Perumusan masalah Tujuan penelitian Tinjauan pustaka

6 sejenis yang diproduksi danatau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak 1 miliar rupiah. Selain hal tersebut, pihak yang dirugikan juga mengalami kesulitan dalam melaksanakan tuntutan ganti rugi pada pelaku kejahatan di bidang merek. Dengan alasan pembajakan merek terkenal yang semakin banyak terjadi di pasaran maka perlindungan hukum bagi merek terkenal khususnya merek terkenal asing terhadap pelanggaran merek sangat membutuhkan penanganan yang lebih bijaksana.

B. Perumusan masalah

Berdasarkan uraian diatas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Apa yang dimaksud dengan pelanggaran merek dan bagaimana bentuk- bentuk pelanggaran merek? 2. Apakah peraturan perundang-undangan di bidang merek cukup memberikan perlindungan hukum bagi pemegang merek dagang terkenal asing untuk menegakkan hak-haknya? 3. Bagaimana penegakan hukum dalam pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pemegang merek dagang terkenal asing berdasarkan peraturan perundang-undangan merek di Indonesia?

C. Tujuan penelitian

7 Penulisan ini bertujuan untuk: 1. Tujuan obyektif Untuk mengetahui arti dan bentuk-bentuk pelanggaran merek, pelaksanaan penegakan hukum dalam upaya perlindungan hukum terhadap pemegang merek dagang terkenal asing berdasarkan perundang-undangan merek di Indonesia dan upaya-upaya yang dapat dilakukan oleh pemegang merek dagang terkenal asing untuk menegakkan hak-haknya. 2. Tujuan subyektif Untuk memperoleh bahan-bahan atau data-data guna penyusunan penulisan hukum sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar kesarjanaan di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.

D. Tinjauan pustaka

Undang-undang No. 7 Tahun 1994 12 Konsideran yang termuat didalam Undang-undang No. 7 Tahun 19994 memberikan “payung” bagi perlindungan Hak Atas Kekayaan Intelektual HAKI tentang pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization yang dalam konsideran huruf b mengatakan: “ Bahwa dalam pelaksanaan pembangunan nasional, khususnya di bidang ekonomi, diperlukan upaya-upaya untuk antara lain terus meningkatkan, memperluas, memantapkan dan mengamankan pasar bagi segala produk baik barang maupun jasa, termasuk aspek investasi dan hak atas kekayaan intelektual yang berkaitan dengan perdagangan, serta meningkatkan kemampuan daya saing teri\utama dalam perdagangan internasional”. 12 Konsideran, Undang-undang No. 7 Tahun 1994 tentang pengesahan Agreement Establishing The World Trade Organization, L.N. 1994 No. 57, TLN No. 3564. 8 dan suatu harapan agar meningkatnya kemampuan daya saing Indonesia di bidang ekonomi terutama dalam perdagangan internasional. Untuk itu pula pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI memandang perlu untuk mengganti UUM No. 19 Tahun 1992 tentang merek sebagaimana telah diubah dengan UUM No. 14 Tahun 1997 tentang perubahan atas UUM No. 19 Tahun 1992, dengan menetapkan UUM No. 15 Tahun 2001 karena terdapat ketentuan-ketentuan yang harus disesuaikan dengan TRIP’s Agreement dan atau disesuaikan dengan persetujuan internasional lainnya seperti Konvensi Paris, London, dan Stockholm. Pasal 6 bis Konvensi Paris telah mengatur soal merek terkenal wellknown trademarks. Pelaksanaan perlindungan hukum terhadap pemegang merek dagang terkenal asing akan dapat berjalan dengan baik dan lancar apabila pihak-pihak yang berkepentingan mempunyai itikad baik dan adanya peraturan perundang- undangan yang memadai. Pihak-pihak tersebut adalah Kantor Merek, pemegang hak atas merek terkenal asing yang asli dan pengusaha lokal yang akan memakai merek terkenal asing di Indonesia. Undang-undang No. 15 Tahun 2001 tentang merek juga sudah mengatur tentang perlindungan hukum terhadap pemegang merek dagang terkenal asing di Indonesia. Sebelumnya Undang-undang merek No. 21 Tahun 1961 memiliki banyak kelemahan karena tidak mencantumkan perlindungan hukum terhadap pemegang merek dagang terkenal terutama merek dagang terkenal asing. Berdasarkan pasal 1 ayat 1 Undang-undang Merek No. 15 Tahun 2001 yang dimaksud dengan merek adalah: “Tanda yang berupa gambar, nama, kata, huruf-huruf, angka-angka, susunan warna, atau kombinasi dari unsur-unsur tersebut yang memiliki daya pembeda dan digunakan dalam kegiatan perdagangan- perdagangan barang atau jasa”. 9 Pengertian itu lebih spesifik daripada yang diatur dalam Uum No. 21 Tahun 1961, dimana hak khusus atas merek diberikan kepada siapapun dan hanya mensyaratkan daya beda. Maka, tidaklah mengherankan jika pada dekade tahun 70-an sampai 90-an banyak sekali pelanggaran terhadap merek terkenal asing di Indonesia. Selain itu karena UUM No. 21 Tahun 1961 tidak memberikan definisi atas kriteria tentang merek terkenal, maka pemerintah RI menetapkan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 02-HC.01 Tahun 1981 KEPMEN 1981 yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 03-HC.02.01 Tahun 1991 tentang penolakan permohonan pendaftaran merek terkenal atau merek-merek yang mirip dengan merek terkenal milik orang lain atau milik badan lain. Karakteristik merek terkenal menurut KEPMEN 1991 telah mengalami perluasan dari KEPMEN 1981, yaitu meliputi 13 1. Merek dagang yang secara umum telah dikenal dan dipakai pada barang yang diperdagangkan oleh seseorang atau badan ; dan : 2. digunakan di Indonesia maupun diluar negeri. Untuk itu merek terkenal asing dapat didefinisikan dengan merek terkenal yang diajukan oleh pemilik atau yang berhak atas merek yang bertempat tinggal atau berkedudukan tetap di luar wilayah Negara Republik Indonesia yang telah menembus pasar Indonesia dan telah lama dikenal di Indonesia maupun di luar negeri 14 13 Insan Budi Maulana, loc cit. 14 M. Djumhana dan R. Djubaedillah, op cit, hal: 57 . 10 Kriteria merek terkenal tidak hanya didasarkan pada pengetahuan umum masyarakat tetapi juga didasarkan pada reputasi merek yang bersangkutan yang telah diperoleh karena promosi yang telah dilakukan oleh pemiliknya. 15 Saat ini perlindungan terhadap merek terkenal telah diperluas daripada apa yang ditentukan dalam Pasal 6 bis Konvensi Paris. Seperti yang tercantum dalam persetujuan TRIPs bahwa pembatasan peniruan oleh pihak lain tidak hanya terhadap pemakaian “barang yang sejenis” tetapi juga terhadap pemakaian “barang yang tidak sejenis”. Negara anggota dari Paris Union ini menerima secara ex-officio, jika perundang-undangan mereka membolehkan, atau atas permohonan daripada pihak yang berkepentingan untuk menolak atau membatalkan pendaftaran dan juga melarang pemakaian daripada suatu merek yang merupakan suatu reproduksi, imitasi atau penerjemahan yang dapat menimbulkan kekeliruan to create confusion dari suatu merek yang telah dianggap oleh “competent authority” instansi yang berwenang daripada negara dimana merek ini didaftarkan atau dipakai, sebagai mmerek terkenal wellknown, di dalam negara itu, yakni sebagai suatu merek dari seorang yang berhak atas fasilitas menurut Konvensi Paris ini dan dipakai untuk barang-barang yang sama identik atau sebagian essential utama. Reputasi suatu merek dapat dibuktikan dengan dukti pendaftaran merek tersebut di beberapa negara. 16 15 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Pembaharuan Hukum Merek Indonesia, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1997 hal: 57. 16 Ibid, hal: 45. Dalam UUM No. 15 Tahun 2001 perlindungan merek terkenal diatur pada pasal 6 ayat 1b yang menyatakan: 11 “Permohonan harus ditolak oleh Direktorat Jenderal apabila merek tersebut mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan merek yang sudah terkenal milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis”. Merek terkenal asing yang didaftarkan oleh pengusaha lokal yang mempunyai itikad tidak baik dan etika bisnis buruk, menyebabkan para pemilik merek terkenal harus mengajukan gugatan atas pelanggaran merek tersebut. Dalam pasal 6 bis ayat 3 Konvensi Paris dinyatakan bahwa tidak ada jangka waktu yang ditentukan untuk minta pembatalan daripada merek itu atau larangan untuk memakai merek terdaftar tersebut yang dipakai dengan itikad buruk in bad faith. Pada umumnya pelanggaran atas merek memerlukan penanganan yang berbeda. Adapun bentuk-bentuk pelanggaran itu adalah: 17 1. Pendaftaran merek tanpa hak Pelanggaran ini dilakukan dengan cara mendaftarkan merek-merek yang sama baik pada pokoknya ataupun pada keseluruhannya dengan merek- merek dari luar negeri, khususnya yang terkenal atas nama mereka sendiri kemudian diperdagangkan si pelanggar sendiri kemudian tidak menggunakan merek yang mereka daftarkan. Pelanggaran ini sangat merugikan pemilik merek. 2. Pendaftaran merek tanpa hak disertai pemakaian Pada pelanggaran ini, si pelanggar tidak saja melanggar hak orang lain tetapi juga melakukan penyesatan dan pengelabuhan atas sumber dan kualitas dari barang yang dibubuhi merek tersebut. Yang dirugikan tidak 17 PPH, Upaya Memasyarakatkan UU Merek Dalam Rangka Memasuki PJPT II dan Era Globalisasi Jakarta: Newsletter 13IV1993, hal 18. 12 hanya pemilik merek tetapi juga masyarakat sebagai konsumen. Pemilik merek dirugikan karena terjadi perusakan citra atas merek mereka. 3. Pemakaian merek tanpa hak Pelanggaran jenis ini sebetulnya sama dengan kedua jenis pelanggaran yang tersebut diatas. Perbedaannya ialah yang terjadi pemakaian tanpa hak adalah bahwa produk yang dipalsukan benar-benar diusahakan sama dengan aslinya. Dalam pelanggaran ini yang dirugikan adalah pemilik merek dan konsumen. Untuk mengatasi terjadinya pelanggaran atas merek terkenal asing tersebut, dapat dilakukan upaya-upaya perlindungan merek terkenal asing yang dapat dilakukan oleh Kantor Merek Indonesia dengan menolak pendaftaran terhadap merek yang sudah terkenal di luar negeri. Penolakan penerimaan pendaftaran merek secara absolut diatur dalam pasal 5 UUM No. 15 Tahun 2001 yang menyatakan: “Merek tidak dapat didaftarkan apabila merek tersebut mengandung salah satu unsur dibawah ini”: a Bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku, moralitas agama, kesusilaan atau ketertiban umum; b Tidak memiliki daya pembeda; c Telah menjadi milik umum, atau; d Merupakan keterangan atau berkaitan dengan barang atau jasa yang dimintakan pendaftarannya. Sementara itu, merek terkenal asing yang sudah terlanjur didaftarkan oleh pengusaha lokal yang tidak beritikad baik, dapat mengajukan gugatan pembatalan merek sesuai dengan tata cara yang tersedia. Prinsipnya, merek hanya dapat didaftarkan atas dasar permintaan yang diajukan pemilik merek yang beritikad baik. Jadi itikad baik ini dijadikan suatu alasan utama dalam meminta pembatalan terhadap pembatalan pendaftaran merek. Akan tetapi ada pengecualian untuk 13 pemilik merek terkenal, walaupun tidak terdaftar, pemilik merek dapat mengajukan gugatan untuk pembatalan pendaftaran merek setelah mengajukan permohonan pendaftaran pada Direktorat Jenderal. 18 a. Menggunakan merek yang sama pada keseluruhannya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis yang diproduksi danatau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. Hal itu dimaksudkan untuk memberikan perlindungan secara terbatas kepada pemilik merek terkenal asing yang tidak terdaftar dan mendorong pemilik merek terkenal asing untuk mendaftarkan mereknya. Apabila upaya-upaya perlindungan hukum terhadap merek terkenal asing tersebut diatas tidak berhasil, dapat dilakukan penanganan melalui ketentuan- ketentuan hukum pidana atau hukum perdata. Penanganan melalui ketentuan-ketentuan pidana diatur dalam pasal 90-95 UUM No. 15 Tahun 2001 yang pada intinya meliputi 6 macam bentuk tindak pidana merek, yaitu: b. Menggunakan merek yang sama pada pokoknya dengan merek terdaftar milik pihak lain untuk barang danatau jasa sejenis yang diproduksi danatau diperdagangkan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun dan denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah. 18 Sudargo Gautama dan Rizawanto Winata, Komentar Atas Undang-Undang Merek Baru 1992 dan Peraturan-peraturan Pelaksanaannya, Alumni Bandung, 1996, hal: 96. 14 c. Menggunakan tanda yang sama pada keseluruhannya dengan indikasi- geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 lima tahun dan atau denda paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 satu miliar rupiah. d. Menggunakan tanda yang sama pada pokoknya dengan indikasi-geografis milik pihak lain untuk barang yang sama atau sejenis dengan barang yang terdaftar, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 empat tahun dan atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah. e. Menggunakan tanda yang dilindungi berdasarkan indikasi asal pada barang atau jasa sehingga dapat memperdaya atau menyesatkan masyarakat mengenai asal barang atau asal jasa tersebut, dipidana dengan pidana paling lama 4 empat tahun dan atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,00 delapan ratus juta rupiah. f. Memperdagangkan barang dan atau jasa yang diketahui atau patut diketahui bahwa barang danatau jasa tersebut merupakan hasil pelanggaran huruf a-e, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 satu tahun atau denda paling banyak Rp. 200.000.000,00 dua ratus juta rupiah. Direktorat Jenderal juga memiliki kewenangan untuk menolak permohonan perpanjangan merek yang serupa atau sama dengan merek terkenal yang diajukan oleh pihak yang tidak berhak. 15 Hukum Pidana Indonesia yang dikodifikasi dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau KUHPidana mengatur tentang persaingan curang oneerlijke concurrentie, termuat didalam pasal 382 bis yang menyatakan: “Barang siapa untuk mendapatkan, melangsungkan atau memperluas hasil perdagangan atau perusahaan milik sendiri atau orang lain, melakukan perbuatan curang untuk menyesatkan khalayak umum atau seseorang tertentu, diancam, jika perbuatan itu dapat menimbulkan kerugian bagi konkuren-konkurennya atau konkuren- konkuren orang lain, karena persaingan curang, dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau denda paling banyak tiga belas ribu lima ratus rupiah”. 19 “Tiap-tiap perbuatan melanggar hukum, yang membawa kerugian kepada orang lain mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu, mengganti kerugian tersebut”. Sedangkan didalam Hukum Perdata, pihak yang dirugikan dapat melakukan gugatan untuk meminta ganti rugi atas kerugian yang dideritanya, seperti yang diatur dalam pasal 1365 KUHPerdata yang menyatakan sebagai berikut : 20 Penelitian yang dilakukan adalah penelitian kepustakaan yaitu penelitian yang dilaksanakan dengan mencari dan mengumpulkan data sekunder berupa: buku-buku, artikel-artikel baik dari koran maupun dari media elektronik, Keputusan Menteri Kehakiman RI No. 02-HC.01 Tahun 1981 KEPMEN 1981 yang diperbaharui dengan Keputusan Menteri Kehakiman RI No. M. 03-HC.02.01 Tahun 1991, Undang-Undang Merek UUM No. 21 Tahun 1961, UUM No. 19

E. Metode Penelitian