Penyesatan missleading Pemeriksaan Merek Yang Tidak Memadai

54 Dalam kasus merek NIKE, meskipun NIKe International Ltd belum mendaftarkan mereknya di direktorat jenderal, akan tetapi merek NIKE sudah dianggap terkenal dan beredar di beberapa negara di dunia. Sehingga wajar apabila NIKE International Ltd mengajukan gugatan atas pendaftaran merek oleh Lucas Sasmito No. 141589, karena merek yang didaftarkan tersebut pada keseluruhannya sama persis dengan merek dagang dan nama perniagaan dari NIKE International Ltd dan dengan itikad tidak baik Lucas Sasmito hanya ingin membonceng pada ketenaran merek dagang NIKE milik NIKE International Ltd. Keputusan Mahkamah Agung dalam Peninjauan Kembali dari pemohon peninjauan kembali NIKE International Ltd tanggal 16 Desember 1986 Reg. No. 220 PKPdt1986 yang mengabulkan gugatan dari NIKE International Ltd, hal ini berarti bahwa pembajakan dari merek terkenal oleh pihak pengusaha Indonesia dapat dihindari atau dibatalkan pendaftarannya dengan dasar adalah pelanggaran prinsip itikad baik untuk setiap perbuatan di bidang hukum merek. Tujuan dari UUM adalah untuk menghindarkan segala maksud terselubung atau itikad tidak baik dari pendaftarannya dan ada hak bagi setiap orang atau badan hukum yang berkepentingan untuk mengajukan gugatan tentang pembatalan merek.

3. Penyesatan missleading

Mahkamah Agung telah memberikan patokan-patokan dalam menyelesaikan perkara merek yang berdasarkan konvensi-konvensi internasional. Salah satu pertimbangannya adalah bahwa siapapun dilarang melakukan persaingan curang unfair competition, dalam segala bentuk yang bisa menyesatkan masyarakat missleading the society dalam bentuk: 55 a. Peniruan imitation merek orang lain, b. Reproduksi reproduction merek milik orang lain, c. Penerjemahan translation merek milik orang lain. Hukum pidana Indonesia yang dikodifikasikan dalam KUHPidana memberikan ancaman dan sanksi bagi siapa ssaja yang melakukan perbuatan peniruan, pemalsuan suatu barang atau bungkusnya yang dapat menyesatkan masyarakat. Pasal 393 ayat 1 KUHPidana selengkapnya menyatakan sebagai berikut: ”Barangsiapa memasukkan ke Indonesia tanpa tujuan terang untuk dikeluarkan lagi dari Indonesia, menjual, menawarkan, menyerahkan, membagikan, atau mempunyai persediaan untuk dijual atau dibagi-bagikan, barang-barang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa pada barangnya itu sendiri atau pada bungkusnya, dipakaikan secara palsu nama, firma, atau merek yang menjadi hak orang lain untuk menyatakan asalnya barang, nama sebuah tempat tertentu dengan ditambahkan nama firma yang khayal, ataupun, bahwa pada barangnya sendiri atau pada bungkusnya ditirukan nama firma atau merek yang demikian sekalipun dengan sedikit perubahan, diancam dengan pidana penjara paling lama 4 empat bulan dua minggu atau denda paling banyak enam ratus rupiah” Dinyatakan pula oleh Mahkamah Agung ”bahwa setiap orang yang melakukan peniruan, pemalsuan atau reproduksi atas merek orang lain, harus dianggap dan dinyatakan sebagai tindakan pelanggaran hukum dan merugikan kepentingan umum” serta kecurangan material pada masyarakat material deception to public.

4. Pemeriksaan Merek Yang Tidak Memadai

Selama ini belum ada pedoman yang terperinci dari direktorat jenderal yang dapat digunakan bagi para pemeriksa merek dalam melakukan pemeriksaan 56 atas permohonan merek yang bersifat standar agar putusan pemeriksa merek itu memiliki ketepatan dan kecermatan yang tinggi. 43 Keterbatasan kemampuan rata-rata bahasa asing dan tingkat pendidikan para pemeriksa merek juga menjadi kelemahan dalam pemeriksaan merek di Indonesia. Selain itu, sebelum ditetapkannya UUM No. 15 Tahun 2001, terdapat cara penafsiran ketentuan perundang-undangan yang dilakukan secara legalistis, khususnya terhadap pasal 26 dan pasal 28 ayat 3 UUM No. 14 Tahun 1997. dalam pasal 26 UUM No. 14 Tahun 1997 itu menyatakan bahwa jangka waktu pemeriksaan merek diselesaikan dalam waktu selambat-lambatnya 9 bulan sejak tanggal berakhirnya pengumuman atau tanggal berakhirnya jangka waktu untuk menyampaikan sanggahan. Pasal 28 ayat 3 menyatakan bahwa keputusan penolakan permohonan pendaftaran merek diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasan-alasannya. Sedangkan dalam UUM No. 15 Tahun 2001 pada pasal 18 disebutkan bahwa pemeriksaan substantif terhadap permohonan pendaftaran merek dilakukan dalam waktu paling lama 9 bulan. Dalam pasal 20 ayat 2 menyatakan ketentuan yang sama dengan pasal 28 ayat 3 UUM No. 14 Tahun 1997 yaitu bahwa permohonan yang tidak dapat didaftar atau ditolak, atas persetujuan direktorat jenderal, hal tersebut Kita ambil contoh pada tahun 2000 penerimaan pendaftaran merek berjumlah 22.098 merek dan pada tahun 2001 berjumlah 12.871 merek sampai bulan april 2001. Dari jumlah penyelesaian pendaftaran merek yang cukup banyak itu, sulit diharapkan hasil pemeriksaan yang cermat, apalagi dengan sarana pemeriksaan yang belum memadai, misalnya belum semua data merek dimasukkan kedalam komputer. 43 Insan Budi Maulana,Op.cit, hal: 115 57 diberitahukan secara tertulis kepada pemohon atau kuasanya dengan menyebutkan alasannya. Direktorat jenderal khususnya para pemeriksa merek, dalam prakteknya selama ini menimbulkan kesan otoriter dalam hal penolakan permohonan merek. Mereka tidak memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada pemohon merek atau kuasanya untuk memberikan argumentasi atas penolakan tersebut. Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan bahwa pemeriksaan merek telah melalui proses yang ketat dan cermat. Sikap direktorat jenderal yang tidak memberikan kesempatan mengajukan argumentasi kepada pemohon merek agak unik. Karena praktek yang terjadi di negara-negara lain, misalnya: Vietnam, Selandia Baru, atau Singapura, selalu didahului dengan penolakan pertama dan kemudian diikuti pula dengan penolakan akhir, apabila argumentasi yang diberikan kepada pemohon merek tidak tepat atau salah. 44 Meskipun pasal itu secara tegas memerintahkan kepada Ditjen untuk melakukannya, akan tetapi dalam prakteknya tidak selalu dilaksanakan secara konsekuen, sehingga pihak yang mengajukan oposisi terhadap merek yang diajukan permohonan pendaftaran itu tidak mengetahui apakah argumentasi yang diuraikan dalam oposisi yang diajukan itu diterima atau ditolak oleh Ditjen. Selain itu, dengan tidak disampaikannya hasil putusan Ditjen yang menerima atau Selain itu pasal 24 ayat 3 telah menyatakan bahwa : “Dalam hal terdapat keberatan, sebagaimana dimaksud pada ayat 1, Ditjen dalam waktu paling lama 14 hari terhitung sejak tanggal penerimaan keberatan mengirimkan salinan surat yang berisikan keberatan tersebut kepada pemohon atau kuasanya” 44 Insan Budi Maulana, Op.cit, hal: 117 58 menolak permohonan pendaftaran merek tiu akan menghambat transparansi sistem merek Indonesia.

5. Prosedur Gugatan Atas Pelanggaran Merek