Predikasi Sintaksis Bahasa Angkola

(1)

PREDIKASI SINTAKSIS BAHASA ANGKOLA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara Dengan Wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H. M.Sc. (CTM), Sp.A. (K)

Dipertahankan pada tanggal 24 Desember 2011 di Medan Sumatera Utara

TIORNALIS SIREGAR

068107009/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(2)

PREDIKASI SINTAKSIS BAHASA ANGKOLA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Dengan Wibawa Rektor Universitas Sumatera Utara Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H. M.Sc. (CTM), Sp.A. (K)

Dipertahankan pada tanggal 24 Desember 2011 di Medan Sumatera Utara

TIORNALIS SIREGAR

068107009/LNG

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2011


(3)

PREDIKASI SINTAKSIS BAHASA ANGKOLA

DISERTASI

Untuk Memperoleh Gelar Doktor dalam Ilmu Linguistik Pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Telah dipertahankan di hadapan panitia ujian terbuka Pada Hari : Sabtu

Tanggal : 24 Desember 2011 Pukul : 09.00 Wib

Oleh

Tiornalis Siregar

NIM 068107009


(4)

Judul Disertasi

:

PREDIKASI SINTAKSIS BAHASA ANGKOLA Nama : Tiornalis Siregar

Nomor Induk Mahasiswa : 068107009 Program Studi : Linguistik

Menyetujui : Komisi Pembimbing

Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D Promotor

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D.

Co-Promotor Co-Promotor

Mengetahui :

Ketua Program Studi, Direktur,


(5)

HASIL PENELITIAN DISERTASI INI TELAH DISETUJUI UNTUK

SIDANG TERBUKA TANGGAL 24 DESEMBER 2011

Oleh Promotor

Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D

Ko- Promotor

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. Prof. T. Silvana Sinar, M.A, Ph.D.

Mengetahui

Ketua Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara


(6)

Telah diuji Pada Ujian Tertutup Tanggal : 19 November 2011 PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. Univ. Atmajaya Jakarta

Anggota : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. USU MEDAN

Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. USU MEDAN

Prof. Amrin Saragih, M.A, Ph.D. UNIMED

Prof. Dr. Busmin Gurning, M. Pd. UNIMED

Yassir Nasanius Tjung, M.A,Ph.D. Univ. Atmajaya Jakarta

Dr. Eddy Setia, M. Ed, TESP USU MEDAN

Dengan Surat Keputusan

Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 1994/UN 5.1.R/SK/SSA/2011 Tanggal : 7 Juli 2011


(7)

Diuji Pada Ujian Akhir Disertasi (Promosi Doktor) Tanggal : 24 Desember 2011

PANITIA PENGUJI DISERTASI

Ketua : Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D. Univ. Atmajaya Jakarta

Anggota : Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S. USU MEDAN

Prof. T. Silvana Sinar, M.A., Ph.D. USU MEDAN

Prof. Amrin Saragih, M.A, Ph.D. UNIMED

Prof. Dr. Busmin Gurning, M. Pd. UNIMED

Yassir Nasanius Tjung, M.A,Ph.D. Univ.Atmajaya Jakarta

Dr. Eddy Setia, M. Ed, TESP USU MEDAN

Dengan Surat Keputusan

Rektor Universitas Sumatera Utara Nomor : 2984/UN 5.1.R/SK/SSA/2011 Tanggal : 3 Desember 2011


(8)

TIM PROMOTOR

Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D.

Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.


(9)

TIM PENGUJI LUAR KOMISI

Prof. Amrin Saragih, M.A, Ph.D.

Prof. Dr. Busmin Gurning, M. Pd.

Yassir Nasanius Tjung, M.A, Ph.D.


(10)

BUKTI PENGESAHAN PERBAIKAN DISERTASI

Judul Disertasi

:

PREDIKASI SINTAKSIS BAHASA ANGKOLA Nama : Tiornalis Siregar

Nomor Induk Mahasiswa : 068107009 Program Studi : Linguistik

No Nama Tanda Tangan Tanggal 1. Prof. BahrenUmar Siregar, Ph.D.

2. Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S.

3. Prof.T.Silvana Sinar, M.A, Ph.D.

4. Prof. Amrin Saragih, M.A, Ph.D.

5. Prof. Dr. Busmin Gurning, M. Pd.

6. Yassir Nasanius Tjung, M.A, Ph.D.


(11)

PERNYATAAN

Judul Disertasi

PREDIKASI SINTAKSIS BAHASA ANGKOLA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Disertasi ini disusun sebagai syarat untuk memperoleh gelar Doktor dari Program Studi Linguistik Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri.

Adapun pengutipan yang saya lakukan pada bagian-bagian tertentu dari hasil karya orang lain dalam penulisan Disertasi ini, telah saya cantumkan sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila dikemudian hari ternyata ditemukan seluruh atau sebagian Disertasi ini bukan hasil karya saya sendiri atau adanya plagiat dalam bagian-bagian tertentu, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.

Medan, 24 Desember 2011


(12)

Karya ini KupersembahKan untuK

:

ayah

Dan

bunDa tercinta

H. Ahmad Samari Siregar (Alm) Hj. Darwiyah Harahap (Almh)

mertua tercinta

M. Samin Rajman Angkat (Alm) Hj. Rabumah Saing (Almh)

suami yang Kusayangi

Drs.H.Abdul Aziz Angkat, MSp (Alm)

anaK

-

anaK Dan menantuKu tercinta

Anugraha Maulidin Angkat, BSc dan Bindu Waqiah Suti, BIT Agung Arief Wibowo Angkat, SE dan Kariza Ersa Siregar

Akbar Husaini Angkat Sultan Mashur Angkat

cucuKu yang Kusayangi


(13)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Predikasi Sintaksis Bahasa Angkola. Wilayah Penelitian meliputi Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Tapanuli Selatan, dan Kabupaten Mandailing Natal. Teori yang digunakan ialah teori Tata Bahasa Fungsional yang dikembangkan oleh Simon Cornelis Dik (1940-1995). Masalah penelitian ini ialah unsur predikat dalam bahasa Angkola, kerangka predikat, daya ikat predikat terhadap unsur-unsur lainnya dalam predikasi bahasa Angkola, predikasi dan hubungan predikasi dengan Perikeadaan.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menganalisis unsur predikat dalam bahasa Angkola, menentukan dan menganalisis kerangka predikat bahasa Angkola, menentukan daya ikat predikat terhadap unsur-unsur predikasi lainnya dalam bahasa Angkola, menganalisis predikasi bahasa Angkola, menganalisis hubungan predikasi dan prikeadaan.

Data untuk penelitian ini diambil dari beberapa sumber, yang terbagi dalam dua jenis yaitu, data lisan dan tulisan. Data lisan dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu jenis data lisan yang bersifat non-fiksi dan data lisan fiksi. Untuk data tulisan juga terbagi dua bagian, yaitu data tulisan non-fiksi dan data tulisan fiksi. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data intuitif penutur jati sebagai data sekunder. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan memproses data ialah metode deskriptif kualitatif, yaitu memanfaatkan data yang sudah ada sehingga interpretasi terhadap data yang dikumpulkan menjadi fokus utama kajian. Setelah data diperoleh, data kemudian ditranskripsi ke dalam klausa-klausa sebagai korpus penelitian.

Hasil analisis data menunjukkan jenis predikat verbal, predikat nominal, predikat adjektival, dan predikat adposisional. Kerangka predikat dalam bahasa Angkola bisa diperoleh melalui kaidah pembentukan predikat. Daya ikat dalam bahasa Angkola bervalensi satu, dua, dan tiga, juga terdapat perluasan valensi dan pengurangan valensi. Predikasi dalam bahasa Angkola meliputi predikasi inti, predikasi pokok dan predikasi perluasan. Prikeadaan adalah konsepsi tentang sesuatu yang terjadi di dunia. Perikeadaan tidak saja ditentukan oleh apa yang diungkapkan tetapi juga oleh bagaimana apa yang diungkapkan itu dibentuk ke dalam kerangka predikat.


(14)

ABSTRACT

This dissertation is about the predication in Angkola Language. The study area includes the City of Padangsidimpuan, North Padang Lawas District, Padang Lawas District, South Tapanuli District, and Mandailing Natal District. The study is based on the theory of Functional Grammar developed by Simon Cornelis Dik (1940-1995). It focuses on the elements of the predicate, the predicate frame, the valency in the predication, the predication, and the relationship between the predication and the states of affairs.

This study aims to discover and analyze the elements of the predicate, the predicate frame, the valency in the predication, the predication, and the relationship between the predication and the states of affairs.

The data for this study are obtained from several sources which comprise of two types of data, i.e. spoken and written. The spoken data were two types, i.e. fiction and non-fiction. The written data were also from the same types. In addition, intuitive data from the native speaker were also used as secondary data. The descriptive qualitative method was used to collect and process the data, that is to utilize the collected data and to focus on the interpretation of the data. The data were transcribed into clauses before using them as the research corpus.

The result shows that the Angkola language has verbal, nominal, adjectival, and adpositional predicates. The predicate frame can be obtained from the predicate formation rules. The valency in the predication can be one, two, and three place predication. It may also undergo either valency addition or reduction. The predication includes the nucleus, core, and expanded predication. As the state of affairs is the conception of something which can be the case in some world, it is not only designated by what is expressed but also by the way the expression is formed into the predicate frame.


(15)

KATA PENGANTAR

Syukur Alhamdulillah saya panjatkan ke hadirat Allah Subhanahu wata ‘ala atas berkat rahmat dan karunian-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan walaupun dengan segala keterbatasan dan kekurangan yang saya miliki. Saya menyadari keberhasilan ini terlaksana berkat sejumlah nama yang begitu berjasa membimbing dan mengarahkan saya.

Untuk itu, pada kesempatan ini saya sampaikan penghargaan dan ucapan Terima kasih yang setinggi-tingginya kepada Rektor Universitas Sumatera Utara, yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H, M.Sc. (CTM), Sp.A. (K), dan para pembantu Rektor Universitas Sumatera Utara.

Direktur Sekolah Pascasarjana Unversitas Sumatera Utara, yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE , Prof, Dr.Ir. T. Chairunnisa, B, M.Sc, selaku mantan Direktur Sekolah Pascasarjana yang telah memberikan kesempatan kepada saya mengikuti program Sandwich di Malaysia selama lebih kurang empat bulan; Ketua Program Studi Doktor Linguistik Universitas Sumatera Utara, yang terhormat dan amat terpelajar Prof. T. Silvana Sinar, M.A .Ph.D. yang sekaligus sebagai promotor 3 saya , yang senantiasa mengingatkan saya untuk segera menyelesaikan program S-3. sekaligus layanan administrasi akademik yang sangat memuaskan diberikan kepada saya mulai dari awal perkuliahan hingga akhir perkuliahan di Sekolah Pascarjana Universitas Sumatera Utara.

Ucapan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya saya haturkan kepada promotor saya, yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Bahren Umar Siregar, Ph.D, yang dengan sabar telah membimbing, memberikan semangat, dorongan, serta kepedulian, dan empati


(16)

beliau sangat besar yang diberikan kepada saya selama ini. Di Sela-sela kesibukan beliau, selaku guru besar di Universitas Sumatera Utara. Beliau masih meluangkan waktu untuk memberikan bimbingan, arahan, dan masukan atas penyempurnaan disertasi ini.

Penghargaan serupa saya haturkan kepada promotor 2 saya, yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Dr. Robert Sibarani, M.S , yang secara khusus dengan senang hati, sabar , dan penuh perhatian telah memberikan bimbingan yang sangat bermanfaat untuk penulisan disertasi ini.

Pada kesermpatan ini tidak lupa saya menghaturkan terima kasih yang tidak terhingga kepada, yang terhormat dan amat terpelajar Prof. Amrin SaragihM.A, Ph.D, Prof. Dr. Busmin Gurning, M.Pd , Yassir Nasanius Tjung, M.A, Ph.D, dan Dr. Eddy Setia, M.Ed. TESP yang masing-masing sebagai penguji pada ujian seminar hasil dan ujian tertutup yang telah memberikan bimbingan , arahan, dan saran sehingga saya pada hari ini bisa berdiri di sini di hadapan para yang amat terpelajar dan para hadirin sekalian.

Ucapan terima kasih juga tidak lupa saya sampaikan kepada Rektor Universitas Islam Sumatera Utara , yang terhormat Dr. Ir. Mhd. Asaad, M.Si, yang telah memberikan kesempatan dan mengizinkan untuk mengikuti program Doktor di Universitas Sumatera utara, kepada Dekan FKIP universitas Islam Sumatera Utara Drs.Abdul Rahim,MM dan para pembantu Dekan yang telah memberikan peluang kepada saya untuk menyelesaikan program Doktor, motivasi yang diberikan beliau untuk meningkatkan semangat saya menyelesaikan pendidikan ini secepatnya. Terima kasih juga saya ucapkan kepadaYayasan Universitas Islam Sumatera Utara yang telah memberikan kesempatan kepada saya untuk mendedikasikan keilmuan saya di FKIP Universitas Islam Sumatera Utara.


(17)

Terima Kasih yang tulus saya sampaikan kepada kedua orang tua saya, Alm. Ahmad Samari Siregar dan Almh. Hj. Darwiyah Harahap walaupun tidak dapat melihat langsung atas keberhasilan anaknya menyelesaikan pendidikan ini, namun dapat saya rasakan dorongan dan motivasi dari keduanya hadir setiap saat. Begitu juga kepada kedua mertua saya, Alm. Mhd. Samin Rajman Angkat dan Alm. Rabumah Saing.

Musibah yang saya terima merupakan tantangan terberat yang penulis rasakan dalam penyusunan disertasi ini. Betapa berat rasanya kehilangan suami tercinta Drs.H.Abdul Aziz Angkat, MSp, yang semasa hidupnya dengan penuh kasih sayang selalu memberi motivasi dan semangat kepada saya dalam menyelesaikan jenjang pendidikan tertinggi ini. Semoga arwahnya diterima disisi Allah Swt dan diampunkan Allah segala dosanya. Kami, keluarga yang ditinggalkan diberi kekuatan dan ketabahan dalam menghadapi segala permasalahan hidup ini ke depan . Amin.

Kepada anak-anakku tersayang, Anugraha Maulidin Angkat, BSc , Agung Arief Wibowo Angkat, SE, Akbar Husaini Angkat, dan Sultan Mashur Angkat yang senantiasa memberikan semangat kepada Ibunya dalam menyelesaikan pendidikan ini. Semoga kelak mereka dapat mengikuti langkah-langkah kami orang tuanya.

Melalui kesempatan ini juga saya menyampaikan ucapan terima kasih kepada sahabat saya Dr. Julia Maulina, M.Si , yang setiap saat mendorong saya untuk segera menyelesaikan pendidikan ini. Dra. Susi Deliani, M.Hum , Dra Faridah, M.Hum, Kasriati, SE, dan Dra.Susi Napitupulu, yang dengan setia mendengarkan curahan hati saya, memberi solusi dan semangat dikala saya mendapat persoalan dan masalah. Teman-teman saya di Program Doktor Linguistik Angkatan 2006 yang telah bersedia memberikan penilaian, koreksian, dan sejumlah saran demi perbaikan disertasi ini. Juga seluruh pihak terkait yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu di


(18)

sini. Kepada para nara sumber dan informan yang bertindak sebagai responden yang telah bersedia direkam suaranya untuk dijadikan data penelitian ini saya ucapkan banyak terima kasih. Akhirnya kepada pihak-pihak yang telah disebutkan di atas, baik yang disebutkan nama secara langsung maupun yang tidak disebutkan yang telah banyak membantu saya baik moril, materil, maupun doa semoga Allah SWT memberikan limpahan kasih dan kemuliaan-Nya kepada mereka semua. Amin

Medan, 24 Desember 2011


(19)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... vii

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN ... xv

BAB I PENDAHULUAN………... 1

1.1Latar Belakang……… …………... 1

1.2Rumusan Masalah………... 13

1.3Tujuan Penelitian………. 14

1.4Manfaaat Penelitian………. 15

1.5Organisasi Disertasi………. 16

BAB II GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN………. 18

2.1Pengantar………. 18


(20)

2.3Kedudukan Bahasa Angkola………... 23

2.4Daerah Objek Penelitian……….. 23

2.5Kabupaten Tapanuli Selatan……… 24

2.6Kabupaten Padang Lawas Utara………. 29

2.7Kabupaten Padang Lawas………... 33

2.8Kabupaten Mandailing Natal……….. 37

2.9Kota Padang Sidimpuan……….. 43

BAB III KERANGKA TEORI DAN KAJIAN PUSTAKA……….. 47

3.1 Pendekatan – Pendekatan Bahasa……….. 47

3.1.1 Pendekatan Generatif Transformasional………. 51

3.1.2 Pendekatan Fungsional……… 54

3.2.Predikasi………... 60

3.2.1 Terma……… 64

3.2.2 Operator…….………... 66

3.2.3 Argumen dan satelit………... 67

3.2.4 Predikat……….69

3.2.5 Daya ikat Predikat……….73

3.2.6 Kerangka Predikat……….75

3.3 Perikeadaan ... 79

3.4 Tata Bahasa Wacana Fungsional……… 81


(21)

BAB IV

METODE PENELITIAN………. 85

4.1 Metode……….... 85

4.2 Lokasi penelitian………..86

4.3 Sumber Data……… 87

4.4 Teknik Pengumpulan Data……….. 90

4.5 Teknik Analisis Data……… 91

4.5.1 Struktur Klausa………. 94

4.5.2 Predikat dan Kerangka Predikat……… 95

4.5.3 Terma dan Pembentukan Terma……….... 99

4.5.4 Predikasi……….... 99

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN……… 101

5.1Pendahuluan……… 101

5.2Hasil atau Temuan Penelitian ... 102

5.2.1.Hasil atau Temuan: Unsur predikat dalam bahasa Angkola ... 102

5.2.1.1Unsur Predikat Verbal ... 102

5.2.1.2Unsur Predikat Nominal ... 105

5.2.1.3Unsur Predikat Adjektival ... 107

5.2.1.4Unsur Predikat Adposisional ... 109


(22)

5.2.3.Daya Ikat Predikat ... 111 5.2.4.Predikasi dan Perikeadaan dalam Bahasa Angkola ...111 5.2.4.1.Hasil Penelitian tentang Predikasi ... 112 5.2.4.2.Hasil Penelitian tentang Perikeadaan ...113 5.3Pembahasan ….. …...………... ..114 5.4Predikasi Inti dalam Bahasa Angkola ………..………..…………... 114 5.5Predikat dalam Bahasa Angkola ……… . 118

5.5.1 Predikat Verbal ……… 121 5.5.1.1. Predikat Verbal Dasar………125 5.5.1.2. Predikat Verbal Turunan ..………... 131 5.5.2 Predikat Nominal………. 136

5.5.2.1. Predikat Nominal Dasar……….. 138 5.5.2.2. Predikat Nominal Turunan……….. 141 5.5.3 Predikat Adjektival……….. 144

5.5.3.1. Predikat Adjektival Dasar……….. 145 5.5.3.2. Predikat Adjektival Turunan……….. 148 5.5.4 Predikat Adposisional………. 150 5.5.4.1. Predikat Adposisional Dasar……….. 151 5.5.4.2. Predikat Adposisional Turunan……….. 153 5.6Terma dalam Bahasa Angkola……… 145 5.6.1. Entitas dalam Terma...………. 146 5.6.2. Operator………. 159 5.6.3. Restriktor………... 163


(23)

5.6.4. Struktur Terma……….. 165 5.7Satelit dalam Bahasa Angkola……… 168 5.8Kerangka Predikat Bahasa Angkola………... 170 5.9Daya Ikat Predikat (Valensi) Bahasa Angkola………... 177 5.9.1 Perluasan Valensi………. 181 5.9.2 Pengurangan Valensi………...……… 183 5.10 Predikasi Pokok Bahasa Angkola………...…………... 186 5.11 Predikasi Perluasan Bahasa Angkola………. 190 5.12 Perikeadaan dalam Predikasi Bahasa Angkola... 193 5.12.1 Tipologi Semantik Perikeadaan…..……… 195 5.12.2 Fungsi Semantik Inti dalam Bahasa Angkola………... 203 5.13 Predikasi dalam Teks Lisan dan Tulisan……… 208

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN……… 211 6.1Kesimpulan………. 211 6.2Implikasi Penelitian………. 215 6.3Saran……….. 217

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(24)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 2.1. Luas Wilayah, Jlh Keseluruhan/ Desa dan Penduduk Menurut Kecamatan

Kabupaten Tapanuli Selatan……… 25 Tabel 2.2. Data Luas Kecamatan dan Jumlah Penduduk Kabupaten Padang Lawas Utara. 30 Tabel 2.3. Data Luas Kecamatan dan Jumlah Penduduk Kabupaten Padang Lawas…….. 34 Tabel 2.4. Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan/ Desa dan Jumlah Penduduk Kabupaten

Mandailing Natal……… 38 Tabel 2.5.Jumlah Wilayah, Jumlah Desa dan Jumlah Penduduk Kota Padang Sidimpuan. 44 Tabel 3.1. Paradigma Formal dan Paradigma Fungsional……… 48 Tabel 3.2. Jenis-jenis predikasi inti………. 62 Tabel 3.3 Perbedaan Dalam Sistem Operator………. 66 Tabel 3.4 Lapisan dan Operator……….. 67 Tabel 3.5. Jenis-Jenis Sirkumstan……… 68 Tabel 4.1. Deskripsi fungsi dalam TBF……….. 97 Tabel 4.2. Perikeadaan………. 100 Tabel 5.1. Jenis Entitas yang dirujuk oleh terma………... 157 Tabel 5.2. Lapisan dan Operator……….. 160 Tabel 5.3. Lapisan dan Satelit………. 170 Tabel 5.4. Kerangka Predikat Verbal……….. 172 Tabel 5.5. Kerangka Predikat Nominal……… 174 Tabel 5.6. Kerangka Predikat Adjektival………. 175


(25)

Tabel 5.7. Kerangka Predikat Adposisional………. 177 Tabel5.8. Terma untuk entitas tingkat yang lebih tinggi……… 192 Tabel 5.9. Tipologi Perikeadaan……….. 200 Tabel 5.10. Kombinasi Fungsi Semantik dalam Perikeadaan……….. 205


(26)

DAFTAR GAMBAR

Halaman Gambar 2.1. Peta wilayah Tapanuli Selatan sebelum pemekaran……….. 19

Gambar 2.2. Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan………… 27 Gambar 2.3. Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kabupaten Padang Lawas Utara…... 31 Gambar 2.4 Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kabupaten Padang Lawas……… 35

Gambar 2.5. Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kabupaten Mandailing Natal……….. 41 Gambar 2.6. Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kota Padangsidimpuan……… 45 Gambar 3.1. Organisasi tata bahasa fungsional………... 59 Gambar 3.2. Kerangka Konsep Tata Bahasa Fungsional……… 61 Gambar 3.3. Perikeadaan……… 81 Gambar 4.1. Kontruks Analisis Data……… 92 Gambar 5.1. Keterkaitan parameter perikeadaan……… 196


(27)

DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN

LAMBANG

ɸ Zero

T Predikat

x Argumen

y Satelit

π Operator Predikat ei Variabel Perikeadaan

σ Satelit d takrif

i tak takrif

I tunggal


(28)

SINGKATAN

A Adjectiva

Ag Agent

BPS Badan Pusat Statistik

BA Bahasa Angkola

Ben Beneficiary

Circ Circumstan

Com Company

Dir Direction

DECL Deklaratif

Exp Experiencer

Fo Force

Foc Fokus

Go Goal

Inst Instrumen

INTR Introgatif


(29)

KK Kepala Keluarga

Loc Location

Man Manner

MLI Masyarakat Linguistik Indonesia

N Nomina

Obj Object

Or Orientation

Part Partikel

Po Positioner

Poss Possessor

PPRI Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Rec Recipient

Ref Reference

Res Top Resumed Topic

S Subjek

So Source


(30)

TBF Tata Bahasa Fungsional

TBG Tata Bahasa generative

Top Topic

Temp Time


(31)

(32)

ABSTRAK

Penelitian ini berjudul Predikasi Sintaksis Bahasa Angkola. Wilayah Penelitian meliputi Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Tapanuli Selatan, dan Kabupaten Mandailing Natal. Teori yang digunakan ialah teori Tata Bahasa Fungsional yang dikembangkan oleh Simon Cornelis Dik (1940-1995). Masalah penelitian ini ialah unsur predikat dalam bahasa Angkola, kerangka predikat, daya ikat predikat terhadap unsur-unsur lainnya dalam predikasi bahasa Angkola, predikasi dan hubungan predikasi dengan Perikeadaan.

Penelitian ini bertujuan untuk menemukan dan menganalisis unsur predikat dalam bahasa Angkola, menentukan dan menganalisis kerangka predikat bahasa Angkola, menentukan daya ikat predikat terhadap unsur-unsur predikasi lainnya dalam bahasa Angkola, menganalisis predikasi bahasa Angkola, menganalisis hubungan predikasi dan prikeadaan.

Data untuk penelitian ini diambil dari beberapa sumber, yang terbagi dalam dua jenis yaitu, data lisan dan tulisan. Data lisan dibagi lagi menjadi dua bagian, yaitu jenis data lisan yang bersifat non-fiksi dan data lisan fiksi. Untuk data tulisan juga terbagi dua bagian, yaitu data tulisan non-fiksi dan data tulisan fiksi. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data intuitif penutur jati sebagai data sekunder. Metode yang digunakan untuk mengumpulkan dan memproses data ialah metode deskriptif kualitatif, yaitu memanfaatkan data yang sudah ada sehingga interpretasi terhadap data yang dikumpulkan menjadi fokus utama kajian. Setelah data diperoleh, data kemudian ditranskripsi ke dalam klausa-klausa sebagai korpus penelitian.

Hasil analisis data menunjukkan jenis predikat verbal, predikat nominal, predikat adjektival, dan predikat adposisional. Kerangka predikat dalam bahasa Angkola bisa diperoleh melalui kaidah pembentukan predikat. Daya ikat dalam bahasa Angkola bervalensi satu, dua, dan tiga, juga terdapat perluasan valensi dan pengurangan valensi. Predikasi dalam bahasa Angkola meliputi predikasi inti, predikasi pokok dan predikasi perluasan. Prikeadaan adalah konsepsi tentang sesuatu yang terjadi di dunia. Perikeadaan tidak saja ditentukan oleh apa yang diungkapkan tetapi juga oleh bagaimana apa yang diungkapkan itu dibentuk ke dalam kerangka predikat.


(33)

ABSTRACT

This dissertation is about the predication in Angkola Language. The study area includes the City of Padangsidimpuan, North Padang Lawas District, Padang Lawas District, South Tapanuli District, and Mandailing Natal District. The study is based on the theory of Functional Grammar developed by Simon Cornelis Dik (1940-1995). It focuses on the elements of the predicate, the predicate frame, the valency in the predication, the predication, and the relationship between the predication and the states of affairs.

This study aims to discover and analyze the elements of the predicate, the predicate frame, the valency in the predication, the predication, and the relationship between the predication and the states of affairs.

The data for this study are obtained from several sources which comprise of two types of data, i.e. spoken and written. The spoken data were two types, i.e. fiction and non-fiction. The written data were also from the same types. In addition, intuitive data from the native speaker were also used as secondary data. The descriptive qualitative method was used to collect and process the data, that is to utilize the collected data and to focus on the interpretation of the data. The data were transcribed into clauses before using them as the research corpus.

The result shows that the Angkola language has verbal, nominal, adjectival, and adpositional predicates. The predicate frame can be obtained from the predicate formation rules. The valency in the predication can be one, two, and three place predication. It may also undergo either valency addition or reduction. The predication includes the nucleus, core, and expanded predication. As the state of affairs is the conception of something which can be the case in some world, it is not only designated by what is expressed but also by the way the expression is formed into the predicate frame.


(34)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Penelitian ini membahas bahasa Angkola dengan menggunakan konsep teoretis Tata Bahasa Fungsional. Bahasa Angkola adalah salah satu bahasa daerah yang digunakan penuturnya sebagai alat komunikasi di daerah Tapanuli bagian Selatan dan sekitarnya. Setelah pemekaran wilayah penutur bahasa Angkola secara geografis tersebar di wilayah Kota Padangsidimpuan, Kabupaten Tapanuli Selatan, Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, dan Kabupaten Mandailing Natal. Bahasa Angkola menjadi salah satu alat interaksi sosial di wilayah ini selain penggunaan bahasa nasional Bahasa Indonesia.

Dalam interaksi sosial manusia tidak dapat melepaskan diri dari bahasa untuk mengomunikasikan pikiran, perasaan, dan kebutuhannya kepada orang lain. Bahasa menjadi alat yang sangat penting sehingga selalu menarik untuk menjadi pusat kajian, meskipun banyak orang cenderung tidak tertarik menganalisis dan memperhatikan penggunaan bahasa itu dalam konteks sosial. Pada kenyataannya, bila merujuk kepada fakta di lapangan bahasa sering kali membuat kita berpikir, bergembira, sedih. Hal ini terjadi karena terdapat unsur-unsur pembentuk bahasa sehingga apa yang ingin disampaikan dapat dimaknai sedemikian rupa. Oleh karena itu, dapat dikatakan bahwa bahasa memiliki daya tarik yang luar biasa bagi orang-orang yang secara spesifik memerhatikan penggunaannya.


(35)

Secara filosofis kita dapat melihat bahwa sebenarnya kajian terhadap bahasa masih merupakan hamparan yang sangat luas untuk dieksplorsi. Plato dalam Kaelan (1998: 34-35) telah memberikan dasar pijakan yang sangat jelas dalam pengembangan ilmu bahasa, yang menyatakan bahwa di dalam ungkapan yang disampaikan seseorang selalu terkandung ‘onomata’ dan ‘rhemata’. ‘Onomata’ (‘onoma’ dalam bentuk jamak) merupakan subjek dalam kaitan dengan subjek logis, sedangkan ‘rhemata’ (jamaknya ‘rhema’) merujuk kepada verba dalam tata bahasa dan predikat dalam hubungannya dengan makna logis. Ini berarti bahwa Plato telah memberikan dasar penganalisisan bahasa yang bermanfaat dalam perkembangan bahasa pada abad modern ini. Dengan demikian, kajian-kajian terhadap bahasa dari berbagai sudut pandang dan aliran dapat dilakukan secara komprehensif sehingga kajian tentang predikasi bahasa Angkola menempatkan dirinya pada salah satu ranah yang sangat strategis karena selain mencoba menerapkan teori-teori bahasa yang sudah ada, pada saat bersamaan, menjadi alat untuk mengangkat bahasa daerah ini ke permukaan dan mempertahankannya dalam gejolak persaingan pemakaian bahasa yang terjadi saat ini.

Menurut sejarah linguistik, terdapat beragam aliran tentang bahasa yang secara komprehensif mendefinisikan, mendeskripsikan dan menjelaskan tentang bahasa sehingga berlaku bagi bahasa-bahasa di dunia. Aliran-aliran ini kemudian menghasilkan teori-teori dan aturan-aturan tentang bahasa. Sebut saja misalnya

Traditional Grammar (Tata Bahasa Tradisional) yang mengkaji bahasa Latin dan


(36)

dengan penyesuaian-penyesuaian seperlunya. Kemudian, muncul aliran Formal

Grammar (Tata Bahasa Formal) yang menekankan pada bentuk-bentuk atau

struktur-struktur bahasa. Tata bahasa ini lalu menjadi dasar pengembangan Generative

Grammar (Tata Bahasa Generatif) oleh Chomsky. Konsekuensi dari perkembangan

kajian tata bahasa ini adalah munculnya berbagai teori-teori lainnya sebagai pengembangan lebih lanjut.

Pada sisi lain, perkembangan ilmu bahasa beserta tata bahasa yang menyertainya tidak lagi terpaku pada bentuk dengan label-label yang disematkan ke bentuk-bentuk bahasa itu semata. Muncul pemikiran bahwa bahasa tidak bisa dianggap hanya sekedar bentuk tetapi pada kenyataannya berfungsi dan fungsi ini dikaitkan dengan konteks sosial. Cukup menarik melihat pernyataan Givon (1995) yang menganggap bahwa fungsionalisme dalam ilmu bahasa tidak dapat hanya dicari dari hasil karya para ilmuwan bahasa namun juga dari hasil karya ahli-ahli antropologi, psikologi, dan biologi. Bahkan ia menyatakan titik awal fungsionalisme itu ditemukan pada ilmu biologi, yang berkaitan dengan pemikiran Aristoteles yang berhasil mematahkan dominasi aliran-aliran strukturalis. Melalui pendekatan biologi ini muncul prinsip fungsionalisme, yaitu hubungan antara bentuk dan fungsi. Dengan pemikirannya ini, dapat dipahami bahwa bentuk dan fungsi tidak dapat dipisahkan sehingga dalam pendeskripsian dan penjelasan tentang tata bahasa sebuah bahasa harus ditelaah lebih jauh bagaimana bentuk itu dapat berfungsi dalam konteksnya.

Aliran fungsional membawa perubahan tentang teori-teori bahasa. Aliran ini memberikan alternatif penjelasan yang lebih kuat karena bahasa sangat berkaitan erat


(37)

dengan kehidupan manusia. Artinya, aspek-aspek kehidupan manusia seperti tertanam dalam ideologi, budaya, dan konteks situasi memegang peranan penting dalam menentukan fungsi apa yang dibawa oleh bentuk tertentu. Kerangka berpikir yang menyatakan bahasa merupakan seperangkat aturan digantikan dengan pendapat bahasa merupakan alat interaksi sosial. Dengan demikian, setiap komponen-komponen bahasa juga harus memiliki fungsi dalam konteksnya. Berbeda dengan tata bahasa transformasional generatif, tata bahasa fungsional tidak menganggap sintaksis sebagai sistem yang memiliki autonomi atau terpisah namun harus dihubungkan dengan semantik (Hoekstra 1983: 3). Jadi, fungsi-fungsi semantik memegang peranan penting dalam pendeskripsian struktur sintaksis yang pada akhirnya menentukan sebuah ekspresi.

Predikasi merupakan wadah di mana seluruh komponen sintaksis bahasa disatukan. Artinya, predikasi ini mengandung unsur predikat dan argumen-argumen apa saja yang memungkinkan untuk muncul bagi predikat itu. Selain itu, terdapat pula unsur lain yang disebut sebagai satelit. (Dik: 1978). Dalam perkembangan selanjutnya, konsep-konsep ini diperluas lagi oleh Halliday (dalam Saragih: 2003) sehingga saat ini dikenal konsep-konsep seperti Proses, Partisipan, Sirkumstan. Selain itu, komponen-komponen bentuk dan fungsi meluas menjadi fungsi (arti), bentuk, dan ekspresi, yaitu, fungsi direalisasikan lewat bentuk (grammatika) dan selanjutnya bentuk ini direalisasikan lewat ekspresi (fonologi atau grafologi).

Longacre (1983:77) mengatakan predikasi merupakan partikel-partikel atom. Sebagaimana yang dikatakan Dik (1978:25) dalam predikasi terdapat predikat yang


(38)

mengikat komponen-komponen lainnya sehingga ungkapan itu bermakna. Misalnya sebuah gedung yang terbuat dari batu bata, batu bata merupakan partikel-partikel yang membangun gedung itu. Ini dapat disamakan dengan predikasi. Givon (1984:102) secara gamblang menyamakan predikasi dengan jenis-jenis kata yang digunakan dalam bahasa, predikasi bukan hanya konsep semantis tetapi juga konsep sintaksis.

Kebaharuan ide dan perlakuan terhadap bahasa secara lebih baik serta respon positif yang telah ditunjukkan oleh ahli-ahli bahasa di dunia menarik perhatian penulis untuk membuat kajian dengan berpijak pada aliran linguistik fungsional. Penulis meyakini bahwa kerangka predikat sebagai dasar dari tata bahasa fungsional adalah konsep utama bagi pendeskripsian dan penjelasan tentang aturan-aturan bahasa sehingga dapat ditemukan bagaimana bahasa itu tersusun dengan dipengaruhi oleh unsur-unsur yang ada disekitar penggunanya. Di dalam realita kehidupan sosial, kita akan selalu bertitik tolak pada predikat sebagai awal sebuah aktivitas bahasa-bahasa tertentu. Penyusunan rencana aktivitas akan dimulai dengan apa yang akan dikerjakan, dan kemudian baru memutuskan siapa yang terlibat dan di mana atau dengan cara apa dilakukan. Sebagai contoh, kita akan memulai dengan kegiatan

membangun, baru kemudian berpikir tentang siapa saja yang terlibat dalam

pembangunan itu atau di mana aktivitas itu akan berlangsung. Sehingga membangun menjadi ide awal dalam kalimat Kami akan membangun rumah di desa. Dalam konteks ini, verba membangun menempati posisi sebagai predikat sedangkan kami,


(39)

Dengan demikian, analogi konteks sosial tersebut akan sangat relevan dengan kenyataan linguistik yang akan dikaji dalam disertasi ini. Sebuah pengayaan terhadap ilmu kebahasaan akan dapat diperoleh dengan dilakukannya penelitian ini. Meskipun telah banyak penelitian-penelitian yang dilakukan pada predikasi, namun penulis berkeyakinan terdapat perbedaan nyata di dalam hasil penelitian ini nantinya. Pendapat Warouw (1997:15) predikasi sebelumnya dianggap sebagai sebuah konsep semantis saja namun, seiring perkembangan ilmu kebahasaan, konsep ini menjadi salah satu konsep sintaksis. Dengan demikian sebagai sebuah konsep sintaksis predikasi memiliki peran yang sangat signifikan dalam struktur sebuah bahasa. Pada kenyataannya fokus utama predikasi adalah pada predikat. Konsep ini sangat penting untuk dikaji karena setiap bahasa secara semantis dan sintaksis sangat mungkin memiliki pola predikasi yang berbeda-beda. Predikat dalam bahasa Angkola selalu terdapat di awal kalimat atau predikat mendahului subjek (VSO), yang juga merupakan sebuah fenomena untuk dikaji lebih mendalam. Penelitian bahasa daerah merupakan salah satu sumber kajian bahasa daerah yang sangat baik untuk kepentingan peningkatan keilmuan.

Kajian ini akan dilakukan pada sebuah bahasa daerah yang terdapat di Provinsi Sumatera Utara, yaitu bahasa Angkola. Seperti diketahui, Indonesia merupakan negara dengan kekayaan linguistik yang sangat luar biasa karena memiliki jumlah bahasa daerah yang sangat banyak. Menurut sebuah sumber, Indonesia memiliki setidaknya 726 bahasa daerah (Sugono: 2005), sebuah jumlah yang sangat fantastis. Kepemilikan kita terhadap bahasa-bahasa daerah sudah jelas dan tercatat


(40)

sebagai keberuntungan tersendiri dalam menjaga terpeliharanya kelangsungan kehidupan budaya daerah yang merupakan kekayaan nasional (Halim:1981). Budaya suatu masyarakat akan turut hilang bersamaan dengan hilangnya bahasa. Oleh karena itu, rakyat harus memelihara bahasanya sehingga bahasa itu akan dihormati dan dipelihara oleh Negara (Alwasilah, 1985: 157). Tentu saja, akan banyak sekali penelitian yang dapat dilakukan dengan bahasa-bahasa itu, penelitian yang secara umum akan memberikan sumbangsih besar bagi pengayaan teori bahasa di dunia. Kecil sekali kemungkinannya bahwa semua bahasa daerah itu telah diteliti karena literatur yang ada di Indonesia masih sangat terbatas.

Sebagai akibat dari intervensi bahasa Indonesia di wilayah pemekaran akibat otonomi daerah, bahasa daerah semakin hari kian tersudut, dan tentu saja dari sudut pandang linguistik dan budaya hal ini sangat mengecewakan. Padahal, bahasa daerah adalah salah satu warisan sejati yang dapat diturunkan kepada generasi penerus sebuah suku bangsa. Tidak dipungkiri bahwa terjadinya perkawinan antar etnis juga secara perlahan membuat tersisihnya bahasa daerah di antara generasi yang ada saat ini. Akhir-akhir ini, balai-balai bahasa di Indonesia mulai mencoba menelaah dan menyadarkan khalayak umum akan gejala-gejala tertinggalkannya bahasa daerah. Dalam rangka memperingati Hari Bahasa Internasional yang jatuh pada tanggal 21 Februari, penulis mencatat sejumlah Kepala Balai Bahasa di Indonesia menuliskan tentang keberadaan dan posisi bahasa daerah saat ini. Saragih (2010) dalam http://waspadamedan.com menyebutkan bahwa bahasa Batak di Sumatera Utara saat ini berada pada skala tiga, yaitu (1) Mulai terancam. Bahasa Angkola berada dalam


(41)

satu rumpun dengan Bahasa Batak, (2) Mulai dilanda krisis ketahanan atau secara perlahan, (3) Mengalami degradasi frekuensi dan kualitas pemakaian.

Di belahan Indonesia lainnya (sebagai fakta eksternal), Kadapi (2009) mengutip dari Ethnologue dalam http://www.ahmadheryawan.com menyatakan bahwa dari ratusan jumlah bahasa daerah di Indonesia, terdapat bahasa yang hampir mengalami kepunahan yang didasarkan pada jumlah penutur yang tersisa. Sebagai contoh, bahasa Amahai hanya menyisakan 50 orang penuturnya, bahasa Hoti 10 orang, bahasa Hukamina 1 orang, bahasa Ibu 35 orang, bahasa Kamarian 10 orang dan seterusnya. Tentu sangat miris melihat kondisi ini, namun bahasa daerah apapun dapat mengalami kecenderungan yang sama bila proses penurunan penggunaannya terus berlanjut.

Fakta-fakta ini menjadi alasan lain mengapa penulis memutuskan untuk membuat kajian lebih mendalam tentang bahasa daerah. Sebagai salah seorang keturunan suku Angkola, penulis khawatir dengan mulai tergesernya bahasa Angkola bahkan di wilayah geografisnya sendiri. Menurut Nasution (1994 : 12) suatu bahasa hilang karena tidak dikembangkan oleh generasi penerusnya. Di daerah Angkola saat ini atas dasar kebangsaan dan kepentingan nasional bahasa Indonesia telah banyak dipergunakan dan mulai menggantikan bahasa Angkola. Baumi (1984), bahkan menyatakan bahwa pemakaian Bahasa Nasional Indonesia adalah sebuah kewajiban karena bahasa itu merupakan alat komunikasi nasional. Contohnya, dalam bidang pendidikan bahasa Angkola diganti kedudukannya oleh bahasa Indonesia yang berperan sebagai bahasa pengantar di lembaga-lembaga pendidikan, mulai dari


(42)

pendidikan dasar sampai perguruan tinggi. Dengan demikian pengaruh bahasa Indonesia terhadap pemakai bahasa Angkola di lingkungan pelajar sangat besar. Meskipun penulis berkeyakinan bahwa bahasa Angkola tidak akan hilang dan digantikan oleh bahasa lain, seiring berjalannya waktu dan semakin tingginya intensitas penggunaan bahasa Indonesia sudah tentu hal ini merupakan ancaman serius bagi kelangsungan bahasa Angkola.

Bertahannya sebuah bahasa tidak akan dapat terwujud tanpa adanya upaya dari penuturnya sendiri. Boleh jadi ada pihak-pihak lain yang melakukan kajian terhadap keberadaan bahasa itu, tetapi tujuannya tentu akan berbeda yaitu hanya untuk keperluan dokumentasi. Dalam hal ini penulis berpikir bahwa akan jauh lebih baik orang yang memahami dengan baik budaya bahasa Angkolalah yang seharusnya mengambil sikap dan menjadi tokoh kunci untuk mempertahankan bahasa itu. Dengan demikian, penulis berharap dengan kajian ini, setidaknya sebagai upaya yang dilakukan untuk kembali mengangkat harkat dan martabat bahasa Angkola khususnya, dan bahasa daerah di Indonesia umumnya. Artinya, pemertahanan bahasa daerah di Indonesia dengan cara mengkaji lebih dalam tentang bahasa itu bukan sekedar sebuah slogan atau wacana saja, tetapi harus dengan suatu tindakan nyata.

Ada beberapa penelitian dalam bentuk skripsi ditemukan membahas aspek mikro dan makro bahasa Angkola. Namun, penelitian-penelitian ini sangat terbatas dan bersifat umum. Oleh sebab itu, penelitian yang berfokus pada aspek yang lebih spesifik tentang bahasa Angkola sangat diperlukan. Misalnya penelitian ini menyoroti predikasi, sintaksis kategorial, fungsi partikel dan sebagainya. Di samping itu, bentuk


(43)

lain yang ada yaitu literatur bahasa Angkola yang membahas dan menginventarisasi sejarah, kegiatan-kegiatan budaya dan kehidupan masyarakat saja seperti sejarah penduduk dan marga-marga, upacara perkawinan, upacara kematian, seni-seni termasuk seni sastra, dan sebagainya. Literatur-literatur itu hanya merupakan upaya untuk mempertahankan adat istiadat dan hukum-hukum yang berlaku di tengah masyarakat, bukan unsur bahasa secara spesifik.

Untuk memahami lebih jauh tentang suku, bahasa dan wilayah geografis Angkola, bab berikutnya akan memberikan gambaran singkat, namun cukup memadai tentang unsur-unsur penting mengenai bahasa Angkola yang berkaitan dengan disertasi ini. Bab ini juga memberikan gambaran tentang cakupan wilayah penelitian disertasi ini.

Bahasa Angkola tidak terpisahkan dari bahasa Mandailing karena kedekatan kultural dan geografisnya, meskipun Angkola juga berdekatan dengan daerah masyarakat Batak Toba. Sering sekali orang membedakan kedua bahasa ini hanya karena bahasa Angkola memiliki aksen yang lebih cenderung mendekati aksen Batak Toba, sebagaimana yang dinyatakan Sibarani (1997: 2) bahwa bahasa Batak Toba lebih dekat dengan bahasa Angkola. Hal ini menyiratkan bahwa secara linguistik bahasa Angkola cenderung mendekati bahasa Batak Toba dan bahasa Mandailing karena bahasa ini diapit oleh kedua bahasa itu.1

1


(44)

Lubis dalam www.mandailing.org (2008) dengan tegas mengatakan bahwa bahasa Angkola harus dipisahkan dari bahasa Mandailing dan istilah bahasa Mandailing Angkola tidak pernah ada. Namun, ia mengakui bahwa banyak orang Angkola dan Mandailing yang berpendapat bahwa bahasa yang digunakan kedua suku itu adalah bahasa yang sama. Keadaan tidak dapat disatukannya bahasa Mandailing dan bahasa Angkola juga didasarkan pada pengelompokkan suku Batak yang dibuat oleh Susan Rogers Siregar dalam Lubis www.mandailing.org (2008).2 Ia mengklasifikasikan suku Batak ke dalam suku Toba, Karo, Pakpak-Dairi, Simalungun, Angkola, dan Mandailing.

Dalam penggunaannya,pola kalimat bahasa Angkola lebih bervariasi. Subjek boleh mendahului predikat boleh juga setelah predikat, bahkan bahasa Angkola lebih sering menempatkan predikat pada awal kalimat mendahului subjek (Lubis:2009). Hal ini tentu berbeda dengan bahasa Indonesia atau bahasa Inggris yang cenderung menempatkan predikat setelah subjek dan sering disertai dengan partikel-partikel tertentu (PART), seperti pada contoh-contoh percakapan singkat berikut:

1. A : Kehe au ku poken da. pergi aku ke pasar PART ‘Saya pergi ke pasar’ B : Olo, kehe ma.

ya, pergi PART ‘Ya, pergilah’

2


(45)

2. A : Na jegesan bagasmu. PART cantik rumahmu. ‘Rumahmu cantik’ B : Tarimo kasih da. terima kasih PART ‘Terima kasih’

3. A: Lehen-lehen ni koumta do on

oleh-oleh family kita PART ini

‘Ini oleh-oleh family kita’ B: Olo tarimo kasi da

ya terima kasih PART ‘Terima kasih’

4. A: Di ginjang ni amak lampisan di atas tikar yang berlapis ‘Di tikar yang berlapis’

Keempat contoh ini menunjukkan posisi predikat yang muncul mendahului subjek. Contoh pertama menempatkan kata kerja sebagai predikat (verbal predicate), contoh kedua merupakan predikat ajektiva (adjectival predicate), contoh ketiga merupakan predikat nominal (nominal predicate), dan contoh keempat merupakan predikat preposisi (adposisional predicate). Sedangkan menurut daya ikatnya, kalimat-kalimat pada A mengikat satu partisipan saja, yaitu aku pada contoh pertama, dan rumah pada kalimat kedua, lehen-lehen pada kalimat ketiga, dan di ginjang pada kalimat keempat. Pada contoh kelima dapat dilihat kemampuan daya ikat predikat


(46)

bahasa Angkola mengikat dua partisipan yaitu solomku dan ayamu, dan pada contoh keenam yaitu halai dan miak lilin. Pada contoh ketujuh dapat dilihat kemampuan predikat bahasa Angkola mengikat tiga partisipan yaitu alai, istri nia i dan tu

dukunan.

5. Palalu jolo kirim solomku tu ayamu

sampaikan dulu kirim salamku pada ayahmu ‘Sampaikan salamku pada ayahmu’

6. Dioban halai ma on miak lilin on dibawa mereka PART minyak lilin itu ‘Mereka membawa minyak lilin itu’

7. Kehema mulaki alai dohot istri nia i tu dukunan pergi PART kembali dia dan istrinya ke dukun itu ‘Dia dan istrinya pergi ke dukun itu lagi’

Daya ikat ini mungkin saja mengikat lebih dari tiga partisipan dengan predikatnya dalam bahasa Angkola, dan fenomena inilah yang salah satunya akan dikaji dalam penelitian ini. Contoh-contoh tersebut hanya sebagai data awal dan akan dilanjutkan dalam langkah-langkah penelitian ini.

1.2 Rumusan Masalah

Proposisi dalam bahasa secara universal mengandung unsur utama yang disebut predikasi. Menurut Tata Bahasa Fungsional ujaran bahasa pun berawal dari


(47)

konstruksi predikasi. Perbedaan antara satu bahasa dengan bahasa lainnya sering disebabkan oleh variasi dalam predikasi yang di antaranya meliputi unsur-unsur predikat, daya ikat predikat terhadap unsur-unsurnya. Masalah utama penelitian ini adalah “Bagaimanakah predikasi ini dalam bahasa Angkola menurut Tata Bahasa Fungsional?” Secara khusus, beberapa pertanyaan penelitian yang berhubungan dengan masalah ini adalah sebagai berikut:

1. Bagaimanakah unsur predikat dalam bahasa Angkola digambarkan dengan menggunakan Tata Bahasa Fungsional?

2. Bagaimanakah kerangka predikat bahasa Angkola digambarkan dengan menggunakan Tata Bahasa Fungsional?

3. Bagaimanakah daya ikat predikat terhadap unsur-unsur lainnya dalam predikasi bahasa Angkola?

4. Bagaimanakah Tata Bahasa Fungsional memerikan predikasi bahasa Angkola?

5. Bagaimanakah Tata Bahasa Fungsional memerikan hubungan predikasi dengan Perikeadaan?

1.3. Tujuan Penelitian

Bersesuaian dengan masalah seperti yang diuraikan pada pertanyaan penelitian di atas, dengan menggunakan kerangka teoretis Tata Bahasa Fungsional, penelitian ini bertujuan untuk:


(48)

2. Menentukan dan menganalisis kerangka predikat bahasa Angkola.

3. Menentukan daya ikat predikat terhadap unsur-unsur predikasi lainnya dalam bahasa Angkola.

4. Menganalisis predikasi bahasa Angkola.

5. Menganalisis hubungan predikasi dan prikeadaan.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian diharapkan dapat memberikan manfaat yang cukup besar dalam perkembangan dunia kebahasaan. Manfaat dibedakan menjadi manfaat teoritis dan praktis, yang masing-masing berhubungan dengan teori bahasa dan dengan penerapan hasil penelitian ini untuk kepentingan praktis.

1. Manfaat Teoretis

Secara teoretis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa aspek sebagai berikut:

a. Perkembangan teori sintaksis bahasa, terutama dari pendekatan fungsional; hasil penelitian ini nantinya dapat memperkaya khazanah teori kebahasaan, khususnya yang berkaitan dengan bahasa-bahasa daerah di Indonesia.

b. Perkembangan minat pemerhati bahasa untuk melakukan kajian-kajian mendalam terhadap bahasa-bahasa daerah yang ada di Indonesia.

c. Pemanfaatan bahasa daerah sebagai salah satu sumber kajian baik untuk kepentingan peningkatan keilmuan maupun upaya pelestarian. Dengan demikian, penelitian ini akan memberikan manfaat kepada penyusunan


(49)

kerangka teoretis, langkah-langkah ataupun kebijakan pelestarian bahasa Angkola.

2. Manfaat Praktis

Sementara itu, secara praktis penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam beberapa aspek sebagai berikut:

a. Dari segi keberadaan bahasa Angkola sebagai salah satu kekayaan Linguistik Indonesia khususnya dan kebudayaan Indonesia pada umumnya, penelitian ini merupakan salah satu dokumentasi bahasa Angkola yang dapat dimanfaatkan lebih lanjut lagi untuk kepentingan lain.

b. Pendeskripsian bahasa Angkola dapat memberikan gambaran lebih jelas tentang pola tata bahasa, khususnya predikasi bahasa Angkola sehingga dapat dijadikan acuan bagi penelitian lanjut tentang bahasa Angkola.

c. Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengembangan bahan ajar bahasa Angkola.

1.5 Organisasi Disertasi

Disertasi ini disusun secara sistematis ke dalam beberapa bagian. Setiap bagian membahas topik yang khusus berdasarkan sistematika yang biasanya digunakan dalam penelitian disertasi. Bagian-bagian yang menyusun disertasi ini dapat diuraikan sebagai berikut:


(50)

Bab I merupakan bagian pendahuluan yang membahas latar belakang penelitian, masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian. Bab ini ditutup dengan bagian yang menguraikan organisasi disertasi.

Bab II memberikan gambaran umum daerah penelitian yang mencakup daerah adminstratif di mana Bahasa Angkola digunakan dan wilayah pemakaian Bahasa Angkola. Bagian ini juga mendaftarkan informan yang digunakan dalam penelitian ini.

Bab III berkaitan dengan telaah kepustakaan yang membahas dan meninjau literatur yang berkaitan dengan paradigma dan teori Tata Bahasa Fungsional di tengah-tengah paradigma dan teori tata bahasa yang ada. Pada bagian ini juga dibahas secara singkat beberapa penelitian terdahulu yang sedikit banyaknya berkaitan dengan penelitian ini.

Bab IV membahas metode penelitian yang digunakan dalam penelitian disertasi ini. Bagian ini mencakup sumber data dan model yang digunakan untuk analisis data.

Bab V yang merupakan bab utama dalam penelitian ini membahas hasil penelitian. Hasil penelitian ini memaparkan temuan berdasarkan analisis data dan pembahasan terhadap semua temuan dalam hubungannya dengan pertanyaan penelitian yang diajukan sebelumnya, termasuk pembahasan tentang pembentukan sebuah penanda perikeadaan.

Bab VI adalah bab terakhir yang isinya menyimpulkan hasil penelitian ini dan memberikan berbagai saran terkait dengan hasil penelitian yang diperoleh.


(51)

BAB II

GAMBARAN UMUM DAERAH PENELITIAN

2.1 Pengantar

Angkola sebenarnya adalah sebutan untuk sebuah daerah yang sebelumnya berada dalam kawasan Kabupaten Tapanuli Selatan. Namun saat ini, kabupaten tersebut telah dibagi dalam beberapa wilayah tingkat II yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Kota Padang Sidimpuan, Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Kabupaten Padang Lawas. Dengan demikian, secara mudah dapat disebut wilayah-wilayah itu sebagai Tapanuli bagian Selatan. Angkola sendiri berdasarkan riwayatnya berasal dari bahasa Arab. (Baumi, 1984: 29). Sebenarnya Angkola dahulu lebih dikenal sebagai Angkola Sipirok dengan wilayah cakupan yang sangat luas yang meliputi perbatasan Tapanuli Tengah, Tapanuli Utara, termasuk Batangtoru Simangumban, Hopong, Sipirok, Saipar Dolok Hole, dan Hole, yang berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu. Wilayah ini juga harus dibedakan dari Mandailing karena Mandailing berbatas di sebelah Selatan dengan Angkola, yaitu pada pertemuan sungai Batanggadis dengan Sungai Batang Angkola. Peta di bawah ini, meskipun wilayah-wilayah itu masih bersatu dalam Kabupaten Tapanuli Selatan, menunjukkan penyebaran dan ruang lingkup geografis suku Angkola. BPS Tapanuli Selatan (2009).


(52)

(53)

2.2. Sejarah Singkat Kabupaten Tapanuli Selatan Sebelum Dimekarkan.

Pada zaman penjajahan Belanda, Kabupaten Tapanuli Selatan disebut AFDELLING PADANGSIDIMPUAN yang dikepalai oleh seorang residen yang berkedudukan di Padangsidimpuan Afdelling Padangsidimpuan dibagi atas 3 (tiga) order afdelling masing-masing dikepalai oleh seorang Contreleur dibantu oleh masing-masing demang yaitu:

− Order Afdelling Angkola dan Sipirok berkedudukan di Padangsidimpuan. Order ini dibagi atas 3 distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang Asisten demang yaitu:

a) Distrik Angkola berkedudukan di Padangsidimpuan. b) Distrik Batang Toru berkedudukan di Batang Toru. c) Distrik Sipirok berkedudukan di Sipirok.

− Order Afdelling Padang Lawas berkedudukan di Sibuhuan, Order ini dibagi atas 3 order Distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang asisten demang, yaitu:

a) Distrik Padang Bolak berkedudukan di Gunung Tua. b) Distrik Barumun dan Sosa berkedudukan di Sibuhuan. c) Distrik Dolok berkedudukan di Sipiongot.

− Order Afdelling Mandailing dan Natal berkedudukan di Kota Nopan. Order ini dibagi atas 5 Order distrik, masing-masing dikepalai oleh seorang asisten demang, yaitu:


(54)

a) Distrik Panyabungan berkedudukan di Panyabungan. b) Distrik Kota Nopan berkedudukan di Kota Nopan c) Distrik Muara Sipongi berkedudukan di Muara Sipongi. d) Distrik Natal berkedudukan di Natal.

e) Distrik Batang Natal berkedudukan di Muara Soma.

Tiap-tiap order distrik dibagi atas beberapa luhat yang dikepalai oleh seorang kepala Luhat (Kepala Kuria) dan tiap-tiap luhat dibagi atas beberapa kampung yang dikepalai oleh seorang kepala Hoofd dan dibantu oleh seorang kepala Ripo apabila kampung tersebut mempunyai penduduk yang besar jumlahnya.

Daerah Angkola Sipirok dibentuk menjadi satu kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati yang berkedudukan di Padangsidimpuan.

Daerah Padang Lawas dijadikan satu kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati yang berkedudukan di Gunung Tua.

Daerah Mandailing Natal dijadikan satu kabupaten yang dikepalai oleh seorang Bupati yang berkedudukan di Panyabungan.

Setelah beberapa tahun Indonesia merdeka dan setelah diadakan beberapa kali pemekaran, maka Kabupaten Tapanuli Selatan hanya terdiri dari 12 wilayah kecamatan. Adapun kedua belas wilayah kecamatan yaitu: Kecamatan Batang Angkola, Sayurmatinggi, Angkola Timur, Angkola Selatan, Angkola Barat, Batang Toru, Marancar, Sipirok, Arse, Saipar Dolok Hole, Aek Bilah, dan Muara Batang Toru.


(55)

Sesuai dengan PP No. 32 tahun 1982 tanggal 30 November 1982 dibentuk kota Adminidstratif Padangsidimpuan, kemudian pada tanggal 23 November 1998 keluar undang-undang Republik Indonesia No.12 tahun 1998 tentang pengesahan pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan menjadi dua kabupaten yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan dan pembentukan Kabupaten Mandailing Natal (ibukotanya Panyabungan) dengan jumlah daerah administrasi 16 kecamatan.

Pemekaran Kabupaten Tapanuli Selatan masih terus berlanjut dengan keluarnya undang-undang Republik Indonesia no.37 tahun 2007 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2007 tentang pembentukan Kabupaten Padang Lawas Utara, dan Undang-Undang Republik Indonesia No. 38 tahun 2007 dan disahkan pada tanggal 10 Agustus 2007 tentang pembentukan Kabupaten Padang Lawas . Maka Kabupaten Tapanuli Selatan dimekarkan menjadi 3 Kabupaten , yaitu Kabupaten Padang Lawas Utara (ibukotanya Gunung Tua) dengan jumlah daerah administrasi 9 Kecamatan ditambah 10 desa dari wilayah kecamatan Padang Sidimpuan Timur dan Kabupaten Padang Lawas (ibukotanya Sibuhuan) dengan jumlah daerah administrasi 9 kecamatan, sedangkan Kabupatan Tapanuli Selatan (ibukotanya Sipirok) dengan jumlah daerah Administrasi 12 kecamatan ( BPS Kabupaten Tapanuli Selatan:2009).

Kabupaten Tapanuli Selatan yang dahulunya hanya merupakan satu kabupaten sekarang telah mekar menjadi 4 kabupaten dan satu kota, yaitu Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Mandailing Natal, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Padang Lawas, dan Kota Padangsidimpuan.


(56)

2.3 Kedudukan Bahasa Angkola

Bahasa Angkola adalah salah satu bahasa daerah di Sumatera Utara. bahasa Angkola dipergunakan masyarakat Angkola dalam melaksanakan aktifitas dan untuk berkomunikasi dalam kehidupan sehari-hari. Daerah pemakaian bahasa Angkola sangat luas sekali bila dilihat dari segi geografisnya, karena daerah pemakaiannya tidak hanya di Kabupaten Tapanuli Selatan, tetapi setelah pemekaran pemakaian bahasa Angkola tersebar ke Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Padang Lawas Utara, Kabupaten Mandailing Natal, dan Kota Padang Sidimpuan.

Penutur asli bahasa Angkola bila berbicara dengan sesama suku Angkola masih setia menggunakan bahasa Angkola. Bahasa Angkola masih dipakai dalam upacara-upacara adat, acara keagamaan bahkan di kantor-kantor instansi pemerintahan.

Penutur asli bahasa Angkola yang bertempat tinggal di kota-kota besar di Indonesia sebahagian masih menggunakan bahasa Angkola sebagai bahasa sehari-hari, sedangkan yang lain menggunakan bahasa Indonesia ini disebabkan perkawinan campuran, orang tuanya sudah lama berdomisili di luar Kabupaten Tapanuli Selatan , juga yang sedang mendapat kesempatan studi di luar daerah tersebut.

2.4 Daerah Objek Penelitian

Daerah penelitian ini terdapat pada empat Kabupaten dan satu kota yang berbeda, tetapi masih tetap berada di provinsi Sumatera Utara. Daerah objek penelitian adalah Kabupaten Tapanuli Selatan, Kabupaten Padang Lawas Utara,


(57)

Kabupaten Padang Lawas, Kabupaten Mandailing Natal, dan Kotamadya Padang Sidempuan.

Sebelum dijelaskan secara rinci setiap daerah titik pengamatan di masing-masing kabupaten, terlebih dahulu diuraikan tentang latar belakang setiap kabupaten. Latar belakang yang dijelaskan meliputi sejarah, geografi, dan sosial penduduk untuk setiap kabupaten. Selanjutnya, dijelaskan juga mengenai desa yang sudah ditetapkan sebagai daerah titik pengamatan untuk mewakili desa lainnya.

Sebagaimana telah dijelaskan di halaman terdahulu bahwa penelitian ini adalah suatu penelitian lapangan yang bersifat kualitatif. Data penelitian diperoleh dalam bentuk tulisan (fiksi dan non fiksi), lisan (fiksi dan non fiksi), dan sejumlah informan penutur bahasa Angkola yang bertempat tinggal di desa daerah titik pengamatan. Daerah titik pengamatan ada sebanyak 20 desa. Untuk itu berikut ini dijelaskan mengenai keadaan alam bagi masing-masing daerah penelitian.

2.5 Kabupaten Tapanuli Selatan a) Kondisi Geografis Daerah

Kabupaten Tapanuli Selatan dengan luas wilayah 4,367,05 km2.dengan jumlah penduduk 263,812 jiwa, terdiri dari 12 kecamatan dengan 493 desa dan 10 kelurahan. Terletak pada garis 0o 58’ 35” – 2o 07’ 33” Lintang Utara dan 98o 42’ 50” – 99o 34’ 16” Bujur Timur. Pada ketinggian berkisar antara 0 – 1.925,3 m di atas permukaan laut.


(58)

b) Batas Wilayah Kabupaten Tapanuli Selatan adalah sebagai berikut

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Tengah dan Kabupaten Tapanuli Utara.

Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas dan Kabupaten Padang Lawas Utara.

Sebelah Selatan : berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Mandailing Natal dan Samudera Indonesia.

Tabel 2.1

Luas Wilayah, Jumlah Keseluruhan/Desa dan Penduduk Menurut Kecamatan di Kabupaten Tapanuli Selatan.

No Kecamatan

Luas Wilayah Kelurahan/ Desa Penduduk Kepadatan Penduduk (Jiwa/Km2) 1 Batang Angkola 474.70 58 31,012 65 2 Sayurmatinggi 519.60 55 37,021 71 3 Angkola Timur 286.40 39 23,733 83 4 Angkola Selatan 301.31 18 20,957 70 5 6 7 Angkola Barat Batang Toru Marancar 413.60 384.20 86.88 24 29 32 47,455 26,120 9,168 115 68 106


(59)

8 Sipirok 577.18 100 30,732 53 9 Arse 248.75 31 8,069 32

10 Saipar Dolok Hole 474.13 68 14,020 30

11 Aek Bilah 327.17 42 6,894 21

12 Muara Batang Toru 273.13 7 8,631 32

Total 4,367.05 503 263,812 60

Sumber : BPS Kabupaten Tapanuli Selatan(2009)

Untuk mendapatkan suatu hasil penelitian yang baik, maka dipilih dan ditetapkan desa daerah titik pengamatan sebagai lokasi tempat pengumpulan data secara baik dan benar. Empat kecamatan yang terdaftar di atas kemudian dipilih sebagai lokasi tempat pengumpulan data.

Adapun wilayah kecamatan yang dijadikan sebagai daerah penelitian ialah: 1. Kecamatan Angkola Barat

2. Kecamatan Angkola Timur 3. Kecamatan Batang Angkola 4. Kecamatan Sayur Matinggi


(60)

Gambar 2.2.

Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kabupaten Tapanuli Selatan

BA

BA BA

BA

BA

BA BA

BA

BA

BA

BA B


(61)

Keterangan : BA = Bahasa Angkola

1. Kecamatan Batang Angkola 2. Kecamatan Sayurmatinggi 3. Kecamatan Angkola Timur 4. Kecamatan Angkola Selatan 5. Kecamatan Angkola Barat 6. Kecamatan Batang Toru 7. Kecamatan Marancar 8. Kecamatan Sipirok 9. Kecamatan Arse

10.Kecamatan Saipar Dolok Hole 11.Kecamatan Aek Bilah

12.Kecamatan Muara Batang Toru

Pemilihan keempat kecamatan di atas ditetapkan berdasarkan kepentingan praktis saja. Berdasarkan wawancara dengan informan di desa titik pengamatan yang telah ditetapkan, maka hasil yang diperoleh adalah semua kecamatan yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan lebih dominan memakai bahasa Angkola di samping bahasa Mandailing dan bahasa Indonesia.

Suku lain yang ada di Kabupaten Tapanuli Selatan seperti Suku Melayu, Padang, Nias, Batak Toba, Cina selalu berkomunikasi dalam bahasa Angkola. Sedangkan pegawai atau karyawan yang bertugas di Kabupaten Tapanuli Selatan tapi berdomisili di kabupaten di luar Tapanuli Selatan juga menggunakan bahasa Angkola di samping bahasa Indonesia.


(62)

2.6 Kabupaten Padang Lawas Utara a. Kondisi geografis daerah

Secara geografis Kabupaten Padang Lawas Utara berada pada sebelah timur laut Kabupaten Tapanuli Selatan dan merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, membentang antara 1° 13′ 50″ – 2° 2′ 32″ Lintang Utara dan 99° 20′ 44″ – 100° 19′ 10″ Bujur Timur, berada pada 0 – 1.915 m di atas permukaan laut.

Kabupaten Padang Lawas Utara terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan, secara keseluruhan kabupaten ini memiliki luas wilayah sekitar 3.918,05 Km2 (391.805 Ha), atau 3.918,05 Km2 terdiri dari 9 kecamatan dan 386 desa dan 2 kelurahan.dengan Ibukota Kabupaten berkedudukan di Gunungtua.

b. Batas Wilayah kabupaten Padang Lawas Utara adalah sebagai berikut

Sebelah Utara : berbatasan dengan Kabupaten Labuhan Batu Selatan. Sebelah Timur : berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hilir dan Rokan

Hulu Provinsi Riau.

Sebelah Selatan: berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas. Sebelah Barat : berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

c. Jumlah Penduduk

Berdasarkan hasil pencacahan sensus penduduk 2010 ( BPS Kabupaten Padang Lawas Utara 2010) jumlah penduduk Kabupaten Padang lawas Utara sementara adalah 223.049 orang, yang terdiri atas 112.098 laki-laki dan 110.951 perempuan. Dari hasil SP 2010 tersebut masih tampak bahwa penyebaran


(63)

penduduk Kabupaten Padang Lawas Utara masih bertumpu di kecamatan Padang Bolak yakni sebesar 26,13 persen, kemudian diikuti oleh kecamatan Simangambat sebesar 20 persen, sedangkan kecamatan kecamatan lainnya di bawah 20 persen.

Umumnya bertempat tinggal menetap merupakan masyarakat dari berbagai etnis yaitu Batak Angkola, Mandailing, Batak Toba, Jawa, Minang, Nias yang bermata-pencaharian sebagian besar bertani.

Tabel 2.2

Data Luas Kecamatan dan Jumlah Penduduk Kabupaten Padang Lawas Utara.

No Kecamatan Luas Jumlah Penduduk

1 Simangambat 1.036,68 Km2 46.731 jiwa 2 Batang Onang 286,69 Km2 12.813 jiwa 3 Hulu Sihapas 82,98 Km2 4.639 jiwa 4 P. Bolak Julu 243,33 Km2 9.924 jiwa 5 Padang Bolak 792,14 Km2 58.285 jiwa 6 Portibi 142,35 Km2 23.225 jiwa 7 Halongonan 596,26 Km2 28.938 jiwa 8 Dolok 492,45 Km2 22.514 jiwa 9 Dolok Sigompulon 272,17 Km2 15.924 jiwa

Jumlah 3.918,05 Km2 223.049 jiwa


(64)

BA

BA

BA BA

BA BA

BA

BA BA

Gambar 2.3.

Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kabupaten Padang Lawas Utara

Keterangan : BA = Bahasa Angkola 1. Kecamatan Simangambat 2. Kecamatan Batang Onang 3. Kecamatan Hulu Siapas


(65)

4. Kecamatan Padang Bolak Julu 5. Kecamatan Padang Bolak 6. Kecamatan Portibi

7. Kecamatan Halongonan 8. Kecamatan Dolok

9. Kecamatan Dolok Sigompulon

Dari wilayah Kabupaten Padang Lawas Utara ditetapkan juga empat lokasi penelitian. Adapun wilayah kecamatan yang dijadikan sebagai daerah penelitian untuk wilayah Padang Lawas Utara ialah:

1. Kecamatan Batang Onang

2. Kecamatan Hulu Sihapas

3. Kecamatan Padang Bolak

4. Kecamatan Dolok

Sama halnya dengan kabupaten sebelumnya, dari hasil wawancara dengan informan di desa titik pengamatan yang telah ditetapkan, maka hasil yang diperoleh semua kecamatan yang ada di Kabupaten Padang Lawas Utara lebih dominan memakai bahasa Angkola di samping bahasa Mandailing dan bahasa Indonesia.

Suku lain yang ada di Kabupaten Padang Lawas Utara seperti suku Melayu, Padang, Nias, Batak Toba, Cina selalu berkomunikasi dalam bahasa Angkola. Sedangkan pegawai atau karyawan yang bertugas di Kabupaten Padang Lawas Utara tapi berdomisili di luar Kabupaten Padang Lawas Utara juga menggunakan bahasa Angkola di samping bahasa Indonesia.


(66)

2.7 Kabupaten Padang Lawas a. Kondisi geografis daerah

Secara geografis Kabupaten Padang Lawas merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, membentang antara : 10 26’ – 2011’ Lintang Utara, 91001’ – 95053’ Bujur Timur. Ketinggian Berkisar antara : 0 – 1.915 m diatas permukaan laut

Kabupaten Padang Lawas terdiri dari 9 (sembilan) kecamatan,dengan jumlah penduduk diperkirakan sebanyak 185.209 jiwa. Secara keseluruhan kabupaten ini memiliki luas wilayah sekitar 4.229,99 Km2, ,dengan Ibukota Kabupaten berkedudukan di Sibuhuan (Padang Lawas Dalam Angka 2009)

b. Batas Wilayah Kabupatae Padang Lawas adalah sebagai berikut

Sebelah Utara : Berbatasan dengan Kabupaten Padang Lawas Utara Sebelah Timur : Berbatasan dengan Kabupaten Rokan Hulu

Propinsi Riau

Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Kabupaten Pasaman Propinsi Sumatera Barat, Kecamatan Siabu

Kabupaten Mandailing Natal

Sebelah Barat : Berbatasan dengan Kecamatan Gunung Malintang Kabupaten Mandailing Natal, Kecamatan Sayur Matinggi dan Kecamatan Batang Angkola Kabupaten Tapanuli Selatan


(67)

c. Gambaran Umum Demografis.

Gambaran Umum Demografis Kabupaten Padang Lawas pada umumnya bertempat tinggal menetap dan merupakan masyarakat dari berbagai etnis yaitu Batak Angkola, Mandailing, Batak Toba, Jawa, Minang, Melayu, Nias yang bermata pencaharian bertani, berkebun kelapa Sawit dan coklat.

Tabel 2.3

Data Luas Kecamatan dan Jumlah Penduduk Kabupaten Padang Lawas.

No Kecamatan Luas Jumlah Penduduk

1 Sosopan 407,52 Km2 8.832 jiwa 2 Ulu Barumun 241,37 Km2 12.665 jiwa 3 Barumun 242,10 Km2 43.128 jiwa 4 Lubuk Barumun 300,23 Km2 12.704 jiwa 5 Sosa 611,85 Km2 24.381 jiwa 6 Batang Lubuk Sutam 586,00 Km2 9.450 jiwa 7 Hutaraja Tinggi 408,00 Km2 33.239 jiwa 8 Huristak 375,65 Km2 12.056 jiwa 9 Barumun Tengah 1.075,27 Km2 28.754 jiwa

Jumlah 4.229,99 Km2 185.209 jiwa


(68)

Gambar 2.4

Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kabupaten Padang Lawas

Keterangan : BA = Bahasa Angkola 1. Kecamatan Sosopan 2. Kecamatan Ulu Barumun


(69)

3. Kecamatan Barumun 4. Kecamatan Lubuk Barumun 5. Kecamatan Sosa

6. Kecamatan Batang Lubuk Sutam 7. Kecamatan Huta Raja Tinggi 8. Kecamatan Huristak

9. Kecamatan Barumun Tengah

Sebanyak empat kecamatan juga dipilih sebagai lokasi penelitian dari kabupaten ini. Adapun wilayah kecamatan yang dijadikan sebagai daerah penelitian ialah:

1. Kecamatan Sosopan 2. Kecamatan Huristak 3. Kecamatan Barumun 4. Kecamatan Sosa

Dari hasil survei dan wawancara yang dilakukan dengan informan di desa titik pengamatan yang telah ditetapkan, maka hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa kecamatan Sosopan lebih dominan memakai bahasa Angkola, ini dikarenakan kecamatan Sosopan merupakan daerah yang berbatasan dan terdekat dengan Kabupaten Padang Lawas utara, sedangkan kecamatan lain yang ada di Kabupaten Padang Lawas memakai bahasa Mandailing di samping bahasa Indonesia..

Suku pendatang yang ada di Kabupaten Padang Lawas seperti Suku Melayu, Padang, Nias, Batak Toba, Cina, Jawa selalu berkomunikasi dalam bahasa


(70)

Mandailing dan Bahasa Indonesia, sedangkan pegawai atau karyawan yang bertugas di Kabupaten Padang Lawas tapi berdomisili di di luar Kabupaten Padang Lawas menggunakan bahasa Indonesia, walaupun kadang-kadang bercampur dengan bahasa Mandailing.

2.8 Kabupaten Mandailing Natal a. Kondisi Geografis Daerah

Secara geografis Kabupaten Mandailing Natal merupakan kabupaten pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, membentang antara : 0o 10 – 1 50 Lintang Utara 98° 50 – 100 10 Bujur Timur.

Kabupaten Mandailing Natal terdiri dari 23 (dua puluh tiga) kecamatan, secara keseluruhan kabupaten ini memiliki luas wilayah sekitar ± 6.620,70 Km² (662.070 Ha), Ketinggian Berkisar antara : 0 – 1.315 m diatas permukaan laut,

b. Batas Wilayah Kabupaten Mandailing Natal adalah sebagai berikut

Sebelah Utara : Dengan Kabupaten Tapanuli Selatan dan Kabupaten Padang Lawas. Sebelah Timur : Dengan Propinsi Sumatera Barat. Sebelah Selatan : Dengan Propinsi Sumatera Barat. Sebelah Barat : Dengan Samudera Indonesia.


(71)

c. Jumlah Penduduk

Berdasarkan hasil pendataan Badan Pusat Statistik Kabupaten Tapanuli Selatan, pada saat Kabupaten Mandailing Natal dimekarkan pada tanggal 23 November 2008 dengan jumlah kecamatan 16 (enam belas), sekarang berdasarkan pendatan BPS Kabupaten Mandailing Natal tahun 2009 setelah mengalami pemekaran-pemekaran beberapa kali lagi, telah menjadi 23 (dua puluh tiga) kecamatan, 395 Kelurahan/Desa dengan jumlah penduduk 423.712 jiwa.

Tabel 2.4

Luas Wilayah, Jumlah Kelurahan/ Desa dan Jumlah Penduduk Kabupaten Mandailing Natal

No. Kecamatan

Luas Wilayah

(Ha)

Kelurahan/Desa Penduduk

1. Batahan 66.971,00 18 18.608

2. Sinunukan - 13 14.228

3. Batang Natal 65.150,99 31 22.459

4. Lingga Bayu 34.539,01 18 21.670

5. Ranto Baek - 16 10.179

6. Kota Nopan 32.514,72 36 29.428


(72)

8. Tambangan 21.413,65 20 15.111

9. Lembah Sorik Marapi 3.472,57 9 17.748

10. Puncak Sorik Marapi - 11 8.303

11. Muara Sipongi 22.930,00 15 10.853

12. Pakantan - 8 2.899

13. Panyabungan 25.977,43 38 75.381

14. Panyabungan Selatan 8.759,72 11 10.555

15. Panyabungan Barat 8.721,83 10 9.677

16. Panyabungan Utara 17.993,61 12 21.055

17. Panyabungan Timur 39.787,40 15 13.476

18. Huta Bargot - 13 5.680

19. Natal 93.537,00 29 26.379

20. Muara Batang Gadis 143.502,00 17 14.861

21. Siabu 34.536,48 24 52.725

22. Bukit Malintang 12.743,52 11 12.840

23. Naga Juang - 7 3.860

Jumlah/ Total 662.070,00 395 423.712


(73)

d. Gambaran Umum Demografis.

Gambaran Umum Demografis Kabupaten Mandailing Natal pada umumnya bertempat tinggal menetap dan merupakan masyarakat dari berbagai etnis yaitu Batak Angkola, Mandailing, Batak Toba, Jawa, Minang, Nias , Pakpak, Karo, Simalungun, Melayu, cina yang bermata - pencaharian sebagian besar bertani dan berkebun, di samping yang lainnya ada yang sebagai pegawai di instansi-instansi pemerintah maupun swasta.


(74)

Gambar 2.5.

Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kabupaten Mandailing Natal

Keterangan : BA = Bahasa Angkola

1. Kecamatan BatahanKecamatan Sinunukan 2. Kecamatan Batang Natal


(75)

3. Kecamatan Lingga Bayu 4. Kecamatan Ranto Baek 5. Kecamatan Kotanopan 6. Kecamatan Ulu Pungkut 7. Kecamatan Tambangan

8. Kecamatan Lembah Sorik Merapi 9. Kecamatan Puncak Sorik Merapi 10.Kecamatan Muara Sipongi 11.Kecamatan Pakantan 12.Kecamatan Panyabungan

13.Kecamatan Panyabungan Selatan 14.Kecamatan Panyabungan Barat 15.Kecamatan Panyabungan Utara 16.Kecamatan Panyabungan Timur 17.Kecamatan Huta Bargot

18.Kecamatan Natal

19.Kecamatan Muara Batang Gadis 20.Kecamatan Siabu

21.Kecamatan Bukit Malintang 22.Kecamatan Naga Juang

Untuk Kabupaten Mandailing Natal hanya satu kecamatan yang ditetapkan sebagai lokasi penelitian, yaitu Kecamatan Siabu. Setelah diamati semua desa titik pengamatan yang telah ditetapkan, maka hasil yang diperoleh semua kecamatan yang ada di Kabupaten Mandailing Natal memakai bahasa Mandailing di samping bahasa Indonesia, kecuali Kecamatan Siabu lebih cenderung memakai bahasa Angkola,


(76)

karena merupakan daerah yang berbatasan dan terdekat dengan Kabupaten Tapanuli Selatan.

Suku pendatang yang ada di Kabupaten Mandailing Natal seperti Suku Melayu, Padang, Nias, Batak Toba, Cina selalu berkomunikasi dalam bahasa Mandailing dan bahasa Indonesia, sedangkan pegawai atau karyawan yang bertugas di Kabupaten Mandailing Natal tapi berdomisili di luar Kabupaten Mandailing Natal menggunakan bahasa Indonesia dan bahasa Mandailing.

2.9 Kota Padang Sidimpuan

a. Kondisi Geografis Daerah

Secara geografis merupakan pemekaran dari Kabupaten Tapanuli Selatan, membentang antara : 1°08′ - 1 Lintang Utara 99°13′ - 99°20′ Bujur Timur.

Kota Padangsidimpuan yang terdiri dari terdiri dari 6 (enam) kecamatan, 37 (tiga puluh tujuh) kelurahan, 42 (empat puluh dua) desa, secara keseluruhan kota ini kabupaten ini memiliki luas wilayah sekitar 14.684,68 Ha, dengan Ibukota Kabupaten berkedudukan di Kota Padang Sidimpuan.

b. Batas Wilayah Kota Padang Sidimpuan adalah sebagai berikut

Sebelah Utara : Kec. Angkola Timur, Kab. Tapanuli Selatan Sebelah Selatan : Kec. Batang Angkola, dan Kec. Angkola Selatan, Kab. Tapanuli Selatan

Sebelah Barat : Kec. Angkola Barat dan Kec. Angkola Sebelah Timur : Kec. Angkola Timur, Kab. Tapanuli Selatan.


(77)

c. Jumlah Penduduk

Berdasarkan hasil pendataan Badan Pusat Statistik Kota Padangsidimpuan 2007 jumlah penduduk Kota Padangsidimpuan diperkirakan sebanyak 185.132 jiwa

Wilayah kecamatan yang dijadikan sebagai daerah penelitian ialah: 1. Kecamatan Padangsidimpuan Hutaimbaru .

2. Kecamatan Padangsidimpuan Utara 3. Kecamatan Padangsidimpuan Selatan 4. Kecamatan Padangsidimpuan Batunadua

Tabel 2.5

Jumlah Wilayah, Jumlah Desa dan Jumlah Penduduk Kota Padangsidimpuan

No Kecamatan

Luas Wilayah

Jumlah Desa

Jumlah Penduduk

Kepadatan Penduduk 1 Padangsidimpuan Tenggara 27,69 18 28.760 1.039 2 Padangsidimpuan Selatan 15,81 12 60.746 3.842 3 Padangsidimpuan Batunadua 38,74 15 16.971 438 4 Padangsidimpuan Utara 14,09 16 58.492 4.152 5 Padangsidimpuan Hutaimbaru 22,34 10 16.058 719 6 Padangsidimpuan Angkola Julu 28,19 8 7.472 265

Jumlah 146,86 79 188.499 1.284


(78)

BA

BA

BA

BA

BA

BA

Gambar 2.6.

Peta Penyebaran Bahasa Angkola di Kota Padangsidimpuan

Keterangan : BA = Bahasa Angkola

1. Kecamatan Padang Sidimpuan Tenggara 2. Kecamatan Padang Sidimpuan Selatan 3. Kecamatan Batu Nadua


(1)

Mora (ina-ina)

Assalamualaikum wr .wb

Ima parkumpulanta di ari na sadarion.

Manambai kata-kata nakkinani songon nai dokkon mi.

Jadi ison mattong umpama ito memang anggo namangetong ami ma da hamu. Tontu baya maloja hamu, topet hamu ison halak kahanggi.

Songonon ma hami kiraana.

Um mada jop niroha aha umpamana na di haupiohon dihamu. Jadi ison rupa hamu barisan ni anak boru, aso pade baya. Jadi songonima, usudahi ma hata. Assalamu alaikum wr, wb. Tuhadopan anak boru nami sasudena.

Batuhamu dia ma haroro nami diamu sude.

Nakkin lupa hami di lakka-lakka tolu-tolu songon naidokkon munui. Di alo-alo hami tu son maksudna ro hami

Tu jolo munu songon naidokkon nakkini

Adong ma da dohonon nami songon nadi dokkonmi. Mungkin hajat nami doi

Anggo hami sian bagasan mora munu sian angkola julu Nadohot namion sudena.

Tai udokkon pesongoni ison kahangi nami . Sada do nian topoton nami i Pasar Matanggoron.


(2)

Sudena hita namarkoum marsisolkot,

Botima sude hatakkon usudahima. Asalamualaikum w.wb Hata koum sisolkot nami,

On ma da namangalo-ngalo hami dison.

Idia mantong nakkini dalan-dalan ben naro hami tuson. Ima da na mangiutkon hata,

Jadi, diari-ari nadung lewat tarbege ma da sada hata Lalu sian i ma da bettak adong namasa namuba. Ninna i naroan di pardalanan naleleng ma da Ben na maradian hami.

Job ni roha ma da ben na maradian hami ison. Ima na mariboto songoni marnanguda.

Siani giot manambai hata sian uda tarboti ma da nakkini. Muda adong nakurang tama pangalaho dohot hata Au mangido maaf usudahima. Asalamualaikum wr. Wb

Mangalusi muse anak boru Asalamualaikum wr. wb

Ben nadung idok mora nami sandok ibagasan rohamunu On peda namandok dokkononmi sian jae dohot sian julu.

Ben nadia tong borngin nalewati murtambah anggota munu tu bagas name. Ro haborkatan hami di hamu.


(3)

Akkon na ro sude mora nami sian jae dohot sian julu. Mur taringot tuhamu morakku ben naadong

Indon pakean ni morakkon najolo indon. Oban hamu moramunu tu bagas nami Indon namalo hami mamakean morangku, Oban hamu tondi namii morakkon

biama luai sian jae dohot sian julu.

Ben nadung sampe hamuon ima tu alaman ni hami ima di Pasarmatanggor Sanga didia ma barang tujuan hamunu.

Namangalusi mangguge diami

bagasan ni anak borumunu di alamanni Pasar Matanggoron.

Ison pe da mangarahon sajo rap botima kata. Asalamualaikum wr. Wb Imattong di bitean ni mataniarion.

Hami antong ro marluhut di jolo ni bagas namartua on.

Giot manyambung hata ni munuon ibagasan ni barisan ni inang Halaina manyambut hata munuon.

Asalamualaikum wr. wb

Alus ni mora (ama-ama) Asalamualaikum wr.

Syukur alhamdulillah ta ucapkon tu adopan ni Tuhanta Namangalehen nikmat kasehatan di hita sasudena


(4)

Rap salawat dohot salam ta hadiakkon tu Nabita Muhammad Saw. Dungi muse attong mangalus hatani anakboru nami nakkin, Jadi songon ma da ben na ro hami tu son

Ben nadung tarleleng attong di son anak boru hami.

Dohot pangalakkan nami dison dohot maroban indahan tukkus. Ulang ma manjagar-jagar sandok naro ma hamu di pardalanan. Kuatkon do rupa dison maramal,

Songon ma hami sahatkon doa name. Songoni babere sanga dongan-dongan

Mudah-mudahan nian jagit tondi munu dohot badan munu. On indahan tukkus obanon nami sasudena.

Horas hamu sasudena,horas hami songoni ma da. Na malo au mandokkon hata usudahima.

Asalamualaimum wr. Wb

Manambai muse mora sian ama-ama Asalamualaimum wr. Wb

Syukur alhamdulillah ta ucapkon tu Tuhanta, Ima markumpul hita di alaman bolakon.

Salawat dohot salam ta ucapkon tu Nabi ta Muhammad saw, I ma naita harapkon syafat na ima saulakon di yaumil mahsar. Mangalusi hobarni anak boru nami.


(5)

Ima Tambah ni obar ni angkang sian si Sunggam.

Tontu dalanna tong i ma ben naro ami i ma mora munu sasudena. Attong ulang munu di ami di jae dohot di julu

Bahaso manambah anak gadis nami.

Jadi i ma da rupanii ben naro hami sudena moramunu. Aso sae ma da tu anak boru nami sude

Aha ibaratna umpamani aha nadidok munu. Aso salose ma da,ulang janggal hita marsiinjaman.

Tinggal attong pahompu nami on dabo salamat parkawinan nion. Muda adong attong kasilapan

Adong waktu mu na lapang roma tu bagas nami. Sugari amu ami ison tandai amu sasudena.

Habahaton naso dohot tu son. Namanambah pahompu naion. On pe usudahimada hatakku.

Mudah-mudahan silua namion,silua nahiasan. Aso leng adong upanii diami dohot dihamu. Songoni upani manjagit.

Ben nai son do pe tong anggi di jae dohot di julu

Halai namanambahi sobia tama dohot tumbuk murtudengganna. Tarsongoni ma da hatakku di anak madung matobang na tarlupa-lupa. Usudahima, Asalamualaimum wr. wb


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP A.Data Pribadi

1.Nama : Tiornalis Siregar 2.NIP : 131792278 3.Gol./ Ruang : IV/a 4.Jabatan Fungsional : Lektor

5.Tempat/Tgl.Lahir : Medan, 15 Agustus 1961

6.Alamat Rumah : Jl.Eka Rasmi/Pipa Air Bersih No.18 Medan Johor HP : 0811637097

Alamat E-mail: tiurnalis@ yahoo.co.id Alamat Kantor : Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Islam Sumatera Utara

Jalan Puri Medan. Telp : (061) 7869730

B.Riwayat Pendidikan

Sekolah Dasar Negeri 2 Labuhan Deli lulus tahun 1973

Sekolah Menengah Pertama Yosua 2 Bersubsidi Medan lulus tahun 1976 Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Medan lulus 1980

SI Jurusan Bahasa Indonesia FKSS IKIP Negeri Medan lulus tahun 1986 S2 Jurusan Administrasi Pendidikan Universitas Negeri Medan lulus tahun 2003 S3 Program Studi Linguistik Universitas Sumatera Utara lulus tahun 2011

C.Riwayat Pekerjaan

Staf Pengajar Kopertis Wilayah I dpk FKIP UISU 1990 s/d sekarang

D.Riwayat Keluarga

Menikah, 20 Desember 1984 dengan Drs. H. Abdul Aziz Angkat, MSp.(Alm) Dikaruniai 4 orang anak yaitu :

1. Anugraha Maulidin Angkat, BSc lulusan University Sains Malaysia Penang 2. Agung Arief Wibowo Angkat, SE lulusan Fak. Ekonomi USU

3. Akbar Husaini Angkat mahasiswa semester V Fak. Kedokteran USU 4. Sultan Mashur Angkat siswa kelas XII IPS 2 SMA Negeri I Medan