Hubungan Tingkat Pendidikan dan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia Di Kelurahan Darat
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN
FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI KELURAHAN DARAT
TESIS
MAULINA SRI RIZKY 087112006
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(2)
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN AKTIVITAS FISIK DENGAN
FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA DI KELURAHAN DARAT
TESIS
Untuk Memperoleh Gelar Magister Kedokteran Klinis Spesialis Saraf Pada
Program Studi Magister Kedokteran Klinik Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Oleh
MAULINA SRI RIZKY 087112006
PROGRAM MAGISTER KEDOKTERAN KLINIK–SPESIALIS ILMU PENYAKIT SARAF FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2011
(3)
Judul Tesis : Hubungan Tingkat Pendidikan dan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif Pada Lansia Di Kelurahan Darat
Nama Mahasiswa : MAULINA SRI RIZKY Nomor Induk Mahasiswa : 087112006
Program Magister : Magister Kedokteran Klinik Konsentrasi : Ilmu Penyakit Saraf
Menyetujui Komisi Pembimbing
Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) Ketua
Ketua Program Studi Ketua TKP PPDS I
Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K) dr. Zainuddin Amir, SpP(K)
(4)
Telah diuji pada
Tanggal: 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Prof. DR. dr. Hasan Sjahrir, Sp.S (K) ……… Anggota : 1. Prof. dr. Darulkutni Nasution, Sp.S (K) ……… 2. Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S ……… 3. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K) ……… 4. Dr. Rusli Dhanu, Sp.S (K) ……… 5. Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S (K) ……… 6. Dr. Aldy S. Rambe, Sp.S (K) ……… 7. Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S ……… 8. Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S ……… 9. Dr. Cut Aria Arina, Sp.S ……… 10. Dr. Kiki M. Iqbal, Sp.S ……… 11. Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S ……… 12. Dr. Dina Listyaningrum, Sp.S, MSi,Med ……… 13. Dr. Aida Fitri, Sp. S ………
PERNYATAAN
HUBUNGAN TINGKAT PENDIDIKAN DAN AKTIVITAS FISIK
DENGAN FUNGSI KOGNITIF PADA LANSIA
(5)
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan disuatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah dituliskan atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, 14 Juni 2011
(6)
UCAPAN TERIMA KASIH
Dengan memanjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan segala berkah, rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan tesis ini.
Tesis ini dibuat untuk memenuhi persyaratan dan merupakan tugas akhir Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik – Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyatakan penghargaan dan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Rektor Universitas Sumatera Utara, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, dan Ketua TKP PPDS I Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan kepada penulis kesempatan untuk mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
2. Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H.Adam Malik Medan disaat penulis melakukan penelitian dan juga sebagai guru dan pembimbing penulis dalam penyusunan tesis ini, yang dengan penuh kesabaran dan ketelitian membimbing, mengoreksi, dan memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
(7)
3. Dr. H. Rusli Dhanu, Sp.S (K), Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara disaat penulis melakukan penelitian dan sebagai Ketua Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara/RSUP H. Adam Malik Medan saat tesis ini selesai disusun yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. Yuneldi Anwar, Sp.S (K), Ketua Program Studi PPDS-I Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara saat ini yang banyak memberikan masukan-masukan berharga kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Dr. Aldy S. Rambe, Sp. S (K) dan Prof. DR. dr. H. Hasan Sjahrir, Sp.S (K), selaku pembimbing penulis yang dengan sepenuh hati telah mendorong, membimbing, mengoreksi dan mengarahkan penulis mulai dari perencanaan, pembuatan dan penyelesaian tesis ini.
6. Guru-guru penulis: Prof. Dr. H. Darulkutni Nasution, Sp.S (K); Dr. Darlan Djali Chan, Sp.S; Dr. Kiking Ritarwan, MKT, Sp.S (K); Dr. Irsan NHN Lubis, Sp.S; Dr. Puji Pinta O. Sinurat, Sp.S; Dr. Khairul P. Surbakti, Sp.S; Dr. Cut Aria Arina, Sp.S; Dr. S. Irwansyah, Sp.S; Dr. Kiki M.Iqbal, Sp.S; Dr. Alfansuri Kadri, Sp.S; Dr. Dina Listyaningrum, Sp,S, Msi. Med; Dr. Aida Fitri, Sp.S dan guru lainnya yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak memberikan masukan selama mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik.
(8)
7. Direktur Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik Medan yang telah memberikan kesempatan, fasilitas dan suasana kerja yang baik sehingga penulis dapat mengikuti Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik. 8. Drs. Abdul Jalil Amri Arma, M.Kes, selaku pembimbing statistik yang telah
banyak meluangkan waktu untuk membimbing dan berdiskusi dengan penulis dalam pembuatan tesis ini.
9. Rekan-rekan sejawat peserta PPDS-I Departemen Neurologi FK-USU/RSUP. H. Adam Malik Medan, yang banyak memberikan masukan berharga kepada penulis melalui diskusi-diskusi kritis dalam berbagai pertemuan formal maupun informal, serta selalu memberikan dorongan-dorongan yang membangkitkan semangat kepada penulis menyelesaikan Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.
10. Para perawat dan pegawai di berbagai tempat dimana penulis pernah bertugas selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik ini, serta berbagai pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah banyak membantu penulis dalam menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.
11. Bapak Lurah Darat beserta stafnya yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian ini di wilayah kelurahannya
12. Semua subjek penelitian dan masyarakat di Kelurahan Darat yang telah bersedia berpartisipasi secara sukarela dalam penelitian ini.
13. Kedua orang tua yang sangat penulis hormati dan sayangi H. Ibrahim dan ibunda Hj. Elmiaty Zen, SKM yang telah bersusah payah membesarkan,
(9)
memberikan rasa aman, cinta dan doa restu kepada penulis sejak lahir hingga saat ini.
14. Kedua saudara kandung saya, Maulana Abdillah, SE.Ak,MM dan Winta Mulyana, ST, yang banyak memberikan semangat dan doa kepada penulis selama menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik Spesialis Ilmu Penyakit Saraf.
15. Teristimewa kepada suamiku tersayang Afriansyah, SE dan anakku tercinta Hashshad Arzaq Majid yang telah menjadi motivasi dan dorongan dalam penyelesaian tesis ini dan mendampingi penulis dengan penuh cinta dan kasih sayang dalam suka dan duka selama penulis menjalani Program Pendidikan Magister Kedokteran Klinik dan menyelesaikan tesis ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Pengasih membalas semua jasa dan budi baik mereka yang telah membantu penulis tanpa pamrih dalam mewujudkan cita-cita penulis.
Akhirnya penulis mengharapkan semoga penelitian dan tulisan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
Amin.
Penulis
(10)
ABSTRAK
Latar belakang dan Tujuan : Beberapa studi telah menunjukkan bahwa pendidikan dan aktivitas fisik berhubungan dengan fungsi kognitif pada orang tua. Keduanya dapat mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif ini dapat menyebabkan demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional dengan pengumpulan sampel dengan metode purposive sampling non probability di Kelurahan Darat Kota Medan. Fungsi kognitif dinilai dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Stage Examination) dan ACE-R (Addenbrooke’s Cognitive Examination Revision). Sedangkan untuk aktivitas fisik dinilai dengan menggunakan GPPAQ (The General Practice Physical Activity Questionnaire) yang terdiri atas inactive,
moderately inactive, moderately active dan active.
Hasil : Penelitian ini terdiri dari 18 orang laki-laki (45%) dan 22 orang (55%) perempuan dengan 30 orang (75%) berusia 60-69 tahun. Berdasarkan hasil skor MMSE dijumpai hubungan yang singifikan dengan usia (p= 0.001), tingkat pendidikan (p= 0.0001) dan aktivitas fisik (p= 0.0001). Rata-rata probable gangguan kognitif dijumpai pada kelompok usia ≥ 80 (20.00±2.708), tidak sekolah (20.20±2.387), SD (22.56±1.878) dan aktivitas fisik inactive (21.00±3.464). Sedangkan untuk skor ACER dijumpai hubungan yang singifikan dengan usia (p= 0.0001), tingkat pendidikan (p= 0.0001) dan aktivitas fisik (p= 0.0001). Rata-rata skor ACER yang ≤ 82 dijumpai pada kelompok usia 70-79 (77.17±9.453), usia ≥ 80 (58.25±14.592), tidak sekolah (56.40±8.473), SD (69.89±3.100), aktivitas fisik inactive (64.14±13.910) dan moderately inactive (74.62±8.047) .
Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dan aktifitas fisik dengan fungsi kognitif.
(11)
ABSTRACT
Background and Purpose : Several studies have shown the association between educational level and physical activity with cognitive function in elderly. Both of these can prevent the cognitive decline. The decline in cognitive function may cause dementia. The purpose of this study was to invetstigate the association between educational level and physical activuiy with cognitive function in elderly.
Method : This was a cross-sectionl study with purposive sampling non probability method in Kelurahan Darat Kota Medan. Cognitive function was measured by using MMSE (Mini Mental Stage Examination) and ACE-R (Addenbrooke’s Cognitive Examination Revision). Physical activity was measured by using GPPAQ (The General Practice Physical Activity Questionnaire) which consisted of inactive, moderately inactive, moderately active and active.
Results : This study was consisted of 18 men (45%) and 22 women (55%) with 30 patients (75%) were at the age 60-69 years. Based on MMSE score, it was found significants association with age (p=0.001), educational level (p=0.0001) and physical activity (p=0.0001). The mean of probable cognitive impairment in the group of age ≥ 80 (20.00±2.708), not schooling (20.20±2.387), primary school (22.56±1.878), and inactive physical activity (21.00±3.464). While in the score of ACER, it was found significants association with age (p=0.0001), educational level (p= 0.0001), and physical activity (p= 0.0001). The mean of ACER score ≤ 82 was found in the group of age 70-79 (77.17±9.453), age ≥ 80 (58.25±14.592), not schooling (56.40±8.473), primary school (69.89±3.100), inactive physical activity (64.14±13.910), and moderately inactive (74.62±8.047).
Conclusion : This study showed a significant association between educational level and physical activity with cognitive function.
(12)
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan Tesis... ii
Ucapan Terima Kasih……….. v
Abstrak... x
Daftar Isi... xii
Daftar Singkatan……….. xv
Daftar Lambang……… xvi
Daftar Gambar………... xvii
Daftar Tabel... xviii
BAB I. PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang ……….. 1
I.2. Perumusan Masalah……….... 5
I.3. Tujuan Penelitian……….. 5
I.3.1. Tujuan Umum ………... 5
I.3.2. Tujuan Khusus……….. 6
I.4. Hipotesis………. 6
I.5. Manfaat Penelitian... 6
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA II.1. AKTIVITAS FISIK ... 7
II.1.1. Defenisi... 7
II.1.2. Manfaat Aktivitas Fisik Terhadap Kesehatan... 7
II.1.3. Tipe-tipe Aktivitas Fisik... 8
II.2. FUNGSI KOGNITIF... 11
II.2.1. Definisi... 11
II.2.3 Pengaruh Pendidikan Terhadap Fungsi Kognitif... 16
I.2.3 Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Fungsi Kognitif... 18
II.3. LANJUT USIA... 22
16 II.3.1. Definisi... 22
II.4. INSTRUMENT... 23
II.4.1. Mini Mental Status Examination………. 23
II.4.2. Addenbrookes’sCognitiveExamination………. 24
II.4.3 The General Practice Physical Activity Questionnaire... 25
I.5. KERANGKA TEORI... 27
II.5. KERANGKA KONSEPSIONAL... 28
BAB III. METODE PENELITIAN III.1. TEMPAT DAN WAKTU... 29
III.2. SUBJEK PENELITIAN ... 29
(13)
III.2.2. Populasi Terjangkau... 29
III.2.3. Besar Sampel... 29
III.2.4. Kriteria Inklusi ... 30
III.2.5. Kriteria Eksklusi ... 31
III.3. BATASAN OPERASIONAL ... 31
III.4 RANCANGAN PENELITIAN... 35
III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN ... 36
III.5.1. Instrumen... 36
III.5.1.1. Mini Mental Status Examination... 36
III.5.1.2. Addenbrookes’s Cognitive Examination.. ... 36
III.5.1.3The General Practice Physical Activity Questionnaire... 37
III.5.2. Pengambilan Sampel... 38
III.5.3. Kerangka Operasional ... 38
III.5.4. Variabel yang Diamati... 38
III.5.5. Analisa Statistik... 39
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN IV.1. HASIL PENELITIAN IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian... 40
IV.1.2. Rerata Nilai Fungsi Kognitif... 42
IV.1.3. Distribusi Rerata Nilai Fungsi KognitifBerdasarkan Variabel... 42
IV.1.3.1.Rerata Nilai MMSE Berdasarkan Variabel... 42
IV.1.3.2.Rerata Nilai ACER Berdasarkan Variabel... 45
IV.1.4. Hubungan Tingkat Pendidikan dan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif...... 47
IV.1.4.1. HubunganTingkat Pendidikan dengan MMSE... 47
IV.1.4.2. Hubungan Aktivitas Fisik dengan MMSE... 48
IV.1.4.3. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan ACER... 50
IV.1.4.4.Hubungan Aktivitas Fisik dengan ACER... 52
IV.2. PEMBAHASAN IV.2.1.Karakteristik Subjek Penelitian………... 54
IV.2.2. Rerata Nilai Fungsi Kognitif………...…. 55
IV.2.3. Rerata Nilai Mini Mental Status Examination dan Distribusinya Berdasarkan Variabel... 56
IV.2.4. Rerata Nilai Addenbrookes’s Cognitive Examination dan Distribusinya Berdasarkan Variabel... 56
IV.2.5. Hubungan antara Tingkat Pendidikan dan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif... 57
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN V.1. Kesimpulan... 59
V.2. Saran... 60
Daftar Pustaka... 61
(14)
1. Lembar Penjelasan Kepada pasien 2. Surat Persetujuan Ikut Dalam Penelitian 3. Persetujuan Komite Etik
4. Lembar Pengumpulan Data Penelitian
5. Nilai Skor Mini Mental State Examination
6. Addenbrookes’s Cognitive Examination
7. Skala Depresi Geriatrik
8. The General Practice Physical Activity Questionnaire
9. Karakteristik data pasien berusia paruh baya 10. Riwayat Hidup Peneliti
(15)
DAFTAR SINGKATAN
ACE = Addebbrooke’s Cognitive Examination
ACE-R = Addebbrooke’s Cognitive Examination-Revision
AD = Alzheimer Disease
CR = cognitive reserve
DM = Diabetes Mellitus
FTD = Frontotemporal Demensia
GPPAQ = The General Practice Physical Activity Questionnaire Kkal = Kilokalori
MMSE = Mini Mental Status Examination
PAI = Physical Activity Idex
PPV = Positive Predictive Value
SPSS = Statistical Product and Science Service
UN = United Nation
(16)
DAFTAR LAMBANG
n : Besar sampel
p : Tingkat kemaknaan
Pa : proporsi yang mengalami gangguan fungsi kognitif pada saat ini
Po : proporsi yang mengalami gangguan fungsi kognitif
Pa-Po : beda proporsi yang bermakna = 20%
Qa : 1-Pa
Qo : 1-Po
Zα : Nilai baku normal berdasarkan nilai α (0,01) yang telah ditentukan 1,96
Zβ : Nilai baku berdasarkan nilai β (0,15) yang ditentukan oleh peneliti 1,036
: Mean
α : alfa
β : beta % : Persen
(17)
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peranan BDNF dalam memediasi Exercise 20
Gambar 2. Mekanisme exercise mempengaruhi growth factor, klotho, myokines, dan pengaruhnya pada otak
22
Gambar 3. Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan MMSE
48
Gambar 4. Grafik Hubungan Aktivitas Fisik dengan MMSE 49 Gambar 5. Grafik Hubungan Tingkat Pendidikan dengan ACER 51 Gambar 6. Grafik Hubungan Aktivitas Fisik dengan ACER 53
(18)
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian 41
Tabel 2. Rerata Nilai Fungsi Kognitif 42
Tabel 3. Distribusi rerata nilai MMSE berdasarkan variabel 44 Tabel 4. Distribusi rerata nilai ACER berdasarkan variabel 46
Tabel 5. Hubungan Tingkat Pendidikan dan MMSE 47
Tabel 6. Hubungan Aktivitas Fisik dengan MMSE 49
Tabel 7. Hubungan Tingkat Pendidikan dengan ACER 50
Tabel 8. Hubungan Aktivitas Fisik dengan ACER 52
(19)
ABSTRAK
Latar belakang dan Tujuan : Beberapa studi telah menunjukkan bahwa pendidikan dan aktivitas fisik berhubungan dengan fungsi kognitif pada orang tua. Keduanya dapat mencegah terjadinya penurunan fungsi kognitif. Penurunan fungsi kognitif ini dapat menyebabkan demensia. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia.
Metode : Penelitian ini adalah penelitian cross-sectional dengan pengumpulan sampel dengan metode purposive sampling non probability di Kelurahan Darat Kota Medan. Fungsi kognitif dinilai dengan menggunakan MMSE (Mini Mental Stage Examination) dan ACE-R (Addenbrooke’s Cognitive Examination Revision). Sedangkan untuk aktivitas fisik dinilai dengan menggunakan GPPAQ (The General Practice Physical Activity Questionnaire) yang terdiri atas inactive,
moderately inactive, moderately active dan active.
Hasil : Penelitian ini terdiri dari 18 orang laki-laki (45%) dan 22 orang (55%) perempuan dengan 30 orang (75%) berusia 60-69 tahun. Berdasarkan hasil skor MMSE dijumpai hubungan yang singifikan dengan usia (p= 0.001), tingkat pendidikan (p= 0.0001) dan aktivitas fisik (p= 0.0001). Rata-rata probable gangguan kognitif dijumpai pada kelompok usia ≥ 80 (20.00±2.708), tidak sekolah (20.20±2.387), SD (22.56±1.878) dan aktivitas fisik inactive (21.00±3.464). Sedangkan untuk skor ACER dijumpai hubungan yang singifikan dengan usia (p= 0.0001), tingkat pendidikan (p= 0.0001) dan aktivitas fisik (p= 0.0001). Rata-rata skor ACER yang ≤ 82 dijumpai pada kelompok usia 70-79 (77.17±9.453), usia ≥ 80 (58.25±14.592), tidak sekolah (56.40±8.473), SD (69.89±3.100), aktivitas fisik inactive (64.14±13.910) dan moderately inactive (74.62±8.047) .
Kesimpulan : Hasil penelitian ini menunjukkan adanya hubungan antara tingkat pendidikan dan aktifitas fisik dengan fungsi kognitif.
(20)
ABSTRACT
Background and Purpose : Several studies have shown the association between educational level and physical activity with cognitive function in elderly. Both of these can prevent the cognitive decline. The decline in cognitive function may cause dementia. The purpose of this study was to invetstigate the association between educational level and physical activuiy with cognitive function in elderly.
Method : This was a cross-sectionl study with purposive sampling non probability method in Kelurahan Darat Kota Medan. Cognitive function was measured by using MMSE (Mini Mental Stage Examination) and ACE-R (Addenbrooke’s Cognitive Examination Revision). Physical activity was measured by using GPPAQ (The General Practice Physical Activity Questionnaire) which consisted of inactive, moderately inactive, moderately active and active.
Results : This study was consisted of 18 men (45%) and 22 women (55%) with 30 patients (75%) were at the age 60-69 years. Based on MMSE score, it was found significants association with age (p=0.001), educational level (p=0.0001) and physical activity (p=0.0001). The mean of probable cognitive impairment in the group of age ≥ 80 (20.00±2.708), not schooling (20.20±2.387), primary school (22.56±1.878), and inactive physical activity (21.00±3.464). While in the score of ACER, it was found significants association with age (p=0.0001), educational level (p= 0.0001), and physical activity (p= 0.0001). The mean of ACER score ≤ 82 was found in the group of age 70-79 (77.17±9.453), age ≥ 80 (58.25±14.592), not schooling (56.40±8.473), primary school (69.89±3.100), inactive physical activity (64.14±13.910), and moderately inactive (74.62±8.047).
Conclusion : This study showed a significant association between educational level and physical activity with cognitive function.
(21)
BAB I PENDAHULUAN
I.1. LATAR BELAKANG
Sekitar 10% orang tua yang berusia lebih dari 65 tahun dan 50% pada usia yang lebih dari 85 tahun akan mengalami gangguan kognitif, dimana akan dijumpai gangguan yang ringan sampai terjadinya demensia (Yaffe dkk, 2001). Pada populasi penduduk terutama jumlah orang tua yang menderita penyakit Alzheimer (AD) diperkirakan akan meningkat dari 26,6 juta menjadi 106,2 juta pada tahun 2050 (Lautenschlager dkk, 2008).
Faktor-faktor lifestyle seperti stimulasi intelektual, berkaitan dengan kognitf dan sosial, dan beberapa tipe exercixe dapat menurunkan resiko untuk terjadinya gangguan yang berhubungan dengan usia seperti Alzheimer’s disease (AD) dan demensia vaskular. Kenyataannya banyak studi yang menjelaskan bahwa aktivitas fisik dapat mencegah kemunduran fungsi kognitif yang lambat (Foster dkk, 2011).
Fungsi kognitif yang buruk juga merupakan suatu prediktor kematian pada semua usia dan juga dapat dilihat sebagai penanda status kesehatan secara umum. Aktivitas fisik mempunyai pengaruh yang bermanfaat pada fungsi kognitif usia paruh baya. Dan juga merupakan sebagai pencegahan terhadap gangguan fungsi kognitif dan demensia (Singh-Manoux dkk, 2005).
Tingkat pendidikan yang rendah menjadi faktor resiko untuk terjadinya
(22)
kurang maka pertumbuhan dendrit pun menjadi kurang (Sjahrir,1999; Bayer dkk, 2004). Data pada suatu penelitian memberikan bukti yang kuat bahwa hubungan antara senile plaques dan tingkat fungsi kognitif berbeda dengan tingkat pendidikan (Bennet dkk, 2004).
Pendidikan sejak dini memiliki efek langsung pada struktur otak melalui peningkatan jumlah synaps atau vaskularisasi dan membentuk cognitive reserve, serta efek stimulasi mental pada usia tua dimana dapat mempengaruhi neurokemikal ataupun struktur otak (Lee dkk, 2003).
Koepsell dkk (2008), melakukan suatu studi untuk melihat hubungan tingkat pendidikan mempunyai peranan dalam neuropatologi pada AD dimana dijumpai adanya gangguan kognitif. Mereka menyimpulkan bahwa tidak menemukan bukti yang cukup antara hubungan tingkat pendidikan dengan penyakit Alzheimer. Tetapi nilai mini mental status examination (MMSE) yang tinggi antara orang-orang yang berpendidikan tinggi menggambarkan mereka lebih ringan atau tidak menderita AD.
Suatu studi mengatakan bahwa cognitive reserve pada tingkat
pendidikan yang tinggi berhubungan dengan skor/ nilai yang tinggi pada tes fungsi kognitif dan begitu juga sebaliknya (Bellen, 2009).
Hernandez dkk (2010) melakukan suatu studi, untuk menganalisa pengaruh aktivitas secara regular dan sistematis terhadap fungsi kognitif, serta secara
seimbang dan resiko terhadap pasien usia tua dengan AD. Mereka menyimpulkan
bahwa olahraga mungkin suatu non farmakologis yang penting dapat dilakukan yang
bermanfaat untuk fungsi kognitif dan menurunkan resiko terjadinya gangguan kognitif.
Terkadang ketangkasan/kecekatan dalam berolahraga dan keseimbangan dapat juga
(23)
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa frekuensi dan latihan fisik yang dilakukan pada usia paruh baya atau usia lanjut dapat menurunkan resiko terjadinya gangguan kognitif (Geda dkk, 2010; Abbott dkk, 2004; Laurin dkk, 2001; Andel dkk, 2008, Baker dkk, 2010; Etgen dkk, 2010 ).
Larson dkk (2006) melakukan suatu studi prospektif untuk mengetahui
hubungan antara exercise regular dan penurunan resiko demensia dan AD. Subjek
penelitian sebanyak 1740 orang dengan usia 65 tahun atau lebih tanpa gangguan
kognitif. Mereka menyimpulkan bahwa exercise regular berhubungan dengan resiko terjadinya demensia dan penyakit Alzheimer pada usia paruh baya dimana orang-orang yang melakukan 3 kali atau lebih perminggu resiko menderita demensia menurun dibandingkan orang yang melakukan exercise regular kurang 3 kali perminggu.
Level aktivitas fisik yang tinggi dan dilakukan secara rutin dan terus menerus mempunyai hubungan dengan tingginya fungsi kognitif dan penurunan fungsi kognitif. Manfaat aktivitas fisik akan tampak nyata dimana akan kelihatan 3 tahun lebih muda dari usianya dan 20% dapat menurunkan resiko gangguan fungsi kognitif (Weuve dkk, 2004).
Suatu studi menyimpulkan bahwa stimulasi fisik dan kognitif pada pasien usia lanjut dengan AD dapat berkontribusi pada pengurangan dari penurunan fungsi kognitif (Arcoverde dkk, 2008).
Mathuranath dkk (2007) melakukan suatu studi kohort di India dengan
melakukan suatu pemeriksaan kognitif dengan menggunakan mini mental state
examination dan addenbrokes’s cognitive examination (ACE) pada suatu populasi di
India berdasarkan tingkat pendidikan dan kebudayaan yang ada dimasyarakat
(24)
dalam dalam pengisian mini mental state examination dan addenbrokes’s cognitive
examination yang akhinya akan mengetahui rata-rata fungsi kognitif pasien tersebut.
Mathuranath dkk (2000) melakukan suatu studi untuk memvalidasi suatu tes yang sederhana yang dirancang untuk mendeteksi demensia dan membedakan demensia alzheimer (AD) dari demensia frontotemporal (FTD). Mereka menyimpulkan bahwa Addenbrookes’s cognitive examination (ACE) adalah suatu instrument yang dapat mendeteksi demensia secara dini, dan juga untuk membedakan antara AD dan FTD. Beberapa studi juga menjelaskan bahwa Addenbrookes’s cognitive examination revised (ACER) merupakan suatu alat diagnostik yang akurat untuk mendiagnosa suatu demensia (Carvalho dkk, 2010; Poeretemad dkk, 2009).
MMSE adalah suatu alat screening yang digunakan pada individu untuk mengetahui gangguan kognitif, tapi tidak dapat digunakan untuk mendiagnosa demensia ( Kochhann dkk, 2009).
The General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ) adalah suatu instrument screening yang telah divalidasi yang dapat digunakan untuk menilai pencegahan primer. Instrument ini digunakan pada orang dewasa untuk melihat level aktivitas fisik, yang terdiri dari pertanyaan yang simpel yang berisi tentang 4 level Physical Activity Index (PAI) dengan kategori Active, Moderately Active, Moderately Inactive, dan Inactive (The General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ). 2009).
(25)
I.2. PERUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan diatas, maka dirumuskanlah masalah sebagai berikut:
Apakah terdapat hubungan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia ?
I.3. TUJUAN PENELITIAN
Penelitian ini bertujuan : I.3.1. Tujuan umum:
Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia .
I.3.2. Tujuan Khusus :
1. Untuk mengetahui hubungan tingkat pendidikan dengan fungsi kognitif pada Lansia di Kelurahan Darat
2. Untuk megetahui hubungan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada Lansia di Kelurahan Darat
3. Untuk megetahui distribusi rerata nilai fungsi kognitif terhadap kelompok usia, jenis kelamin, pekerjaan, suku bangsa
4. Untuk mengetahui gambaran karakteristik demografi pada lansia di Kelurahan Darat
I.4. HIPOTESIS
Terdapat hubungan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada Lansia di Kelurahan Darat.
(26)
I.5. MANFAAT PENELITIAN
Dengan mengetahui adanya hubungan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif pada lansia maka dengan sedini mungkin kita dapat melakukan usaha pencegahan salah satunya dengan melakukan aktivitas fisik seperti berjalan kaki > 1,5 jam/minggu dan juga dapat melakukan aktivitas fisik lainnya seperti jogging, berkebun, menari, tenis dan sebagainya.
(27)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1. AKTIVITAS FISIK II.1.1. Definisi
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktivitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global ( WHO, 2010; Physical Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site, 2008).
II.1.2. Manfaat Aktivitas Fisik terhadap Kesehatan
Aktivitas fisik secara teratur memiliki efek yang menguntungkan terhadap kesehatan yaitu :
Terhindar dari penyakit jantung, stroke, osteoporosis, kanker, tekanan
darah tinggi, kencing manis, dan lain-lain
Berat badan terkendali
Otot lebih lentur dan tulang lebih kuat
Bentuk tubuh menjadi ideal dan proporsional
Lebih percaya diri
(28)
Secara keseluruhan keadaan kesehatan menjadi lebih baik (Pusat
Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan RI 2006 )
II.1.3. Tipe-tipe Aktivitas Fisik
Ada 3 tipe/macam/sifat aktivitas fisik yang dapat kita lakukan untuk mempertahankan kesehatan tubuh yaitu:
1. Ketahanan (endurance)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk ketahanan, dapat membantu jantung, paru-paru, otot, dan sistem sirkulasi darah tetap sehat dan membuat kita lebih bertenaga. Untuk mendapatkan ketahanan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu).
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih seperti:
Berjalan kaki, misalnya turunlah dari bus lebih awal menuju tempat kerja
kira-kira menghabiskan 20 menit berjalan kaki dan saat pulang berhenti di halte yang menghabiskan 10 menit berjalan kaki menuju rumah
Lari ringan
Berenang, senam
Bermain tenis
Berkebun dan kerja di taman.
2. Kelenturan (flexibility)
Aktivitas fisik yang bersifat untuk kelenturan dapat membantu pergerakan lebih mudah, mempertahankan otot tubuh tetap lemas (lentur) dan sendi berfungsi dengan baik. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (4-7 hari per minggu).
(29)
Peregangan, mulai dengan perlahan-lahan tanpa kekuatan atau
sentakan, lakukan secara teratur untuk 10-30 detik, bisa mulai dari tangan dan kaki
Senam taichi, yoga
Mencuci pakaian, mobil
Mengepel lantai.
3. Kekuatan (strength)
Aktifitas fisik yang bersifat untuk kekuatan dapat membantu kerja otot tubuh dalam menahan sesuatu beban yang diterima, tulang tetap kuat, dan mempertahankan bentuk tubuh serta membantu meningkatkan pencegahan terhadap penyakit seperti osteoporosis. Untuk mendapatkan kelenturan maka aktivitas fisik yang dilakukan selama 30 menit (2-4 hari per minggu).
Contoh beberapa kegiatan yang dapat dipilih eperti:
Push-up, pelajari teknik yang benar untuk mencegah otot dan sendi dari
kecelakaan
Naik turun tangga
Angkat berat/beban
Membawa belanjaan
Mengikuti kelas senam terstruktur dan terukur (fitness)
Aktivitas fisik tersebut akan meningkatkan pengeluaran tenaga dan energi (pembakaran kalori), misalnya:
Berjalan kaki (5,6-7 kkal/menit)
Berkebun (5,6 kkal/menit)
(30)
Menyapu rumah (3,9 kkal/menit)
Membersihkan jendela (3,7 kkal/menit)
Mencuci baju (3,56 kkal/menit)
Mengemudi mobil (2,8 kkal/menit)
Aktivitas yang dapat dilakukan antara lain:
Menyapu
Mengepel
Mencuci baju
Menimba air
Berkebun/bercocok tanam
Membersihkan kamar mandi
Mengangkat kayu atau memikul beban
Mencangkul
Dan kegiatan lain dalam kehidupan sehari-hari.
Aktivitas fisik berupa olahraga yang dapat dilakukan antara lain:
Jalan sehat dan jogging
Bermain tenis
Bermain bulu tangkis
Sepakbola
Senam aerobik
Senam pernapasan
Berenang
Bermain bola basket
(31)
Bersepeda
Latihan beban: dumble dan modifikasi lain
Mendaki gunung, dll (Pusat Promosi Kesehatan Departemen Kesehatan
RI 2006).
II.2. FUNGSI KOGNITIF II.2.1. Definisi
Kognitif berasal dari bahasa Latin, yaitu cognitio yang artinya adalah berpikir. Hal ini merujuk kepada kemampuan seseorang dan mengerti dunianya, yang dicapai dari sejumlah fungsi yang kompleks termasuk orientasi terhadap waktu, tempat dan individu; kemampuan aritmatika; pikiran abstrak; kemampuan fokus untuk berpikir logis (Pincus dkk, 203).
Fungsi kognitif terdiri dari : 1. Atensi
Atensi merupakan kemampuan untuk bereaksi atau memperhatikan satu stimulus tertentu (spesifik) dengan mampu mengabaikan stimulus lain baik internal maupun eksternal yang tidak perlu atau tidak dibutuhkan.
Setelah menentukan kesadaran, pemeriksaan atensi harus dilakukan saat awal pemeriksaan neurobehavior karena pemeriksaan modalitas kognitif lainnya sangat dipengaruhi oleh atensi yang cukup terjaga.
Atensi dan konsentrasi sangat penting dalam mempertahankan fungsi kognitif, terutama dalam proses belajar. Gangguan atensi dan konsentrasi akan mempengaruhi fungsi kognitif lain seperti memori, bahasa dan fungsi eksekutif.
(32)
Gangguan atensi dapat berupa dua kondisi klinik berbeda. Pertama ketidakmampuan mempertahankan atensi maupun atensi yang terpecah atau tidak atensi sama sekali, dan kedua inatensi spesifik unilateral terhadap stimulus pada sisi tubuh kontralateral lesi otak.
2. Bahasa
Bahasa merupakan perangkat dasar komunikasi dan modalitas dasar yang membangun kemampuan fungsi kognitif. Oleh karena itu pemeriksaan bahasa harus dilakukan pada awal pemeriksaan neurobehavior. Jika terdapat gangguan bahasa, pemeriksaan kognitif seperti memori verbal, fungsi eksekutif akan mengalami kesulitan atau tidak mungkin dilakukan.
Gangguan bahasa (afasia) sering terlihat pada lesi otak fokal maupun difus, sehingga merupakan gejala patognomonik disfungsi otak. Penting bagi klinikus untuk mengenal gangguan bahasa karena hubungan yang spesifik anatara sindroma afasia dengan lesi neuroanatomi. Kemampuan berkomunikasi menggunakan bahasa penting, sehingga setiap gangguan berbahasa akan menyebabkan hendaya fungsional. Setiap kerusakan otak yang disebabkan oleh stroke, tumor, trauma, demensia dan infeksi dapat menyebabkan gangguan berbahasa.
3. Memori
Memori adalah proses bertingkat dimana informasi pertama kali harus dicatat dalam area korteks sensorik kemudian diproses melalui system limbik untuk terjadinya pembelajaran baru.
Secara klinik memori dibagi menjadi tiga tipe dasar : immediate, recent,
(33)
a. Immediate memory merupakan kemampuan untuk merecall stimulus dalam interval waktu beberapa detik.
b. Recent memory merupakan kemampuan untuk mengingat kejadian sehari-hari (misalnya tanggal, nama dokter, apa yang dimakan saat sarapan, atau kejadian-kejadian baru) dan mempelajari materi baru serta mencari materi tersebut dalam rentang waktu menit, jam, hari, bulan, tahun.
c. Remote memory merupakan rekoleksi kejadian yang terjadi bertahun tahun yang lalu (misalnya tanggal lahir, sejarah, nama teman).
Gangguan memori merupakan gejala yang paling sering dikeluhkan pasien. Amnesia secara umum mmerupakan efek fungsi memori. Ketidak mampuan untuk mempelajari materi baru setelah brain insult disebut amnesia anterograd. Amnesia anterograd merujuk pada amnesia kejadian yang terjadi sebelum brain insult. Hampir semua pasien demensia menunjukkan masalah memori pada awal perjalanan penyakitnya. Tidak semua gangguan memori merupakan gangguan organik. Pasien depresi dan ansietas sering mengalami kesulitan memori. Amnesia psikogenik jika amnesia hanya pada satu periode tertentu, dan pada pemeriksaan tidak dijumpai defek pada recent memory.
4. Visuospasial
Kemampuan visuospasial dapat dievaluasi melalui kemampuan kontruksional seperti menggambar atau meniiru berbagai macam gambar (misal : lingkaran, kubus) dan menyusun balok-balok. Semua lobus berperan dalam kemampuan konstruksi ini tetapi lobus parietal terutama hemisfer kanan mempunyai peran yang paling dominan. Menggambar jam sering digunakan
(34)
untuk skrining kemampuan visuospasial dan fungsi eksekutif dimana berkaitan dengan gangguan di lobus frontal dan parietal.
Pasien diminta untuk menggambar jam berbentuk lingkaran kemudian dengan angkanya yang lengkap, jika gambar jam digambar terlalu kecil sehingga angka-angkanya tidak muat, hal ini mencermikan gangguan pada perencanaan. Jika terdapat neglek unilateral pasien menempatkan angka hanya pada satu sisi. Selanjutnya pasien diminta untuk menggambar jarum pada pukul 11:10. Pasien dengan gangguan fungsi eksekutif akan menunjuk jarum pada angka 10 dan 11.
5.Fungsi Eksekutif
Fungsi eksekutif adalah keampuan kognitif tinggi seperti cara berpikir dan kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan eksekusi diperankan oleh lobus frontal, tetapi pengalaman klinis menunjukkan bahwa semua sirkuit yang terkait dengan lobus frontal juga menyebabkan sindroma lobus frontal. Diperlukan atensi, bahasa, memori dan visuospasial sebagai dasar untuk menyusun kemampuan kognitif (Modul Neurobehavior, 2008).
Istilah penurunan kognitif sebenarnya menggambarkan perubahan kognitif yang berkelanjutan; beberapa dianggap masih dalam spektrum penuaan normal, sementara yang lainnya dimasukkan dalam ketegori gangguan ringan. Untuk menentukan gangguan fungsi kognitif, biasanya dilakukan penilaian terhadap satu domain atau lebih seperti memori, orientasi, bahasa, fungsi eksekutif dan praksis. Temuan dari berbagai peneltian klinis dan epidemiologis menunjukkan bahwa faktor biologis, perilaku, sosial dan
(35)
lingkungan dapat berkontribusi terhadap esiko penurunan fungsi kognitif (Plassman dkk, 2010).
II.2.2. Pengaruh Pendidikan Terhadap Fungsi Kognitif
Tingkat pendidikan yang rendah berhubungan dengan penurunan fungsi kognitif yang dapat terjadi lebih cepat dibandingkan dengan tingkat pendidikan yang tinggi. Diduga ada beberapa mekanisme yang mendasari proses ini yaitu : a. Hipotesis brain reverse, teori ini mengatakan bahwasannya tingkat
pendidikan dan penurunan fungsi kognitif karena usia saling berhubungan karena keduanya didasarkan pada potensi kognitif yang didapat sejak lahir.
b. Teori “use it or lose it”, teori mengatakan stimulus mental selama dewasa merupakan proteksi dalam melawan penurunan fungsi kognitif yang
prematur. Pendidikan pada awal kehidupan mempunyai pengaruh pada kehidupan selanjutnya jika seseorang tersebut terus melanjutkan pendidikan untuk menstimulasi mental yang diduga bermanfaat untuk neurokimia dan pengaruh struktur otak(Bosma Lee dkk 2003, Seeman dkk,2005)
Satu teori menjelaskan tentang synaptic reserve hypothesis, dimana orang yang berpendidikan tinggi mempunyai lebih banyak synaps di otak dibanding orang yang berpendidikan rendah. Ketika synap tersebut rusak karena ada proses penyakit Alzheimer maka synap yang lain akan menggantikan tempat yang rusak tadi. Teori ini berhubungan dengan cognitive reserve hypothesis dimana orang yang beredukasi memiliki lebih banyak sinaps
(36)
pada otak dan mampu melakukan mengkompensasi dengan baik terhadap hilangnya suatu kemampuan dengan menggunakan strategi alternative pada tes yang didapati selama pelatihan selama pendidikan, dengan demikian dapat diasumsikan orang yang berpendidikan tinggi menurun fleksibilitas ini dalam
test-taking strategy (Dash dkk, 2005).
Suatu studi yang dilakukan oleh Bennett dkk (2003) untuk mengetahui hubungan antara tingkat edukasi formal dan patologi AD. Ternyata dijumpai adanya bukti yang kuat antara senile plaque dan level fungsi kognitif yang berbeda berdasarkan tingkat edukasi formal.
Studi yang dilakukan oleh Seeman dkk (2005) menyimpulkan bahwasannya semakin tinggi pendidikan penderita Alzheimer maka semakin cepat penurunan fungsi kognitif. Hipotesis cognitive reserve (CR) dapat menjelaskan hal ini. Hipotesis ini menjelaskan bahwa ada perbedaan individu dalam kemampuan mengatasi patologis penyakit Alzheimer. Substrat neural dari CR dapat mengambil bentuk dari jumlah yang besar dari sinaps atau neuron yang sehat saat yang lainnya dipengaruhi proses patologis Alzheimer. Sehingga penyakit Alzheimer pada tingkat pendidikan tinggi baru bermanifestasi secara klinis setelah kelainan patologi otak cukup parah (patologis di otak yang berpendidikan tinggi lebih berat dari yang berpendidikan rendah saat penyakit Alzheimer terdeteksi). Dan pada saat patologis otak sudah berat dan meluas, substrat neural yang mengkompensasi tersebut tidak lagi tersedia dan penurunan fungsi kognitif yang cepat terjadi.
(37)
II.2.3. Pengaruh Aktivitas Fisik Terhadap Fungsi Kognitif
Beberapa hipotesis yang menjelaskan tentang mekanisme yang mendasari hubungan antara aktivitas fisik dan fungsi kognitif masih belum dapat dipahami. Aktivitas fisik memperlihatkan dapat mempertahankan aliran darah otak dan mungkin juga meningkatkan persediaan nutrisi otak. Selain itu kegiatan aktivitas fisik juga diyakini untuk memfasilitasi metabolisme neurotransmiter, dapat juga memicu perubahan aktivitas molekuler dan seluler yang mendukung dan menjaga plastisitas otak. Bukti dari suatu studi hewan telah menunjukkan bahwa aktivitas fisik berhubungan dengan seluler, molekul dan perubahan neurokimia. Pengaruh yang diamati berhubungan dengan peningkatan vaskularisasi di otak, peningkatan level dopamin, dan perubahan molekuler pada faktor neutropik yang bermanfaat sebagai fungsi
neuroprotective (Singh-Manoux dkk.2005; Hernandez dkk, 2010). Selain itu aktivitas fisik juga diduga menstimulasi faktor tropik dan neuronal growth yang kemungkinan faktor-faktor ini yang menghambat penurunan fungsi kognitif dan demensia (Yaffe dkk,2001).
Pada exercise beberapa sistem molekul yang dapat berperan dalam hal yang bermanfaat pada otak. Faktor-faktor neurotrofik kebanyakan yang berperan dalam efek yang bermanfaat tersebut. Faktor neurotrofik itu terutama BDNF, karena dapat meningkatkan ketahanan dan pertumbuhan beberapa tipe dari neuron, meliputi neuron glutamanergik. BDNF berperan sebagai mediator utama dari efikasi sinaptik, penghubungan sel saraf dan plastisitas sel saraf (Cotman dkk, 2002) (Gambar 1).
(38)
Diduga bahwa response neurotorphin yang diperantarai exercise
mungkin terbatas pada sistem motorik, sensorik, dari otak, seperti serebellum, area korteks primer antara lain basal ganglia. Hasil yang dijumpai pada suatu penelitian beberapa hari setelah voluntany tral-runing dilakukan, mengingatkan kadar dari BDNF mRNA di hipokampus, struktur higly plastic yang secara normal berkaitan dengan fungsi kognitif dibandingkan aktifitas motorik. Perubahan kadar mRNA dijumpai di neuron, terutama di girus dentatus, hilus, dan regio CA3. Peningkatan terjadi dalam beberapa hari pada tikus jantan dan betina, menetap sampai beberapa minggu selama latihan dan bersamaan dengan peningkatan jumlah protein BDNF(Cotman dkk, 2002) .
Meskipun faktor-faktor neurotrofik lain seperti NGF & FGF-2 juga diindukasi di hipokampus sebagai respon pada latihan, peningkatannya hanya sesaat dan kurang jelas/nyata dibanding BDNF, ini menunjukkan bahwa BDNF merupakan kandidat yang lebih baik dalam memediasi manfaat jangka panjang dari exercise pada otak (Cotman dkk, 2002) .
(39)
Gambar 1. Peranan BDNF dalam memediasi Exercise
Dikutip dari : Cotman C. W, Berchtold N. C. 2002. Exercise: A Behavior Intervention To Enhance Brain Health and Plasticity. TRENDS in Neurosciences. 25(6):295-300
Aktivitas fisik kemungkinan menpertahankan kesehatan vaskular otak dengan menurunkan tekanan darah, meningkatkan profil lipoprotein, mendukung produksi endotel nitrat oksidasi dan memastikan perfusi otak cukup.Demikian pula, muncul bukti hubungan antara insulin dan amiloid menunjukkan bahwa manfaat aktivitas aerobik pada resistensi insulin dan
glukosa intolerance, mungkin ini merupakan mekanisme yang lain dimana aktivitas fisik dapat mencegah atau menunda penurunan fungsi kognitif (Weuve dkk, 2004).
Power, 2006 menjelaskan bahwa ada 3 mekanisme yang dapat menjelaskan manfaat pendidikan, exercise dan lingkungan yaitu
(40)
angiogenesesis pada otak, perubahan synaptic reverse dan menghilangkan penumpukan amiloid.
Suatu studi menjelaskan bahwasannya ada beberapa faktor yang mempengaruhi exercise terhadap fungsi kognitif : exercise menyebabkan hipertrofi hipokampus yang nantinya akan memiliki fungsi preventif terhadap degenerasi neuronal; exercise juga dapat menyebabkan produksi faktor pertumbuhan seperti BDNF yang telah diketahui untuk memperbesar neurogenesis dan efek positif terhadap kognitif; exercise juga dapat menyebabkan respon terhadap BDNF, neurogenesis dan fungsi kognitif melalui IGF-1; exercise tersebut juga berhubungan dengan inflamasi dimana kontraksi otak memproduksi IL6, IL8, IL15, TNF α yang selanjutnya mempengaruhi fungsi kognitif. Klotho protein/gen dapat dipengaruhi aktivitas fisik melalui faktor pertumbuhan seperti IGF-1 dimana efek klotho pada otak tampak seperti neuroprotektif dan mencegah kehilangan neuron dopaminergik dalam substansia nigra. Dan yang terakhir exercise yang diperantarai oleh produksi IGF-1 meregulasi kadar β amiloid melalui peningkatan clearance plexus choroideus (Foster dkk, 2011) (Gambar 2).
(41)
Gambar 2. Mekanisme Exercise mempengaruhi growth factor, klotho,
myokines dan pengaruhnya pada otak
Dikuti dari : Foster P. P, Rosenblatt K. P, Kuljiš R. O. 2011 . Exercise Induced Cognitive Plasticity, Implications For Mild Cognitive Impairment And Alzheimer’s Disease. Frontiers In Neurology Dementia:2:(28):1-10
II.3. LANJUT USIA II.3.1. Definisi
Lanjut usia adalah dimana individu yang berusia di atas 60 tahun yang pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi. Sedangkan menurut United National (UN) menyetujui bahwa usia 60 merupakan cuttof untuk usia tua pada populasi tua
(42)
(WHO,2010;Definition of an older or elderly person: Assosiasi Alzheimer Indonesia).
Undang-undang Depkes RI , No. 4 tahun 1965 menjelaskan bahwa seseorang dikatakan sebagai lanjut usia setelah yang bersangkutan mencapai umur 55 tahun ke atas, tidak mampu mencari nafkah sendiri dan memenuhi kebutuhan hidup sendiri dan juga menerima nafkah. Sedangkan WHO dalam depkes RI mempunyai batasan usia lanjut sebagai berikut: middle / young elderly usia antara 45-59 tahun, elderly usia antara 60-74 tahun, old usia antara 75-90 tahun dan dikatakan very old berusia di atas 90 tahun (Aging process 2010).
II.4. INSTRUMENT
II.4.1. Mini Mental State Examination (MMSE)
Pemeriksaan status mental mini Folstein (Mini Mental State Examination: MMSE) adalah test yang paling sering dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi. Nilai di bawah 27 dianggap abnormal dan mengindikasikan gangguan kognisi yang signifikan pada penderita berpendidikan tinggi. Penyandang d engan pendidikan yang rendah dengan nilai MMSE paling rendah 24 masih dianggap normal, namun nilai yang rendah ini mengidentifikasikan resiko untuk demensia (Asosiasi Alzheimer Indonesia 2003).
Pada penelitian Crum R.M (1993) diperoleh median skor MMSE 29 pada kelompok usia 18-24 tahun, median skor 25 pada kelompok usia > 80 tahun,
(43)
serta diperoleh data median skor 29 untuk kelompok dengan lama masa pendidikan >9 tahun, median skor 26 untuk kelompok dengan lama masa pendidikan 5-8 tahun dan median 22 untuk kelompok dengan lama masa pendidikan 0-4 tahun.
II.4.2. Addenbrookes’s Cognitive Examination (ACE)
Addenbrookes’s Cognitive Examination adalah suatu instrument yang digunakan untuk mendeteksi demensia yang sensitif dan spesifik, dimana menggabungkan antara MMSE ,memperluas memori, bahasa, dan komponen visuospatial dan menambahkan tes kefasihan lisan (Bayer dkk, 2004).
ACE ini mampu membedakan demensia termasuk penyakit Alzheimer dan frontotemporal demensia (FTD). ACER membutuhkan waktu antara 12 dan 20 menit (rata-rata 16 menit) untuk mengelola dan skor dalam setting klinis. ACER ini berisi 5 sub-skor, masing-masing mewakili satu kognitif/domain yaitu perhatian /orientasi (18 poin), memori (26 poin), kelancaran (14 poin), bahasa (26 poin)dan visuospatial (poin 16). ACER skor maksimum adalah 100. Untuk penilaian ACER mempunyai cut-off 88 dan 82 diidentifikasi berdasarkan perhitungan sensitivitas,spesifisitas dan nilai prediksi positif (PPV) ditingkat prevalensi yang berbeda. Jika nilai verbal+language/orientasi+memori (VLOM ratio) < 2,2 menunjukan frontotemporal demensia (FTD) dan VLOM ratio > 3,2 menunjukan suatu demensia Alzheimer (Mioshi dkk, 2006; Bier dkk, 2004).
(44)
The General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ) adalah suatu instrument screening yang telah divalidasi yang dapat digunakan untuk menilai pencegahan primer. Instrument ini digunakan pada orang dewasa untuk melihat level aktivitas fisik, yang terdiri dari pertanyaan yang simpel yang berisi tentang 4 level Physical Activity Index (PAI) dengan kategori Active, Moderately Active, Moderately Inactive, dan Inactive. Instrument ini juga memberikan informasi kepada dokter ketika ada peningkatan aktivitas fisik yang tidak sesuai. Jika semua pasien mempunyai score dibawah active maka perlu diberi dukungan untuk merubah kebiasaan agar lebih meningkatkan aktivitas fisik (The General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ), 2009).
Level Physical Activity Index (PAI) yang terdiri dari :
1. In Active : Pekerjaan yang harus duduk terus, tanpa gerak badan atau bersepeda
2. Moderately Active : Pekerjaan yang harus duduk terus, tetapi kurang dari 1 jam; badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU pekerjaan yang harus berdiri terus tanpa gerak badan atau bersepeda
3. Moderately Inactive : Pekerjaan yang harus duduk terus dan 1 sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang harus berdiri terus tetapi kurang dari 1 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang membutuhkan fisik tanpa gerak badan atau bersepeda
4. Active : Pekerjaan yang harus duduk terus dan lebih dari 3 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang harus berdiri terus dan 1 sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda per
(45)
minggu ATAU Pekerjaan yang membutuhkan fisik, sedikit tetapi lebih dari 1 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang memerlukan tenaga berat.
(46)
2.5. KERANGKA TEORI
Aktivitas Fisik
Wueve dkk, 2004: hubungan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif diduga melaui pemeliharaan vaskularisasi otak melalui penurunan tekanan darah, memperbaiki lipoprotein, menghasilkan
endothelial nitric oxide dan perfusi serebral yang adekuat
synaptic reserve hypothesis
Bennett dkk, 2003: dijumpai adanya bukti yang kuat antara senile plaque dan level fungssi kognitif yang berbeda berdasarkan tingkat edukasi formal
Mental stimulation
Dash dkk, 2005: orang yang beredukasi memiliki lebih banyak sinaps pada otak dan mampu untuk mengkompensasi dengan baik terhadap hilanganya suatu kemampuan dengan strategi alternative pada test-taking srategy
Powers, R.E., 2006: Aktivitas fisik diduga meningkatkan produksi neural, proliferasi glial, produksi faktot tropik dan meningkatkan neurotransmitter serta dapat menurunkan atau menghilangkan penumpukan amiloid pada otak
synaptic reserve
Vaskularisasi
FUNGSI KOGNITIF
Yaffe dkk, 2001: aktivitas fisik menstimulasi faktor tropik dan neuronal growth yang diduga dapat mencegah penurunan kognitif dan demensia
Penumpukan amiloid otak
Lambourne, K., 2006: exercise memiliki hubungan dengan kapasitas working memory pada dewasa muda
Lee dkk, 2003: pendidikan sejak dini memiliki efek langsung pada struktur otak melalui peningkatan jumlah sinaps atau vaskularisasi dan membentuk cognitive reserve, serta efek stimulasi mental pada usia tua dimana dapat mempengaruhi neurokemikal
Angiogenesis
(47)
2.6. KERANGKA KONSEPSIONAL
AKTIVITAS FISIK
TINGKAT PENDIDIKAN
FUNGSI KOGNITIF
(48)
BAB III
METODE PENELITIAN
III.1. TEMPAT DAN WAKTU
Penelitian dilakukan di Kelurahan Darat Kecamatan Medan Baru dari tanggal Agustus 2010 s/d 28 Februari 2011.
III.2. SUBJEK PENELITIAN
Subjek penelitian diambil dari populasi usia tua di Kelurahan Darat Kecamatan Medan Baru dengan penentuan subjek penelitian dilakukan menurut metode purposive non probability.
III.2.1. Populasi Sasaran
Semua populasi yang tinggal di Kelurahan Darat Kecamatan Medan
Baru.
III.2.2. Populasi Terjangkau
Semua populasi yang tinggal di Kelurahan Darat Kecamatan Medan Baru yang berusia lanjut.
III.2.3. Besar Sampel
Ukuran sampel dihitung menurut rumus (Sastroasmoro, 2007) n = ( Zα√PoQo + Zβ √PaQa )2
(Pa-Po)2
(49)
Dimana :
Zα = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung nilai yang telah ditentukan (α = 0,05 Zα = 1.96)
Zβ = nilai baku normal dari table Z yang besarnya tergantung nilai β yang telah ditentukan (β = 0,05 Zβ = 1.96)
Po = proporsi yang mengalami gangguan fungsi kognitif = 0,156 (Yaffe dkk , 2001)
Qo = 1-Po = 0,844
Pa = proporsi yang mengalami gangguan fungsi kognitif pada saat ini = 0,256 (Laurin dkk, 2001)
Qa = 1-Pa = 0,744
Pa-Po = beda proporsi yang bermakna = 20%
n = ( 1,96 √0,156.0,844 + 1,96 √0,256.0,744 )2
(0,256-0,156)2 n = 40 orang
Dibutuhkan sampel minimal sebesar 40 orang
III.2.4. Kriteria Inklusi
1. Subjek yang berusia lanjut
2. Subjek yang bisa membaca dan menulis
3. Memberikan persetujuan untuk ikut serta dalam penelitian ini
III.2.5 Kriteria Eksklusi
(50)
2. Subjek dengan lesi otak (stroke, tumor, infeksi, trauma, demensia, parkinson)
3. Subjek peminum alkohol kronis 4. Subjek penderita depresi 5. Subjek penderita epilepsi
6. Subjek dengan riwayat hipertensi
7. Subjek dengan riwayat diabetes melitus 8. Subjek dengan riwayat kolesterol
9. Subjek dengan retardasi mental
III. 3. BATASAN OPERASIONAL
III.3.1. Lanjut usia adalah individu yang berusia di atas 60 tahun yang pada umumnya memiliki tanda-tanda terjadinya penurunan fungsi-fungsi biologis, psikologis, sosial, ekonomi dan UN menyetujui bahwa lanjut usia dengan cuttof 60 tahun. (WHO,2010;Definition of an older or elderly person: Assosiasi Alzheimer Indonesia)
III.3.2. Fungsi Kognitif . Kognitif berasal dari bahasa Latin, yaitu cognitio yang artinya adalah berpikir. Hal ini merujuk kepada kemampuan seseorang dan mengerti dunianya, yang dicapai dari sejumlah fungsi yang kompleks termasuk orientasi terhadap waktu, tempat dan individu; kemampuan aritmatika; pikiran abstrak; kemampuan fokus untuk berpikir logis (Pincus dkk, 2004)
III.3.3. Tingkat Pendidikan adalah tahapan pendidikan yang ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik. Tingkat pendidikan
(51)
dibagi atas 3 yaitu pendidikan dasar (selama 9 tahun), pendidikan menengah,pendidikan tinggi (misal program sarjana, magister, doktor, spesialis yang diselanggarakan oleh perguruan tinggi). (Sistem Pendidikan Nasional)
III.3.4. Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Aktifitas fisik yang tidak ada (kurangnya aktivitas fisik) merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis, dan secara keseluruhan diperkirakan menyebabkan kematian secara global. ( WHO, 2010; Physical Activity. In Guide to Community Preventive Services Web site, 2008).
III.3.5. Gangguan kesadaran adalah kehilangan kemampuan untuk merasakan dan membalas stimulus yang berasal dari lingkungan luar. (Thefree dictionary, 2011)
III.3.6. Lesi otak adalah kerusakan otak yang disebabkan oleh trauma atau penyakit (trauma kapitis, stroke, infeksi, tumor, demensia, parkinson) (Web MD,2011)
III.3.7. Penderita Hipertensi adalah penderita dengan tekanan darah sistol
≥140 mmHg dan tekanan darah diastol ≥ 90 mmHg (National High Blood Pressure Education Program, 2003).
III.3.8. Penderita Diabetes melitus (DM) adalah suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya (PERKENI, 2006).
(52)
III.3.9. Pengguna alkohol kronis adalah seseorang yang memiliki kebiasaan dan ketergantungan meminum zat alkohol (The free dictionary, 2011).
III.3.10. Retardasi mental adalah seseorang yang memiliki keterbatasan dalam fungsi mental, dan juga keterbatasan keterampilan berkomunikasi, mengurus diri sendiri dan bersosialisasi (Medicine Net, 2011).
III.3.11. Penderita depresi adalah penderita dengan gangguan mood, hilangnya rasa ketertarikan atau perasaan senang, adanya perasaan bersalah, atau rasa tidak berharga, gangguan tidur, tidak bersemangat dan sulit berkosentrasi (World Health Organization (WHO), 2011)
III.3.12. Mini Mental State Examination adalah test yang paling sering dipakai saat ini, penilaian dengan nilai maksimal 30 cukup baik dalam mendeteksi gangguan kognisi, menetapkan data dasar dan memantau penurunan kognisi. Untuk MMSE nilai 24-30 adalah normal, nilai 17-23 adalah probable gangguan kognitif dan nilai 0-16 adalah definite gangguan kognitif. (Asosiasi Alzheimer Indonesia.2003)
III.3.13. Addenbrookes’s Cognitive Examination (ACE) adalah suatu instrument yang digunakan untuk mendeteksi demensia yang sensitive dan spesifik, dimana menggabungkan antara MMSE, memperluas memori, bahasa, dan komponen visuospatial dan menambahkan tes kefasihan lisan. Penilaian pada ACER digunakan cuttoff 82 (Bayer dkk, 2004).
III.3.14. The General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ)
(53)
level aktivitas fisik, yang terdiri dari pertanyaan yang simpel yang berisi tentang 4 level Physical Activity Index (PAI) dengan kategori Level Physical Activity Index (PAI) yang terdiri dari : Inactive
(Pekerjaan yang harus duduk terus, tanpa gerak badan atau bersepeda); Moderately Inactive (Pekerjaan yang harus duduk terus, tetapi kurang dari 1 jam; badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU pekerjaan yang harus berdiri terus tanpa gerak badan atau bersepeda); Moderately Active (Pekerjaan yang harus duduk terus dan 1 sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang harus berdiri terus tetapi kurang dari 1 jam badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang membutuhkan fisik tanpa gerak badan atau bersepeda); Active
(Pekerjaan yang harus duduk terus dan lebih dari 3 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang harus berdiri terus dan 1 sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang membutuhkan fisik, sedikit tetapi lebih dari 1 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang memerlukan tenaga berat). (The General Practice Physical ActivityQuestionnaire (GPPAQ). 2009)
III.4. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan metode pengambilan data secara cross sectional dengan sumber data primer diperoleh dari populasi usia tua di Kelurahan Darat Kecamatan Medan Baru.
(54)
a. Studi observasional dilakukan untuk memperoleh gambaran karakteristik subjek penelitian (demografi, tingkat pendidikan,aktivitas fisik, nilai MMSE dan nilai ACER)
b. Studi korelasi dilakukan untuk mengetahui hubungan antara MMSE dan ACER pada populasi usia tua dengan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik
III.5. PELAKSANAAN PENELITIAN III.5.1. Instrumen
III.5.1.1. Mini Mental State Examination:
Digunakan untuk menyingkirkan adanya gangguan kognitif. Tes ini terdiri dari 11 pertanyaan yang bertujuan untuk menilai fungsi kognitif pada orang dewasa. Skor mulai dari 0 sampai dengan 30. Skor dibawah 24 menunjukkan gangguan fungsi kognitif. Tes ini merupakan indikator yang sangat kuat untuk demensia (Encyclopedia of mental disorders, 2011).
III.5.1.2. Addenbrookes’s Cognitive Examination
Suatu instrument yang digunakan untuk mendeteksi demensia yang sensitive dan spesifik, dimana menggabungkan antara MMSE, memperluas memori, bahasa, dan komponen visuospatial dan menambahkan tes kefasihan lisan.Kuisioner ACER merupakan pertanyaan yang mempunyai 5 sub-skor, masing-masing mewakili satu kognitif/domain perhatian /orientasi (18 poin), memori (26 poin), kelancaran (14 poin), bahasa (26 poin)dan visuospatial (poin 16). ACE-R skor maksimum adalah 100. Untuk penilaian ACE-R mempunyai cut-off 88 dan 82 diidentifikasi berdasarkan perhitungan sensitivitas,spesifisitas
(55)
dan nilai prediksi positif (PPV) ditingkat prevalensi yang berbeda (Mioshi dkk, 2006, Bier dkk, 2004).
III.5.1.3. The General Practice Physical Activity Questionnaire (GPPAQ)
Instrument yang digunakan pada orang dewasa untuk melihat level aktivitas fisik, yang terdiri dari pertanyaan yang simpel yang berisi tentang 4 level Physical Activity Index (PAI) dengan kategori Level Physical Activity Index
(PAI) yang terdiri dari : Inactive (Pekerjaan yang harus duduk terus, tanpa gerak badan atau bersepeda); Moderately Inactive (Pekerjaan yang harus duduk terus, tetapi kurang dari 1 jam; badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU pekerjaan yang harus berdiri terus tanpa gerak badan atau bersepeda);
Moderately Active (Pekerjaan yang harus duduk terus dan 1 sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang harus berdiri terus tetapi kurang dari 1 jam badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang membutuhkan fisik tanpa gerak badan atau bersepeda);
Active (Pekerjaan yang harus duduk terus dan lebih dari 3 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang harus berdiri terus dan 1 sampai 2,9 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang membutuhkan fisik, sedikit tetapi lebih dari 1 jam gerak badan dan/atau bersepeda per minggu ATAU Pekerjaan yang memerlukan tenaga berat) (The General Practice Physical ActivityQuestionnaire (GPPAQ). 2009).
(56)
III.5.2 Pengambilan Sampel
Semua populasi usia tua di Kelurahan Darat Medan Baru yang memenuhi kriteria inklusi dan dan tidak ada kriteria eksklusi dan dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif dan aktivitas fisik dengan mengisi kuisoner yang diberikan oleh pemeriksa.
III.5.3. Kerangka Operasional
a.
b. Variabel yang diamati
Variabel bebas : pendidikan, aktivitas fisik, usia lanjut Variabel terikat :
Subjek
Kriteris Inklusi Kriteria Ekslusi
Surat persetujuan ikut penelitian
Pemeriksaan :
1. Level pendidikan
2. Aktivitas fisik The General Practice Physical Activity
Questionnaire (GPPAQ)
3. Fungsi kognitif :
- Mini Mental State Examination
- Addenbrookes’s Cognitive Examination
Analisa Hasil
III.5.4. Variabel yang diamati
Variabel bebas : tingkat pendidikan, aktivitas fisik Variabel terikat : fungsi kognitif (MMSE dan ACER)
(57)
III.5.5. Analisa Statistik
Data hasil penelitian akan dianalisa secara statistik dengan bantuan program komputer Windows SPSS-15.
Analisa dan penyajian data dilakukan sebagai berikut :
1. Analisi deskriptik digunakan untuk melihat karakteristik demografi, tingkat pendidikan, aktivitas fisik dan nilai fungsi kognitif (MMSE dan ACER) 2. Untuk melihat hubungan tingkat pendidikan terhadap fungsi kognitif
digunakan uji ANOVA
3. Untuk melihat hubungan aktivtias fisik terhadap fungsi kognitif menggunakan uji ANOVA
(58)
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
IV.1. HASIL PENELITIAN
IV.1.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Darat Kota Medan pada periode Agustu 2010 sampai dengan Januari 2011 dengan jumlah sampel sebanyak 40 orang dari populasi lanjut usia yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sehingga dapat diikutkan dalam penelitian.
Dari 40 orang populasi lanjut usia yang dianalisa, terdiri dari 18 pria (45%) dan 22 (55 %) wanita. Dari rentang usia, kelompok usia terbanyak adalah kelompok antara 60-69 tahun sebanyak 30 orang (75%). Sedangkan yang paling sedikit adalah kelompok usia ≥ 80 tahun (10%).
Dari 40 orang subjek penelitian, suku terbanyak adalah suku Jawa yaitu 19 orang (47,5%) dan yang paling sedikit adalah Nias yaitu 2 orang (5%). Dari status pekerjaan, pensiunan pns merupakan pekerjaan terbanyak dari sampel penelitian ini yaitu sebanyak 14 orang (35%).
Berdasarkan tingkat pendidikan, yang terbanyak adalah kelompok SLTP sebanyak 10 orang (25%) dan yang paling sedikit adalah kelompok tidak sekolah sebanyak 5 orang (12,5%).
Dari seluruh subjek penelitian, sebanyak 7 orang (17,5%) memiliki aktivitas fisik inactive, 13 orang (32,5%) memiliki aktivitas fisik moderately inactive, 14 orang (35%) memiliki aktivitas fisik moderately active dan sebanyak
(59)
6 orang (15%) memiliki aktivitas fisik active). Data lengkap karakteristik subjek penelitian ini disajikan dalam tabel 1.
Tabel 1. Karakteristik Subjek Penelitian
Karakteristik Sampel N (40) %
Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan Kelompok Usia 60-69 tahun 70-79 tahun
≥ 80 tahun Suku Melayu Jawa Mandailing Batak Aceh Karo Nias Pekerjaan Wiraswasta Pegawai Swasta Pensiunan PNS Ibu Rumah Tangga Dll Tingkat Pendidikan Tidak Sekolah SD SLTP SLTA Sarjana Aktivitas Fisik Inctive Moderately Inactive Moderately Active Active 18 22 30 6 4 3 19 4 3 5 4 2 5 2 13 13 7 5 9 10 7 9 7 13 14 6 45.0 55.0 75.0 15.0 10.0 7.5 47.5 10.0 7.5 12.5 10.0 5.0 12.5 5.0 32.5 32.5 17.5 12.5 22.5 25.0 17.5 22.5 17.5 32.5 35.0 15.0
IV.1.2. Rerata Nilai Fungsi Kognitif
Dari hasil pemeriksaan fungsi kognitif, didapat nilai rerata dan standard deviation (SD) pada seluruh subjek adalah untuk nilai MMSE 24,80 ± 2,963 dan untuk nilai ACER 77,50 ± 1,950 (tabel 2).
(60)
Tabel 2. Rerata Nilai Fungsi Kognitif
Nilai Mean ± SD Rentang
Fungsi Kognitif MMSE ACER
24.80±2.963 77.50±10.950
18-29 49-93
IV.1.3. Distribusi Rerata Nilai Fungsi Kognitif Berdasarkan Variabel
IV.1.3.1. Rerata Nilai MMSE berdasarkan Variabel
Berdasarkan jenis kelamin sampel penelitian, nilai rerata MMSE yang tertinggi terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu 25,50 ± 2,175. Hasil analisa ini menggunakan uji ANOVA yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai MMSE berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian (p=0,147). Berdasarkan umur sampel penelitian, nilai rerata MMSE yang tertinggi dijumpai pada kelompok usia 60-69 tahun yaitu 25,40±2,634. Hasil analisa ini menggunakan uji ANOVA yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai MMSE berdasarkan kelompok usia subjek penelitian (p=0,001). Berdasarkan suku, nilai rerata MMSE tertinggi dijumpai pada suku Nias yaitu 27,00 ± 2,828 dan terendah pada suku Jawa yaitu 23,95 ± 3,100. Analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai MMSE berdasarkan suku subjek penelitian (p=0,351). Berdasarkan pekerjaan, nilai rerata MMSE yang tertinggi dijumpai pada pegawai swasta yaitu 27,00±2,828 dan terendah pada pekerjaan lainnya yaitu 22,86 ± 4,451. Analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA
(61)
menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai MMSE berdasarkan pekerjaan subjek penelitian (p=0,235) (tabel 3).
Tabel 3. Distribusi rerata nilai MMSE berdasarkan variabel
* uji ANOVA, p< 0,05
MMSE
Variabel N Mean±SD P
Jenis Kelamin
Laki-laki Perempuan
18
22 25.50±2.175 24.18±3.404
0.147
Umur
60-69 tahun 70-79 tahun
≥ 80 tahun
30 6 4 25.40±2.634 25.00±1.789 20.00±2.708 0.001* Suku Melayu Jawa Mandailing Batak Aceh Karo Nias 3 19 4 3 5 4 2 25.00±1.000 23.95±3.100 26.50±2.380 24.00±4.359 26.80±1.482 24.00±3.464 27.00±2.828 0.351 Pekerjaan Wiraswasta Pegawai Swasta Pensiunan PNS Ibu Rumah Tangga Dll 5 2 13 13 7 24.60±3.286 27.00±2.828 25.77±1.833 24.62±2.631 22.86±4.451 0.235
(62)
IV.1.3.2. Rerata Nilai ACER berdasarkan Variabel
Berdasarkan jenis kelamin sampel penelitian, nilai rerata ACER yang tertinggi terdapat pada jenis kelamin laki-laki yaitu 80,72 ± 8,884. Hasil analisa ini menggunakan uji ANOVA yang menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai ACER berdasarkan jenis kelamin subjek penelitian (p=0,093). Berdasarkan umur sampel penelitian, nilai rerata ACER yang tertinggi dijumpai pada kelompok usia 60-69 tahun yaitu 80,13±8,093. Hasil analisa ini menggunakan uji ANOVA yang menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai ACER berdasarkan kelompok usia subjek penelitian (p=0,001). Berdasarkan suku, nilai rerata ACER tertinggi dijumpai pada suku Aceh yaitu 87,00 ± 3,808 dan terendah pada suku Karo yaitu 71,25 ± 10,720. Analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai ACER berdasarkan suku subjek penelitian (p=0,252). Berdasarkan pekerjaan, nilai rerata ACER yang tertinggi dijumpai pada pegawai swasta yaitu 89,50±4,950 dan terendah pada pekerjaan lainnya yaitu 68,86±13,789. Analisa statistik dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai ACER berdasarkan pekerjaan (p=0,018) subjek penelitian (tabel 4).
(63)
Tabel 4. Distribusi rerata nilai ACER berdasarkan variabel
* uji ANOVA, p< 0,05
ACER N Mean±SD P Jenis Kelamin Laki-laki Perempuan 18
22 80.27±8.884 74.86±11.942
0.093
Umur
60-69 tahun 70-79 tahun
≥ 80 tahun
30 6 4 80.13±8.098 77.17±9.453 58.25±14.592 0.001* Suku Melayu Jawa Mandailing Batak Aceh Karo Nias 3 19 4 3 5 4 2 80.33±8.165 74.74±11.095 82.00±8.165 75.00±19.079 87.00±3.808 71.25±10.720 83.00±5.657 0.252 Pekerjaan Wiraswasta Pegawai Swasta Pensiunan PNS Ibu Rumah Tangga Dll 5 2 13 13 7 72.80±9.680 89.50±4.950 83.00±6.916 76.62±10.153 68.86±13.789 0.018*
(64)
IV. 1. 4 Hubungan Tingkat Pendidikan dan Aktivitas Fisik dengan Fungsi Kognitif
IV. 1. 4. 1 Hubungan Tingkat Pendidikan dengan MMSE
Berdasarkan tingkat pendidikan, nilai MMSE yang tertinggi dijumpai pada subjek penelitian tamatan SLTA yaitu 27,14 ± 1,069 dan terendah pada subjek penelitian yang tidak sekolah yaitu 20,20 ± 2,387. Hasil analisa ini diperoleh dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara MMSE dan tingkat pendidikan subjek penelitian (p=0,0001) (tabel 5 dan gambar 3).
Tabel 5. Hubungan Tingkat Pendidikan dan MMSE
* uji ANOVA, p< 0,05
MMSE
N Mean±SD P
Tingkat Pendidikan
Tidak sekolah SD SLTP
SLTA
Sarjana
5 9 10
7 9
20.20±2.387 22.56±1.878 26.00±1.826 27.14±1.069 26.44±1.810
(65)
Gambar 3. Grafik hubungan tingkat pendidikan dengan nilai MMSE
IV. 1. 4. 2 Hubungan Aktivitas Fisik dengan MMSE
Berdasarkan aktivitas fisik, nilai MMSE yang tertinggi dijumpai pada subjek penelitian moderately active yaitu 26,71 ± 1,858 dan terendah pada subjek penelitian yang inactive yaitu 21,00 ± 3,464. Hasil analisa ini diperoleh dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara MMSE dan aktivitas fisik subjek penelitian (p=0,0001) (tabel 6 dan gambar 4)
(66)
Tabel 6. Hubungan Aktivitas Fisik dan MMSE
* uji ANOVA, p< 0,05
MMSE
N Mean±SD P
Aktivitas Fisik
Inactive
Moderately Inactive Moderately Active Active
7 13 14 6
21.00±3.464 24.00±1.683 26.71±1.858 26.50±1.643
0.0001*
Gambar 4. Grafik hubungan aktivitas fisik dengan nilai MMSE
(67)
Berdasarkan tingkat pendidikan, nilai ACER yang tertinggi dijumpai pada subjek penelitian sarjana yaitu 86,11 ± 4,314 dan terendah pada subjek penelitian yang tidak sekolah yaitu 56,40 ± 8,743. Hasil analisa ini diperoleh dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan rerata nilai MMSE berdasarkan tingkat pendidikan subjek penelitian (p=0,0001) (tabel 7 dan gambar 5).
Tabel 7. Hubungan Tingkat Pendidikan dan ACER
* uji ANOVA, p< 0,05
ACER
N Mean±SD P
Tingkat Pendidikan
Tidak sekolah SD SLTP
SLTA Sarjana
5 9 10
7 9
56.40±8.743 69.89±3.100 85.50±4.249 84.14±2.116 86.11±4.314
(68)
(69)
IV. 1. 4. 4 Hubungan Aktivitas Fisik dengan ACER
Berdasarkan aktivitas fisik, nilai ACER yang tertinggi dijumpai pada subjek penelitian moderately active yaitu 84.14 ± 6.249 dan terendah pada subjek penelitian yang inactive yaitu 64,14 ± 13,910. Hasil analisa ini diperoleh dengan menggunakan uji ANOVA menunjukkan terdapat hubungan yang signifikan antara ACER dan aktivitas fisik subjek penelitian (p=0,0001) (tabel 8 dan gambar 6).
Tabel 8. Hubungan Aktivitas Fisik dan ACER
* uji ANOVA, p< 0,05
ACER
N Mean±SD P
Aktivitas Fisik
Inactive
Moderately Inactive Moderately Active Active
7 13 14 6
64.14±13.910 74.62±8.047 84.14±6.249 83.83±1.725
(70)
Gambar 6. Grafik hubungan aktifitas fisik dengan nilai ACER
IV.2. PEMBAHASAN
Penelitian ini merupakan penelitian cross sectional dengan tujuan untuk melihat gambaran dan hubungan tingkat pendidikan dan aktivitas fisik dengan fungsi kognitif.
Pada penelitian ini sampel penelitian yang berusia lanjut serta memenuhi kriteria inklusi dan ekslusi dilakukan pemeriksaan fungsi kognitif dan aktivitas fisik dengan mengisi kuisoner yag diberikan oleh pemeriksa.
(71)
IV.2.1. Karakteristik Subjek Penelitian
Pada penelitian ini subjek penelitian adalah sebanyak 40 orang, dimana dijumpai lebih banyak wanita dibandingkan pria, yaitu 55 % (n=22) wanita dan 45 % (n=18) pria. Studi dari Laurin dkk, 2001 terdapat 4615 subjek, dengan 1831 wanita (39,7%) dan 2784 pria (61,3%).
Rerata usia subjek pada penelitian ini adalah 65,83 7,005 tahun dengan rentang usia 60 tahun hingga 84 tahun, dimana kelompok usia terbanyak adalah 60-69 tahun yaitu 30 orang (75%). Studi dari Mathuranath
dkk, 2007 rerata usia subjek adalah 68,5 7,1 dengan rentang usia 55-74 tahun. Studi dari Lautenschlager dkk, 2008 rerata umur dari subjek penelitian adalah 68,8 ± 8,7 tahun.
Dari seluruh subjek pada penelitian, tingkat pendidikan yang paling banyak adalah SLTP atau setara dengan 9 tahun pendidikan yaitu 10 orang (25%). Studi dari Mathuranath dkk, 2007 tingkat pendidikan paling banyak
adalah 9-12 tahun yaitu 136 orang dengan rerata 10,3 0,9. Studi dari Lautenschlager dkk, 2008 rerata lama pendidikan subjek penelitian adalah 12,1
3,4 tahun.
Dari seluruh subjek pada penelitian, aktivitas fisik yang paling banyak adalah moderate active yaitu 14 orang (35%). Studi dari Laurin dkk, 2001 aktivitas fisik yang paling banyak adalah moderate dengan jumlah 1561 orang dari 4615 orang sujek penelitian. Studi dari Singh-Manox dkk, 2006 aktivitas fisik yang paling banyak dilakukan adalah high dengan jumlah 3916 orang dari
(72)
IV.2.2. Rerata Nilai Fungsi Kognitif
Dari seluruh subjek penelitian, didapat nilai rerata MMSE dan standard deviation (SD) adalah 22,80 2,963. Studi dari Mathuranath dkk, 2007 didapat rerata nilai MMSE dan SD adalah 22,5 ± 5,1. Studi dari Kochhann dkk, 2010 didapat rerata nilai MMSE dan SD 26,3 ± 3,0 untuk subjek penelitian yang sehat dan 16,7 ± 6,7 untuk yang demensia.
Dari seluruh subjek penelitian, didapat nilai rerata ACER dan SD adalah 77,50 ± 1,950. Studi dari Mathuranath dkk, 2007 didapat rerata ACER dan SD adalah 66,8 ± 7,4. Studi dari Mioshi dkk, 2006 didapat rerata ACER dan SD 93,7 ± 4,3.
IV.2.2.1 Rerata Nilai MMSE dan Distribusinya Berdasarkan Variabel
Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai MMSE berdasarkan jenis kelamin, suku dan pekerjaan, namun terdapat perbedaan yang signifikan antara rerata nilai MMSE dengan kelompok usia. Studi dari Mathuranath dkk, 2007 menemukan adanya hubungan yang negatif antara nilai MMSE dengan usia, dimana semakin bertambah usia MMSE akan semakin rendah. Studi dari Kochhann dkk, 2010 juga menemukan adanya hubungan antara nilai MMSE dan usia subjek penelitian (p< 0,005).
IV.2.2.2 Rerata Nilai ACER dan Distribusinya Berdasarkan Variabel
Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan yang signifikan rerata nilai ACER berdasarkan jenis kelamin dan suku, namun terdapat perbedaan yang
(1)
LAMPIRAN 7
SKALA DEPRESI GERIATRIK 15 (Yesavage)
Pilihlah jawaban yang paling tepat, yang sesuai dengan perasaan anda dalam
satu minggu terakhir
1. Apakah anda sebenarnya puas dengan kehidupan anda?
Ya
Tidak
2. Apakah anda telah meninggalkan banyak kegiatan dan minat atau
kesenangan anda?
Ya
Tidak
3. Apakah anda merasa kehidupan anda kosong?
Ya
Tidak
4. Apakah anda sering merasa bosan?
Ya
Tidak
5. Apakah anda mempunyai semangat yang baik setiap saat?
Ya
Tidak
6. Apakah anda takut bahwa sesuatu yang buruk akan terjadi pada anda?
Ya
Tidak
7. Apakah anda merasa bahagia untuk sebagian besar hidup anda? Ya
Tidak
8. Apakah anda sering merasa tidak berdaya?
Ya
Tidak
9. Apakah anda lebih senang tinggal di rumah daripada keluar dan
mengerjakan sesuatu yang baru ?
Ya
Tidak
10. Apakah anda merasa mempunyai banyak masalah dengan daya ingat
anda dibanding kebanyakan orang?
Ya
Tidak
11. Apakah anda pikir bahwa hidup anda sekarang ini menyenangkan? Ya
Tidak
12. Apakah anda merasa tidak berharga seperti perasaan anda saat ini?
Ya
Tidak
13. Apakah anda merasa anda penuh sema ngat?
Ya
Tidak
14. Apakah anda merasa bahwa keadaan anda tidak ada harapan?
Ya
Tidak
15. Apakah anda pikir bahwa orang lain lebih baik keadaannya dari pada
anda?
Ya
Tidak
Skor : Hitung jumlah jawaban yang tercetak tebal dan huruf besar
Setiap jawaban bercetak tebal dan berhuruf besar mempunyai nilai 1
Skor antara 5-9 menunjukkan kemungkinan besar depresi
(2)
Dikutip dari : Asosiasi Alzheimer Indonesia, 2003
LAMPIRAN 8General Practice Physical Activity Questionnaire
Tanggal...
Nama...
1. Sebutkan jenis dan jumlah aktivitas fisik yang melibatkan pekerjaan anda
Tandai satu kotak
saja
a Saya tidak bekerja (mis. Pensiun, pensiun karena alasan kesehatan, menganggur, karir penuh waktu, dll.)
b Saya habiskan seluruh waktu berkerja saya dengan duduk (seperti dalam sebuah kantor)
c
Saya habiskan seluruh waktu bekerja saya dengan berdiri atau berjalan. Namun pekerjaan saya tidak memerlukan kerja fisik yang menegangkan (mis. penjaga toko, tukang pangkas, satpam, pengasuh anak, dll.)
d
Pekerjaan saya melibatkan pekerjaan fisik, termasuk menangani benda-benda yang berat dan menggunakan alat-alat (mis. tukang pipa, tukang listrik, tukang kayu, perawat rumah sakit, tukang kebun, pengantar paket pos, dll.)
e
Pekerjaan saya melibatkan aktivitas fisik yang berat, termasuk menangani alat-alat berat (mis. pemasang perancah, pekerja bangunan, pengumpul sampah, dll.)
2. Pada minggu lalu, berapa jam anda menghabiskan waktu di setiap aktivitas berikut?
Jawablah apakah anda sedang bekerja atau tidak.
(3)
Tidak
Sebagian tapi kurang dari 1 jam
1 jam tapi kurang dari 3 jam
3 jam atau lebih
a Gerak badan seperti beranang, jogging, aerobik, bola kaki, tenis, berlatih senam
b Bersepeda, termasuk bersepeda ke tempat kerja dan di waktu senggang
c Jalan kaki, termasuk berjalan ke tempat kerja, berbelanja, jalan-jalan, dll.
d Bekerja di rumah/menjaga anak e Berkebun
3. Jelaskan cara anda melangkah dalam berjalan. Tanda hanya satu kotak
Cepat (mis. kurang dari 3 mnt perjam) Lambat
Rata‐rata biasa
(mis. lebih dari 4 mnt perjam) Lebih cepat
(4)
(5)
(6)
LAMPIRAN 10
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama lengkap : Dr. Maulina Sri Rizky Tempat / tanggal lahir : Medan, 19 Januari 1981
Agama : Islam
Pekerjaan : Dokter
Nama Ayah : H. Ibrahim AR
Nama Ibu : Hj. Elmyati Zen, SKM Nama Suami : Afriansyah, SE
Riwayat Pendidikan
1. Sekolah Dasar di SD Negeri 060884 tamat tahun 1993
2. Sekolah Menengah Pertama di SLTP Negeri 8 Medan tamat tahun 1969. 3. Sekolah Menengah Atas di SMU Negeri 4 Medan tamat tahun 1999.