BIOGRAFI HASAN AL BANNA

BAB II BIOGRAFI HASAN AL BANNA

Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan Di antara sunnatullah adalah adanya tokoh pada masa yang sesuai dengan kebutuhan zaman sehingga pada setiap penghujung abad Allah mengutus orang yang membangkitkan agama untuk umat ini dan mengembalikan vitalitasnya. Imam Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Bumi ini tidak sepi dari orang yang bangkit untuk Allah dengan hujjah”. Sedangkan Abu Al-Hasana An Nadavi memberi catatan dalam bukunya “ Rijal Al-Fikr wa Ad-Da’wah fi Al Islam” Tokoh Pemikiran dan Dakwah dalam Islam bahwa sejarah Islam pada setiap periode melahirkan tokoh-tokoh yang memang dibutuhkan oleh keadaan, lalu mereka mengisi kekosongan, memenuhi kebutuhan, melaksanakan tugas yang di butuhkan masa dan tempat untuk membangkitkan umat, merehabilitasi kerusakan-kerusakan yang dialami oleh struktur bangunan umat ini 8 . Imam Syahid Hasan Al Banna merupakan tokoh yang dinantikan masyarakat Mesir saat itu yang memang sedang mengalami kemerosotan yang diakibatkan penjajahan. Hasan Al Banna di lahirkan di Mahmudiyah dekat Iskandariyah yaitu kota kecil yang terletak di sebelah Timur laut Kairo, Propinsi Buhairah, pada bulan Rabi’ul Awal tahun 1325 H Oktober 1906 M 9 . Imam Syahid tumbuh di 8 Yusuf Qardhawi. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad. Terjemahan: H.Mustofa Maufur dan H.Abdurrahman Husain Jakarta Timur : Pustaka Al- Kautsar,1999, h.43 9 Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. Terjemahan: Fachrudin. Bandung : Asy Syaamil Press Grafika, 2001, h.19 14 bawah asuhan kedua orang tua yang mulia serta sifat yang terpuji kepada putra-putrinya. Ayah beliau Syeikh Ahmad Abd al-Rahman termasuk salah seorang ahli hadits besar yang sudah masyur, yang lebih dikenal dengan panggilan As Sa’ati karena pekerjaannya sebagai tukang reparasi jam. Imam Hasan Al Banna dididik oleh orang tua yang alim. Bimbingan dan arahan orang tuanya telah memberikan pengaruh yang besar sekali pada diri beliau sehingga menghasilkan buah dan manfaat yang sangat baik serta melimpah. Ketika hampir mencapai usia delapan tahun -yang merupakan batas minimal untuk masuk sekolah- orang tua Hasan Al Banna sudah memasukannya ke Madrasah Diniyah Ar Rasyad. Di madrasah ini beliau menghafal separuh Al Qur’an dan banyak hadis-hadis Rosul SAW. Mengenai hal ini beliau pernah menuturkan : “Saya ingat bahwa sebagian besar hadis- hadis yang saya hafal adalah sebagian dari hadis-hadis yang terekan kuat di dalam benakku sejak waktu itu”. Di madrasah ini pula beliau belajar kaidah- kaidah bahasa Arab dan penerapannya serta sastra dan hafalan-hafalan syair dan prosa. 10 Suatu hari ia dikejutkan dengan keputusan Majlis Daerah Bukhairah yang menghapuskan sistem pendidikan Madrasah I’dadiyah. Di depan beliau hanya ada dua alternatif yang harus di pilih : pertama, pergi ke Ma’had Diiniy di Iskandariah, atau kedua, melanjutkan ke Madrasah Mu’alimin di Damanhur. Dan pilihan beliau jatuh pada pilihan kedua yaitu Madrasah 10 Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.20 Mu’alimin Sekolah guru di Damanhur. 11 Di sekolah ini beliau menyelesaikan studinya selama 3 tahun sejak tahun 1923 hingga tahun 1927. Dalam mengisi hari-harinya Al Banna muda sangat di sibukkan dengan berbagai kegiatan di sekolahnya, sampai akhirnya ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama Jam’iyah Man’il Muharramat Perhimpunan Anti Haram dengan Hasan Al Banna sebagai ketuanya. Misi perhimpunan ini adalah menjaga aspek-aspek keagamaan dan memantau orang-orang yang menyepelekannya atau melakukan salah satu perbuatan dosa. Misi ini dijalankan dengan mengirimkan surat peringatan kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran atau menyia-nyiakan kebaikan. Surat tersebut berisi larangan berbuat kemungkaran dan menunjukkan jalan kebaikan. Dan aktivitas ini menimbulkan kegoncangan di masyarakat, para pelaku kemaksiatan memberikan reaksi yang keras terhadap surat-surat yang ditujukan kepada mereka dan berusaha mencari tahu siapa dalang dibaliknya. 12 Kesibukan berorganisasi tidak membuat Al Banna terlena dan lupa akan tugasnya sebagai pelajar, namun justru semakin membuat ia memiliki pengetahuan yang lebih disbanding para pelajar yang lain. Hal tersebut dapat terlihat dari diperolehnya predikat lulusan terbaik ke-5 untuk seluruh Sekolah Menengah Umum SMU di Mesir. Kecerdasan otak sang Imam yang sejak remaja sudah turut ambil bagian dalam tarekat sufi Hasyafiyah ini memang sudah tidak dapat diragukan 11 Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.22 12 Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.29 lagi keabsahannya. Hal tersebut kembali dapat dibuktikan dengan dinobatkannya sebagai mahasiswa yang berhasil lulus dengan yudisium pertama tingkat Universitas yang didirikan oleh Muhammad Abduh itu. 13 Sesungguhnya disanalah kehidupan Hasan Al Banna mulai terasa semakin “hidup”, karena di kota besar itulah beliau benar-benar memahami arti kehidupan dengan banyak berkenalan dan berinteraksi dengan orang- orang ternama disekitarnya. Mengenal Rasyid Ridha beserta gerakan Salafiyahnya merupakan awal pembentukan pola pikir Al Banna muda dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan di dunia. Apalagi hal tersebut didukung oleh rajinnya sang imam untuk membaca majalah Al Manar yang memang merupakan kumpulan beberapa tulisan tokoh-tokoh ternama seperti Jamaludin Al Afghani, Muhammad Abduh serta Rasyid Ridha. Tetapi yang paling berpengaruh pada pembentukan pandangan Hasan Al Banna muda adalah karya tulis Ridha tentang aspek politik dan sosial, tentang pembaharuan Islam, serta perlunya didirikan negarapemerintahan Islam dan diberlakukannya hukum Islam. Dengan kata lain, dari tiga serangkai tokoh salafiyah, Al Afghani, Abduh, dan Ridha, yang terakhir itulah yang besar pengaruhnya pada Al Banna muda, terutama keyakinan Ridha bahwa Islam adalah agama sempurna dan lengkap dengan segala sistem yang dibutuhkan bagi kehidupan umat Islam, termasuk sistem politik, ekonomi dan 13 Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna Jakarta : Harakah, 2002, h.4 sosial, dan bahwa untuk meraih kembali kejayaan umat Islam tidak perlu meniru Barat. 14 Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Dar Al-Ulum yang sempat dimasyurkan oleh Muhammad Rasyid Ridha tersebut, pada September 1927 Al Banna mulai mengajar di sekolah dasar di Isma’iliyah. Di tengah kesibukan kegiatan barunya, ia masih tetap menjadi koresponden majalah Pemuda Muslim Kairo yang bernama Al Fath serta menjalin hubungan baik dengan kelompok maktabah Salafiyah atau penerbit Al Manar pimpinan Rasyid Ridha. Latar belakang keluarga yang penuh dengan keilmuan dan pengetahuan agama merupakan dasar yang sangat dominan dalam pembentukan diri sang imam Al Banna. Hal tersebut dapat terlihat pada perkembangan pribadi al Banna yang sangat mengagumkan. Ia tumbuh menjadi sosok yang sangat cerdas, kritis serta bersifat zuhud. Sejak kecil ia selalu menerapkan atau membiasakan diri unttuk shalat malam, puasa senin- kamis dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Semua yang telah dilakukan Al Banna kecil bukanlah suatu pekerjaan yang main-main, karena dengan hasil kerja kerasnya itu ia mampu menghafal setengah Al Qur’an 15 juz yang kemudian ia sempurnakan menjadi 30 juz ketika menginjak dewasa. Secara tidak langsung pengaruh Rasyid Ridha telah menginspirasi pemikiran tentang pembaharuan Islam terhadap diri Hasan Al Banna, dan hal ini barangkali wajar disebabkan menjelang Al Banna menginjak dewasa dan 14 Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : ajaran, sejarah, dan pemikiran. Jakarta : UI Press, 1993, h.147 lebih matang pengetahuannya, Al Banna lebih banyak bersinggungan dengan orang-orang salaf yang sufi tersebut. Namun setelah Al Banna mulai bergelut dengan urusan-urusan sosial, Al Banna sedikit demi sedikit mulai meregangkan diri dari aktivitas kesufian, walaupun tidak secara serta merta memutuskan diri dari pelaksanaan mistik sufi, tetapi dia mulai terpanggil dengan isu-isu dan wacana-wacana sosial politik di mesir saat itu, terutama responnya terhadap krisis politik Mesir pada tahun 1919. Besarnya dominasi Inggris di Mesir menjadikan Al Banna muda merasa terpanggil untuk membangun masyarakat Mesir yang dalam pandangannya mulai dirusak oleh budaya-budaya Eropa yang semuanya itu menurut pandangannya merupakan sebab-sebab terbesar bagi kelumpuhan dan kemunduran pihak muslim.Dan ia merasa tersinggung atas perlakuan Inggris terhadap masyarakat Mesir yang telah memandang hina dengan memperlakukan para pekerja selayaknya seorang budak. Hasan Al Banna melihat kebebasan dan kerusakan moral telah mewabah di seantero dunia Islam, khususnya saat runtuhnya Kekhalifahan Islam oleh Attaturk tahun 1924 M. Dia menilai bahwa Barat berupaya secara sungguh-sungguh untuk mencabut Islam dari akarnya dan menghilangkan eksistensinya di muka bumi. Fenomena yang terjadi di atas pada masyarakat muslim Mesir itu akhirnya membawa Hasan Al Banna kepada lima rekannya untuk menggagas sebuah proyek pergerakan perbaikan umat dan kejayaan Islam. Pada awalnya mereka hanya menamakan diri mereka dengan sebutan “ Muslimin” saja, namun secara spontan mereka berseru “ kita adalah ‘Ikhwanul Muslimin’, yang berarti, “Para saudara dari kaum muslim”. Keberhasilan Ikhwanul Muslimin di awal pertumbuhannya menjadikan gerakan ini di anggap sebagai gerakan yang dapat membangun masyarakat Islam Mesir yang diawali dengan menjadikan masyarakat kelas bawah menjadi generasi yang teladan dalam memahami nilai-nilai agama islam. Namun perkembangan kelompok Ikhwanul Muslimin kian pesat menjadi ancaman bagi pemerintahan Raja Faruq pada saat itu, karena dengan peristiwa pada tahun 1947 ketika al Banna mengutus tentara sukarelanya ke Palestina untuk perang melawan Israel, Faruq benar-benar merasa telah menerima pelajaran pahit dari gerakan yang mempunyai kantor di Darul Ikhwan di kota Kairo itu. 15 Posisi kekuasaan Faruq yang kian tersudutkan oleh eksistensi Ikhwanul Muslimin merupakan konsekuensi dari kebijakan politik luar negeri yang pro Barat. Apalagi para mujahidin kian besar kekuatannya pasca kedatangan mereka dari Palestina. Melihat perkembangan yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Faruq, maka Raja Faruq menerapkan kebijakan represif dalam membendung pengaruh Hasan Al-Banna, sampai pada akhirnya terjadi konspirasi politik di Mesir dengan terbunuhnya Hasan Al-Banna pada tanggal 12 Februari 1949. Di sinilah awal dari sejarah kelam gerakan Ikhwanul Muslimin, ketika raja Faruq merasa khawatir mulai ditinggalkan dan dikhianati oleh para sekutu Arabnya, dan sehingga ia merasa sangat takut dengan kembalinya para 15 Rachilda Devina. “Konsep Syura’ Perspektif Hasan Al Banna”, Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta, 2007 , h.14 mujahidin Ikhwanul Muslimin dari Palestina. Pemerintah mulai bergerak untuk melakukan penawaran-penawaran sampai akhirnya pada peristiwa pembunuhan sang Imam di depan kantor Pusat Pemuda Ikhwanul Muslimin Dar Asy-Syubban Al Muslimin pada tanggal 12 Februari 1949 M 1368 H. Sang Imam pun menyerahkan ruhnya untuk kembali keharibaan Sang Penciptanya dalam keadaan suci, Insya Allah, setelah menunaikan amanah- Nya dan tetap dalam keadaan teguh mengangkat bendera agama-Nya sampai napas terakhir. Pemikiran Politik dan Karya-karyanya Islam menurut Hasan Al Banna merupakan agama universal yang melingkupi aspek kehidupan tak terkecuali bidang politik. Banna melihat bahwa eksistensi konsep Negara Islam telah dicontohkan oleh Rosulullah SAW dan para Khulafah Rasyidin di Madinah sekitar abad ketujuh Hijriyah. 16 Pemikiran tentang Islam dan politik ini dapat terlihat jelas dari karakteristik organisasi yang dia bangun “ Ikhwanul Muslimin”, Islam tidak dipahami seperti banyak orang, khususnya pada era kemunduran peradaban dan stagnasi pemikiran, di mana Islam dipandang sebagai kepercayaan dan ibadah ritual, tidak ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan urusan negara, politik dan ekonomi, aliran kebudayaan dan pemikiran. 17 16 Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna. Telaah Gerakan Politik Ikhwanul Muslimin . ”, Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta,, 2004, h.28 17 Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad, h.137 Islam sebagai satu sistem yang memiliki keunggulan universalitas zamani waktu, makani geografis, dan insani kemanusiaan, ini dapat di lihat dari ungkapan Hasan Al Banna dalam makalahnya dengan judul Min wahy Hara’ . Ia mengemukakan bahwa Islam adalah misi yang membentang panjang hingga mencakup keabadian zaman; membentang luas hingga mencakup jajaran ufuk bangsa-bangsa dan membentang dalam hingga meliputi urusan dunia akhirat. 18 Pemikiran Al Banna mengenai agama dan politik, mencerminkan transisi dari penekanan pembaharu Islam seberlumnya bahwa Islam dan politik tak dapat dipisahkan. Al Banna menegaskan bahwa prinsip Islam dapat diterapkan pada keyakinan yang banyak di anut dalam politik dan lembaga politik. Al Banna menulis bahwa Islam memerlukan suatu pemerintah yang mencegah anarki, namun tidak menetapkan bentuk pemerintah tertentu. Islam hanya meletakan tiga prinsip pokok. Pertama, pernguasa bertanggung jawab kepada Allah SWT dan rakyat, bahkan dianggap sebagai abdi rakyat. Kedua, bangsa muslim harus bertindak secara bersatu, karena persaudaraan muslim merupakan prinsip Islam. Ketiga, bangsa muslim berhak memonitor tindakan penguasa, menasehati penguasa, dan mengupayakan agar kehendak bangsa di hormati. 19 Dari ketiga prinsip di atas terlihat Al Banna tidak menekankan bagaimana bentuk pemerintahan Islam. Akan tetapi pemerintahan yang selalu 18 Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad , h.138 19 Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna, h.30. lihat Ali Rahmena dalam buku “Para Perintis Zaman Baru Islam” menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan selalu memegang akan syari’at Islam. Intinya Hasan Al Banna tidak memisahkan antara agama dan kehidupan masyarakat atau politik. Adapun pemerintahan Islam yang di maksud Hasan Al Banna adalah “pemerintahan yang para pejabatnya adalah orang-orang Islam yang melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam dan tidak terang- terangan melakukan kemaksiatan serta konstitusinya bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah, yakni menerapkan syari’at Islam. Secara tidak langsung pemikiran ini dilatar belakangi akan pemerintahan Mesir yang bersifat sekuler dan bukan mencerminkan pemerintahan Islam. Di antara karya-karya Imam Hasan Al Banna baik yang berupa tulisan maupun dalam bentuk kumpulan-kumpulan pesan masih terus selalu di kaji oleh para pengikutnya. Adapun di antara karya-karya tulis yang ditinggalkan oleh Imam Hasan Al Banna adalah : Ahaditsul Jum’ah Pesan setiap Jum’at, Mudzakkiratud-Dakwah wad-Da’iah Pesan-pesan buat Dakwah dan Dai, dan Al-Ma’tsurat Wasiat-wasiat. Karya-karya yang berupa bentuk kumpulan-kumpulan pesan majmu’atur-Rasail adalah : Da’watuna Menuju Kecerdasan, Nahwan Nur Kepada para Pemuda,bainal Amsi Wal Yaum Antara Kemarin dan Hari ini , Risalatul Jihad Pesan Jihad, Risalatut Ta’lim Pesan-pesan Pendidikan, Al- Mu’tamar Al-Khamis Konfrensi Kelima, Nizhamul Usar Sistem Kelompok Kecil Pergerakan, Al-‘Aqaid Prinsip-Prinsip, Nizhamul Hukm Sistem Pemerintahan, Al-Ikhwan Tahta Rayatil-Qur’an Ikhwan di Bawah Bendera Al-Qur’an, Da’watuna fi Thaurin Jadid Misi kita dalam Masa Baru, Ila Ayyi Syai’in Nad’un Nas Ke Arah Mana Kita Menyeru Manusia ?, dan An- Nizham Al-Iqtishadi Sistem perekonomian. Peranannya Dalam Negara Mesir Dalam bidang Agama Al Banna berpijak di atas dasar-dasar agama Islam sebagai faktor yang aktif dan efektif untuk menciptakan perubahan dalam diri seorang individu. Jika yang dimaksud dengan kerusakan jiwa adalah akhlak yang bobrok, perilaku yang menyimpang dan dekadensi moral, maka sesungguhnya kunci untuk mengubah tidak lain kecuali faktor agama. Karena agama sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Hasan Al Banna, “Menghidupkan jiwa dan memberikan pada setiap diri suatu pengontrol atau filter yang tidak pernah lalai dan senantiasa mendorongnya untuk berbuat baik dengan sangat kuat”. 20 Imam Hasan Al Banna juga menekankan, kepada para pemuda bahwa faktor yang paling efektif dalam memperbaiki diri semua bangsa adalah agama, dan mereka juga memandang bahwa Islam menghimpun segala aspek positif perubahan dan menjauhi segala aspek negatifnya. Dapat dikatakan di sini bahwa akidah Ikhwanul Muslimin yang dirancang oleh Al Banna disimpulkan dalam tujuh pasal. Langkah pertama, yaitu perbaikan diri yang berorientasikan pada kegiatan praktis di mana mereka –para Ikhwan- akan berusaha mengembalikan vitalitas Islam dalam 20 Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, h.30 kerangka umum bagi proses perubahan yang dimulai dari perbaikan individu 21 . Sangat jelas pada garis besarnya bahwa metode ini memberikan ruang bagi ikhwan untuk menentang arus pemikiran dan politik kebarat- baratan yang berusaha untuk menjadikan Islam bergerak dalam lingkup pribadi saja dan berusaha pula melepaskannya dari segala peran sosial dan politik. Bahkan salah satu pasal menyerukan dengan terang-terangan pentingnya menentang arus-arus tersebut, dan memboikot setiap propagandanya dengan segala cara, seperti tertulis pada pasal keempat . “Dan saya berjanji untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran-ajaran Islam kepada setiap individu di keluargaku, dan saya tidak akan memasukkan anak-anakku ke sekolah yang tidak menjaga akidah dan akhlak mereka, dan saya akan memboikot setiap surat kabar, berita, buku, badan, klub, instansi yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam”. Keterangan di atas sangat jelas bagaimana Al Banna membangun Ikhwanul Muslimin dengan menekankan kepada menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar . Dengan cara membina para Ikhwan dengan menancapkan akidah Islam yang kuat dengan harapan untuk menegakkan syari’at Islam. Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial Gerakan pembaharuan Hasan Al Banna dalam organisasi Ikhwanul Muslimin merepresentasikan sebuah gerakan yang berusaha menyadarkan 21 Fathi Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, h.32 bahwa riba itu haram. 22 . Visi ekonomi Islam Hasan Al Banna mengandung unsur nasionalisme ekonomi. Menurut Banna Mesir perlu memutuskan hubungan dengan blok sterling Inggris dan mengeluarkan mata uangnya sendiri pada berstandar emas. Manajemen mata uang yang baik, akan mengendalikan inflasi Mesir yang tinggi, dan akan menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan keseimbangan perdagangan luar negeri Mesir. Segi lain nasionalisme ekonomi yang di kemukakan Al Banna adalah melakukan Mesiriasi atas perusahaan swasta di bidang real estate, transfortasi, dan keperluan umum. Untuk mewujudkan visi ekonomi Islam ini, Banna bersama dengan organisasi Ikhwannya mendirikan perusahaan pemintalan dari tenun, perusahaan perdagangan dan rekayasa, dan pers Islam. 23 Perekonomian suatu bangsa akan menjadi sulit jika sistem ekonomi masyarakat merupakan sistem yang asing bagi masyarakat, jati diri dan budayanya. Oleh karena itu, Al Banna berpendapat mengenai ekonomi ini harus ada sebuah program ekonomi yang berprinsip pada Islam dan nilai- nilainya. Pemikiran di atas secara tidak langsung merupakan ketidakpercayaan Al Banna terhadap sistem ekonomi Barat yang di dikembangkan pemerintah Mesir saat itu. Al Banna menganggap sistem yang di bangun di masyarakat adalah penyebab kemunduran ekonomi masyarakat Mesir dan merusak kehidupan masyarakat muslim Mesir dengan budaya-budaya baratnya. 22 Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad, h.144 23 Arifin. Pemikiran Pollitik Hasan Al Banna, h.35 Ekonomi dan sosial merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena dengan masyarakat yang sejahtera dalam bidang ekonomi suatu negara maka secara otomatis akan melahirkan manusia yang berjiwa sosial pula. Untuk itu pembenahan ekonomi dan sosial masuk ke dalam cita-cita pembaharuan Al Banna. 24 Untuk itu Al Banna mengadopsi salah satu rukun Islam yaitu zakat. Ia mengatakan bahwa karena zakat diwajibkan dalam agama Islam untuk pembelanjaan sosial menolong orang-orang yang pailit dan miskin, maka harus diterapkan pajak-pajak sosial secara bertahap dengan memperhitungkan kekayaan bukan keuntungan. Pengelolaan zakat adalah salah satu tugas penguasa. Ia harus bekerja untuk mengumpulkan, mendata, dan membagikannya kepada para mustahiq orang yang berhak yang telah Allah SWT, tetapkan. 25 Hasan Al Banna selalu menekankan bahwa pentingnya penerapan sistem seraya mengatakan, “Menurut saya, tidak ada baiknya sama sekali apabila kita memilih salah satu dari sistem-sistem Barat Kapitalisme dan Sosialisme. Setiap sistem tersebut mempunyai kelemahan di samping terlihat memiliki kebaikan. Sistem-sistem tersebut lahir bukan di negeri kita dan untuk diterapkan dalam situasi yang tidak sama dengan sistem kita serta untuk masyarakat yang tidak seperti masyarakat kita. Apalagi kita sendiri sudah memiliki sebuah sistem paripurna yang akan mengantarkan kita menuju perbaikan yang komprehensif di bawah bimbingan Islam yang hanif. Kita juga memiliki kaidah-kaidah integral dan fundamental yang ditetapkan oleh Islam dalam bidang ekonomi, yang apabila kita memahami dan menerapkannya dengan benar, maka kita akan mampu menyelesaikan semua problem ekonomi. Dengan demikian berarti 24 Rachilda Devina. Konsep Syura’ Persepktif Hasan Al Banna,. h.18 25 Hasan Al Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h.140 kita telah mendapatkan sisi-sisi kebaikan dari berbagai sistem buatan manusia dan menjauhkan diri dari semua sisi keburukannya. Kita bisa melihat bagaimana tingkat kesejahteraan hidup akan terangkat, kecemburuan sosial antar berbagai strata sosial akan hilang, serta kita bisa menemukan jalan terdekat menuju kemakmuran hidup”. 26 Pemikiran Al Banna di atas merupakan sebuah pandangan yang fundamental tentang Islam, keyakinannya mengenai sifat ajaran Islam yang universal telah mengalirkan konsep ijtihad yang tinggi mengenai aspek perekonomian dalam Islam. Dalam Bidang Politik Pemikiran di bidang politik merupakan instrumen utama yang dikembangkan Hasan Al-Banna. Konstelasi bidang agama, ekonomi, dan sosial mengkerucut pada pergerakan politik yang cenderung bersifat revolusioner. Hal ini adalah bagian dari karakteristik gerakan pembaharuan di hampir sebagian besar negara-negara dunia ketiga, termasuk Mesir. Proses pergulatan intelektual Muslim ini adalah bentuk pencarian identitas kenegaraan pasca kolonial Inggris di Semenanjung Utara benua Afrika. Kesadaran sebagai individu yang terikat oleh persaudaraan karena persamaan akidah brotherhood relationship adalah landasan filosofis bidang politik yang dicetuskan Al-Banna 27 . Gerakan politik Al-Banna yang dinahkodai dalam institusi Ikhwanul Muslimin, tercetus oleh dua 26 Abdul Hamid Al Ghazali. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaruan Hasan Al Banna Jakarta Timur : Al I’tishom Cahaya Umat, 2001, h.198 27 Landasan persaudaraan bahkan menjadi nama organisasi yang disebut dengan Ikhwanul Muslimin yang didirikan secara resmi pada tahun 1941. lih. Fatih Yakan. Revolusi Hasan Al- Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin Jakarta: Penerbit Harakah, 2002, h. 15. tujuan utama: Pertama, menentang hegemoni Barat westernisasi yang telah mempengaruhi keyakinan, nilai-nilai keislaman, bahkan telah meracuni para pemuda Islam untuk mengikuti paradigma Barat, sehingga membuat Islam jauh tertinggal dari peradaban Barat. Perlawanan hegemonik yang dijalankan Al-Banna adalah perlawanan ideologis. Kedua , gerakan politik Al-Banna dalam bendera Ikhwanul Muslimin adalah upaya awal menentang kolonialisme Inggris yang telah bercokol sejak abad 18. Tentunya, tipologi gerakan Ikhwanul Muslimin bersifat revolusioner-agitatif dan konfrontatif. 28 Gerakan Ikhwanul Muslimin menjadi corong utama perjuangan Al- Banna dalam gerakan politik Mesir kontemporer. Bahkan sebagai mursyid al-‘aam, Al-Banna menuangkan gagasan-gagasan segar yang mengarahkan para anggota IM berjuang memperebutkan kekuasaan politik sebagai bentuk jihad di jalan Allah. Baginya, agama di satu sisi dan politik kekuasaan dan negara di sisi lain merupakan satu-kesatuan yang bersifat integralistik. Ia menamakan kesadaran adanya kesatuan agama dan politik sebagai politik Islam internal. Al-Banna memberikan komentar: “Ajaran Al-Qur’an tidak pernah lepas dari kendali kekuasaan, politik pemerintahan merupakan bagian dari agama, dan di antara kewajiban orang Muslim adalah harus memiliki kepekaan dalam memberikan solusi kepada pemerintah dalam permasalahan politik sebagaimana memberi jalan keluar dalam permasalahan ruhiah.” 29 Gerakan politik internal Al-Banna sesungguhnya merepresentasikan bentuk kesadaran sejati tentang ajaran Islam yang 28 Fathih Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, .h. 49 29 Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h. 72 bersifat menyeluruh kaffah. Dalam hal ini Al-Banna menolak segala bentuk sekulerisme absolut yang berusaha memisahkan ajaran Islam dalam konstelasi politik. Al-Banna memberikan ilustrasi tentang totalitas ajaran Islam. Bagi Al-Banna, model-model perundang-undangan perdata dan pidana dengan pelbagai cabangnya telah diungkapkan oleh Islam. Islam- pada semua posisi- telah meletakkan diri pada suatu posisi yang menjadikannya sebagai sumber yang pertama dan rujukan yang paling suci. Tatkala melakukan itu, Islam telah menggariskan ushul 30 yang integral, kaidah- kaidah yang umum dan maqhasid 31 , yang melingkupi semuanya. Islam mewajibkan manusia untuk merealisasikannya dan membiarkan mereka untuk melaksanakan rincian sesuai dengan situasi dan kondisi mereka, serta berijtihad dengan apa yang lebih memungkinkan untuk mendatangkan maslahat bagi umat. Kerangka teoretis Al-Banna tentang politik Islam dibuktikan dengan keberadaan kitab-kitab fikih klasik yang memuat secara mendalam tentang hukum imarah kepemimpinan, syahadah kesaksian, da’awaa hukum tuduhan, al-bai’u hukum jual beli, muamalah hubungan personal dan sosial, hudud eksekusi hukuman, dan ta’zir pengasingan. 30 Dalam kajian ushul fikih dikenal dengan istilah ushul yang secara harfiah berarti asal, sumber, pokok, berakar, asas, fondasi dasar. Kamus Al-Munawwir, terbitan PonPes Krapyak Yogyakarta, h. 30. Berarti ushul adalah pokok ajaran Islam yang memiliki cabang-cabang syar’I dalam kehidupan kongkrit. 31 Maqhasid adalah bentuk plural dari al-qhasdu yang diambil dari kata qashada yang bermakna maksud, tujuan, mengikuti, kehendak, memaksa, dan menyusun lihat kamus Al- Munawwi r . h. 1208. Ini semua merupakan serangkaian hukum yang bersifat amaliah operasional dan ruhiah spiritual. 32 Al-Banna juga mencetuskan politik Islam yang bersifat eksternal. Baginya, politik eksternal bermakna menjaga kebebasan dan kemerdekaan umat, menanamkan rasa percaya diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju sasaran –sasaran yang mulia, yang dengan itu umat akan memiliki harga diri dan kedudukan yang tinggi di kalangan bangsa-bangsa lain, membebaskannya dari imperialisme dan campur tangan bangsa lain dalam urusannya, dengan menetapkan pola interaksi bilateral dan multilateral yang menjamin hak-haknya, serta mengarahkan semua negara menuju perdamaian internasional. Koridor hukum yang berlaku dalam membalut perdamaian dunia disebut Hukum Internasional. 33 Kesadaran akan totalitas Al-Banna tentang makna ajaran Islam yang mengantarkan pada konsep politik internal dan eksternal telah berimplikasi pada pandangan politik yang sangat eksentrik, yaitu pandangan bahwa partai politik tidak dibutuhkan dalam konstelasi politik moderen pada level negara. 34 Al-Banna memprioritaskan persatuan atas dasar keimanan kepada Allah semata, bukan berdasarkan segmentasi kepartaian. Kebaradaan partai membuat Islam terfragmentasi ke dalam 32 Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. h. 72 33 Hasan Al-Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h. 73 34 Pandangan Al-Banna sangat bersebarangan dengan mayoritas ilmuwan barat ataupun Islam di Negara-negara lain yang menganut paham demokrasi, dan juga komunisme. Mayoritas politikus menganggap partai politik adalah representasi suara rakyat yang akan menyederhanakan pola-pola relasi kekuasaan. Partai politik adalah suatu keniscayaan dari demokrasi itu tersendiri. Partai juga yang akan menjalankan kontrol kekuasaan atas penyalahgunaan kekuasaan. lihat Karl Mannheim, Freedom, Power and Democratic Planning. London: Routledge and Keegan Paul Ltd., 1951, h. 108 perpecahan, konflik berkepanjangan, permusuhan, bahkan saling membunuh antar umat Islam. Padahal itu semua dilarang keras oleh ajaran Islam yang hakiki. Atas dasar inilah Al-Banna membentuk lembaga yang bersifat universal, komprehensif, dan inklusif yang melewati batas-batas ideologis dan geografis dalam wadah Ikhwanul Muslimin. 35 Meskipun bersifat kosmopolit bukan berarti Al-Banna menegasikan nasionalisme dan patriotisme Mesir. Dalam hal ini Al-Banna mengungkapkan: ‘Adalah kesalahan besar bagi mereka yang menyangka bahwa Ikhwanul Muslimin apatis terhadap masalah tanah air dan nasionalisme. Kaum muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas berkorban bagi tanah air mereka, mau berkhidmat kepadanya, dan menghormati siapa saja yang mau berjuang dengan ikhlas dalam membelanya.” 36 Nasionalisme Al-Banna berbeda dengan nasionalisme yang diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pembaharuan Islam lainnya, seperti Ali Jinnah khusus wilayah Pakistan, Musthofa Kemal Attaturk untuk wilayah Turki, Muhammad Ibn Abdul Wahab khusus wilayah Saudi Arabia, Soekarno untuk Indonesia, dan masih banyak tokoh lainnya. Namun, Al- Banna dengan jelas menyatakan bahwa nasionalisme Ikhwanul Muslimin adalah berdasarkan persamaan akidah bukan teritorial wilayah negara, sehingga melampaui dimensi nation-state. 37 Boleh dikatakan bentuk 35 Ikhwanul Muslimin secara etimologis berarti persaudaraan orang-orang Islam. Lembaga ini adalah akumulasi kesadaran politik Al-Banna yang bersifat kosmopolitan, anti partai politik, dan lebih mengutamakan persaudaraan sebagaimana yang selalu diungkapkan Al- Banna dalam Al-Qur’an Ali Imran ayat 103: “dan berpegang teguhlah kalian semuanya dengan tali agama Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai”. 36 Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat: Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaruan Hasan Al-Banna, h. 157 37 Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat: Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaruan Hasan Al-Banna, h.158 “nasionalisme” bukanlah nasionalisme yang dipahami oleh sebagian besar pemikir politik barat ataupun Islam, melainkan sebuah spiritisme religiusitas dalam sebuah pemahaman keagamaan yang mengidealisasikan negara yang berasaskan “Piagam Madinah” sebagai bentuk ideal konstitusi negara modern. Spiritisme religiusitas tersebut melampaui dimensi teritorial dan kesukuan ‘ashabiyah, tetapi berlandaskan kesamaan akidah. Inilah makna internasionalisme religiusitas yang dikembangkan Hasan Al-Banna Pan-Islamisme. Pandangan Al-Banna tentang nasionalisme juga berbeda dengan para pemikir Mesir kontemporer seperti Ahmad Luthfi Sayyid 1872- 1963 dan Thaha Husein 1889-1973. 38 Keunikan konsep nasionalisme yang diimplementasikan dalam wadah gerakan Ikhwanul Muslimin dapat disebutkan dalam karakteristik sebagai berikut: 1. Rasa bangga terhadap loyalitas kebangsaan dan kesejahteraan serta sikap keteladanan generasi baru kepada generasi pendahulu. 2. prioritas antusiasme kebangsaan dan hak untuk menerima kebaikan dan kebajikan. 3. Memerangi kebanggaan terhadap ras, suku, dan tradisi jahiliah. 4. Keberpijakan kebangsaan kaum muslimin pada loyalitas mutlak kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman. 39 38 Mereka berdua berpandangan bahwa nasionalisme Mesir didasarkan pada pengklaiman tiada tanah air kecuali Mesir. Asas kebangsaan Mesir didasarkan pada fakta histories dan imperialisme Inggris lihat. John J. Donohue dan John L. Esposito dalam Islam In Transition: Muslim Perspectives New York: Oxford University Press, 1982, h. 70-73 39 Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat, h. 161. Dimensi politik Al-Banna mencitrakan suatu pergerakan Islam baru The New Islamic Movement 40 . Dimensi tersebut berangkat dari kepercayaan yang sepenuhnya terhadap ajaran Islam yang mampu menawarkan tatanan sosial alternatif yang dibutuhkan bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Islam. Proses pergerakan politik diawali pada tahapan reformasi individu, kemudian terintegrasi pada perbaikan pada level keluarga. Setelah kedua institusi terkecil tersebut diislamisasikan secara total, maka dapat ditempuh langkah perbaikan di tingkat masyarakat. Dampak reformasi sosial mendeterminasi kekuatan suatu bangsa untuk terbebas dari kolonialisme dan imperialisme. Bagi Al-Banna, pasca kemerdekaan maka langkah berikutnya adalah reformasi di bidang pemerintahan untuk menciptakan tata pemerintahan yang berhati Islami – bahasa politik modern disebut “clean government”. Cita-cita Al-Banna mulai mengekspansi ke dunia luar dengan sebuah tujuan mengembalikan keberadaan dunia Islam ke panggung dunia internasional 41 . Model Khilafah Islamiyah barangkali menjadi grand design bagi keterwujudan aspek ini. Pada akhirnya kaum muslimin menjadi pihak yang menentukan dalam percaturan dunia internasional. 40 Sebagai sebuah pergerakan Islam Baru Al-Banna menawarkan pandangan baru bagi persoalan kemasyarakatan di dunia Islam pada umumnnya dan masyarakat Mesir khususnya. Seperti yang diungkapkan oleh Abu Baker A. Bagader sebagai berikut: Al-Banna presented a new vision of the role and function of Islam in the modern-state without losing sight of the dream pan-Islamism . lihat Abubaker A. Bagader dalam Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan ed. Islam, Globalization and Postmodernity. London: Routledge, 1994, h. 117. 41 Fathi Yakan, Revolusi Hasan Al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin, h. 150-151

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMUDA ISLAM