Prinsip Dan Konsep Perancangan Kota Pada Kawasan Rawan Bencana Tsunami Kasus: Kota-Kota Pantai Barat Daya Aceh

PRINSIP DAN KONSEP PERANCANGAN KOTA PADA
KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI
KASUS: KOTA-KOTA PANTAI BARAT DAYA ACEH

Achmad Delianur Nasution

PRINSIP DAN KONSEP PERANCANGAN KOTA
PADA KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI
KASUS: KOTA-KOTA PANTAI BARAT DAYA ACEH

Achmad Delianur Nasution
Program Studi Magister Teknik Arsitektur Sekolah Pascasarjana USU

Abstrak. Salah satu permasalahan terpenting pasca bencana Tsunami Aceh adalah bagaimana melakukan
pembangunan kembali kota-kota yang tanggap terhadap bencana tsunami namun tetap dapat memberikan
kenyamanan dan kemakmuran kepada kehidupan penduduknya. Makalah ini akan membahas kota-kota pesisir
barat daya Aceh pasca Tsunami berdasarkan perspektif konsep kota yang tanggap bencana tsunami dan teoriteori perancangan kota, dikaitkan dengan data-data tentang tingkat kerusakan di lapangan. bahwa perancangan
kembali kawasan dan kota-kota pesisir Aceh ini dapat menjadi ruang di mana manusia dapat memenuhi
kebutuhan fisik dan spritualnya sekaligus melindungi warga dari bencana alam yang mungkin akan berulang,
minimal mengurangi resiko kerusakan.
Katakunci : Bencana Tsunami, Perancangan Kota, Aceh Barat Daya


1.

Pendahuluan

Kota adalah bagian dari ketinggian peradaban
umat manusia. Peradaban dunia juga lahir dan
besar di kota-kota besar kuno zaman dahulu.
Kenneth Clark (1959) mengatakan bahwa
peradaban (civilization) tercapai ketika manusia
dapat memperoleh penghidupan yang layak dan
terbebas dari apa yang disebutnya sebagai ‘day
to day struggle the existence and the night to
night struggle from the fear’. Semua itu dapat
dicapai dengan adanya keseimbangan kualitas
antara pikiran dan perasaan, suatu kesempurnaan
di mana dapat tercapai keadilan, keindahan fisik
dan sebagainya.
Berbagai konsep dalam mengakomodasi dan
mengembangkan peradaban manusia dalam

suatu wadah bernama ‘kota’ telah berkembang
sejak perencanaan kota-kota klasik, kota-kota
Medieval, Renaisance, hingga pemikiran dan
konsep kota-kota modern abad ke 21. Tetapi
seperti apapun konsep yang diterapkan, kota

dapat porak poranda seketika jika Tuhan
berkehendak. Kota Pompeii yang makmur dan
sejahtera terkubur seketika saat gunung
Vesuvius meletus pada pagi hari tanggal 24
Agustus 1979. Sejak tahun 1946 enam Tsunami
telah membunuh hampir 500 orang dan merusak
ratusan juta dollar properti di Alaska, Hawaii
dan sepanjang Pantai Barat Amerika Serikat.
Gempa di pesisir Chile tahun 1960
menghancurkan sebagian dari Chile dan
menaikkan bongkahan tanah seukuran California
dari bawah laut setinggi 30 kaki (9,144 m).
Gempa tersebut diiringi oleh rentetan tsunami
yang mengakibatkan keusakan di berbagai pulau

di Pasifik, termasuk Hilo, Hawaii dan Jepang.
Terakhir, beberapa kota pesisir di Indonesia,
Malaysia, Thailand, India, Shrilanka, Maladewa
luluh lantak akibat gempa dan gelombang
Tsunami Minggu pagi 26 Desember 2005. Di
Indonesia, beberapa kota pesisir di pantai barat
daya Aceh termasuk yang paling parah
kerusakannya, mencapai 80 % dari seluruh kota.

15

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 01, April 2005 : 15-22

Marco Kusumawijaya, seorang pengamat
perkotaan Indonesia, dalam salah satu
tulisannnya di majalah nasional Tempo beberapa
waktu lalu mengungkapkan :
“... membangun kembali Aceh bukan

hanya membangun kembali rumahrumah, melainkan kota-kota. Dan sebuah
kota tidak sama dengan penjumlahan
kuantitatif rumah-rumah. Kota itu
merekam, dan adalah wujud material
masyarakatnya. Meskipun apa yang di
permukaannya telah hancur, denahnya
yang tersisa adalah sebuah jejak yang
mengandung
kenangan,
struktur,
hubungan dengan alam dan sejarah,
dengan geografi dan biografi. Dan
semua itu mendekam dalam kenangan
masyarakat. Kini waktunya menambah
di atas jejak itu, ke dalam sistem itu,
yang menyikapi bencana alam sebagai
sesuatu yang niscaya, seperti flu atau
hujan, hanya dengan frekuensi yang
lebih jarang.” (Marco Kusumawijaya ,
2005)

Dengan pengalaman bencana maha dahsyat ini,
kita mestinya dapat mengembangkan ide-ide
konstruktif untuk membangun kota dan
mempertahankannya sebagai wadah peradaban
kita. Makalah ini akan membahas kota-kota
pesisir barat daya Aceh pasca Tsunami
berdasarkan teori-teori perancangan kota,
dikaitkan dengan data-data tentang tingkat
kerusakan di lapangan. Dengan satu tujuan,
bahwa pembangunan kembali kawasan dan kotakota pesisir Aceh ini dapat menjadi ruang di
mana manusia dapat memenuhi kebutuhan fisik
dan spritualnya sekaligus melindungi warga dari
bencana alam yang mungkin akan berulang,
minimal mengurangi resiko kerusakan.
2.
Bencana Tsunami
2.1 Prinsip-Prinsip Bencana
Tsunami adalah serangkaian gelombang tinggi
yang disebabkan oleh perpindahan sejumlah
besar air laut secara tiba-tiba. Tsunami

disebabkan oleh gempa bawah laut, meletusnya
gunung berapi di bawah laut, tanah longsor atau
perpindahan tanah di bawah air, jatuhnya meteor
atau tanah pesisir yang longsor ke dalam laut.
Tsunami yang terjadi secara lokal biasanya
16

terjadi dalam waktu yang tidak cukup untuk
memberi peringatan dan mungkin juga diiringi
kerusakan yang diakibatkan oleh gempa pemicu
seperti tanah bergerak, surface faulting,
liquefaction, atau tanah longsor. Tsunami jauh
bisa berjalan selama berjam-jam sebelum
menerpa pesisir.
Di lautan terbuka, tinggi tsunami bisa hanya
mencapai beberapa kaki, tetapi bisa bergerak
sampai 500 mil/jam (804,5 km/jam). Ketika
tsunami memasuki perairan dekat pesisir,
kecepatannya berkurang, panjang ombaknya
berkurang, dan tingginya bertambah secara

drastis. Namun, ombak pertama biasanya bukan
ombak terbesar, beberapa ombak yang lebih
besar dan ganas seringkali mengkuti ombak
pertama. Walau kecepatan tsunami biasanya
berkurang saat mendekati pesisir, gelombang
tetap bergerak lebih cepat dari kemampuan
seorang pelari jarak jauh olympiade – lebih dari
15 mil/jam (24,135 km/jam)
Tidak seperti gempa bumi yang dapat merusak
wilayah luas, biasanya ratusan mil persegi,
tsunami merusak sepanjang pesisir linear, dan
biasanya mencapai daratan. Ketika mendarat di
pesisir, gelombang akan terpantul kembali ke
laut, dan dapat menyerang pesisir dalam bentuk
gelombang beruntun.
Indikasi kasat mata pertama dari datangnya
tsunami adalah surutnya air (drawdown) yang
disebabkan oleh lembah gelombang yang
mendahului gelombang besar yang sedang
menuju daratan.


2.2

Prinsip-prinsip
Pencegahan

Penanganan

dan

Berdasarkan pengalaman akibat gempa dan
Tsunami, Pemerintah Amerika Serikat melalui
National Tsunami Hazard Program bersama
NOAA, USGS, FEMA, NSF, dan Negara
Bagian Alaska, California, Hawaii, Oregon dan
Washington telah menerbitkan buku Designing
for Tsunamis : Seven Principles for Planning
and Designing pada Maret 2001. Buku ini
kemudian
diterjemahkan

dalam
bahasa
Indonesia pada Januri 2005 dengan judul
Menghadapi Tsunami, oleh Komisi Darurat
Kemanusiaan, Koalisi Masyarakat Sipil untuk

Universitas Sumatera Utara

PRINSIP DAN KONSEP PERANCANGAN KOTA PADA
KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI
KASUS: KOTA-KOTA PANTAI BARAT DAYA ACEH

Achmad Delianur Nasution

Aceh dan Sumatera Utara. 7 Prinsip yang dimuat
dalam buku tersebut adalah :
1. Kenali risiko Tsunami di daerah anda
2. Hindari pembangunan baru di daerah
terpaan Tsunami untuk mengurangi
korban di masa mendatang

3. Atur pembangunan baru di daerah
terpaan Tsunami untuk memperkecil
kerugian di masa mendatang
4. Rancang dan bangun-bangunan baru
untuk mengurangi kerusakan
5. Lindungi pembangunan yang telah ada
dari
kerugian
Tsunami
dengan
membangun kembali, perencanaan dan
pemanfaatan kembali
6. Ambil tindakan pencegahan khusus
dalam mengatur dan merancang
infrastruktur dan fasilitas utama untuk
mengurangi kerusakan
7. Rencanakan evakuasi

3.2


Dalam bahasan tentang perencanaan tata guna
lahan ditetapkan 5 strategi sbb. :
1. Daerah yang paling rawan bencana tsunami
diperuntukkan sebagai ruang terbuka
2. Mengambil alih daerah bahaya tsunami
untuk fungsi ruang terbuka
3. Pembatasan pembangunan melalui peraturan
tata guna lahan
4. Mendukung perencanaan tata guna lahan
melalui perencanaan peningkatan modal dan
anggaran
5. Menyesuaikan program-program lain dan
persyaratannya

Hal ini sesuai dengan tujuan perancangan kota
yang di kemukakan oleh Spreiregen (1965),
yaitu menselaraskan urban dengan alam, dimana
kota menjadi tempat manusia meningkatkan
kualitas
kehidupan
dan
membangun
peradabannya.Oleh Karena itu menurut Hough
(1989) dasar-dasar dari bentukan perancangan
kota secara fisik adalah proses alam.

3.

Dimensi Alam Dalam Perancangan
Kota

Michael Hough (1989) mengutip McHarg,
Lewis dan ahli-ahli lingkungan kota lainnya
mengemukakan adannya keterhubungan antara
proses kehidupan dengan proses fisik bumi,
iklim, air, tumbuhan, dan binatang; suatu
tranformasi terus menerus dari materi yang
hidup maupun tak hidup; elemen-elemen ini
menjadi bagian dari keberlanjutan bumi dan
menjadi dasar dari bentuk lingkungan binaan.
Doktrin perancangan pada awal arsitektur
modern seperti “Form Follow Function” tidak
lagi dapat menjadi satu-satunya dasar bagi
bentuk lingkungan binaan. Prinsip “Design with
Nature” kini telah menjadi bagian dari praktikpraktik perancangan sehingga dapat lebih
menyesuaikan dengan proses perkembangan
alam.

Shirvani (1985) menyebutkan bahwa dimensi
alam dalam perancangan kota terdiri dari :
-

Iklim kota dan kualitas udara.
Menyangkut iklim kota baik secara
makro ataupun mikro serta faktor-faktor
penyebab dan penghindaran terhadap
polusi
udara,
seperti
kepadatan
lalulintas, limbah industri, sampah kota
dan lain-lain.
Iklim makro dalam kasus Indonesia
khususnya Aceh adalah beriklim tropis
sedangkan iklim mikro sangat
bergantung kepada bentukan bangunan
yang dapat mengarahkan angin di suatu
lingkungan binaan, material penutup
tanah yang dapat mempengaruhi suhu,
serta tanaman yang dapat
mempengaruhi arah angin dan suhu
lingkungan dan polusi udara.

-

Energi
dan
cahaya
matahari.
Menyangkut
penggunaan
energi

Prinsip-Prinsip Perancangan Kota

3.1

Tujuan Perancangan Kota

Spreiregen (1965) menyebutkan bahwa pada
prinsipnya tujuan perancangan kota adalah :
-

Membuat kota lebih manusiawi
Menghubungkan bentuk fisik kota
dengan keadaan alam, misal : orientasi
Menselaraskan urban dengan alam
Menciptakan ruang-ruang kota yang
berkualitas
Menjadikan
kota
sebagai
suatu
pelabuhan keanekaragaman

17

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 01, April 2005 : 15-22

-

-

18

matahari dan akses kepada cahaya
matahari. Dalam kasus iklim tropis hal
ini bukan menjadi maslah besar karena
matahari bersinar sepanjang tahun. Oleh
karena itu dapat berpotensi sebagai
sumber energi yang terbarui terutama
untuk daerah pantai bersama-sama
energi angin.
Geologi dan tanah kota. Merancang
kota tidak hanya mempertimbangkan
apa yang terlihat dipermukaan tanah
tetapi juga harus mempertimbangkan
apa yang ada dibawah permukaan tanah
serta sifat-sifat tanah seperti kekuatan
tanah, potensi longsor, daerah resapan
air, daerah genangan banjir, daerah
rawan gempa dan lain-lain. Untuk
pengendalian
pada
tempat-tempat
berbahaya, perancangan kota perlu
perangkat
pengendalian
berupa
kebijakan
pemerintah,
sehingga
masyarakat tidak tinggal didaerah rawan
bencana. Hal ini dapat dilakukan dengan
cara sosialisasi, insentif pajak, dan
peraturan daerah.
Dalam konteks kawasan Pantai Barat
Aceh, perlu ada peraturan daerah yang
mengatur tentang tata guna lahan dan
bangunan pada kawasan yang rawan
gempa dan tsunami. Serta adanya sistem
peringatan dini tentang bencana.
Hidrologi dan kualitas air kota.
Penyediaan air bersih dan sistem air
kotor
kota
yang
efektif
serta
pengontrolan polusi air merupakan
persoalan umum didaerah perkotaan.
Pembangunan kota pada umumnya akan
memerikan efek pada pola penyerapan
air tanah, genangan serta aliran air.
Spirn (1980:102) dalam Shirvani
(1985:87) menyebutkan bahwa “natural
drainage system” yang telah dibangun di
Woodland, Texas, telah melindungi
warga dari banjir dan memberikan air
dengan kulitas tinggi dengan biaya yang
lebih murah. Salah satu cara yang
digunakan dalam sisitem ini adalah
dengan sesedikit mungkin merusak
vegetasi dan kontur tanah eksisiting
sehingga
dapat
mempertahankan
permeabilitas tanah. Pada iklim tropis
lembab dan basah seperti Indonesia,
vegetasi mempunyai peranan penting

-

-

dalam
proses
penyerepan
dan
pengendalian air permukaan berupa air
hujan
dan
banjir,
sehingga
mempertahankan
vegetasi
dan
pepohonan eksisiting serta seminimal
mungkin merubah kontur merupakan
salah satu prinsip perancangan kota
yang penting diterapkan di daerah rawan
tsunami.
Vegetasi Kota. Mengingat manfaatnya
yang banyak terhadap manusia dan
lingkungan, peranan vegetasi dan
pepohonan dalam perancangan kota
adalah merupakan suatu hal yang
mendasar dan universal. Penerapannya
harus
terintegrasi
dengan
dan
perencanaan hutan kota dan regional
baik pada tingkat kebijakan dan
pelaksanaan fisik.
Kehidupan alamliar di Kota. Dalam
perancangan kota kehidupan alamliar
adalah suatu hal yang harus diambil
peduli, karena mereka berperan dalam
keseimbangan ekosistem. Perusakan
keseimbangan
ekosistem
secara
langsung maupuntidak langsung akan
berakibat kepada manusia walaupun
baru disadari dalam jangka panjang.

Dalam prespektif pembahasan perancangan kota
dari dimensi alam, tsunami bukan semata-mata
dilihat sebagai bencana, tetapi sebagai suatu
proses fisik alam, dimana manusia harus dapat
mengambil kaedah dan faedah sehingga dapat
membentuk suatu lingkungan binaan yang
tanggap terhadap proses alam. Dalam
pembahasan ini secara khusus ditujukan untuk
menentukan prinsip atau kriteria perancangan
kota yang tanggap terhadap tsunami.
3.3

Dimensi Manusia Dalam Perancangan
Kota

Dimensi manusia merupakan salah satu aspek
penting dalam perancangan kota karena pada
dasarnya perancangan kota dan kota itu sendiri
ditujukan bagi sebesar-besar kemakmuran
manusia. Walaupun teori normatif tentang
perancangan kota telah terbentuk, namun dalam
penerapannya pada suatu komunitas perlu
dipertanyakan kembali bagaimana komunitas
tersebut mendefinisikan kehidupan kota yang

Universitas Sumatera Utara

PRINSIP DAN KONSEP PERANCANGAN KOTA PADA
KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI
KASUS: KOTA-KOTA PANTAI BARAT DAYA ACEH

Achmad Delianur Nasution

baik. Berkaitan dengan hal ini perancangan kota
membutuhkan partisipasi masyarakat.

transportasi, mengakibatkan perkembangan
kota juga memanjang sepanjang jalur ini dan
terhambatnya perluasan areal ke samping.
Sepanjang

3.4 Dimensi Fisik Perancangan Kota
Menurut Hamid Shirvani ada delapan elemen
fisik dalam perancangan kota :
1. Tata Guna Lahan
2. Bentuk dan Massa bangunan
3. Sirkulasi dan Parkir
4. Ruang Terbuka
5. Jalur Pedestrian
6. Pendukung Aktifitas
7. Tata Informasi
8. Preservasi

lembah pegunungan, sepanjang jalur
transportasi darat utama adalah bagianbagian yang memungkinkan terciptanya
bentuk seperti ini. (Northam, 1975). Pada
kasus, tipologi seperti ini terbentuk karena
adanya ‘kendala’,
yaitu pantai di satu sisi dan perbukitan di sisi
lain, sehingga ‘space’ untuk perkembangan
areal kota hanya mungkin memanjang saja.


4. Kondisi Kota-Kota Pantai Barat Daya
Aceh
4.1. Sebelum Bencana
Tipologi permukiman pesisir barat daya Aceh
umumnya memiliki pola sbb. :
• Pada umumnya kota, kampung atau
permukiman di daerah pesisir barat daya
Aceh berbentuk pita (ribbon shape city).
Kota seperti ini didominasi oleh pola
jalan yang memanjang sebagai jalur





Bangunan-bangunan yang berada dalam
tanah negara, yaitu berada pada jarak
150 m dari garis pantai umumnya
berorientasi ke arah laut dengan pola
menyebar. Umumnya massa bangunan
terletak pada garis utara –selatan. Pada
daerah sempadan ini juga terdapat
beberapa pusat aktivitas nelayan, seperti
dermaga dan tempat pelelangan ikan
Di belakang daerah sempadan terdapat
pola
permukiman
linier
yang
berorientasi ke arah jalan. Dengan posisi
seperti
ini
bangunan
umumnya
membelakangi laut. Setiap lebih kurang
dua kavling bangunan terdapat jalan
lingkungan yang posisinya kurang lebih
sejajar pantai. Di antara permukiman
yang berorientasi ke laut dan
permukiman yang berorientasi ke jalan
terdapat jalan kampung (gang).
Berjarak sekitar 3 blok perumahan
terdapat jalan arteri yang sekaligus
posisinya merupakan batas antara
daerah landai dan perbukitan.

Pola perumahan di sepanjang pantai, secara umum
berorientasi ke jalan dan membelakangi laut

19

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 01, April 2005 : 15-22

Sketsa Tipologi Pemukiman Di Kawasan Pesisir Aceh

20

Universitas Sumatera Utara

PRINSIP DAN KONSEP PERANCANGAN KOTA PADA
KAWASAN RAWAN BENCANA TSUNAMI
KASUS: KOTA-KOTA PANTAI BARAT DAYA ACEH

Achmad Delianur Nasution

-

4.2. Sesudah Bencana
Lokasi Survey Di Kota-Kota Pantai Barat
Daya Aceh.
Survey dilakukan oleh Tim Relawan Arsitek
sebagai bentuk kerjasama Program Pasca
Sarjana Arsitektur USU, Ikatan Arsitek
Indonesia cq. IAI Sumatera Utara dan
Emergency
Architect,
Perancis.
Survey
dilakukan dari tanggal 20 Januari – 26 Januari
2005 meliputi kota-kota kecamatan dan desa
pada kecamatan yang membentang sepanjang
pesisir barat daya aceh antara kota Meulaboh
hingga Kota Blang Pidie, yaitu :Kabupaten Aceh
Barat, Kabupaten Nagan Raya dan Kabupeten
Aceh Barat Daya. Kota kecamatan dalam tiga
kabupaten tersebut yang disurvey adalah
(1)Kuala
(2)Manggeng
(3)Tangan-tangan
(4)Susoh (5)Keuda Batee (6)Johan Pahlawan
(7)Merbau (8)Samatiga (9)Arongan Lambalek
(10) Darul Makmur
Peta Lokasi Survey di Aceh Barat Daya

-

membentuk kota baru di tempat yang
kemungkinan besar tidak terjangkau
gelombang tsunami. Pilihan ini akan
mengarah kepada pembentuka kota baru
yang jauh dari pantai atau berada di
ketinggian.
Merehabilitasi kota lama dengan
membentuk benteng-benteng terhadap
gelombang tsunami yang secara fisik
dapat berupa hutan bakau atau tanaman
kearas atau bendungan beton.

5.1. Tata Guna Lahan
Rencana tata guna lahan pasca gempa dan
tsunami di kota-kota pesisir didasarkan kepada
perkiraan tingkat keamanan lokasi bangunan dan
aktivitas terhadap ancaman tsunami, sbb ;
• Daerah bibir pantai yang bersentuhan
dengan laut ditempatkan dermaga dan

KAJEUNG

SUNGAI MAS
SUB REGENCY

SEUNAGAN TIMUR
SUB REGENCY
PANTE CEUREUMEN
SUB REGENCY

KUAL A BHEE

KEUDE LNTEUNG

BEUTONG
SUB REGENCY

BUNGONG PULO

JEURAM

WOYLA
SUB REGENCY

SEUNAGAN
SUB REGENCY

PAT E CEUREUMON

ARONGAN LAMBALEK
SUB REGENCY
SIMP ANG PEUT
S UA K PUNTONG
V ILLA GE

DRI EN RAMPAK

KUALA
SUB REGENCY
DARUL MAKMUR
SUB REGENCY

BANDA LAYUNG

BUBON
SUB REGENCY

K UALA BARO
V ILLA GE

KEUON ARON

LANGKA K
VILLAGE

K UALA TUHA
VILLAGE

KAWAY XVI
SUB REGENCY

PADANG PANJANG

KUBANG GAJA H
VILLAGE
KUALA TRANG
VILLA GE

SAMATIGA
SUB REGENCY

SUKA MAKMUR

COT RAM BONG
VILLAGE

SUAK TIMAH

KUALA TADU
V ILLAGE

JOHAN PAHLWAN
SUB REGENCY
MEURUBO
SUB REGENCY

MEULABOH
M EUREUBO

TUTU

TEUNOM
PASI

PUNGKI

SUAK TIMAH
JEURAM

MEULABOH

TADUK
SEUMAYAN
KUTANIBONG

LAMAINONG
KUTA BAHAGIA
SUSOH

BLANG PIDIE
TANGAN TANGAN
MANGGENG

Dari survey di lapangan diperoleh data bahwa
dengan berbagai variasi di berbagai lokasi, ratarata bangunan yang hancur total berada dalam
jarak 250 meter dari garis pantai.
5. Prinsip-Prinsip Perancangan Kota Di
Pantai Barat Daya Aceh Pasca Gelombang
Tsunami
Beberapa pilihan dalam proses perancangan kota
yang rawan tsunami adalah :






pemecah ombak
Daerah sempadan pantai sampai ke sisi jalan
arteri merupakan daerah penghijauan dengan
tanaman-tanaman yang dapat menyerap
energi ombak dan menahan terpaan ombak.
Kawasan ini juga dapat merupakan ruang
terbuka publik
Jalan arteri pada batas antara kawasan pantai
dan perbukitan
Areal permukiman ditempatkan pada daerah
perbukitan dengan sistem konstruksi tahan
gempa

21

Universitas Sumatera Utara

Jurnal Arsitektur “ATRIUM” vol. 02 no. 01, April 2005 : 15-22



Di antara jalan arteri dan kawasan
permukiman di perbukitan dijadikan jalur
hijau

5.1. a. Sirkulasi Kendaraan
Sirkulasi utama tegak lurus dari arah pantai
menuju perbukitan dibuat lebar dan langsung
menuju titik evakuasi di kawasan yang lebih
tinggi
untuk
memudahkan
masyarakat
menyelamatkan diri jika bahaya Tsunami datang
Sketsa Rekomendasi Recovery Kawasan
Pesisir
Peta Perancangan Kawasan Kota/Desa

5.1.b. Sirkulasi Pejalan Kaki (pedestrian)
Sirkulasi pejalan kaki merupakan bagian
integratif dari perencanaan jalur-jalur untuk
menyelamatkan diri saat bencana terutama pada
jalan utama yang tegak lurus dari arah laut
menuju ke perkampungan pada topoghrafi yang
lebih tinggi

5.3. Bentuk dan Massa Bangunan
Orientasi bangunan sebaiknya menghadap ke
laut atau memungkinkan penerimaan informasi
secara cepat tentang bahaya yang mengancam
dari pantai. Konstruksi bangunan sebaiknya
tahan gempa atau cukup tahan sementara
masyarakat menyelamatkan diri ke tempat yang
lebih aman.

Daftar Pustaka
Epp, Eduard; Perks, William T.; Perron,
Richard; Sale, Chris; Vliet, David Van
(1996) Sustainable Community Design, The
Canada Mortgage and Housing Corporation,
Faculty
of
Architecture,
University
Manitoba.
http://www.cadlab.umanitoba.ca/uofm/la/sus
tainable/index.html
Shirvani, Hamid (1985) The Urban Design
Process. Van Nostrand Reinhold Inc. New
York
Kenneth Clark (1959)
Marco Kusumawijaya , Tempo, Februari 2005
Spreiregen, Paul D. (1965) Urban Design; The
Architecture of Towns Ans Cities, McGrawHill Book Company, New York
National Tsunami Hazard Program bersama
NOAA, USGS, FEMA, NSF, dan Negara
Bagian Alaska, California, Hawaii, Oregon
dan Washington Designing for Tsunamis :
Seven Principles for Planning and
Designing pada Maret 2001. Terjemahan
dalam bahasa Indonesia pada Januri 2005
dengan judul Menghadapi Tsunami, oleh
Komisi Darurat Kemanusiaan, Koalisi
Masyarakat Sipil untuk Aceh dan Sumatera
Utara
Potongan Melintang Perancangan
Kota/Desa
22

Kawasan

Northam, 1975

Universitas Sumatera Utara