BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Maloklusi Klas II dilaporkan merupakan disharmoni dentoskletal yang paling sering ditemukan pada pasien-pasien ortodonti. Komponen transversal pada pasien
Klas II adalah sangat penting seperti halnya dengan komponen sagital dan vertikal. Varela 1998 melaporkan defisiensi pertumbuhan transversal maksila dan
pertumbuhan sagital mandibula dapat dikatakan sebagai penyebab tipe oklusi Klas II divisi 1. Walaupun demikian pada salah satu dari studi yang terdahulu oleh Frohlich
1961 menemukan tidak ada perbedaan pada dimensi transversal antara objek Klas I oklusi normal dan Klas II divisi 1, tetapi dalam hal ini ia hanya melakukan
pengukuran pada satu regio saja yaitu regio intermolar.
10,12,15,17,22,25,28
Staley 1985 menyatakan bahwa pasien dengan maloklusi klas II divisi 1 mempunyai lebar lengkung gigi interkaninus, intermolar dan lebar lengkung alveolar yang lebih
sempit dari pada Klas I oklusi normal. Buschang dan kawan-kawan 1994 telah mengevaluasi perbedaan pada morfologi lengkung gigi diantara pasien-pasien wanita
dewasa yang belum dirawat dengan maloklusi Klas I, Klas II divisi 1 dan Klas II divisi 2, dan melaporkan bahwa Klas II divisi 1 wanita mempunyai lengkung yang
panjang dan lebar tranversal yang lebih sempit dari klas I oklusi normal. Tollaro 1996 menemukan bahwa pasien dengan maloklusi Klas II divisi 1 mempunyai
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gambaran Umum Maloklusi Klas II dan Klas I Oklusi Normal
Maloklusi Klas II
Maloklusi Klas II merupakan maloklusi yang disebabkan oleh problema skeletal dan dental. Problema skeletal ini dapat dilihat dari pengukuran SNA, SNB
dan ANB. Sudut ANB ini biasanya lebih besar dari normal 4 derajat . Klas II ini dapat diakibatkan oleh karena SNA yang lebih besar dari normal sedangkan SNB
normal, atau SNA normal SNB lebih kecil dari normal, juga dapat diakibatkan oleh ke dua-duanya yaitu SNA lebih besar dan SNB lebih kecil dari normal.
Tetapi dapat juga dijumpai pada beberapa individu dengan hubungan molar Klas I dan kaninus Klas II dengan overjet lebih besar dari normal yang disebabkan
oleh karena adanya spacing dan protrusi gigi maksila. Kemungkinan lain yaitu dapat dijumpai hubungan molar Klas II dengan hubungan kaninus Klas I, overjet normal,
yang disebabkan oleh karena adanya gigi crowded atau hilangnya beberapa gigi di maksila disebelah mesial dari molar pertama.
3,7
Angle membagi Klas II ini ke dalam dua divisi yaitu :
Klas II divisi 1
Malokusi ini ditandai dengan adanya proklinasi insisivus atas dengan resultan bertambahnya overjet. Di regio anterior juga dijumpai overbite yang dalam. Tanda-
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
tanda lainnya yaitu adanya aktivitas otot yang abnormal. Bibir atas biasanya hipotonik, pendek dan tidak menutupi gigi anterior. Bibir bawah berada di bagian
palatal gigi atas, sehingga gambaran ini disebut dengan “lip trap”.
3
Lidah menempati postur bawah oleh karena itu tidak dapat melawan aktifitas otot buccinator. Hal ini mengakibatkan lengkung atas menjadi lebih sempit di daerah
premolar dan kaninus, sehingga menyebabkan bentuk maksila seperti huruf V. Gangguan otot yang lain yaitu hiperaktif otot mentalis. Ketidakseimbangan ke dua
otot itu dan perubahan posisi lidah mengakibatkan lengkung gigi atas menjadi lebih sempit.
3,8,20
Klas II divisi 2
Maloklusi ini juga mempunyai hubungan molar Klas II. Gambaran klinik maloklusi ini yaitu insisivus sentralis atas berinklinasi ke lingual dan insisivus
lateralis atas tipping ke labial berimpit dengan insisivus sentralis. Variasi ini membentuk insisivus sentralis berinklinasi ke lingual, dan insisivus lateralis dengan
kaninus tipping ke labial. Pasien juga menunjukkan adanya deep overbite anterior. Insisivus sentralis atas yang berinklinasi ke lingual akan menyebabkan
lengkung maksila berbentuk square persegi, berbeda dengan Klas II divisi 1. Jaringan gingiva di daerah labial mandibula sering mengalami trauma oleh karena
insisivus sentralis atas tipping ke lingual secara berlebihan. Aktivitas otot-otot perioral normal.
3,5,6,17,20,21
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Klas I oklusi normal
Menurut Graber 1969 oklusi adalah hubungan antara permukaan oklusal gigi-gigi rahang atas dan rahang bawah yang terjadi selama pergerakan dari rahang
bawah dan berakhir pada kontak penuh dari lengkung gigi rahang atas dan rahang bawah. Sedang oklusi normal adalah hubungan yang terjadi diantara gigi yang sama
dalam rahang yang sama terhadap gigi-gigi lawan pada waktu gigi-gigi tersebut mendekati oklusi akhir dan kondilus berada pada kedudukan dalam sentral fossa
glenoidalis.
8,16,20
Angle 1965 menyatakan bahwa oklusi adalah hubungan normal dari bidang- bidang inklinasi oklusal gigi pada waktu rahang ditutup. Tiap lengkung gigi-gigi
menggambarkan lengkung yang indah dan semua gigi membentuk suatu lengkung yang serasi, masing-masing gigi saling mempertahankan hubungan tonjol yang
selaras dan tiap bidang inklinasi menahan kedudukan gigi dalam lengkung gigi. Selanjutnya Angle membuat pernyataan yang disebut dengan “Key of occlusion”
yang maksudnya bahwa semua gigi adalah penting, tetapi yang terpenting adalah molar pertama permanen karena kedudukannya didalam rahang yang dianggap
sebagai kunci dari oklusi. Hipotesa ini merupakan dasar dari klassifikasi maloklusi Angle yang berdasarkan filsafat bahwa dalam oklusi normal semua gigi harus berada
dalam ke dua lengkung gigi, dan adanya hubungan antero posterior dari molar tetap rahang atas dan rahang bawah yang benar, dimana tonjol mesiobukal molar pertama
tetap rahang atas beroklusi pada groove bukal molar pertama permanen rahang bawah, sehingga kecantikan wajah akan tercapai.
8,16,20
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Menurut Salzman 1968 ciri-ciri normal oklusi adalah : 1.
posisi aksial gigi-gigi yang benar 2.
overbite dan overjet yang normal 3.
hubungan gigi-gigi individual normal, tidak ada rotasi 4.
hubungan lengkung gigi satu terhadap yang lain dan terhadap muka dan kepala normal.8,20
Andrew 1972 membuat batasan enam kunci oklusi normal sebagai berikut
1
: 1.
hubungan molar menunjukkan tonjol mesiobukal molar pertama rahang atas beroklusi dalam celah antara tonjol mesial dan sentral dari molar pertama
rahang bawah 2.
angulasi mahkota yang benar 3.
inklinasi mahkota dari masing-masing gigi menjamin keseimbangan oklusi 4.
tidak ada rotasi gigi 5.
tidak ada celah diantara gigi geligi 6.
adanya kurva Spee yang datar terhadap dataran oklusal
2.2. Beberapa Cara Pengukuran Lebar Lengkung Gigi dan Alveolar
Dari beberapa literatur dapat dilihat bahwa cara pengukuran lebar lengkung gigi dan alveolar berbeda-beda, seperti yang dilakukan oleh Loh 1999, ia hanya
melakukan pengukuran dengan melihat hubungan transversal intercuspal di regio molar, misalnya apakah hubungan intercuspal molar cusp to cusp atau crossbite,
kemudian mengukur jarak intermolar Gambar 1. Rakosi 1993 melakukan pengukuran lebar lengkung gigi dengan cara yang berbeda untuk gigi permanen dan
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
gigi bercampur. Pada gigi permanen pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak interpremolar pertama di anterior dan jarak intermolar pertama di posterior baik di
maksila dan di mandibula. Pada gigi bercampur pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak intermolar gigi molar susu pertama dan jarak intermolar gigi molar
pertama permanen maksila dan mandibula Gambar 2. Ke dua penulis ini belum menunjukkan bagaimana cara mengukur lebar lengkung alveolar.
13,20
A B
Gambar 1. Cara pengukuran menurut Loh, dengan mengukur jarak intermolar maksila dan mandibula. A. Pada kasus bukal crossbite, B. Kasus oklusi cusp to cusp.
14
A B
Gambar 2. A. Pengukuran menurut Rakosi A. gigi permanen, B. gigi susu.
20
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Lux 2003 hanya melakukan pengukuran lebar lengkung gigi di satu regio saja yaitu di regio intermolar pertama Gambar 3.
14
Gambar 3. Pengukuran menurut Lux, hanya dilakukan pada daerah intermolar maksila A dan mandibula B .
14
Isik dan Narbantgil 2006 dalam penelitiannya hanya melakukan pengukuran lebar lengkung gigi dimana pengukuran dilakukan dengan mengukur jarak di empat
regio yaitu interkaninus, interpremolar pertama, interpremolar ke dua dan intermolar pertama Gambar 4.
12
Gambar 4. Pengukuran menurut Isik 1, interpremolar pertama 2, interpremolar ke dua 3,
intermolar 4. Pengukuran lebar lengkung alveolar belum dilakukan.
12
Beberapa peneliti lain seperti Staley dan Sturtz 1985 sudah mulai melakukan penelitian lebar lengkung gigi dan hanya satu lebar lengkung alveolar,yaitu jarak
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
interkaninus, jarak interpremolar pertama, jarak interpremolar ke dua, jarak intermolar pertama dan satu pengukuran lebar lengkung alveolar di regio molar
pertama Gambar 5.
22
Gambar 5. Pengukuran menurut Staley lebar interkaninus 1, lebar interpremolar I 2, lebar interpremolar II3, lebar intermolar I 4, lebar intermolar II 5, dan lebar alveolar
intermolar 6.
22
Uysal 2005 melakukan pengukuran dengan cara yang sedikit berbeda yaitu dengan melakukan pengukuran lebar lengkung gigi di daerah interkaninus,
interpremolar pertama dan intermolar pertama, dan untuk pengukuran lebar lengkung alveolar yaitu di regio kaninus, premolar dan molar baik untuk di maksila maupun di
mandibula Gambar 6.
26,27
A B
Gambar 6. Pengukuran menurut Uysal A maksila, B mandibula.
27
Dalam penelitian ini akan dilakukan pengukuran seperti yang dilakukan oleh Tancan Uysal dengan populasi yang berbeda.
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
2.3. Landasan Teori
Klasifikasi Angle pada Klas II menunjukkan klasifikasi yang sederhana, sedangkan dalam faktanya maloklusi Klas II itu tidak dapat dilihat hanya dari single
diagnostic. Oleh karena itu harus dilihat komponen-komponen lain untuk menegakkan diagnosis maloklusi tersebut seperti komponen posisi skeletal maksila,
dentoalveolar maksila, skeletal mandibula dan dentoalveolar mandibula. Dalam hal ini juga harus dipertimbangkan komponen sagital, vertikal dan transversal.
5,13,20
Menurut Moorres 1969 dan DeKock 1972, pertambahan yang moderat pada lebar lengkung gigi dapat diharapkan khususnya di daerah anterior, sampai gigi
kaninus permanen erupsi. Setelah itu lebar lengkung biasanya berkurang di daerah anterior dan posterior. Steiner dan kawan-kawan 1964 melaporkan bahwa dimensi
lebar interkaninus dan intermolar di mandibula mempunyai tendensi yang kuat untuk relaps, oleh karena itu harus dipertimbangkan dengan baik pada waktu membuat
rencana perawatannya.
8,16,21
Beberapa operator antusias tentang kemungkinan perawatan pada maksila, khususnya untuk merawat dimensi transversal. Defisiensi maksila secara transversal,
kenyataannya dapat merupakan salah satu penyebab terjadinya problema dental di regio kraniofasial. Sehingga sebagai bagian dalam mengevaluasi pasien, jarak
transversal ini haruslah di ukur dengan baik.
6,15,25,26,27
Dari komponen skeletal maksila dapat dijumpai hasil dari beberapa penelitian yaitu posisi maksila lebih ke anterior dari komponen kraniofasial. Tetapi beberapa
peneliti lain mempunyai hasil yang berbeda.
14,23
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Demikian juga posisi komponen dentoalveolar maksila dimana dijumpai gigi anterior maksila yang protrusif. Pada laporan-laporan peneliti terdahulu banyak hasil
yang berbeda-beda seperti posisi relatif dari molar pertama maksila ke struktur skeletal maksila. Altemus mengatakan gigi posterior lokasinya lebih ke mesial di
maksila, sementara Baldridge dan Elsasser serta Wyllie menyatakan tidak ada perbedaan pada posisi molar maksila diantara grup Klas II dan Klas I.
9,23
Secara umum banyak peneliti hanya melihat bahwa pada maloklusi Klas II yang utama adalah problema sagital dan vertikal. Sedangkan Mc.Namara menyatakan
bahwa kebanyakan Klas II itu mempunyai problema transversal.
6,12,15
Pada pengukuran komponen transversal ini lebar lengkung gigi dan lebar lengkung alveolar beberapa peneliti mempunyai hasil yang berbeda-beda. Perbedaan
dalam penemuan penelitian itu mungkin menunjukkan adanya kesalahan atau kekurangan dalam metode pengukuran yang dilakukan. Oleh karena itu dalam
penelitian ini akan mencoba mengabungkan beberapa metode pengukuran yang ada untuk mendapatkan hasil yang lebih akurat.
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
BAB 3 METODE PENELITIAN
3.1. Disain Penelitian
Merupakan studi perbandingan deskriptif analitik, untuk mengetahui ukura lebar lengkung gigi dan lebar lengkung alveolar Klas II divisi 1.
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian Departemen Ortodonti FKG-USU. Waktu penelitian Maret 2009 – Juli 2009.
3.3. Populasi dan Sample
Populasi terjangkau penelitian ini adalah model studi Klas II divisi 1 dari arsip pasien-pasien pada klinik Departemen Ortodonti jumlah 68 pasang dan model
studi mahasiswa FKG-USU semester V jumlah 82 pasang tahun 2004-2005 juga dari arsip klinik Departemen Ortodonti. Semuanya telah masa gigi permanen dan
belum pernah mendapatkan perawatan ortodonti. Sampel dipilih dari model studi pasien-pasien yang mempunyai kelainan maloklusi
Klas II divisi 1, dan model studi mahasiswa yang mempunyai Klas I oklusi normal.
3.4. Kriteria Inklusi dan Eksklusi
Kriteria inklusi Klas II divisi 1: a.
Hubungan skeletal Klas II ANB 4 b.
Hubungan molar Klas II bilateral pada oklusi sentrik
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
c. Gigi insisivus maksila protrusif 130
d. Overjet berlebih lebih dari 4 mm
e. Tidak ada karies dan tambalan proksimal
Kriteria inklusi Klas I oklusi normal : a.
Hubungan skeletal Klas I ANB=2 - 4 b.
Hubungan molar Klas I bilateral pada oklusi sentrik c.
Lengkung gigi maksila dan mandibula tersusun baik dengan kurang dari 2 mm spacing dan crowding
d. Hubungan overjet dan overbite normal
e. Tidak ada gigi yang karies dan tambalan proksimal
Kriteria eksklusi : a.
Model gigi mengalami kerusakan b.
Rontgen foto tidak bisa dibaca
3.5. Besar Sampel
Besar sampel dihitung dengan rumus :
11,17
1
2
d N
N n
+ =
Keterangan : n : besar sample
N : besar populasi d : penyimpangan terhadap populasi atau ketepatan absolut yang
diinginkan 15
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Jumlah model yang didapatkan pada arsip Departemen Ortodonti tahun 2004-2005 yaitu 150 model Klas II divisi 1, 68 model dan Klas I oklusi normal 82 model,
maka:
44 11
, 44
15 ,
150 1
150
2
= =
+ =
n
Maka setiap grup Klas II divisi 1 dan Klas I oklusi normal masing-masing berjumlah 44.
3.6. Identifikasi Variabel
1. Variabel bebas
Model-model studi Klas I oklusi normal dan Klas II divisi 1 dari arsip klinik Departemen Ortodonti FKG USU tahun 2004-2005 sebanyak 150 pasang dan
belum pernah mendapatkan perawatan ortodonti.
2 . Variabel terikat
Pengukuran lebar lengkung gigi dan alveolar adalah jarak transversal yang diukur pada maksila dan mandibula.
3 . Variabel tidak terkendali
a. Cara penyimpanan model kurang baik b. Waktu pencetakan dan pengisian gips
4 . Variabel terkendali
a. Model diperoleh dari pasien yang berumur 18 tahun keatas b. Keadaan gigi di maksila dan mandibula sudah masa gigi permanen
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
c. Jenis bahan cetak dan gips d. Rontgen foto
e. Cara dan daerah yang diukur pada studi model f. Kemampuan operator mengukur studi model
g. Alat ukur yang digunakan
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Hubungan antara variabel
Variabel bebas Model-model studi Klas I
oklusi normal dan Klas II divisi 1 dari arsip klinik Departemen
Ortodonti FKG USU tahun 2004-2005 sebanyak 150
pasang dan belum pernah mendapatkan perawatan
ortodonti. Variabel terikat
Pengukuran lebar lengkung gigidan alveolar adalah jarak
transversal yang diukur pada maksila dan mandibula.
Variabel terkendali model diperoleh dari pasien
yang berumur 18 tahun keatas
Variabel tidak terkendali cara penyimpanan model
kurang baik
waktu pencetakan dan pengisian gips
keadaan gigi di maksila dan mandibula sudah masa gigi
permanen
jenis bahan cetak dan gips Rontgen foto
cara dan daerah yang diukur pada studi model
kemampuan operator mengukur studi model
alat ukur yang digunakan
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
3.7. Bahan dan Alat Ukur
Bahan yaitu model stuai gigi Klas II divisi 1 dan Klas I yang dalam keadaan baik, alat ukur yang digunakan yaitu digital kaliper merek Krisbow dengan
ketepatan dua digit dibelakang koma Gambar 7, pinsil wax berwarna kuning untuk Klas I dan merah untuk Klas II divisi1 Gambar 8.
Gambar 7. Alat ukur digital caliper merek Krisbow USA.
Gambar 8. Alat tulis wax berwarna yang digunakan untuk menentukan titik yang akan diukur.
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
3.8. Cara Pengukuran
Cara pengukuran dilakukan menurut metode Tancan Uysal dimana dilakukan pengukuran pada dua belas regio pengukuran pada setiap pasang model yaitu:
Pengukuran pada maksila Gambar 9: a. Lebar interkaninus UC-C
b. Lebar interpremolar UP-P c.
Lebar intermolar UM-M d.
Lebar alveolar kaninus UAC-C e.
Lebar alveolar premolar UAP-P f.
Lebar alveolar molar UAM-M
Gambar 9. Cara pengukuran untuk maksila.
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Pengukuran pada mandibula Gambar 10 : a.
Lebar interkaninus LC-C b.
Lebar interpremolar LP-P c.
Lebar intermolar LM-M d.
Lebar alveolar kaninus LAC-C e.
Lebar alveolar premolar LAP-P f.
Lebar alveolar molar LAM-M
Gambar 10. Cara pengukuran untuk mandibula.
Setiap pengukuran dilakukan oleh dua operator untuk menghindari kesalahan dalam pengukuran, kemudian dilakukan uji statistik untuk menentukan batas
kesalahan dalam pengukuran itu dengan menggunakan rumus Dahlberg.
26
Sx = N
D 2
2
∑
D = perbedaan diantara pengukuran pertama dan ke dua N = jumlah ke dua subjek yang diukur
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Bila nilai hasil pengukuran yang didapatkan berada antara 0.35 sampai 0.94 berarti nilai tersebut masih dapat diterima.
3.9. Defenisi Operasional dalam mm
a. . Lebar interkaninus maksila UC-C : yaitu jarak antara ujung cusp kaninus kanan dan kiri.
b. Lebar interpremolar maksila UP-P : yaitu jarak antara ujung cusp
bukal premolar pertama kanan dan kiri. c.
Lebar intermolar maksila UM-M : yaitu jarak antara ujung cusp mesiobukal molar pertama kanan dan kiri.
d. Lebar alveolar kaninus maksila UAC-C : yaitu jarak antara dua titik
pada mucogingival junction diatas ujung cups kaninus maksila kanan dan kiri.
e. Lebar alveolar premolar maksila UAP-P : yaitu jarak antara dua titik
pada mucogingival junction diatas titik kontak interdental premolar pertama dan ke dua maksila.
f. Lebar alveolar molar maksila UAM-M : yaitu jarak antara dua titik
pada mucogingival junction diatas ujung cups mesiobukal molar pertama maksila.
g. Lebar interkaninus mandibula LC-C : yaitu jarak antara ujung cusp
kaninus kanan dan kiri. h.
Lebar interpremolar mandibula LP-P : yaitu jarak antara ujung cusp premolar pertama mandibula kanan dan kiri.
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
i. Lebar intermolar mandibula LM-M : yaitu jarak antara titik diatas
bukal groove di tengah-tengah permukaan bukal. j.
Lebar alveolar kaninus mandibula LAC-C : yaitu projeksi dari titik UAC-C pada mandibula.
k. Lebar alveolar premolar mandibula LAP-P : yaitu projeksi dari titik
UAP-P pada mandibula. l.
Lebar alveolar molar mandibula LAM-M : yaitu projeksi dari titik UAM-M pada mandibula.
3.10. Cara Pengumpulan Data
Sampel dibagi atas 2 grup yaitu grup I maloklusi Klas II divisi 1 dan grup II Klas I dengan oklusi normal. Data dikumpulkan dengan melakukan pengukuran pada
model studi pasien di maksila dan mandibula. Pada daerah yang akan diukur ditentukan titiknya terlebih dahulu dan ditandai dengan pinsil wax berwarna untuk
memudahkan melihatnya, pada studi model Klas II-1 dengan pinsil yang berwarna merah dan Klas I dengan warna kuning. Kemudian dilakukan pengukuran transversal
seperti pada 3.8.
3.11. Analisis Data
Seluruh data dikumpulkan dan diolah dengan menggunakan computer dengan program SPSS untuk mendapatkan uji perbandingan t-test.
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
KERANGKA KONSEP MALOKLUSI
KLAS I KLAS II
U
KOMPONEN SAGITAL
KOMPONEN DENTOALVEOLAR
MAKSILA DAN MANDIBULA
KOMPONEN DENTO ALVEOLARMAKSILA DAN
MANDIBULA KOMPONEN
SKELETAL MAKSILA DAN
MANDIBULA KOMPONEN SKELETAL
MAKSILA DAN MANDIBULA
KOMPONEN TRANSVERSAL
KOMPONEN SAGITAL
KOMPONEN VERTIKAL
KOMPONEN VERTIKAL
KOMPONEN TRANSVERSAL
LEBAR LENGKUNG GIGI INTERKANINUS MAKSILA UC-C DAN MANDIBULA LC-C
LEBAR LENGKUNG GIGI INTERPREMOLAR MAKSILA UP-P DAN MANDIBULA LP-P
LEBAR LENGKUNG GIGI INTERMOLAR MAKSILA UM-M DAN MANDIBULA LM-M
LEBAR LENGKUNG ALVEOLAR INTERKANINUS MAKSILA UAC-C DAN MANDIBULA LAC-C
LEBAR LENGKUNG ALVEOLAR INTERPREMOLAR MAKSILA UAP-P DAN MANDIBULA LAP-P
LEBAR LENGKUNG ALVEOLAR INTERMOLAR MAKSILA UAM- M DAN MANDIBULA LAM-M
LEBAR LENGKUNG GIGI INTERKANINUS MAKSILAUC-C DAN MANDIBULA LC-C
LEBAR LENGKUNG GIGI INTERPREMOLAR MAKSILA UP-P DAN MANDIBULA LP-P
LEBAR LENGKUNG GIGI INTERMOLAR MAKSILA UM-M DAN MANDIBULA LM-M
LEBAR LENGKUNG ALVEOLAR INTERKANINUS MAKSILA UAC- C DAN MANDIBULA LAC-C
LEBAR LENGKUNG ALVEOLAR INTERPREMOLAR MAKSILA UAP-P DAN MANDIBULA LAP-P
LEBAR LENGKUNG ALVEOLAR INTERMOLAR MAKSILA UAM- M DAN MANDIBULA LAM-M
PERBEDAAN KOMPONEN TRANSVERSAL
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
ALUR PENELITIAN
MENENTUKAN POPULASI SAMPEL
MENETAPKAN VARIABEL MENETAPKAN KRITERIA SAMPEL
MENGUMPULKAN STUDI MODEL KLAS I OKLUSI IDEAL
MENGUMPULKAN STUDI MODEL KLAS II DIVISI 1
MENYIAPKAN BAHAN DAN ALAT UKUR :
DIGITAL CALIPER PINSIL WAX BERWARNA
MENENTUKAN CARA PENGUKURAN
MELAKUKAN PENGUKURAN TRANSVERSAL MAKSILA
MELAKUKAN PENGUKURAN TRANSVERSAL MANDIBULA
PENGUMPULAN DATA
ANALISIS DATA HASIL
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
BAB 4 HASIL PENELITIAN
Deskriptif statistik, standard deviation, minimum dan maksimum, dan perbandingan statistik pengukuran lebar lengkung alveolar dan lebar lengkung gigi
pada kedua grup Klas I oklusi normal dan Klas II divisi 1 dapat dilihat pada tabel 2,3,4,5 dan 6 . Dari hasil analisa statistik perbedaan yang signifikan dijumpai pada
dimensi lebar lengkung alveolar dan lebar lengkung gigi pada pengukuran di maksila dan mandibula antara sampel Klas I oklusi normal dan Klas II divisi 1. Oleh karena
itu hipotesa dapat diterima. Perbedaan statistik dari ke dua grup secara signifikan dijumpai pada enam dari
dua belas pengukuran. Lebar lengkung alveolar pada interkaninus maksila dan lebar lengkung alveolar pada intermolar maksila pada Klas I oklusi normal secara
signifikan lebih lebar bila dibandingkan dengan sampel Klas II divisi 1. Lebar lengkung gigi pada interpremolar maksila secara signifikan lebih sempit pada Klas II
divisi 1. Pengukuran lebar lengkung gigi pada interkaninus, demikian juga lengkung
alveolar interpremolar dan intermolar mandibula secara signifikan lebih lebar pada Klas I oklusi normal bila dibandingkan dengan grup maloklusi Klas II divisi 1.
Bar graph dari pengukuran dapat dilihat pada gambar 11 dan gambar 12. Demikian juga hasil uji statistik dengan rumus Dahlberg pengukuran yang dilakukan
oleh dua operator dapat dilihat pada tabel 1.
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Tabel 1. Hasil uji statistik perbandingan pengukuran dua operator menurut Dahlberg
Pengukuran
Kalkulasi Dahlberg transversal
Klas I oklusi normal Klas II divisi 1
UC-C 0.20 0.21
UP-P 0.25 0.32
UM-M 0.29 0.54
UAC-C 0.43 0.38
UAP-P 0.53 0.22
UAM-M 0.18 0.16
LC-C 0.32 0.28
LP-P 0.27 0.28
LM-M 0.24 0.25
LAC-C 0.84 0.36
LA-P 0.13 0.23
LAM-M 0.16
0.31
Pengukuran dilakukan oleh dua operator kemudian dilakukan uji statistik dengan menggunakan rumus Dahlberg’s. Perbedaan diantara ke dua pengukuran tidak
signifikan karena nilai yang didapatkan berada pada 0.35 mm – 0.94 mm, dan menurut Dahlberg hasil ini termasuk dalam batas yang dapat diterima tabel 1.
Gambar 11. Bar Graph pengukuran lebar lengkung Gambar 12. Bar Graph pengukuran lebar lengkung
gigi dan aleveolar maksila Klas I Oklusi gigi dan alveolar mandibula Klas I
Oklusi normal dan Klas II Divisi 1
normal dan Klas II Divisi 1
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Tabel 2. Nilai rerata hasil pengukuran pada Klas I oklusi normal
Pengukuran Klas I oklusi normal
Transversal Mean SD Min
Max UC-C
34.98 2.14
32.08 40.88
UP-P 42.93 1.96
40.32 48.85
UM-M 53.09
2.47 49.24
58.43 UAC-C 37.96
2.70 32.52
42.02 UAP-P 52.60
3.06 48.06
57.99 UAM-M 61.69
2.97 56.50
67.65 LC-C
27.11 1.98
23.39 31.26
LP-P 35.32
2.20 31.38
40.72 LM-M 47.52
2.35 43.80
52.37 LAC-C
34.80 2.64
29.40 30.86
LAP-P 48.68 2.53
43.10 54.39
LAM-M 58.66 2.54
55.61 63.79
Tabel 3. Nilai rerata hasil pengukuran pada Klas II divisi 1
Pengukuran Klas II divisi 1
Transversal Mean
SD Min
Max UC-C
34.02 2.00
30.49 37.89
UP-P 41.10 2.33
36.42 44.54
UM-M 51.68 2.63
45.15 55.98
UAC-C 35.99 2.50
31.25 41.11
UAP-P 51.01 2.83
44.81 55.58
UAM-M 59.70 3.22
51.51 64.71
LC-C 27.46
1.82 24.09
30.15 LP-P
35.20 1.98
30.82 38.02
LM-M 47.05 2.34
41.90 50.85
LAC-C 30.96 2.79
24.18 37.26
LAP-P 45.75 3.04
37.46 51.00
LAM-M 56.64 2.85
49.79 62.32
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Hasil pengukuran transversal lebar lengkung gigi dan lebar lengkung alveolar adalah sebagai berikut :
Lebar lengkung gigi interkaninus maksila UC-C
Lebar lengkung gigi interkaninus pada maksila tidak berbeda antara Klas I oklusi normal dan Klas II divisi 1 P0.05.
Lebar lengkung gigi interkaninus mandibula LC-C
Lebar lengkung gigi interkaninus mandibula tidak berbeda antara Klas I oklusi normal dan Kelas II divisi 1 P0.05.
Lebar lengkung gigi interpremolar maksila UP-P
Terdapat perbedaaan yang sangat bermakna dari lebar lengkung gigi interpremolar maksila, dimana lebar lengkung gigi interpremolar maksila dijumpai
lebih sempit pada Klas I oklusi normal bila dibandingkan dengan Klas II divisi 1 P0.01.
Lebar lengkung gigi interpremolar mandibula LP-P
Tidak terdapat perbedaan lebar lengkung gigi interpremolar mandibula P0.05.
Lebar lengkung gigi intermolar maksila UM-M
Tidak terdapat perbedaan pada lebar lengkung gigi intermolar maksila pada ke dua grup Klas I oklusi normal dan Klas II divisi 1 P0.05.
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Lebar lengkung gigi intermolar mandibula LM-M
Tidak terdapat perbedaan lebar lengkung gigi intermolar mandibula Klas I dan Klas II divisi 1 P0.05.
Lebar lengkung alveolar interkaninus maksila UAC-C
Lebar lengkung alveolar interkaninus maksila pada Klas I oklusi normal lebih lebar dari pada Klas II divisi 1, demikian juga dengan lebar lengkung alveolar
interkaninus pada mandibula P0.05.
Lebar lengkung alveolar interkaninus mandibula LAC-C
Terdapat perbedaan yang sangat bermakna dimana lebar lengkung alveolar interkaninus pada Klas I lebih lebar dari pada Klas II divisi 1 P0.001.
Lebar lengkung alveolar interpremolar maksila UAP-P
Tidak terdapat perbedaan antara Klas I dan Klas II divisi 1 P0.05.
Lebar lengkung alveolar interpremolar mandibula LAP-P
Terdapat perbedaan yang sangat bermakna pada lebar lengkung alveolar interpremolar pada mandibula antara sampel Klas I oklusi normal dan Klas II divisi 1
dimana pada Klas II-1 lebar lengkung alveolar lebih sempit P0.01.
Lebar lengkung alveolar intermolar maksila UAM-M
Dijumpai perbedaan yang bermakna pada lebar lengkung alveolar intermolar pada ke dua grup dimana pada Klas I oklusi normal lebih lebar dari pada Klas II
divisi 1 di maksila P0.05.
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Lebar lengkung alveolar intermolar mandibula LAM-M
Terdapat perbedaan yang bemakna antara ke dua grup dimana Klas I oklusi normal lebar lengkung alveolar intermolarnya lebih lebar dari pada lebar lengkung
alveolar intermolar pada Klas II – 1 P0.05.
Tabel 4. Hasil perbandingan pengukuran lebar lengkung gigi dan alveolar maksila
Pengukuran
Klas I oklusi normal Klas II divisi1
t-test Transversal Mean SD Min Max Mean SD Min Max
UC-C 34.98 2.14 32.08 40.88 34.02 2.00 30.49 37.89 0.133
UP-P 42.93 1.96 40.32 48.85 41.10 2.33 36.42 44.54 0.008
UM-M 53.09 2.47 49.24 58.43 51.68 2.63 45.15 55.98 0.075
UAC-C 37.96 2.70 32.52 42.02 35.99 2.50 31.25 41.11 0.018
UAP-P 52.60 3.06 48.06 57.99 51.01 2.83 44.81 55.58 0.080
UAM-M 61.69 2.97 56.50 67.65 59.70 3.22 51.51 64.71 0.040
Tabel 5. Hasil perbandingan pengukuran lebar lengkung gigi dan alveolar mandibula
Pengukuran Klas I oklusi normal
Klas II divisi 1 t - test
Transversal Mean SD Min Max Mean SD Min Max
LC-C 27.11 1.98 23.39
31.26 27.46
1.82 24.09 30.15 0.545 LP-P 35.32
2.20 31.38 40.72
35.20 1.98 30.82 38.02 0.849
LM-M 47.52 2.35 43.80
52.37 47.05
2.34 41.90 50.85 0.515 LAC-C
34.80 2.64 29.40 30.86
30.96 2.79 24.18 37.26 0.0001
LAP-P 48.68 2.53 43.10
54.39 45.75
3.04 37.46 51.00 0.001 LAM-M 58.66
2.54 55.61 63.79
56.64 2.85 49.79 62.32 0.018
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
Tabel 6. Hasil pengukuran perbandingan lebar lengkung gigi dan alveolar Klas I
oklusi normal dan Klas II divisi 1 pada maksila dan mandibula Pengukuran
Klas I oklusi normal Klas II divisi 1
t-test Transversal Mean SD Min Max Mean
SD Min Max UC-C 34.98
2.14 32.08
40.88 34.02
2.00 30.49
37.89 0.133
UP-P 42.93 1.96
40.32 48.85
41.10 2.33
36.42 44.54
0.008 UM-M 53.09
2.47 49.24
58.43 51.68
2.63 45.15
55.98 0.075
UAC-C 37.96 2.70
32.52 42.02
35.99 2.50
31.25 41.11
0.018 UAP-P 52.60
3.06 48.06
57.99 51.01
2.83 44.81
55.58 0.080
UAM-M 61.69 2.97
56.50 67.65
59.70 3.22
51.51 64.71
0.040 LC-C 27.11
1.98 23.39
31.26 27.46
1.82 24.09
30.15 0.545
LP-P 35.32 2.20 31.38
40.72 47.05
1.98 30.82 38.02 0.849 LM-M 47.52
2.35 43.80 52.37
35.20 2.34 41.90 50.85 0.515
LAC-C 34.80 2.64
29.40 30.86
30.96 2.79
24.18 37.26
0.0001 LAP-P 48.68
2.53 43.10 54.39
45.75 3.04 37.46 51.00 0.001
LAM-M 58.66 2.54 55.61
63.79 56.64
2.85 49.79 62.32 0.018 Keterangan : = signifikan
Min =Minimum ; Max = Maximum ; SD = Standard Deviation
Nazruddin : Perbedaan Ukuran Lebar Lengkung Gigi Dan Lebar Lengkung Alveolar Maloklusi Klas Ii Divisi 1 Dan Klas I Oklusi Normal, 2009
BAB 5 PEMBAHASAN