Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Pada Siswa SMA Sutomo I Medan

(1)

PERBEDAAN ACADEMIC SELF MANAGEMENT

DITINJAU DARI DIMENSI KEPRIBADIAN

EKSTROVERS DAN INTROVERS PADA

SISWA SMA SUTOMO I MEDAN

SKRIPSI

Guna Memenuhi Persyaratan Sarjana Psikologi

Oleh

MEGIA RASPATI BR GINTING

071301117

FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN GANJIL, 2011/2012


(2)

LEMBAR PERNYATAAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan dengan sesungguhnya

bahwa skripsi saya yang berjudul:

Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Pada Siswa SMA Sutomo I Medan

adalah hasil karya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi manapun.

Adapun bagian-bagian tertentu dalam penulisan skripsi ini yang saya kutip dari hasil karya orang lain telah ditulis sumbernya secara jelas sesuai dengan norma, kaidah, dan etika penulisan ilmiah.

Apabila di kemudian hari ditemukan adanya kecurangan di dalam skripsi ini, saya bersedia menerima sanksi pencabutan gelar akademik yang saya sandang dan sanksi-sanksi lainnya yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Medan, Januari 2010

Megia Raspati Br Ginting NIM : 071301117


(3)

Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert pada Siswa-Siswi SMA Sutomo I Medan

Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola ABSTRAK

Keberhasian dan kesuksesan merupakan keinginan setiap pelajar. Agar menjadi pelajar yang berhasil bukanlah sesuatu yang gampang. Mereka harus memiliki keefektifan yang lebih dan belajar dengan strategi yang benar dan tekun dalam meningkatkan pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri dan dapat memonitori dan mengubah perilaku mereka agar menjadi perilaku yang lebih baik lagi. Salah satu usaha untuk mendapatkan kesuksesan tersebut adalah memiliki academic self management yang baik. Academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajarannya (Dembo, 2004). Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I.

Penelitian ini mengambil sampel siswa-siswi kelas XII SMA Sutomo 1 Medan yang berjumlah 100 orang. Penelitian dilakukan dengan pemberian skala yang dibuat sendiri oleh peneliti, yaitu skala yang disusun berdasarkan lima dimensi academic self management yang dikemukakan oleh Dembo (2004) dan skala yang disusun berdasarkan ciri-ciri dimensi kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Eysenck (1994). Skala academic self management memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.922. Sedangkan skala kepribadian ekstrovert dan

introvert memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.912.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik independent

sample t-test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari

academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I Medan, yang dilihat dari nilai rata-rata, dimana nilai rata-rata untuk dimensi kepribadian ekstrovert lebih tinggi yaitu sebesar 144.82 dibandingkan dengan dimensi kepribadian introvert yaitu sebesar 124.50.

Kata kunci : academic self management, dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert.


(4)

Academic Self Management Differences Between Student in Extroverted and Introverted Personality Dimensions in SMA Sutomo I Medan

Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola

ABSTRAC

Success is the desire of every student. To be a successful student is not something easy. They should have a more effective and learn with the right strategy and diligent in improving his knowledge, able to motivate him self and can monitor and alter their behavior in order to become a better behavior. One attempt to gain academic self management is a strategy used by student learning to control the factors that affect learning (Dembo, 2004). This research is a comparative study aimed to determine whether there are differences in academic self management in terms of extroverted and introverted personality dimensions in SMA Sutomo I.

This study sampled students of class XII SMA Sutomo a field that numbered 100 people. The study was conducted by administering the scale that is made by researchers namely the scale which is based on five dimensions of academic self management that is proposed by Dembo (2004) and scale that is based on the characteristics of extroverted personality dimensions proposed by Eysenck (1994). The scale of academic self management has reliability of (rxx) =

0.922. while the extroverted and introverted personality scale has a reliability of (rxx) = 0.912.

Results of analysis of research data by using techniques independent sample t-test showed that there are significant differences in term of academic self management of extroverted and introverted personality dimensions in high school I Sotomo Medan, as seen from the average value, where the average value for the dimension higher extroverted personality that is equal to 144.82 compared with introverted personality dimensions that is equal to 124.50.

Key word : academic self management, extroverted and introverted personality dimensions.


(5)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas berkat rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penelitian ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Judul penelitian ini adalah “Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimendi Kepribadian Ekstrovers dan Introvers pada Siswa SMA SUTOMO I MEDAN ”.

Selama proses pengerjaan penelitian ini, penulis mendapat banyak bantuan dari berbagai pihak, baik secara materiil maupun dukungan sosial, sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini, meskipun masih terdapat beberapa kekurangan di dalamnya. Untuk itu, peneliti ingin mengucapkan terimakasih kepada:

1. Ibu Prof. Dr. Irmawati, psikolog selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas Sumatera Utara.

2. Kak Fastirola, M.Psi, psikolog sebagai dosen pembimbing yang selalu memberikan arahan, saran, dan kritikan dari awal penyusunan hingga akhir penyelesaian penelitian ini.

3. Orangtua saya, P. Ginting dan Y. Sitepu yang selalu mendukung sebagai sahabat serta teman disaat suka dan duka. Juga untuk Ka Ua dan Bang Engah yang selalu mendoakan dan memberi dukungan yang luar biasa kepada saya, serta seluruh keluarga besar peneliti.

4. Dosen-dosen yang berada di Departemen Psikologi Pendidikan yang telah memberikan masukan dan dukungan selama pengerjaan penelitian ini.


(6)

5. Seluruh partisipan yang sudah memberikan sumbangsih dalam penelitian ini, terkhusus untuk SMA SUTOMO I Medan Kelas XII dan SMA SUTOMO II Medan Kelas XII.

6. Seluruh teman-teman yang sudah mendukung selama proses penyusunan penelitian ini hingga selesai, dan pihak-pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan saran serta masukan yang dapat membangun guna memperbaiki dan meyempurnakan penelitian ini.

Medan, Januari 2012


(7)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL DAFTAR GAMBAR

Bab I. PENDAHULUAN I.A. Latar Belakang I.B. Rumusan Masalah I.C. Tujuan Penelitian I.D. Manfaat Penelitian I.E. Sistematika Penelitian

Bab II. LANDASAN TEORI

II.A. Academic Self Management

II.A.1. Definisi Academic Self Management

II.A.2. Elemen-Elemen Academic Self Management II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi

Academic Self Management


(8)

II.A.5. Proses yang Digunakan dalan Academic Self Management

II.B. Dimensi Kepribadian

II.B.1. Pengertian Kepribadian

II.B.2. Dimensi Kepribadian Eysenck II.C. SMA Sutomo 1 Medan

II.D. Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstroversion dan Introversion II.E. Hipotesis

Bab III. METODE PENELITIAN

III.A. Identifikasi Variabel Penelitian III.B. Definisi Operasional

III.C. Populasi, Sampel dan Metode Pengambilan Sampel III.C.1. Populasi

III.C.2. Sampel

III.C.3.Metode Pengambilan Sampel III.C.4. Jumlah Sampel Penelitian III.D. Metode dan Alat Pengumpulan Data III.E. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur

III.E.1. Uji Validitas III.E.2. Uji Reliabilitas


(9)

III.F. Hasil Uji Coba Alat Ukur Penelitian III.G. Prosedur Pelaksanaan Penelitian

III.G.1. Tahap Persiapan Penelitian III.G.2. Tahap Pelaksanaan Penelitian III.G.3. Tahap Pengolahan Data Penelitian III.H. Metode Analisa Data

III.G.1. Uji Normalitas III.G.2. Uji Homogenitas

Bab IV. ANALISA DATA

IV.A. Gambaran Subjek Penelitian IV.B. Hasil Penelitian

IV.B.1. Kategorisasi Data Penelitian IV.B.2. Hasil Uji Asumsi

IV.B.3. Hasil Penelitian IV.C. Hasil Tambahan

IV.D. Pembahasan

Bab V. KESIMPULAN DAN SARAN V.A. Kesimpulan

V.B. Saran


(10)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 : Blue Print Skala Academic Self-Management Sebelum Diuji Coba

Tabel 3.2 : Blue Print Skala Ekstrovert dan Introvert Sebelum Diuji Coba

Tabel 3.3 : Blue Print Skala Academic Self Management Sebelum Diuji coba

Tabel 3.4 : Distribusi Aitem-Aitem Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert Setelah Uji Coba Tabel 4.1 : Gambaran Subjek Penelitian Berdasarkan Jenis

Kelamin

Tabel 4.2 : Skala Statistik Academic Self Management Tabel 4.3 : Statistik Reliabilitas Academic Self Management Tabel 4.4 : Kategorisasi Data academic self management Tabel 4.5 : Statistik Reliabilitas Dimensi Kepribadian

Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.6 : Skala Statistik Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.7 : Kategorisasi Data Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.8 : Uji Normalitas


(11)

Tabel 4.10 : Hasil Analisis T-Test

Tabel 4.11 : Analisa Perbedaan Skor Academic Self Management dengan Dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert Tabel 4.12 : Deskripsi Aspek Motivasi

Tabel 4.13 : Hasil Analisa Perbedaan Motivasi antara Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.14 : Deskripsi Aspek Metode-Metode Belajar Tabel 4.15 : Hasil Analisa Perbedaan Penggunaan Metode-

Metode Belajar antara Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.16 : Deskripsi Menggunakan Waktu dengan Baik Tabel 4.17 : Hasil Analisa Perbedaan Penggunaan Waktu

dengan Baik antara Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.18 : Deskripsi Lingkungan Fisik dan Sosial

Tabel 4.19 : Hasil Analisa Perbedaan Penggunaan Lingkungan Fisik dan Sosial antara Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Tabel 4.20 : Deskripsi Performansi

Tabel 4.21 : Hasil Analisa Perbedaan Performansi antara Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert


(12)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 : Academic Self Management

Gambar 2.2 : Proses manajemen diri dalam perilaku akademis Gambar 2.3 : pandangan sistemetik dari kepribadian

Gambar 2.4 : Struktur Hirarki Neuritisme Gambar 2.5 : Struktur Hirarki Psikotisme Gambar 2.6 : Struktur Hirarki Ekstrovert

Gambar 4.1 : Kategorisasi Data Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Gambar 4.2 : Kategorisasi Data Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert


(13)

Perbedaan Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert pada Siswa-Siswi SMA Sutomo I Medan

Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola ABSTRAK

Keberhasian dan kesuksesan merupakan keinginan setiap pelajar. Agar menjadi pelajar yang berhasil bukanlah sesuatu yang gampang. Mereka harus memiliki keefektifan yang lebih dan belajar dengan strategi yang benar dan tekun dalam meningkatkan pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri dan dapat memonitori dan mengubah perilaku mereka agar menjadi perilaku yang lebih baik lagi. Salah satu usaha untuk mendapatkan kesuksesan tersebut adalah memiliki academic self management yang baik. Academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajarannya (Dembo, 2004). Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat komparatif yang bertujuan untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I.

Penelitian ini mengambil sampel siswa-siswi kelas XII SMA Sutomo 1 Medan yang berjumlah 100 orang. Penelitian dilakukan dengan pemberian skala yang dibuat sendiri oleh peneliti, yaitu skala yang disusun berdasarkan lima dimensi academic self management yang dikemukakan oleh Dembo (2004) dan skala yang disusun berdasarkan ciri-ciri dimensi kepribadian ekstrovert yang dikemukakan oleh Eysenck (1994). Skala academic self management memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.922. Sedangkan skala kepribadian ekstrovert dan

introvert memiliki reliabilitas sebesar (rxx) = 0.912.

Hasil analisa data penelitian dengan menggunakan teknik independent

sample t-test menunjukan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan dari

academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I Medan, yang dilihat dari nilai rata-rata, dimana nilai rata-rata untuk dimensi kepribadian ekstrovert lebih tinggi yaitu sebesar 144.82 dibandingkan dengan dimensi kepribadian introvert yaitu sebesar 124.50.

Kata kunci : academic self management, dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert.


(14)

Academic Self Management Differences Between Student in Extroverted and Introverted Personality Dimensions in SMA Sutomo I Medan

Megia Raspati Br Ginting dan Fasti Rola

ABSTRAC

Success is the desire of every student. To be a successful student is not something easy. They should have a more effective and learn with the right strategy and diligent in improving his knowledge, able to motivate him self and can monitor and alter their behavior in order to become a better behavior. One attempt to gain academic self management is a strategy used by student learning to control the factors that affect learning (Dembo, 2004). This research is a comparative study aimed to determine whether there are differences in academic self management in terms of extroverted and introverted personality dimensions in SMA Sutomo I.

This study sampled students of class XII SMA Sutomo a field that numbered 100 people. The study was conducted by administering the scale that is made by researchers namely the scale which is based on five dimensions of academic self management that is proposed by Dembo (2004) and scale that is based on the characteristics of extroverted personality dimensions proposed by Eysenck (1994). The scale of academic self management has reliability of (rxx) =

0.922. while the extroverted and introverted personality scale has a reliability of (rxx) = 0.912.

Results of analysis of research data by using techniques independent sample t-test showed that there are significant differences in term of academic self management of extroverted and introverted personality dimensions in high school I Sotomo Medan, as seen from the average value, where the average value for the dimension higher extroverted personality that is equal to 144.82 compared with introverted personality dimensions that is equal to 124.50.

Key word : academic self management, extroverted and introverted personality dimensions.


(15)

BAB I PENDAHULUAN

I.A. Latar Belakang

UU SISDIKNAS No. 2 (2003) menyatakan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan masyarakat. Pendidikan memiliki peranan penting dalam menciptakan generasi muda yang unggul. Sehingga pendidikan dimasukkan kedalam salah satu dari Milllenium Development Goals (MDGs) atau tujuan pembangunan milinium (Media Indonesia, 2010). Pendidikan memiliki beberapa komponen, seperti tujuan pendidikan, peserta didik, orang tua, guru, pemimpin masyarakat dan keagamaan, interaksi edukatif peserta didik dan pendidik, isi pendidikan dan lingkungan pendidikan (Anonimous, 2011).

Perkin (dalam Sopiatin, 2010) menyebutkan sekolah merupakan misi yang dilaksanakan untuk mencapai bermacam-macam keinginan pelajar atas pengetahuan dasar, wawasan, peningkatan kemampuan dan pengetahuan yang mendalam. Sekolah yang berhasil adalah sekolah yang memiliki visi dan misi, keyakinan dan nilai-nilai, tujuan serta objek serta faktor kritis keberhasilan, sedangkan kualitas sekolah dapat dilihat dari kualitas input, kualitas proses, kualitas outcome, dan adanya jaminan mutu terhadap pengguna. Sekolah bermutu


(16)

merupakan harapan dari seluruh sehingga tidak mengherankan jika setiap pelajar berlomba untuk dapat diterima disekolah tersebut dengan harapan bahwa sekolah bermutu adalah sekolah yang mempunyai kualitas pelayanan pendidikan yang baik dan dapat memberikan kepuasan yang berhubungan dengan salah satunya yaitu prestasi belajar pelajar (Sopiatin, 2010).

Dembo (2004) menjelaskan bahwa untuk menjadi pelajar yang berhasil bukanlah sesuatu yang gampang. Pelajar harus memiliki keefektifan yang lebih dan belajar dengan strategi yang benar dan tekun dalam meningkatkan pengetahuannya, dapat memotivasi dirinya sendiri dan dapat memonitori dan mengubah perilaku mereka ketika proses pembelajaran itu terjadi. Seperti musisi, penari ataupun pemain golf tidak dapat berhasil apabila mereka tidak mempraktekkannya, terlepas dari membaca ataupun mendengarkan dasar-dasar dan tehnik-tehnik khusus dalam kelas. Agar mencapai keberhasilan dan kesuksesan, pelajar harus mampu mengatur dirinya dalam belajar untuk memenuhi tuntutan-tuntutan yang ada agar bisa menjadi pelajar yang berhasil dalam pendidikannya. Pengaturan diri dalam hal akademis ini disebut dengan academic self management.

Dembo (2004) menyatakan academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajarannya. Fattah (2010) menambahkan hal ini dengan berkaitan dengan masalah pengontrolan tugas yang meliputi bagaimana cara untuk mencapai tujuan belajar dan bagaimana mengatur hasil dan dukungan dari belajar.


(17)

Menurut Jones (2003), sistem pendidikan yang formal tidak menjamin pelajar sukses. Bukan hanya sekedar kemampuan akademis, tetapi juga kemampuan diri (personal skill) yang baik. Haddril & Singh (2008) meyatakan pelajar yang drop-out bukan karena dia memiliki kemampuan yang di bawah rata-rata, tetapi karena dia tidak dapat mengatur dirinya, dalam hal pendidikan maupun pekarjaan atau aktivitas yang lain, dia tidak mampu mengatur urusan pendidikan dan urusan keluarga misalnya. Ia menambahkan pelajar dapat menghindari hal-hal tersebut dengan menyeimbangkan segala aktivitas ataupun kegiatan. Self-management merupakan sebuah cara untuk memodifikasi perilaku yang dilakukan untuk merubah perilaku diri sendiri. Dengan kata lain, pengaturan diri dalam hal akademis ini adalah sebuah proses di mana seseorang melakukan kontrol terhadap perilakunya untuk membantuk perilaku yang diinginkan pada masa mendatang. Strategi self-management dilakukan untuk mengontrol perilaku (Primardi, 2006).

Self-management bertujuan untuk mengajarkan kepada pelajar bagaimana mengatur proses pembelajarannya atau mengefektifkan perilakunya. Pelajar seharusnya dapat berfikir bagaimana mengobservasi perilakunya dan bagaimana mengevaluasi perilakunya tersebut. Pelajar harus belajar untuk membuat keputusan dari pilihan yang ada. Penerapan self-management dapat meningkatkan kemampuan pengambilan keputusan pada pelajar yang kurang bisa mengambil keputusan (Dean, Malott, & Fulton dalam Gerhardt, 2006). Dembo (2004) mengatakan pelajar yang berhasil adalah pelajar yang memiliki strategi yang efektif dan efisien untuk mengakses dan menggunakan pengetahuan, memotivasi


(18)

diri sendiri dan dapat memonitor atau mengubah perilaku ketika pembelajaran itu tidak terjadi.

Menurut Panjaitan (2006), salah satu faktor penting dalam mempengaruhi keberhasilan pelajar dalam belajar adalah karakteristik dari peserta didik. Selanjutnya Uno (2006) menjelaskan bahwa karakteristik pelajar perlu diidentifikasi oleh guru untuk digunakan sebagai petunjuk dalam mengembangkan proses pembelajaran. Karakteristik yang diidentifikasi tersebut dapat berupa bakat, motivasi, gaya belajar, kemampuan berpikir, minat, sikap, kecerdasan dan kepribadian.

Sifat-sifat pribadi seseorang sangat mempengaruhi proses belajar pada pelajar. Tiap-tiap orang mempunyai sifat-sifat kepribadian masing-masing yang berbeda antara seorang dengan yang lain. Ada orang yang mempunyai sifat keras hati, berkemauan keras, tekun dalam segala usahanya, halus perasaannya dan ada pula yang sebaliknya. Sifat-sifat kepribadian yang ada pada seseorang itu sedikit banyaknya turut pula mempengaruhi sampai dimana hasil belajarnya dapat dicapai (Purwanto, 1990). Dalam hal ini peneliti ingin membaginya ke dalam dua dimensi kepribadian yang diungkapkan oleh Eysenck (1998) yaitu dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert.

Eysenck (1998) mengatakan bahwa dimensi kepribadian ekstrovert bercirikan suka bergaul, memiliki banyak teman, membutuhkan orang lain untuk diajak berbicara, suka mengambil kesempatan, selalu ingin tahu, senang lelucon dan umumnya suka perubahan. Selain itu cenderung agresif dan gampang kehilangan kesabaran, sekaligus perasaannya tidak tersimpan dengan baik serta


(19)

tidak selalu dapat dipercaya. Sementara itu dimensi kepribadian introvert dinyatakan bercirikan pendiam, penyegan, introspektif, lebih menyukai buku daripada orang banyak, memikirkan kehidupan sehari-hari secara serius, menyukai keteraturan, menyimpan perasaan, jarang berperilaku agresif dan tidak gampang marah, dapat dipercaya, cenderung pesimis dan menaruh penilaian yang tinggi pada standar etika, lebih sensitif terhadap penderitaan, gampang letih dan lebih cepat bosan.

Eysenck (dalam Pervin 2005) menyatakan perbedaan ekstrovert dan introvert. Dikatakan introvert lebih baik dalam hal sekolah khususnya dalam pelajaran yang lebih sulit. Murid yang berhenti dari sekolah karena alasan akademis cenderung merupakan ekstrovert, sedangkan yang berhenti karena alasan psikiatrik merupakan introvert. Selain itu ekstrovert lebih sering memberi saran daripada introvert. Ekstrovert menyukai bekerja dengan adanya interaksi dengan orang lain, sedangkan introvert lebih menyukai bekerja sendiri. Ekstrovert menyukai variasi dalam pekerjaannya namun introvert cenderung tidak membutuhkan hal- hal baru dalam pekerjaannya. Penelitian Ghani, dkk (2008) yang menyatakan hal yang sebaliknya yaitu pencapaian akademik yang baik akan cenderung dimiliki oleh siswa dengan dimensi kepribadian ekstrovert.

Sesuai dengan dimensi kepribadian yang diungkapkan oleh Eysenck (1998), individu dengan dimensi kepribadian introvert memiliki ciri-ciri menyukai keteraturan (Eysenck dalam Atkinson, 1993) sehingga peneliti menduga akan lebih baik dalam hal academic self management daripada dimensi kepribadian yang memiliki ciri-ciri seperti tidak menyukai belajar atau bekerja dengan sendiri


(20)

(Eysenck dalam Atkinson, 1993). Dari asumsi ini, maka peneliti ingin melihat perbedaan academic self-management pelajar ditinjau dari dimensi kepribadian yang dikumukakan oleh Eysenck yaitu ekstrovert dan introvert.

Dalam penelitian ini, SMA Sutomo I Medan diangkat menjadi subjek penelitian dikarenakan fenomena yang terjadi di SMA Sutomo 1 Medan memperlihatkan bagaimana academic self management itu sangat diperlukan pelajar untuk mencapai keberhasilan dalam pendidikannya. Perguruan Sutomo adalah Sekolah Swasta di (Anonimous, 2011). Sekolah Sutomo adalah salah satu sekolah yang ada di kota Medan. Sekolah Sutomo memiliki lingkungan belajar yang nyaman, seperti pada kutipan wawancara pada salah satu murid sekolah Sutomo kelas XI berinisial VV

“ia kak, kalau lingkungan sekolahnya bagus lah, nyaman buat belajar, terus kelasnya oke kan pake AC jadi enak, pokoknya baik lah buat belajar.

(komunikasi personal 16/02/2011)” Selain itu, sekolah Sutomo juga dilengkapi dengan bermacam-macam fasilitas untuk mendukung keberhasilan pelajar-siswi nya, seperti laboratorium belajar yang nyaman, laboratorium kimia, laboratorium biologi, perpustakaan, laboratorium fisika, laboratorium komputer, laboratorium bahasa, ruang multimedia, pelatihan olimpiade, taman bermain dll (Anonimous, 2011).

Sejauh ini, prestasi yang di peroleh Sutomo cukup memuaskan. Memiliki ambisi untuk menjadi salah satu sekolah modern yang unggul di Indonesia dan memiliki komitmen yang tegas untuk memajukan lembaga pendidikan serta tidak mementingkan profit karena menyadari bahwa yayasan ini adalah milik masyarakat (Anonimous, 2011). Sampai saat ini tetap menjadi unggulan di kota


(21)

Medan dan merupakan sekolah yang masih berada di sepuluh besar sekolah terbaik se-Indonesia, seperti pada kutipan wawancara pada salah satu murid berinisial VV

“kalau prestasi Sutomo megang kak, lupa kali aku ntah apa-apa aja itu, kakak liat aja website Sutomo, ada kok kak di situ. Trus yang tamat Sutomo kak paling banyak ngelanjut keluar kak, di dalam atau di luar negeri, jarang di sini aja Ya..itulah kak keinginan kami, dapat universitas yang baik lah..

(komunikasi personal 16/02/2011)” Pelajar yang ada SMA Sutomo 1 Medan, umumnya memiliki kegiatan diluar proses belajar yang mereka ikuti di sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler dan les tambahan lainnya merupakan kegiatan tambahan yang mereka ikuti, sementara sekolah cenderung mengutamakan prestasi akademis para pelajarnya. Tuntutan disekolah membuat pelajar secara psikologis memiliki keinginan untuk melewati standart yang ditetapkan oleh pihak sekolah, seperti pada kutipan wawancara pada salah satu murid berinisial VV

“kalau di Sutomo kak, keras kali belajarnya. Soal yang dikasi itu bukan kayak soal lain, soal anak sekolah lain. Trus terkadang soalnya itu dari modul kuliah, trus soal-soal olimpiade. Keras lah kak pokoknya. Trus ada standart naik kelas. Nilai rata-rata 75, kalau gak, gak naik kelas kak

(komunikasi personal 16/02/2011)” “ekstrakurikuler di Sutomo juga banyak kak, dan semuanya itu belajar juga kayak bahasa Jepang, Jerman, mading tiga bahasa, KBS itu maksudnya yang senior pandai ajarin yang junior buat olimpiade gitu lah kak, walaupun ada ekstrakurikuler yang seni, kek musik, tari, sama yang tiup-tiup itu kak sama olahraga juga

(komunikasi personal 16/02/2011)” Komunikasi personal yang dilakukan peneliti kepada sampel tentang gambaran yang terjadi di sekolah Sutomo, SMA Sutomo ini dapat di jadikan sebagai sampel dikarenakan fenomena yang ada di SMA Sutomo ini mendukung


(22)

penelitian yang akan dilakukan peneliti. Fenomena di Sutomo memperlihatkan bagaimana pelajar yang memiliki banyak tuntutan, baik dalam maupun luar sekolah tetap dapat menjalankan tuntutan yang ada di sekolah dan tetap memiliki prestasi dan keberhasilan yang baik.

Dari penjelasan yang sudah dipaparkan sebelumnya, kita dapat melihat bahwa ada hubungan dari keberhasilan pelajar yang dilihat dari academic self-management nya dengan sifat-sifat kepribadian individu. Hal ini didukung dengan kutipan wawancara kepada salah satu murid berinisial MFB

“Ia kak, kalau pelajar yang berprestasi itu biasanya kutu buku kak, misalnya kelas aksel kan, mereka itu kalau jam istirahat ga keluar kelas kak, mereka didalam belajar dan mereka bawa bekal dari rumah sendiri. Belajar ajalah kak kerjaannya, trus ga berbaur gitu sama kami

(komunikasi personal 13/07/2011)” Adanya perbedaan keberhasilan pelajar dilihat dari karakteristik individu juga didukung oleh kutipan wawancara kepada salah satu guru yang berinisial E

“anak-anak yang berprestasi adalah anak-anak yang memang memiliki kemampuan dan kecerdasan tersendiri, banyak juga faktor lain yang mendukung. Anak-anak yang berhasil disekolah biasanya mereka juga yang berhasil dalam kegiatan mereka, terkadang mereka anggota OSIS, punya kegiatan yang padat dan Saya pikir mereka punya jadwal belajar yang baik dirumah”

(komunikasi personal 13/07/2011)” Faktor yang mengkaji keberhasilan pelajar dalam belajar adalah sifat-sifat individu seseorang. Hal ini didukung oleh Good dan Brophy (dalam Purwanto 1990) dengan faktor-faktor yang mempengaruhi proses belajar pada individu adalah sama dengan faktor yang mengkaji keberhasilan pelajar. Dari penelitian Chowdhury tentang students’ personality traits and academic performance: a five-factor model perspective tahun 2006 dilihat hubungan dari tipe-tipe


(23)

kepribadian dan penyebeb seseorang mendapatkan kesuksesan dipelajari oleh Cattel dan Butcher (1986), Eysenck (1967) dan Kline (1977) dimana McKenzie (1989) menemukan bahwa tipe kepribadian ekstrovert memiliki hubungan yang negatif dengan kesuksesan akademik yang tinggi.

Berbeda dengan hasil penelitian Catrunada (2008) diperoleh hasil bahwa mahapelajar dengan tipe kepribadian introvert memiliki kecenderungan prokrastinasi yang lebih tinggi dibandingkan mahapelajar dengan tipe kepribadian ekstrovert. Hal ini disebabkan karena performansi individu ekstrovert pada aktifitas motorik akan terlihat lebih bertenaga, dan lebih cepat berinisiatif dalam bergerak. Sebaliknya individu dengan tipe kepribadian introvert cenderung memperlambat gerak mereka pada aktifitas motorik. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara kepada guru Sutomo yang menyatakan bahwa pelajar dengan memiliki kegiatan yang banyak, dengan kata lain yang aktif dalam OSIS dan ikut berpartisipasi dalan kegiatan sekolah memiliki tingkat prestasi yang lebih baik daripada pelajar yang hanya suka berdiam diri diseolah. Oleh sebab itu, dengan adanya dua pendekatan yang sudah dipaparkan diatas, peneliti ingin melihat perbedaan academic self-management pelajar SMA Sutomo I Medan yang ditinjau dari dimensi kepribadian yang dikemukakan oleh Eysenck yaitu ekstrovert dan introvert.

I.B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian “perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert.”, yaitu:


(24)

apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I Medan.

I.C. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I

I.D. Manfaat Penelitian

Apabila rumusan masalah dalam penelitian ini sudah terjawab dan tujuan penelitian sudah tercapai, maka penelitian yang berjudul “Perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert di SMA Sutomo I” ini diharapkan akan membawa manfaat sebagai berikut:

1. Manfaat teoritis

Manfaat teoritis yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah diharapkan akan dapat memberikan kontribusi informasi di bidang psikologi pada umumnya dan secara khusus dapat menambah wawasan dalam bidang Psikologi Pendidikan, terutama mengenai Academic Self Management dan Tipe kepribadian ekstrovert dan introvert.

2. Manfaat praktis

a. Diharapkan dapat memberikan informasi yang berguna bagi pelajar agar dapat mempergunakan strategi academic self management ini untuk meningkatkan kesuksesan bagi pelajar.


(25)

b. Bagi pihak sekolah agar mengetahui metode dan stategi yang terbaru dalam mengajarkan academic self management kepada pelajar agar semakin dapat meningkatkan prestasi pelajar.

I.E. Sistematika Penulisan

Penelitian ini disajikan dalam beberapa BAB dengan sistematika penulisan sebagai berikut:

BAB I : Pendahuluan berisikan uraian mengenai latar belakang penelitian, pertanyaan penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan

BAB II : Landasan teori berisi teori-teori yang berkaitan dengan variabel yang diteliti dan hubungan antara variabel dan hipotesa penelitian.

BAB III : Metode penelitian berisi uraian mengenai metodelogi penelitian yang terdiri dari: identifikasi variabel, definisi variabel penelitian, populasi dan metode pengambilan sampel, instrument/alat ukur yang digunakan, prosedur penelitian, dan metode analisi data.

Bab IV : Analisa data dan pembahasan. Berisi pengolahan dan pengorganisasian data penelitian serta membahas data-data penelitian dengan teori yang relevan.

BAB V : Kesimpulan dan saran. Bab ini berisi kesimpulan dan saran dari hasil penelitian yang telah dilakukan.


(26)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Academic Self Management

II.A.1. Definisi Academic Self Management

Dembo (2004) menyatakan kata management adalah sebuah kunci untuk menjelaskan seorang pelajar itu sukses. Self-manage adalah suatu faktor yang mempengaruhi proses belajar. Hal itu membangun kondisi yang optimal untuk belajar dan membuang pengaruh yang buruk dalam belajar. Academic self-management adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang menghambat dalam belajar.

Self-Management didefinisikan sebagai suatu usaha dari individu untuk mengontrol perilakunya (Millis dalam Gerhardt, 2006). Lebih spesifiknya,

Self-Management meliputi penyelesaian masalah, menetapkan tujuan, mengamati

waktu dan masalah lingkungan yang dapat menghambat dalam mencapai tujuan dan menggunakan reinforcement dan punishment untuk mencapai tujuan tersebut (Frayne dalam Gerhardt, 2006).

Menurut Primardi (2006) self-management adalah ketika seseorang melakukan perilaku tertentu pada suatu waktu, untuk mengontrol terjadinya perilaku lain (perilaku terget) dimasa mendatang. Garrison dalam Fattah (2010) menambahkan self-management itu berhubungan dengan masalah pengontrolan tugas yang meliputi bagaimana cara untuk mencapai tujuan belajar dan bagaimana mengatur hasil dan dukungan dari belajar.


(27)

Dengan mengacu pada pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa academic self-management adalah sesuatu strategi dalam pendidikan yang digunakan oleh pelajar untuk bisa mengontrol cara belajarnya sehingga dapat mencegah dan membuang faktor-faktor penghambat dalam belajar.

II.A.2. Elemen-Elemen dari Academic Self-Management

Zimmerman & Risemberg (dalam Dembo, 2004), ada beberapa komponen yang dapat membantu mengontrol pembelajaran dan academic self management, yaitu:

1. Motivasi

Motivasi sebagai proses internal yang memberikan perilaku yang berenergi dan terarah. Proses internal meliputi tujuan individu, keyakinan, persepsi, dan harapan. Misalnya, kegigihan individu pada tugas sering berhubungan dengan bagaimana kompeten individu untuk menyelesaikan tugas. Selain itu, keyakinan individu tentang penyebab keberhasilan dan kegagalan pada tugas-tugas ini mempengaruhi motivasi individu dan perilaku pada tugas-tugas di masa depan.

Salah satu perbedaan yang utama dari pelajar yang sukses dan pelajar yang tidak sukses adalah dimana dalam hal motivasi, pelajar yang sukses terlihat lebih bisa memotivasi dirinya sendiri walaupun dia berada dalam situasi yang tidak baik, sedangkan pelajar yang tidak sukses cenderung susah untuk mengontrol motivasi mereka. Menjadi pelajar yang


(28)

sukses, seharusnya pelajar mampu berkonsentrasi dan yakin dengan banyak potensi dirinya dan pengaruh lingkungan.

Selain hal yang sudah dijelaskan, salah satu juga yang menjadi masalah dalam motivasi adalah ketekunan. Pelajar dapat saja memotivasi dirinya sendiri, namun tidak tekun karena ada hal-hal yang mengganggu ketika motivasi sedang dibangun (Kuhl&Beckman dalam Dembo, 2004). Terkadang, gangguan yang kecil dapat menyebabkan motivasi individu menurun. Untuk menjadi pelajar yang sukses pelajar seharusnya mampu untuk berkonsentrasi dan tanggap dengan lingkungan yang mengganggu. Pelajar menggunakan banyak proses yang berbeda untuk mengontrol aspek perilakuknya. Sejumlah teknik penting dalam motivasi self-management, yaitu:

a. Penetapan tujuan. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki prestasi lebih sering menggunakan penetapan tujuan dan lebih konsisten daripada individu berprestasi rendah (Zimmerman & Martinez-Pons dalam Dembo, 2004).

b. Berbicara dengan diri sendiri (self-talk). Penguatan verbal atau pujian dapat digunakan sebagai bentuk perilaku yang diinginkan. Berbicara dengan diri sendiri (self-talk) dapat membantu individu mengontrol kecemasan, suasana hati, dan respon emosional lainnya (Butler, 1981; Ottens, dalam Dembo, 2004). Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa apa yang individu katakan kepada dirinya


(29)

sendiri merupakan faktor penting dalam menentukan sikap, perasaan, emosi, dan perilaku.

c. Membayangkan imbalan atau hukuman untuk keberhasilan atau kegagalan pada tugas akademis. Pelajar yang lebih unggul mengontrol motivasi mereka dengan memberikan imbalan dan hukuman terhadap diri sendiri daripada pelajar yang tidak menggunakan teknik kontrol (Zimmerman & Martinez-Pons, dalam Dembo, 2004).

2. Metode-Metode Belajar

Istilah lain untuk metode pembelajaran adalah strategi belajar. Strategi belajar adalah metode yang digunakan pelajar untuk mendapatkan informasi. Pelajar berprestasi tinggi menggunakan strategi belajar lebih banyak daripada pelajar yang memiliki prestasi lebih rendah (Zimmerman & Martinez-Pons dalam Dembo, 2004). Pelajar dapat menggunakan strategi yang berbeda pada kondisi belajar yang berbeda juga. Menggarisbawahi, meringkas, dan menguraikan merupakan tehnik dalam strategi belajar.

Pelajar yang sukses hendaknya memiliki strategi pembelajaran yang baik. Hal ini dapat dengan memperlengkapi hal-hal yang dapat mempermudah pelajar dalam memahami sesuatu. Seperti membuat catatan kecil ketika guru menjelaskan sehingga ketika ujian dia tidak akan susah untuk menghafal bahan.


(30)

3. Menggunakan Waktu dengan Baik

Pelajar dengan kemampuan manajemen waktu yang lebih baik cenderung memiliki rata-rata nilai lebih tinggi dibandingkan dengan pelajar dengan keterampilan manajemen waktu yang tidak baik. Manajemen waktu sangat dibutuhkan karena berdampak dengan management diri pelajar. Jika seorang pelajar mengalami kesulitan bergaul dengan waktu, dia tidak akan mengerti bagian tugas yang harus diutamakan.

Masalah dari kebanyakan pelajar adalah dimana mereka tidak memiliki banyak waktu untuk yang semestinya perlu untuk dikerjakan, karena dia tidak memiliki kemampaun dalam mengatur waktunya. Ketika pelajar dapat mengatur waktunya, maka dia dapat menganalisa waktunya dan bisa mempergunakan waktu sebaik-baiknya tanpa ada waktu yang terbuang. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pelajar merancang waktu belajarnya dengan baik.

4. Lingkungan Fisik dan Sosial

Aspek penting dari manajemen diri adalah kemampuan peserta didik untuk merestrukturisasi lingkungan fisik dan sosial untuk memenuhi kebutuhan mereka. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Dembo, 2004) menemukan bahwa pelajar berprestasi tinggi lebih banyak melakukan restrukturisasi lingkungan dan lebih mungkin untuk mencari bantuan orang lain daripada pelajar yang berprestasi rendah. Untuk sebagian besar, restrukturisasi lingkungan mengacu pada lokasi tempat untuk belajar yang


(31)

tenang atau tidak mengganggu. Walaupun tugas ini mungkin tidak muncul sulit dicapai, hal itu menimbulkan banyak masalah bagi pelajar yang baik pilih lingkungan yang tidak tepat pada awalnya atau tidak dapat mengendalikan gangguan setelah mereka terjadi.

Pengelolaan diri dari lingkungan sosial berkaitan dengan kemampuan individu untuk menentukan kapan ia harus bekerja sendiri atau dengan orang lain, atau ketika saatnya untuk mencari bantuan dari instruktur, tutor, teman sebaya, atau sumber daya nonsosial (seperti buku referensi). Mengetahui bagaimana dan kapan untuk bekerja dengan orang lain merupakan keterampilan penting sering tidak diajarkan di sekolah. 5. Performansi

Faktor terakhir yang Anda dapat mengelola adalah prestasi akademis. Dengan menulis makalah, menyelesaikan ujian, atau membaca buku, individu dapat belajar bagaimana menggunakan proses manajemen diri untuk mempengaruhi kualitas kinerja individu. Salah satu fungsi penting dari tujuan (goal) adalah menyediakan kesempatan bagi individu untuk menganalisi kinerja individu tersebut.

Pada saat pelajar dapat mengamati pekerjaan dalam kondisi yang berbeda, berarti pelajar memiliki kemampuan untuk mengubah perilakunya dalam belajar. Hal ini sangat baik untuk menyukseskan dalam pendidikan (Zimmerman&Martines-Pons dalam Dembo, 2004).

Pada saat pelajar belajar bagaimana mengamati dan mengontrol setiap performansi (performance), pelajar dapat menjadi mentor diri


(32)

sendiri. Pelajar dapat mempraktekkan kemampuan yang dimilikinya, proses pengevaluasian diri, dan membuat perubahan sehingga tujuan dapat tercapai.

II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Academic Self Management

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi academic self management menurut Dembo (2004) adalah sebagai berikut:

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan diasumsikan berinteraksi secara timbal balik dengan faktor pribadi dan perilaku. Ketika seseorang dapat memimpin dirinya, faktor pribadi digerakkan untuk mengatur perilaku secara terencana dan mengatur lingkungan belajar. Individu diperkirakan memahami dampak lingkungan selama proses penerimaan dan mengetahui cara mengembangkan lingkungan melalui penggunaan strategi yang bervariasi. b. Faktor internal atau faktor personal

Meliputi keyakinan dan persepsi (self-efficacy, atribusi, dan self-talk), respon fisiologis (misalnya, kecemasan), dan mood (misalnya, tertarik atau bosan).

c. Faktor perilaku

Meliputi: (a) motivasi (misalnya, tujuan, pilihan, tingkat keterlibatan/usaha dan ketekunan), (b) metode pembelajaran (misalnya, penggunaan latihan, elaborasi, dan strategi organisasi), (c) menggunakan waktu (misalnya, perencanaan, memprioritaskan, dan penjadwalan pada saat-saat tugas


(33)

diberikan, mulai, dan selesai), dan (d) lingkungan fisik dan sosial (jenis gangguan internal dan eksternal, jumlah waktu yang dihabiskan atau berkonsentrasi pada tugas-tugas) dan penggunaan sumber daya sosial.

II.A.4. Self-Management Terjadi dalam Konteks Akademis

Ada empat kunci yang harus dimiliki siswa untuk memperoleh kesuksesan dalam bidang akademik, yang antara lain: belajar dari berita, belajar dari buku, mempersiapkan ujian dengan baik, dan melakukan ujian. Menulis merupakan salah satu kemampuan yang penting juga (Dembo, 2004).

Faktor penting yang mempengaruhi keefektifan kemampuan belajar pelajar adalah kemampuan untuk mengatur elemen lain dalam perilaku. tujuan-tujuan dan pengaturan emosi dan usaha untuk meningkatkan motivasi, pengaturan waktu, pengaturan lingkungan belajar adalah strategi dari perilaku (Dembo, 2004).

Pada proses pertama dideskripsikan bagaimana tanggung jawab dari pelajar. Ada harapan untuk menjadikan pelajar tersebut menjadi pelajar yang sukses. Dimana pelajar yang memiliki tanggung jawab yang tinggi akan menjadikan pelajar tersebut menjadi palajar yang sukses dibandingkan pelajar yang memiliki tanggung jawab yang rendah (Schunk & Zimmerman dalam Dembo, 2004).

Strategi selanjutnya, mengenali suatu strategi itu dilakukan, kapan dan bagaimana strategi itu dilakukan. Pelajar yang sukses adalah pelajar yang mampu melakukan strategi belajarnya menjadi strategi yang baik dan otomatis. Pada saat


(34)

melakukan strategi tersebut, pelajar mendapat keuntungan yaitu menghemat waktu untuk membuat strategi pembelajaran yang lain, sehingga waktu itu dapat digunakan untuk belajar. Guru dan orang tua yang mendukung pelajar akan membuat pelajar semakin yakin untuk mencapai kesuksesan tersebut. Pada akhirnya, pelajar akan menemukan strategi yang cocok dengan dirinya, strategi yang mampu membuat pelajar bertahan dengan belajar sehingga dapat membawanya dalam kesuksesan dalam belajar. Self management yang terjadi dalam situasi akademis dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 Academic Self-Management Sumber: Dembo (2004)

II.A.5. Proses yang Digunakan dalam Academic Self Management

Zimmerman et al dalam Dembo (2004) menyatakan sebuah proses bagaimana pelajar dapat membangun manajemen diri dalam kesuksesan akademik

Strategi belajar Belajar dari berita Belajar dari buku Mempersiapkan ujian dengan baik Melakukan ujian dengan baik Strategi motivasi

Tujuan dan usaha belajar

Performansi akademik Strategi perilaku

Manajemen waktu, fisik dan lingkungan sosial belajar


(35)

yang diperlihatkan dalam figur di bawah ini. Dimana proses ini akan membantu membangun kelima komponen yang menjadi elemen dari academic self management. Keempat faktor ini adalah:

1. Observasi diri dan evaluasi diri

Hal ini terjadi ketika pelajar melihat bagaimana efektifitas diri sendirinya, dengan mengobservasi dan mengenali bagaimana performa dari studi akhir mereka. Perilaku tidak dapat diatur apabila pelajar tidak memiliki kemampuan untuk mengobservasi dan mengevaluasi diri. Sehingga dari hal inilah, pelajar dapat mengatur dirinya sehingga diperolehlah keberhasilana dalam belajar. Misalnya dalam ulangan matematika. Soal matematika itu sebenarnya dapat kamu selesaian apabila kamu belajar sebelumnya, tetapi kamu tidak belajar karena menyepelekannya. Apabila pelajar tersebut tanggap dan dapat mengobservasi serta mengevaluasi dirinya, maka di ulangan matematika selanjutnya pelajar tersebut akan berhasil.

2. Menetapkan tujuan dan perencanaan kedepannya

Hal ini terjadi ketika pelajar menganalisa tugas belajar mereka, tujuan dan rencana atau strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya ketika diberikan tugas membuat makalah, pelajar tersebut dapat memulai tugas tersebut dengan menganalisa kelebihan dan kekurangannya dalam membuat makalah tersebut. Bagaimana dan apa tujuannya dalam pembuatan makalah tersebut dan bagaimana dia dapat mencapai tujuannya tersebut.


(36)

3. Strategi Implementasi dan Monitoring

Hal ini terjadi ketika pelajar mencoba untuk melakukan suatu strategi dan melihat bagaimana usaha mereka melakukan strategi itu. Misalnya ketika pelajar mempelajari suatu yang baru, ada kecendrungan untuk membuat suatu strategi yang lama atau melakukan strategi yang baru. Pelajar yang baik akan tanggap dalam hal itu, apakah strategi yang lama dapat digunakan dalam mempelajari yang baru tersebut.

4. Strategi Monitoring Hasil

Hal ini terjadi ketika pelajar fokus terhadap perhatian dalam cara belajar dan strateginya. Sehingga apabila siklus ini berjalan dalam pelajar, maka mereka akan memperoeh kesuksesan. Dalam hal ini pelajar dapat menetapkan strtegi yang baik dalam mencapai tujuannya dalam belakar. Proses dalam academic self management yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat pada gambar siklus dibawah ini.

observasi diri dan evaluasi diri

Strategi monitoring Menetapkan tujuan dan

hasil Perencanaan kedepannya

Strategi implementasi dan Monitoring

Gambar 2.2 Proses manajemen diri dalam perilaku akademis Sumber: Dembo (2004)


(37)

II.B. Dimensi Kepribadian II.B.1. Pengertian Kepribadian

Kata personality dalam bahasa inggris berasal dari bahasa yunani kuno prosopan atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam teater. Jadi konsep awal dari pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditempatkan dilingkungan sosial. Kesan mengenai diri yang diinginkan agar ditangkap oleh lingkungan sosial. (Alwisol, 2004).

Allport dalam Suryabrata (1998) menyatakan kepribadian adalah organisasi dinamis dari fungsi-fungsi psikofisik yang akan menentukan individu untuk menyesuaikan diri secara khas terhadap lingkungan. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb.

Menurut Adler (Suryabrata, 1998) memberikan tekanan pada pentingnya sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat pribadi individu, sehingga segala tingkah laku yang dilakukan oleh individu membawa corak khas gaya kehidupan yang bersifat individual.

Menurut Murray (Alwisol, 2004), kepribadian adalah abstraksi yang dirumuskan oleh teoritis yang bukan semata-mata deskripsi tingkah laku orang, karena rumusan itu berdasarkan pada tingkah laku yang dapat diobservasi dan faktor-faktor yang dapat disimpulkan dari observasi.


(38)

Kepribadian menurut Atkinson (1996) adalah pola perilaku dan berfikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Lewin (dalam Suryabrata, 1998) menyatakan suatu teori tentang life space yang adalah keseluruhan kenyataan yang secara cepat mempengaruhi tingkah laku. Lewin menyimpulkan life space individu merupakan persepsi dan tingkah laku seseorang tidak hanya ditentukan oleh bentuk keseluruhan atau totalitas dari rangsangan, tetapi ditentukan oleh kekuatan-kekuatan (forces) yang ada di dalam lapangan psikologis (psychological field) seseorang.

Eysenck (1998) memberi pengertian kepribadian sebagai berikut:

“Personality is the sum total of actual or potential behavior-patterns of the organism as determined by heredity and environment; it originates and develops through the functional interaction of the three main sectors into which these behavior patterns are the conative sector (character), the affective sector (temperament), and the somatic sector (constitution).”

Dari beberapa pengertian kepribadian oleh masing-masing tokoh yang telah dibahas di atas, maka penelitian ini merujuk pada definisi yang dikemukakan oleh Eysenck. Kepribadian adalah totalitas pola perilaku yang nyata atau potensial dari organisme yang ditentukan oleh gen dan lingkungan; kepribadian berasal dan berkembang melalui interaksi fungsional dari tiga sektor utama yaitu sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor somatis (konstitusi).


(39)

II.B.2. Dimensi Kepribadian Eysenck

Setiap individu memiliki kepribadian yang diwariskan secara genetis, yaitu melalui DNA. Bukti ini diperkuat dengan gagasan mengenai temperamen anak. Temperamen didefinisikan sebagai karakter anak yang telah ada sejak lahir dan merupakan warisan dari kedua orangtua (Papalia, & Olds, & Fredman, 2007). Kepribadian organisme lebih ditentukan oleh faktor keturunan atau hereditas, namun faktor lingkungan juga berkontribusi terhadap kepribadian (Eysenck, 1998). Penelitian korelasional dan eksperimen yang dilakukan oleh Eysenck pada akhirnya melahirkan 3 dimensi kepribadian, yaitu : Psikotisme (Psychoticism), Ekstroversi (Extroversion), dan Neurotis (Neuroticism). Skema dimensi kepribadian Eysenck (1994) dapat dilihat dibawah ini.

Distal proximal proximal distal

antecendents antencendents consequences consequences

Genetic Biological Psychometric Experimental Social Personality Intermediates Trait Studies Behavior Dominants Constellations

Gambar 2.3 pandangan sistemetik dari kepribadian Sumber: Eysenck, 2008

Personality

Sociability Criminality

Creativity Psychopatholog

y Sexual behavior Conditioning Sensitivity Vigilance Perception Memory Reminiscence P E N Limbic System Arousal D N A


(40)

Teori kepribadian Eysenck dikenal juga dengan Teori Tiga Faktor (The Three-Factor Theory), yang membagi kepribadian atas 3 dimensi (Pervin, 2005), yaitu :

a. Dimensi Neurotisme (Neuroticism)

Dimensi kepribadian neurotisme yang sebelumnya dikenal dengan dimensi stabilitas emosi-ketidakstabilan emosi (emotional stability -instability). Feist & Feist (2006) menyatakan bahwa dimensi neurotisme memiliki komponen hereditas yang kuat dalam memprediksi gangguan yang dialami oleh individu, dalam hal ini, individu yang memiliki skor neurotisme yang tinggi memiliki kecenderungan untuk bereaksi berlebihan secara emosional terhadap satu situasi dan mereka kesulitan untuk kembali ke keadaan semula sebelum mereka dihadapkan pada situasi yang demikian. Skala dimensi neurotisme dari Eysenck (1993) dapat dilihat pada skema dibawah ini.

Gambar 2.4 Struktur Hirarki Neuritisme Sumber Pervin, 2005

N

Terise Low

Self-Anxious Depresse

d

Guilt Feeling

Emotiona l Moodly

Shy Irrational


(41)

b. Dimensi Psikotisme (Psychoticism)

Dimensi psikotisme merupakan dimensi yang ditambahkan dari teori asli Eysenck (Feist, 2005). Eysenck menyatakan bahwa dimensi psikotitisme ini memiliki faktor bipolar, yaitu : psikotitisme dan superego (psychoticism – superego). Seperti halnya neurotisme, individu psikotistik bukan berarti psikotik, namun hanya memperlihatkan beberapa gejala yang umumnya terdapat pada individu-individu psikotik (Boeree, 2007). Beberapa gejala yang biasanya ditemukan pada individu-individu psikotistik, di antaranya adalah : tidak memiliki daya respon (recklessness), tidak memperdulikan kebiasaan yang lumrah berlaku, dan ekspresi emosional yang tidak sesuai dengan kebiasaan (inappropriate emotional expression). Pervin (2005) menyatakan bahwa individu yang mendapatkan skor tinggi pada dimensi psikotitisme cenderung cuek (insensitive), tidak peduli dengan orang lain, dan menentang kebiasan-kebiasan umum yang berlaku secara sosial. Skala dimensi Psikotisme dari Eysenck (1993) dapat dilihat pada skema dibawah ini

Gambar 2.5 Struktur Hirarki Psikotisme Sumber: Pervin, 2005

P

Impersonal Impulsiv e Egocentri

c Cold

Aggressive

Tough-minded Creative

Unempathi c Antisocia


(42)

c. Dimensi Introvert-Ekstrovert (Introversion-Extroversion)

Eysenck (dalam Pervin, 2005) mengemukakan karakteristik individu ekstrovert ditandai oleh sosiabilitas, bersahabat, aktif berbicara, impulsif, menyenangkan, aktif, dan spontan. Eysenck (dalam Pervin, 2005) menjabarkan komponen extroversi adalah kurangnya tanggung jawab, kurangnya refleksi, pernyataan perasaan, penurutan kata hati, pengambilan resiko, kemampuan sosial, dan aktivitas. Lebih lanjut lagi, Eysenck&Eysenck (dalam Schultz, 2008) mengemukakan bahwa ciri yang khas dari kepribadian ekstrovert adalah mudah bergaul, suka pesta, mempunyai banyak teman, membutuhkan teman untuk bicara, dan tidak suka membaca atau belajar sendirian. Individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert sangat membutuhkan kegembiraan, mengambil tantangan, sering menentang bahaya, berperilaku tanpa berpikir terlebih dahulu, dan biasanya suka menurutkan kata hatinya, gemar akan gurau-gurauan, selalu siap menjawab, dan biasanya suka akan perubahan, riang, tidak banyak pertimbangan (easy going), optimis, serta suka tertawa dan gembira, lebih suka untuk tetap bergerak dalam melakukan aktivitas, cenderung menjadi agresif dan cepat hilang kemarahannya, semua perasaannya tidak disimpan dibawah kontrol, dan tidak selalu dapat dipercaya (Aiken, 1985, dalam Pervin 2005). Menunjukkan daya juang fisik yang tinggi, dapat melaksanakan tugas yang tinggi taraf kesukarannya dengan baik, ramah, impulsif, tidak suka diatur dan dilarang, terlibat dalam aktivitas kelompok, pandai membawa diri dalam lingkungannya, mudah gembira, memiliki keterikatan sosial, dapat memanfaatkan kesempatan yang ada, bertindak


(43)

cepat, optimis, agresif, cepat dan mudah meredakan kemarahan, mudah tertawa, tidak dapat menahan perasaannya.

Menurut Eysenck (dalam Pervin, 2005), introvert adalah satu ujung dari dimensi kepribadian introvert–ekstrovert dengan karakteristik watak yang tenang, pendiam, suka menyendiri, suka termenung, dan menghindari resiko. Dimensi kepribadian ini memiliki sifat yang sabar, serius, sensitif, lebih suka beraktivitas sendiri, mudah tersinggung, saraf otonom labil, mudah terluka, rendah diri, suka melamun, dan gugup. Lebih lanjut lagi, Aiken (1985, dalam Hall & Lindzey 2005) mengatakan bahwa individu dengan dimensi kepribadian ekstrovert memiliki toleransi yang tinggi terhadap isolasi/kesendirian, kurang toleransi terhadap keluhan fisik, cenderung melakukan secara baik terhadap tugas yang sederhana/mudah, dan cenderung melaksanakan secara baik tugas yang menuntut kesiap siagaan. Individu yang introvert juga cenderung menjauhkan diri, tidak mudah bergabung dengan orang lain, dan susah mengartikulasikan ide-idenya. Skala dimensi ekstrovert dari Eysenck (1993) dapat dilihat pada skema dibawah ini.

Gambar 2.6 Struktur Hirarki Ekstrovert Sumber: Pervin, 2005

E

Sensatio n-assertiv

e aktive

lively sociable

venturesome dominan

t


(44)

Dari ketiga dimensi yang diungkapkan oleh Eysenck, peneliti ingin membaginya berdasarkan dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert. Karena dimensi kepribadian ini di tujukan kepada individu yang normal yang berbeda dengan dimensi kepribadian lainnya yang ditujukan untuk individu abnormal. Selain itu dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert tersebut mudah untuk di observasi.

II.C. SMA SUTOMO 1 Medan

Yayasan Perguruan Sutomo didirikan pada tanggal 25 Februari 1958. Tahun 1964 dibuka Taman Kanak Kanak Yang diikuti pembukaan Play Group. Tahun 1982 Perguruan Sutomo menambah unitnya dengan Sutomo 2

Perguruan Sutomo memiliki ambisi untuk menjadi salah satu sekolah modern yang unggul di Indonesia dan memiliki komitmen yang tegas untuk memajukan lembaga pendidikan serta tidak mementingkan profit karena menyadari bahwa yayasan ini adalah milik masyarakat.

Adapun misi dan visi yang dimiliki oleh SUTOMO adalah :

VISI : Menjadikan Perguruan Sutomo sebagai Lembaga Pendidikan yang Cerdas dan Unggul dalam mentransformasikan Ilmu Pengetahuan dan Teknologi kepada seluruh masyarakat dan membangun karakter bangsa

MISI : Membentuk pelajar yang unggul, kreatif, cerdas, terampil, bertanggung jawab, dinamis dan berbudi pekerti luhur, serta bertakwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa


(45)

II.D. Academic Self Management Ditinjau dari Dimensi Kepribadian Ekstrovert dan Introvert

Academic self management merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kesuksesan pelajar. Dembo (2004) menyatakan pelajar yang sukses adalah pelajar yang dapat menggunakan kemampuannya dalam memproses motivasi dan mengontrol perilaku mereka. Hal yang terpenting untuk menjadi pelajar yang sukses adalah dengan mengembangkan kemampuan memonitor pengetahuan, mengenali ketika ada hal yang tidak diketahui dan hal yang lainnya.

Menurut Boekaerts (dalam Susanto, 2006), ada beberapa faktor yang mempengaruhi keberhasilan pelajar untuk mencapai prestasi yang optimal, yaitu inteligensi, kepribadian, lingkungan kampus, dan lingkungan rumah. Bandura, Zimmerman, dan Martinez-Pons (dalam Papalia dkk, 2001) berpendapat bahwa individu yang mengatur diri mereka dalam belajar dan meyakini bahwa ia mampu mengatasi bahan-bahan akademik akan memiliki kesuksesan dan prestasi belajar yang tinggi dibandingkan dengan individu yang tidak percaya akan kemampuan dirinya. Pengaturan diri dalam bidang akademik dengan mengontrol cara belajarnya disebut dengan academic self management.

Academic self management adalah suatu strategi pembelajaran yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang mempengaruhi pembelajarannya (Dembo, 2004). Dari yang sudah dipaparkan sebelumnya, dapat dilihat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan yang optimal adalah


(46)

pelajar yang dapat menggunakan kemampuannya dalam memproses motivasi dan mengontrol perilaku mereka sehingga tercapailah tujuan dalam belajar tersebut.

Usaha dalam mencapai kesuksesan belajar dipengaruhi oleh faktor kepribadian. Kepribadian dalam penelitian ini terdiri dari dua dimensi. Dimensi tersebut yaitu ekstroverts dan introverts dengan karakteristik maupun ciri-ciri yang sangat berbeda. Bila dikaitkan antara academic self management dengan tipe kepribadian dapat dilihat bahwa orang yang mampu dan memiliki kemampuan mengontrol diri dengan baik adalah orang-orang dengan tipe kepribadian introvert. Menurut Eysenck (dalam Atkinson, 1993) menyatakan bahwa introvert dinyatakan orang yang suka dengan keteraturan apabila dibandingkan dengan ektrovert yang tidak menyukai belajar sendiri. Perbedaan ini juga mencakup dalam proses pembelajaran seperti keaktifan dalam belajar, kepekaan maupun sosialisasi dan pengerjaan tugas. Dari perbedaan inilah peneliti ingin melihat bagaimana perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian ekstroverts dan introverts.

II.E. Hipotesis

Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesa yang diajukan dalam penelitian ini adalah: “ada perbedaan academic self management ditinjau dari dimensi kepribadian.”


(47)

BAB II

LANDASAN TEORI

II.A. Academic Self Management

II.A.1. Definisi Academic Self Management

Dembo (2004) menyatakan kata management adalah sebuah kunci untuk menjelaskan seorang pelajar itu sukses. Self-manage adalah suatu faktor yang mempengaruhi proses belajar. Hal itu membangun kondisi yang optimal untuk belajar dan membuang pengaruh yang buruk dalam belajar. Academic self-management adalah sebuah strategi yang digunakan oleh pelajar untuk mengontrol faktor-faktor yang menghambat dalam belajar.

Self-Management didefinisikan sebagai suatu usaha dari individu untuk mengontrol perilakunya (Millis dalam Gerhardt, 2006). Lebih spesifiknya,

Self-Management meliputi penyelesaian masalah, menetapkan tujuan, mengamati

waktu dan masalah lingkungan yang dapat menghambat dalam mencapai tujuan dan menggunakan reinforcement dan punishment untuk mencapai tujuan tersebut (Frayne dalam Gerhardt, 2006).

Menurut Primardi (2006) self-management adalah ketika seseorang melakukan perilaku tertentu pada suatu waktu, untuk mengontrol terjadinya perilaku lain (perilaku terget) dimasa mendatang. Garrison dalam Fattah (2010) menambahkan self-management itu berhubungan dengan masalah pengontrolan tugas yang meliputi bagaimana cara untuk mencapai tujuan belajar dan bagaimana mengatur hasil dan dukungan dari belajar.


(48)

Dengan mengacu pada pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa academic self-management adalah sesuatu strategi dalam pendidikan yang digunakan oleh pelajar untuk bisa mengontrol cara belajarnya sehingga dapat mencegah dan membuang faktor-faktor penghambat dalam belajar.

II.A.2. Elemen-Elemen dari Academic Self-Management

Zimmerman & Risemberg (dalam Dembo, 2004), ada beberapa komponen yang dapat membantu mengontrol pembelajaran dan academic self management, yaitu:

1. Motivasi

Motivasi sebagai proses internal yang memberikan perilaku yang berenergi dan terarah. Proses internal meliputi tujuan individu, keyakinan, persepsi, dan harapan. Misalnya, kegigihan individu pada tugas sering berhubungan dengan bagaimana kompeten individu untuk menyelesaikan tugas. Selain itu, keyakinan individu tentang penyebab keberhasilan dan kegagalan pada tugas-tugas ini mempengaruhi motivasi individu dan perilaku pada tugas-tugas di masa depan.

Salah satu perbedaan yang utama dari pelajar yang sukses dan pelajar yang tidak sukses adalah dimana dalam hal motivasi, pelajar yang sukses terlihat lebih bisa memotivasi dirinya sendiri walaupun dia berada dalam situasi yang tidak baik, sedangkan pelajar yang tidak sukses cenderung susah untuk mengontrol motivasi mereka. Menjadi pelajar yang


(49)

sukses, seharusnya pelajar mampu berkonsentrasi dan yakin dengan banyak potensi dirinya dan pengaruh lingkungan.

Selain hal yang sudah dijelaskan, salah satu juga yang menjadi masalah dalam motivasi adalah ketekunan. Pelajar dapat saja memotivasi dirinya sendiri, namun tidak tekun karena ada hal-hal yang mengganggu ketika motivasi sedang dibangun (Kuhl&Beckman dalam Dembo, 2004). Terkadang, gangguan yang kecil dapat menyebabkan motivasi individu menurun. Untuk menjadi pelajar yang sukses pelajar seharusnya mampu untuk berkonsentrasi dan tanggap dengan lingkungan yang mengganggu. Pelajar menggunakan banyak proses yang berbeda untuk mengontrol aspek perilakuknya. Sejumlah teknik penting dalam motivasi self-management, yaitu:

a. Penetapan tujuan. Penelitian menunjukkan bahwa individu yang memiliki prestasi lebih sering menggunakan penetapan tujuan dan lebih konsisten daripada individu berprestasi rendah (Zimmerman & Martinez-Pons dalam Dembo, 2004).

b. Berbicara dengan diri sendiri (self-talk). Penguatan verbal atau pujian dapat digunakan sebagai bentuk perilaku yang diinginkan. Berbicara dengan diri sendiri (self-talk) dapat membantu individu mengontrol kecemasan, suasana hati, dan respon emosional lainnya (Butler, 1981; Ottens, dalam Dembo, 2004). Hal ini didasarkan pada keyakinan bahwa apa yang individu katakan kepada dirinya


(50)

sendiri merupakan faktor penting dalam menentukan sikap, perasaan, emosi, dan perilaku.

c. Membayangkan imbalan atau hukuman untuk keberhasilan atau kegagalan pada tugas akademis. Pelajar yang lebih unggul mengontrol motivasi mereka dengan memberikan imbalan dan hukuman terhadap diri sendiri daripada pelajar yang tidak menggunakan teknik kontrol (Zimmerman & Martinez-Pons, dalam Dembo, 2004).

2. Metode-Metode Belajar

Istilah lain untuk metode pembelajaran adalah strategi belajar. Strategi belajar adalah metode yang digunakan pelajar untuk mendapatkan informasi. Pelajar berprestasi tinggi menggunakan strategi belajar lebih banyak daripada pelajar yang memiliki prestasi lebih rendah (Zimmerman & Martinez-Pons dalam Dembo, 2004). Pelajar dapat menggunakan strategi yang berbeda pada kondisi belajar yang berbeda juga. Menggarisbawahi, meringkas, dan menguraikan merupakan tehnik dalam strategi belajar.

Pelajar yang sukses hendaknya memiliki strategi pembelajaran yang baik. Hal ini dapat dengan memperlengkapi hal-hal yang dapat mempermudah pelajar dalam memahami sesuatu. Seperti membuat catatan kecil ketika guru menjelaskan sehingga ketika ujian dia tidak akan susah untuk menghafal bahan.


(51)

3. Menggunakan Waktu dengan Baik

Pelajar dengan kemampuan manajemen waktu yang lebih baik cenderung memiliki rata-rata nilai lebih tinggi dibandingkan dengan pelajar dengan keterampilan manajemen waktu yang tidak baik. Manajemen waktu sangat dibutuhkan karena berdampak dengan management diri pelajar. Jika seorang pelajar mengalami kesulitan bergaul dengan waktu, dia tidak akan mengerti bagian tugas yang harus diutamakan.

Masalah dari kebanyakan pelajar adalah dimana mereka tidak memiliki banyak waktu untuk yang semestinya perlu untuk dikerjakan, karena dia tidak memiliki kemampaun dalam mengatur waktunya. Ketika pelajar dapat mengatur waktunya, maka dia dapat menganalisa waktunya dan bisa mempergunakan waktu sebaik-baiknya tanpa ada waktu yang terbuang. Dalam hal ini dapat dilihat bagaimana pelajar merancang waktu belajarnya dengan baik.

4. Lingkungan Fisik dan Sosial

Aspek penting dari manajemen diri adalah kemampuan peserta didik untuk merestrukturisasi lingkungan fisik dan sosial untuk memenuhi kebutuhan mereka. Zimmerman dan Martinez-Pons (dalam Dembo, 2004) menemukan bahwa pelajar berprestasi tinggi lebih banyak melakukan restrukturisasi lingkungan dan lebih mungkin untuk mencari bantuan orang lain daripada pelajar yang berprestasi rendah. Untuk sebagian besar, restrukturisasi lingkungan mengacu pada lokasi tempat untuk belajar yang


(52)

tenang atau tidak mengganggu. Walaupun tugas ini mungkin tidak muncul sulit dicapai, hal itu menimbulkan banyak masalah bagi pelajar yang baik pilih lingkungan yang tidak tepat pada awalnya atau tidak dapat mengendalikan gangguan setelah mereka terjadi.

Pengelolaan diri dari lingkungan sosial berkaitan dengan kemampuan individu untuk menentukan kapan ia harus bekerja sendiri atau dengan orang lain, atau ketika saatnya untuk mencari bantuan dari instruktur, tutor, teman sebaya, atau sumber daya nonsosial (seperti buku referensi). Mengetahui bagaimana dan kapan untuk bekerja dengan orang lain merupakan keterampilan penting sering tidak diajarkan di sekolah. 5. Performansi

Faktor terakhir yang Anda dapat mengelola adalah prestasi akademis. Dengan menulis makalah, menyelesaikan ujian, atau membaca buku, individu dapat belajar bagaimana menggunakan proses manajemen diri untuk mempengaruhi kualitas kinerja individu. Salah satu fungsi penting dari tujuan (goal) adalah menyediakan kesempatan bagi individu untuk menganalisi kinerja individu tersebut.

Pada saat pelajar dapat mengamati pekerjaan dalam kondisi yang berbeda, berarti pelajar memiliki kemampuan untuk mengubah perilakunya dalam belajar. Hal ini sangat baik untuk menyukseskan dalam pendidikan (Zimmerman&Martines-Pons dalam Dembo, 2004).

Pada saat pelajar belajar bagaimana mengamati dan mengontrol setiap performansi (performance), pelajar dapat menjadi mentor diri


(53)

sendiri. Pelajar dapat mempraktekkan kemampuan yang dimilikinya, proses pengevaluasian diri, dan membuat perubahan sehingga tujuan dapat tercapai.

II.A.3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Academic Self Management

Berikut faktor-faktor yang mempengaruhi academic self management menurut Dembo (2004) adalah sebagai berikut:

a. Faktor lingkungan

Faktor lingkungan diasumsikan berinteraksi secara timbal balik dengan faktor pribadi dan perilaku. Ketika seseorang dapat memimpin dirinya, faktor pribadi digerakkan untuk mengatur perilaku secara terencana dan mengatur lingkungan belajar. Individu diperkirakan memahami dampak lingkungan selama proses penerimaan dan mengetahui cara mengembangkan lingkungan melalui penggunaan strategi yang bervariasi. b. Faktor internal atau faktor personal

Meliputi keyakinan dan persepsi (self-efficacy, atribusi, dan self-talk), respon fisiologis (misalnya, kecemasan), dan mood (misalnya, tertarik atau bosan).

c. Faktor perilaku

Meliputi: (a) motivasi (misalnya, tujuan, pilihan, tingkat keterlibatan/usaha dan ketekunan), (b) metode pembelajaran (misalnya, penggunaan latihan, elaborasi, dan strategi organisasi), (c) menggunakan waktu (misalnya, perencanaan, memprioritaskan, dan penjadwalan pada saat-saat tugas


(54)

diberikan, mulai, dan selesai), dan (d) lingkungan fisik dan sosial (jenis gangguan internal dan eksternal, jumlah waktu yang dihabiskan atau berkonsentrasi pada tugas-tugas) dan penggunaan sumber daya sosial.

II.A.4. Self-Management Terjadi dalam Konteks Akademis

Ada empat kunci yang harus dimiliki siswa untuk memperoleh kesuksesan dalam bidang akademik, yang antara lain: belajar dari berita, belajar dari buku, mempersiapkan ujian dengan baik, dan melakukan ujian. Menulis merupakan salah satu kemampuan yang penting juga (Dembo, 2004).

Faktor penting yang mempengaruhi keefektifan kemampuan belajar pelajar adalah kemampuan untuk mengatur elemen lain dalam perilaku. tujuan-tujuan dan pengaturan emosi dan usaha untuk meningkatkan motivasi, pengaturan waktu, pengaturan lingkungan belajar adalah strategi dari perilaku (Dembo, 2004).

Pada proses pertama dideskripsikan bagaimana tanggung jawab dari pelajar. Ada harapan untuk menjadikan pelajar tersebut menjadi pelajar yang sukses. Dimana pelajar yang memiliki tanggung jawab yang tinggi akan menjadikan pelajar tersebut menjadi palajar yang sukses dibandingkan pelajar yang memiliki tanggung jawab yang rendah (Schunk & Zimmerman dalam Dembo, 2004).

Strategi selanjutnya, mengenali suatu strategi itu dilakukan, kapan dan bagaimana strategi itu dilakukan. Pelajar yang sukses adalah pelajar yang mampu melakukan strategi belajarnya menjadi strategi yang baik dan otomatis. Pada saat


(55)

melakukan strategi tersebut, pelajar mendapat keuntungan yaitu menghemat waktu untuk membuat strategi pembelajaran yang lain, sehingga waktu itu dapat digunakan untuk belajar. Guru dan orang tua yang mendukung pelajar akan membuat pelajar semakin yakin untuk mencapai kesuksesan tersebut. Pada akhirnya, pelajar akan menemukan strategi yang cocok dengan dirinya, strategi yang mampu membuat pelajar bertahan dengan belajar sehingga dapat membawanya dalam kesuksesan dalam belajar. Self management yang terjadi dalam situasi akademis dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 2.1 Academic Self-Management Sumber: Dembo (2004)

II.A.5. Proses yang Digunakan dalam Academic Self Management

Zimmerman et al dalam Dembo (2004) menyatakan sebuah proses bagaimana pelajar dapat membangun manajemen diri dalam kesuksesan akademik

Strategi belajar Belajar dari berita Belajar dari buku Mempersiapkan ujian dengan baik Melakukan ujian dengan baik Strategi motivasi

Tujuan dan usaha belajar

Performansi akademik Strategi perilaku

Manajemen waktu, fisik dan lingkungan sosial belajar


(56)

yang diperlihatkan dalam figur di bawah ini. Dimana proses ini akan membantu membangun kelima komponen yang menjadi elemen dari academic self management. Keempat faktor ini adalah:

1. Observasi diri dan evaluasi diri

Hal ini terjadi ketika pelajar melihat bagaimana efektifitas diri sendirinya, dengan mengobservasi dan mengenali bagaimana performa dari studi akhir mereka. Perilaku tidak dapat diatur apabila pelajar tidak memiliki kemampuan untuk mengobservasi dan mengevaluasi diri. Sehingga dari hal inilah, pelajar dapat mengatur dirinya sehingga diperolehlah keberhasilana dalam belajar. Misalnya dalam ulangan matematika. Soal matematika itu sebenarnya dapat kamu selesaian apabila kamu belajar sebelumnya, tetapi kamu tidak belajar karena menyepelekannya. Apabila pelajar tersebut tanggap dan dapat mengobservasi serta mengevaluasi dirinya, maka di ulangan matematika selanjutnya pelajar tersebut akan berhasil.

2. Menetapkan tujuan dan perencanaan kedepannya

Hal ini terjadi ketika pelajar menganalisa tugas belajar mereka, tujuan dan rencana atau strategi untuk mencapai tujuan tersebut. Misalnya ketika diberikan tugas membuat makalah, pelajar tersebut dapat memulai tugas tersebut dengan menganalisa kelebihan dan kekurangannya dalam membuat makalah tersebut. Bagaimana dan apa tujuannya dalam pembuatan makalah tersebut dan bagaimana dia dapat mencapai tujuannya tersebut.


(57)

3. Strategi Implementasi dan Monitoring

Hal ini terjadi ketika pelajar mencoba untuk melakukan suatu strategi dan melihat bagaimana usaha mereka melakukan strategi itu. Misalnya ketika pelajar mempelajari suatu yang baru, ada kecendrungan untuk membuat suatu strategi yang lama atau melakukan strategi yang baru. Pelajar yang baik akan tanggap dalam hal itu, apakah strategi yang lama dapat digunakan dalam mempelajari yang baru tersebut.

4. Strategi Monitoring Hasil

Hal ini terjadi ketika pelajar fokus terhadap perhatian dalam cara belajar dan strateginya. Sehingga apabila siklus ini berjalan dalam pelajar, maka mereka akan memperoeh kesuksesan. Dalam hal ini pelajar dapat menetapkan strtegi yang baik dalam mencapai tujuannya dalam belakar. Proses dalam academic self management yang telah dipaparkan diatas, dapat dilihat pada gambar siklus dibawah ini.

observasi diri dan evaluasi diri

Strategi monitoring Menetapkan tujuan dan

hasil Perencanaan kedepannya

Strategi implementasi dan Monitoring

Gambar 2.2 Proses manajemen diri dalam perilaku akademis Sumber: Dembo (2004)


(58)

II.B. Dimensi Kepribadian II.B.1. Pengertian Kepribadian

Kata personality dalam bahasa inggris berasal dari bahasa yunani kuno prosopan atau persona, yang artinya ‘topeng’ yang biasa dipakai artis dalam teater. Jadi konsep awal dari pengertian personality (pada masyarakat awam) adalah tingkah laku yang ditempatkan dilingkungan sosial. Kesan mengenai diri yang diinginkan agar ditangkap oleh lingkungan sosial. (Alwisol, 2004).

Allport dalam Suryabrata (1998) menyatakan kepribadian adalah organisasi dinamis dari fungsi-fungsi psikofisik yang akan menentukan individu untuk menyesuaikan diri secara khas terhadap lingkungan. Kepribadian adalah suatu organisasi yang dinamis dari sistem psiko-fisik indvidu yang menentukan tingkah laku dan pemikiran indvidu secara khas. Terjadinya interaksi psiko-fisik mengarahkan tingkah laku manusia. Maksud dinamis pada pengertian tersebut adalah perilaku mungkin saja berubah-ubah melalui proses pembelajaran atau melalui pengalaman-pengalaman, reward, punishment, pendidikan dsb.

Menurut Adler (Suryabrata, 1998) memberikan tekanan pada pentingnya sifat khas (unik) kepribadian, yaitu individualitas, kebulatan serta sifat-sifat pribadi individu, sehingga segala tingkah laku yang dilakukan oleh individu membawa corak khas gaya kehidupan yang bersifat individual.

Menurut Murray (Alwisol, 2004), kepribadian adalah abstraksi yang dirumuskan oleh teoritis yang bukan semata-mata deskripsi tingkah laku orang, karena rumusan itu berdasarkan pada tingkah laku yang dapat diobservasi dan faktor-faktor yang dapat disimpulkan dari observasi.


(59)

Kepribadian menurut Atkinson (1996) adalah pola perilaku dan berfikir yang khas, yang menentukan penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan. Lewin (dalam Suryabrata, 1998) menyatakan suatu teori tentang life space yang adalah keseluruhan kenyataan yang secara cepat mempengaruhi tingkah laku. Lewin menyimpulkan life space individu merupakan persepsi dan tingkah laku seseorang tidak hanya ditentukan oleh bentuk keseluruhan atau totalitas dari rangsangan, tetapi ditentukan oleh kekuatan-kekuatan (forces) yang ada di dalam lapangan psikologis (psychological field) seseorang.

Eysenck (1998) memberi pengertian kepribadian sebagai berikut:

“Personality is the sum total of actual or potential behavior-patterns of the organism as determined by heredity and environment; it originates and develops through the functional interaction of the three main sectors into which these behavior patterns are the conative sector (character), the affective sector (temperament), and the somatic sector (constitution).”

Dari beberapa pengertian kepribadian oleh masing-masing tokoh yang telah dibahas di atas, maka penelitian ini merujuk pada definisi yang dikemukakan oleh Eysenck. Kepribadian adalah totalitas pola perilaku yang nyata atau potensial dari organisme yang ditentukan oleh gen dan lingkungan; kepribadian berasal dan berkembang melalui interaksi fungsional dari tiga sektor utama yaitu sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor somatis (konstitusi).


(60)

II.B.2. Dimensi Kepribadian Eysenck

Setiap individu memiliki kepribadian yang diwariskan secara genetis, yaitu melalui DNA. Bukti ini diperkuat dengan gagasan mengenai temperamen anak. Temperamen didefinisikan sebagai karakter anak yang telah ada sejak lahir dan merupakan warisan dari kedua orangtua (Papalia, & Olds, & Fredman, 2007). Kepribadian organisme lebih ditentukan oleh faktor keturunan atau hereditas, namun faktor lingkungan juga berkontribusi terhadap kepribadian (Eysenck, 1998). Penelitian korelasional dan eksperimen yang dilakukan oleh Eysenck pada akhirnya melahirkan 3 dimensi kepribadian, yaitu : Psikotisme (Psychoticism), Ekstroversi (Extroversion), dan Neurotis (Neuroticism). Skema dimensi kepribadian Eysenck (1994) dapat dilihat dibawah ini.

Distal proximal proximal distal

antecendents antencendents consequences consequences

Genetic Biological Psychometric Experimental Social Personality Intermediates Trait Studies Behavior Dominants Constellations

Gambar 2.3 pandangan sistemetik dari kepribadian Sumber: Eysenck, 2008

Personality

Sociability Criminality

Creativity Psychopatholog

y Sexual behavior Conditioning Sensitivity Vigilance Perception Memory Reminiscence P E N Limbic System Arousal D N A


(1)

melakukan aktivitas yang tidak berkembang dan cenderung kurang mengeluarkan kemampuannya ketika aktivitas tersebut diubah dari sebagaimana mestinya. Cenderung tidak mengubah perilakuknya ketikapun perilaku yang mereka tunjukkan tersebut tidak sesuai dengan aktivitas yang dilakukannya. Mereka juga cenderung gampang putus asa terhadap sesuatu yang tidak sesuai dengan dirinya. Hal ini menyebabkan prestasi introvert tidak pernah berkembang. Pernyataan ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan Yean (2007) yaitu mereka dengan dimensi kepribadian introvert cendrung tidak baik dalam hal prestasinya dan tidak mengubah perilakunya sehingga prestos belajarnya meningkat karena memiliki sikap yang mudah menyerah


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada bab ini akan di uraikan kesimpulan dan saran sehubungan dengan hasil yang diperoleh dari penelitian ini. Pada bagian pertama akan dijabarkan kesimpulan dari penelitian ini dan pada bagian akhir akan dikemukakan saran baik yang bersifat pengembangan penelitian maupun praktis yang mungkin dapat berguna bagi penelitian yang akan datang dengan topik yang sama.

V.A. Kesimpulan

1. Setelah dilakukan penelitian, maka diperoleh kesimpulan yaitu terdapat perbedaan academic self management yang ditinjau dari dimensi kepribadian ekstrovert dan introvert pada pelajar kelas XII SMA Sutomo 1 Medan.

2. Dari 100 subjek diketahui bahwa ada 34 orang yang memiliki dimensi kepribadian ekstrovert dan 30 orang memiliki dimensi kepribadian introvert dan 36 orang yang tidak tergolongkan. Dimana pengkategorian ini hanya dua kategori saja, yaitu kategori ekstrovert dan kategori


(3)

V.B. Saran

1. Untuk pengembanggan penelitian

a. Disarankan pada peneliti yang tertarik meneliti variabel academic self

management lebih melihat lagi variable-variabel yang mempengaruhi

academic self management lainnya, menelitinya dengan variable lain sehingga lebih memperkaya hasil penelitian tentang academic self management.

b. Disarankan pada peneliti selanjutnya untuk menggunakan metode kuantitatif dan kualitatif juga sehingga memperbanyak informasi mengenai academic self management.

c. Menambah jumlah sampel agar lebuh merata dan lebih akurat dalam hal penelitiannya.

2. Saran praktis

a. Academic self management adalah strategi yang sangat penting untuk

menghasilkan pelajar yang berhasil, sehingga diharapkan guru dapat melihat dan meningkatkan lima elemen dari academic self management tersebut yaitu motivasi, pengaturan waktu, metode-metode belajar, lingkungan fisik dan sosial serta performansi agar lebih ditingkatkan bagi pelajar.


(4)

b. Pihak guru membantu atau mengajarkan kepada pelajar bagaimana cara atau strategi belajar yang baru dan tepat bagi siswa. Seperti tehnik sederhana yaitu menggaris bawahi istilah yang penting dibuku, mewarnai bagian yang penting, membuat ranfkuman belajar dan lain sebagainya. Guru juga dapat membantu pelajar dalam membuat jadwal belajar dirumah.

DAFTAR PUSTAKA

Abd-El-Fattah, Sabry M.2010. Garrison’s Model of Self-Directed Learning: Preliminary Validation and Relationship to Academic Achievement. The Spanish Journal of Psychology, Vol. 13 No.2, 586-596

Alwisol, 2004. Psikologi Kepribadian. Malang: UMM Press.

Anonimous. 2011. SMA Sutomo I. diakses dalam

. 2011. SMA Sutomo. Diakses dalam

2011. Profile Yayasan Perguruan Sutomo. Diakses dalam

Atkinson, R (1997). Pengantar Psikologi. Jilid II. Jakarta: Erlangga. Azwar, S. 2000. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2004. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. 2007. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.


(5)

Catrunada, Liaya. 2008. Prokrastinasi Task Differences on Thesis Introvert and Extrovert Personality. Gunardama University. Undergraduate Program,

Faculty of Psychology diakses dalam

Chowdhury, Mohammed. 2006. Students’ Personality Traits and Academic Performance: A Five-Factor Model Perspective. Volume 9 Number 3.

College Quarterly diakses dalam

Darmawan, Rahmat. 2010. Support Center.

Definisi pendidikan diakses dala

Dembo, Myron H. 2004. Motivation and Learning Strategies for College Success-A self-Management Success-Approach. Second Edition. Lawrence Erlbaum Associates,Publishers.Mahwah. London. New Jersey

Eysenck,Hans.1998.Dimension of Personality. London. Transaction Publshing Feist, Gregogy.J. 2006. The Psychology Of Science and The Origins of The

Scientific Mind. London. Yale University Press.

Gerhardt, Megan. W. 2006. Individual Self-Management Training in Management Education. Miami University, Oxford

Haddrill, Keye & Singh, Kuki. 2008. Self Management: Academic Tip Sheet. ECU. Australia

Hadi, Sutrisno. 2000. Metodologi Research, Jilid 1-4. Yogyakarta : Universitas Gajah Mada.

Hurlock, E.B. 1999. Psikologi Perkembangan: Suatu Pendekatan Sepanjang Rentang Kehidupan (edisi kelima). Jakarta: Erlangga.

Jones, Christianna. 2003. Self-Management and Self-Direction in the Success of Native Literacy Learners. Journal of Native Education; 27,1; Academic Research Library

Khayati, Enny Zuhni. 2010. Kontribusi Pendidikan Konsumen dalam Pembentukan Individu Berkualitas dan Berkarakter. Jurnal Pendidikan


(6)

Tehnik Boga dan Busana Fakultas Tehnik Universitas Negeri Yogyakarta. Media Indonesia 2010. Dedikasi PT Djarum Bagi Dunia Pendidikan.

Panjaitan,B.2006. Karakteristik Pembelajaran dan Kontribusinya terhadap Hasil Belajar. Medan. Poda

Papalia, & Olds, & Fredman. 2007. Human Development: Tenth Edition. Mc Graw Hill

Papalia, Diane E. 2002. Adult Development and Aging, Second Edition. New York: Mc.Graw Hill.

Pervin, L.A., Cervone, D., John, J.O. 2005. Personality Theory and Research (9th ed). USA: John Wiley & Sons, Inc.

Purwanto, Ngalim.M. 1990. Psikologi Pendidikan.PT Remaja Rosdakarya. Bandung

Schultz, D. & Schultz, S.E. 1994. Theories of Personality. (5th ed.). California:Brooks Publishing Company.

Sopiatin,Popi.2010.Manajemen Balajar:Berbasis Kepuasan Siswa. Cilegon. Ghalia Indonesia

Suryabrata, Sumadi. 1995. Psikologi Kepribadian.Rajawali Jakarta. Press

Susanto, Handy. 2006. Mengembangkan Kemampuan Self Regulation untuk Meningkatkan Keberhasilan Akademik Siswa. Jurnal Pendidikan Penabur, 7,64-71.

Undang-undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003.Tentang Sistem Pendidikan Nasional Uno,Hamzah.2008. Orientasi Baru dalam Psikologi Pembelajaran. Jakarta. Bumi

Aksara

Winarsunu, Tulus. 2009. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press.

Zulkarnain & Danta, E.J.G. 2003. Kreativitas ditinjau dari Tipe Kepribadian Eksrovert dan Introvert pada Mahasiswa. Jurnal Nusantara, 36 (4) 176- 180.s