut dapat dipergunakan sebagai alat untuk mengumpulkan data dalam penelitian selanjutnya.

3.8Teknis Analisis Data

Untuk mengolah dan menganalisis data akan digunakan teknik analisis data dengan menggunakan rumus interverval adalah sebagai berikut:

K NR NT

I  

Keterangan : I = Interval

NT = Nilai Tertinggi NR = Nilai Terendah K = Kategori


(54)

% 100

 

N F P

Keterangan:

P = Besarnya presentase

F = Jumlah skor yang di peroleh item

N = Jumlah perkalian seluruh item dengan responden (Muhammad Ali, 1984:184)

Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa untuk menafsirkan banyaknya presentase yang di peroleh di gunakan kriteria sebagai berikut :

76% - 100% = Baik 56% - 75% = Cukup 40% - 55% = Kurang Baik 0% - 39% = Tidak Baik

(Suharsimi Arikunto, 1986 : 196)

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut :

n

X x

C

2 2


(55)

2

X : Chi Kuadrat n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

m m Cmaks  1

Keterangan :

maks

C : Koefisien kontigen maksimum

m : Harga maksimum antara baris dan kolom 1 : Bilangan konstan

(Sutrisno Hadi, 1989 : 317)

Makin dekat harga c pada c maksimum maka makin besar derajat asosiasi antara variabel.


(56)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang telah penulis uraikan mengenai pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung, ini berarti semakin eratnya sistem kekerabatannya semakin tinggi sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba, semakin kurangnya sistem kekerabatan maka semakin rendah pula sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba. Karena didalam sistem kekerabatan Batak Toba juga terdapat unsur-unsur yang terkandung dalam sikap nasionalisme, seperti hasrat kesatuan dan hasrat senasib sepenanggungan. Hal ini lah yang menyebabkan adanya pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme pada masyarakat Batak Toba.


(57)

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai pengaruh sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung, maka penelitian ini mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Kepada paguyuban Kerukunan Masyarakat Batak (Kerabat) diharapkan dapat meningkatkan hubungan kekeluargaan antara sesama masyarakat Batak Toba khususnya dan warga masyarakat dari semua suku bangsa Indonesia untuk bersama-sama membina dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dengan menghargai latar belakang suku, ras dan agama yang dianut tanpa melanggar hukum yang berlaku.

2. Kepada dewan pemuka adat diharapkan untuk lebih banyak memberikan pengarahan kepada masyarakat Batak Toba sikap kecintaan terhadap Tanah Air dengan memasukkan unsur-unsur nasionalisme dalam berbagai kegiatan adat yang dilaksnakan.

3. Kepada masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung diharapkan lebih mengedepankan kepentingan bangsa diatas kepentingan kelompok dan golongan, serta menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.


(58)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Azra, Azyumardi. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Pernada Media: Jakarta Timur

Azwar, Saifuddin. 2012. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Belajar: Yogyakarta.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga 1945. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

Djaali.2006. Psikologi Pendidikan. PT. Bumi Aksara: Jakarta

Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Alfabeta: Bandung.

Gerungan, W.A. 2009. Psikologi Sosial. Refika Aditama: Bandung. Koentjaraningrat. 1992. Pengantar Antropologi II. Rineka Cipta: Jakarta. Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan:

Jakarta

Mudyahardjo, Redja. 2010. Pengantar Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Nawawi, Hadari. 1993. Metode penelitian bidang sosial. Gajah Mada Press: Yogyakarta

Sianipar, S.H.W.. 2002. Tuho Parngoluan Ruhut Ni Adat Poda Ni Uhum Pangalahoan Ni Padan Dalihan Natolu (buku kedua). Medan.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung.


(59)

Suriyanto. 2006. Nasionalisme dalam Iklan dalam Negeri (Skripsi). Universitas Lampung: Lampung.

Tilaar, H.A.R. 2004. Mulrikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam Transformasi Pendidikan Nasional. PT. Grafindo: Jakarta. T. O., Ihronn. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Yayasan Obor Indonesia:

Jakarta.

Walgito, Bimo. 1991. Psikologi Sosial. Andi Offeset: Yogyakarta.

http://books.google.co.id/books?id=h655ESOLbdwC&pg=PR3&hl=id&source-gbs_selected_pages&cad=3#v=one page&q&f=false [diakses 10 Maret 2013] http://books.google.co.id/books?

Id=SR8VtiyHvssC&pg=PA1&lpg=PA1&dq=sistem+kekerabatan+batak+toba&so urce=bl&ots=s1S1B5RX2v&sig=GNsAPTEOuOJ1jh4zE4ApDwqaO04&hl=id&s a=X&ei=ExyiUNO6BM_irAfX9IH4Bg&ved=0CCgQ6Ag#v=onepage&q=sistem %20kekerabatan%20batak%20toba&f=false [diakses 10 Maret 2013]

http://ermayu69.blogspot.com/2012/06/makalah-antropologi-sistem-kekerabatan.html [diakses 10 Maret 2013]

http://takdiralisyahbanaber.blogspot.com/2012/05/sistem-kekerabatan.html [diakses 10 Maret 2013]


(1)

Muhammad Ali sebagai berikut:

% 100  

N F P

Keterangan:

P = Besarnya presentase

F = Jumlah skor yang di peroleh item

N = Jumlah perkalian seluruh item dengan responden

(Muhammad Ali, 1984:184)

Suharsimi Arikunto mengatakan bahwa untuk menafsirkan banyaknya presentase yang di peroleh di gunakan kriteria sebagai berikut :

76% - 100% = Baik

56% - 75% = Cukup

40% - 55% = Kurang Baik

0% - 39% = Tidak Baik

(Suharsimi Arikunto, 1986 : 196)

Untuk menguji keeratan maka digunakan rumus kontigensi sebagai berikut :

n X

x C

2 2


(2)

Keterangan :

C : Koefisien Kontigensi 2

X : Chi Kuadrat n : Jumlah Sampel

Agar C diperoleh dapat dipakai untuk derajat asosiasi antara faktor-faktor diatas maka harga C dibandingkan koefisien maksimum yang biasa terjadi maka harga maksimum ini dapat dihitung dengan rumus:

m m Cmaks  1

Keterangan :

maks

C : Koefisien kontigen maksimum

m : Harga maksimum antara baris dan kolom 1 : Bilangan konstan

(Sutrisno Hadi, 1989 : 317)

Makin dekat harga c pada c maksimum maka makin besar derajat asosiasi antara variabel.


(3)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil analisis data dan pembahasan hasil penelitian yang telah penulis uraikan mengenai pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa ada pengaruh yang positif dan signifikan antara sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung, ini berarti semakin eratnya sistem kekerabatannya semakin tinggi sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba, semakin kurangnya sistem kekerabatan maka semakin rendah pula sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba. Karena didalam sistem kekerabatan Batak Toba juga terdapat unsur-unsur yang terkandung dalam sikap nasionalisme, seperti hasrat kesatuan dan hasrat senasib sepenanggungan. Hal ini lah yang menyebabkan adanya pengaruh sistem kekerabatan terhadap sikap nasionalisme pada masyarakat Batak Toba.


(4)

5.2 Saran

Berdasarkan hasil penelitian dan analisis data mengenai pengaruh sikap nasionalisme masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung, maka penelitian ini mengemukakan beberapa saran sebagai berikut :

1. Kepada paguyuban Kerukunan Masyarakat Batak (Kerabat) diharapkan dapat meningkatkan hubungan kekeluargaan antara sesama masyarakat Batak Toba khususnya dan warga masyarakat dari semua suku bangsa Indonesia untuk bersama-sama membina dan memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dengan menghargai latar belakang suku, ras dan agama yang dianut tanpa melanggar hukum yang berlaku.

2. Kepada dewan pemuka adat diharapkan untuk lebih banyak memberikan pengarahan kepada masyarakat Batak Toba sikap kecintaan terhadap Tanah Air dengan memasukkan unsur-unsur nasionalisme dalam berbagai kegiatan adat yang dilaksnakan.

3. Kepada masyarakat Batak Toba di Bandar Lampung diharapkan lebih mengedepankan kepentingan bangsa diatas kepentingan kelompok dan golongan, serta menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa Indonesia.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur penelitian suatu pendekatan praktik. PT. Rineka Cipta: Jakarta.

Azra, Azyumardi. 2011. Pendidikan Kewarganegaraan (Civic Education): Demokrasi, Hak Asasi Manusia dan Masyarakat Madani. Pernada Media: Jakarta Timur

Azwar, Saifuddin. 2012. Sikap Manusia: Teori dan Pengukurannya. Pustaka Belajar: Yogyakarta.

Simanjuntak, Bungaran Antonius. 2006. Struktur Sosial dan Sistem Politik Batak Toba hingga 1945. Yayasan Obor Indonesia: Jakarta.

Djaali.2006. Psikologi Pendidikan. PT. Bumi Aksara: Jakarta

Elmubarok, Zaim. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Alfabeta: Bandung.

Gerungan, W.A. 2009. Psikologi Sosial. Refika Aditama: Bandung. Koentjaraningrat. 1992. Pengantar Antropologi II. Rineka Cipta: Jakarta. Koentjaraningrat. 2004. Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Djambatan:

Jakarta

Mudyahardjo, Redja. 2010. Pengantar Pendidikan. PT. Raja Grafindo Persada: Jakarta

Nawawi, Hadari. 1993. Metode penelitian bidang sosial. Gajah Mada Press: Yogyakarta

Sianipar, S.H.W.. 2002. Tuho Parngoluan Ruhut Ni Adat Poda Ni Uhum Pangalahoan Ni Padan Dalihan Natolu (buku kedua). Medan.

Sugiyono. 2009. Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, kualitatif dan R&D. Alfabeta: Bandung.


(6)

Suhady, Idup & Sinaga, M.. 2003. Wawasan Kebangsaan dalam Kerangka Negara Kesatuan Republik Indonesia. Lembaga Administrasi Negara: Jakarta.

Suriyanto. 2006. Nasionalisme dalam Iklan dalam Negeri (Skripsi). Universitas Lampung: Lampung.

Tilaar, H.A.R. 2004. Mulrikulturalisme: Tantangan-Tantangan Global Masa Depan Dalam Transformasi Pendidikan Nasional. PT. Grafindo: Jakarta. T. O., Ihronn. 2006. Pokok-Pokok Antropologi Budaya. Yayasan Obor Indonesia:

Jakarta.

Walgito, Bimo. 1991. Psikologi Sosial. Andi Offeset: Yogyakarta.

http://books.google.co.id/books?id=h655ESOLbdwC&pg=PR3&hl=id&source-gbs_selected_pages&cad=3#v=one page&q&f=false [diakses 10 Maret 2013] http://books.google.co.id/books?

Id=SR8VtiyHvssC&pg=PA1&lpg=PA1&dq=sistem+kekerabatan+batak+toba&so urce=bl&ots=s1S1B5RX2v&sig=GNsAPTEOuOJ1jh4zE4ApDwqaO04&hl=id&s a=X&ei=ExyiUNO6BM_irAfX9IH4Bg&ved=0CCgQ6Ag#v=onepage&q=sistem %20kekerabatan%20batak%20toba&f=false [diakses 10 Maret 2013]

http://ermayu69.blogspot.com/2012/06/makalah-antropologi-sistem-kekerabatan.html [diakses 10 Maret 2013]

http://takdiralisyahbanaber.blogspot.com/2012/05/sistem-kekerabatan.html [diakses 10 Maret 2013]