Dasar Pendidikan Akhlak Konsep Pendidikan Akhlak

Dalam prespektif hadis akhlak merupakan misi kerasulan Nabi Muhammad SAW, penyempurna iman, dan syarat kesempurnaan iman seseorang, seperti yang dijelaskan dalam hadis yang berbunyi: “...Aku diutus di bumi untuk menyempurnakan akhlak” HR. Ahmad 22 Hadis di atas mengisyaratkan bahwa akhlak merupakan ajaran yang diterima Rasulullah dengan tujuan untuk memperbaiki kondisi umat yang pada masa itu dalam kejahiliyahan. Ajaran akhlak yang dibawa Nabi Muhammad tersebut terangkum dalam sebuah hadis yang artinya: Dalam sebuah hadits dikatakan : “Hai Muhammad beritahu padaku tentang iman, iman yaitu engkau percaya pada Allah, malaikat, kitab, rasul, dan hari kebangkitan. Kemudian Jibril bertanya lagi, hai Muhammad apa yang dimaksud dengan Islam? Islam yaitu engkau bersaksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, puasa di bulan Ramadhan, dan menunaikan haji ke Baitullah bila mampu. Kemudian Jibril bertanya lagi, hai Rasulullah apa yang dimaksud dengan ihsan? Ihsan yaitu engkau menyembah Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak melihat-Nya, maka Dia pasti melihatmu.” H.R. Muslim 23 22 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. dan Fauzan, M.A., Pendidikan Dalam Prespektif Hadis, Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005, Cet. I, h. 275 23 Ibid., h. 275 Hadis di atas menjelaskan bahwa ajaran akhlak yang dibawa Nabi Muhammad berupa tiga hal, yaitu: iman, Islam, dan ihsan. Ini semua tidak hanya merupakan kewajiban bagi seorang muslim, tetapi juga merupakan pendidikan yang dilakukan seumur hidup guna membentuk akhlak yang baik sehingga tercipta hubungan yang harmonis antara manusia dengan Allah dan makhluk. Hadis di atas dapat dijadikan bukti bahwa hadis adalah dasar pendidikan akhlak setelah Alquran.

3. Tujuan Pendidikan Akhlak

Pendidikan akhlak sebagai suatu kegiatan yang berproses dan terencana tentunya mempunyai tujuan. Tujuan berfungsi agar dalam melaksanakan kegiatan mempunyai titik pusat agar terfokus untuk mencapai tujuan tersebut. Adapun tujuan dari pendidikan akhlak menurut Abuddin Nata adalah terbentuknya seorang hamba Allah yang patuh dan tunduk menjalankan segala perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya serta memiliki sifat-sifat dan akhlak yang mulia. 24 Tujuan dari pendidikan akhlak ini menurut Muhammad Alim adalah untuk meningkatkan kemajuan manusia di bidang rohaniah mental spiritual, mempengaruhi dan mendorong manusia supaya membentuk hidup yang lurus dengan melakukan kebaikan yang mendatangkan manfaat bagi sesama manusia, dan melalui pendidikan akhlak ini juga dapat menjadi sarana bagi terbentuknya insan kamil manusia sempurna. 25 Lebih lanjut M. Yatimin Abdullah mengatakan bahwa akhlak diharapkan mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat bagi pelakunya sesuai ajaran Alquran daan hadis. Ketinggian akhlak terletak pada hati yang sejahtera qalbun salim dan pada ketentraman hati rahatul qalbi. 26 24 Prof. Dr. H. Abuddin Nata, M.A. Akhlak Tasawuf... h. 38 25 Drs. Muhammad Alim, M.Ag., Pendidikan Agama Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006 h. 159-160 26 Drs. M. Yatimin Abdullah, M.A., Studi Akhlak dalam Prespektif Alquran, Jakarta: Amzah, 2007, Cet. I, h. 11

4. Metode Pendidikan Akhlak

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia , metode diartikan sebagai “cara yang teratur berdasarkan pemikiran yang matang untuk mencapai maksud”. 27 Metode dalam pembinaan dan pembentukan akhlak dengan metode pendidikan pada umumnya tidak jauh berbeda, karena dari beberapa pendapat para ahli menunjukkan tujuan pendidikan adalah terbentuknya akhlak yang terpuji. Adapun metode pendidikan akhlak adalah sebagai berikut: a. Metode Keteladanan Pada dasarnya, manusia sangat cenderung memerlukan sosok teladan dan panutan yang mampu mengarahkan manusia pada jalan kebenaran dan sekaligus menjadi perumpamaan dinamis yang yang menjelaskan cara mengamalkan syariat Allah. 28 Oleh karena itu, Allah mengutus rasul-rasul- Nya untuk menjelaskan berbagai syariat, sebagaimana dalam QS. An-Nahl ayat 43-44 yang berbunyi:                                “Dan Kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang Kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui. Keterangan- keterangan mukjizat dan kitab-kitab. dan Kami turunkan kepadamu Al Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka dan supaya mereka memikirka n.” QS An- Nahl: 43-44 Metode ini, disebut juga metode meniru yakni suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladan yang baik 27 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1988, Cet. I, h. 1022 28 Abdurrahman An-Nahlawi, Pendidikan Islan di Rumah Sekolah dan Masyarakat, Jakarta: Gema Insani, 1995, Cet. I, h. 260 kepada anak didik. Dalam Al- qur’an, kata teladan diproyeksikan dengan kata uswah yang kemudian diberikan sifat dibelakangnya seperti sifat hasanah yang berarti teladan yang baik. Metode keteladanan adalah suatu metode pendidikan dan pengajaran dengan cara pendidik memberikan contoh teladanan yang baik kepada anak didik agar ditiru dan dilaksanakan. Dengan demikian metode keteladanan ini bertujuan untuk menciptakan akhlak al-mahmudah kepada peserta didik. Acuan dasar dalam berakhlak al-mahmudah adalah Rasulullah dan para Nabi lainnya yang merupakan suri tauladan bagi umatnya. Begitu mulianya akhlak Rasulullah sehingga dalam suatu hadis Aisyah r.a. menyebutkan, “tidak pernah sekalipun Nabi SAW memukul sesuatu, wanita atau orang yang bekerja untuknya dengan tangannya. Beliau menggunakan tangan memukul hanya ketika berperang. Rasulullah SAW juga tidak pernah menuntut balas atas kelakuan seseorang, kecuali jika berkaitan dengan hukum Allah SWT. Jika begitu, beliau akan menegakkan hukuman baginya demi agama Allah SWT.” HR. Muslim. 29 Ketika seorang sahabat bertanya kepada Aisyah tentang akhlak Nabi maka Aisyah menjawab akhlak beliau adalah Alquran. 30 Seorang pendidik dalam berinteraksi dengan anak didiknya akan menimbulkan respon tertentu baik positif maupun negatif, seorang pendidik sama sekali tidak boleh bersikap otoriter, terlebih memaksa anak didik dengan cara-cara yang merusak fitrohnya. Nilai edukatif keteladanan daam dunia pendidikan adalah metode influitif yang paling meyakinkan keberhasilannya dalam mempersiapkan dan membentuk moral spriritual dan sosial anak didik. Keteladanan itu ada dua macam : 1 Sengaja berbuat untuk secara sadar ditiru oleh peserta didik. 29 Mahmud al-Mishri, Ensiklopedi Akhlak Muhammad SAW, Jakarta: Pena Pundi Aksara, 2009, Cet. I, h. 19 30 DR. Ahmad Muhammad Al Hufy, Akhlak Nabi Muhammad SAW Keluhuran dan Kemuliannya, Jakarta: Bulan Bintang, 1981, h. 79 2 Berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang akan ditanampkan kepada peserta didik, sehingga tanpa sengaja menjadi teladan bagi peserta didik. b. Metode Nasihat Nasihat menurut Abdurrahman An-Nahlawi adalah penjelasan kebenaran dan kemaslahatan dengan tujuan menghindarkan orang yang dinasihati dari bahaya serta menunjukkannya ke jalan yang mendatangkan kebahagiaan dan manfaat. 31 Dalam metode ini pendidik mempunyai kesempatan yang luas untuk memberikan nasihat-nasihat tentang kebaikan kepada peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar. Di antaranya dengan menggunakan kisah-kisah baik kisah Qurani maupun pengalaman-pengalaman yang dialami oleh peserta didik yang dapat dijadikan pelajaran. Dalam Alquran juga dijelaskan tentang metode nasihat, seperti dalam surat An-Nahl ayat 125 yang berbunyi:                           “Serulah manusia kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.” Ayat di atas menjelaskan bahwa Allah memerintahkan kepada manusia agar menyeru kepada jalan Allah dengan hikmah dan nasihat yang baik. 31 Ibid., h. 289