Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis )

INTERSEPSI PADA BERBAGAI KELAS UMUR
TEGAKAN KELAPA SAWIT (ELAEIS GUINEENSIS )

SKRIPSI

Oleh:

Sonita Fransiska Pelawi
041202024/Budidaya Hutan

DEPARTEMEN KEHUTANAN
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2009
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian


: Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis)

Nama

: Sonita Fransiska Pelawi

Departemen

: Kehutanan

Disetujui Oleh:
Komisi Pembimbing:

Bejo Slamet S.Hut. M.Si
NIP. 132 259 569

Achmad Siddik Thoha S.Hut. M.si
NIP. 132 259 563


Mengetahui:
Ketua Departemen Kehutanan

Dr. Ir. Edy Batara Mulya Siregar, M.S
NIP. 132 287 853

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

ABSTRAK

SONITA FRANSISKA PELAWI. Intersepsi pada berbagai kelas umur tegakan
kelapa sawit (Elaeis guineensis). Dibawah bimbingan BEJO SLAMET dan
ACHMAD SIDDIK THOHA.
Konversi hutan menjadi perkebunan, lahan pertanian dan pemukiman
mempengaruhi kondisi hidrologi suatu kawasan Daerah Aliran Sungai (DAS).
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya intersepsi dan mendapatkan
hubungan curah hujan dengan intersepsi pada tegakan kelapa sawit berbagai kelas
umur. Penelitian ini dilaksanakan di PTPN II kebun Patumbak, Kabupaten Deli
Serdang pada bulan Mei 2008 sampai dengan Oktober 2008. Penelitian menunjukkan

bahwa intersepsi berbeda pada tiap kelas umur. Luas proyeksi tajuk berpengaruh
terhadap intersepsi, througfall dan stemflow. Intersepsi pada ketiga kelas umur secara
berturut-turut: 52,38%, 57,98%, 70,90%. Semakin besar curah hujan maka intersepsi
juga akan semakin besar, dan semakin tua umur tegakan maka intersepsi juga
semakin besar.
Kata kunci : Konversi lahan, kelapa sawit, intersepsi.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

ABSTRACT

SONITA FRANSISKA PELAWI. The Interception loss in Oil Palm Stand at Various
Age. Under consulted by BEJO SLAMET and ACHMAD SIDDIK THOHA.
The forest conversion become a farming, agriculture land, and building place
will affect the hydrology condition in the Watershed Area (DAS). The objection of
this research is to learn how much interception in oil palm stand at various age class,
and to find out corelation rainfall with interception of various age class. The research
was done in PTPN II Patumbak farming, Deli Serdang Distric at Mei 2008 until
October 2008. The result of this research indicates interception loss was differer in

every age class, stand age and large crown they were influence the interception value,
throughfall, stemflow. The interception at third age class 10 year, 25 year and 35 year
in a row was: 52,38%, 57,98%, and 70,90%. The more rainfall rate so the more
interception loss, it is also the the older a stand so the more interception loss.
Key word: Land conversion, plantation, interception.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

RIWAYAT HIDUP

Penulis bernama Sonita Fransiska Pelawi dilahirkan di Kabanjahe, Kecamatan
Kabanjahe, Kabupaten Karo pada tanggal 16 Februari 1986 dari Ayah S. Pelawi dan
Ibu M. Meliala. Penulis merupakan anak pertama dari 3 bersaudara.
Tahun 2004 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Kabanjahe dan pada tahun 2004
lulus seleksi masuk Universitas Sumatera Utara (USU) melalui jalur Seleksi
Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB). Penulis memilih Program Studi Budidaya
Hutan Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan penulis mengikuti organisasi Himpunan
Mahasiswa Sylva (HIMAS) sebagai anggota, Komunitas Mahasiswa Kristen (KMK).

Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapang (PKL) di Perum Perhutani Unit I Jawa
Tengah KPH Kedu Selatan pada tahun 2008.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadiran Tuhan Yang Maha Esa
karena atas berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian
“Intersepsi pada berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)”,
dilaksanakan di PTPN2 Kebun Patumbak, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli
Serdang.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui besarnya intersepsi tegakan kelapa
sawit pada berbagai kelas umur dan mendapatkan hubungan antara curah hujan dan
intersepsi pada berbagai kelas umur tegakan kelapa sawit.
Dalam menyelesaikan skripsi ini penulis mendapatkan dukungan dari

beberapa pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Ayah S. Pelawi dan M. Meliala yang selalu memberikan dukungan baik materi,
motivasi, doa serta kepada saudara-saudara Edward Pelawi dan Erwin Pelawi yang
memberikan dukungan doa.
2. PTPN2 ( Perseroan Terbatas Perkebunan Nusantara II ) Tanjung Morawa yang
telah memberikan ijin tempat penelitian kepada penulis.
3. Bapak Bejo Slamet S.Hut, M.Si sebagai komisi pembimbing dan Bapak Achmad
Siddik Thoha S.Hut, M.Si sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan
dan motivasi selama penyelsaian skripsi ini.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

4. Bapak Dr. Ir. Edi Batara Mulya Siregar, MS selaku ketua Departemen, para staf
dosen dan pegawai Departemen Kehutanan Fakultas Pertanian Universitas
Sumatera Utara.
5. Teman-teman seperjuangan: Dewi, Klara, Heronimus, Rinaldi, Susi, Hotmian,
Andro, Nikson, Intan, Grace, Lidya dan seluruh teman-teman BDH, MNH, THH
Stambuk 2004 yang tidak dapat disebutkan namanya satu persatu.
6. Teman-teman yang selalu memberikan bantuan: Taruna, Sofian, Nius, Elly, Irma,

Eli Enjelita, Melvida.
Penulis menyadari banyak kekurangan dalam penelitan ini, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca demi perbaikan tulisan ini
dimasa yang akan datang. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih banyak
semoga tulisan ini berguna bagi pihak yang membutuhkan.

Medan, Februari 2009

Sonita Fransiska Pelawi

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ....................................................................................................... .i
ABSTRACT..................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii
DAFTAR ISI.................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vi

DAFTAR TABEL............................................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN.................................................................................... ix
PENDAHULUAN
Latar belakang .................................................................................
Tujuan penelitian .............................................................................
Hipotesa penelitian ..........................................................................
Manfaat penelitian ...........................................................................

1
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Taksonomi kelapa sawit .................................................................
Manfaat kelapa sawit .......................................................................
Perkembangan kelapa sawit di Indonesia........................................
Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara.....................
Konsep Dasar Hidrologi ..................................................................
Intersepsi..........................................................................................

Faktor-Faktor Penentu dan Hasil Penelitian Intersepsi ..................
Pengukuran intersepsi ......................................................................

4
5
6
7
7
8
10
13

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN ................................................... 15
METODOLOGI PENELITIAN
Lokasi dan waktu penelitian ............................................................ 17
Bahan dan Alat ................................................................................ 17
Metode penelitian ............................................................................ 18
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 23
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan...................................................................................... 42

Saran ................................................................................................ 42
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 43
LAMPIRAN..................................................................................................... 46
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Kelapa sawit (Elaeis guineensis) ................................................................. 5
2. Model Sederhana Siklus Hidrologi .............................................................. 8
3. Pemasangan alat penakar air lolos (througfall)............................................ 19
4. Pemasangan alat penampung aliran batang (Stemflow) ............................... 19
5. Fluktuasi air lolos (througfall) pada tegakan kelapa sawit
(Elaeis guineensis) umur 10 tahun.............................................................. 24
6. Fluktuasi air lolos (througfall) pada tegakan kelapa sawit
(Elaeis guineensis) umur 25 tahun................................................................ 24
7. Fluktuasi air lolos (througfall) pada tegakan kelapa sawit
(Elaeis guineensis) umur 35 tahun............................................................... 25
8. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit

(Elaeis guineensis) umur 10 tahun................................................................ 26
9. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit
(Elaeis guineensis) umur 25 tahun.............................................................. 27
10. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit
(Elaeis guineensis) umur 35 tahun.............................................................. 27
11. Kondisi batang kelapa sawit umur 10, 25 dan 35 tahun ............................ 28
12. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis)
umur 10 tahun. ........................................................................................... 29
13. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis)
umur 25 tahun. ............................................................................................ 30
14. Fluktuasi intersepsi pada tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis)
umur 35 tahun. ........................................................................................ 30
15. Tajuk tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis)......................................... 31

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

16. Garis regresi air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit
(Elaeis guineensis ) umur 10 tahun............................................................ 32
17. Garis regresi air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit
(Elaeis guineensis) umur 25 tahun............................................................ 33
18. Garis regresi air lolos dengan curah hujan pada tegakan kelapa sawit
(Elaeis guineensis) umur 35 tahun............................................................. 34
19. Garis regresi linear aliran batang dengan curah hujan pada tegakan
kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 10 tahun ............................... 35
20. Garis regresi linear aliran batang dengan curah hujan pada tegakan
kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 25 tahun ............................... 36
21. Garis regresi linear aliran batang dengan curah hujan pada tegakan
kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun ............................... 37
22. Garis regresi linear intersepsi dengan curah hujan pada tegakan
kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 10 tahun ............................... 38
23. Garis regresi linear intersepsi dengan curah hujan pada tegakan
kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 25 tahun .............................. 39
24. Garis regresi linear intersepsi dengan curah hujan pada tegakan
kelapa sawit (Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun ............................... 41

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

DAFTAR TABEL

Halaman
1. Jumlah curah hujan, aliran batang, air lolos dan intersepsi tegakan kelapa
sawit umur 10, 25 dan 35 tahun ............................................................... 23
2 . Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan air lolos
dengan curah hujan ..................................................................................... 33
3. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan aliran
batang dengan curah hujan........................................................................... 35
4. Persamaan regresi, koefisien korelasi dan nilai R2 hubungan
intersepsi dengan curah hujan ...................................................................... 40

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Data curah hujan, aliran batang, air lolos dan intersepsi tajuk pada
umur 10 tahun yang digunakan untuk analisa regresi linear...................... 46
2. Data curah hujan, aliran batang, air lolos dan intersepsi tajuk pada
umur 25 tahun yang digunakan untuk analisa regresi linear....................... 47
3. Data curah hujan, aliran batang, air lolos dan intersepsi tajuk pada
umur 35 tahun yang digunakan untuk analisa regresi linear....................... 48
4.Data hasil pengukuran besarnya aliran batang (stemflow) pada
tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 10 tahun........................... 49
5. Data hasil pengukuran besarnya aliran batang (stemflow) pada
tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 25 tahun........................... 50
6. Data hasil pengukuran besarnya aliran batang (steamflow) pada
tegakan kelapa sawit (Elaeis guineensis) umur 35 tahun........................... 51
7. Luas proyeksi tajuk, tinggi total, dan diameter tegakan kelapa sawit.......... 52
8. Analisis regresi log curah hujan dengan air lolos umur 10 tahun ............... 53
9. Analisis regresi log curah hujan dengan log air lolos umur 25 tahun.......... 54
10. Analisis regresi log curah hujan dengan log air lolos umur 35 tahun....... 55
11. Analisis regresi aliran batang dengan curah hujan Umur 10 tahun .......... 56
12. Analisis regresi aliran batang dengan curah hujan umur 25 tahun… ...... 57
13. Analisis regresi aliran batang dengan curah hujan umur 35 tahun ........... 58
14. Analisis regresi intersepsi dengan curah hujan umur 10 tahun.................. 59
15. Analisis regresi log intersepsi dengan log curah hujan umur 25 tahun .... 60
16. Analisis regresi log intersepsi dengan log curah hujan umur 35 tahun .... 61

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kondisi hutan bila dilihat dari luasan penutupan lahan/vegetasi telah
mengalami perubahan yang cepat dan dinamis, sesuai perkembangan pembangunan
dan perjalanan waktu. Banyak faktor yang mengakibatkan perubahan tersebut antara
lain pertambahan penduduk, dan pembangunan diluar sektor kehutanan yang sangat
pesat memberikan pengaruh besar terhadap meningkatnya kebutuhan akan lahan dan
produk-produk dari hutan. Kondisi demikian diperparah dengan adanya perambahan
hutan dan terjadinya kebakaran hutan yang mengakibatkan semakin luasnya
kerusakan hutan di Indonesia.
Setiap tahun Indonesia kehilangan hutan seluas 2 juta hektar. Pada tahun 2006
lebih dari 2,72 juta hektar hutan musnah. Ini setara dengan satu setengah kali
Netherland atau empat kali Pulau Bali. Kerusakan juga terjadi di protected area. Dari
15,9 juta hektar hutan yang dilepaskan untuk perkebunan kelapa sawit pada tahun
2004 hanya 5,5 juta hektar yang ditanami (Syumanda, 2008).
Selama 14 tahun terakhir ini telah terjadi peningkatan luas areal perkebunan
kelapa sawit sebesar 2,35 juta hektar yaitu dari 606.780 ha pada tahun 1986 menjadi
hampir 3 juta hektar pada tahun 1999. Pembukaan hutan secara meluas berpotensi
meningkatkan debit puncak dan debit tahunan sungai yang selanjutnya memperbesar
kemungkinan terjadinya banjir. Di samping itu hilangnya perlindungan terhadap
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

permukaan tanah akibat pembukaan hutan akan meningkatkan erosi yang dapat
berakibat pada sedimentasi (Manurung, 2000).
Fungsi hidrologi hutan yang penting salah satunya adalah kemampuan dalam
mengintersepsikan air. Jumlah air yang terintersepsi bisa mencapai 500 mm per tahun
tergantung pada lebat tidaknya hutan dan pola hujan. Dengan demikian penebangan
hutan dan konversi hutan menjadi peruntukan lain berpotensi meningkatkan debit air
di sungai dan kalau sungainya bermuara ke danau, mempertinggi muka air danau.
Kenaikan itu tentu sangat dipengaruhi oleh berapa luas lahan hutan yang dikonversi,
relatif terhadap luas total Daerah Tangkapan Air ( DTA), bagaimana bentuk
penggunaan lahan sesudah hutan di buka dan apakah DTA cukup luas dibandingkan
dengan luas muka air danaunya sendiri (Agus, 2004).
Perusakan kawasan hutan serta konversi lahan menjadi perkebunan kelapa
sawit akan mempengaruhi kondisi hidrologi kawasan DAS, sehingga perlu dilakukan
penelitian peran maupun fungsi kelapa sawit (Elaeis guineensis) dalam siklus
hidrologi. Intersepsi dianggap faktor penting dalam daur hidrologi karena
berkurangnya air hujan yang sampai di permukaan tanah oleh adanya proses
intersepsi adalah cukup besar. Oleh karena itu kajian fungsi hidrologi tegakan kelapa
sawit (Elaeis guineensis) terutama aspek intersepsinya menjadi sangat penting untuk
diketahui.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Tujuan Penelitian
Adapun tujuan penelitian ini adalah :
1.

Untuk

mengetahui

besarnya

intersepsi

tegakan

kelapa

sawit

pada

berbagai kelas umur.
2. Mendapatkan hubungan antara curah hujan dengan intersepsi pada berbagai kelas
unur tegakan kelapa sawit.

Hipotesa Penelitian
1. Besarnya intersepsi pada tegakan kelapa sawit berbeda pada tiap kelas umur.
2. Terdapat hubungan antara curah hujan dan intersepsi tegakan kelapa sawit pada
berbagai kelas umur.

Manfaat Penelitian
1. Sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan mengenai besarnya intersepsi
pada tegakan kelapa sawit.
2. Sebagai bahan masukan dan pertimbangan bagi perusahaan perkebunan dan
pemerintah dalam pemberian ijin konversi hutan untuk kepentingan perkebunan
kelapa sawit.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

TINJAUAN PUSTAKA

Taksonomi Kelapa Sawit
Kelapa sawit adalah tanaman perkebunan/industri berupa pohon batang lurus
dari famili Palmae. Tanaman tropis ini dikenal sebagai penghasil minyak sayur yang
berasal dari Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat dimana pertama kali kelapa
sawit tumbuh. Dari tempat asalnya, tanaman ini menyebar ke Afrika, Amerika
Equatorial, Asia Tenggara dan Pasifik selatan (Maksi, 2003).
Kelapa sawit (Gambar 1) termasuk tanaman monokotil. Batangnya tumbuh
lurus, dan umumnya tidak bercabang, dan tidak mempunyai kambium. Tanaman ini
berumah satu atau monoecious. Bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu
pohon. Kelapa sawit diperbanyak secara generatif dengan biji yang dikecambahkan.
Cara lain yang digunakan adalah secara vegetatif / klonal dengan mengambil
vegetatif tanaman (batang, daun/ akar yang masih muda) yang ditumbuhkan dalam
media buatan. Taksonomi kelapa sawit yang diterima sekarang ini adalah:
Ordo

: Palmales

Famili

: Palmaceae

Sub famili

: Palminae

Genus

: Elaeis

Spesies

: Elaeis guineensis

(Mangoensoekarja dan Semangun, 2003).
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Manfaat Kelapa sawit
Kelapa sawit memiliki berbagai manfaat yang dikembangkan menjadi
berbagai produk. Produk kelapa sawit terdiri dari industri setengah jadi dan industri
barang jadi. Industri hasil setengah jadi dari kelapa sawit antara lain minyak goreng,
margarine, methyl ester (biodisel), glyserol, garam metalik. Sedangkan industri jadi
dari kelapa sawit berbagai jenis makanan antara lain: kue, roti dan biskuit, coklat
kembang gula dan es krim, tepung susu nabati dan mie siap saji. Selain sebagai
penghasil pangan kelapa sawit juga dipakai untuk industri kosmetik, farmasi, dan
industri pabrik logam. Adapun hasil olahan kelapa sawit dari industri diatas antara
lain: sabun, cream lotion, shampoo, vitamin A dan E, ‘’sabun metalik’’ untuk bahan
minyak pelumas dan campuran cat, lilin dan crayon, bahan pengapung untuk
memisahkan biji tembaga dari baja (Pahan, 2006).

Gambar 1. Tegakan Kelapa sawit (Elaeis guineensis)

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Perkembangan perkebunan kelapa sawit di Indonesia
Kelapa sawit di Indonesia diintroduksi pertama kali oleh Kebun Raya Bogor
pada tahun 1884 dari Mauritius (Afrika). Saat itu Johannes Elyas Teysman yang
menjabat sebagai Direktur Kebun Raya Bogor. Hasil introduksi ini berkembang dan
merupakan induk dari perkebunaan kelapa sawit di Asia Tenggara. Pohon induk ini
telah mati pada 15 Oktober 1989, tapi anakannya masih bisa di lihat di Kebun Raya
Bogor. Perkebunan kelapa sawit pertama kali dibangun di Tanahitam, Hulu Sumatera
Utara oleh Schadt seorang Jerman pada tahun 1911. Pulau Sumatera terutama
Sumatera Utara, Lampung dan Aceh merupakan pusat penanaman kelapa sawit yang
pertama kali terbentuk di Indonesia, namun sentra penanaman ini berkembang ke
Jawa Barat (Garut Selatan, Banten Selatan), Kalimantan Barat dan Timur, Riau,
Jambi, Irian Jaya (Maksi, 2003).
Kelapa sawit sebagai tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
merupakan salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber
penghasil devisa non migas bagi Indonesia. Cerahnya prospek komoditi minyak sawit
dalam perdagangan minyak nabati dunia telah mendorong pemerintah Indonesia
untuk memacu pengembangan areal perkebunan kelapa sawit.

Indonesia adalah

penghasil minyak kelapa sawit kedua dunia setelah Malaysia (Manurung, 2008).

Sejarah Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera Utara
Sejarah perkebunan sawit di Indonesia merupakan sejarah yang panjang.
Tanaman yang awalnya didatangkan Gubernur Jenderal Inggris Sir Thomas Stanford
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Raffles itu kini menjadi komoditas andalan Indonesia, khususnya wilayah Sumatera.
Pohon palma itu di kemudian dikenal luas dengan nama kelapa sawit (Elaeis
guineensis). Pada tahun 1911 dipantai timur Sumatera Utara dikembangkan kebun
sawit pertama di Sumatera. Pada tahun 1915 pengusaha asal Inggris telah
mengusahakan perkebunan-perkebunan sawit berskala kecil di kawasan tersebut,
mereka membuka sebuah perkebunan sawit pertama kali seluas 2.715 hektar.
Perkebunan ini kemudian makin berkembang menjadi lebih dari 100.000 hektar pada
tahun 1939. Pada era tahun tersebut, kehebatan sawit Sumatera Utara telah mulai
terdengar hingga ke manca negara, hingga banyak pengusaha asal Inggris yang
datang ke Sumatera dan tertarik untuk membudidayakan sawit. Sejak tahun 1979
hingga tahun 1997 laju pertambahan areal kelapa sawit mencapai rata-rata 150.000
hektar pertahun. Saat ini, total luas areal sawit di Indonesia telah jauh berkembang
hingga lebih dari empat juta hektar (Chaefudin, 2007).

Konsep Dasar Hidrologi
Kajian peran hidrologi hutan dalam pengelolaan daerah tangkapan air, kajian
lebih ditekankan pada tinjauan secara menyeluruh terhadap komponen-komponen
daur hidrologi, pengaruh antar komponen serta kaitannya dengan komponen
penyusun ekosistemnya. Harapannya diperoleh hasil kajian yang mendalam dan
menyangkut berbagai aspek dalam ekosistem. Mengingat pentingnya kajian secara
menyeluruh tentang konsep hidrologi maka diperlukan pemahaman tentang prinsipprinsip dasar konsep hidrologi hutan itu sendiri. Hidrologi adalah cabang Geografi
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Fisis yang berurusan dengan air di bumi, sorotan khusus pada sifat-sifat, fenomena,
dan distribusi air di daratan. Khususnya mempelajari kejadian air di daratan,
pengaruh fisik air terhadap daratan, dan mempelajari hubungan air dengan kehidupan
di bumi

(Suryatmojo, 2005).

Atmosfer
presipi
tasi

Evapotranspirasi

Permukaan lahan

overlandflow

Evaporasi

transpirasi
infiltrasi

Zona
Tak jenuh
Perkolasi

interflow

Jaringan
Alur Sungai

total

Laut

runoff

Kapiler
baseflow

Zona
Jenuh
Gambar 2. Model Sederhana Siklus Hidrologi (Suryatmojo, 2005).

Intersepsi
Presipitasi dalam segala bentuk (salju, hujan, batu es) jatuh keatas vegetasi,
batuan gundul, permukaan tanah, permukaan air dan sungai-sungai (presipitasi
saluran). Air yang jatuh pada vegetasi diintersepsikan (yang kemudian berevaporasi
dan atau mencapai permukaan tanah dengan menetes saja maupun sebagai aliran
batang) beberapa waktu atau secara langsung jatuh pada tanah (air tembus)
(Seyhan, 1990).
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Throughfall adalah bagian presipitasi yang mencapai lantai hutan secara
langsung atau dengan penetesan dari daun, ranting dan cabang. Secara kuantitatif
throughfall merupakan perbedaan antara presipitasi dengan penjumlahan intersepsi
dengan aliran batang. Throughfall total menurun jika intersepsi naik, maka
berbanding terbalik dengan kerapatan tajuk. Throughfall umumnya lebih besar pada
tipe-tipe hutan yang lebih terbuka, pada tegakan spesies-spesies yang tidak toleran
(Lee, 1990).
Intersepsi air hujan (rainfall interception loss) adalah proses ketika air hujan
jatuh pada permukaan vegetasi, tertahan beberapa saat, untuk kemudian diuapkan
kembali (hilang) ke atmosfer atau diserap oleh vegetasi yang bersangkutan. Proses
intersepsi terjadi selama berlangsungnya curah hujan dan setelah hujan berhenti
sampai permukaan tajuk vegetasi menjadi kering kembali. Setiap kali hujan jatuh di
daerah yang bervegetasi, ada sebagian air yang tidak pernah mencapai permukaan
tanah, dan dengan demikian tidak berperan dalam membentuk kelembaban tanah, air
larian atau air tanah. Air tersebut akan kembali lagi ke udara sebagai air intersepsi
tajuk, serasah dan tumbuhan bawah
(Asdak, 2004).
Seyhan (1990) mengemukakan bahwa intersepsi beragam dengan sifat dan
kerapatan vegetasi, karakteristik presipitasi (bentuk, intensitas, dan lamanya) serta
energi yang tersedia untuk evaporasi air yang diintersepsikan selama dan setelah
hujan. Tentu sulit untuk meramalkan besarnya komponen kehilangan intersepsi
secara teliti dalam persamaan neraca air tanpa pengukuran yang banyak. Namun
beberapa pengertian umum dapat diberikan:
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

1. Persentase intersepsi adalah lebih besar untuk hujan dengan jumlah presipitasi
kecil yang berkisar dari 100% hingga sekitar 25% sebagai rata-rata
kebanyakan pohon.
2. Kehilangan intersepsi mungkin besar pada kawasan-kawasan dengan
evaporasi yang tinggi.
3. Jumlah salju yang diintersepsikan pada hutan-hutan konifer beragam antara
13-27%.
Air

yang

diintersepsikan

dan

disimpan

oleh

vegetasi

kemudian

dievaporasikan. Air yang telah diintersepsikan oleh tajuk tanaman hanya sedikit yang
sampai di tanah, air intersepsi sebagian akan diuapkan dari penyimpanannya.
Akhirnya vegetasi dapat menyimpan air dari atmosfer melalui intersepsi awan atau air
kabut (Arnell, 2002).

Faktor-faktor Penentu dan Hasil Penelitian Intersepsi
Intersepsi dipengaruhi oleh jumlah, arah, intensitas dan pola hujan. Pada skala
lokal, kapasitas intersepsi tajuk tumbuhan tergantung pada keragaman iklim dan
faktor tajuk tumbuhan itu sendiri. Kapasitas intersepsi beragam berbanding terbalik
dengan intensitas hujan (Siregar et al, 2006).
Besarnya air hujan yang terintersepsi merupakan fungsi dari: 1) karakteristik
hujan, 2) jenis, umur dan kerapatan tegakan, dan 3) musim pada tahun yang
bersangkutan. Umunya antara 10 sampai 20% dari total jumlah hujan akan
terintersepsi oleh suatu tegakan pada musim pertumbuhan. Pada vegetasi yang sangat
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

rapat kehilangan air hujan oleh proses intersepsi dapat mencapai

25-35%. Intersepsi

umumnya besar pada hujan tidak lebat. Sejalan dengan bertambahnya curah hujan,
maka jumlah air terintersepsi menjadi semakin kecil (Asdak, 2004).
Secara umum dapat dikatakan bahwa semakin rendah jumlah air hujan yang
jatuh maka semakin tinggi persentase hujan yang akan menjadi intersepsi. Dengan
adanya penutupan tajuk yang rapat menyebabkan kapasitas intersepsi hujan menjadi
lebih besar pula (Murtilaksono et al., 2007). Dari penelitian yang dilakukan dengan
memperhatikan jumlah curah hujan yang tinggi (Februari-April) pada kelas umur
yang sama, didapat nilai intersepsi pada blok 3 (20-29%) lebih besar dari blok 1 (1217%) dan blok 2 (14-17%). Perlakuan pada blok 1 adalah guludan bersaluran, kontrol
pada blok 2, rorak pada blok 3. Penutupan tajuk secara visual memang lebih rapat
dari blok 1 dan 2 sehingga kapasitas tampung intersepsi hujan menjadi lebih besar
pula.
Menurut Zulkifly et al (2004) dalam Lee (2006) bahwa catchment kelapa
sawit mempunyai suatu waktu ataupun siklus yang lebih pendek untuk mencapai
puncak dibanding dengan catchment berhutan. Hal ini menunjukkan bahwa
catchment run off pada kelapa sawit lebih besar dan lebih cepat dibanding dengan
catchment berhutan. Dalam penelitian througfall kelapa sawit menurut Lee (2006)
diperoleh hasil 65% dari total curah hujan. Throughfall menunjukkan kaitan linear
yang kuat dengan curah hujan.
Dalam kasus yang lain pada tegakan kelapa sawit diperoleh stemflow 1,97%,
throughfall 57,32% , stemflow dan throughfall mempunyai korelasi linear yang kuat
dengan curah hujan. Koefisiensi determinasi (R2) yang diperoleh 0,97 dan 0,98
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

berturut-turut, sedangkan besarnya intersepsi diperoleh 40,7% dimana hal ini
menunjukkan nilai yang paling tinggi jika dibandingkan dengan jenis vegetasi tropis
lainnya (Bently, 2007).
Menurut Arsyad (1989) dari curah hujan sebesar 6,25 mm yang jatuh diatas
suatu vegetasi, maka sebanyak 5 mm atau 80% terintersepsi dan tidak pernah
mencapai tanah, sedangkan suatu hujan sebesar 25 mm mungkin terintersepsi
sebanyak 7,5 mm atau 30%.
Besarnya intersepsi hujan suatu vegetasi juga dipengaruhi oleh umur tegakan
vegetasi yang bersangkutan. Dalam perkembangannya bagian-bagian tertentu
vegetasi akan mengalami pertumbuhan atau perkembangan. Pertumbuhan bagianbagian vegetasi yang mempunyai pengaruh terhadap besar-kecilnya intersepsi adalah
perkembangan kerapatan luas tajuk, batang dan cabang vegetasi. Semakin luas atau
rapat tajuk vegetasi semakin banyak air hujan yang dapat ditahan sementara untuk
kemudian diuapkan kembali ke atmosfer. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa
semakin tua, luas dan rapat tajuknya kebanyakan vegetasi akan semakin besar.
Jumlah percabangan pohon juga menjadi semakin banyak. Kombinasi kedua faktor
tersebut menyebabkan jumlah air hujan yang dapat ditahan sementara oleh vegetasi
tersebut menjadi semakin besar sehingga kesempatan untuk terjadinya penguapan
juga menjadi besar (Asdak, 2004).
Siregar et al (2006) menyatakan besarnya nilai intersepsi tanaman kelapa
sawit bukan karena ditahan oleh daun dan pelepah tetapi lebih banyak ditahan pada
ketiak pelepah yaitu pangkal pelepah dengan batang pohon kelapa sawit. Dengan
demikian pada saat musim hujan, batang pohon kelapa sawit hampir selalu basah atau
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

lembab. Pengukuran intersepsi dilakukan pada kelas umur yang sama dengan
beberapa metode pengukuran throughfall antara lain: pengukuran dengan penakar
besi, penakar corong dan penakar talang. Hasil pengukuran yang diperoleh dalam
penelitian ini antara lain: 18% untuk blok 1,17% untuk blok 2, dan 26% untuk blok 3.
Dalam penelitian yang dilakukan dinyatakan bahwa pengukuran cucuran tajuk
(throughfall) sering terjadi kesalahan paralaks sehingga sering didapat nilai intersepsi
negatif, artinya curah hujan lebih kecil dari cucuran tajuk dan aliran batang. Cucuran
tajuk yang jatuh ke penakar yang mempunyai luas tangkapan 1 m2 tersebut sering kali
tidak hanya dari tajuk yang tepat diatasnya tetapi dari pelepah daun sawit yang
lainnya diluar bidang tangkapan alat dan hujan yang langsung jatuh ke penakar
tersebut.
Dinata (2007) mengemukakan hasil penelitiannya bahwa besarnya intersepsi
pada tegakan karet (Hevea brasiliensis) pada berbagai kelas umur yang berbeda di
dapat intersepsi tajuk untuk tegakan umur 10 tahun, 15 tahun, dan 25 tahun berturutturut adalah: 331,76 mm (31,5%); 428,73 mm (40,7%); 545,79 mm (51,81%).
Dimana dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa intersepsi, aliran batang
dan air lolos mempunyai korelasi yang positif dengan curah hujan. Sedangkan dari
hasil penelitian intersepsi beberapa Eucalyptus relatif kecil, seperti pada Eucalyptus
saligna, E. Hybrid, E. Urophylla yaitu 12,2%, 11,65%, 17,3% dari total curah hujan
(Pujiharta, 2007).

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Pengukuran Intersepsi
Pengukuran besarnya intersepsi pada skala tajuk vegetasi dapat dilakukan
melalui dua pendekatan yaitu pendekatan neraca volume (Volume Balance Approach)
dan pendekatan neraca energi (Energy Balance Approach). Cara pendekatan yang
pertama adalah cara tradisional yang paling sering digunakan yaitu dengan mengukur
curah hujan, aliran batang dan air lolos. Cara yang kedua adalah dengan
memanfaatkan

persamaan

matematis

dengan

masukan

parameter-parameter

meteorologi dan struktur tajuk serta tegakan yang diperoleh dari pengukuran di
lapangan (Asdak, 2004).
Tujuan

utama

setiap

metode

pengukuran

presipitasi

adalah

untuk

mendapatkan contoh yang benar-benar mewakili curah hujan diseluruh kawasan
tempat pengukuran dilakukan. Menurut Volker (1968, dalam Seyhan, 1990) bahwa
pemilihan suatu tipe penakar hujan tertentu dan lokasinya disuatu tempat tergantung
beberapa faktor antara lain:


Dapat dipercaya (ketelitian pengukuran)



Tipe data yang diperlukan (menit, harian, bulanan)



Tipe presipitasi yang diukur (ada salju, timbul salju)



Biaya instalasi dan perawatannya



Intensitas perawatan



Mudahnya pengamatan



Gangguan hewan dan manusia.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN

Kabupaten Deli Serdang secara geografis terletak pada posisi 02°57’ s/d
03°16’ LU dan 98°33’ s/d 99°27’ BT. Secara administrasi wilayah Kabupaten Deli
Serdang terletak di wilayah pantai timur Propinsi Sumatera Utara dengan batas-batas
sebagai berikut:


Bagian Utara berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Selat Malaka,



Bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo dan Simalungun,



Bagian Timur berbatasan dengan Kabupaten Serdang Bedagai,



Bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Langkat dan Kabupaten Karo.
Pada tahun 2003 Kabupaten Deli Serdang mengalami pemekaran menjadi 2

(dua) wilayah kabupaten yaitu Kabupaten Deli Serdang dan Kabupaten Serdang
Bedagai, sehingga luas Kabupaten Deli Serdang saat ini tinggal 2.497,72 km2 atau
249.772 ha. Kondisi Geomorfologi dan Lingkungan Hidup pada wilayah kabupaten
Deli Serdang, yakni meliputi perubahan penggunaan lahan (land use), kondisi
topografi wilayah, distribusi struktur dan jenis tanah. Komposisi penggunaan lahan
di wilayah Kabupaten Deli Serdang memperlihatkan bahwa luas perkebunan
(perkebunan besar dan perkebunan rakyat) dan luas permukiman terus berkembang
dari waktu-kewaktu sedangkan luas sawah berkurang

(Bappeda, 2007).

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Desa patumbak merupakan salah satu desa yang terdapat di Kabupaten Deli
Serdang. Secara administrasi desa ini berbatasan dengan:


Barat: berbatasan dengan Kecamatan Patumbak



Selatan: berbatasan dengan Deli Tua



Utara: berbatasan dengan Kecamatan Tanjung Morawa

• Timur: berbatasan dengan STM Hilir.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

METODELOGI PENELITIAN

Lokasi dan waktu penelitian
Penelitian ini dilaksanakan

di PTPN II (Perseroan Terbatas Perkebunan

Nusantara II) Kebun Patumbak, Kecamatan Patumbak, Kabupaten Deli Serdang.
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada bulan Mei 2008 sampai Oktober 2008.

Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah: tegakan kelapa
sawit yang terbagi kedalam tiga kelas umur 10 tahun, 25 tahun, dan 35 tahun.
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari:
1. Alat penakar curah hujan yang dipakai adalah tipe observatorium dengan luas
penampang permukaan adalah 100 cm2. Alat dipasang setinggi 120 cm dari
permukaan tanah yang terletak disekitar lokasi penelitian pada lahan terbuka.
2. Penakar air lolos (throughfall) yang terbuat dari 4 buah talang dengan panjang
setiap talang 4 m dan dihubungkan ke ember, dengan luas penampang alat 24000
cm2, dipasang dibawah tajuk dengan tinggi permukaan alat adalah

120 cm dari

permukaan tanah atau disesuaikan dengan tinggi bebas cabang tanaman.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

3. Penampung aliran batang (stemflow)
Dipasang pada batang tanaman, dimana ujung selang bagian atas terletak 120 cm
dari permukaan tanah atau disesuaikan dengan tinggi bebas cabang tanaman.
Selang dililitkan pada batang yang dihubungkan dengan jerigen yang diatur
sedemikian rupa sehingga aliran batang dapat tertampung.
4. Gelas ukur dengan volume 100 ml dan 1000 ml.
5. Kompas
6. Pita ukur
7. Perangkat lunak Microsoft Excel dan SPSS versi 15

Metode Penelitian
1. Penentuan Petak Penelitian
Penentuan petak penelitian dilakukan dengan cara purposive sampling pada
masing-masing kelas umur dengan ukuran petak 15x15 meter. Pada petak penelitian
keadaan fisik diambil yang relatif sama dalam hal: Umur tegakan, Jarak tanam,
Ketinggian diatas permukaan laut (altitude).
2. Pemasangan alat
a . Penakar curah hujan
Curah hujan diukur dengan alat penakar curah hujan dari tipe observatorium
dengan luas permukaan atas alat 100 cm2 yang ditempatkan di pinggir tegakan
pada areal yang terbuka.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

b. Air lolos (throughfall)
Air lolos (throughfall) diukur dengan menggunakan alat penakar air lolos yang
terdiri dari talang dengan diameter 15 cm, dan kemiringan talang 10% yang
menyebar keempat arah dan bagian ujung dari keempat talang tersebut
diletakkan lebih rendah untuk memudahkan air mengalir, kemudian
disambungkan ke ember.

Gambar 3. Pemasangan alat penakar air lolos (throughfall)
c. Aliran batang (stemflow)
Aliran batang (stemflow) ditampung dengan menggunakan selang yang
mengelilingi batang yang diatur sedemikian rupa seperti yang ditunjukkan pada
Gambar 4 dengan salah satu ujung selang diletakkan lebih rendah untuk
memudahkan air mengalir, kemudian disambungkan ke jerigen.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Gambar 4. Pemasangan alat penampung aliran batang (stemflow)

3. Pengamatan dan pengukuran
Pengamatan dan pengukuran yang dilaksanakan dalam penelitian ini terdiri
dari:
a. Pencatatan curah hujan dilakukan setiap hari hujan pada pukul 07.30 WIB dan
dihitung sebagai hari hujan sebelumnya.
b. Pencatatan air lolos (throughfall) dilakukan setiap hari hujan pada pukul 07.30
WIB dan dihitung sebagai hari hujan sebelumnya.
c. Pencatatan air aliran batang (stemflow) dilakukan setiap hari hujan pada pukul
07.30 WIB dan dihitung sebagai hari hujan sebelumnya.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

4. Pengolahan Data
a. Perhitungan Intersepsi
Dari hasil pengukuran curah hujan, aliran batang dan air lolos kemudian
dihitung besarnya intersepsi berdasarkan Pendekatan Keseimbangan Volume (Volume
Balance Approach) yaitu:
I = P- (T + S)
Keterangan:
I = Intersepsi tajuk (mm)
P = Curah hujan kotor (mm)
T = Air lolos (mm)
S = Aliran batang (mm)
b. Perhitungan stemflow. Hasil awal stemflow diperoleh dalam satuan mililiter
(ml) kemudian diubah kedalam millimeter sehingga digunakan rumus:
S = X/πr2
Keterangan:
S = Stemflow (cm)
X = Air yang tertampung dalam jerigen (cm3)
R = Jari-jari proyeksi tajuk pohon

π = Konstanta 3,14
c. Perhitungan throughfall.

Hasil awal throughfall

diperoleh dalam satuan

mililiter didapat persamaan :
T=X/D
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Keterangan:
T = Throughfall
X = Air yang tertampung dalam ember (cm3)
D = Luas permukaan alat penakar air lolos (cm2)
d. Untuk menduga hubungan besarnya intersepsi, aliran batang dan air lolos
dengan curah hujan dilakukan dengan regresi. Persamaan hubungan regresi
yang dicobakan terdiri dari 9 model persamaan yaitu:
1. Y = a+bx
2. Y = a+ b log x
3. Y = a+b ln x
4. Log Y = a+ bx
5. Log Y = a+ b ln x
6. Log Y = a+ b log x
7. ln Y = a+ bx
8. ln Y = a+b ln x
9. ln Y = a+b log x
Keterangan:
Y = Intersepsi atau air lolos atau aliran batang (mm)
X = Curah hujan (mm)
e. Seluruh perhitungan aliran batang, air lolos dan intersepsi serta bentuk
hubungan curah hujan dengan air lolos, aliran batang serta intersepsi
dilakukan dengan menggunakan perangkat lunak (software) Microsoft Excel
dan SPSS versi 15.0
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil penelitian menunjukkan bahwa intersepsi terbesar di tegakan kelapa
sawit (Elaeis guineensis) terjadi pada tegakan umur 35 tahun, sedangkan yang
terkecil pada tegakan umur 10 tahun. Hasil pengukuran intersepsi, aliran batang,
curah hujan dan air lolos umur 10, 25 dan 35 tahun pada tegakan kelapa sawit (Elaeis
guineensis) disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Jumlah Curah Hujan, Aliran Batang, Air Lolos dan Intersepsi Tajuk pada
tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis) Umur 10 Tahun, 25 Tahun, dan 35
Tahun
Umur
Hari
Jumlah
Air lolos
Aliran batang
Intersepsi
 
 
 
 
 
 
Hujan
Curah  
 
 
 
 
 
 
 
Hujan  
 
 
(mm)
(mm)
%
(mm)
%
(mm)
%
10
Tahun
9
62,500 29,237 46,77%
0,020
0,03% 32,743 52,38%
25
8
Tahun
38,500 15,999 41,56%
0,187
0,49% 22,323 57,98%
35
Tahun
12
118,000 33,670 28,53%
0,673
0,57% 83,662 70,90%

Air lolos (throughfall)
Hasil pengukuran air lolos pada tegakan umur 10 tahun selama periode
penelitian sebesar 29,237 mm atau 46,77% dari total curah hujan. Hasil pengukuran
air lolos pada tegakan umur 25 tahun adalah sebesar 15,999 mm atau 41,56% dari
total curah hujan, dan air lolos pada umur 35 tahun diperoleh 33,670 atau 28,53%
dari total curah hujan. Hasil pengukuran air lolos umur 10 tahun, 25 tahun, 35 tahun
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

disajikan pada Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3. Sedangkan fluktuasi air
lolos yang terjadi selama periode penelitian disajikan pada Gambar 5, Gambar 6, dan
Gambar 7.

Gambar

5.

Fluktuasi air lolos throughfall)
(Elaeis guineensis) umur 10 tahun.

pada

tegakan

kelapa

sawit

Hasil pengukuran air lolos yang diperoleh dilapangan pada kelapa sawit umur
10 tahun berjumlah 29,237 mm atau 46,77% dari total curah hujan. Air lolos tertinggi
pada tegakan umur 10 tahun terjadi pada tanggal 2 September 2008 yaitu sebesar
5,625 mm, sedangkan air lolos terendah yang diukur pada 11 Juni 2008 yaitu sebesar
0,708 mm.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Gambar 6. Fluktuasi air lolos (throughfall) pada tegakan kelapa sawit (Elaeis
guineensis) umur 25 tahun.
Hasil pengukuran air lolos yang diperoleh dilapangan pada kelapa sawit umur
25 tahun berjumlah 15,999 mm atau 41,56% dari total curah hujan. Pada tegakan
umur 25 tahun air lolos tertinggi terjadi pada tanggal 28 Agustus 2008 dengan
jumlah air yang tertampung 3,917 mm sedangkan air lolos terendah terjadi pada
tanggal 23 Mei 2008 yaitu sebesar 0,465 mm.

Gambar 7. Fluktuasi air lolos (throughfall) pada tegakan kelapa sawit
(Elaeis guineensis) pada umur 35 tahun.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Hasil pengukuran air lolos yang diperoleh dilapangan pada kelapa sawit umur
35 tahun berjumlah 33,670 mm atau 28,53% dari total curah hujan. Untuk tegakan
umur 35 tahun air lolos tertinggi terjadi pada tanggal 28 Mei 2008 dengan jumlah
5,908 mm dan terendah terjadi pada tanggal 23 Mei dengan jumlah 0,250 mm.

Aliran batang (stemflow)
Salah satu faktor yang mempengaruhi besarnya aliran batang adalah struktur
batang tersebut. Semakin halus struktur batangnya pada umumnya aliran batangnya
akan semakin tinggi, demikian sebaliknya. Struktur batang kelapa sawit umur dari 10
tahun, 25 tahun dan 35 tahun disajikan pada Gambar 11, sedangkan hasil pengukuran
aliran batang umur 10, 25, dan 35 tahun disajikan pada Lampiran 4, Lampiran 5,
Lampiran 6. Fluktuasi aliran batang yang terjadi selama pengamatan dilakukan
disajikan pada Gambar 8, Gambar 9, dan Gambar 10.

Gambar 8. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit umur 10
tahun
Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Hasil pengukuran aliran batang (stemflow) selama penelitian pada tegakan
umur 10 tahun diperoleh jumlah aliran batang 0,020 mm atau 0,03% dari total curah
hujan. Jumlah aliran batang tertinggi terjadi pada tanggal 2 September 2008 dengan
jumlah 0,013 mm. Pada beberapa kali pengukuran diperoleh air hujan yang tidak
menjadi aliran batang, hal ini disebabkan karena permukaan batang kelapa sawit yang
memiliki pelepah sehingga curah hujan yang terjadi sebagian melekat pada pangkal
pelepah tersebut.

Gambar 9. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit umur 25
tahun.
Hasil pengukuran aliran batang (stemflow) selama penelitian pada tegakan
umur 25 tahun diperoleh jumlah aliran batang 0,187 mm atau 0,49% dari total curah
hujan. Jumlah aliran batang tertinggi terjadi pada tanggal 29 Mei 2008 dengan jumlah
0,087 mm sedangkan aliran batang terendah terdapat pada tanggal 27 Agustus 2008
dan 1 September 2008 dimana tidak terdapat air hujan yang menjadi aliran batang.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Gambar 10. Fluktuasi aliran batang (stemflow) pada tegakan kelapa sawit pada umur
35 tahun.
Pada tegakan kelapa sawit umur 35 tahun aliran batang adalah sebesar 0,673
atau 0,57% dari total curah hujan. Jumlah aliran batang tertinggi terjadi pada tanggal
28 Mei 2008 dengan jumlah 0,243 mm, sedangkan aliran batang terendah yang
terukur terdapat pada tanggal 1 September 2008 dimana tidak ada air hujan yang
menjadi aliran batang. Dari ketiga kelas umur, kelapa sawit pada kelas umur 35 tahun
memiliki aliran batang yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan kelas umur 10
tahun dan 25 tahun. Hal disebabkan karena kondisi batang pada umur 35 tahun lebih
halus jika dibandingkan dengan kelapa sawit umur 10 tahun dan 25 tahun.

Sonita Fransiska Pelawi : Intersepsi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis ), 2009
USU Repository © 2008

Umur 10 Tahun
Umur 25 Tahun
Umur 35 Tahun
Gambar 11. Kondisi b

Dokumen yang terkait

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 10 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat

3 83 102

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.)pada Berbagai Perbandingan Media Tanam Sludge dan Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) di Pre Nursery

4 102 53

Respons Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Pemberian Kompos Sampah Pasar dan Pupuk NPKMg (15:15:6:4) di Pre Nursery

6 79 69

Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit ( Elaeis Guineensis Jacq.) Dengan Menggunakan Media Sekam Padi dan Frekuensi Penyiraman di Main Nursery

10 98 74

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis jacq) Terhadap Pupuk Cair Super Bionik Pada Berbagai Jenis Media Tanam di Pembibitan Utama

0 30 78

Studi Keanekaragaman Jenis Serangga Di Areal Pertanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Pada Berbagai Umur Tanaman Di PTPN III Kebun Huta Padang

0 37 81

Respon Pertumbuhan Bibit Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq) di Main Nursery Terhadap Komposisi Media Tanam dan Pemberian Pupuk Posfat

6 92 114

Infiltrasi Pada Berbagai Kelas Umur Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis)

0 23 62

Model pendugaan cadangan karbon pada kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) umur 5 tahun di perkebunan kelapa sawit PT. Putri Hijau, Kabupaten Langkat.

6 77 76

Pendugaan Cadangan Karbon Pada Tegakan Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Umur 15 Tahun di Perkebunan Kelapa Sawit Putri Hijau, Besitang Sumatera Utara

5 61 75