Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ekspor Karet Alam Sumatera Utara

(1)

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI

MEDAN

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI

EKSPOR KARET ALAM SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Oleh:

MERINDA SITUMORANG 060501104

EKONOMI PEMBANGUNAN

Guna Memenuhi Salah Satu Syarat

untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi


(2)

ABSTRACT

Economic of a nation depends on another country’s economic. This one is proved with the globalitation causes international trade like export-import. North Sumatra has taken participation in the activity of international trade, it’s to

improve economic growth. One of the part that’s improved is by doing export of agriculture commodity that has a bright aspect in the future, like natural rubber.

This research is purposed to analyze export of natural rubber of North Sumatera with its factors that influence it. The variables which are used are exchange rate, inflation, the price of natural rubber, and production of natural rubber (exogen variables) influence the export of natural rubber of North Sumatra (endogen variable).

This research uses secondary data in the form of time series from 1990 up to 2008. The data analizing uses Path Analysis to know direct, indirect, and total effect of exchange rate, inflation, price to export of natural rubber of North Sumatra by production of natural rubber. The data calculating uses Eviews 5.1.

The result shows that exchange rate, inflation, and price of natural rubber influence production of Natural Rubber of North Sumatra with positive effect. Exchange rate, inflation, price, and production of natural rubber influence export of natural rubber of North Sumatra with positive effect.

Keywords: Exchange rate, Inflation, price of natural rubber, production of natural rubber, export of natural rubber.


(3)

ABSTRAK

Perekonomian suatu negara tidak terlepas dari perekonomian negara lain. Hal ini ditandai dengan proses globalisasi yang mengakibatkan terjadinya perdagangan internasional yakni pada bidang ekspor-impor. Sumatera Utara telah ikut ambil bagian dalam kegiatan perdagangan internasional demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Salah satu bidang yang ditingkatkan adalah ekspor komoditi perkebunan yang mempunyai aspek cerah di masa yang akan datang seperti karet alam.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan ekspor karet alam Sumatera Utara dan faktor yang mempengaruhinya. Variabel yang digunakan adalah variabel kurs, inflasi, harga karet alam ekspor, dan produksi karet alam (variabel eksogen) yang mempengaruhi ekspor karet alam Sumatera Utara (variabel endogen).

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa deret waktu dari tahun 1990 sampai tahun 2008. Analisis data menggunakan Path Analysis untuk mengetahui pengaruh secara direct, indirect, dan total effect variabel kurs, inflasi, dan harga karet alam ekspor terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara melalui produksi karet alam. Pengolahan data menggunakan program Eviews 5.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurs, inflasi, harga karet alam ekspor berpengaruh positif terhadap produksi karet alam Sumatera Utara. Kurs, inflasi, harga karet alam ekspor, dan produksi karet alam berpengaruh positif terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara.

Kata Kunci: Kurs, Inflasi, Harga karet alam ekspor, produkai karet alam, ekspor karet alam.


(4)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yesus Kristus atas kasih setia dan berkatNya setiap waktu yang tak berkesudahan, yang selalu menyertai penulis dalam melakukan segala aktivitas penulis hingga pada penyelesaian skripsi ini yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “ Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Karet Alam

Sumatera Utara”

Dalam penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dari berbagai pihak, baik berupa dorongan semangat, materil, maupun sumbangan pemukiran. Oleh sebab itu pula pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan rasa terima kasih penulis yang sedalam-dalamnya kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan yang mendukung penyelesaian skripsi ini, terutama kepada:

1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, sebagai Dekan Fakultas Ekonomi

Universitas Sumatera Utara.

2. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Ketua Departemen

Ekonomi Pembangunan Universitas Sumatera Utara.

3. Bapak Irsyad Lubis, SE, M.Soc.Sc, PhD, selaku Sekretaris Departemen

Ekonomi Pembangunan.

4. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, MS, selaku Dosen Pembingbing penulis telah

memberikan bantuan bimbingan, saran, masukan, kritikan dan petunjuk kepada penulis hingga terselesainya skripsi ini.


(5)

5. Ibu Dra. Raina Linda Sari, Dosen Penguji I yang telah banyak memberikan petunjuk, saran, dan kritik yang membangun pada penulis.

6. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, Dosen Penguji II yang telah banyak

memberikan petunjuk, saran, dan kritik yang membangun pada penulis.

7. Serta seluruh Staff Pengajar dan Staff Administrasi Fakultas Ekonomi

USU yang selam ini telah mendidik dan membimbing penulis dengan baik.

8. Pegawai Dinas Perkebunan Sumatera Utara, Bapak Iskandar dan Bapak

Olopan Sihombing, serta pegawai lainnya yang telah membantu penulis dalam penyediaan data untuk penyelesaian skripsi ini.

9. Kedua Orangtua tercinta penulis Ayahanda Gimsa Situmorang dan Ibunda

Purina Pakpahan, dengan penghargaan dan kasih sayang yang sedalam-dalamnya, terima kasih buat dukungan materil maupun semangat dan doa yang tak ternilai harganya. Buat kakak Rouli Situmorang dan adik-adikku yang sangat kusayangi dan kukasihi Richardo Situmorang dan Roberto B. Situmorang yang telah banyak memberikan dukungan dan semangat bagi penulis.

10.Buat Klaus Rikardo Siburian yang membantu memberi motivasi dan

dukungan dalam penyelesaian skripsi ini.

11.Buat teman-teman di Departemen Ekonomi Pembanguan, khususnya

angkatan ’06 ( Dina, Nove, Siska, Asniari, Arisandi, Laju, Irwin, Enny, Nova, Erlina, David, Jul, Charlie, Lily, Lenika, dan yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang telah memberikan dukungan semangat.

12. Buat teman- teman kosku yang memberi semangat (Novita, Reni, Adel,


(6)

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih memiliki kekurangan ataupun kelemahan dan keterbatasan dalam penyusunannya, oleh sebab itu penulis menerima segala masukan yang konstruktif dari para pembaca guna penyempurnaan isi maupun teknik penulisan yang benar. Akhir kata, semoga penelitian ini bermanfaat bagi para pembaca, terima kasih.

Hormat Saya, Penulis,


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRACT……… i

ABSTRAK……….. ii

KATA PENGANTAR………... iii

DAFTAR ISI………...vi

DAFTAR GAMBAR……….. x

DAFTAR TABEL………...xi

BAB I: PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang……… 1

1.2Perumusan Masalah……… 6

1.3Tujuan Penelitian……… 7

1.4Manfaat Penelitian……….. 7

BAB II: TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Peranan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi………. .9

2.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian……… 11

2.3 Perdagangan Internasional……….. 12

2.3.1 Latar Belakang Perdagangan Internasional…………...12

2.3.2 Teori Perdagangan Internasional……….. 13

2.3.3 kebijakan Perdadangan Internasional………18

2.4 Ekspor……….. 19

2.4.1 Pengertian Ekspor………. 19

2.4.2 Tujuan Ekspor……….20

2.4.3 Ciri-ciri Komoditi Ekspor………. 20


(8)

2.4.5 Cara Pemasaran Ke Luar Negeri……….24

2.5 KURS (Exchange Rate)……….25

2.5.1 Pengertian Kurs………. 25

2.5.2 Kurs Beli dan Kurs Jual……… 26

2.5.3 Sistem Nilai Tukar Valuta Asing………. 26

2.5.4 Arbitrase……….29

2.5.5 Perubahan Kurs Valuta Asing……….. 30

2.5.6 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Kurs……… 32

` 2.5.7 Teori- Teori Kurs……….. 34

2.6 Inflasi………36

2.6.1 Pengertian Inflasi……….. 36

2.6.2 Jenis- Jenis Inflasi………. 37

2.6.3 Penyebab Inflasi……… 41

2.6.4 Dampak atau Efek Inflasi………. 43

2.6.5 Pengukuran Inflasi……….44

2.7 Produksi………45

2.7.1 Definisi Produksi……….. 45

2.7.2 Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Produksi………. 46

2.7.3 Fungsi Produksi……… 48

2.8 Deskripsi Tanaman Karet……… 50

2.8.1 Definisi dan Jenis Karet……… 50

2.8.2 Kebijakan Pengembangan Agribisnis Karet…………..53

2.9 Penelitian Sebelumnya………..54

2.10 Kerangka Konseptual………..55


(9)

BAB III: METODE PENELITIAN

3.1 Ruang Lingkup Penelitian………57

3.2 Jenis dan Sumber Data………57

3.3 Pegolahan Data………58

3.4 Model Analisis Data……….. 58

3.5 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)………...61

3.5.1 Uji Koefisien Determinasi (R-Square)……… 61

3.5.2 Uji t-statistik……… 61

3.5.3 Uji F-statistik………63

3.6 Uji Asumsi Klasik……….. 65

3.6.1 Uji Multikoliniearitas……….. 65

3.6.2 Autokorelasi……… 65

3.6.3 Uji Heterokedastisitas……….. 67

3.7 Definisi Operasional……….69

BAB IV: HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Gambaran Umum Provinsi Sumatera Utara……….70

4.1.1 Kondisi Geografis………. 70

4.1.2 Kondisi Iklim dan Topografi……… 71

4.1.3 Kondisi Demografi……….72

4.1.4 Potensi Wilayah………..72

4.1.5 Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Sumatera Utara………74

4.1.6 Perkembangan Inflasi Sumatera Utara……….. 77


(10)

4.1.8 Perkembangan Ekspor dan Harga Karet Alam

Sumatera Utara……… 81

4.1.9 Perkembangan Produksi Karet Alam Sumatera Utara……….84

4.2 Analisis dan Pembahasan………87

4.2.1 Hasil Pengolahan Data……… 87

4.2.2 Direct Effect/ Pengaruh Langsung……….. 89

4.2.3 Indirect Effect/ Pengaruh Tidak Langsung……… 91

4.2.4 Total Effect/ Pengaruh Total………...93

4.2.5 Uji Kesesuaian (Test of Goodness of Fit)……….. 96

1. Koefisien Determinasi (R- Square)……… 96

2. Uji F-statistik……….. 96

3. Uji t-statistik………... 99

4.2.6 Uji Penyimpangan Asumsi Klasik……… 109

1. Uji Multikoliniearitas………. 109

2. Uji Heterokedastisitas……… 110

3. Uji Autokorelasi (D-W Test)………. 111

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 KESIMPULAN……….113

5.2 SARAN………. 116

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(11)

DAFTAR TABEL

No Tabel Judul Halaman

1. Perkembangan Perdagangan Luar Negeri Sumatera

Utara………. 76 2. Perkembangan Inflasi Sumatera Utara……….. 77 3. Perkembangan Nilai Kurs……….79 4. Perkermbangan Ekspor dan Harga Karet Alam

Sumatera Utara………. 81 5. Perkembangan Produksi Karet Alam Sumatera Utara…… 84 6. Hasil Regresi Faktor- Faktor yang Mempengaruhi

Produksi Karet Alam Sumatera Utara………... 87 7. Hasil Regresi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor


(12)

DAFTRAR GAMBAR

No Gambar Judul Gambar Halaman

1. Kurva Inflasi Tarikan Permintaan ( Demand-

Pull Inflation)……… 39

2. Kurva Inflasi Dorongan Biaya ( Cost- Push Inflation)………... 40

3. Kerangka Konseptual……….. 56

4. Perkembangan Inflasi Sumatera Utara………. 78

5. Perkembangan Nilai Kurs………....80

6. Perkembangan Ekspor Karet Alam Sumatera Utara…82 7. Perkembangan Harga Karet Alam Ekspor Sumatera Utara………. 83

8. Perkembangan Produksi Karet Alam Suamatera Utara………... 85


(13)

ABSTRACT

Economic of a nation depends on another country’s economic. This one is proved with the globalitation causes international trade like export-import. North Sumatra has taken participation in the activity of international trade, it’s to

improve economic growth. One of the part that’s improved is by doing export of agriculture commodity that has a bright aspect in the future, like natural rubber.

This research is purposed to analyze export of natural rubber of North Sumatera with its factors that influence it. The variables which are used are exchange rate, inflation, the price of natural rubber, and production of natural rubber (exogen variables) influence the export of natural rubber of North Sumatra (endogen variable).

This research uses secondary data in the form of time series from 1990 up to 2008. The data analizing uses Path Analysis to know direct, indirect, and total effect of exchange rate, inflation, price to export of natural rubber of North Sumatra by production of natural rubber. The data calculating uses Eviews 5.1.

The result shows that exchange rate, inflation, and price of natural rubber influence production of Natural Rubber of North Sumatra with positive effect. Exchange rate, inflation, price, and production of natural rubber influence export of natural rubber of North Sumatra with positive effect.

Keywords: Exchange rate, Inflation, price of natural rubber, production of natural rubber, export of natural rubber.


(14)

ABSTRAK

Perekonomian suatu negara tidak terlepas dari perekonomian negara lain. Hal ini ditandai dengan proses globalisasi yang mengakibatkan terjadinya perdagangan internasional yakni pada bidang ekspor-impor. Sumatera Utara telah ikut ambil bagian dalam kegiatan perdagangan internasional demi meningkatkan pertumbuhan ekonomi. Salah satu bidang yang ditingkatkan adalah ekspor komoditi perkebunan yang mempunyai aspek cerah di masa yang akan datang seperti karet alam.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui keadaan ekspor karet alam Sumatera Utara dan faktor yang mempengaruhinya. Variabel yang digunakan adalah variabel kurs, inflasi, harga karet alam ekspor, dan produksi karet alam (variabel eksogen) yang mempengaruhi ekspor karet alam Sumatera Utara (variabel endogen).

Penelitian ini menggunakan data sekunder berupa deret waktu dari tahun 1990 sampai tahun 2008. Analisis data menggunakan Path Analysis untuk mengetahui pengaruh secara direct, indirect, dan total effect variabel kurs, inflasi, dan harga karet alam ekspor terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara melalui produksi karet alam. Pengolahan data menggunakan program Eviews 5.1.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kurs, inflasi, harga karet alam ekspor berpengaruh positif terhadap produksi karet alam Sumatera Utara. Kurs, inflasi, harga karet alam ekspor, dan produksi karet alam berpengaruh positif terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara.

Kata Kunci: Kurs, Inflasi, Harga karet alam ekspor, produkai karet alam, ekspor karet alam.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Proses globalisasi yang bergulir dengan cepat dan didukung oleh kemajuan teknologi tertentu di bidang komunikasi dan informasi telah mengakibatkan menyatunya pasar domestik dengan pasar internasional. Perkembangan perekonomian suatu negara tidak terlepas dari perkembangan perekonomian dari negara lain. Globalisasi ekonomi ditandai dengan semakin menipisnya batas- batas geografi dari kegiatan ekonomi atau pasar secara nasional atau regional, tetapi semakin mengglobal menjadi satu proses yang melibatkan banyak negara.

Dampak dari proses globalisasi ekonomi salah satunya adalah pada bidang perdagangan internasional yakni ekspor-impor. Dampak positifnya dapat berupa pada ekspor atau pangsa pasar dunia dari suatu negara meningkat sedangkan dampak negatifnya adalah pada impor yang apabila tidak dapat dibendung karena daya saing yang rendah dari produk- produk serupa buatan dalam negeri, maka tidak mustahil pada suatu saat pasar domestik sepenuhnya akan dikuasai oleh produk- produk dari luar negeri.

Indonesia sebagai salah satu negara berkembang telah membuka diri untuk ikut ambil bagian dalam perdagangan internasional dan dengan pertumbuhan ekonomi dunia yang sangat cepat, maka dituntut kemampuan untuk bisa ikut bersaing di dalamnya. Untuk itu diperlukan strategi pengembangan ekspor yang kuat dan tangguh yang dapat dicapai bilamana produk ekspor yang pada dasarnya


(16)

ditujukan untuk menciptakan struktur ekspor yang kuat dan tangguh tersebut telah semakin beragam, penyebaran pasarnya makin luas dan pelakunya juga makin banyak. Sehingga diperlukan adanya diversifikasi baik produk, pasar, maupun pelakunya.

Dapat dipastikan bahwa sekarang ini kinerja ekspor Indonesia dan prospeknya ke depan mendapat lebih banyak perhatian, baik dari masyarakat umum maupun pemerintah dibandingkan pada periode pra krisis ekonomi 1997/98, karena dua alasan utama, pertama,hingga saat ini perekonomian Indonesia belum sepenuhnya pulih dari krisis dan hasil ekspor dalam bentuk valuta asing sangat diharapkan dapat berperan sebagai sumber utama pembiayaan pemulihan dan pembangunan jangka panjang menggantikan peran dari pinjaman (utang) luar negeri. Kedua, sekarang Indonesia sudah masuk ke dalam era perdagangan bebas yakni AFTA. Dalam era ini Indonesia dihadapkan pada persaingan sangat ketat dari negara- negara lain , tidak hanya dari daerah- daerah yang sudah lama maju dalam perdagangan internasional , seperti Jepang, Korea Selatan, Taiwan ,AS, UE, Australia, dan banyak lagi, tetapi juga dengan negara- negara yang sedang berkembang (NSB) yang pasar ekspor mereka terus meroket seperti Cina, Vietnam, Malaysia, Thailand, dan India. Jelas, menghadapi persaingan ketat ini, prospek ekspor Indonesia, khususnya non migas atau non pertambangan, seperti manufaktur dan pertanian juga sangat tergantung pada kemampuan Indonesia meningkatkan daya saing global dari produk- produk ekspornya. (Tambunan, 2004;135)

Sektor pertanian mempunyai peranan yang cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia, hal ini dapat dilihat dari kontribusinya terhadap Produk


(17)

Domestik Bruto (PDB) yang cukup besar yaitu sebesar 13,40 persen pada tahun 2005 atau merupakan urutan ketiga setelah sektor perdagangan, hotel, dan restoran. Pada waktu krisis ekonomi, sektor pertanian merupakan sektor yang cukup kuat menghadapi goncangan ekonomi dan ternyata dapat diandalkan dalam pemulihan perekonomian nasional melalui perdagangan internasional.

Salah satu sub sektor yang cukup penting potensinya adalah sub sektor perkebunan. Meskipun kontribusi sub sektor perkebunan belum terlalu besar yaitu sekitar 2,12 persen pada tahun 2005 atau merupakan urutan ketiga di sektor pertanian setelah sub sektor tanaman bahan makanan dan perikanan, akan tetapi sub sektor ini merupakan penyedia bahan baku untuk sektor industri, penyerap tenaga kerja, dan penghasil devisa.

Karet merupakan salah satu komoditi hasil perkebunan yang mempunyai peran cukup penting dalam kegiatan perekonomian Indonesia. Karet juga salah satu ekspor Indonesia yang cukup penting sebagai penghasil devisa negara di luar minyak dan gas. Sekitar 90 persen produksi karet alam Indonesia diekspor ke manca negara dan hanya sebagian kecil dikonsumsi di dalam negeri.

Karet bukanlah tanaman asli Indonesia tetapi berasal dari Negara Brasilia dan pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh Hofland pada tahun 1864. Awalnya, karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Selanjutnya karet dikembangkan menjadi tanaman perkebunan dan tersebar di beberapa daerah. Sejarah karet di Indonesia mencapai puncaknya pada periode sebelum Perang Dunia II hingga tahun 1956. Pada masa itu Indonesia menjadi negara penghasil karet alam terbesar di dunia. Namun sejak tahun 1957


(18)

kedudukan Indonesia sebagai produsen karet nomor satu digeser oleh Malaysia. Salah satu penyebabnya adalah rendahnya mutu produksi karet alam di Indonesia.(www.balitgetas.wordpress.com)

Peranan karet terhadap ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil, mengingat Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia setelah Thailand dengan produksi sebesar 2,751 juta ton pada tahun 2008. Namun dari sisi luasan Indonesia memiliki luas lahan karet terbesar didunia yaitu 3,42 juta hektar dan volume ekspor 2,295 juta ton dengan nilai US$ 6,06 Milyar pada tahun 2008. Produktifitas karet Indonesia sebesar 994 Kg/ha/tahun dibandingkan Malaysia yang mencapai 1430 Kg/ha/tahun dan Thailand 1690 Kg/ha/tahun, padahal persentase perkebunan karet rakyat Indonesia masih sekitar 85 persen sementara Malaysia 90 persen dan Thailand 99 persen ini menunjukan tingkat produktifitas karet Indonesia per satuan luas masih dibawah Malaysia dan Thailand. Namun demikian Peranan karet terhadap ekspor nasional tidak dapat dianggap kecil, mengingat Indonesia merupakan produsen karet nomor dua terbesar di dunia setelah Thailand dengan produksi sebesar 2,751 juta ton pada tahun 2008.(www.indonesia.go.id)

Produksi karet Indonesia sebagian besar dipasarkan ke mancanegara (diekspor) dan hanya sebagian kecil dipasarkan di dalam negeri. Pangsa pasar utama untuk karet tersebut telah menjangkau kelima benua yakni Asia, Afrika, Australia, Eropa, dan Eropa. Namun demikian Asia merupakan pangsa pasar yang paling utama.


(19)

Ekspor karet Indonesia secara umum dibagi dalam dua jenis yaitu karet alam dan karet sintesis, dimana selama periode 2005-2007 produksi karet yang diekspor sebagian besar merupakan dalam bentuk karet alam. Dalam perkembangannya ekspor kedua karet tersebut selama pertiode tahun 2005-2007 mengalami fluktuasi. Ekspor karet alam Indonesia mencapai 2,02 juta ton dengan nilai ekspor sebesar US$ 2.583,96 juta dan pada tahun 2006 volume ekspor karet alam mengalami kenaikan sekitar 12,96 persen yakni 2,29 juta ton dan nilainya mencapai US$ 4.322,29 juta. Pada tahun 2007 ekspor karet alam juga mengalami peningkatan sebesar 5,28 persen yakni menjadi 2,41 juta ton dengan nilai mencapai sebesar US$ 4.870,51 juta. ( Indonesian Rubber Statisics 2007).

Sumatera Utara merupakan propinsi penghasil karet alam kedua terbesar di Indonesia setelah Sumatera Selatan sehingga memiliki pengaruh yang cukup besar bagi kegiatan ekspor karet Indonesia. Luas areal perkebunan karet Sumatera Utara hingga pada tahun 2007 telah mencapai sekitar 460.775 hektar yang terdiri dari perkebunan rakyat (PR) sebesar 239.795 hektar, perkebunan besar Negara (PBN) sebesar 72.650 hektar, dan perkebunan besar swasta (PBS) sebesar 94.330 hektar. Volume ekspor karet alam Sumatera utara cukup mengalami fluktuasi selama periode 1994-2008. Pada saat terjadi krisis ekonomi dimulai pada tahun 1997 dimana inflasi Sumatera Utara menaik tajam dari 14,49 persen pada 1997 menjadi 83,56 persen pada 1998, volume ekspor karet alam Sumut juga meningkat yakni 550.661 ton dengan nilai US$ 589,411 juta menjadi 603.967 ton dengan nilai US$ 411,393 juta. Perbandingan perubahan volume ekspor dengan nilai ekspor tidak sejalan dimana harga karet alam pada saat itu menurun dari US$ 1070,37/ ton pada 1997 menjadi US$ 681,15/ ton pada 1998.(BPS Sumut)


(20)

Setelah krisis ekonomi, kondisi mulai membaik dimana volume ekspor karet alam terus meningkat diikuti oleh peningkatan nilai ekspor hingga pada tahun 2007 menjadi 685.925 ton dengan nilai sebesar US$ 1.392,113 juta pada tingkat harga yang cukup tinggi yakni US$ 2029,54/ton.(BPS Sumut)

Karet alam Sumatera Utara memiliki prospek yang masih cerah di masa yang akan datang untuk dikembangkan mengingat ekspor yang semakin meningkat tiap tahunnya. Karet masih tetap menjadi salah satu primadona ekspor non migas Sumut, sejak masa kolonial hingga era reformasi dewasa ini.

Dengan melihat begitu pentingnya sumbangan yang diberikan oleh ekspor karet alam maka secara ekonomis mutlak dilakukan pengembangan yang lebih lanjut guna meningkatkan ekspor dalam rangka peningkatan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara pada khususnya.

Atas keterangan-keterangan tersebut maka penulis tertarik memilih skripsi berjudul, “Analisis Faktor- Faktor yang Mempengaruhi Ekspor Karet Alam Sumatera Utara”

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraiakan, maka ada rumusan masalah yang dapat diambil sebagai kajian dalam penelitian yang akan dilakukan. Hal ini untuk mempermudah dalam penulisan skipsi ini. Selain itu, rumusan masalah ini diperlukan sebagai cara untuk mengambil keputusan dari akhir penulisan skripsi, antara lain:


(21)

1. Apakah kurs, inflasi, harga karet alam ekspor berpengaruh terhadap produksi karet alam Sumatera Utara?

2. Apakah kurs, inflasi, harga, dan produksi karet alam berpengaruh terhadap

ekspor karet alam Sumatera Utara)

3. Bagaimana pengaruh secara direct effect, indirect effect, dan total effect kurs, inflasi, harga karet alam ekspor terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara melalui produksi karet alam Sumatera Utara)?

1.3 Tujuan Penelitian

Adapun yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui pengaruh kurs,inflasi, dan harga terhadap produksi

karet alam Sumatera Utara.

2. Untuk mengetahui pengaruh kurs, inflasi, harga, dan produksi karet alam

terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara.

3. Untuk mengetahui pengaruh kurs, inflasi, harga terhadap ekspor karet

alam Sumatera Utara melalui prouksi karet alam.

1.4 Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari dilakukannya penelitian ini adalah:

1. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan yang berkaitan dengan

pengaruh kurs, inflasi, dan harga karet alam terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara.


(22)

2. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan yang berkaitan dengan pengaruh kurs, inflasi, harga karet alam ekspor, dan produksi karet alam terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara.

3. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan yang berkaitan dengan

pengaruh kurs, inflasi, harga karet alam ekspor terhadap ekspor karet alam Sumatera Utara baik secara direct, indirect, and total effect melalui produksi karet alam Sumatera Utara.

4. Sebagai bahan masukan bagi pengambil kebijakan yang berkaitan dengan

peningkatan volume dan kualitas ekspor karet alam, guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Sumatera Utara.


(23)

Bab II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Peranan Pertanian dalam Pembangunan Ekonomi

Pertanian mempunyai peranan yang sangat penting bagi pembangunan ekonomi Indonesia. Pentingnya peranan ini menyebabkan bidang ekonomi diletakkan pada pembangunan ekonomi dengan titik berat pada sektor pada pertanian. Pembangunan pertanian diarahkan untuk memenuhi kebutuhan pangan dan kebutuhan industry dalam negeri, meningkatkan ekspor, merningkatkan pendapatan petani, memperluas kesmpatan kerja dan mendorong pemerataan kesempatan berusaha.

Sektor pertanian di Indonesia mempunyai keunggulan komperatif hal itu disebabkan oleh karena:

1. Indonesia terletak di daerah katulistiwa sehingga perbedaan musim

menjadi jelas dan periodenya agak lama.

2. Karena lokasinya di khatulistiwa maka tanaman cukup memperoleh sinar

matahari untuk keperluan fotosintesisnya.

3. Curah hujan umumnya cukup memadai

4. Adanya politik pemerintah yang sedemikian rupa sehingga mendorong

tumbuah dan berkembangnya sektor pertanian. (Soekartawi,1993;3)

Pembangunan Pertanian di Indonesia tetap dianggap terpenting dari keseluruhan pembangunan ekonomi, apalagi semenjak sektor pertanian ini


(24)

menjadi penyelamat perekonomian nasional karena justru pertumbuhannya meningkat, sementara sektor lain pertumbuhannya negatif.

Menurut Heru A. Muawin (dalam www.herumuawin.blogspot.com),visi pembangunan pertanian adalah membangun petani melalui bisnis pertanian yang modern, efisien, dan lestari yang terpadu dengan pembangunan wilayah. Ciri-ciri dari visi ini adalah :

1. Membangun petani mengandung pengertian prioritas pembangunan pertanian harus mendahulukan kesejahteraan petani dalam arti luas sehingga mampu menumbuh kembangkan partisipasi petani dan mampu meningkatkan keadaan sosial-ekonomi petani melalui peningkatan akses terhadap teknologi, modal, dan pasar.

2. Bisnis pertanian mengandung pengertian pertanian harus dikembangkan dalam suatu sistem agribisnis pertanian mulai dari bisnis input produksi, hasil produksi pertanian, deversifikasi usaha pertanian, serta bisnis hasil olahannya yang mampu akses ke pasar internasional. Melalui aktifitas agribisnis pertanian yang lebih luas ini diharapkan mampu lebih meningkatkan peran pertanian terhadap pembangunan nasional baik terhadap penyerapan tenaga kerja, pendapatan nasional, perolehan devisa, maupun peningkatan gizi masyarakat

3. Modern mengandung pengertian menggunakan teknologi yang dinamis dan spesifik lokasi pengembangan sesuai dengan tutuntan zaman.

4. Efisien mengandung pengertian mampu berdaya saing di pasar internasional yang dicirikan pada pengembangan yang didasarkan sumberdaya yang mempunyai keunggulan komparatif dan berkualitas tinggi


(25)

5. Lestari mengandung pengertian menggunakan sumberdaya yang optimal dan tetap memperhatikan aspek kelestarian sumberdaya pertanian.

6. Terpadu dengan pembangunan wilayah mengandung pengertian pembangunan pertanian harus didukung oleh pembangunan wilayah baik pembangunan infrastruktur maupun pembangunan sosial ekonomi kemasyarakatan.

2.2 Kebijakan Pembangunan Pertanian

Pembangunan merupakan suatu proses yang berkelanjutan dan berkesinambungan. Pada era reformasi, paradigma pembangunan pertanian meletakkan petani sebagai subyek, bukan semata-mata sebagai peserta dalam mencapai tujuan nasional. Karena itu pengembangan kapasitas masyarakat guna mempercepat upaya memberdayakan ekonomi petani, merupakan inti dari upaya pembangunan pertanian. Upaya tersebut dilakukan untuk mempersiapkan masyarakat pertanian menjadi mandiri dan mampu memperbaiki kehidupannya sendiri. Peran Pemerintah adalah sebagai stimulator dan fasilitator, sehingga kegiatan sosial ekonomi masyarakat petani dapat berjalan dengan sebaik-baiknya.

Pembangunan pertanian yang berhasil harus memiliki langkah-langkah kebijakan yang diambil yaitu meliputi usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi, yang intinya tercakup dalam pengertian Trimarta Pembangunan pertanian yaitu kebijaksanaan usaha tani terpadu, komoditi terpadu, dan wilayah terpadu. Di samping itu juga harus diperhatikan tiga komponen dasar yang harus dibina yaitu petani, komoditi hasil pertanian, dan wilayah pembangunan dimana kegiatan pertanian berlangsung, pembinaan terhadap petani


(26)

diarhkan sehingga menghasilkan peningkatan pendapatan petani. Pengembangan komoditi hasil pertanian diarahkan benar-benar berfungsi sebagai sektor yang menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor, dan bahan baku bagi industry. Pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang pembanngunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah.

2.3 Perdagangan Internasional

2.3.1 Latar Belakang Perdagangan Internasional

Perdagangan antara negara atau yang lebih dikenal perdagangan internasional, sebenarnya sudah ada sejak jaman dahulu, namun dalam ruang lingkup dan jumlah yang terbatas, dimana pemenuhan kebutuhan setempat (dalam negeri) yang tidak dapat diproduksi, dipenuhi dengan cara barter (penukaran barang dengan barang lainnya yang dibutuhkan oleh kedua belah pihak, dimana masing- masing negara tidak dapat memproduksi barang tersebut untuk kebutuhannya sendiri). Hal ini terjadi karena setiap negara dengan negara partner dagangnya mempunyai beberapa perbedaan, di antaranya perbedaan kandungan sumber daya alam, iklim, pendududk, sumber daya manusia, spesifikasi tenaga kerja, konfigurasi geografis, teknologi, tingkat harga, struktur ekonomi, sosial dan politik, dan sebagainya. Dari perbedaan tersebut di atas, maka atas dasar kebutuhan yang saling menguntungkan, terjadilah proses pertukaran, yang dalam skala luas dikenal sebagai perdagangan internasional.

Pada awalnya proses perdagangan internasional merupakan pertukaran dalam arti perdagangan tenaga kerja dengan barang dan jasa lainnya, yang selanjutnya diikuti dengan perdagangan barang dan jasa sekarang (saat terjadi


(27)

transaksi) dengan kompensasi barang dan jasa di kemudian hari. Akhirnya berkembang hingga pertukaran antar negara/ internasional dengan aset- aset yang mengandung risiko seperti saham, valuta asing, dan obligasi yang saling menguntungkan kedua belah pihak, bahkan semua Negara yang terkait di dalamnya sehingga memungkinkan setiap negara melakukan diversifikasi atau penganekaragaman kegiatan perdagangan yang dapat meningkatkan pendapatan mereka.

Adapun sebab-sebab umum terjadinya perdagangan internasional adalah (Halwani, 2002;17):

1. Sumber daya alam (natural resources)

2. Sumber daya modal (capital resources)

3. Tenaga kerja (human resources)

4. Teknologi

Perdagangan antar negara berlangsung atas dasar saling percaya dan saling menguntungkan, mulai dari barter hingga transaksi jual beli antara para pedagang (traders) dari berbagai belahan wilayah hingga di luar batas negara. Keunggulan khusus yang dimiliki oleh masing- masing negara, dijadikan basis dalam meningkatkan perdagangan yang saling menguntungkan.


(28)

2.3.2 Teori Perdagangan Internasional

Beberapa teori perdagangan internasional adalah sebagai berikut:

1. Merkantilisme

Aliran merkantilisme lahir di kawasan Eropa Timur dan salah satu tokoh yang paling berpengaruh adalah Thomas Munn (1571-1641). Merkantilisme mengatakan untuk mencapai kesejahteraan diperoleh melalui proses akumulasi pengumpulan logam mulia atau emas. Untuk itu memperoleh emas yang lebih banyak daripada emas yang dikeluarkan maka dalam perdagangan internasional harus surplus. Doktrin merkantilisme berpendapat bahwa proses keuntungan perdagangan internasional hanya dapat diperoleh dari surplus neraca perdagangan (ekspor lebih besar daripada impor). Hal ini dapat dilakukan dengan memacu kegiatan ekspor sebagai tujuan utama untuk mencapai kesejahteraan masyarakat. Upaya yang perlu dilakukan melalui peningkatan produksi domestik dengan menggali sepenuhnya sumber daya yang tersedia.(Syahrir, 2008;10)

Dua kebijakan merkantilisme adalah:

1. Kebijakan merkantilisme dalam usaha untuk memperoleh monopoli

perdagangan, monopoli perdagangan ini dapat diperoleh dengan memiliki armada perdagangan yang kuat.

2. Kebijakan lanjutan berupa usaha untuk memperoleh daerah-daerah

jajahan. Hal ini dilakukan melaui ekspansi perdagangan dan penaklukan dan penundukan daerah-daerah baru di Amerika, Asia, dan Afrika. Negara-negara atau daerah-daerah jajahan ini dijadikan sumber langsung


(29)

logam muli. Negara jajahan menjadi sangat sangat tergantung pada Negara jajahan.

2. Teori keunggulan absolute (Adam Smith)

Smith berpendapat bahwa dengan perdagangan bebas, setiap Negara dapat berspesialisasi dalam produksi komoditi yang memepunyai keunggulan absolute (atau dapat memproduksi yang paling efisien dari Negara lain) spesialisasi internasional dari faktor- faktor produksi ini akan menghasilkan pertambahan produksi dunia yang dapat dimanfaatkan bersama- sama melalui perdagangan antar Negara. Contoh teori ini adalah seperti pada tabel di bawah,

Tabel 2.1. Distribusi Hasil Produksi Gandum dan Kain Amerika Serikat dan Inggris.

Barang Amerika

Serikat

Inggris

Gandum(karung/jam t.kerja) 6 1

Kain (yard/ jam t.kerja) 1 2

Sumber: Salvatore, Dominick.1995. Ekonomi Internasional.

Tabel menunjukkan bahwa Amerika Serikat mempunyai keunggulan absolut terhadap Inggris dalam produksi gandum, dan Inggris mempunyai keunggulan absolute dalam produksi kain. Jika Amerika Serikat berspesialisasi dalam produksi gandum dan Inggris dalam produksi kain, maka produksi gabungan gandum dan kain dari Amerika Serikat dan Inggris akan lebih besar, dan baik Amerika Serikat maupun Inggris sama-sama membagi keuntungan dalam pertambahan ini melalui pertukaran (sukarela).


(30)

3. Teori Kunggulan Komparatif (David Ricardo)

Ricardo menyatakan bahwa sekalipun suatu Negara mengalami kerugian atau ketidak ungulan (disadvantage) absolut dalam memproduksi kedua komoditi jika dibandingkan dengan negara lain, namun perdagangan yang saling menguntungkan masih dapat berlangsung. Negara yang kurang efisien akan berspesialisasi dalam produksi dan mengekspor komoditi yang mempunyai kerugian absolut lebih kecil. Dari komoditi inilah negara tadi menpunyai keunggulan komparatif (comparative advantage). Di pihak lain, negara tersebut sebaliknya mengimpor komoditi yang mempunyai kerugian absolut yang lebih besar. Dari komoditi inilah negara tersebut mengalami kerugian komparatif. Contoh teori ini adalah seperti pada table di bawah,

Tabel 2.2. Distribusi Hasil Produksi Gandum dan Kain Amerika Serikat dan Inggris

Barang Amerika

Serikat

Inggris

Gandum (karung/ jam t.kerja) 6 1

Kain (yard/ jam t.kerja) 3 2

Sumber: Salvatore Dominick.1995. Ekonomi Internasional

Tabel 2.2 menunjukkan bahwa Inggris mempunyai kerugian absolut dibanding Amerika Serikat dalam produksi gandum maupun kain. Akan tetapi kerugiannya lebih kecil dalam kain dibanding dengan gandum. Untuk Amerika Serikat, berlaku hal yang sebaliknya, yaitu Amerika Serikat mempunyai keunggulan absolute atas Inggris dalam kedua komoditi tersebut, akan tetapi keunggulan ini lebih besar dalam gandum (6:1) daripada dalam kain (3:2). Dengan kondisi ini, Amerika Serikat dapat berspesialisasi dalam gandum dan


(31)

Inggris berspesialisai dalam kain dan akan saling menguntungkan pada kedua belah pihak.

4. Teori H-O (Heckscher-Ohlin)

Teori H-O menekankan pada perbedaan relatif faktor pemberian alam (faktor endowments) dan harga faktor produksi antar negara sebagai determinan perdagangan yang paling penting (dengan asumsi bahwa teknolgi dan selera sama). Ide dasar model H-O adalah negara yang melimpah tenaga kerja, secara relative akan memanfaatkan dirinya untuk memproduksi barang dengan faktor produksi padat karya yang relative lebih murah. Dengan demikian Negara ini akan mempunyai keunggulan komparatif dalam memproduksi barang tersebut. Bagi negara yang produksinya lebih padat modal, maka pengorbanan yang diperlukan lebih ringan disbanding dengan barang- barang hasil produksi padat karya.

Heckscher- Ohlin mengemukakan konsepsinya yang dapat disimpulkan sebagai berikut:

1. Bahwa perdagangan internasional/ antar negara tidaklah banyak berbeda

dan hanya merupakan kelanjutan saja dari perdagangan antar daerah. Perbedaan pokoknya terletak pada masalah jarak. Atas dasar inilah Ohlin melepaskan anggaran (yang berasal dari teori klasik) bahwa dalam perdagangan internasional ogkos transport dapat diabaikan.

2. Bahwa barang- barang yang diperdagangkan antar negara tidaklah

didasarkan atas keuntungan alamiah atau keuntungan yang diperkembangkan akan tetapi atas dasar proporsi serta intensitas


(32)

faktor-faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan barang-barang itu.(www.scribd.com)

2.3.4 Kebijakan Perdagangan Internasional

Kebijakan perdagangan dalam periode memasuki era lepas landas diarahkan pada penciptaan dan pemantapan kerangka landasan perdagangan yaitu dengan meningkatkan efisiensi perdagangan dalam negeri dan perdagangan luar negeri dengan tujuan lebih memeperluas arus barang danh jasa, mendorong pembemtukan harga yang layak dalam iklim persaingan yang sehat, menunjang usaha peningkatan efisiensi produksi, mengembangkan ekspor, memperluas kesempatan berusaha dan lapangan kerja, meningkatkan dan memeratakan pendapatn rakyat serta memantapkan stabilitas ekonomi. Kerangka kebijakan yang ingin dicapai meliputi unsur-unsur sebagai berikut.

1. Penciptaan struktur ekspor non-migas yang kuat dan tangguh yang tidak

terganggu oleh gejolak dengan melakukan diversifikasi baik produk, pasar, maupun pelakunya.

2. Penciptaan sistem distribusi nasional yang efektif dan efisien dalam rangka

meningkatkan daya saing produk-produk ekspor, mempertahankan tingkat harga yang stabil di dalam negeri dan pengembangan produksi dalam negeri menuju struktur ekonomi yang lebih berimbang dengan industry yang makin kuat dan didukung oleh pertanian yang tangguh.

3. Peningkatan daya saing dunia usaha sebgai pelaku dalam kegiatan


(33)

memupuk kebersamaan yang kokoh dalam menghadapi pasar dunia yang semakin ketat persainganya.

4. Transparansi pasar dan pengolahan kegitan perdagangan. Untuk itu

kegiatan informasi perdagangan akan lebih diintensifkan agar para pengusaha dengan mudah memperolehya.

5. Kemantapan bekerjanya lembaga-lembaga perdagangan. Berfungsinya

secara baik lembaga-lembaga perdagangan sangat penting dalam memperlancar arus pengadaan dan penyaluran barang.

6. Kemantapan bekerjanya sektor penunjang perdagangan. Untuk itu secara

terus-menerus dibina kerja sama berbagai instansi terkait agar dapat persamaan persepsi dan langkah dalam rangka meningkatkan ekspor khususnya dan terbinanya perdagangan yang lancar pada umumnya.(Halwani, 2002)

2.4 Ekspor

2.4.1 Pengertian Ekspor

Menurut Amir M. S (Amir M.S,2004), ekspor adalah mengeluarkan barang- barang dari peredaran dalam masyarakat dan mengirimkan ke luar negeri sesuai ketentuan pemerintah dan mengharapkan pembayaran dalam bentuk valuta asing ataupun ekspor merupakan upaya melakukan penjualan komoditi yang kita miliki kepada bangsa lain atau negara asing, dengan mengharapkan bayaran dengan valuta asing.

Menurut Michael P. Todaro, ekspor adalah kegiatan perdagangan internasional yang memberikan rangsangan guna menambah permintaan dalam


(34)

negeri yang menyebabkan tumbuhnya industri- industri pabrik besar, bersama dengan struktur politik yang tidak stabil dan lembaga sosial yang fleksibel. Dengan kata lain ekspor menggambarkan aktifitas perdagangan antar bangsa yang dapat memberikan dorongan dalam dinamika pertumbuhan perdagangan internasional, sehingga suatu negara yang sedang berkembang memiliki kemungkinan untuk mencapai kemajuan perekonomian setara dengan negara- negara yang lebih maju.

2.4.2 Tujuan Ekspor

Adapun tujuan ekspor antara lain (Amir M.S,2004;101):

1. Meningkatkan laba perusahaan melalui perluasan pasar serta untuk

memperoleh harga jual yang lebih baik (optimalisasi laba)

2. Membuka pasar baru di luar negeri sebagai perluasan pasar domestic

(membuka pasar ekspor)

3. Memanfaatkan kelebihan kapasitas terpasang (idle capacity)

4. Membiasakan diri bersaing dalam pasar internasional sehingga terlatih

dalam persaingan yang ketat.

2.4.3 Ciri-Ciri Komoditi Ekspor

Suatu komoditi yang memiliki potensi untuk ekspor memiliki cirri-ciri antara lain(Amir M. S,2004;89):

1. Mempunyai surplus produksi dalam arti kata total produksi belum


(35)

2. Mempunyai keunggulan-keunggulan tertentu seperti langka, murah, mutu, unik atau lainnya, bila dibandingkan dengan komoditi serupa dengan yang diproduksi Negara lain.

3. Komoditi sengaja diproduksi untuk tujuan ekspor (outward looking

industries) atapun industri yang pindah lokasi (relocation industries).

4. Komoditi ini memperoleh izin pemerintah untuk diekspor.

Adapun faktor yang menentukan tingkat daya saing suatu komoditi ekspor adalah:

1. Faktor langsung, yang terdiri dari:

a. Mutu komoditi

Mutu komoditi ditentukan antara lain oleh:

1) Desain atau bentuk dari komoditi bersangkutan, atau

spesifikasi teknis dari komoditi tertentu.

2) Fungsi atau kegunaan komoditi tersebut bagi konsumen.

3) Durability atau daya tahan dalam pemakaian.

b. Biaya produksi dan penentuan harga jual

Harga jual pada umumnya ditentukan oleh salah satu dari pilihan berikut:

1) Biaya produksi ditambah mark-up (margin

keuntungan).

2) Disesuaikan dengan tingkat harga pasar yang sedang

berlaku (current market price).

3) Harga dumping (plus/minus subsidy)


(36)

d. Intensitas promosi.

e. Penentuan saluran pemasaran (marketing channel).

f. Layanan purna jual (after sales service). 2. Faktor tidak langsung, yang terdiri dari:

a. Kondisi sarana pendukung ekspor seperti:

1) Fasilitas perbankan

2) Fasilitas transportasi

3) Fasilitas birokrasi pemerintahan

4) Fasilitas surveyor

5) Fasilitas bea cukai dan yang lain-lain

b. Insentif atau subsidi pemerintah untuk ekspor

c. Kendala tariff dan non tarif

d. Tingkat efisiensi dan disiplin nasional

e. Kondisi ekonomi global seperti:

1) Resesi dunia

2) Proteksionisme

3) Restrukturisasi perusahaan (modernisasi)

4) Re-groupage global (kerja sama ekonomi global) 2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ekspor

Menurut Darmansyah (dalam Soekartawi, 1991;128), faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan ekspor antara lain:

1. Harga internasional. Semakin besar selisih antara harga di pasar

internasional dengan harga domestic akan menyebabkan jumlah komoditi yang akan diekspor menjadi bertambah banyak.


(37)

2. Nilai tukar (exchange rate). Semakin tinggi nilai tukar mata uang suatu Negara maka harga ekspor negara itu di pasar internasional akan menjadi lebih mahal. Sebaliknya, semakin rendah nilai mata uang suatu negara, harga ekspor Negara itu di pasar internasional menjadi lebih murah.

3. Quota ekspor-impor yakni kebijakan perdagangan internasional berupa

pembatasan kuantitas barang ekspor dan impor.

4. Kebijakan tarif dan non tarif. Kebijakan tarif adalah untuk menjaga harga

produk dalam negeri dalam tingkatan tertentu yang dianggap mampu atau dapat mendorong pengembangan komoditi tersebut. Sedangkan kebijakan non tarif adalah untuk mendorong tujuan diversifikasi ekspor.

Menurut Sukirno (Sukirno, 2000;110), faktor-faktor penentu ekspor adalah:

1. Daya saing dan keadaan ekonomi negara-negara lain. Dalam suatu sistem

perdagangan internasional yang bebas, kemampuna suatu negara menjual ke luar negeri tergantung kepada kemampunnya menyaingi barangt-barang yang sejenis di pasaran internasional. Kemampuan suatu negara untuk menghasilkan barang yang bermutu dan dengan harga yang murah akan menentukan tingkat ekspor yang akan dicapai suatu negara.

Besarnya pasaran barang di luar negeri sangat ditentukan oleh pendapatan penduduk di negara-negara lain. Apabila ekonomi dunia mengalami resesidan pengangguran di berbagai negara meningkat, permintaan dunia ke atas sesuatu barang akan berkurang. Sebaliknya kemajuan yang pesat di berbagai Negara akan meningkatkan ekspor sesuatu Negara.

2. Proteksi di negara-negara lain. Proteksi di negara-negara lain aken


(38)

berkembang akan mempunyai kemampuan untuk menghasilkan hasil-hasil pertanian dan hasil-hasil industry barang-barang konsumsi (misanya pakaian dan sepatu) dengan harga yang lebih murah dari berbagai Negara maju. Akan tetapi kebijakan proteksi di negara-negara maju memperlambat perkembangan ekspor seperti itu dari negara-negara sedang berkembang. Contoh ini member gambaran tenytang bagaimana proteksi perdagangan akan mempengaruhi ekspor.

3. Kurs valuta asing. Seorang pengusaha di Bandung memikirkan untuk

mengekspor pakaian jadi ke Amerika Serikat. Berdasarkan kepada ongkos produksinya, pakaian itu baru menguntungkan apabila dijual sebesar Rp.50.000. berapakah harganya di Amerika Serikat? Ia tergantung kepada kurs valuta asing. Apabila US$1 = Rp.10.000, pakaian jadi itu harganya adalah US$5, dan harga barang itu akan menjadi US$10 apabila kurs di antara dolar AS dan Rupiah adalah US$1 = Rp.5.000. oleh karena permintaan sesuatu barang ditentukan oleh harganya, dengan kurs pertama (US$1 = Rp.10.000,-) permintaan akan bertambah dan niali ini menambah ekspor.

2.4.5 Cara Pemasaran Barang ke Luar Negeri

Dalam melaksanakan pemasaran barang- barang ke luar negeri dapat ditempuh berbagai cara antara lain: (Djamin, 1993;102):

1. Ekspor Biasa

Dalam hal ini barang-barang dikirim ke luar negeri sesuai dengan peraturan umum yang berlaku yang ditujukan kepada pembeli di luar negeri.


(39)

2. Barter

Yang dimaksud dengan barter adalah pengiriman barang-barang ke luar negeri untuk ditukarkan langsung dengan barang-barang yang dibutuhkan di dalam negeri. Dalam hal ini berarti yang mengirimkan barang tidak menerima pembayaran dalam mata uang asing tetapi dalam bentuk barang. Barang dapat dijual di dalam negeri untuk mendapatkan kembali pembayarannya dalam mata uang rupiah.

3. Konsinyasi (Consignment)

Yang dimaksud dengan konsinyasi adalah pengiriman barang-barng ke luar negeri untuk dijual, sedangkan hasil penjualannya diperlakuakn sama dengan hasil ekspor biasa. Jadi dalam hal ini barang-barang dikirimkan ke luar negeri bukan untuk ditukarkan dengan barang seperti dalam hal barter, dan juga bukan untuk memenuhi suatu transaksi yang sebelumnya sudah dilakukan seperti dalam hal ekspor biasa.

2.5 KURS (Exchange Rate)

2.5.1 Pengertian Kurs

Kurs adalah jumlah atau harga mata uang domestik dari mata uang luar negeri (asing). Kurs ini dipertahankan sama di semua pasar melalui arbitrase.

Arbirase valuta asing adalah pembelian mata uang asing bila harganya rendah dan

menjualnya bilamana harganya tinggi. (Dominick, 1995;140).

Menurut Abimanyu, kurs adalah harga relatif mata uang suatu negara terhadap mata uang negara lain. (Abimanyu, 2004;6).


(40)

Terdapat dua cara dalam menyatakan kurs yaitu (Abimanyu,2004):

1. Model Eropa yang sering disebut dengan Indirect Quote. Model ini

merupakan cara yang palin umum dipakai dalam perdagangan valuta asing atau antar bank di seluruh dunia. Penetapan kurs nya dilakukan berdasarkan pada berapa unit mata uang asing yang dibutuhkan untuk membeli berapa unit mata uang dalam negeri.

2. Model Amerika yang sering disebut Direct Quote. Model ini disebut

sebagai harga satu unit mata uang asing dalam mata uang domestik. Kurs ini merupakan kurs yang biasa dipakai di Indonesia.

2.5.2 Kurs Beli dan Kurs Jual

Kurs yang di-quote menunjukkan kesediaan untuk membeli aatu menjual mata uang asing pada harga atau rate yang ditetapkan. Secara umum terdapat dua macam kurs, yaitu kurs beli (bid) dan kurs jual (offer). Kurs beli adalah harga dimana dealer yang terdiri dari bank dan money changer bersedia memebeli mata uang asing. Kurs jual adalah harga dimana dealer bersedia menjual mata uang asing. Selisih kurs jual dan kurs beli merupakan keuntungan dealer tersebut.

2.5.3 Sistem Nilai Tukar Valuta Asing

Sistem pokok nilai tukar valuta asing dapat dibedakan menjadi dua, yaitu system nilai tukar tetap (fixed exchange rate) dan system nilai tukar mengambang (flexible exchange rate). Pembedaan ini berdasarkan pada besar cadangan devisa dan intervensi bank sentral yang diperlukan untuk mempertahan kan kurs pada sisitem tersebut.


(41)

Menurut Gillis et al (dalam Abimanyu, 2004;9), berdasarkan besarnya intervensi bank sentral dan cadangan devisa yang diperlukan untuk mempertahankan berbagai system tersebut, terdapat enam system nilai tukar yang dipakai oleh banyak negara di dunia, yaitu:

1. Sistem fixed (pegged), dimana otoritas moneter selalu mengintervensi

pasar untuk mempertahankan nilai tukar mata uang sendiri terhadap satu mata uang asing tertentu. Intervensi tersebut memerlukan cadangan devisa yang relative besar. Tekanan terhadap nilai tukar valuta asing, yang biasanya bersumber dari defisit neraca perdagangan, cenderung menghasilkan kebijakan devaluasi.

2. Sistem Adjustable peg, dimana otoritas moneter terikat untuk

mempertahankan nilai tukar valuta asing. Namun, otoritas moneter berhak mengubah kurs apabila terjadi perubahan kebijakan.

3. Sistem Crawling peg, dimana otoritas moneter mengaitkan mata uang

dalam negeri terhadap satu atau beberapa mata uang asing. Nilai tukar valuta asing dalam system ini diubah secara periodik dan berangsur- angsur dalam persentase yang kecil.

4. Sistem Managed float, dimana otoritas moneter tidak terikat untuk

memepertahankan nilai tukar valuta asing tertentu. Namun, otoritas moneter secara kontinyu mengintervensipasar berdasarkan pertimbangan- pertimbangan tertentu, misalnya karena cadangan devisa menipis. Contoh lain, otoritas moneter dapat mengintervensi pasar agar nilai mata uang Rupiah melemah untuk mendorong peningkatan ekspor.


(42)

5. Sistem Wider band, dimana otoritas moneter membiarkan nilai tukar valuta asing mengambang atau berfluktuasi di antara dua titik tertinggi dan terendah, misalnya di antara Rp. 4.000,- - Rp.3.000,- per 1US Dollar. Jika keadaan perekonomian menyebabkan kurs bergerak melampaui dua titik tersebut, otoritas moneter akan mengintevensi pasar dengan cara memebeli atu menjual Rupiah atau US Dollar. Intervensi tersebut menjaga nilai tukar Rupiah tetap berada di antara kedua titik tersebut.

6. Sistem Free floating, berada pada kutub yang bertentangan dengan sistem

fixed. Dalam system ini, otoritas moneter secara teoritis tidak perlu

mengintervensi pasar sehingga system ini tidak memerlukan cadangan devisa.

Di Indonesia , ada tiga sistem yang digunakan dalam kebijakan nilai tukar rupiah sejak tahun 1971 hingga sekarang. Antara tahun 1971 hingga 1978 dianut sistem tukar tetap ( fixed exchange rate) dimana nilai rupiah secara langsung dikaitkan dengan dollar Amerika Serikat ( USD). Sejak 15 November 1978 sistem nilai tukar diubah menjadi mengambang terkendali ( managed floating exchange

rate) dimana nilai rupiah tidak lagi semata-mata dikaitkan dengan USD, namun

terhadap sekeranjang valuta partner dagang utama. Maksud dari sistem nilai tukar tersebut adalah bahwa meskipun diarahkan ke sistem nilai tukar mengambang namun tetap menitikberatkan unsur pengendalian. Kemudian terjadi perubahan mendasar dalam kebijakan mengambang terkendali terjadi pada tanggal 14 Agustus 1997, dimana jika sebelumnya Bank Indonesia menggunakan band sebagai guidance atas pergerakan nilai tukar maka sejak saat itu tidak ada lagi


(43)

nilai tukar rupiah sepenuhnya dilepas ke pasar ( free floating) atau masih akan dilakukan intervensi oleh Bank Indonesia. Dengan mengamati segala dampak dari sistem free floating serta dikaitkan dengan kondisi/struktur perekonomian Indonesia selama ini nampaknya purely free floating sulit untuk dilakukan. Kemungkinannya adalah Bank Indonesia akan tetap mempertahankan managed

floating dengan melakukan intervensi secara berkala, selektif , dan pada timing

yang tepat.(www.stie-stikubank.ac.id/web.jurnal)

2.5.4 Arbitrasi

Adapun arbitrasi dapat dibedakan menjadi beberapa jenis, yaitu:

1. Locational arbitrage

Perdagangan valas atau arbitrase dapat terjadi bila ada perbedaan kurs jual atu beli antar bank atu antar money changer. Perbedaan itu akan memberi peluang kepada arbitrageur (pedagang valas) untuk mencari keuntungan dari selisih kurs jual dan kurs beli dari bank yang berbeda. Perbedaan kurs jual dank us beli dari beberapa bank pada lokasi atau kota yang sama dapat terjadi karena adanya perbedaan penawaran dan permintaan yang dihadapinya.

2. Trianguler Arbitrage

Trianguler arbitrage ini adalah jenis arbitrage atau perdagangan valas

yang dilakukan oleh para arbitrageur dengan membandingkan cross exchange

rate antara tiga lokasi atau tempat yang berbeda. Hamper sama halnya dengan locational arbitrage, arbitrase ini juga harus dilakukan secara cepat. Oleh karena


(44)

itu, biasanya hanya dapat dilakukan oleh para arbitrageur yang mempunyai terminal computer yang mempunyai link atau dapat akses ke bursa valas internasional.

3. Covered Interest Arbitrage (CIA)

Aktivitas arbitrageur atau pedagang valas untuk mencari keuntungan dari perbedaan antara selisih tingkat bunga dan forward rate premium atau forward

rate discount. Yang dikenal sebagai covered interest arbitrage (CIA).

CIA dilakukan dengan cara menginvestasikan dana dalam sekuritas luar negeri karena terdapat perbedaan selisih antara tingkat bunga dengan perubahan kurs valas atau tingkat premium/ discount.

2.5.5 Perubahan Kurs Valuta Asing

Terdapat beberapa macam kurs valuta asing, yaitu devaluasi,revaluasi, depresiasi, dan apresiasi. Perubahan ini dapat disebabkan oleh mekanisme penawaran dan permintaan pasar, maupun disebabkan oleh kebijakan pemerintah, yaitu:

1. Devaluasi, merupakan penurunan nilai tukar satu mata uang domestik,

misalnya rupiah, relative terhadap mata uang asing tertentu, misalnya US Dollar, yang disebabkan oleh kebijakan pemerintah. Devaluasi hanya dapat terjadi jika nilai Rupiah dikaitkan terhadap US Dollar dan pemerintah dengan sengaja mengubah nilai Rupiah relative terhadap US Dollar. Jika pemerintah tidak mengaitkan Rupiah terhadap US Dollar dan perubahan nilai tukar terjadi dengan sendirinya, istilah ini tidak berlaku


(45)

lagi. Jadi istilah devaluasi hanya berlaku dalam sistem nilai tukar tetap dimana suatu mata uang domestik dikaitkan dengan mata uang asing tertentu.

2. Revaluasi, merupakan kenaikan nilai tukar satu mata uang domestik

terhadap satu mata uang asing tertentu. Sama dengan devaluasi, istilah revaluasi hanya berlaku pada system nilai tukar tetap.

3. Depresiasi, penurunan nilai tukar satu mata uang domestik, misalnya

Rupiah, relative terhadap mata uang asing, misalnya US Dollar, yang disebabkan gerakan permintaan dan penawaran terhadap rupiah dan US Dollar di pasar valuta asing. Istilah depresiasi ini berlaku dalam system nilai tukar mengambang dimana pemerintah tidak mengaitkan mata uang domestik dengan mata uang asing tertentu. Pemerintah juga tidak dapat mengubah nilai relative mata uang domestik terhadap mata uang asing tertentu.

4. Apresiasi, merupakan kenaikan nilai tukar satu mata uang domestik

relative terhadap mata uang asing tertentu. Sama dengan depresiasi, istilah apresiasi hanya berlaku dalam sistem nilai tukar mengambang.

Berkaitan dengan perubahan kurs valuta asing, dikenal istilah soft currency dan hard currency. Suatu mata uang dikategoriakn soft currency jika mata ung tersebut diperkirakan akan mengalami devaluasi atau depresiasi relative terhadap mata uang asing utama. Pengecualian terjadi dalam kasus bank sentral mempertahankan nilai kurs pada tingkat yang tidak riil.

Suatu mata unag dapat dikaegorikan hard currency jika mata uang tersebut diperkirakan akan mengalami revaluasi atau apresiasi relative terhadap mata uang


(46)

asing utama. Dalam praktinya, terhadap beberapa mata uang asing yang dianggap sebagai hard currency meskipun nilainya selalu berubah-ubah. Mata uang tersebut di antarany, US Dollar, Yen, DM, Swiss Franc, dan Poundsterling.

2.5.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kurs

Perubahan dalam permintaan dan penawaran suatu valuta, yang selanjutnya menyebabkan perubahan dalam kurs valuta, disebabkan oleh banyak faktor, yaitu (Sadono Sukirno,2006):

1. Perubahan dalam Cita Rasa Masyarakat

Cita masyarakat memepengaruhi corak konsumsi mereka atas barang-barang yang diproduksi di dalam negeri maupun yang diimpor. Perbaikan kualitas barang-barang dalam negeri menyebabkan keinginan mengimpor berkurang dan dapat juga meningkatkan ekspor. Sedangkan perbaikan kualitas barang-barang impor menyebabkan keinginan masyarakat untuk mengimpor lebih besar. Perubahan-perubahan ini akan mempengaruhi permintaan pada valuta asing.

2. Perubahan Harga Barang Ekspor impor

Harga suatu barang merupakan salah satu faktor penting yang menentukan apakah sesuatu barang akan diimpor atau diekspor. Barang-barang dalam negeri yang dapat dijual dengan harga relative murah akan menaikkan ekspor dan apabila harganya naik maka ekspornya akan berkurang. Pengurangan harga impor akan menaikkan jumlah impor, dan sebaliknya kenaikan harga barang impor akan mengurangi impor. Demikian perubahan haga


(47)

barang-barang ekspor dan impor akan menyebabkan perubahan dalam penawaran dan permintaan ke atas mata uang tersebut.

3. Kenaikan Harga Umum (Inflasi)

Inflasi sangat besar pengaruhnya kepada kurs pertukaran valuta asing. Inflasi yang berlaku pada umumnya cenderung untuk menurunkan nilai suatu valuta asing. Kecenderungan seperti ini wujud disebabkan efek inflasi yang berikut: (i) inflasi menyebabkan harga-harga barang di dalam negeri lebih mahal dari harga-harga di luar negeri dan oleh sebab itu inflasi berkecenderungan menambah impor, (ii) inflasi menyebabkan harga-harga barang-barang ekspor lebih mahal, oleh karena itu inflasi berkecenderungan mengurangi ekspor. Keadaan (i) menyebabkan permintaan ke atas valuta asing bertambah, dan keadaan (ii) menyebabkan penawaran ke atas valuta asing berkurang: maka harga valuta asing akan bertambah (berarti harga mata uang Negara yang mengalami inflasi merosot).

4. Perubahan Suku Bunga dan Tingkat Pengembalian Investasi

Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi sangat penting peranannya dalam mempengaruhi aliran modal. Suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang rendah cenderung akan menyebabkan modal dalam negeri mengalir ke luar negeri. Sedangkan suku bunga dan tingkat pengembalian investasi yang tinggi akan menyebabkan modal luar negeri masuk ke Negara itu. Apabila lebih banyak modal mengalir ke sesuatu Negara, permintaan ke atas mata uangnya bertambah, maka nilai mata uang tersebut bertambah. Nilai mata uang sesuatu Negara akan merosot apabila lebih banyak modal Negara


(48)

dialirkan ke luar negeri karena tingkat suku bunga dan pengembalian investasi yang tinggi di Negara-negara lain.

5. Pertumbuhan Ekonomi

Efek yang akn disebabkan oleh sesuatu kemajuan ekonomi kepada nilai mata uangnya tergantung kepada corak pertumbuhan ekonomi yang berlaku. Apabila kemajuan iti terutama diakibatkan oleh perkembangan ekspor, maka permintaan ke atas mata uang itu bertambah lebih cepat dari penawarannya dan oleh karenanya nilai mata uang itu naik. Akan tetapi apabila kemajuan tersebut menyebabkan impor berkembang lebih cepat dari ekspor , penawaran mata uang Negara itu lebih cepat bertambah dari permintaannya dan oleh karenanya nilai mata uang tersebut akan merosot

2.5.7 Teori-Teori Kurs

Berikut adalah beberapa teori yang berkaitan dengan nilai tukar valuta asing:

1. Balance of payment approach

Pendekatan ini berpendapat bahwa nilai tukar valuta ditentukan oleh kekuatan penawaran dan permintaan terhadap valuta tersebut. Adapun alat yang dapat digunakan untuk mengukur kekuatan penawaran dan permintaan adalah

balance of payment (BOP). BOP dapat menunjukkan aliran dana masuk dan

keluar Negara. Sebagai contoh apabila BOP suatu Negara mengalami deficit dapat diartikan bahwa penghasilan (arus uang masuk) lebih kecil dari pengeluaran (arus uang keluar) maka permintaan akan valuta asing akan bertambah guna memebayar deficit tersebut, nilai tukarnya akan cenderung mengalami penurunan


(49)

dan sebaliknya. Jadi pendekatan ini berusaha untuk menggunakan BOP sebagai faktor yang menentukan nilai tukar valuta.

2. Purchasing Power Parity Theory (PPP Theory)

Teori ini dikenalkan oleh pakar ekonomi dari Swedia, Gustav Cassel. Dasar teorinya bahwa perbandingan nilai satu mata uang dengan mata uang lain ditentukan oleh daya beli uang tersebut terhadap komoditi (barang dan jasa) pada masing-masing negara.

Terdapat dua versi dalam teori PPP, yaitu:

1) Teori Purchasing Power Parity Interpretasi Absolute

Teori ini pada dasarnya bahwa perbandingan nilai satu mata uang dengan mata uang Negara lain (kurs) ditentukan oleh tingkat harga pada masing-masing Negara. PPP absolute hanya berlaku dalam jangka panjang. PPP juga hanya berlaku untuk Negara yang memiliki tingkat inflasi tinggi dan pasar modal yang belum begitu berkembang.

2) Teori Purchasing Power Parity Arti Relatif

Maksudnya adalah bahwa PPP kurs yang perhitungannya didasarkan pada perubahan harga. Bila terjadi perubahan di kedua Negara yang bersangkutan maka kurs juga harus mengalami perubahan.

3. Fisher Effect

Menurut teori Irving Fisher ini, tingkat bunga nominal sama dengan tingkat suku bunga riil ditambah dengan tingkat inflasi di Negara


(50)

itu. Dari persamaan tersebut dapat digambarkan dalam persamamaan matematika seperti di bawah ini:

Suku Bunga Nominal = Suku Bunga Riil + Tingkat Inflasi

Menurut Fisher Effect, tingkat suku bunga nominal di dua Negara dapat berbeda Karen tingkat inflasi mereka berbeda.

4. International Fisher Effect (IFE)

Teori ini didasarkan pada teori Fisher Effect yang menggunakan perbedaan tingkat bunga untuk menerangkan mengapa terjadi perubahan kurs.

Teori ini menyatakan bahwa spot rate (SR) akan berubah dengan persentase (%) yang sama, tetapi arah berlawanan dengan perbedaan atau selisih tingkat bunga antar dua Negara. Selanjutnya menurut teori IFE bahwa actual or effective return dari investasi pada pasar surat berharga di pasar uang luar negeri bergantung pada

foreign interest dan persentase perubahan nilai kurs valas. (Hady, 2001;68)

2.6 Inflasi

2.6.1 Pengertian Inflasi

Inflasi adalah kecenderungan kenaikan harga barang dan jasa secara umum yang berlangsung secara terus-menerus. Jadi kenaikan harga satu atau dua barang tidak dapat disebut inflasi.

Inflasi adalah ciri yang pada umumya dirasakan dan ditandai dengan adanya suasana harga barang yang tinggi secara mayoritas, dimana seolah-olah kita kehilangan keseimbangan antara daya beli dibandingkan dengan pendapatan


(51)

sampai pada periode tertentu, biasanya dirasakan masyarakat secara keseluruhan . harga barang- barang yang tinggi tersebut justru adalah barang yang diperlukan sehari-hari. Orang mengalami kesulitan untuk mempertahankan keseimbangan

budget yang semula telah disusun agar biaya-biaya pengeluaran tertutup oleh

pendapatn yang biasanya diterima.

Inflasi bukan suatu gejala yang khusus berkaitan dengan ekonomi luar negeri. Namun merupakan gejala umum yang dapat terjadi di dalam tubuh perekonomian nasional suatu Negara maupun internasional. Suatu ekonomi nasional yang perdagangan luar negerinya merupakan proporsi cukup besar di dalam GNP-nya, sudah tentu terpengaruh oleh keadaan-keadaan di luar negeri, terutama apabila impornya terdiri atas barang-barang esnsiil (Y=C+I+G+(X-M)). Inflasi di Negara pengimpor suatu produk dengan demikian mudah diekspor juga ke Negara pengimpor produk. Dalam hal ini, sering terjadi juga bahwa karena inflasi ekspor Negara yang bersangkutan terhambat.(Amalia;2007,144).

2.6.2Jenis-Jenis Inflasi

Inflasi dapat dibedakan menjadi empat macam yaitu (Abimanyu, 2004;12):

1. Inflasi ringan, biasanya bernilai satu digit per tahun.

2. Inflasi sedang, biasanya bernilai antara sekitar 10% s/d 30% per tahun.

3. Inflasi berat, biasanya bernilai antara sekitar 30% s/d 100% per tahun. 4. Hiperinflasi, biasanya bernilai di atas 100%.

Menurut Amalia (Amalia;2007,149), atas dasar besarnya laju inflasi, atau inflasi menurut sifatnya terdapat empat kategori, yaitu:


(52)

1. Sangat rendah (lower inflation), inflasi yang sangat rendah di antara 2-5%. Negara yang dapat mencapai ini masih sangat jarang.

2. Merayap (creeping inflation), ditandai dengan inflasi di bawah dua digit

(<10%) pertahun. Kenaikan harga barang-barang yang lambat , dengan persentase yang kecil serta dalam jangka waktu yang relative lama.

3. Menengah (galloping inflation), ditandai dengan kenaikan harga yang

cukup besar (double digit bahkan ada yang triple digit), kadang-kadang berjalan dalam waktu yang cukup pendek, jenis inflasi ini mempunyai efek yang lebih berat bagi negara dibandingkan dengan creeping inflation.

4. Tinggi (hyper inflation), merupakan jenis yang paling parah dampaknya

bagi perekonomian. Harga barang-barang naik hingga 6 sampai 10 kali lipat. Masyarakat toidak lagi memiliki kemampuan untuk menabung atau menyimpan uangnya. Nilai uang merosot tajam, sehingga ada hasrat untuk ditukarkan dengan barang. Perputaran uang cepat, harga naik secara akselerasi.

Berdasarkan penyebabnya, inflasi dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu:

1. Inflasi Tarikan Permintaan (Demand-pull inflation), yaitu inflasi yang

disebabkan kenaikan permintaan barang dan jasa.

Inflasi tarikan-permintaan timbul apabila permintaan agregat meningkat lebih cepat dibandingkan dengan potensi produktif perekonomian, menarik harga ke atas untuk menyeimbangkan penawaran dan permintaan agregat.(Samuelson, 1992; 324)


(53)

Gambar 2.2

Kurva inflasi tarikan permintaan (Demand-pull inflation)

Sumber : Abimanyu, Yoopi. 2004. Memahami Kurs Valuta Asing.

Kenaikan permintaan barang dan jasa menyebabkan kurva permintaan D1

bergeser menjadi kurva permintaan D2. Naiknya permintaan tersebut, pada

umumnya, disebabkan oleh:

1) Defisit anggaran belanja pemerintah yang berusaha ditutup dengan

pencetakan uang.

2) Peningkatan pembelian oleh sector swasta karena adanya kredit rumah.

2. Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation), yaitu inflasi yang

disebabkan penurunan penawaran barang dan jasa.

Menurut Samuelson (Samuelson, 1992; 325), inflasi dorongan biaya diakiabatkan oleh peningkatan biaya selama periode pengangguran tinggi dan penggunaan sumber daya yang kurang aktif.

Output Harga

0

S

D2 D1


(54)

Gambar 2.3

Kurva Inflasi Dorongan Biaya (Cost-Push Inflation)

Sumber : Abimanyu, Yoopi. 2004. Memahami Kurs Valuta Asing.

Penurunan penawaran barang dan jasa menyebabkan kurva penawaran

S1 bergeser ke kiri menjadi kurva penawaran S2. Penyebab penurunan penawaran

tersebut, di antaranya:

1) Kenaikan harga input di dalam negeri

2) Kenaikan harga barang impor

Dilihat dari segi efek yang ditimbulkan, Demand Pull Inflation menyebabkan peningkatan output atau total jumlah barang dan jasa. Sebaliknya, Cost Push Inflation menyebabkan penurunan output atau total jumlah barang dan jasa. Besarnya peningkatan atau penurunan tersebut tergantung dari nilai pengganda.

Dari segi proses, kedua jenis ini juga memiki perbedaan. Pada Demand

Pull Inflation, harga output naik lebih dulu dan kemudian didikuti oleh kenaikan Harga

Output 0

S2 S1


(55)

harga input. Pada Cost Push Inflation, harga input naik lebih dulu dan baru didikuti harga output.

Berdasarkan asalnya, inflasi dapat dibedakan menjadi:(Abimanyu,2004; 14)

1. Inflasi yang berasal dari dalam negeri. Salah satu sumber inflasi jenis ini

adalah deficit anggaran belanja pemerintah. Pencetakan uang untuk membiayai deficit anggaran tersebut akan menyebabkan inflasi.

2. Inflasi yang berasal dari luar negeri. Salah satu sumber inflasi jenis ini

adalah imported inflation. Kenaikan harga barang impor, yang merupakan salah satu komponen Indeks Harga Konsumen, akan meningkatkan biaya produksi dan kemudian menyebabkan inflasi.

2.6.3 Penyebab Inflasi

Berbagai penyebab inflasi antara lain adalah: (Amalia;2007,144-155):

1. Defisit financing

Diadakannya pengeluaran-pengeluaran dalam rangka untuk memperbesar kapasitas produksi (investasi) yang tidak cepat-cepat menghasilkan tambahan produk (output) dengan memakai tabungan atau defisit financing. Pendapatan masyarakat bertambah, sedangkan output masih belum bertambah atau tidak bertambah karena scarce factor, dan situasi

demand > supply.

2. Terjadinya surplus ekspor (X>M)

Dengan terjadinya surplus ekspor maka pendapatan bertambah sedangkan sedangkan jumlah barang berkurang. Ini mengakibatkan demand


(56)

terhadap barang-barang bertambah, sedangkan supply barang-barang berkurang. Disamping effective demand meningkat terhadap barang-barang jadi, juga permintaan yang cepat pada waktu yang bersangkutan. Disini bukan laju kenaikan tingkat harga yang merupakan esensi, melainkan tingkat harga yang tinggi, karena permintaan yang kuat dan supply yang relative berkurang.

3. Inflasi yang diimpor dari luar negeri

Jika kita sangat bergantung pada impor barang-barang atau bahan baku dari luar negeri, dimana barang atau bahan baku tersebut kita impor dari Negara yang sedang dilanda inflasi, maka kita terpakasa harus juga mengimpor dengan harga-harga yang tinggi. Karena sebetulnya harga-harga di luar negeri berubah jika dihitung dengan valuta luar negeri, sedangkan valuta dalam negeri dengan valuta asing tetap, maka harga-harga di dalam negeri umumnya cenderung naik. Hal ini inflasi di dalam negeri bisa terjadi Karena kurs valuta sendiri merosot tersebut diikatkan kepada valuta asing yang kuat,maka valuta sendiri dapat mempertahankan kursnyadengan syarat agar valuta asing yang dipakai untuk meningkatkan valuta dalam negeri itu merupakan valuta asing yang sangat kuat. Sehingga karena diikatkan kepada valuta yang sangat kuat, maka kurs valuta dalam negeri tersebut dapat tertolong dan tidak merosot terus kursnya.

4. Jika terjadi surplus impor (M >X)

Dalam hal ini, suatu Negara memerlukan devisa untuk membayar kelebihan impor tersebut ke luar negeri. Dengan demikian akan memperbesar


(57)

devisa itu umumnya akan meningkatkan kurs valuta asing. Dengan kurs valuta asing yang naik maka harga barang-barang di luar negeri menjadi tinggi. Dan apabila impor tersebut sulit dihindarkan karena sudah merupakan program pembangunan atau misalnya sangat urgent untuk keperluan sehari-hari, maka tingkat harag dalam negeri menjadi lebih tinggi. Kurs valuta asing yang bisa menjadikan valuta sendiri turun kurs nya, yang berarti akan membuat semua barang impor naik harganya dan untuk selanjutnya harga-harga di dalam negeri secara otomatis akan naik.

2.6.4 Dampak atau Efek Inflasi

Inflasi dapat menimbulkan efek atau dampak terhadap tiga hal, yaitu: (Sukirno, 2000)

1. Efek terhadap Distribusi Pendapatan (Equity Effect)

Efek terhadap pendapatn umumnya tidak merata, ada pihak yang dirugikan, tetapi ada pihak yang diuntungkan. Pihak yang dirugikan adalah mereka yang memperoleh income tetap, misalnya para pensiunan. Pihak yang diuntungkan mereka yang memperoleh kenaikan pendapatan dengan presentasi yang lebih besar dengan laju inflasi.

2. Efek terhadap Efesiensi (Efficiency Effect)

Inflasi juga dapat mengubah pola alokasi factor-faktor produksi. Perubahan ini dapat dirasakan bahwa permintaan barang-barang tertentu mengalami kenaikan dengan adanya inflasi. Hal ini akan mendorong produsen untuk memperbanyak produksinya. Kenaikan produksi barang ini, pada


(58)

akhirnya akan merubah pola alokasi factor-faktor produksi yang telah ada sebelumnya.

3. Efek terhadap Output (Output Effect)

Inflasi mungkin dapat menyebabkan terjadinya kenaikan produksi. Alasannya adalah bahwa dalam keadaan inflasi biasanya kenaikan harga barang mendahului kenaikan upah, sehingga keuntungan pengusaha naik. Kenaikan usaha inilah yang akan mendorong naiknya produksi. Tetapi untuk kasus hyper inlation, justru sebaliknya, bahwa dengan hiper inflasi akan mendorong penurunan output.

2.6.5 Pengukuran Inflasi

Ada 3 (tiga) indeks yang biasanya digunakan untuk pengukuran inflasi:

1. Indeks Biaya Hidup / Indeks Harga Konsumen

Indeks biaya hidup/ Indeks Harga Konsumen mengukur pengeluaran untuk membeli sejumlah barang dan jasa yang dibeli oleh rumah tangga untuk keperluasan hidupnya.

2. Indeks Perdagangan Besar

Indeks Perdagangan Besar menitikberatkan pada sejumlah barang tingkat perdagangan besar. Ini berarti harga barang mentah, bahan baku, barang setengah jadi masuk dalam perhitungan indeks harga.


(59)

3. GDP Deflator

GDP Deflator mencakup jumlah barang dan jasa masuk dalam perhitungan GDP yang diperoleh dengan membagi GDP nominal (atas dasar harga berlaku) dengan GDP riil (atas dasar harga konsumen).

GDP Deflator = x 100%

Inflasi yang terjadi di Indonesia sebagai akibat munculnya surplus anggaran (karena digunakan system anggaran berimbang maka berarti pula terjadi deficit anggaran domestic pemerintah), yang hampir seluruh devisanya dibeli oleh Bank Indonesia sehingga terjadi proses moneterisasi anggaran belanja luar negeri pemerintah menjadi penyebaba utama cepatnya pertambahan jumlah uang beredar, sehingga menyebabkan tekana inflasi bagi perekonomian.

2.7 Produksi

2.7.1 Defenisi Produksi

Produksi merupakan suatu pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia dan hasil yang dimilikinya akan lebih besar dari pengorbanan yang sudah terjadi. Ditinjau dari segi ekonomi maka pengertian produksi merupakan suatu proses pendayagunaan sumber-sumber yang telah tersedia sehingga memperoleh hasil yang baik kualitas dan kuantitasnya, terkelola dengan baik sehingga merupakan suatu komoditi yang dapat diperdagangkan.

GDP nominal GDP riil


(60)

2.7.2 Faktor- Faktor Produksi

Suatu bangsa harus berproduksi untuk menjamin kelangsungan hidupnya. Produksi harus dilakukan dalam keadaan apapun, oleh pemerintah atau swasta. Produksi tentu saja tidak akan dilakukan kalau tidak ada bahan-bahanyang memungkinkan proses produksi itu sendiri untuk melakukan produksi, orang memerlukan tenaga manusia, sumber-sumber alam, modal dalam segala bentuknya, serta kecakapan. Semua unsure-unsur itu disebut faktor-faktor produksi (factors of productions). Jadi semua unsure yang menopang usaha penciptaan nilai atau usaha memperbesar nilai barang disebut sebagai faktor produksi.

Seperti yang disebutkan di atas, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi terdiri atas:

1. Tanah

Hal yang dimaksud dengan tanah (land) di sini bukanlah sekedar tanah untuk ditanami atau untuk ditinggali saja, tetapi termasuk juga di dalamnya segala sumber daya alam (natural resources). Itulah sebabnya faktor produksi yang pertama ini sering kali disebut dengan natural resources di samping juga sering disebut land. Dengan demikian istilah tanah ini maksudnya adalah segala sesuatu yang bisa menjadi faktor produksi dan berasal atau tersedia di alam mini tanpa usaha manusia, yang antara lain meliputi:

a. Tenaga penumbuh yang ada di dalam tanah, baik untuk pertanian,


(61)

b. Tenaga air, baik untuk pengairan, pengaraman, maupun pelayaran, termnasuk juga di sini adalah, misalnya air yang dipakai sebagai bahan pokok oleh Perusahaan Air Minum

c. Ikan mineral, baik ikan dan mineral darat (sungai, danau, tambak,

kuala, dan sebagainya)

d. Tanah yang di atasnya didirikan bangunan

e. Living stock, seperti ternak dan binatang-binatang lain yang bukan

ternak

f. dan lain- lainnya, seperti bebatuan dan kayu-kayuan.

Pendek kata, yang dimaksud dengan istilah tanah (land) di sini adalah segala sumber asli yang tidak berasal dari kegiatan manusia, dan bisa diperjual belikan.

2. Tenaga Kerja

Dalam ilmu ekonomi, yang dimaksud dengan istilah tenaga kertja manusia (labor) bukanlah semata-mata kekuatan manusia untuk mencangkul, menggeergaji, bertukang, dan segala kegitatan fisik lainnya, tetapi lebih luas lagi, yaitu human resources (sumber daya manusia). Jadi, pengertian human

resources adalah semua atribut atau kemampuan manusiawi yang dapat

disumbangkan untuk memungkinkan dilakukannya proses produksi barang dan jasa.

3. Modal

Faktor produksi modal ini sering juga disebut dengan real capital goods (barang- barang modal riil), yang meliputi semua jenis barang yang dibuat


(1)

DAFTAR PUSTAKA

Abimanyu, Yoopi. 2004. Memahami Kurs Valuta Asing. Jakarta: LPFE UI.

Amalia, Lia. 2007. Ekonomi Internasional. Jakarta: UIEU Press.

Amir M.S. 2004. Strategi Memasuki Pasar Ekspor.Jakarta: PPM.

Badan Pusat Statistik Sumatera Utara. 1994-2008. Statistik Perdagangan Luar

Negeri Ekspor Impor. Medan.

2008. Laporan Perekonomian Sumatera Utara. Medan.

2007. Indonesian Rubber Statistics. Medan.

Djamin, Zulkarnain. 1993. Peranan Ekspor Non Migas dalam PJP II Prospek dan

Permasalahannya. Jakarta: LPFE UI.

Hady, Hamdy. 2001. Valas untuk Manager (Forex for Managers). Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Nachrowi, Nachrowi Djalal, dan Hardius Usman. 2006. Ekonometrika untuk

Analisis Ekonomi dan Keuangan. Jakarta: LPFE UI.

Nasution, Syahrir Hakim, dan Arifin Hamzah. 2008. Ekonomi Internasional.

Medan: USU Press.


(2)

Samuelson, Paul A, dan William D. Nordhaus. 1992. Mikro Ekonomi. Jakarta:

Penerbit Erlangga.

Soekartawi. 1995. Pembangunan Pertanian. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Spillane, James. 1996. Komoditi Karet dan Peranannya dalam Perekonomian

Indonesia. Jakarta : Ghalia Indonesia.

Sukirno, Sadono. 2000. Makroekonomi Modern. Jakarta: Rajawali Press.

2006. Makroekonomi Teori Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Tambunan, Tulus T.H. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional.

Jakarta: Ghalia Indonesia.

www.balitgetas.wordpress.com. 21 juli 2009.

www.herumuawin.blogspot.com. 17 Januari 2010.

www.indonesia.go.id. 25 Maret 2010.

www.scribd.com.

www.stie-stikubank.ac.id/web.jurnal


(3)

Lampiran 1

Tabel data variabel

TAHUN

EKSPOR

(TON)

KURS

(Rp/US$)

INFLASI

(%)

HARGA

(US$)

PRODUKSI

(TON)

1990

410378

1910

7.56

935.35

314133

1991

505937

1992

8.99

939.8

374133

1992

479943

2062

5.56

975.5

351479

1993

458275

2110

9.75

911.55

343121

1994

497543

2200

8.28

1088.68

376628

1995

522107

2308

7.24

1549.68

389277

1996

533757

2383

8.88

1375.87

390287

1997

550661

4650

9.23

1070.37

394980

1998

603967

8025

83.56

681.12

397928

1999

533760

7100

1.37

590.12

385276

200

500113

9595

5.73

647.55

376287

2001

570145

10400

14.79

537.62

392904

2002

526555

8940

9.59

692.19

386092

2003

526809

8465

4.23

896.4

392127

2004

645469

9290

6.8

1168.4

397652

2005

665469

9830

22.41

1313.14

398873

2006

696763

9020

6.11

1893.41

382783

2007

685925

9419

6.6

2029.54

402972


(4)

Lampiran 2

Hasil Regresi 1

Dependent Variable: LOGY2 Method: Least Squares Date: 07/05/10 Time: 10:47 Sample: 1990 2008

Included observations: 19

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob.

C 12.03501 0.230969 52.10657 0.0000 LOGX1 0.059308 0.016052 3.694786 0.0022 LOGX2 0.009339 0.014706 0.635013 0.5350 LOGX3 0.041638 0.026447 1.574369 0.1363

R-squared 0.531275 Mean dependent var 12.85144 Adjusted R-squared 0.437530 S.D. dependent var 0.064529

S.E. of regression 0.048396 Akaike info criterion

-3.034150

Sum squared resid 0.035132 Schwarz criterion

-2.835320 Log likelihood 32.82442 F-statistic 5.667237 Durbin-Watson stat 1.472439 Prob(F-statistic) 0.008441


(5)

Lampiaran 3

Hasil Regresi 2

Dependent Variable: LOGY1 Method: Least Squares Date: 07/05/10 Time: 10:53 Sample: 1990 2008

Included observations: 19

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob.

C 2.046238 3.872537 0.528397 0.6055 LOGY2 0.722555 0.320888 2.251739 0.0409 LOGX1 0.101746 0.027571 3.690324 0.0024 LOGX2 0.024961 0.018521 1.347726 0.1992 LOGX3 0.138419 0.035480 3.901303 0.0016

R-squared 0.864063 Mean dependent var 13.21791 Adjusted R-squared 0.825223 S.D. dependent var 0.143868

S.E. of regression 0.060146 Akaike info criterion

-2.563158

Sum squared resid 0.050645 Schwarz criterion

-2.314622 Log likelihood 29.35000 F-statistic 22.24716 Durbin-Watson stat 1.752706 Prob(F-statistic) 0.000006


(6)

Lampiran 4

Uji Heterokedastisitas: Uji White

White Heteroskedasticity Test:

F-statistic 2.533243 Probability 0.081443 Obs*R-squared 11.72606 Probability 0.109935

Test Equation:

Dependent Variable: RESID^2 Method: Least Squares

Date: 08/25/10 Time: 10:46 Sample: 1990 2008

Included observations: 19

Variable

Coefficie

nt Std. Error t-Statistic Prob.

C 0.342185 0.285533 1.198406 0.2559

LOGY2

-0.014742 0.016068 -0.917453 0.3786

LOGX1

-0.012743 0.081481 -0.156395 0.8786 LOGX1^2 0.000925 0.004833 0.191439 0.8517

LOGX2

-0.001703 0.003280 -0.519285 0.6138 LOGX2^2 0.000112 0.000632 0.176924 0.8628

LOGX3

-0.033911 0.059150 -0.573307 0.5780 LOGX3^2 0.002672 0.004199 0.636300 0.5376

R-squared 0.617161 Mean dependent var 0.002666 Adjusted R-squared 0.373536 S.D. dependent var 0.003218

S.E. of regression 0.002547 Akaike info criterion

-8.812362

Sum squared resid 7.14E-05 Schwarz criterion

-8.414704 Log likelihood 91.71744 F-statistic 2.533243 Durbin-Watson stat 3.230587 Prob(F-statistic) 0.081443