Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EKSPOR KARET SUMATERA UTARA

Proposal Skripsi Diajukan Oleh:

NAMA : MARWANTA DACE

NIM : 040501087

DEPARTEMEN : EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRACT

The main object of this research is to analyze factors influencing rubber export in North Sumatra. The data used in this research is time series data during 1986 until 2005 which employ econometric model and using statistical analyze tools. The method used is Ordinary Least Square (OLS).

The result shows that total production, rubber export price, and exchange rate positive influence on rubber export volume in North Sumatra. The result shows that total production have influenced on rubber export volume not significantly, rubber export price and exchange rate have influenced on rubber export volume significantly.

The result of determination coefficient test indicate that influence from total production, rubber export price and exchange rate is equal to 73% and the rest influenced by other variable which is not included in to the model.

Keyword: total production, rubber export price, exchange rate, rubber export volume.


(3)

ABSTRAK

Judul dari penelitian ini adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dalam kurun waktu 1986 sampai dengan tahun 2005 yang menggunakan model ekonometrika. dan cara menganalisisnya dengan menggunakan analisis statistik yang dinamakan regresi variabel dengan persamaan kuadrat terkecil.

Regresi interpretasi model menghasilkan bahwa total produksi mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara, harga ekspor karet mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara, dan kurs mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara. Hasil analisis menghasilkan bahwa total produksi mempunyai pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan harga ekspor karet dan kurs mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara.

Hasil uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa pengaruh dari total produksi karet, harga ekspor karet dan kurs terhadap volume ekspor karet adalah sebesar 73% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih karunia serta kemurahan hati-Nya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “ Analisis Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Sumatera Utara ”.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberi dukungan dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini. Untuk itu, Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara yaitu Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, S.E., M.Ec, selaku Ketua Departemen Ekonomi Pembangunan, Universitas sumatera Utara

3. Bapak Dr. Syaad Affifuddin, M.Ec, selaku dosen pembimbing penulis yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan sehingga selesainya skripsi ini 4. Bapak Paidi Hidayat, S.E., M.Si, selaku dosen pembanding I

5. Bapak Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si, selaku dosen pembanding II

6. Seluruh staff pengajar dan staff administrasi Fakultas Ekonomi maupun Departemen Ekonomi Pembangunan, Universitas Sumatera Utara yang selama ini telah mendidik dan mendukung penulis dengan baik

7. Seluruh staff dan pegawai BI Cabang Sumatera Utara dan Badan Pusat Statistik Sumatera Utara atas bantuannya dalam memberikan data sehingga skripsi ini dapat diselesaikan


(5)

8. Ayahanda Drs. G. Sinulingga dan Ibunda H. Sinaga, S.Si.Apt yang selalu setia mendoakan penulis, dan memberikan dukungan baik moril maupun material 9. Adik-adikku tersayang Lely, Gapa, Aga yang selalu menjadi motivasi bagi

penulis agar menjadi abang yang lebih baik

10.Seseorang yang telah menemani masa perkuliahan penulis selama ini Yuliance Nababan

11.My friends: Syasa, Kak Romey, Kak Dewi, Edi, Ezra, Gidion, Torang, Faber, Hardo, Sofian, Popo, SBY, Daniel, F se kar KSD Jansen, Agus, Nando yang merupakan teman-teman seperjuangan penulis dalam suka dan duka

12.Teman-teman seperjuangan penulis lainnya yang selalu memberikan motivasi dan pihak-pihak terkait yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari sepenuhnya dengan keterbatasan kemampuan, pengetahuan dan pengalaman yang dimiliki pada penulisan skripsi ini yang tidak terlepas dari kelemahan dan kekurangan. Demi penyempurnaan skripsi ini, penulis mengharapkan kritik, saran dan masukan dari semua pihak yang berkompeten dalam bidang ini.

Akhir kata, penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi pembaca.

Medan, 2008


(6)

DAFTAR ISI

ABSTRACT ... i

ABSTRAK ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR ISI ... v

DAFTAR TABEL ... ix

DAFTAR GAMBAR ... x

DAFTAR LAMPIRAN ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 6

1.3 Hipotesis ... 7

1.4 Tujuan Penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi ... 9

2.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian ... 10

2.2.1 Pengertian Pembangunan ... 10

2.2.2 Kaitan Antara Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Ekonomi ... 11


(7)

2.3.1 Latar Belakang Perdagangan Internasional ... 13

2.3.2 Teori Perdagangan Internasional ... 16

2.3.3 Kebijakan Ekonomi Internasional ... 20

2.3.4 Beberapa Faktor Khusus Perdagangan Internasional ... 21

2.4 Ekspor ... 22

2.4.1 Pengertian Ekspor ... 22

2.4.2 Pelaksanaan Ekspor ... 24

2.4.3 Manfaat dan Peranan Ekspor ... 26

2.5 Deskripsi Tanaman Karet ... 27

2.5.1 Defenisi dan Jenis Karet ... 27

2.5.2 Kebijakan Perkembangan Agribisnis Karet ... 28

2.6 Harga Ekspor Karet ... 30

2.6.1 Mekanisme Harga di Pasar ... 30

2.6.2 Keseimbangan Pasar ... 32

2.6.3 Pergeseran Permintaan dan Penawaran ... 34

2.6.4 Pengaruh Harga Ekspor Terhadap Volume Ekspor ... 35

2.7 Nilai Tukar (kurs) ... 38

2.7.1 Pengertian Nilai Tukar (kurs) ... 38

2.7.2 Pasar Valuta Asing ... 39

2.7.3 Keseimbangan Kurs ... 39 BAB III METODE PENELITIAN


(8)

3.1 Ruang Lingkup Penelitian . ... 41

3.2 Jenis Dan Sumber Data ... 41

3.3 Teknik Pengumpulan Data ... 41

3.4 Pengolahan Data ... 42

3.5 Model Analisis Data ... 42

3.6 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit) ... 44

3.6.1 Koefisien Determinasi (R-Square) ... 44

3.6.2 Uji F-statistik (Uji Keseluruhan) ... 44

3.6.3 Uji t-statistik (Uji Parsial) ... 45

3.7 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 45

3.7.1 Uji Multikolinearitas ... 45

3.7.2 Autokorelasi ... 46

3.8 Defenisi Operasional ... 47

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Tinjauan Umum Daerah Penelitian ... 48

4.1.1 Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara ... 48

4.1.2 Perkembangan Ekonomi Sumatera Utara ... 51

4.1.3 Perkembangan Ekspor Sumatera Utara ... 57

4.1.4 Perkembangan Komoditi Karet Sumatera Utara ... 62

4.2 Analisa Hasil Penelitian ... 68

4.2.1 Interpretasi Model ... 69


(9)

a. Analisis Koefisien Determinasi (R-Square) ... 69

b. Uji t-statistik (Uji Parsial) ... 70

c. Uji F-statistik (Uji Keseluruhan) ... 73

4.2.3 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik ... 74

a. Uji Multikolinearitas ... 74

b. Uji Durbin-Watson (D-W test) ... 75

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 78

5.2 Saran ... 79 DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No. Tabel Judul Halaman

1.1 Volume Ekspor Karet Sumatera Utara Serta Nilai Ekspornya

4

4.1 Inflasi di Sumatera Utara 53

4.2 PDRB Propinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku

55

4.3 Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku

56

4.4 Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara 59

4.5 Ekspor Sumatera Utara Menurut Sektor 60

4.6 Volume Ekspor Sumatera Utara Menurut Komoditi Utama

61

4.7 Ekspor Sumatera Utara Menurut Komoditi Utama 62 4.8 Perkembangan Produksi Karet Alam dan Volume

Ekspor Karet Alam

65

4.9 Perkembangan Harga Ekspor Karet Alam, Volume Ekspor Karet Alam, dan Kurs Dollar Amerika Serikat

67


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Gambar Judul Halaman

2.1 Skema Prosedur Ekspor 25

2.2 Kurva Keseimbangan Pasar 32

2.3 Pergeseran Kurva Permintaan 34

2.4 Pergeseran Kurva Penawaran 35

4.1 4.2 4.3 4.4 4.5

Uji-t Variabel Total Produksi Karet (X1)

Uji-t Variabel Harga Ekspor Karet (X2)

Uji-t Variabel Kurs (X3)

Uji F-Statistik Uji Durbin-Watson

71 72 73 74 76


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 : Data Variabel LAMPIRAN 2 : Hasil Regresi

LAMPIRAN 3 : Hasil Regresi Variabel Total Produksi Karet (X1) terhadap Harga Ekspor Karet (X2) dan Kurs (X3)

LAMPIRAN 4 : Hasil Regresi Variabel harga Ekspor Karet (X2) terhadap Total Produksi Karet (X1) dan Kurs (X3) LAMPIRAN 5 : Hasil Regresi Variabel Kurs (X3) terhadap


(13)

ABSTRACT

The main object of this research is to analyze factors influencing rubber export in North Sumatra. The data used in this research is time series data during 1986 until 2005 which employ econometric model and using statistical analyze tools. The method used is Ordinary Least Square (OLS).

The result shows that total production, rubber export price, and exchange rate positive influence on rubber export volume in North Sumatra. The result shows that total production have influenced on rubber export volume not significantly, rubber export price and exchange rate have influenced on rubber export volume significantly.

The result of determination coefficient test indicate that influence from total production, rubber export price and exchange rate is equal to 73% and the rest influenced by other variable which is not included in to the model.

Keyword: total production, rubber export price, exchange rate, rubber export volume.


(14)

ABSTRAK

Judul dari penelitian ini adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet Sumatera Utara. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data time series dalam kurun waktu 1986 sampai dengan tahun 2005 yang menggunakan model ekonometrika. dan cara menganalisisnya dengan menggunakan analisis statistik yang dinamakan regresi variabel dengan persamaan kuadrat terkecil.

Regresi interpretasi model menghasilkan bahwa total produksi mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara, harga ekspor karet mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara, dan kurs mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara. Hasil analisis menghasilkan bahwa total produksi mempunyai pengaruh yang tidak signifikan, sedangkan harga ekspor karet dan kurs mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara.

Hasil uji koefisien determinasi menunjukkan bahwa pengaruh dari total produksi karet, harga ekspor karet dan kurs terhadap volume ekspor karet adalah sebesar 73% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lainnya yang tidak dimasukkan ke dalam model.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Semakin berkembangnya ekonomi internasional dalam era globalisasi saat ini membuat kebutuhan ekonomi antar negara semakin terkait, hal ini tercermin dari meningkatnya arus perdagangan barang, uang serta modal antar negara di dunia. Hal tersebut menuntut agar setiap negara menjalankan perekonomian yang terbuka, sehingga keterbukaan perekonomian terhadap dunia internasional menjadi pilihan utama bagi setiap negara. Salah satu hal mendasar yang berkaitan dengan keterbukaan perekonomian suatu negara adalah perdagangan internasionalnya. Oleh sebab itu, setiap negara secara tidak langsung dituntut untuk memperbaiki kinerja perekonomiannya terutama pada sektor perdagangan luar negri agar dapat bersaing di pasar global.

Perkebunan sebagai salah satu sub sektor pertanian mempunyai peranan penting dalam pembangunan ekonomi Indonesia, baik pada masa lalu, sekarang maupun pada masa yang akan datang. Dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dan Program Pembangunan Nasional (PROPENAS) antara lain tercantum bahwa pembangunan pertanian yang di dalamnya mencakup perkebunan bertujuan meningkatkan perluasan lapangan kerja dan meningkatkan penghasilan rakyat, juga bertujuan untuk menunjang pembangunan industri serta meningkatkan ekspor.


(16)

Perkebunan di Indonesia menurut struktur dan jenisnya dapat dibedakan atas: perkebunan negara, perkebunan swasta nasional, dan swasta asing serta perkebunan rakyat. Produksi perkebunan baik perkebunan rakyat, perkebunan besar swasta (nasional dan asing) maupun perkebunan negara telah meningkat dari tahun ke tahun, selain untuk dikonsumsi dan untuk diekspor.

Sejak 1986/1987 harga minyak bumi merosot secara tajam di pasaran internasional, sehingga pemerintah tidak dapat lagi hanya mengandalkan penerimaan devisa dari sektor migas. Oleh karena itu sejak 1986/1987 pemerintah RI telah beralih kepada sektor non-migas sebagai sumber devisa terbesar dalam penerimaan dalam negri mengingat ekspor non-migas hingga saat ini belum dapat menggantikan migas sebagai penghasil devisa utama (Djamin, 1993 : 7).

Sub sektor perkebunan merupakan salah satu pilihan pengganti migas, karena dapat menjadi sumber penghasil dan penghemat devisa serta tempat menampung tenaga kerja. Adapun komoditi ekspor andalan Sumatera Utara dari sub sektor perkebunan adalah kelapa sawit (palm oil), karet, kopi, teh, coklat dan sebagainya yang semuanya merupakan komoditi primadona di pasar dunia. Dalam penelitian ini akan diambil sampel karet karena komoditi ini memiliki prospek yang cukup cerah saat ini disamping kelapa sawit.

Bagi Propinsi Sumatera Utara, karet merupakan komoditi yang memiliki arti dan sejarah tersendiri. Sumatera Utara adalah salah satu propinsi yang memiliki perkebunan karet terbesar di Indonesia sejak zaman Belanda masih berkuasa. perkebunan karet yang pertama dibangun di Indonesia adalah di Sumatera Timur


(17)

pada tahun 1902, termasuk berbagai lembaga penelitian yang mendukungnya. Selanjutnya, karet berkembang pesat menjadi komoditi yang diminati baik oleh perkebunan besar maupun oleh petani. Hal ini ditandai dengan sumbangan dari sektor perkebunan yang cukup besar terhadap Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) maupun perolehan devisa negara.

Karet bukanlah tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari Brasilia dan dibawa ke Indonesia pada tahun 1872 dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Biji karet Wickham ini merupakan nenek moyang karet di Indonesia. Perkebunan karet yang pertama yang didirikan pada tahun 1902 memiliki luas 176 Ha, dan pada tahun 1906 perkebunan ini dikembangkan lagi ke Jawa Barat seluas 10.125 Ha. hingga pada tahun 2004 luas areal perkebunan karet pada perkebunan rakyat di Sumatera Utara mencapai hampir 300 ribu Ha dengan jumlah produksi 220 ribu ton.

Hasil produksi perkebunan yang meningkat, telah meningkatkan pula volume ekspornya. Volume ekspor karet Sumatera Utara pada tahun 1990 hanya sekitar 400 ribu ton dengan nilai ekspor sekitar 330 juta US$, sedangkan pada tahun 2005 volume ekspor karet mencapai angka sekitar 650 ribu ton dengan nilai ekspor mencapai 870 juta US$. Perkembangan nilai ekspor ini tentu saja menunjukkan peningkatan yang menggembirakan. Berikut disajikan tabel volume ekspor karet Sumatera Utara dan nilai ekspor dari karet tersebut.


(18)

Tabel 1.1

Volume Ekspor Karet Sumatera Utara Serta Nilai Ekspornya 1990-2005

Tahun

Volume Ekspor Karet Sumatera Utara

(Ton)

Nilai Ekspor Karet Sumatera Utara

(US$.000)

1990 409.586 332.821

1991 515.212 429.663

1992 495.682 443.667

1993 479.181 427.649

1994 497.543 541.662

1995 522.107 809.100

1996 533.757 751.100

1997 550.661 589.411

1998 603.967 411.393

1999 533.760 314.985

2000 500.113 323.850

2001 570.145 306.521

2002 526.554 364.476

2003 526.809 472.233

2004 645.470 754.167

2005 665.354 875.225

Sumber: BPS Prop. SU

Komoditi karet Sumatera Utara sebagian dipasarkan di dalam negeri dan sebagian lagi diekspor ke luar negeri. Adapun negara-negara tujuan ekspor komoditi karet Sumatera Utara antara lain, Amerika Serikat, Kanada, Belanda, Singapura, Korea Selatan, Hong kong, Taiwan, Cina dan Jepang.

Namun saat ini pemerintah sedang dihadapkan pada masalah serius yakni luas areal tanaman karet di Sumatera Utara terus menurun akibat masih terus


(19)

berlangsungnya konversi tanaman karet ke kelapa sawit. Pada tahun 2002 luas areal tanaman karet di Sumatera Utara masih seluas 489.491 hektar dengan produksi 443.743 ton. Sementara pada tahun 2004 luas areal karet menurun menjadi tinggal 477.000 hektar dengan produksi yang juga anjlok menjadi hanya 392.000 ton.

Hal tersebut dikarenakan karena petani maupun pengusaha perkebunan masih meragukan keuntungan berkebun karet meski harga jual komoditi itu mulai bergerak naik. Para petani dan pengusaha lebih yakin dengan prospek kelapa sawit yang memang harga jualnya masih bertahan baik dan diprediksi semakin mahal. Areal perkaretan Sumatera Utara yang menurun itu semakin memprihatinkan karena produksinya juga semakin anjlok akibat sebagian besar tanaman berumur tua. Hampir 50 persen dari total luas tanaman karet di sentra produksi Sumatera Utara yakni Labuhan Batu, Tapanuli Selatan, Madina, dan Langkat merupakan tanaman tua yang mengakibatkan produksi karetnya tidak maksimal (www.sumutprov.go.id).

Penurunan areal dan produksi karet di Sumut harus mendapat perhatian serius dari pemerintah. Bukan hanya menyangkut soal kehidupan petani, tetapi juga menyangkut penerimaan devisa dari ekspor karet itu. Disamping itu masih terdapat keuntungan sosial dari karet itu sendiri yakni dengan menanam karet petani bisa setiap hari mendapatkan hasil, petani bisa disibukkan dengan kegiatan menyadap karet setiap hari sehingga mereka tidak perlu lagi memikirkan untuk urbanisasi ke kota.

Kegiatan ekspor komoditi karet Sumatera Utara diduga ikut dipengaruhi oleh beberapa faktor, dari dalam negeri faktor yang mempengaruhi seperti produktivitas


(20)

perkebunan rakyat yang masih rendah, pengelolaan manajemen yang kurang modern dan profesional, banyaknya peraturan daerah hingga pungutan lainnya yang menimbulkan biaya tinggi. Dari luar negeri dipengaruhi oleh harga karet internasional yang cukup rendah beberapa tahun belakangan ini. Hal ini sangat mungkin mempengaruhi volume dan nilai ekspor karet mengingat ekspor karet Sumatera Utara cenderung menurun beberapa tahun terakhir disamping ekspor karet Indonesia yang terancam akibat kebijakan yang dilakukan di negara Kamboja yang berusaha meningkatkan produksi negaranya dengan menawarkan sedikitnya 500 ribu hektar lahannya kepada investor untuk pengembangan tanaman karet.

Berdasarkan uraian tersebut, penulis tertarik untuk membahas masalah ekspor karet di Sumatera Utara dalam hubungannya dengan faktor-faktor tersebut dengan mengangkat judul “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Sumatera Utara”.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, maka permasalahan yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Seberapa besar pengaruh total produksi karet terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara?

2. Seberapa besar pengaruh harga ekspor karet terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara?


(21)

1.3Hipotesis

Hipotesis merupakan jawaban sementara atas permasalahan yang sebenarnya yang kebenarannya masih perlu untuk diuji. Berdasarkan permasalahan yang ada maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut:

1. Total produksi karet mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara.

2. Harga ekspor karet mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara.

3. Kurs mempunyai pengaruh positif terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara.

1.4Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh total produksi karet terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh harga ekspor karet terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh kurs terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara.


(22)

1.5Manfaat Penelitian

Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan informasi bagi pemerintah maupun instansi/lembaga yang ada hubungannya dengan ekspor karet yang ada di Sumatera Utara.

2. Menambah dan melengkapi hasil-hasil penelitian yang ada, khususnya mengenai ekspor karet di Sumatera Utara.

3. Untuk memberikan sumbangan ilmu kepada almamater Universitas Sumatera Utara yang dapat digunakan sebagai bahan acuan bagi penelitian yang selanjutnya.

4. Hasil penelitian ini menambah wawasan dan meningkatkan kemampuan penulis dalam melakukan penelitian.


(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Pertanian Dalam Pembangunan Ekonomi

Pertanian mempunyai peranan yang sangat penting dalam pembangunan ekonomi di Indonesia. Pembangunan pertanian diarahkan untuk meningkatkan produksi pertanian guna memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industri dalam negeri, maningkatkan ekspor, meningkatkan pendapatan petani, memperluas kesempatan kerja, dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha.

Sektor pertanian di Indonesia mempunyai keunggulan komparatif, hal itu disebabkan oleh karena:

a. Indonesia terletak di daerah khatulistiwa sehingga perbedaan musim menjadi jelas dan periodenya agak lama.

b. Karena lokasinya di khatulistiwa maka tanaman cukup memperoleh sinar matahari untuk keperluan fotosintesisnya.

c. Curah hujan umumnya cukup memadai.

d. Adanya politik pemerintah yang sedemikian rupa sehingga mendorong tumbuh dan berkembangnya sektor pertanian (Soekartawi dkk,1993).

Dengan memandang pentingnya dan besarnya peranan yang dapat diambil maka pemerintah berusaha untuk mengoptimalkan sektor pertanian tersebut dengan cara:


(24)

a. Mengembangkan hasil pertanian.

b. Mengembangkan pangsa pasar dan hasil pertanian. c. Mengembangkan faktor produksi pertanian.

Menurut M.L. Jhingan (1994) peranan sektor pertanian pada pembangunan ekonomi terletak pada:

a. Menyediakan surplus pangan yang semakin besar pada penduduk yang semakin meningkat.

b. Meningkatkan permintaan akan produk industri, dan dengan demikian mendorong keharusan diperluasnya sektor sekunder dan sektor tersier.

c. Menyediakan tambahan penghasilan devisa untuk impor barang-barang modal bagi pembangunan melalui ekspor hasil pertanian secara terus-menerus. d. Meningkatkan penghasilan masyarakat untuk dimobilisasi pemerintah. e. Memperbaiki kesejahteraan masyarakat.

2.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian 2.2.1 Pengertian Pembangunan

Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pembangunan pertanian yang berhasil dapat diartikan kalau terjadi pertumbuhan sektor pertanian yang tinggi dan sekaligus terjadi perubahan ke arah yang lebih baik. (Soekartawi, 1995)


(25)

Untuk mencapai hal tersebut maka haruslah ada langkah-langkah kebijaksanaan yang harus diambil dalam pembangunan pertanian. Langkah-langkah kebijaksanaan yang harus diambil tersebut meliputi intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, rehabilitasi, yang intinya tercakup dalam pengertian Trimarta Pembangunan Pertanian yaitu kebijaksanaan usaha tani terpadu, komoditi terpadu, dan wilayah terpadu. Disamping itu juga harus diperhatikan tiga komponen dasar yang harus dibina yaitu petani, komoditi hasil pertanian dan wilayah pembangunan dimana kegiatan pertanian berlangsung. Pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga menghasilkan peningkatan pendapatan petani. Pengembangan komoditi hasil pertanian diarahkan agar benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghsilkan bahan pangan, bahan ekspor, dan bahan baku bagi industri. Pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah. (Tricahyono, 1983)

2.2.2 Kaitan Antara Pembangunan Pertanian dan Pembangunan Ekonomi Menurut Sadono Sukirno pembangunan ekonomi adalah ” suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk suatu negara meningkat secara terus-menerus dalam jangka panjang”. (Sukirno, 1982)

Dari defenisi diatas dapat dilihat bahwa pada umumnya pembangunan ekonomi mempunyai tiga sifat penting yaitu:

a. Suatu proses yang berarti perubahan secara terus-menerus. b. Usaha untuk menaikkan pendapatan perkapita.


(26)

c. Kenaikan pendapatan perkapita itu harus berlangsung dalam jangka panjang. Pembangunan ekonomi tersebut perlu dipandang sebagai suatu proses agar saling berkaitan dan mempunyai hubungan antar faktor-faktor yang menghasilkan. Pembangunan ekonomi dapat dilihat dan pada akhirnya diketahui peningkatan ekonomi dan taraf hidup masyarakat dari satu tahap pembangunan ketahap berikutnya. Kesejahteraan yang meningkat dapat dilihat dari kenaikan pendapatan perkapita masyarakat. Agar proses pembangunan ini dapat menjadi wujud yang nyata, haruslah berlangsung secara berkesinambungan dan terus-menerus sehingga akhirnya dapat dilihat suatu pembangunan ekonomi ke arah yang positif. Akan tetapi pada prakteknya ada negara yang melihat laju pembangunan ekonominya dengan menggunakan tingkat pertambahan Produk Domestik Bruto. Jika cara ini digunakan, maka ada beberapa hal yang tidak diperhatikan, misalnya pertambahan kegiatan ekonomi masyarakat, pertambahan penduduk, sehingga oleh para ahli ekonomi pengertian ini dibedakan antara pertumbuhan ekonomi dan pembangunan ekonomi.

Pertumbuhan ekonomi yaitu kenaikan dalam Produk Domestik Bruto tanpa memperhatikan apakah kenaikan itu lebih besar dari tingkat pertambahan penduduk, atau apakah perubahan dalam struktur ekonomi berlaku atau tidak. Pembangunan dapat berarti kenaikan Produk Domestik Bruto melebihi tingkat pertambahan penduduk. Menurut Todaro tujuan pembangunan ada 3, yaitu:

1. Menciptakan keadaan yang dapat membantu pertumbuhan rasa harga diri melebihi pembangunan sistem dan lembaga sosial, politik dan ekonomi yang dapat mengembangkan rasa harga diri dan rasa hormat terhadap kemanusiaan.


(27)

2. Mempertinggi tingkat penghidupan bangsa, yaitu tingkat pendapatan dan konsumsi pangan, pelayanan kesehatan, pendidikan dan sebagainya nelalui proses pembangunan ekonomi.

3. Mengembangkan kebebasan penduduk untuk memilih dengan jalan memperluas rangkaian kesempatan untuk memilih, misalnya dengan menambah keanekaragaman jenis barang dan jasa yang tersedia.

Jadi melalui proses pembangunan ekonomi harus dapat mengangkat tingkat penghidupan bangsa dari segala aspek, bukan saja dalam peningkatan pendapatan, dan juga rasa harga diri sebagai manusia. Walaupun tingkat pendapatan tinggi tetapi tidak ada rasa aman, selalu dihantui perasaan takut, maka tidak dapat dikatakan terjadi pembangunan ekonomi. Untuk itu diperlukan intervensi pemerintah dalam menetapkan formulasi kebijaksanaan yang sesuai dengan tujuan transformasi ekonomi yang penting, baik dalam institusional maupun masyarakat dalam waktu yang sesingkat mungkin.

2.3 Perdagangan Internasional

2.3.1 Latar Belakang Perdagangan Internasional

Setiap negara memiliki karakteristik masing-masing yang membedakannya dengan negara lain baik ditinjau dari segi sumber daya alamnya, iklimnya, letak geografisnya, penduduknya, sumber daya manusianya, struktur ekonominya serta


(28)

situasi politiknya. Perbedaan-perbedaan itu mengakibatkan terjadinya perbedaan barang yang dihasilkan oleh masing-masing negara.

Karena itu timbul negara yang lebih unggul dan lebih istimewa dalam memproduksi hasil tertentu. Hal ini dimungkinkan karena ada barang yang hanya dapat diproduksi di daerah dan iklim tertentu atau karena negara tersebut memiliki kombinasi faktor-faktor produksi yang lebih baik dari negara lainnya, sehingga negara tersebut dapat menghasilkan barang yang lebih bersaing.

Namun adakalanya produksi dari suatu negara belum dapat dikonsumsi seluruhnya di dalam negeri, maka hal ini sejak berabad-abad yang lalu telah mendorong orang untuk memperdagangkan hasil produksi tersebut ke negara lain di luar batas negaranya. Perdagangan barang-barang dari suatu negeri, ke lain negeri di luar batas negaranya itulah yang dimaksud dengan perdagangan luar negeri (M.S.,2004:2)

Perdagangan internasional terjadi karena setiap negara dengan partner dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, diantaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim, penduduk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik dan sebagainya. Dari perbedaan tersebut maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional (Halwani, 2002:17).

International busines / perdagangan internasional dapat didefenisikan sebagai kegiatan-kegiatan perniagaan dari suatu negara asal (country of origin) yang melintasi


(29)

perbatasan menuju suatu negara tujuan (country of destination) yang dilakukan oleh perusahaan multinasional (multinational corporation) untuk melakukan perpindahan barang dan jasa, perpindahan modal, perpindahan tenaga kerja, perpindahan teknologi dan perpindahan merk dagang (Waluya, 1995:3).

Pada proses awalnya perdagangan internasional merupakan pertukaran dalam arti perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya, yang selanjutnya diikuti dengan perdagangan barang dan jasa sekarang (saat terjadinya transaksi) dengan kompetensi barang dan jasa dikemudian hari. Akhirnya berkembang hingga pertukaran antarnegara/internasional dengan aset-aset yang mengandung resiko seperti saham, valuta asing dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak, bahkan semua negara yang terkait didalamnya sehingga memungkinkan setiap negara melakukan diversifikasi atau penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Dari keadaan tersebut, menunjukkan setiap negara mempunyai tingkat kapasitas produksi yang berbeda baik secara kuantitas, kualitas, dan jenis produksinya. Perbedaan-perbedaan inilah yang menyebabkan timbulnya transaksi perdagangan internasional. Adapun sebab-sebab umum yang mendorong terjadinya perdagangan internasional (Halwani, 2002:18) adalah sebagai berikut:

1. Sumber daya alam (natural resources)

2. Sumber daya modal (capital resources)

3. Tenaga kerja (human resources)


(30)

2.3.2Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasional adalah teori-teori yang mencoba memahami mengapa sebuah negara mau melakukan kerja sama perdagangan dengan negara-negara lain. Teori-teori mengenai perdagangan internasional dapat digolongkan kedalam dua kelompok, yaitu teori-teori klasik dan teori-teori modern. Teori-teori klasik yang dikenal diantaranya teori keunggulan absolut (absolute advantages) yang dikembangkan oleh Adam Smith dan keunggulan komparatif (comparative advantages) yang dikembangkan oleh David Ricardo. Sedangkan teori faktor proporsi atau dekenal dengan sebutan H-O termasuk diantara teori-teori modern. a. Teori Keunggulan Absolut (absolute advantages)

Teori keunggulan absolut dikembangkan oleh Adam Smith sebagai perbaikan atas merkantilis. Menurut Smith, surplus perdagangan yang dipaksakan lewat merkantilis peroteksi dan pemberian monopoli akan mengorbankan efisiensi dan produktivitas. Sebab lewat perlindungan dan hak monopoli, pengusaha tidak terdorong untuk melakukan efisiensi dan inovasi. Akibatnya, produksi yang dihasilkan bukan saja jumlahnya menjadi lebih sedikit, tetapi harga jualnya yang semakin mahal, kualitasnyapun belum tentu baik. Dengan kata lain, harga yang harus dibayar dari kebijakan perlindungan seperti yang diusulkan merkantilis adalah kesejahteraan rakyat.

Sebaliknya, Smith amat yakin bahwa perdagangan akan meningkatkan kemakmuran bila dilaksanakan melalui mekanisme perdagangan bebas, para pelaku ekonomi diarahkan untuk melakukan spesialisasi berdasarkan


(31)

pertimbangan keunggulan absolut, yaitu keunggulan yang dilihat dari kemampuan produksi dengan biaya lebih rendah. Sebab bila biayanya lebih rendah, dengan input yang sama dapat dihasilkan output yang lebih banyak.

Bilamana keunggulan suatu negara dari negara lainnya dalam memproduksi suatu jenis barang disebabkan karena faktor alam, maka negara tersebut dikatakan mempunyai ”keunggulan mutlak” (absolute advantage). Misalnya karet hanya bisa tumbuh di daerah tropis seperti Indonesia dan Malasyia, maka dalam memproduksi karet alam, Indonesia dan Malasyia mempunyai ”keunggulan mutlak” terhadap negara-negara lainya.

b. Teori Keunggulan Komparatif (comparative advantages)

Bilamana suatu negara dapat memproduksi suatu jenis barang lebih baik dan lebih murah disebabkan karena lebih baiknya kombinasi dari faktor-faktor produksi (alam, tenaga kerja, modal dan pengurusannya) maka negara tersebut dapat pula memperoleh ”keunggulan”. Ini disebabkan karena produktivitasnya yang tinggi, yang memungkinkan untuk memproduksi suatu jenis barang dengan biaya yang lebih rendah dari negara lainnya. Hal ini disebut sebagai ”keunggulan dalam perbandingan biaya”. (comparative advantage cost).

Oleh karena produksi dari suatu negara belum tentu dapat dionsumsi seluruhnya di dalam negeri, atau mugkin juga suatu hasil produksi dari suatu negara sama sekali dapat dipergunakan untuk konsumsi di dalam negeri, maka hal ini semenjak berabad-abad yang lalu telah mendorong orang untuk


(32)

memperdagangkan hasil produksi dalam negeri ke lain negeri di luar batas negara itulah yang kita maksudkan dengan perdagangan luar negeri.

Dari sudut lain dapat pula dilihat, apakah kebutuhan di dalam negeri akan lebih baik diproduksi di dalam negeri, atau akan lebih menguntungkan kalau didatangkan dari luar negeri, dan sebaliknya menjual hasil produksi dalam negeri yang akan mendapat pasaran dan harga yang lebih baik di luar negeri.

Dalam perdagangan luar negeri, faktor perbandingan biaya produksi ini adalah penting sekali yang dalam bahasa asingnya disebut dengan istilah

comparative cost. Karena keunggulan-keunggulan yang ada pada suatu negara dalam memproduksi suatu jenis barang, ataupun karena pertimbangan yang berhubungan dengan perbandingan biaya produksi.

c. Teori Hecksher-Ohlin

Di dalam kelompok teori-teori modern mengenai perdagangan internasional dikenal antara lain teori Hecksher dan Ohlin. Teori H-O ini disebut juga factor proportion theory atau teori ketersediaan factor. Dasar pemikiran dari teori ini adalah perdagangan internasional, misalnya antara Indonesia dan Jepang, terjadi karena biaya alternatif (opportunity cost)

berbeda antara kedua negara tersebut, yang disebabkan oleh adanya perbedaan dalam jumlah faktor produksi (tenaga kerja, modal dan tanah) yang dimiliki oleh kedua negara tersebut. Indonesia memiliki tanah yang lebih luas dan


(33)

tenaga kerja dalam jumlah yang jauh lebih banyak dibanding Jepang. Sebaliknya, Jepang memiliki modal yang lebih banyak dari pada Indonesia.

Maka, sesuai dengan hukum pasar (permintaan dan penawaran), harga dari faktor-faktor produksi tersebut juga berbeda antara di Indonesia dan Jepang. Upah tenaga kerja dan harga tanah di Indonesia lebih murah dari pada di Jepang, sebaliknya harga modal di Indonesia lebih mahal dibandingkan di Jepang. Perbedaan harga faktor produksi tersebut belum tentu dapat mengatakan bahwa Indonesia lebih unggul atas Jepang dalam membuat suatu jenis barang. Hal ini tergantung pada tingkat intensitas pemakaian tenaga kerja, tanah dan modal dalam memproduksi barang tersebut. Intensitas pemakaian faktor produksi dapat diukur dengan rasio antara nilai faktor produksi dan nilai output. Jelas bahwa pertanian adalah jenis sektor yang proses produksinya lebih padat tenaga kerja dan tanah dibandingkan sektor industri manufaktur. Oleh karena itu, secara teori Indonesia memiliki keunggulan atas Jepang dalam menghasilkan komoditi-komoditi pertanian.

Jadi, menurut teori H-O ini, struktur perdagangan luar negeri dari suatu negara tergantung pada ketersediaan dan intensitas pemakaian faktor-faktor produksi dan yang terakhir ditentukan oleh teknologi. Suatu negara akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor barang-barang yang input (faktor produksi) utamanya relatif banyak di negara tersebut dan mengimpor barang yang input utamanya tidak dimiliki oleh negara tersebut atau jumlahnya yang sangat terbatas.


(34)

2.3.3 Kebijakan Ekonomi Internasional

Dalam arti luas, kebijakan ekonomi internasional adalah tindakan atau kebijaksanaan ekonomi pemerintah, baik secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi komposisi, arah serta bentuk daripada perdagangan dan pembayaran internasional. Hal ini terkait dengan kebijakan fiskal dan moneter. Sedangkan dalam arti sempit, adalah tindakan atau kebijakan ekonomi pemerintah yang secara langsung mempengaruhi perdagangan dan pembayaran internasional (Rosyidi, 2002:59). Menurut Rosyidi (2002), instrumen kebijakan ekonomi internasional terdiri dari:

a. Kebijakan ekonomi internasional. Kebijakan ini mencakup tindakan pemerintah terhadap rekening yang sedang berjalan (current account) dari neraca pembayaran internasional, khususnya tentang ekspor dan impor, kuota impor, subsidi, bilateral trade agreement, dan lain-lain.

b. Kebijakan pembayaran internasional. Menyangkut tindakan pemerintah terhadap rekening modal (capital account) dalam neraca pembayaran internasional, dalam bentuk pengawasan terhadap pembayaran internasional, seperti: exchange control, pengawasan lalu lintas jangka panjang, dan lain-lain.

c. Kebijakan bantuan luar negeri. Kebijakan ini terkait dengan bantuan luar negeri (grants) dan hutang (loans).


(35)

2.3.4 Beberapa Faktor Khusus Perdagangan Internasional

Sama halnya dengan perdagangan dalam negeri yakni melakukan transaksi “jual beli” maka dalam perdagangan luar negeri pun juga dilakukan aktivitas “jual” yang disebut dengan ekspor dan aktivitas ‘beli” yang lazim disebut impor.

Faktor pertama yang harus diperhatikan adalah faktor hasil (proceeds) dan biaya (cost). Barang-barang yang akan dijual ke luar negeri adalah barang yang biaya pembuatannya relatif murah bila dibandingkan dengan ongkos pembuatannya di luar negeri, dalam arti kata kalau diekspor akan dapat dijual dengan mendapatkan hasil penjualan yang menguntungkan.

Kedua faktor ini sudah tentu hanya dapat dilakukan dalam batas tertentu sesuai dengan kebijaksanaan pemerintah. Dari sudut pandang ini mudah dapat dipahami adakalanya suatu jenis barang ekspor harus diekspor sekalipun akan menderita rugi kalau dihitung dalam mata uang sendiri (misalnya dalam mata uang Rupiah), tetapi apabila pemerintah memerlukan dan mengutamakan penghasilan dalam bentuk valuta asing, maka ekspor harus dijalankan. Sebaliknya apabila pemerintah memandang sesuatu jenis barang tidak begitu diperlukan demi kesejahteraan rakyat banyak, maka pemerintah dapat pula membatasi jenis-jenis barang yang diimpor.

Setiap transaksi perdagangan luar negeri dapat dilihat baik sebagai transaksi impor maupun sebagai transaksi ekspor, yang dicatat dalam neraca pembayaran yang didalamnya terdapat neraca perdagangan yang memuat besarnya nilai ekspor dan


(36)

impor barang-barang dan jasa-jasa. Dalam neraca perdagangan dimuat hal-hal sebagai berikut:

a. Neraca perdagangan, yang memuat ekspor dan impor barang migas dan non-migas.

b. Neraca jasa, memuat transaksi jasa migas dan non-migas.

c. Transaksi berjalan, memuat jumlah antara neraca perdagangan dan neraca jasa. Jika bertanda (-) berarti terjadi defisit, sebaliknya jika bertanda (+) berarti surplus.

2.4 Ekspor

2.4.1 Pengertian Ekspor

Menurut pasal 1 ayat 9 (Bab I) UU No.32/1964, ekspor adalah pengiriman barang ke luar Indonesia dari peredaran. Ke luar Indonesia berarti ke luar dari daerah Pabean Indonesia atau keluar dari wilayah Yuridiksi Indonesia, keluar dari peredaran berarti keluar peredaran di luar daerah Pabean Indonesia dan di luar wilayah Yuridiksi Indonesia. (Purba, 1972:20)

Menurut Michael P. Todaro, ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menumbuhkan permintaan dalam negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri-industri pabrik besar, bersama dengan struktur politik yang tidak stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain, ekspor mencerminkan aktivitas perdagangan antar bangsa yang dapat memberikan


(37)

dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang memilki kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara-negara yang lebih maju.

Menurut G.M. Meier dan Baldwin, ekspor adalah salah satu sektor perekonomian yang memegang peranan penting melalui perluasan pasar antara beberapa negara dimana dapat mengadakan perluasan dalam sektor industri, sehingga mendorong sektor industri lainnya dari perekonomian. (Baldwin, 1965:313).

Ekspor sebagai bagian dari perdagangan internasional bisa dimungkinkan oleh berbagai kondisi, antara lain:

a. Adanya kelebihan produksi dalam negeri sehingga kelebihan produksi tersebut dapat dijual ke luar negeri.

b. Adanya permintaan luar negeri untuk suatu produk walaupun untuk dalam negeri masih kekurangan.

c. Adanya keuntungan yang lebih besar dari penjualan ke luar negeri dari pada penjualan di dalam negeri karena harga di pasaran dunia lebih menguntungkan.

d. Adanya barter dengan produk tertentu dengan produk lain yang diperlukan dan tidak dapat diproduksi di dalam negeri.


(38)

2.4.2 Pelaksanaan Ekspor a. Cara-cara Pelaksanaan Ekspor

Pemasaran ekspor adalah penjualan suatu komoditi ke negara lain dengan kondisi yang sudah disesuaikan dengan keinginan dan selera pembeli di pasar sasaran ekspor. (M. S., 2003:63)

Menurut Lembaga Pendidikan Kejuruan Indonesia dalam Zulkarnain Djamin (Djamin, 1993:63), dalam melakukan pemasaran ekspor dapat ditempuh dengan berbagai cara antara lain sebagai berikut:

1. Ekspor Biasa

Dalam hal ini barang-barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah diadakan dengan importir di luar negeri.

2. Barter

Barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang-barang yang dubutuhkan di dalam negeri. Dalam hal ini berarti yang mengirimkan barang tidak menerima pembayaran dalam uang asing tetapi dalam bentuk barang. Barang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayarannya dalam mata uang rupiah.

3. Konsinyasi (consignment)

Konsinyasi adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk dijual, sedangkan hasil penjualannya diperlakukan sama dengan hasil ekspor biasa. Dalam hal ini barang-barang akan dikirim ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang


(39)

atau untuk memenuhi transaksi, melainkan dijual di pasar bebas atau diikutsertakan dalam lelang (comodities exchange).

b. Prosedur Ekspor

Adapun prosedur ekspor menurut Zulkarnain Djamin (Djamin, 1993:105) akan digambarkan dalam skema sebagai berikut:

L/C

LUAR NEGERI B OPENING BANK C

DALAM NEGERI A L/C

E MENARIK D WESSEL

F G H I

Gambar 2.1 Skema Prosedur Impor Keterangan:

1. Eksportir menerima order (pesanan) dari buyer di luar negeri (B - A). IMPORTIR --- BUYER BANK LUAR NEGERI EKSPORTIR --- SELLER BANK DALAM NEGERI PRODUSEN MASKAPAI PELAYARAN KEDUTAAN ASING MASKAPAI ASURANSI INSTANSI


(40)

2. Buyer membuka L/C melalui Opening Bank - Cara Bank – Eksportir (B - C - D - A).

3. Eksportir menempatkan pesanan kepada leveransir/pemilik barang/produsen (A – E).

4. Eksportir menyelesaikan semua formalitas ekspor dengan semua instansi ekspor yang berwenang (A – G).

5. Eksportir memesan ruangan kapal (booking) dan mengeluarkan Shipping Order pada dek pelabuhan (A – F) dan mengurus B/L.

6. Menyiapkan faktur-faktur dan dokumen pengapalan lainnya. 7. Menentukan Asuransi Laut dengan Maskapai Asuransi (A – H).

8. Menyusun Consular –Iinvoice / dengan Trade councelor kedutaan negara importer (A – I).

2.4.3 Manfaat dan Peranan Ekspor

Secara umum, ada beberapa manfaat atau peranan yang dapat diperoleh dari kegiatan ekspor (Djamin, 1994:5), antara lain:

a. Keuntungan komparatif (comparative advantage), didasarkan pada hukum keuntungan komparatif yakni suatu negara akan mengekspor hasil produksi yang darinya terdapat keuntungan yang lebih besar dan mengimpor barang-barang yang darinya terdapat keuntungan yang lebih kecil.


(41)

b. Sektor ekspor menjadi sektor utama dalam meningkatkan perekonomian.

c. Ekspor merupakan sumber devisa bagi negara. Bila ekspor naik mengakibatkan penerimaan dalam negeri akan meningkat.

d. Ekspor menciptakan permintaan efektif yang baru, akibatnya permintaan barang-barang di pasar dalam negeri meningkat. Terjadinya persaingan mendorong industri-industri dalam negeri mencari inovasi yang ditujukan untuk menaikkan produktivitas.

e. Perluasan kegiatan ekspor mempermudah pembangunan, karena industri tertentu tumbuh tanpa membutuhkan investasi dalam kapital sosial sebanyak yang dibutuhkan seandainya barang-barang itu akan dijual di dalam negeri, misalnya karena sempitnya pasar dalam negeri akibat tingkat pendapatan riil yang rendah atau hubungan transportasi yang belum memadai.

2.5Deskripsi Tanaman Karet 2.5.1 Defenisi dan Jenis Karet

Semua jenis karet adalah polimer tinggi dan mempunyai susunan kimia yang berbeda dan memungkinkan untuk diubah menjadi bahan-bahan yang bersifat elastis


(42)

kekuatan tensil, daya ukur maksimum, daya lentur (resilience) dan terutama pada proses pengolahannya serta prestasinya sebagai barang jadi.

Secara tradisional, karet alam diperdagangkan dalam bentuk lembaran yang mutunya dinilai dan diawasi secara visual. Ada enam tingkat yang berbeda dari lembaran karet asapan bergelombang: yaitu RSS 1 hingga RSS 6. Tingkat I (RSS1) adalah lembaran karet dagangan dengan jenis mutu tertinggi, diikuti oleh RSS 2, RSS 3, dan seterusnya. Namun, dalam dua dasawarsa terakhir pasaran RSS 1 lenyap, terutama bila dibandingkan dengan RSS 3 yang merupakan jenis karet standar untuk membuat ban. Selain diperdagangkan dalam bentuk lembaran, karet juga diperdagangkan dalam bentuk karet krep atau lembaran tipis (crepe).

2.5.2 Kebijakan Perkembangan Agribisnis Karet

Strategi pengembangan agribisnis karet nasional yang dipilih adalah bagaimana maningkatkan manfaat secara optimal agribisnis karet melalui perolehan nilai tambah dan peningkatan daya saing secara adil dan berkelanjutan. Dengan memanfaatkan aset-aset perkebunan yang sudah ada, sehingga strategi tersebut hendaknya didasari dari pemikiran-pemikiran yang inovatif, kreatif, proporsional dan profesional sehingga efektif dalam implementasinya. Agar diperoleh manfaat yang optimal dari pembangunan agribisnis perkaretan nasional, maka kebijakan pengembangan agribisnis diarahkan kepada: Kebijakan Peningkatan Produktivitas dan Mutu Karet.


(43)

Kebijakan ini dimaksudkan untuk meningkatkan produktivitas tanaman serta mutu karet secara bertahap, baik yang dihasilkan oleh petani kebun maupun perkebunan besar. Penerapan kebijakan peningkatan produktivitas dan mutu karet ditempuh antara lain melalui:

1. Peremajaan dan rehabilitasi tanaman karet secara bertahap (5%/ thn) dengan menggunakan klon unggul generasi ke-4 penghasil lateks dan kayu dengan penerapan teknologi secara tepat sehingga selama kurun waktu 20 tahun tanaman karet di Indonesia sudah dapat mencapai tingkat produktivitas yang optimal.

2. Pengembangan industri benih karet yang berbasis teknologi dan pasar dengan peran serta swasta dan masyarakat melalui model waralaba benih.

3. Perbaikan mutu bahan olah melalui sistem reward and punishment.

4. Optimasi pelaksanaan pengurangan produksi karet melalui koordinasi dengan pemerintah daerah sentra produksi karet.

5. Diversifikasi usaha melalui optimasi pemanfaatan lahan secara optimal sampai tahun ke-3 dapat diusahakan tanaman sela berupa tanaman semusim. Dengan mengatur pola tanam dapat diusahakan ternak dan tanaman hijauan,dan pada batas kebun juga dapat diusahakan tanaman jati.

6. Pelaksanaan peremajaan karet rakyat baik proyek maupun swadaya diusahakan secara berkelompok dalam satu hamparan sehingga lebih memudahkan dan efisien dalam pengolahan kayu karetnya, terutama dalam penjadwalan pembukaan lahan oleh pabrik mitra yang membeli kayu.


(44)

7. Pengembangan dan pemantapan kelembagaan petani dan usaha melalui berbagai bentuk pelatihan dan pendampingan.

2.6 Harga Ekspor Karet

2.6.1 Mekanisme Harga di Pasar

Mekanisme harga adalah proses yang berjalan atas dasar gaya (kekuatan) tarik-menarik antara konsumen-konsumen dan produsen-produsen yang bertemu di pasar. Hasil netto dari kekuatan tarik-menarik tersebut adalah terjadinya harga untuk setiap barang (di pasar barang) dan untuk setiap faktor produksi (di pasar faktor produksi). Pada suatu waktu, harga suatu barang mungkin naik karena gaya tarik konsumen (kerana sesuatu hal) menjadi lebih kuat (yaitu para konsumen meminta lebih banyak barang tersebut). Sebaliknya harga suatu barang turun apabila permintaan para konsumen melemah (Boediono, 1982:8).

Sedangkan pengertian pasar itu sendiri menurut ilmu ekonomi adalah tempat dimana terjadi transaksi antara penjual dan pembeli. Barang yang ditransaksikan bisa berupa barang apapun, mulai dari beras, sayur-mayur, sampai ke jasa angkutan, uang dan tenaga kerja. Dan setiap barang ekonomi mempunyai pasar sendiri-sendiri. Di masing-masing pasar terjadi transaksi pasar untuk barang yang bersangkutan. Apabila terjadi suatu transaksi, maka ini berarti telah terjadi suatu persetujuan (antara pembeli dan penjual) mengenai harga transaksi dan volume transaksi bagi barang tersebut.


(45)

Dua aspek transaksi inilah (harga dan volume) yang menjadi pusat perhatian dalam menganalisa suatu pasar.

Dalam menganalisa suatu pasar, kita harus melihat secara konseptual (abstrak). Dalam arti, pasar adalah pertemuan antara kurva permintaan dan kurva penawaran. Kurva permintaan mewakili apa yang dikehendaki konsumen dan kurva penawaran menggambarkan apa yang diinginkan produsen. Jadi misalnya, pasar beras tidak lain adalah pertemuan antara kurva permintaan akan beras dengan kurva penawaran akan beras.

Kurva permintaan (demand curve) adalah gambar kurva yang menunjukkan hubungan antara jumlah permintaan akan sesuatu barang dan semua faktor-faktor yang mempengaruhinya (selain harga, faktor lain tidak berubah). Sedangkan hukum permintaan menjelaskan bahwa bila harga sesuatu barang naik ceteris paribus, maka jumlah yang diminta konsumen akan barang tersebut turun, begitu pula sebaliknya.

Kurva penawaran (supply curve) adalah kurva yang menunjukkan jumlah barang yang ditawarkan produsen pada berbagai kemungkinan tingkat harga. Hukum penawaran menyatakan bahwa kurva penawaran mempunyai bentuk yang menaik dari kiri bawah ke kanan atas, artinya semakin tinggi harga jual suatu barang, semakin banyak jumlah barang tersebut yang ditawarkan di pasar. Hal ini disebabkan karena harga yang lebih tinggi memberikan keuntungan yang lebih tinggi kepada produsen dan cenderung merangsang untuk memproduksi lebih banyak dan menarik produsen-produsen baru (Boediono, 1982:44).


(46)

2.3.2 Keseimbangan Pasar

Transaksi pasar terjadi apabila kedua belah pihak di pasar telah mencapai suatu persetujuan mengenai tingkat harga dan volume transaksi tersebut. Sebelum ada persetujuan dari kedua belah pihak, tidak akan terjadi transaksi. Persetujuan ini tercapai bila apa yang dikehendaki pembeli sama dengan apa yang dikehendaki penjual. Secara grafik, persetujuan ini tercapai apabila kurva permintaan berpotongan dengan kurva penawaran. Sebab, hanya pada posisi inilah apa yang dikehendaki pembeli persis sama dengan apa yang dikehendaki penjual. (Gambar 2.2)

P (harga)

S

P1 A B

Pe E

P2 C D

D

O

Qe Q (volume)

Gambar 2.2


(47)

Persetujuan tercapai pada posisi E dengan harga transaksi Pe dan volume transaksi Qe. Transaksi terjadi ketika pembeli membayar kepada penjual dengan harga Pe per unit barang dan penjual menyerahkan sebanyak Qe unit. Posisi ini diberi nama posisi ”keseimbangan pasar” atau equilibrium pasar. Disebut posisi ”keseimbangan” karena pada harga tersebut, jumlah yang ingin dibeli konsumen sama dengan jumlah yang ingin dijual produsen, tidak ada kelebihan atau kekurangan.

P1 bukan harga equilibrium karena pada harga tersebut jumlah yang

ditawarkan oleh produsen ke pasar lebih besar daripada jumlah yang diminta konsumen. Kelebihannya adalah AB yang merupakan stok produsen yang tidak bisa terjual. Oleh karena itu akan ada kecenderungan bagi produsen untuk menurunkan harga jualnya. Harga jual turun menyebabkan jumlah barang yang diminta konsumen naik. Harga akan turun dan berhenti sampai ke tingkat Pe karena pada tingkat harga

ini jumlah yang diminta konsumen persis sama dengan jumlah yang ditawarkan produsen (Qe).

Tidak ada kelebihan stok yang tak terjual, tidak ada kecenderungan baik bagi produsen atau konsumen untuk mengubah harga. Pe adalah harga equilibrium dan Qe

adalah volume equilibrium. Bila seandainya harga mula-mula pada P2, maka akan ada

kelebihan permintaan konsumen sebanyak CD, yang tidak terpenuhi karena barang habis. Akibatnya konsumen cenderung menawarkan harga yang lebih tinggi. Ini mengakibatkan penawaran oleh produsen lebih besar, dan seterusnya. Harga akan naik dan berhenti pada Pe.


(48)

2.6.3 Pergeseran Permintaan dan Penawaran

Pergeseran kurva permintaan ke kanan berarti adanya kenaikan permintaan akan barang tersebut. Kalau penawaran tidak berubah ini akan mengakibatkan kenaikan harga dan kenaikan jumlah yang terjual/terbeli. Sebaliknya akan terjadi penurunan harga bila ada penurunan permintaan, yaitu pergeseran kurva permintaan ke kiri. (Gambar 2.3)

P S P S

D D’ D’ D

O Q O Q Gambar 2.3

Pergeseran Kurva Permintaan

Penurunan penawaran ditunjukkan oleh pergeseran ke kiri dari kurva penawaran dan ini biasanya mengakibatkan kenaikan harga pasar dan penurunan volume transaksi. Sebaliknya kenaikan penawaran (pergeseran ke kanan dari kurva penawaran) mengakibatkan penurunan harga pasar dan kenaikan volume transaksi. (Gambar 2.4)


(49)

P S’ P S

D S D S’

O Q O Q Gambar 2.4

Pergesaran Kurva Penawaran

2.6.4 Pengaruh Harga Ekspor Terhadap Volume Ekspor

Menurut Pappas dan Mark Hirschey (1995:95) permintaan adalah jumlah barang atau jasa yang rela ataupun yang mampu dibeli oleh konsumen selama periode tertentu berdasarkan kondisi tertentu. Dalam membahas permintaan suatu barang, tidak terlepas dari mempelajari tingkah laku konsumen, dimana seorang konsumen senantiasa ingin memaksimalkan kepuasan. Dengan demikian di pasar ada dua kekuatan yaitu produsen dan konsumen, proses selanjutnya melalui mekanisme pasar yaitu tarik-menarik antara kekuatan permintaan dan penawaran diperoleh harga dan kuantitas yang disepakati. Dari sinilah analisis permintaan sangat penting dalam mengambil keputusan oleh produsen/pengusaha.

Menurut Pappas dan Mark Hirschey (1997:97) fungsi dari permintaan adalah hubungan antara jumlah barang yang diminta (Q) dan variabel-variabel yang mempengaruhinya, sedang kurva permintaan adalah kurva yang menunjukkan


(50)

hubungan antara jumlah barang yang diminta dan harga barang yang diminta. Sehingga model matematis fungsi permintaan secara sederhana adalah sebagai berikut:

Qx = f (Px) atau Qx = a - Px

Dengan asumsi variabel-variabel lain dianggap tetap (ceteris paribus), dengan demikian diasumsikan bahwa permintaan terhadap suatu barang hanya dipengaruhi oleh harga barang tersebut. Variabel-variabel yang mempengaruhi permintaan suatu barang antara lain:

1. Harga barang yang diminta (The Price of Goods X = Px) . Permintaan merupakan fungsi dari harga suatu barang. Apabila harga barang tersebut naik, maka permintaan akan turun. Sebaliknya apabila harga turun, maka permintaan akan naik.

2. Harga barang lain (The Price of Related Goods or Services = Pr). Dengan kondisi:

a. Hubungan barang substitusi. Pengaruh harga barang substitusi terhadap barang tersebut adalah bahwa apabila ada kenaikan harga barang pokok, maka permintaan terhadap barang substitusi naik. Hal ini disebabkan harga barang substitusi lebih mahal dibanding harga barang pokok.

b. Hubungan barang komplementer. Apabila harga barang komplementer turun, maka jumlah permintaan barang komplementer naik, sehingga berakibat permintaan terhadap barang pokok juga naik. Sebaliknya


(51)

apabila harga barang komplementer naik, maka jumlah permintaan barang komplementer turun, sehingga berakibat permintaan terhadap barang pokok juga turun.

3. Faktor-faktor lain. Faktor-faktor lain yang berkaitan dengan permintaan suatu barang antara lain adalah faktor eksternal (peraturan pemerintah, kondisi ekonomi suatu negara/daerah, dan lain-lain).

Dari faktor-faktor diatas, maka permintaan suatu barang/jasa dapat dirumuskan dengan formula sebagai berikut:

Qdx = f (Px, Pr, O)

Dimana: Qdx = kuantitas permintaan barang atau jasa

Px = harga dari barang/jasa X

Pr = harga dari barang lain yang berkaitan O = faktor-faktor spesifik/lain

Dari kondisi diatas dapat dijelaskan bahwa permintaan terhadap suatu barang sangat dipengaruhi oleh banyak variabel. Masing-masing variabel akan mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap permintaan-permintaan suatu barang/jasa. Variabel harga produk akan mempunyai pengaruh negatif terhadap permintaan konsumen. Harga barang lain (substitusi) akan mempunyai pengaruh positif terhadap permintaan konsumen.


(52)

2.7 Nilai Tukar (Kurs)

2.7.1 Pengertian Nilai Tukar (Kurs)

Dalam perdagangan internasional pertukaran antara satu mata uang dengan mata uang lain menjadi hal yang terpenting untuk mempermudah proses transaksi jual-beli barang dan jasa. Dari pertukaran ini, terdapat perbandingan nilai atau harga antara kedua mata uang tersebut, dan inilah yang dinamakan kurs. Jadi secara umum, kurs atau nilai tukar dapat diartikan sebagai harga suatu mata uang asing atau harga mata uang luar negeri terhadap mata uang domestik (Lindert, 1999).

Kurs adalah harga mata uang domestik terhadap mata uang asing dihitung berdasarkan rata-rata tertimbang nilai tukar riil dari negara mitra dagang Indonesia. Nilai tukar rupiah digunakan sebagai proyeksi dari nilai tukar negara mitra dagang Indonesia (Syarief, 2003:4).

Kurs merupakan salah satu harga yang terpenting dalam perekonomian terbuka mengingat pengaruhnya yang sedemikian besar bagi transaksi berjalan maupun terhadap variabel-variabel ekonomi lainnya. Kurs juga memerankan peranan sentral dalam perdagangan internasional.

Dalam mekanisme pasar, kurs dari suatu mata uang akan mengalami fluktuasi yang berdampak langsung pada harga barang-barang ekspor dan impor (Dominic, 1997). Perubahan yang dimaksud adalah:

1. Apresiasi, yaitu peristiwa menguatnya nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan-kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari


(53)

perubahan kurs ini adalah harga produk negara itu bagi pihak luar negeri makin mahal, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi lebih murah.

2. Depresiasi, yaitu peristiwa penurunan nilai tukar mata uang secara otomatis akibat bekerjanya kekuatan penawaran dan permintaan atas mata uang yang bersangkutan dalam sistem pasar bebas. Sebagai akibat dari perubahan kurs ini adalah produk negara itu bagi pihak luar negeri menjadi murah, sedangkan harga impor bagi penduduk domestik menjadi mahal.

2.7.2 Pasar Valuta Asing

Kurs ditentukan oleh interaksi antara berbagai rumah tangga, perusahaan dan lembaga-lembaga keuangan yang membeli dan menjual valuta asing guna keperluan pembayaran internasional. Pasar yang memperdagangkan mata uang internasional disebut dengan pasar valuta asing (foreign exchange market).

Dengan kata lain, pasar valuta asing adalah tempat bertemunya pembeli dan penjual dari berbagai mata uang asing (Krugman dan Obstfeld, 1992).

2.7.3 Keseimbangan Kurs

Keseimbangan nilai tukar pada dasarnya mempunyai fungsi ganda, pertama yaitu mempertahankan keseimbangan neraca pembayaran yang akhirnya bermuara kepada tingkat kecukupan cadangan devisa yang dikelola oleh Bank Indonesia.


(54)

Pada umumnya, kurs ditentukan oleh perpotongan kurva permintaan pasar dan kurva penawaran dari mata uang asing tersebut. Permintaan valuta asing timbul terutama bila kita mengimpor barang-barang dan jasa-jasa dari luar negeri atau melakukan investasi dan pinjaman luar negeri.

Perbedaan tingkat kurs timbul karena beberapa hal:

 Perbedaan antara kurs beli dan jual oleh para pedagang valuta asing/bank, dimana kurs beli adalah kurs yang dipakai apabila para pedagang valuta asing/bank membeli valuta asing, dan kurs jual apabila mereka menjual valuta asing. Selisih kurs jual dan kurs beli merupakan keuntungan bagi para pedagang.

 Perbedaan kurs yang diakibatkan oleh perbedaan waktu pembayaran, dimana kurs TT (telegraphic transfer) lebih tinggi karena lebih cepat dibanding dengan kurs MT (mail transfer).

 Perbedaan dalam tingkat keamanan dalam penerimaan hak pembayaran. Sering terjadi penerimaan hak pembayaran yang berasal dari bank asing yang sudah terkenal, kursnya lebih tinggi daripada bank lain yang belum terkenal.


(55)

BAB III

METODE

PENELITIAN

3.1. Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini dilakukan di Sumatera Utara dengan mengamati faktor yang mempengaruhi ekspor karet di Sumatera Utara. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor karet Sumatera Utara adalah total produksi karet, harga ekspor karet dan kurs.

3.2. Jenis dan Sumber Data

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dalam bentuk time series yang bersifat kuantitatif yaitu data yang berbentuk angka-angka. Sumber data diperoleh dari beberapa sumber informasi yang berkaitan dengan penelitian ini, yaitu Bank Indonesia (BI) kantor cabang Medan dan Badan Pusat Statistik (BPS) dengan kurun waktu 1986 sampai 2005 serta bahan-bahan kepustakaan berupa bacaan yang berhubungan dengan penelitian, web site dan jurnal-jurnal.

3.3. Teknik Pengumpulan Data

Untuk pengumpulan data, penulis menggunakan metode pengumpulan data sekunder yang diperoleh dari instansi-instansi yang terkait dengan menggunakan


(56)

metode penelitian kepustakaan (library research) yang diperoleh dari publikasi resmi yang berhubungan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah dengan menggunakan pencatatan data yang diperoleh dari berbagai sumber yang telah disebutkan di atas.

3.4. Pengolahan Data

Penulis menggunakan program E-views 4.1 untuk mengolah data dalam penulisan skripsi ini.

3.5. Model Analisis Data

Model analisis yang digunakan dimulai dengan pembentukan nilai matematis yang digunakan dalam menentukan hubungan yang berlaku diantara total produksi karet, harga ekspor karet dan nilai kurs.

Dalam menganalisis besarnya pengaruh varabel independen terhadap variabel dependen, penelitian menggunakan alat analisis ekonometrika yaitu meregresikan variabel-variabel yang ada dengan menggunakan metode Ordinary Least Square

(OLS) atau metode kuadrat terkecil biasa. Data-data yang digunakan dianalisis secara kuantitatif dengan menggunakan analisis statistik yaitu persamaan regresi linear berganda.

Variabel-variabel independen yang mempengaruhi variabel dependen dinyatakan dalam fungsi sebagai berikut:


(57)

Dari persamaan fungsi tersebut diatas dispesifikasikan ke dalam model linear: Y =

α

+

β

1X1 +

β

2X2 +

β

3X3 + µ ...(2)

Dimana:

Y : Volume ekspor karet Sumatera Utara (Ton)

α

: Intercept

X1 : Total produksi karet Sumatera Utara (Ton)

X2 : Harga ekspor karet Sumatera Utara (US$/ton)

X3 : Kurs (Rp)

β

1,

β

2,

β

3 : Koefisien regresi

µ

: Term of error

Bentuk hipotesisnya adalah sebagai berikut: 0 1    X Y

, artinya jika terjadi kenaikan pada X1 (total produksi karet) maka Y (volume

ekspor karet Sumatera Utara) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

0 2    X Y

, artinya jika terjadi kenaikan pada X2 (harga ekspor karet) maka Y (volume

ekspor karet Sumatera Utara) akan mengalami kenaikan, ceteris paribus.

0 2    X Y

, artinya jika terjadi kenaikan pada X3 (kurs) maka Y (volume ekspor karet


(58)

3.6. Uji Kesesuaian ( Test Of Goodness of Fit ) 3.6.1. Koefisien Determinasi (R-Square)

Koefisien determinasi dilakukan untuk melihat seberapa besar kemampuan variabel independen secara bersama mampu memberi penjelasan terhadap variabel dependen. Nilai R2 berkisar antara 0 sampai 1 (0< R2<1).

3.6.2. Uji F-statistik (Uji keseluruhan)

Uji F dilakukan untuk melihat pengaruh variabel independen secara keseluruhan atau bersama-sama terhadap variabel dependen.

Pengujian ini dilakukan untuk membandingkan nilai F-hitung dengan F-tabel. Jika F-hitung > F-tabel, maka Ho ditolak, yang artinya variabel independen secara bersama-sama mempengaruhi variabel dependen.

Nilai F-hitung dapat dihitung dengan rumus: F* = ) /( ) 1 ( 1 / 2 2 k n R k R    Keterangan:

R2 = Koefisien Determinasi

k = Jumlah variabel independen ditambah intercept n = Jumlah sampel


(59)

3.6.3. Uji t-statistik (Uji Parsial)

Uji t merupakan suatu pengujian secara parsial yang bertujuan untuk mengetahui apakah masing-masing koefisien regresi signifikan atau tidak terhadap variabel dependen dengan menganggap variabel lainnya konstan.

Nilai t-hitung (t*) dapat diperoleh dengan rumus: t* =

i i

Sb b b ) ( 

keterangan:

bi = Koefisien variabel ke-i

b = nilai hipotesis nol

Sbi = Simpangan baku dari variabel independen ke-i

3.7. Uji Penyimpangan Asumsi Klasik 3.7.1. Uji Multikolinearitas

Multicolinearity adalah alat untuk mengetahui suatu kondisi, apakah terdapat korelasi variabel independen diantara satu sama lain. Untuk mengetahui ada tidaknya multicolinearity dapat dilihat dari R-square, F-hitung, t-hitung, serta standard error.

Adanya Multicolinearity ditandai dengan: a. Standard error tidak terhingga.

b. Tidak satu pun t-statistik yang signifikan pada α =10%, α = 5%, α = 1% . c. Terjadi perubahan tanda atau tidak sesuai dengan teori.


(60)

Negative Autokorelasi 3.7.2. Autokorelasi

Autokorelasi terjadi apabila error term (μ) dari periode waktu yang berbeda berkorelasi. Dikatakan bahwa error term berkorelasi atau mengalami korelasi serial apabila:

Variabel (ei.ej) ≠ 0 untuk I ≠ j, dalam hal ini dapat dikatakan memiliki masalah autokorelasi. Adapun cara yang digunakan untuk mengetahui keberadaan autokorelasi yaitu:

a. Dengan memplot grafik.

b. Dengan Durbin-Watson (uji D-W).

D-hit =

t e

e et t

2 2 1)) ( (

 

Dengan hipotesis sebagai berikut:

H0 : ρ = 0, artinya tidak ada Autokorelasi

Ha : ρ 0, artinya terdapat Autokorelasi

Tidak ada keputusan

H0 diterima

dl du 4-du 4-dl Kurva Durbin-Watson Positive Autokorelasi


(61)

Kriteria Pengambilan Keputusan :

 H0 ditolak jika Dw < DL (ada korelasi positif)  H0 ditolak jika Dw > 4-DL (ada korelasi negatif)

 H0 diterima jika DU < Dw < 4-DU (tidak ada Autokorelasi)  Tidak ada keputusan jika DL Dw  DU (inconclusive)  Tidak ada keputusan jika 4-DU  Dw  4-DL (inconclusive)

3.8. Defenisi Operasional

1. Ekspor karet Sumatera Utara adalah total volume ekspor karet Sumatera Utara setiap tahunnya yang diukur dalam satuan ton.

2. Total produksi karet adalah jumlah keseluruhan dari karet yang akan dikonsumsi di dalam negri dan untuk diekspor ke luar negri yang diukur dalam satuan ton.

3. Harga ekspor karet adalah harga FOB Belawan per ton karet yang diukur dalam mata uang US$.

4. Kurs adalah perbandingan mata uang asing (USD) terhadap rupiah, yang dinyatakan dalam rupiah.


(62)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Tinjauan Umum Daerah Penelitian

4.1.1 Gambaran Umum Propinsi Sumatera Utara a. Kondisi Geografis

Propinsi Sumatera Utara berada di bagian barat Indonesia, terletak pada garis 1º - 4º LU dan 98º - 100º BT dengan luas 71.680 km2 atau terbesar ketujuh dari luas wilayah Republik Indonesia. Letak propinsi ini sangat strategis karena berada pada jalur perdagangan internasional dan berdekatan dengan Malasyia dan Singapura serta diapit oleh tiga propinsi dengan batas-batas sebagai berikut:

 Sebelah utara berbatasan dengan Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam.

 Sebelah selatan berbatasan dengan Propinsi Sumatera Barat dan Riau.

 Sebelah barat berbatasan dengan Samudera Hindia.

 Sebelah timur berbatasan dengan Selat Malaka. b. Kondisi Iklim dan Topografi

Karena terletak dekat dengan khatulistiwa, Propinsi Sumatera Utara mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat dan angin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78% - 91% per tahun. Sebagaimana propinsi lain, musim hujan biasanya dimulai pada bulan November sampai bulan Maret dan musim kemarau biasanya terjadi pada bulan April sampai bulan Oktober, diantara kedua


(63)

musim ini diselingi oleh musim pancaroba. Ketinggian Propinsi Sumatera Utara sangat bervariasi, sebagian diantaranya datar, hanya beberapa meter di atas permukaan laut, beriklim cukup panas bisa mencapai 35º C. Sebagian diantaranya berbukit dengan kemiringan yang landai, beriklim sedang dan sebagian lagi berada pada ketinggian yang suhu minimalnya bisa mencapai 14º C.

c. Kondisi Demografis

Propinsi Sumatera Utara merupakan propinsi yang ke-4 terbesar dalam jumlah penduduknya di Indonesia setelah Propinsi Jawa Barat, Jawa Timur, dan Jawa Tengah. Dihuni oleh berbagai suku seperti Batak, Melayu, Aceh, Minangkabau, Jawa serta menganut berbagai agama seperti Kristen, Islam, Hindu, Budha dan berbagai aliran kepercayaan lainnya.

Menurut hasil pencacahan sensus penduduk tahun 1990, penduduk Sumatera Utara berjumlah 10.256.027 jiwa dengan kepadatan penduduk 143 jiwa per km2, selanjutnya pada tahun 2005 penduduk Sumatera Utara sudah mencapai angka 12.326.678 dengan kepadatan penduduk mencapai 172 jiwa per km2. Suatu keuntungan bagi Sumatera Utara karena tersedianya sumber daya manusia sebagai pelaku dalam pembangunan.

d. Potensi Wilayah

Wilayah Sumatera Utara memiliki potensi lahan yang cukup luas dan subur untuk dikembangkan menjadi areal pertanian yang dapat menunjang pertumbuhan industri. Dalam wilayah Sumatera Utara juga terkandung bahan galian dan tambang


(64)

seperti kapur, belerang, pasir kuarsa, kaolin, diatone, emas, batu bara serta minyak dan gas bumi.

Kegiatan perekonomian yang terpenting di Sumatera Utara adalah di sektor pertanian yang menghasilkan bahan pangan dan komoditi ekspor seperti dari perkebunan, tanaman pangan, peternakan, perikanan dan kehutanan. Sedangkan industri yang berkembang di Sumatera Utara adalah industri pengolahan yang menunjang sektor pertanian, industri yang memproduksi barang-barang kebutuhan dalam negeri dan ekspor.

Posisi strategis wilayah Sumatera Utara dalam jalur perdagangan internasional, ditunjang oleh adanya berbagai pelabuhan udara dan laut yaitu pelabuhan udara Polonia, Pinang Sori, Binaka, Aek Godang, dan pelabuhan laut Belawan, Sibolga, Gunung Sitoli, Tanjung Balai, Teluk Bitung, Kuala Tanjung, dan Labuhan Bilik. Disamping fasilitas pelabuhan ini, sektor jasa berkaitan dengan fasilitas perbankan dan jasa-jasa perdagangan lainnya serta komunikasi seperti perhubungan darat, telepon, teleks, faksmili, pos dan giro, telah cukup berkembang dan mampu mencapai sebagian besar kecamatan.

Kota Medan sebagai ibukota Propinsi Tingkat I Sumatera Utara, disamping merupakan salah satu pusat pengembangan wilayah Sumatera Utara, sekaligus merupakan pusat pengembangan wilayah pembangunan kelompok Sumatera, memiliki fasilitas komunikasi, perbankan dan jasa-jasa perdagangan lainnya yang mampu mendorong pertumbuhan wilayah belakangnya.


(65)

Di Sumatera Utara juga terdapat lembaga-lembaga pendidikan dan penelitian seperti perguruan tinggi, termasuk politeknik, balai penelitian dan balai pelatihan kerja yang mampu membentuk tenaga pembangunan yang terdidik dan terampil serta hasil-hasil penelitian yang bermanfaat bagi pembangunan daerah.

4.1.2 Perkembangan Ekonomi Sumatera Utara

Setiap tahun perekonomian Sumatera Utara diwarnai dengan berbagai perkembangan berdasarkan berbagai indikator ekonomi. Perkembangan ini dapat dilihat pada masa sebelum dan sesudah krisis ekonomi yang melanda Indonesia.

Sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun 1997/1998, perekonomian Sumatera Utara tidak terlalu buruk. Misalnya pertumbuhan ekonomi tahun 1989 sebesar 9,59%. Pada saat itu kontribusi dari sektor ekonomi cukup berkembang, selanjutnya pada tahun berikutnya mengalami sedikit penurunan walaupun tidak terlalu signifikan sehingga pada tahun 1996 kembali pada posisi 9,01%, jauh melebihi target sebesar 8,50%. Hal ini diakibatkan meningkatnya peranan dari beberapa sektor ekonomi seperti pertanian, industri, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi.

Namun sejak krisis ekonomi melanda Indonesia, terjadi perubahan yang signifikan dibanding tahun yang sebelumnya. Perekonomian mengalami perlambatan. Dampak krisis moneter yang berlangsung sejak semester II 1997 sampai dengan semester I 1998 tersebut berpengaruh terhadap perekonomian misalnya terlihat dari


(66)

terdepresiasinya nilai Dollar, inflasi yang melonjak hingga posisi 40,79% pada semester I tahun 1998 meningkat dari tahun 1997 yang berada pada level 9,96%.

Disamping itu pengaruh dari sektor non-ekonomi juga turut mempengaruhi perekonomian Indonesia yang selanjutnya berpengaruh terhadap perekonomian Sumatera Utara seperti terjadinya musim kemarau yang berkepanjangan dan kondisi politik yang tidak stabil.

Dalam perkembangan selanjutnya, aktivitas perekonomian Sumatera Utara berusaha bangkit dari perbaikan berbagai indikator ekonomi yang nantinya akan mempengaruhi ekonomi Sumatera Utara ke arah yang lebih baik. Seperti yang terjadi pada tahun 2003 sampai 2004, pertumbuhan ekonomi tahun 2004 tumbuh 5,74% lebih tinggi dari tahun 2003 yang sebesar 4,31%. Disamping itu, indikator ekonomi Sumatera Utara relatif mengalami perbaikan sehingga turut mempengaruhi roda perekonomian Sumatera Utara secara keseluruhan. Begitu juga memasuki tahun 2005, tidak terlalu banyak mengalami perubahan dari tahun 2003, walaupun sedikit diwarnai perkembangan yang cukup ketat akibat kebijakan non-populer dari pemerintah dengan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM). Pada tahun 2005 terjadi penurunan perekonomian dari tahun sebelumnya, dimana pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara menjadi 5,48%.

Beberapa indikator ekonomi tersebut misalnya dapat dilihat dari: a. Laju Inflasi

Sebelum terjadi krisis moneter, laju inflasi di Sumatera Utara masih berada pada posisi yang tidak terlalu parah, namun pada tahun 1998 sejak krisis melanda


(67)

perekonomian, inflasi melonjak tajam mencapai 83,56%. Ini menjadi tingkat inflasi yang paling parah yang pernah melanda perekonomian Sumatera Utara. Kondisi ini turut mempengaruhi kurs rupiah yang mancapai angka Rp 18.000 per Dollar AS. Terjadi lonjakan harga yang sangat tinggi mengakibatkan biaya produksi meningkat tajam.

Namun seiring perkembangannya, laju inflasi dapat menurun perlahan-lahan pada posisi 11,37% pada tahun 1999 ketika secara lambat laun perekonomian bangkit kembali. Pada tahun 2005, inflasi Sumatera Utara mencapai 22,41% jauh lebih tinggi dari tahun sebelumnya tahun 2004 yang hanya 6,81%.

Tabel 4.1

Inflasi di Sumatera Utara 1991-2005 (%)

Tahun Inflasi 1991 8,99 1992 8,56 1993 9,75 1994 8,28 1995 7,24 1996 8,70 1997 13,10 1998 83,56 1999 11,37 2000 15,73 2001 15,50 2002 10,49 2003 9,66 2004 6,81 2005 22,41 Sumber: BPS Prop. SU


(68)

Dari kondisi ini tergambar bahwa laju inflasi di Sumatera Utara masih belum stabil, tergantung pada kondisi yang terjadi baik karena faktor ekonomi maupun non-ekonomi. Misalnya secara fundamental tingginya inflasi 2005 terjadi karena kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM sehingga memberi dampak makro yang cukup besar. Kondisi ini telah membuat tingkat kepercayaan masyarakat terhadap harga terpuruk.

Tingginya tingkat inflasi di Propinsi Sumatera Utara terkhusus beberapa tahun belakangan ini terlihat dari beberapa faktor seperti tingginya permintaan akan kelompok bahan makanan akibat pelaksanaan hari besar keagamaan, sementara untuk kelompok di luar bahan makanan terlihat pada kenaikan harga barang seperti perumahan, listrik, gas, air minum,dan lain-lain.

b. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)

Ditinjau dari kontribusi PDRB terhadap perekonomian Sumatera Utara tidak terlalu buruk. Sebelum krisis ekonomi, kontribusi PDRB terhadap perekonomian sebagai salah satu indikator tidak terlalu menurun. Hal ini disebabkan pada masa ini kontribusi dari semua sektor perekonomian mengalami perbaikan. Namun, dampak krisis yang terjadi ternyata juga berpengaruh pada peningkatan PDRB seperti yang terlihat pada tabel berikut:


(69)

Tabel 4.2

PDRB Propinsi Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku 1991-2005 (Milyar Rupiah)

Tahun PDRB 1991 12.111,55 1992 14.316,66 1993 18.215,46 1994 21.678,60 1995 24.686,43 1996 28.173,10 1997 34.006,27 1998 48.331,73 1999 59.228,08 2000 67.659,90 2001 77.803,07 2002 86.741,28 2003 103.401,37 2004 118.100,51 2005 136.903,27 Sumber: BPS Prop. SU

Dari tabel tersebut dapat kita lihat perkembangan perekonomian Sumatera Utara melalui PDRB yang terus berkembang dari tahun ke tahun. Pada tahun 1991 PDRB Sumatera Utara hanya sebesar Rp 12.111,55 Milyar, sedangkan pada tahun 2000 PDRB Sumatera Utara telah mencapai angka Rp 67.659,90 Milyar angka tersebut terus meningkat hingga pada tahun 2005 PDRB Sumatera Utara telah mencapai angka Rp 136.903,27 Milyar. Hal tersebut menandakan bahwa perekonomian di Sumatera Utara terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun.

Perkembangan PDRB Propinsi Sumatera Utara tersebut tidak terlepas dari kontribusi PDRB dari sektor pertanian yang di dalamnya termasuk kontribusi dari


(70)

sub-sektor perkebunan. Berikut dapat kita lihat kontribusi sektor pertanian terhadap PDRB Sumatera Utara:

Tabel 4.3

Kontribusi Sektor Pertanian Terhadap PDRB Sumatera Utara Atas Dasar Harga Berlaku

Tahun 1991-2005 (Milyar Rupiah,%)

Tahun Pertanian PDRB Sumatera

Utara

Persentase Kontribusi Pertanian

1991 4.141,87 12.111,55 34,2

1992 4.995,02 14.316,66 34,9

1993 4.895,74 18.215,46 26,9

1994 5.494,84 21.678,60 25,3

1995 6.165,52 24.686,43 24,9

1996 7.042,13 28.173,10 24,9

1997 8.743,19 34.006,27 25,7

1998 12.766,07 48.331,73 26,4

1999 16.270,59 59.228,08 27,4

2000 20.084,21 67.659,90 29,6

2001 23.377,42 77.803,07 30,0

2002 25.243,94 86.741,28 29,1

2003 25.789,49 103.401,37 24,9

2004 28.893,55 118.100,51 24,4

2005 32.093,41 136.903,27 23,4

Sumber: BPS Prop.SU

Melalui tabel tersebut dapat kita lihat kontribusi dari sektor pertanian yang cukup besar terhadap PDRB Sumatera Utara. Dengan kontribusi terbesar pada tahun 1992 sebesar 34,9%, sedangkan kontribusi terkecil adalah pada tahun 2005 walaupun dengan kontribusi yang cukup besar yakni 23,4%.


(1)

Tabel 4.10 Durbin-watson Test Dengan Dw

berdasarkan estimasi model regresi

Kesimpulan

(4-dl) < dw < 4 Ha diterima, artinya terdapat gejala autokorelasi yang negatif diantara disturbance term

(4-du) < Dw < (4-dl) Tidak ada kesimpulan 2 < Dw < (4-du) Ho diterima

Du < Dw < 2 Ho diterima

Dl < Dw < du Tidak ada kesimpulan

0 < Dw < dl Ha diterima, artinya terdapat gejala autokorelasi yang positif di antara disturbance term

Kesimpulan:

dl < D-W < du, maka hasilnya 1.00 < 1.532 < 1.68, dengan demikian tidak ada kesimpulan apa-apa yang bisa diambil mengenai gejala autokorelasi.


(2)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 KESIMPULAN

1. Variabel-variabel independent yaitu total produksi karet Sumatera Utara, harga ekspor karet Sumatera Utara dan kurs mempunyai pengaruh signifikan terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara. Hal ini bisa kita lihat dari nilai R-squared 0.73. Hal ini berarti bahwa total produksi karet Sumatera Utara, harga ekspor karet Sumatera Utara dan kurs berpengaruh sebesar 73% dan sisanya sebesar 27% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam estimasi model.

2. Variabel total produksi karet Sumatera Utara mempunyai pengaruh yang tidak nyata terhadap variabel dependen yaitu volume ekspor karet Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari nilai dimana t-hitung < t-tabel (0.036 < 2.921). Itu berarti total produksi karet Sumatera Utara mempunyai pengaruh yang tidak signifikan terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara. Hal ini disebabkan karena keseluruhan peningkatan produksi tidak dipakai seluruhnya untuk diekspor keluar negeri, melainkan juga untuk dikonsumsi di dalam negeri. 3. Variabel harga ekspor karet Sumatera Utara mempunyai pengaruh yang nyata

terhadap variabel dependen yaitu volume ekspor karet Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari nilai dimana t-hitung > t-tabel (3.582 > 2.921). Itu berarti variabel harga ekspor karet Sumatera Utara mempunyai pengaruh yang


(3)

signifikan terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara. Hal ini disebabkan apabila harga naik maka jumlah barang yang ditawarkan akan bertambah dan penambahan jumlah barang tersebut akan meningkatkan volume ekspor karet Sumatera Utara.

4. Variabel kurs mempunyai pengaruh yang nyata terhadap variabel dependen yaitu volume ekspor karet Sumatera Utara. Hal ini terlihat dari nilai dimana t-hitung > t-tabel (6.395 > 2.921). Ini berarti variabel kurs mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap volume ekspor karet Sumatera Utara. 5. Nilai test Durbin Watson (D-W) = 1.531572 berada pada dl < D-W < du

dengan demikian tidak ada kesimpulan apa-apa mengenai gejala autokorelasi.

5.2 SARAN

1. Pertumbuhan ekonomi didorong terutama dengan meningkatkan volume ekspor. Maka agar Indonesia dapat mengalami kemajuan, maka pemerintah seharusnya mengurangi hambatan-hambatan yang ada yaitu dengan menyederhanakan prosedur perizinan, mengurangi tumpang tindih kebijakan antara pusat dan daerah serta antar sektor, meningkatkan sarana infrastruktur, menyederhanakan prosedur perpajakan dan kepabeanan, serta meningkatkan fungsi intermediasi perbankan dalam meyalurkan kredit kepada sektor usaha. 2. Kondisi iklim Indonesia yang sangat cocok untuk berbagai macam


(4)

mungkin oleh pemerintah guna meningkatkan pendapatan dari sektor non-migas.

3. Pemerintah kiranya menjaga hubungan yang baik dengan negara-negara yang menjadi tujuan ekspor karet Indonesia baik itu pembelian komoditi ekspor maupun teknologi pengolahan karet, agar Indonesia mengekspor karet tersebut bukan hanya bahan baku atau bahan setengah jadi saja melainkan barang jadi yang lebih ekonomis dan bernilai jual tinggi.

4. Bagi peneliti-peneliti yang ingin melakukan penelitian yang sama dengan penelitian ini agar memasukkan variabel-variabel lain dalam penelitiannya agar diperoleh hasil yang lebih signifikan. Disamping itu juga penelitian yang sama juga agar memperhatikan periode waktu yang digunakan, akan lebih baik jika periode waktu yang digunakan dalam penelitian selanjutnya lebih banyak dan lebih aktual dari penelitian ini.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Amir, M. S., 2004. Strategi Memasuki Pasar Ekspor. PPM. Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2005. Statistik Indonesia 2005, Badan Pusat Statistik Nasional, Jakarta.

Badan Pusat Statistik, 2005. Sumatera Dalam Angka 2005, Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Utara, Medan.

Boediono, 1982. Ekonomi Mikro, BPFE, Yogyakarta. Boediono, 1985. Ekonomi Moneter, BPFE, Yogyakarta.

Djamin, Zulkarnain, 1993. Peranan Ekspor Non Migas Dalam PJP II Prospek & Permasalahan, FE UI, Jakarta.

Gujarati, Damodar. 1995. Ekonometrika Dasar. Erlangga. Jakarta.

Nachrowi, N. D., 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nanga, M., 2001. Makroekonomi: Teori, Masalah dan Kebijakan, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Nopirin, 1994. Pengantar Ilmu Ekonomi Makro & Mikro, BPFE, Yogyakarta. Rosyidi, 2002. Ringkasan Ekonomi Internasional Soal & Penyelesaiannya,

Muhammadiyah University Press, Surakarta.

Salvatore, D., 1997. Ekonomi Internasional Edisi ke-5, Erlangga, Jakarta.

Setyamidjadja, Djoehan, 1993. Karet Budidaya dan Pengolahan, Kanisius, Yogyakarta.


(6)

Soekartawi. 1995. PembangunanPertanian. PT Raja Grafindo Persada. Jakarta. Tricahyono, Bambang, 1983. Kebijakan Pertanian, Andi Offset, Jakarta. Website Pemerintah Sumatera Utara, www.sumutprov.go.id