27 Komparatif pada Perusahaan High Profile dan Low Profile yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia BEI.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan dari uraian latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam penelitian dapat dituangkan sebagai berikut :
1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh pengungkapan sosial terhadap return saham antara perusahaan high profile dan low profile ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh bukti empiris mengenai :
1. Perbedaan pengaruh pengungkapan sosial dengan return saham dalam perusahaan high profile dan low profile yang listed di BEI.
Adapun penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi : 1. Bagi Pembaca.
Memberikan pengetahuan baru bagi masyarakat pada umumnya dan bagi mahasiswa FEIS pada khususnya. Skripsi ini dapat dijadikan sumbangan
karya ilmiah yang bermanfaat dan menambah pengetahuan bagi para pembaca. Dan dapat dijadikan sebagai bahan rujukan bagi peneliti lainnya
yang mengangkat topik serupa dalam penelitiannya. 2. Bagi Perusahaan.
28 Dapat digunakan sebagai salah satu bahan pertimbangan bagi perusahaan-
perusahaan yang belum menerapkan aktivitas pertanggungjawaban sosial yang ada di Bursa Efek Indonesia. Khususnya bagi perusahaan yang
operasi utamanya memberikan efek negatif bagi lingkungan dan masyarakat sekitar. Sebagai salah satu cara untuk meningkatkan kinerja
dalam melayani masyarakat luas stakeholder, tanpa melupakan tanggungjawabnya kepada pemegang saham shareholder.
3. Bagi Penulis. Memberikan pemahaman baru mengenai jumlah pengungkapan sosial
pada tingkat pengembalian saham share return dalam perusahaan berkarakteristik high profile maupun low profile. Penulis mendapatkan
berbagai pengetahuan mengenai perkembangan aktivitas CSR yang ada di Eropa dan Amerika, karena terdapat beberapa referensi asing.
29
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Literatur 1. Sekilas Sejarah dan Konsep Pertanggungjawaban Sosial Perusahaan
CSR dalam sejarah modern dikenal sejak Howard R. Bowen menerbitkan bukunya berjudul Social Responbilities of The Businessman.
Buku yang diterbitkan di Amerika Serikat itu menjadi buku terlaris dikalangan dunia usaha pada era 1950-1960. Pengakuan publik terhadap
prinsip-prinsip tanggung jawab sosial yang Ia kemukakan membuat dirinya dinobatkan secara aklamasi sebagai bapak CSR Untung, 2008:37.
Dalam buku itu Bowen memberikan definisi awal dari CSR sebagai:
“… obligation of businessman to pursue those policies, to make those decision or to follow those line of action wich are desirable in term
of the objectives and values of our society .” Bowen, 1953:6 dalam
http:donhangga.com. Dalam dekade 1960-an, pemikiran Bowen terus dikembangkan
oleh berbagai ahli sosiologi bisnis lainnya seperti Keith Davis Rajafi dan Irianto, 2007 yang memperkenalkan konsep “Iron Law of Social
Responsibility ”. Dalam konsepnya, Davis berpendapat bahwa penekanan
pada tanggung jawab sosial perusahaan memiliki korelasi positif dengan size atau ukuran perusahaan, studi ilmiah yang dilakukan Davis
30 menemukan bahwa semakin besar perusahaan atau lebih tepat dikatakan,
semakin besar dampak suatu perusahaan terhadap masyarakat sekitarnya, semakin besar pula bobot tanggung jawab yang harus dipertahankan
perusahaan itu pada masyarakatnya Untung,2008:38. Tahun 1962, Rachel Carlson menulis buku yang berjudul Silent
Spring . Buku tersebut dianggap memberikan pengaruh besar pada
aktivitas pelestarian alam. Buku tersebut berisi efek buruk penggunaan DDT sebagai pestisida terhadap kelestarian alam, khususnya burung. DDT
menyebabkan cangkang telur menjadi tipis dan menyebabkan gangguan reproduksi dan kematian pada burung. Silent Spring juga menjadi
pendorong dari pelarangan penggunaan DDT pada tahun 1972. Selain penghargaan Silent Spring juga menuai banyak kritik dan dinobatkan
sebagai salah satu ”buku paling berbahaya abad ke-19 dan ke-20” versi majalah Human Events http:donhangga.com.
Tahun 1963 Joseph W. McGuire memperkenalkan istilah Corporate Citizenship
. McGuire menyatakan bahwa: “The idea of social responsibilities supposes that the
corporation has not only economic and legal obligations but also certain responsibilities to society which extend beyond these obligations
” McGuire, 1963:144 dalam http:donhangga.com.
McGuire kemudian menjelaskan lebih lanjut kata beyond dengan menyatakan bahwa korporasi harus memperhatikan masalah politik,
kesejahteraan masyarakat, pendidikan, “kebahagiaan” karyawan dan
31 seluruh permasalahan sosial kemasyarakatan lainnya. Oleh karena itu
korporasi harus bertindak “baik,” sebagai mana warga negara citizen yang baik.
Tahun 1971, Committee for Economic Development CED menerbitkan Social Responsibilities of Business Corporations. Penerbitan
yang dapat dianggap sebagai code of conduct bisnis tersebut dipicu adanya anggapan bahwa kegiatan usaha memiliki tujuan dasar untuk memberikan
pelayanan yang konstruktif untuk memenuhi kebutuhan dan kepuasan masyarakat Untung, 2008:38.
CED merumuskan CSR dengan menggambarkannya dalam lingkaran konsentris. Lingkaran dalam merupakan tanggungjawab dasar
dari korporasi untuk penerapan kebijakan yang efektif atas pertimbangan ekonomi profit dan pertumbuhan; Lingkaran tengah menggambarkan
tanggung jawab korporasi untuk lebih sensitif terhadap nilai-nilai dan prioritas sosial yang berlaku dalam menentukan kebijakan mana yang akan
diambil; Lingkaran luar menggambarkan tanggung jawab yang mungkin akan muncul seiring dengan meningkatnya peran serta korporasi dalam
menjaga lingkungan dan masyarakat http:donhangga.com. Tahun 70-an juga ditandai dengan pengembangan definisi CSR.
Dalam artikel yang berjudul Dimensions of Corporate Social Performance
, S. Prakash Sethi memberikan penjelasan atas perilaku korporasi yang dikenal dengan social obligation, social responsibility, dan
social responsiveness . Menurut Sethi, social obligation adalah perilaku
32 korporasi yang didorong oleh kepentingan pasar dan pertimbangan-
pertimbangan hukum. Dalam hal ini social obligation hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja. Social responsibility merupakan
perilaku korporasi yang tidak hanya menekankan pada aspek ekonomi dan hukum saja tetapi menyelaraskan social obligation dengan norma, nilai
dan harapan kinerja yang dimiliki oleh lingkungan sosial. Social responsivenes
merupakan perilaku korporasi yang secara responsif dapat mengadaptasi kepentingan sosial masyarakat. Social responsiveness
merupakan tindakan antisipasi dan preventif http:donhangga.com. Era ini ditandai dengan usaha-usaha yang lebih terarah untuk lebih
mengartikulasikan secara tepat apa sebenarnya corporate responsibility. Walaupun telah menyinggung masalah CSR pada 1954 , Empu teori
manajemen Peter F.Drucker baru mulai membahas secara serius bidang CSR pada tahun 1984, Drucker berpendapat:
”But the proper ‘social responsibility’ of business is to tame the dragon, that is to turn a social problem into economic opportunity and
economic benefit, into productive capacity, into human competence, into well-paid
jobs, and
into wealth
” Drucker,
1984:62 dalam
http:donhangga.com Dalam hal ini Drucker telah melangkah lebih lanjut dengan
memberikan ide baru agar korporasi dapat mengelola aktivitas CSR yang dilakukannya dengan sedemikian rupa sehingga tetap akan menjadi
peluang bisnis yang menguntungkan.
33 Tahun 1987, Persatuan Bangsa-Bangsa melalui World Commission
on Environment and Development WECD menerbitkan laporan yang
berjudul Our Common Future – juga dikenal sebagai Brundtland Report untuk menghormati Gro Harlem Brundtland yang menjadi ketua WECD
waktu itu. Laporan tersebut menjadikan isu-isu lingkungan sebagai agenda politik yang pada akhirnya bertujuan mendorong pengambilan kebijakan
pembangunan yang lebih sensitif pada isu-isu lingkungan. Laporan ini menjadi dasar kerjasama multilateral dalam rangka melakukan
pembangunan berkelanjutan
sustainable development
http:donhangga.com. Earth Summit dilaksanakan di Rio de Janeiro pada 1992 . Dihadiri
oleh 172 negara dengan tema utama Lingkungan dan Pembangunan Berkelanjutan. Menghasilkan Agenda 21, Deklarasi Rio dan beberapa
kesepakatan lainnya. Hasil akhir dari pertemuan tersebut secara garis besar menekankan pentingnya eco-efficiency dijadikan sebagai prinsip utama
berbisnis dan menjalankan pemerintahan http:donhangga.com.
2. Kaitan CSR dengan Sarbanes Oxley Act SOX 2002
Undang-undang ini diprakarsai oleh Senator Paul Sarbanes Maryland dan Representative Michael Oxley Ohio, dan telah
ditandatangani oleh Presiden George W. Bush pada tanggal 30 Juli 2002. Undang-undang ini dikeluarkan sebagai respons dari Kongres Amerika
Serikat terhadap berbagai skandal pada beberapa korporasi besar seperti:
34 Enron, WorldCom MCI, AOL TimeWarner, Aura Systems, Citigroup,
Computer Associates International, CMS Energy, Global Crossing, HealthSouth, Quest Communication, Safety-Kleen dan Xerox; yang juga
melibatkan beberapa KAP yang termasuk dalam “the big five” seperti: Arthur Andersen, KPMG dan PWC. Semua skandal ini merupakan contoh
tragis bagaimana fraud schemes berdampak sangat buruk terhadap pasar, stakeholders
dan para pegawai. Dengan diterbitkannya undang-undang ini, ditambah dengan
beberapa aturan pelaksanaan dari Securities Exchange Commision SEC dan beberapa self regulatory bodies lainnya, diharapkan akan
meningkatkan standar akuntabilitas korporasi, transparansi dalam pelaporan keuangan, memperkecil kemungkinan bagi perusahaan atau
organisasi untuk melakukan dan menyembunyikan fraud, serta membuat perhatian pada tingkat sangat tinggi terhadap corporate governance. Saat
ini, corporate governance dan pengendalian internal bukan lagi sesuatu yang mewah lagi; karena kedua hal ini telah disyaratkan oleh undang-
undang Dalam Sarbanes-Oxley Act diatur tentang akuntansi, pengungkapan
dan pembaharuan governance; yang mensyaratkan adanya pengungkapan yang lebih banyak mengenai informasi keuangan, keterangan tentang
hasil-hasil yang dicapai manajemen, kode etik bagi pejabat di bidang keuangan, pembatasan kompensasi eksekutif, dan pembentukan komite
audit yang independen.
35 pPraturan ini sangat kental dengan unsur governance, dan tentu
saja praktik good corporate governance sesuai dengan Corporate Social Responsibility
CSR atau Tanggungjawab Sosial Perusahaan. Karena SOX 2002 mengatur pengendalian internal yang baik seperti
pengungkapan laporan keuangan yang lebih banyak sehingga tidak ada korban penipuan lagi yang merugikan pihak internal seperti karyawan
hingga pihak eksternal seperti investor.
3. CSR di Indonesia
Diantara negara-negara di Asia, penetrasi aktivitas CSR di Indonesia masih tergolong rendah. Pada tahun 2005 baru ada 27
perusahaan yang memberikan laporan mengenai aktivitas CSR yang dilaksanakannya http:donhangga.com. Karena sebelumnya, perusahaan-
perusahaan biasa menggunakan istilah Community Development. Ikatan Akuntan Indonesia Kompartemen Akuntan Manajemen
sejak tahun 2005 mengadakan Indonesia Sustainability Reporting Award ISRA . Secara umum ISRA bertujuan untuk mempromosikan voluntary
reporting CSR kepada perusahaan di Indonesia dengan memberikan
penghargaan kepada perusahaan yang membuat laporan terbaik mengenai aktivitas CSR. Kategori penghargaan yang diberikan adalah Best Social
and Environmental Report Award , Best Social Reporting Award, Best
Environmental Reporting
Award ,
dan Best
Website .
http:donhangga.com
36 Pada 2006 kategori penghargaan ditambah menjadi Best
Sustainability Reports Award, Best Social and Environmental Report Award, Best Social Reporting Award, Best Website, Impressive
Sustainability Report Award, Progressive Social Responsibility Award ,
dan Impressive Website Award. Pada 2007 kategori diubah dengan menghilangkan kategori impressive dan progressive dan menambah
penghargaan khusus berupa Commendation for Sustainability Reporting: First Time Sutainability
Report. Sampai dengan ISRA 2007 perusahaan tambang, otomotif dan BUMN mendominasi keikutsertaan dalam ISRA
http:donhangga.com. Menurut Kemp 2002, pihak asing yang meneliti perkembangan
dan penerapan
CSR dengan
objek perusahaan
transnasional Transnational Corporations -TNCs yang didukung oleh United Nations
Research Instittue for Social Development UNRISD. Penelitian tersebut
bertujuan untuk mengetahui dapatkah CSR dan disertai dengan inisiatif sukarela dapat merubah perilaku dari hari ke hari dari perusahaan
transnasional tersebut; dan dalam sudut pandang krisis, apakah CSR sesuai di Indonesia?.
Pada masa itu 2002, Kemp berkesimpulan bahwa adanya CSR masih memberikan sedikit kontribusi dalam hal hak asasi manusia, dan
terdapat sebagian kecil perusahaan transnasional yang target utama konsumen dan perusahaan yang sudah berpikir etis dan bertanggungjawab.
Industri lain tidak cenderung baik. Beberapa kelainan, dan pendekatan
37 yang tidak sempurna dari pergerakan CSR, seharusnya sebagai sinyal
untuk menuju masyarakat global yang dibutuhkan untuk pendekatan yang lebih sistematis.
Kemp berpendapat bahwa setelah krisis ekonomi terjadi, dibutuhkan penilaian ulang antara kebijakan ekonomi dan kebijakan
investasi, yang membuat bisnis di Indonesia berjalan. Pemikiran masa lalu mungkin memberikan jalan untuk menciptakan hal pragmatis masa
mendatang dan dibutuhkan berfikir maju visioner thinking untuk merealisasikan CSR yang didukung oleh prinsip bisnis Islam Kemp,
2002.
4. Definisi CSR
Definisi CSR sangat menentukan pendekatan audit program CSR. Sayangnya, belum ada definisi CSR yang secara universal diterima oleh
berbagai lembaga. Beberapa definisi CSR di bawah ini menunjukkan keragaman pengertian CSR menurut berbagai organisasi Majalah Bisnis
dan CSR, 2007; Wikipedia, 2008. Berikut adalah beberapa definisi CSR atau tanggung jawab sosial
perusahaan : 1. Undang-Undang No. 40 Tahun 2007 tentang Perseroan Terbatas,
dalam Pasal 1 butir 3 disebutkan tanggung jawab sosial perusahaan adalah komitmen perseroan untuk berperan serta dalam pembangunan
ekonomi berkelanjutan guna meningkatkan kualitas kehidupan dan
38 lingkungan yang bermanfaat, baik bagi perseroan sendiri, komunitas
setempat, maupun masyarakat sekitarnya. 2. World Business Council for Sustainable Development: Komitmen
berkesinambungan dari kalangan bisnis untuk berperilaku etis dan memberi kontribusi bagi pembangunan ekonomi, seraya meningkatkan
kualitas kehidupan karyawan dan keluarganya, serta komunitas lokal dan masyarakat luas pada umumnya Tunggal,2008:23.
3. The World Bank Group : Komitmen bisnis untuk memberikan
kontribusi agar dapat mengembangkan kelangsungan ekonomi, bekerja dengan para pegawainya dan anggota mereka, keluarga mereka,
komunitas lokal dan masyarakat luas untuk meningkatkan kualitas hidup, dalam jalan menuju antara baik untuk bisnis dan baik untuk
peningkatan Tunggal,2008:23.
5. Prinsip dan Model Corporate Social Responsibility CSR
CSR merupakan kepedulian perusahaan yang didasari tiga prinsip dasar yang dikenal dengan istilah triple bottom lines, yaitu profit, people
dan planet 3P Porter, 2002:5 dalam Majalah Bisnis dan CSR, 2008.
1. Profit. Perusahaan tetap harus berorientasi untuk mencari keuntungan
ekonomi yang memungkinkan untuk terus beroperasi dan berkembang.
2. People. Perusahaan harus memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan
manusia. Beberapa perusahaan mengembangkan program CSR seperti pemberian beasiswa bagi pelajar sekitar perusahaan, pendirian sarana
39 pendidikan dan kesehatan, penguatan kapasitas ekonomi lokal, dan
bahkan ada perusahaan yang merancang berbagai skema perlindungan sosial bagi warga setempat.
3. Plannet. Perusahaan peduli terhadap lingkungan hidup dan
keberlanjutan keragaman hayati. Beberapa program CSR yang berpijak pada prinsip ini biasanya berupa penghijauan lingkungan hidup,
penyediaan sarana air bersih, perbaikan permukiman, pengembangan pariwisata ekoturisme.
Sedikitnya ada empat model atau pola CSR yang umumnya diterapkan oleh perusahaan di Indonesia, yaitu Majalah Bisnis dan CSR,
2008 : a. Keterlibatan langsung.
Perusahaan menjalankan program CSR secara langsung dengan menyelenggarakan sendiri kegiatan sosial atau menyerahkan
sumbangan ke masyarakat tanpa perantara. Untuk menjalankan tugas ini, sebuah perusahaan biasanya menugaskan salah satu pejabat
seniornya, seperti corporate secretary atau public affair manager atau menjadi bagian dari tugas pejabat public relation.
b. Melalui yayasan atau organisasi sosial perusahaan. Perusahaan mendirikan yayasan sendiri di bawah perusahaan atau
groupnya. Model ini merupakan adopsi dari model yang lazim diterapkan di perusahaan-perusahaan di negara maju. Biasanya,
perusahaan menyediakan dana awal, dana rutin atau dana abadi yang
40 dapat digunakan secara teratur bagi kegiatan yayasan. Beberapa
yayasan yang didirikan perusahaan diantaranya adalah Yayasan Coca Cola Company, Yayasan Rio Tinto perusahaan pertambangan,
Yayasan Dharma Bhakti Astra, Yayasan Sahabat Aqua, GE Fund. c. Bermitra dengan pihak lain.
Perusahaan menyelenggarakan CSR melalui kerjasama dengan lembaga sosialorganisasi non-pemerintah NGOLSM, instansi
pemerintah, universitas atau media massa, baik dalam mengelola dana maupun dalam melaksanakan kegiatan sosialnya. Beberapa lembaga
sosialOrnop yang bekerjasama dengan perusahaan dalam menjalankan CSR antara lain adalah Palang Merah Indonesia PMI, Yayasan
Kesejahteraan Anak Indonesia YKAI, Dompet Dhuafa; instansi pemerintah Lembaga Ilmu Pengetahuan IndonesiaLIPI, Depdiknas,
Depkes, Depsos; universitas UI, ITB, IPB; media massa DKK Kompas, Kita Peduli Indosiar.
d. Mendukung atau bergabung dalam suatu konsorsium. Perusahaan turut mendirikan, menjadi anggota atau mendukung suatu
lembaga sosial yang didirikan untuk tujuan sosial tertentu. Dibandingkan dengan model lainnya, pola ini lebih berorientasi pada
pemberian hibah perusahaan yang bersifat “hibah pembangunan”. Pihak konsorsium atau lembaga semacam itu yang dipercayai oleh
perusahaan-perusahaan yang mendukungnya secara pro aktif mencari
41 mitra kerjasama dari kalangan lembaga operasional dan kemudian
mengembangkan program yang disepakati bersama. Proses pemberdayaan masyarakat dapat dilakukan melalui
beberapa tahapan mulai dari menentukan populasi atau kelompok sasaran; mengidentifikasi masalah dan kebutuhan kelompok sasaran; merancang
program kegiatan dan cara-cara pelaksanaannya; menentukan sumber pendanaan; menentukan dan mengajak pihak-pihak yang akan dilibatkan;
melaksanakan kegiatan atau mengimplementasikan program; hingga memonitor dan mengevaluasi kegiatan.
Kegiatan-kegiatan pemberdayaan biasanya dilakukan secara berkelompok dan terorganisir dengan melibatkan beberapa strategi seperti
pendidikan dan pelatihan keterampilan hidup life skills, ekonomi produktif, perawatan sosial; penyadaran dan pengubahan sikap dan
perilaku; advokasi: pendampingan dan pembelaan hak-hak klien; aksi sosial: sosialisasi, kampanye, demonstrasi, kolaborasi, kontes; atau
pengubahan kebijakan publik agar lebih responsif terhadap kebutuhan kelompok sasaran.
Berbeda dengan kegiatan bantuan sosial karitatif yang dicirikan oleh adanya hubungan “patron-klien” yang tidak seimbang, maka
pemberdayaan masyarakat dalam program Community Development didasari oleh pendekatan yang partisipatoris, humanis dan emansipatoris
yang berpijak pada beberapa prinsip sebagai berikut: a. Bekerja bersama, berperan setara.
42 b. Membantu rakyat agar mereka bisa membantu dirinya sendiri dan
orang lain. c. Pemberdayaan bukan kegiatan satu malam.
d. Kegiatan diarahkan bukan saja untuk mencapai hasil, melainkan juga agar menguasai prosesnya.
Agar berkelanjutan, pemberdayaan jangan hanya berpusat pada komunitas lokal, melainkan pula pada sistem sosial yang lebih luas
termasuk kebijakan sosial. Salah satu lambannya pelaksanaan CSR di Indonesia adalah tidak adanya instrumen hukum yang komprehensif yang
mengatur CSR. Instrumen hukum sangat diperlukan sekali untuk mendorong pelaksanaan CSR di Indonesia. Pada saat ini, memang sudah
tedapat peraturan yang terkait dengan CSR seperti Undang-Undang UU Pengelolaan Lingkungan Hidup. Namun UU tersebut belum mampu
mendorong pelaksanaan CSR di lapangan. Apalagi dalam UU tersebut hal yang diatur masih terbatas. Hanya berkaitan dengan hal tertentu saja.
Padahal CSR tidak saja berkaitan dengan tanggung jawab perusahaan tehadap lingkungan dalam arti sempit, namun juga dalam arti
luas seperti
tanggung jawab perusahaan
terhadap pendidikan,
perekonomian, dan kesejahteraan rakyat sekitar.
6. Faktor yang Mempengaruhi Implementasi CSR
Menurut Prince of Wales Foundation ada lima hal penting yang dapat mempengaruhi implementasi CSR. Pertama, menyangkut human
43 capital
atau pemberdayaan masyarakat. Kedua, environments yang berbicara tentang lingkungan. Ketiga, adalah Good Corporate
Governance, atau mekanisme bagaimana sumber daya perusahaan
dialokasikan menurut aturan “hak” dan “kuasa”. Keempat, social kohesion,
artinya dalam melaksanakan CSR jangan sampai menimbulkan kecemburuan
sosial. Kelima,
adalah economic
strength atau
memberdayakan lingkungan menuju kemandirian bidang ekonomi Untung, 2008:11-12.
Implementasi dan aktivitas CSR bagi perusahaan publik, apabila dilihat dari investor global yang memiliki idealisme tertentu, dengan
aktivitas CSR, saham perusahaan akan dapat lebih bernilai. Investor akan rela membayar mahal karena kita membicarakan tentang sustainability dan
acceptabilityI. Sebab itu terkait dengan resiko investor Welirang, 2007
dalam Untung, 2008:12.
7. Kategori Perusahaan Menurut Implementasi CSR
Terkait dengan praktik CSR, pengusaha dapat dikelompokkan menjadi empat : kelompok hitam, merah, hijau, dan biru Putri,2007 dalam
Untung,2008:7 :
a. Kelompok Hitam, adalah mereka yang tak melakukan praktik CSR
sama sekali. Mereka adalah pengusaha yang menjalankan bisnis semata-mata untuk kepentingan sendiri. Kelompok ini sama sekali
tidak peduli pada aspek lingkungan dan sosial sekelilingnya dalam
44 menjalankan usaha, bahkan tidak memperhatikan kesejahteraan
kayawannya.
b. Kelompok Merah, adalah mereka yang mulai melaksanakan praktik
CSR, tetapi memandangnya hanya sebagai komponen biaya yang akan mengurangi keuntungannya. Aspek lingkungan dan sosial mulai
dipertimbangkan, tetapi dengan keterpaksaan yang biasanya dilakukan setelah mendapat dari tekanan pihak lain, seperti masyarakat atau
lembaga swadaya masyarakat. Kesejahteraan karyawan baru diperhatikan setelah karyawan ribut atau mengancam akan mogok
kerja.
c. Kelompok Biru, perusahaan yang menilai praktik CSR akan memberi
dampak positif terhadap usahanya karena merupakan investasi, bukan biaya.
d. Kelompok Hijau, perusahaan yang sudah menempatkan CSR pada
strategi inti dan jantung bisnisnya, CSR tidak hanya dipandang sebagai keharusan, tetapi kebutuhan yang merupakan modal sosial.
8. Corporate Social Reporting
Corporate Social Reporting adalah proses pengkomunikasian
dampak-dampak sosial dan lingkungan dari tindakan ekonomi perusahaan
kepada kelompok-kelompok
yang secara
khusus berkepentingan dengan masyarakat dan masyarakat luas. Antara lain
mencakup pengembangan tanggung jawab organisasi khususnya
45 perusahaan yang melampaui peran tradisional dalam penyediaan
informasi finansial kepada pemilik modal, khususnya kepada pemegang saham. Pengembangan yang dilakukan berdasarkan asumsi bahwa
perusahaan mempunyai tanggung jawab yang lebih besar dari pada hanya menghasilkan laba untuk pemegang saham mereka Gray et.all,
1987; dalam Khoirunnisa, 2006. Menurut Perks 1993 dalam Khoirunnisa 2006 pengungkapan
aspek sosial perusahaan merupakan pengungkapan atau pengukuran biaya dan manfaat baik yang dapat dinilai dengan uang maupun tidak
akibat dari aktifitas ekonomi perusahaan. Menurut pandangan mikroekonomi terhadap pelaporan korporasi
adalah perusahaan tidak harus melaporkan pengaruh perusahaan pada masyarakat. Biaya polusi lingkungan, pengangguran, kondisi kerja yang
tidak sehat, dan masalah-masalah sosial lain biasanya tidak dilaporkan oleh perusahaan, kecuali biaya-biaya yang ditanggung langsung oleh
perusahaan seperti pajak. Namun akuntansi sosial korporasi mencoba mengatasi masalah ini.
Sebuah contoh yang terkenal dalam upaya memasukkan tujuan- tujuan akuntansi sosial dan makro ekonomi ke dalam satu teori
pelaporan korporasi disajikan dalam corporate report, sebuah kertas kerja yang diterbitkan oleh Institute of Chartered Accounts di Wales,
Inggris Hendriksen, 2000 dalam Khoirrunnisa,2006. Salah satu usulan laporan itu adalah diterbitkannya laporan nilai tambah value added
46 statement
yang mengalokasikan pendapatan, setelah dikurangi biaya pegawai, kreditor, dan pemegang saham.
Corporate social reporting begitu penting sebagai suatu proses
mengkomunikasikan dampak-dampak sosial dan lingkungan dari keseluruhan aktifitas yang dilakukan perusahaan baik terhadap
sekelompok tertentu maupun masyarakat pada umumnya dalam bentuk sebuah laporan baik yang sifatnya positif maupun negatif secara sukarela
ataupun bentuk pemenuhan peraturan yang sudah ada Khoirunnisa, 2006.
9. Social Responsibility Accounting
Secara sempit, akuntansi pertanggungjawaban sosial didefinisikan hanya mencakup menilai, mengukur, dan melaporkan dampak operasional
perusahaan pada masyarakat, tanpa mencakup program-program sosial yang diadakan oleh perusahaan. Lee J. Seidler dan Lyn L. Seidler dikutip
oleh Usmansyah 1989:33 mengatakan bahwa ”sebagai pedoman umum APS merupakan modifikasi dan penerapan oleh para akuntan berkenaan
dengan keahlian teknik dan disiplin akuntansi konvensional keuangan dan manajerial.” Secara esensial, konsep APS memandang APS sebagai
perluasan dari prinsip, praktek, dan terutama keahlian dari akuntansi konvensional Yuningsih, 2008.
Menurut Ahmed Belkoui 1999 dalam Yuningsih 2008, APS adalah “ Proses pengurutan, pengukuran, dan pengungkapan pengaruh
47 yang kuat dari pertukaran antara suatu perusahaan dan lingkungan
sosialnya.”Martin Freedman 1989:499 mengistilahkan akuntansi pertanggungjawaban sosial sebagai akuntansi sosial social accounting.
“Akuntansi sosial tidak hanya mengungkapkan, mengukur, dan menganalisa pengaruh atau konsekuensi sosial dan ekonomi dari prilaku
atau kegiatan operasional perusahaan, tetapi juga dari prilaku atau kegiatan pemerintahan”. Menurut Freedman lingkungan bisnis meliputi: sumber
daya alam, masyarakat sekitar, orang-orang yang dipekerjakan, pelanggan, pesaing, perusahaan dan kelompok-kelompok yang membuat perjanjian.
Estes 1976:3 dalam Yuningsih 2008 menggunakan istilah social accounting
untuk akuntansi pertanggungjawaban sosial perusahaan dan mendefinisikan sebagai berikut: “ the measurement and reporting, internal
or external of information concerning the impact of an entity and its activities on society”
. Menurut Hendriksen,1994 dalam Kholis dan Maksum 2003
akuntasi sosial secara teoritis mensyaratkan perusahaan harus melihat lingkungan sosialnya antara lain masyarakat, konsumen, pekerja,
pemerintah dan pihak lain yang dapat menjadi pendukung jalannya operasional karena pergeseran tanggung jawab perusahaan.
Menurut Suwaldiman dalam Indira dan Apriyanti 2005 akuntansi sosial sebagai alat pertanggungjawaban mempunyai fungsi sebagai alat
kendali terhadap aktivitas suatu unit usaha. Makin meluasnya tanggung jawab sosial perusahaan menyebabkan perlunya memasukkan unsur sosial
48 dalam pertanggungjawaban perusahaan ke dalam akuntansi sesuai dengan
fungsinya sebagai alat pertanggungjawaban. menurut Indira dan Apriyanti 2005 hal ini mendorong timbulnya suatu konsep baru yang biasa disebut
sebagai Social Accounting, Socio Economic Accounting ataupun Social Responsibility Accounting.
Ramanathan 1976 : 519 dalam Rajafi dan Irianto 2007 dalam “ Toward A Theory of Corporate Social Accounting
” mengajukan definisi akuntansi sosial sebagai berikut :
“ The process of selecting firm level social performance variables, measures and measurement procedures; systematically developing
information useful for evaluating the firmls social performance and communicating such information to concerned social groups, both within
and outside the firm “ .
Menurut Mathew 1993 : 64 dalam Rajafi dan Irianto, 2007 dalam “ Social Responsibility Accounting” menyodorkan batasan
Akuntansi Pertanggungjawaban Sosial dengan mengatakan: “Sure of information, both qualitative made by organization to inform or
influence a range of audience. The quantitative disclosure maybe in financial or non financial terms”.
Menurut Parker,2002 dalam Indira dan Apriyanti, 2005 berpendapat bahwa social accounting mempunyai tiga tujuan penting,
yaitu : a. Memberikan
gambaran komprehensif
mengenai perusahaan
organisasi beserta sumber daya yang dimilikinya. b. Memberikan batasan terhadap perilaku perusahaan yang tidak
bertanggungjawab secara sosial
49 c. Memberikan motivasi positif bagi perusahaan untuk berperilaku sesuai
dengan tata cara sosial. Adapun tema-tema yang termasuk dalam wacana akuntansi
pertanggungjawaban sosial Glautier, 2000 : 426 dalam Rajafi dan Irianto, 2007 adalah :
a. Kemasyarakatan Tema ini mencakup aktivitas yang terkait dengan kemasyarakatan
yang diikuti oleh perusahaan, aktivitas yang terkait dengan kesehatan, pendidikan dan seni serta pengungkapan aktivitas kemasyarakatan lain.
b. Ketenagakerjaan Tema ini meliputi dampak aktivitas organisasi pada orang-orang dalam
organisasi perusahaan. Aktivitas tersebut meliputi recruitment, program pelatihan, gaji dan tunjangan, mutasi dan promosi, dan
sebagainya. c. Produk dan Konsumen
Tema ini melibatkan aspek kualitatif suatu produkjasa, antara lain kegunaan, durability, pelayanan, kepuasan pelanggan, kejujuran dalam
beriklan, kejelasan kelengkapan keterangan isi pada kemasan dan sebagainya.
d. Lingkungan hidup Tema ini mencakup aspek lingkungan dari proses produksi yang
meliputi pengendalian polusi dalam menjalankan operasi bisnis,
50 pencegahan-pencegahan atau perbaikan kerusakan lingkungan akibat
pemrosesan sumber daya alam dan konservasi sumber daya alam.
10. Pengertian Pasar Modal
Pasar modal diartikan sebagai pasar untuk berbagai sekuritas dalam jangka panjang yang bisa diperjualbelikan. Seiring dengan adanya
perkembangan tekonologi yang pesat, terutama dalam bidang komunikasi, maka sering penawaran dan pembelian antara dua pihak atau lebih tidak
perlu diikuti oleh pertemuan fisik pada tempat tertentu. Pasar modal pada era sekarang ini merupakan sarana untuk mempertemukan pihak yang
memerlukan dana peminjam dan pihak yang mempunyai kelebihan dana pemberi pinjaman Setyorini, 2005.
Dengan demikian, pasar modal di satu pihak merupakan salah satu alternatif pembelanjaan bagi masyarakat individu ataupun lembaga yang
mempunyai kelebihan dana. Melalui mekanisme kegiatan pasar modal dapat diharapkan dana yang ada dimasyarakat bisa disalurkan untuk
membiayai kegiatan yang bersifat produktif yang dilaksanakan oleh dunia usaha Reily dan Brown, 2000 : 107 dalam Setyorini, 2005.
Peranan pasar modal ditinjau dari sudut ekonomi makro adalah sebagai suatu alat untuk melakukan alokasi sumber daya ekonomi secara
optimal. Kelebihan lain, dibandingkan dengan kredit perbankan, bahwa pasar modal merupakan sumber pembiayaan yang tidak menimbulkan
inflatoir Reilly dan Brown, 2000 : 117 dalam Setyorini, 2005.
51 Sumber daya ekonomi yang sudah ada melalui pasar modal
dialokasikan sedemikian rupa sehingga kedudukan berubah yaitu dari titik pareto inefficiency
menjadi ke titik pareto efficiency. Ini dapat terjadi apabila informasi yang tersedia dipasar modal cepat, tepat dan akurat.
Apabila lebih jauh dari berfungsinya pasar modal sebagai piranti untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi secara optimal adalah naiknya
pendapatan nasional, terciptanya kesempatan kerja, dan semakin meratanya pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Wai dan Patrick dalam Setyorini, 2005 dalam makalah IMF menyebutkan 3 pengertian tentang pasar modal sebagai berikut :
a. Definisi secara luas Pasar modal adalah kebutuhan sistem keuangan yang terorganisasi
termasuk bank-bank komersial dan semua perantara di bidang keuangan serta surat-surat berharga jangka panjang dan pendek, primer
dan tidak lansung. b. Definisi dalam arti menengah
Pasar modal adalah semua prasarana yang terorganisasi dan lembaga- lembaga yang memperdagangkan warkat dan kredit biasanya yang
berjangka waktu lebih dari satu tahun termasuk saham-saham, obligasi, pinjaman berjangka, hipotek dan tabungan, serta deposito
berjangka. c. Definisi dalam arti sempit
52 Pasar modal adalah pasar terorganisasi yang memperdagangkan
saham-saham dan obligasi dengan memakai jasa makelar, komisioner dan underwriter.
Di Indonesia, pengertian pasar modal adalah sebagaimana tertuang didalam Undang-Undang No. 8 tahun 1995 tentang Pasar Modal yaitu
pihak yang menyelenggarakan dan menyediakan sistem dan atau sarana untuk mempertemukan penawaran jual dan beli efek pihak-pihak lain
dengan tujuan memperdagangkan efek diantara mereka. Setelah mengetahui pengertian pasar modal secara definitive,
kiranya perlu dikemukakan beberapa klasifikasi dari karakteristik pasar modal ditinjau dari sudut proses penyelenggaraan transaksi perdagangan
diantara pelaku pasar modal terdiri dari Sunariyah, 2000 : 15 dalam Setyorini, 2005 :
a. Pasar Spot Pasar spot merupakan pasar keuangan yang memperdagangkan
sekuritas atas jasa keuangan untuk diserahterimakan secara spontan. Artinya kalau seseorang membeli suatu jasa-jasa finansial, maka pada
saat ini juga akan menerima jasa yang dibeli tersebut. Meskipun proses serah terima saham tidak dapat dilakukan segera, tetapi yang
dipentingkan adalah proses terjadinya transaksi tersebut menunjukkan saat terjadinya perpindahan kekayaan diantara kedua belah pihak.
Adapun penyerahan sekuritas atau jasa-jasa keuangan tersebut semata- mata hanya proses penyerahan saja.
53 b. Pasar FuturesForward
Pada pasar ini sekuritas atau jasa keuangan akan diselesaikan pada kemudian hari atau beberapa waktu sesuai dengan ketentuan. Proses
transaksi tersebut memuat kesepakatan waktu terjadinya transaksi dan saat penyerahan harus dilakukan. Dengan demikian, perpindahan
kekayaan dalam transaksi semacam ini memerlukan jangka waktu tertentu, dengan kata lain harga transaksi ditentukan hari ini,
sedangkan penyerahan barang akan dilakukan di masa mendatang. c. Pasar Opsi
Pasar Opsi merupakan pasar keuangan yang memperdagangkan hak untuk menentukan pilihan terhadap saham atau obligasi. Pilihan
tersebut adalah persetujuan atau kontrak hak pemegang saham untuk membeli atau menjual dalam waktu tertentu. Kontrak terjadi diantara
entitas yang melakukan kontrak terhadap opsi yang diperjual belikan. Hak opsi harus ditegaskan dalam kontrak, bahwa hanya dapat
dipergunakan dalam periode waktu tertentu. Dengan demikian, apabila dalam periode tersebut tidak digunakan, kesepakatan dalam kontrak
batal demi hukum.
11. Penilaian Saham
Penilaian saham terdiri dari beberapa model dan teknik dapat digunakan oleh para analis. Model penilaian saham merupakan suatu
mekanisme untuk merubah rangkaian variabel ekonomi atau variabel
54 perusahaan yang diramalkan yang diamati menjadi perkiraan tentang
harga saham, misalnya seperti laba perusahaan Setyorini, 2005. Pada dasarnya faktor yang mempengaruhi harga saham itu
mudah dikenali. Masalah yang muncul adalah bagaimana menerapkan faktor-faktor tersebut kedalam suatu sistem penilaian yang bisa
dipergunakan untuk memilih saham mana yang seharusnya dimasukkan dalam portofolio. Untuk tujuan inilah perlu adanya model penilaian
valuation model. Penentuan harga merupakan langkah yang penting, demikian juga harga saham yaitu harga suatu penyertaan dalam
perusahaan tertentu yang pengukurannya sulit ditentukan secara tepat. Tinggi rendahnya harga saham merupakan penilaian sesaat yang
dipengaruhi oleh banyak faktor psikologis dari penjual atau pembelinya. Model penilaian untuk kepentingan analisis sekuritas, secara
garis besar dikelompokkan menjadi dua analisis yaitu analisis teknikal dan analisis fundamental. Husnan 2001 : 315 dalam Setyorini, 2005
menjelaskan bahwa analisis teknikal merupakan upaya untuk memperkirakan dengan mengamati perubahan faktor analisis di masa
lalu. Analisis teknikal tidak memperhatikan faktor-faktor fundamental seperti : penjualan, pertumbuhan penjualan, biaya, dan kebijakan
dividen yang diperkirakan mempengaruhi harga saham. Analisis teknikal mengasumsikan bahwa harga saham mencerminkan informasi
yang ditujukan oleh perubahan harga diwaktu lalu sehingga perubahan harga saham mempunyai pola tertentu dan pola tersebut akan terjadi
55 berulang, dengan demikian analisis utamanya berwujud grafik atau
chart .
Analisis fundamental merupakan alat analisis yang disusun berdasarkan atas data-data historis perusahaan, yaitu data-data yang telah
lewat berupa laporan keuangan. Analisis ini sering disebut dengan company analysis
Ang, 1997 : 10.9 dalam Setyorini, 2005. Company analysis
merupakan analisis tentang kekuatan dan kelemahan dari perusahaan, bagaimana kegiatan operasionalnya, dan juga bagaimana
prospeknya dimasa yang akan datang. Dalam analisis fundamental terdapat pendekatan yang dapat
dilakukan yaitu pendekatan dividen, net asset dan pendekatan price earning ratio
. Analisis fundamental disinggung sebagai salah satu pendekatan untuk mengidentifikasi sekuritas yang salah dihargai
mispriced. Terdapat dua pendekatan dalam mencari sekuritas yang mispriced
dengan analisis fundamental Sharpe, 1997 : 23.3 dalam Setyorini, 2005. Pendekatan pertama meliputi penilaian untuk
menentukan nilai intrinsik atau nilai sekuritas yang sesungguhnya. Return
merupakan hasil yang diperoleh dari investasi Jogiyanto, 2000:107. Konsep return yang digunakan adalah return realisasi actual
return yang dapat berupa capital gain maupun capital loss. Return
realisasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah capital gain loss yang sering juga disebut actual return. Besarnya actual return dapat
dihitung dengan formula sebagai berikut :
56 Rit = P
t
– P
t-1
P
t-1
R
it
: Tingkat keuntungan saham i pada periode t. Pt : Harga penutupan saham i pada periode t periode
penutupanterakhir P
t-1
: Harga penutupan saham i pada periode sebelumnya. Jogiyanto, 2000:10
12 Jenis-Jenis Saham
Menurut Riyanto 1999: 240 dalam Setyorini, 2005 saham adalah tanda bukti pengambilan bagian atau peserta dalam suatu
Perseroan Terbatas PT. Saham merupakan surat bukti pemilikan modal perseroan terbatas yang diperjual belikan dalam pasar modal.
Saham menarik bagi investor karena adanya keuntungan yang dinikmati oleh pemegang saham. Keuntungan yang dinikmati tersebut
berupa pembayaran dividen dan capital gain. Dividen merupakan bagian keuntungan yang diberikan emiten kepada para pemegang sahamnya,
sedangkan capital gain merupakan keuntungan yang diperoleh dari kelebihan harga jual dan harga beli saham yang terjadi di pasar modal.
Saham sebagai objek investasi utama memiliki pilihan yang lengkap sehingga memudahkan investor untuk memilih saham yang
dikehendaki. Widoatmojo membagi jenis dan karakteristik dari saham sebagai berikut :
57 a. Blue Chip Stock, adalah saham dari perusahaan-perusahaan besar, dan
mapan dan stabil yang mempunyai derajat tinggi high grade. Dalam suatu perekonomian selalu ada perusahaan yang menghasilkan barang
yang penting dan berkualitas tinggi, posisi leading dalam industri serta mampu bertahan dalam keadaan resesi.
b. Growth Stock, adalah saham dari perusahaan yang penjualan, laba dan saham di pasar berkembang dan bertumbuh lebih cepat dari trend
ekonomi umumnya ditandai oleh pemasaran yang agresif, berorientasi pada Research and Development, payback ratio yang tinggi, deviden
yield yang rendah, serta price earning ratio yang tinggi.
c. Income Stock, adalah saham dengan pertumbuhan yang lebih rendah dari pertumbuhan ekonomi tetapi pertumbuhannya tetap bertambah
yang mampu membayar dividen lebih tinggi dari rata-rata dividen yang dibayar tahun-tahun sebelumnya.
d. Cyclical Stock, merupakan jenis saham yang pertumbuhan berfluktuasi mengikuti irama pertumbuhan dari bisnis dan ekonomi, tetapi bisa
rendah ataupun tinggi fluktuasinya. Seorang investasi yang spekulatif mungkin memilih saham ini. Perusahaan yang bergerak dibidang real
estate, automotive, konstruksi dan elektronik pada umumnya berfluktuasi bersama siklus ekonomi. Apabila kondisi perekonomian
membaik maka penampilan perusahaan juga harga saham diharapkan akan membaik.
58 e. Defensive Stocks, adalah saham yang memiliki pertumbuhan lebih
lambat walaupun keadaan ekonomi sedang boomresesi dan juga saham ini cukup peka terhadap tingkat bunga. BUMN dan perusahaan
yang memproduksi barang kebutuhuan pokok merupakan contoh tipe saham ini.
f. Interest Sensitive Stock, merupakan saham yang peka terhadap perubahan tingkat bunga dan perusahaan konstruksi apabila
mengeluarkan sahamnya termasuk jenis ini.
B. Penelitian Terdahulu