Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Tindak tutur speech art merupakan unsur pragmatik yang melibatkan pembicara, pendengar atau penulis pembaca serta yang dibicarakan. Dalam penerapannya, tindak tutur digunakan oleh beberapa disiplin ilmu. Seorang kritikus sastra mempertimbangkan teori tindak tutur untuk menjelaskan teks yang halus sulit atau untuk memahami alam genre jenis sastra, para antropolog akan berkepentingan dengan teori tindak tutur ini dapat mempertimbangkan mantra magis dan ritual, para filsuf melihat juga adanya aplikasi potensial diantara berbagai hal, misalnya status pernyataan etis, sedangkan linguis ahli bahasa melihat gagasan teori tindak tutur sebagai teori yang dapat diterapkan pada berbagai masalah di dalam kalimat sintaksis, semantik, pembelajar bahasa kedua, dan yang lainnya. Dalam linguistik, pragmatik tindak tutur tetap merupakan praduga dengan implikatur khusus. Setiawan, 2005 : 16 Dilihat dari sudut penutur, maka bahasa itu berfungsi personal atau pribadi fungsi emotif. Maksudnya, si penutur menyatakan sikap terhadap apa yang dituturkannya. Si penutur bukan hanya mengungkapkan emosi lewat bahasa, tetapi juga memperlihatkan emosi itu sewaktu menyampaikan tuturannya. Dalam hal ini, pihak si pendengar juga dapat menduga apakah si penutur sedih, marah atau gembira Chaer, 2004 : 15. Dilihat dari segi pendengar atau lawan bicara, maka bahasa itu berfungsi direktif, yaitu mengatur tingkah laku pendengar. Dalam hal ini, bahasa itu tidak hanya membuat pendengar melakukan sesuatu, tetapi melakukan kegiatan sesuai dengan yang diinginkan oleh si pembicara. Hal ini dapat dilakukan si penutur denan Universitas Sumatera Utara menggunakan kalimat-kalimat yang menyatakan perintah, himbauan, permintaan, maupun rayuan Chaer, 2004 : 15-16. Jika dikaitkan antara penutur dan lawan bicara akan terbentuk suatu tindak tutur dan peristiwa tutur. Peristiwa tutur ini pada dasarnya merupakan rangkaian dari sejumlah tindak tutur yang terorganisasikan untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan tersebut merupakan isi pembicaraan. Menurut J.L. Austin dalam A. H. Hasan Lubis, 1991: 9, secara analitis tindak tutur dapat dipisahkan menjadi 3 macam bentuk, antara lain: 1 Tindak lokusi lecutionary act, yaitu kaitan suatu topik dengan satu keterangan dalam suatu ungkapan, serupa dengan hubungan ‘pokok’ dengan ‘predikat’ atau ‘topik’ dan penjelasan dalam sintaksis. 2 Tindak ilokusi illecitionary act, yaitu pengucapan suatu pernyataan, tawaran, janji pertanyaan dan sebagainya. Tindak ilokusi yang terjadi dalam film Perempuan Punya Cerita adalah suatu bentuk pemahaman lebih lanjut dari para pemeran pada saat berkomunikasi sesuai dengan jalan cerita yang akan dijalankan. 3 Tindak perlokusi perlocutionary act, yaitu hasil atau efek yang ditimbulkan oleh ungkapan itu pada pendengar, sesuai dengan situasi dan kondisi pengucapan kalimat itu. Tindak perlokusi yang terjadi dalam film Perempuan Punya Cerita merupakan suatu bentuk tanggapan langsung terhadap setiap pernyataan yang diujarkan oleh para pemeran. Anggapan tersebut tidak hanya berbentuk kata-kata tetapi juga berbentuk tindakan atau perbuatan. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Berkaitan dengan tindak tutur, pada penelitian ini akan dianalisis tindak tutur pada dialog film. Judul pada penelitian ini adalah “Analisis Tindak Tutur pada dialog film Perempuan Punya Cerita, karya Nia Dinata”. Peneliti memilih judul ini, karena Universitas Sumatera Utara dalam film ini banyak digunakan kata-kata yang syarat dengan makna konotasi yang tidak hanya ditanggapi dengan kata-kata saja, melainkan juga dengan tindakan secara khusus. Selain itu, peneliti ingin menggambarkan maksud atau makna pragmatik dari setiap ujaran dan tuturan yang terdapat dalam dialog di film tersebut. Film Perempuan Punya Cerita adalah sebuah film yang disutradarai oleh 4 perempuan dan terdiri dari 4 cerita. Diawali dengan ‘Cerita Pulau’. Sumantri Rieke Dyah Pitaloka, satu-satunya bidan yang tidak tergantikan di sebuah pulau di luar tidak jauh dari Jakarta divonis kanker oleh dokter dan harus dirawat di Jakarta. Wulan Rachel Maryam, adalah korban perkosaan sehingga membuatnya menjadi hamil. Sumantri yang protektif berniat mengaborsi kandungan Wulan, namun menghadapi dilema karena masyarakat setempat menentang keras aborsi. Kemudian ‘Cerita Yogya’. Safina Kirana Larasati dan kelompoknya adalah pelajar SMA di Yogyakarta, yang dijuluki sebagai kota turis dan kota pelajar. Akses luas internet membuat mereka bereksperimen dengan seks tanpa bekal pengetahuan yang lengkap. Seorang jurnalis, Jay Anwar Fauzi Badilah tiba di Yogya. Safina jatuh hati padanya dan ia yang naïf mempertaruhkan masa depannya untuk pria ini. Kemudian, ‘Cerita Cibinong’. Esi Shanty seorang pembersih WC di klab malam dangdut kerja keras untuk biaya hidup dan pendidikan putrinya, Maesaroh Ken Nala Amrytha. Ia nyaris putus asa saat mendapati kekasihnya, Narto melecehkan Maesaroh. Beruntung, Cicih Sarah Sechan, primadona klab memberikan perlindungan dan tempat tinggal. Saat membangun kembali mimpinya, Esi dihadapi kenyataan pahit bahwa Cicih dan Maesaroh terjerat sindikat perdagangan perempuan. Universitas Sumatera Utara Diakhiri dengan ‘Cerita Jakarta’. Laksmi Susan Bachtiar, seorang janda beranak satu, kehilangan suaminya yang mengidap HIVAIDS. Keadaan semakin parah saat dirinya tertular penyakit tersebut dan suaminya bersikeras mengambil alih hak asuh putri mereka, Belinda Ranti Maria. Naluri seorang Ibu membuatnya bertahan untuk mengasuh Belinda, namun mengasuh anak dengan kondisi yang semakin lemah dan tanpa penghasilan, membuat Laksmi mengambil keputusan besar demi memberikan yang terbaik bagi Belinda dan dirinya. Film Perempuan Punya Cerita merangkum kepahitan hidup mereka. Hal inilah yang akan digambarkan oleh peneliti berdasarkan sisi pragmatik tuturan yang ada dalam dialog film tersebut. Menurut Gillian Brown dalam A. H. Hasan Lubis, 1993: 20, setiap pendekatan analisis dalam linguistik yang meliputi pertimbangan konteks, termasuk ke dalam bidang studi bahasa yang disebut pragmatik. Dalam analisis wacana yang berkenaan dengan analisis pragmatik, maka peneliti berhubungan dengan apa yang dilakukan oleh si pemakai bahasa dan menerangkan ciri-ciri linguistik yang ada di dalamnya. Berdasarkan keterangan tersebut maka yang dimaksud dengan pragmatik, yaitu penganalisisan studi bahasa dengan pertimbangan-pertimbangan konteks. Dalam hal ini, pragmatik sangat erat sekali hubungannya dengan tindak tutur atau Speech Act. George dalam Tarigan, 1990: 32 menyatakan bahwa pragmatik dapat menelaah keseluruhan prilaku dan, terutama sekali dalam hubungannya dengan tanda-tanda dan lambang-lambang. Pragmatik memusatkan perhatian pada cara insan berprilaku dalam keseluruhan situasi pemberian tanda dan penerimaan tanda. Universitas Sumatera Utara

1.2 Masalah Penelitian