Eksistensi Pemuda Islam Dalam Perspektif Hasan Al-Banna

(1)

EKSISTENSI PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF

HASAN AL BANNA

Disusun Oleh : M U K S I N NIM: 204033203111

Jurusan Pemikiran Politik Islam

Fakultas Ushuluddin dan Filsafat

Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Jakarta


(2)

EKSISTENSI PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA

Skripsi

Diajukan kepada Fakultas Ushuluddin dan Filsafat untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S. Sos)

Oleh:

M U K S I N NIM:204033203111

Pembimbing

Dr.Sirajudin Aly,MA NIP. 150 318 684

PROGRAM STUDI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM FAKULTAS USHULUDDIN DAN FILSAFAT

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA 1429 H/2008 M


(3)

Pengesahan Panitia Ujian

Skripsi berjudul “EKSISTENSI PEMUDA ISLAM DALAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA”, telah diujikan dalam sidang munaqosyah Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta pada tanggal 18 Desember 2008. Skripsi ini telah ditetapkan sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Sosial (S. Sos) pada Program Studi Pemikiran Politik Islam.

Jakarta, …. 2008 Sidang Munaqosyah

Ketua Merangkap Anggota Sekretaris Merangkap Anggota

Drs. Harun Rasyid, M.A Drs. Rifqi Muchtar, M.A NIP. 150 232 921 NIP. 150 282 120

Anggota,

Penguji I, Penguji II,

Drs. Agus Nugraha, M. Si Dr. Yusron Rozak,MA NIP. 150 299 478 NIP. 150 216 359

Pembimbing,

Dr.Sirajudin Aly,MA NIP. 150 318 684


(4)

LEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa:

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar Strata-1 di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan in telah saya cantumkan

dengan ketentuan yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang berlaku di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Ciputat, 5 Desember 2008


(5)

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahi robbil alamin, dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya kepada penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. skripsi ini merupakan salah satu Tugas Akhir dalam kurikulum jenjang pendidikan sarjana pada jurusan Pemikiran Politik Islam, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penulis mengucapkan terima kasih atas dukungan, bantuan dan bimbingan hingga terselesaikannya skripsi yang penulis beri judul “Eksistensi Pemuda Islam Dalam Perspektif Hasan Al Banna” Sebagai sebuah karya, rasanya skripsi ini akan tidak memiliki makna apa-apa apabila di dalamnya tidak merajut untaian terima kasih kepada seluruh pihak yang telah membantu penyelesaian penulisan skripsi ini. Adapun ucapan terimakasih saya haturkan sebesar-besarnya kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat, MA selaku Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

2. Bapak Dr. Amin Nurdin, MA selaku Dekan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

3. Bapak Drs. Agus Darmaji, M.Fils dan Ibu Dra. Wiwi Sajaroh, M. Ag selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bapak Drs. Harun Rasyid, M.A dan Drs. Rifqi Muchtar, M.A selaku Ketua dan Sekretaris Program Non Reguler Fakultas Ushuluddin dan Filsafat UIN


(6)

Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah melayani dengan baik kepada penulis setiap apa yang penulis perlukan.

5. Bapak Dr.Sirajudin Aly,MA selaku Dosen Pembimbing atas semua dedikasi dan perhatiannya dalam memberikan masukan dan arahan selama penulis menyelesaikan skripsi ini.

6. Seluruh dosen dan staff pengajar pada Program Studi Pemikiran Politik Islam (PPI) yang telah sangat banyak mentransformasikan ilmu dan intelektualitas selama penulis duduk di bangku perkuliahan.

7. Seluruh jajaran, staff, dan petugas di Perpustakaan Utama UIN Jakarta, Perpustakaan Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Perpustakaan Iman Jama’ Lebak Bulus yang banyak memberikan kemudahan penulis dalam mengakses seluruh literatur yang tersedia dan juga yang ikhlas membantu penulis.

8. Sebesar-besarnya kebanggaan ini penulis persembahkan kepada orang yang telah memberikan dan mengorbankan segala materi dan dukungan kepada penulis, Ayahanda Mashud dan Ibu tercinta Maryam, terimakasih atas segala curahan perhatian dan bantuannya serta do’a yang selalu menyertai penulis dalam setiap melangkah untuk berangkat . Dan mereka semua layak mendapat balasan surga dari Allah swt. Semoga Allah senantiasa memberikan kesabaran dan kemanfaatan dalam setiap jejak langkah yang akan ditempuhnya.

9. Adik ku Samuih Assalam, keponakan ku yang nakal tapi ngegemesin Ani Susilawati dan Agus Susilo mereka merupakan orang terdekat yang selalu membuat penulis tersenyum walaupun kadang suka menjengkelkan

10.Kepada mereka semua tak pernah lelah memotivasi penulis untuk menjadi lebih baik, yang selalu memberikan kasih sayangnya, selalu memberikan motivasi belajar, mendo’akan, tak pernah bosan membantu.


(7)

11.Kepada seluruh teman-teman kelas PPI Angkatan 2004 Ahmad Hudori, Saiman, Sofian, Pujiono, Iskak, Tsani, Zulfikar, Indra, Isti, Buhari, Ucup, Sa’di, Aziz, Fadil, Galo, Iin Solihin, Asep, Awe, Surono, Hadi, dan semua sahabat, teman-teman seperjuangan. Keyakinan dan kesungguhan merekalah yang menjadi sumber inspirasi penulis.

12.Guru-guru ku di Al-Wasatiyah Cipondoh Indah yang sekarang ini menjadi tempat penulis mengabdi terutama kepada Drs.Imam Zarkasih,M.Pd, Drs.H.Sarudin Alfaqir, Drs. Akhmad Suja’I,MM, M.Saruan,S.Ag, S.Pd, yang selalu memberikan kemudahan kepada penulis. Latifah Ramli, Safrudin,S.Fil serta kawan-kawan staf dan guru yang tidak bisa penulis sebutkan tetapi tidak mengurangi rasa terima kasih penulis ucapkan yang selama ini memotivasi penulis untuk segera menjadi seorang sarjana .

13.Teman curhat ku Jesslyn, teman ku yang baru ku kenal tetapi selalu setia menemani dalam kesepian ku untuk bercerita dan bercanda.

14.Gemintang, rembulan, lampu-lampu jalan, hembusan angin, hujan, sinar matahari dan balutan semesta malam yang selalu setia menemani penulis selama menjalani perkuliahan di Jurusan Pemikiran Politik Islam Fakultas Ushuluddin dan Filsafat.

Akhirnya kesempurnaan hanyalah milik-Nya, dan kita sebagai manusia sangat tidak layak untuk mengakui kesempurnaan itu. Begitu pula skripsi ini, yang tak luput dari kesalahan dan kekurangan. Penulis berharap dari ketidaksempurnaan itu, akan hadir kebaikan untuk semua.


(8)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN ………... i

LEMBAR PENGESAHAN ………. ii

LEMBAR PERNYATAAN ………. iii

LEMBAR MOTTO …………...………... iv

KATA PENGANTAR ………. v

DAFTAR ISI ……… vii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ………. 1

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ………. 11

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ……….. 12

D. Metode Penelitian ………... 13

E. Sistematika Penulisan ………. 13

BAB II BIOGRAFI HASAN AL BANNA A. Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan ………. 14

B. Pemikiran Politik dan Karya-karyanya ………... 21

C. Peranannya dalam Negara Mesir ...….……… 24

1. Dalam Bidang Agama ……….. 24

2. Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial ……….. 25

3. Dalam Bidang Politik ……… 28

BAB III TINJAUAN UMUM TENTANG PEMUDA ISLAM A. Konsep tentang Pemuda Islam ………... 35


(9)

1. Pemuda Islam pada era Permulaan Islam ………. 42 2. Pemuda Islam pada Era Modern ………... 45 3. Pemuda Islam di Indonesia ………... 46

BAB IV PEMUDA ISLAM PERSPEKTIF HASAN AL BANNA

A. Karakteristik Pemuda Islam ideal ………... 59 B. Formulasi Pendidikan Pemuda Islam ………. 77 C. Peranan Pemuda dalam Politik Kenegaraan ………... 81 D. Kontekstualisasi Pemuda Islam Ideal dalam Indonesia Modern 85

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan ………. 92

B. Saran ………... 94


(10)

== MOTTO ==

Nilai hidup yang terbesar adalah hidup sedemikian rupa sehingga nilai hidup

anda lebih besar dari pada hidup anda sendiri

“Daripda mencemaskan apa yang orang katakana tentang diri anda, bukanlah lebih baik menggunakan waktu anda untuk menyelesaikan sesuatu yang akan mereka kagumi”

( Mark R.Douglas. dalam buku “How to Make a Habbit of Ducceeding”: Bagaimana membangun kebiasaan untuk berhasil.)

“Kesuksesan adalah bukan ketika anda mengetahui apa yang disukai orang lain, tetapi ketika anda menerapkan langkah-langkah yang membuat anda bisa memperoleh simpati mereka”

( Dr.Muhammad Al-‘Areifi dalam buku “Enjoy Your Life”: Seni menikmati hidup )


(11)

BAB I. PENDAHULUAN Latar Belakang

Dalam sejarah kebangkitan bangsa-bangsa, pemuda selalu memiliki peran yang besar dan strategis, karena untuk menuju kebangkitan bangsa dibutuhkan energi yang kuat berupa keyakinan yang kuat, ketulusan, motivasi yang jujur, kesungguhan dalam kerja dan pengorbanan.

Dalam hal ini, pemudalah yang berpotensi untuk itu, karena pemuda adalah simbol purifikasi gerakan moral sehingga memiliki keyakinan dan iman yang kuat, kejujuran yang memungkinkan untuk memiliki ketulusan dan keikhlasan dalam beramal serta agitasi yang menggelora. Semua itu mengindikasikan adanya peran yang cukup sentral dalam ranah perubahan, baik yang bersifat evolutif maupun revolusioner.

Pemuda secara harfiah, kamus Webster Princeton mengartikan bahwa

youth yang diterjemahkan sebagai pemuda adalah “the time of life between childhood and maturity, early maturity, the state of being young of immature or inexperienced, the freshness and vitality characteristic of a young person.

Dari definisi ini, maka dapat diinterpretasikan pemuda adalah individu dengan karakter dinamis, penuh vitalitas bahkan bergejolak dan berpandangan optimistik, namun belum memiliki kontrol emosi yang stabil karena periode transisional psikologisnya. Pemuda juga menghadapi suatu periode perubahan yang signifikan dalam struktur sosial dan kultural yang terus berkembang dengan pesat. Dalam situasi psikologis seperti ini tidak jarang periode, -dalam perspektif psikologi perkembangan sebagai periode “pencarian jati diri”-, usia muda yang kemudian terjerumus dalam pola hidup yang justru merusak 1


(12)

dirinya sendiri atau ada sebaliknya justru masa muda yang penuh vitalitas ini dimaknai secara lebih positif sehingga tidak sedikit anak-anak muda juga telah mengukir prestasi di usia yang masih dini.1

Pemahaman tentang Pemuda sebagaimana dijelaskan di atas sengaja dikemukakan untuk mempertegas betapa usia muda menjadi begitu menentukan perjalanan hidup seseorang di masa depan. Lalu, bagaimana Islam memandang Pemuda ? Pemuda memiliki rasa idealisme yang tinggi, berani menanggung resiko untuk keteguhan tujuannya, gesit, kuat, yang terpenting memiliki fitrah yang masih bersih. Sebagai produk generasi yang serba ingin tahu, pemuda selalu menunjukkan kebolehannya dan kemampuannya dalam mencapai cita-cita meraih izzah (kemuliaan ) di dunia maupun akhirat. Pemuda juga memiliki semangat tinggi dan kemampuan belajar, mudah menyerap kebaikan bahkan kemungkinan dapat terpengaruh oleh kejahatan. Islam sebagai agama yang tsumul sangat memperhatikan dan memuliakan para pemuda, al-Qur'an menceritakan tentang potret pemuda ashaabul kahfi sebagai kelompok pemuda yang beriman kepada Allah SWT dan meninggalkan mayoritas kaumnya yang menyimpang dari agama Allah SWT, sehingga Allah SWT menyelamatkan para pemuda tersebut dengan menidurkan mereka selama 309 tahun. Kisah pemuda ashaabul ukhdud dalam al-Qur'an juga menceritakan tentang pemuda yang tegar dalam keimanannya kepada Allah SWT sehingga menyebabkan banyak masyarakatnya yang beriman dan membuat murka penguasa.

1

Ubaidilah Badrun “Pemuda Islam dan Kontribusinya bagi Masa Depan Politik di Indonesia” artikel ini di akses pada tanggal 13 Mei 2008 dari http://Ubed-Centre.Blogspot.Com /2006/08/ Pemuda-islam-dan kontribusinya-bagi-html.


(13)

Karakteristik pemuda yang penuh dengan “elan vital” dan gairah perubahan yang membuncah setiap saat, menjadi parameter tersendiri dalam pemilihan individu yang tepat sebagai sosok ‘Pembawa Risalah Kenabian’. Ibnu abbas ra, berkata " tidak ada seorang nabi pun yang diutus Allah melainkan ia pilih dari kalangan pemuda saja (sekitar30-40 tahun) begitu juga seorang tidak alim pun yang diberi ilmu melainkan dari pemuda saja." (tafsir Ibnu Katsir III/63). Banyak pula yang tercantum dalam Al-Quran, kisah-kisah para pemuda , di antaranya: Nabi Yusuf, Musa, Ibrahim, dan lainnya. Dalam surat al-Anbiya 60" mereka berkata: kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim." Selanjutnya kisah-kisah lainnya dapat kita lihat dan renungkan bagaimana Ibrahim menentang raja Nambrud yang sangat kejam, bagaimana Daud mengalahkan Raja Jalut yang bengis dan berpengalaman tempur terhebat kala itu, bagaimana Musa dan Harun melawan Raja Firaun yang dzalim dan sombong, yang tega membunuh semua bayi laki-laki yang lahir tanpa berdosa itu untuk kepentingannya sendiri.

Masih banyak lagi contoh-contoh kisah para pemuda lainnya, di antaranya bahwa mayoritas dari assabiquunal awwaluun (orang-orang yang pertama kali beriman kepada Rasulullah SAW) adalah para pemuda. Ketika Nabi Muhammad SAW di utus Oleh Allah untuk menyampaikan risalah Islamiyah, yang mengimani saat itu diawali mayoritas oleh pemuda. Diantaranya Ali bin Abi Thalib dan Zubair bin Awwam (masing-masing 8 tahun), Thalhah bin Ubaidillah ( 11 tahun), Al-Arqam bin Abi Al-Arqom (12 tahun), seorang ahli tafsir terkemuka,


(14)

Abdullah bin Mas’ud (14 tahun), Saad bin Abi Waqqash (17 tahun), Ja’far bin Abi Thalib (18 tahun), Zaid bin Haristah (20 tahun ), Mush’ab bin Umair (24 Tahun), Umar bin Khattab (26 tahun), Abu bakar Ash-Siddiq (37 tahun).

Bahkan seringkali di antara mareka di tunjuk oleh Nabi Saw menjadi panglima yang memimpin tidak hanya kaum muda saja tetapi juga yang tua yang lebih berpengalaman. Selain kisah-kisah usia muda yang mengagumkan pada masa assabiquunal awwaluun, juga tidak sedikit kita menemukan kisah-kisah usia muda yang mengagumkan pada periode salafus sholeh, semisal kisah Imam Syafii yang hafal al-Qur’an diusia tujuh tahun.

Di penghujung abad 20, gerakan-gerakan pemuda Islam yang dipelopori oleh mahasiswa telah menjadi pemeran dalam menumbangkan rezim-rezim otoriter dan mendorong perubahan-perubahan mendasar di sejumlah negara. Kita bisa belajar dari perjuangan tokoh-tokoh pergerakan muda Islam seperti Hasan Al-Bana, Sayid Qutub, Abdullah Azzam, Said Hawa dan masih banyak lagi, ikut membangun kembali umat dengan prinsip-prinsip ajaran Islam.

Kisah-kisah muda para perintis perjuangan Islam di Indonesia juga tak lapuk untuk dikaji oleh para pemikir Islam dan ilmuwan sosial, sebut saja misalnya bagaimana kisah muda Agus Salim yang hanya lulusan setingkat SMA (Hoogere Burgerschool) namun mampu menjadi pemikir besar yang mewarnai perkembangan Islam Indonesia, mempengaruhi arah politik nasional di periode awal kemerdekaan, hingga turut memberikan khazanah keislaman secara internasional karena aktifitasnya di dunia jurnalistik dan diplomasi. Kisah-kisah perjuangan H.O.S Tjokroaminoto yang menjadi pelopor penting lahirnya Syarikat


(15)

Dagang Islam (SDI) dan kisah M.Natsir yang dengan prinsip Islamnya memberi warna tersendiri bagi perkembangan Dakwah Islam dan politik di Indonesia.

Penjelasan yang bersifat eksploratif di atas tentang bagaimana Islam memandang pemuda dan bagaimana kisah-kisah pemuda Islam sejak para Nabi hingga beberapa catatan kisah pemuda di Zaman Rasulullah hingga kisah pergerakan pemuda Islam di belahan dunia lainya termasuk Indonesia sebagaimana dijelaskan di atas, kita bisa mengambil ibroh dari kisah-kisah yang mengagumkan itu. Bahwa betapa banyaknya pemuda-pemuda Islam di usianya yang masih muda telah memberi manfaat yang besar bagi kejayaan Islam, termasuk mampu memberi kontribusi bagi lahirnya model pergerakan politik Islam hingga saat ini.2

Ranah perpolitikan Indonesia telah menunjukkan bahwa generasi muda hampir selalu tampil sebagai penentu perubahan-perubahan yang besar yang terjadi dalam kehidupan bangsa. George Mc.Turnan Kahin bahkan menggunakan penamaan “Revolusi Kaum Muda” untuk menyebutkan pergerakan tokoh-tokoh yang mempelopori terjadinya perubahan yang melahirkan bangsa dan negara Indonesia modern.3

Perubahan-perubahan besar yang terjadi pada masa Indonesia merdeka umumnya berupa upaya untuk merobohkan kekuasaan rezim-rezim totaliter dan keditaktoran yang membawa kehidupan bangsa jatuh pada kondisi kritis yang dapat membawa kehancuran.

2

Ubaidilah Badrun “Pemuda Islam dan Kontribusinya bagi Masa Depan Politik di Indonesia”……

3

Rum Aly, Menyilang Jalan Kekuasaan Militter Otoriter (Jakarta : PT.Kompas Media Nusantara, 2004), h.3


(16)

Sejarah mencatat bahwa runtuhnya kekuatan-kekuatan totaliter Soekarno maupun Soeharto dilakukan oleh kekuatan-kekuatan pemuda dalam hal ini mahasiswa sebagai penentu. Namun sayangnya kemudian di ambil alih dalam proses-proses berikutnya oleh kekuatan pemegang kekuasaan baru yang cenderung menjadi totaliter dan diktator sedang pemuda hanya di balik kampus dan jalanan.

Tepatnya 20 Mei 2008, seratus tahun Kebangkitan Nasional hendaknya pemuda melakukan langkah cepat untuk dapat tampil kedepan, tidak hanya jadi orator dan menuntut perubahan. Perubahan yang dimaksudkan haruslah benar-benar menjiwai totalitas kesadaran akan perbaikan di segala aspek kehidupan, bukan bersifat parsial apalagi cenderung oportunistik.

Proses perubahan adalah suatu keniscayaan. Oleh karena itu, pemuda Islam yang menjadi mayoritas mampu mengambil peran yang konstruktif dalam mengusung proses tersebut. Proses maturitas dari gerakan pemuda Islam dewasa ini sedang mengalami gerak evolusi yang cukup membanggakan. Gerak kebangkitan pemuda ini dapat kita lihat dari media massa maupun elektronik atas kemengangan Hermawan dan Dede Yusuf sebagai pemenang Pilkada Jawa Barat dan terpilihnya golongan muda di Sumatra Utara ini membuktikan saatnya pemuda bangkit.

Bahkan banyak analisis politik di Indonesia, atas kontroversi dari hasil pilkada tersebut mengindikasikan bahwa pemuda mulai dapat menaiki tangga kekuasaan untuk secepatnya melakukan perubahan di Indonesia yang memang di liputi krisis moral yang sangat memprihatinkan.


(17)

Ada sebuah pepatah yang berbunyi “ negara yang tangguh salah satunya bisa dilihat dari sosok pemudanya” maka jika negara tidak membina pemudanya maka akan hilang satu generasi.

Dari apa yang terjadi sekarang, terlihat pemuda tidak berada pada fitrahnya, bahwa pemuda merupakan reflika masa depan suatu bangsa, bahkan pemuda seakan terhipnotis dengan dunia hedonisme kepemudaanya. Inilah yang menjadi tantangan sebenarnya bagi seorang pemuda, bagaimana dia dapat melawan akan dirinya sendiri. Dan tantangan yang paling besar ada di pundak pemuda-pemuda Islam, mereka selalu dituntut untuk dapat bangkit membangkitkan dakwah Islam demi kebangkitan agama Islam yang memang selama ini terpinggirkan dengan budaya-budaya atau isme-isme yang dibuat oleh Barat.

Jika dilihat dari uraian di atas, pemuda tidaklah seorang pemuda yang hanya mementingkan dirinya sendiri, pemuda yang didambakan adalah pemuda yang mempunyai karakter perjuangan yang kuat untuk membangun bangsa dan agamanya. Kemudian menjadi pertanyaan sudah benarkan jalur perjuangan pemuda Islam dalam kebangkitan negara dan agama untuk saat ini?.

Sebagai penentu masa depan, pemuda haruslah mempunyai karakter-karakter yang kuat untuk menghadapi tantangan zaman. Seperti yang di katakan oleh pejuang pemuda Islam Hasan Al Banna mengatakan bahwa


(18)

untuk mencapai keberhasilan kebangkitan Islam pemuda harus mempunyai beberapa karakter yaitu iman yang kuat, keikhlasan , semangat dan amal.4

Dalam konteks pemikiran Hasan Al Banna selalu menempatkan pemuda pada posisi istimewa dalam setiap putaran roda sejarah. Pemuda baginya akan selalu hadir dalam setiap proses perubahan. Pesan tersebut dapat di tangkap melalui ungkapannya yang popular “ sejak dulu dan sekarang pemuda merupakan pilar kebangkitan setiap umat, rahasia kekuatan dalam setiap kebangkitan dan pengibar panji setiap fikrah”.5

Pemuda bagi Hasan Al Banna juga memandang bahwa generasi muda adalah rahasia kehidupan umat dan sumber mata air kebangkitannya. 6 Dari ungkapan-ungkapan Hasan Al Banna ini mengindikasikan bahwa bagaimana pemuda sebagai objek perubah sejarah, sebagai tokoh-tokoh yang akan membangkitkan suatu bangsa atau umat.

Tidak dapat di pungkiri, kebangkitan pemuda Ikhwanul Muslimin melahirkan satu gagasan baru bahwa pemuda tidak hanya menjadi pengikut sejarah akan tetapi perubah sejarah. Terminologi kebangkitan (renaissance) adalah paradigma utama perubahan yang digagas oleh kaum muda dalam wadah Ikhwanul Muslimin.

Gerakan Ikhwanul Muslimin yang di pimpin seorang pemuda seperti Hasan Al Banna, menjadikan gerakan ini sebagai gerakan pemuda yang mampu membangkitkan semangat pemuda Mesir. Namun tidak hanya di

4

Hasan al Banna, Kumpulan Risalah Hasan al Banna. Terjemahan: Khojin Abu Faqih,LC. (Jakarta Timur: Al I’tshom Cahaya Umat, 2005), h.70

5

Hasan al Banna, Kumpulan Risalah Hasan al Banna, h.71

6

Hasan Al Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin 2. Terjemahan: Anis Matta, et.all.. (Surakarta : Era Intermedia,1999), h.127


(19)

negara Mesir sebagai negara asal berdirinya, gerakan kebangkitan pemuda ini pun sampai ke negara-negara sekitar yang memang saat itu sedang di jajah oleh negara-negara Barat untuk bangkit dan membela tanah air mereka untuk merdeka.

Gerakan kebangkitan Islam di belahan Timur Tengah, terutama di Mesir yang dimotori oleh Al-Afghani dan Muhammad Abduh, kemudian diikuti oleh murid setianya Sayyid Qutb telah berimplikasi luas terhadap gerakan revivalisme dan purifikasi Islam pasca kolonial. Faktor kebangkitan gerakan pemuda Islam di Mesir pasca kolonial bertujuan untuk meng-counter

hegemoni barat yang dianggap merusak tatanan nilai Islam.

Kemudian dalam konteks kekinian, kita dapat menyaksikan bagaimana pemuda mulai terlihat menunjukkan kebangkitannya. Ini kita dapat saksikan bagaimana perdebatan golongan muda vs tua menjadi tema yang sangat ramai menuju pemilu 2009. Kesadaran untuk memanfaatkan peluang ke arah perubahan yang radikal hanya dapat diraih dalam gerakan struktural, yaitu mengambil alih peran-peran politik, terutama mekanisme meraih kekuasaan politis.

Momentum kebangkitan nasional dan 80 tahun hari Sumpah Pemuda kiranya dapat menjadikan sebagai tahun kebangkitan pemuda Indonesia untuk tampil sebagai pemimpin bangsa. Siklus kebangkitan pemuda membutuhkan

mainstream tersendiri guna menempatkan pemuda Islam tidak dalam menara gading, hidup dalam lokalitas mereka tanpa mau berinteraksi dengan realitas sosial. Panggilan hati nurani untuk membela kaum dlu’afa adalah


(20)

pertanggungjawaban moral ajaran agama yang harus dipikul secara simultan oleh pemuda.

Kemudian tidak hanya di Indonesia, dengan slogan “ Harapan dan Perubahan” menjadi tema Barack Obama pada pemilihan Presiden Amerika Serikat7. Dengan tema ini Obama mampu membangkitkan histeria massa sehingga dukungan kepadanya begitu luar biasa. Tidak hanya di AS dukungan untuk Obama, Indonesia pun menjadikan Obama sebagai trendsetter untuk majunya pemuda dalam politik Indonesia dengan tema yang sama yaitu perubahan.

Gaung kebangkitan peran pemuda Islam di awal milenium ketiga dapat dimaknai secara mendalam dengan menggunakan sudut pandang pemikiran Hasan Al-Banna. Alasan yang paling rasional dalam memilih tokoh pembaharuan politik Islam kontemporer asal Mesir ini adalah pergulatan pemikirannya yang mengeksplorasi potensi kepemudaan sebagai tokoh utama pembawa perubahan signifikan ke arah struktur politik yang berbasis Islam. Hal tersebut dapat dilihat dari pemikirannya tentang konsep tarbawi (tarbiyah) dan ciri-ciri seorang muslim ideal dengan karakter keimanan yang kuat, keikhlasan (purifikasi amal dengan niat yang tulus), semangat yang dimanifestasikan dalam bentuk jihad, dan amal yang menjadi nilai praksis keimanan. Keempat karakteristik tersebut dalam pandangan psikologi kontemporer adalah ciri yang melekat pada diri pemuda.

7


(21)

Proses perubahan yang dijalankan Hasan Al-Banna menggunakan pola pendidikan yang terstruktur rapi, dengan penanaman nilai-nilai religius pada diri pemuda. Cikal bakal perubahan melalui proses pendidikan yang dimaksudkan Al-Banna dapat dijalankan apabila pemuda termasuk bagian dari proses edukasi itu. Alasan-alasan di atas adalah bagian tak terpisahkan (integrated elements) dalam mengangkat tema yang cukup menarik tentang pemikiran Hasan Al-Banna tentang eksistensi pemuda Islam sebagai sebuah riset.

Dengan demikian perlu kiranya penulis mengangkat tema pemuda yang sangat urgen ini dan dengan melihat seorang Hasan al Banna sebagai ulama, politikus, pejuang Islam yang sangat menginginkan mengembalikan kejayaan Islam melalui pemuda-pemuda yang mempunyai semangat kebangkitan. Untuk itu penulis mengambil judul skripsi ini yaitu “ Eksistensi Pemuda Islam Dalam Perspektif Hasan al Banna”

Pembatasan dan Perumusan Masalah

Mengingat kompleksitasnya permasalahan yang akan dibahas khususnya mengenai pemikiran Hasan Al Banna ini, maka penulis membatasi permasalahannya mengenai eksistensi pemuda Islam yang dikaitkan dengan gerakan-gerakan politik dan sosial (Social and Political Movement) saja menurut perspektif Hasan Al Banna.

Dari pembatasan tersebut penulis merumuskan permasalahan : Bagaimana konsep pemuda Islam dalam berbagai perspektif?


(22)

Bagaimana sejarah pergerakan kaum muda di dunia dan di Indonesia? Apa bentuk tipologi pemuda ideal dalam perspektif Hasan Al Banna? Apa implikasi gerakan pemuda Islam terhadap perubahan di Indonesia? Bagaimana proses transformasi perubahan politik kontemporer Indonesia

dengan menggunakan pendekatan dakwah kepemudaan dalam metode Hasan Al-Banna?

Tujuan dan Manfaat Penelitian a. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :

Untuk mengeksplorasi konsep kepemudaan dalam perspektif Islam. Untuk mengetahui karakteristik pemuda Islam menurut Hasan Al Banna Untuk mengetahui formulasi pendidikan pemuda Islam menurut Hasan Al

Banna

Untuk Mengetahui kontekstualisasi pemuda Islam ideal di Indonesia modern b. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan oleh penulis agar memberikan manfaat, antara lain :

1. Untuk pengembangan ilmu politik kontemporer khususnya tentang peran pemuda Islam ideal dalam konteks pergumulan umat.

2. Bagi para pemuda Islam di Indonesia, diharapkan penelitian ini mampu menstimulasi kognisi intetelektualitas keislaman yang bersifat universal.


(23)

Metode Penelitian

Dalam membahas skripsi ini, penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan (Library Research), yaitu penulis berusaha memperoleh data-data dan informasi melalui literature-literatur kepustakaan, majalah-majalah maupun artikel-artikel yang berhubungan dengan masalah tersebut. Dalam pengolahan data ini penulis menggunakan metode deskripsi analisis.

Sistematika Penulisan

Dalam sistematika penulisan ini, agar lebih terarah dan terperinci terbagi kedalam bab-bab dalam tiap sub-babnya dijelaskan secara global.

Di dalam bab I yang diawali dengan pendahuluan, ini terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metode penelitian serta sistematika penelitian.

Di dalam bab II terdiri dari Biografi Hasan Al Banna serta Peranannya dalam negara

Di dalam bab III terdiri dari tinjauan umum tentang pemuda Islam dari era Islam sampai Indonesia.

Di dalam bab IV terdiri dari karakteristik pemuda Islam, formulasi pendidikan pemuda Islam, peranan pemuda dalam politik kenegaraan menurut Hasan Al Banna serta kontekstualisasi pemuda Islam ideal dalam Indonesia Modern.


(24)

BAB II

BIOGRAFI HASAN AL BANNA

Riwayat Hidup dan Latar Belakang Pendidikan

Di antara sunnatullah adalah adanya tokoh pada masa yang sesuai dengan kebutuhan zaman sehingga pada setiap penghujung abad Allah mengutus orang yang membangkitkan agama untuk umat ini dan mengembalikan vitalitasnya.

Imam Ali bin Abu Thalib mengatakan, “Bumi ini tidak sepi dari orang yang bangkit untuk Allah dengan hujjah”. Sedangkan Abu Al-Hasana An Nadavi memberi catatan dalam bukunya “ Rijal Al-Fikr wa Ad-Da’wah fi Al Islam” (Tokoh Pemikiran dan Dakwah dalam Islam) bahwa sejarah Islam pada setiap periode melahirkan tokoh-tokoh yang memang dibutuhkan oleh keadaan, lalu mereka mengisi kekosongan, memenuhi kebutuhan, melaksanakan tugas yang di butuhkan masa dan tempat untuk membangkitkan umat, merehabilitasi kerusakan-kerusakan yang dialami oleh struktur bangunan umat ini8. Imam Syahid Hasan Al Banna merupakan tokoh yang dinantikan masyarakat Mesir saat itu yang memang sedang mengalami kemerosotan yang diakibatkan penjajahan.

Hasan Al Banna di lahirkan di Mahmudiyah dekat Iskandariyah yaitu kota kecil yang terletak di sebelah Timur laut Kairo, Propinsi Buhairah, pada bulan Rabi’ul Awal tahun 1325 H/ Oktober 1906 M9. Imam Syahid tumbuh di

8

Yusuf Qardhawi. 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad. Terjemahan: H.Mustofa Maufur dan H.Abdurrahman Husain(Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar,1999), h.43

9

Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. Terjemahan: Fachrudin. (Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001), h.19


(25)

bawah asuhan kedua orang tua yang mulia serta sifat yang terpuji kepada putra-putrinya. Ayah beliau Syeikh Ahmad Abd al-Rahman termasuk salah seorang ahli hadits besar yang sudah masyur, yang lebih dikenal dengan panggilan As Sa’ati karena pekerjaannya sebagai tukang reparasi jam.

Imam Hasan Al Banna dididik oleh orang tua yang alim. Bimbingan dan arahan orang tuanya telah memberikan pengaruh yang besar sekali pada diri beliau sehingga menghasilkan buah dan manfaat yang sangat baik serta melimpah. Ketika hampir mencapai usia delapan tahun -yang merupakan batas minimal untuk masuk sekolah- orang tua Hasan Al Banna sudah memasukannya ke Madrasah Diniyah Ar Rasyad. Di madrasah ini beliau menghafal separuh Al Qur’an dan banyak hadis-hadis Rosul SAW. Mengenai hal ini beliau pernah menuturkan : “Saya ingat bahwa sebagian besar hadis-hadis yang saya hafal adalah sebagian dari hadis-hadis-hadis-hadis yang terekan kuat di dalam benakku sejak waktu itu”. Di madrasah ini pula beliau belajar kaidah-kaidah bahasa Arab dan penerapannya serta sastra dan hafalan-hafalan syair dan prosa.10

Suatu hari ia dikejutkan dengan keputusan Majlis Daerah Bukhairah yang menghapuskan sistem pendidikan Madrasah I’dadiyah. Di depan beliau hanya ada dua alternatif yang harus di pilih : pertama, pergi ke Ma’had Diiniy

di Iskandariah, atau kedua, melanjutkan ke Madrasah Mu’alimin di Damanhur. Dan pilihan beliau jatuh pada pilihan kedua yaitu Madrasah

10


(26)

Mu’alimin (Sekolah guru) di Damanhur.11 Di sekolah ini beliau menyelesaikan studinya selama 3 tahun sejak tahun 1923 hingga tahun 1927.

Dalam mengisi hari-harinya Al Banna muda sangat di sibukkan dengan berbagai kegiatan di sekolahnya, sampai akhirnya ia mendirikan sebuah organisasi yang bernama Jam’iyah Man’il Muharramat (Perhimpunan Anti Haram ) dengan Hasan Al Banna sebagai ketuanya.

Misi perhimpunan ini adalah menjaga aspek-aspek keagamaan dan memantau orang-orang yang menyepelekannya atau melakukan salah satu perbuatan dosa. Misi ini dijalankan dengan mengirimkan surat peringatan kepada setiap orang yang melakukan pelanggaran atau menyia-nyiakan kebaikan. Surat tersebut berisi larangan berbuat kemungkaran dan menunjukkan jalan kebaikan. Dan aktivitas ini menimbulkan kegoncangan di masyarakat, para pelaku kemaksiatan memberikan reaksi yang keras terhadap surat-surat yang ditujukan kepada mereka dan berusaha mencari tahu siapa dalang dibaliknya.12

Kesibukan berorganisasi tidak membuat Al Banna terlena dan lupa akan tugasnya sebagai pelajar, namun justru semakin membuat ia memiliki pengetahuan yang lebih disbanding para pelajar yang lain. Hal tersebut dapat terlihat dari diperolehnya predikat lulusan terbaik ke-5 untuk seluruh Sekolah Menengah Umum (SMU) di Mesir.

Kecerdasan otak sang Imam yang sejak remaja sudah turut ambil bagian dalam tarekat sufi Hasyafiyah ini memang sudah tidak dapat diragukan

11

Muhammad sayyid Al Wakil. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H, h.22

12


(27)

lagi keabsahannya. Hal tersebut kembali dapat dibuktikan dengan dinobatkannya sebagai mahasiswa yang berhasil lulus dengan yudisium pertama tingkat Universitas yang didirikan oleh Muhammad Abduh itu.13

Sesungguhnya disanalah kehidupan Hasan Al Banna mulai terasa semakin “hidup”, karena di kota besar itulah beliau benar-benar memahami arti kehidupan dengan banyak berkenalan dan berinteraksi dengan orang-orang ternama disekitarnya. Mengenal Rasyid Ridha beserta gerakan Salafiyahnya merupakan awal pembentukan pola pikir Al Banna muda dalam menyikapi berbagai persoalan kehidupan di dunia. Apalagi hal tersebut didukung oleh rajinnya sang imam untuk membaca majalah Al Manar yang memang merupakan kumpulan beberapa tulisan tokoh-tokoh ternama seperti Jamaludin Al Afghani, Muhammad Abduh serta Rasyid Ridha.

Tetapi yang paling berpengaruh pada pembentukan pandangan Hasan Al Banna muda adalah karya tulis Ridha tentang aspek politik dan sosial, tentang pembaharuan Islam, serta perlunya didirikan negara/pemerintahan Islam dan diberlakukannya hukum Islam. Dengan kata lain, dari tiga serangkai tokoh salafiyah, Al Afghani, Abduh, dan Ridha, yang terakhir itulah yang besar pengaruhnya pada Al Banna muda, terutama keyakinan Ridha bahwa Islam adalah agama sempurna dan lengkap dengan segala sistem yang dibutuhkan bagi kehidupan umat Islam, termasuk sistem politik, ekonomi dan

13


(28)

sosial, dan bahwa untuk meraih kembali kejayaan umat Islam tidak perlu meniru Barat.14

Setelah menyelesaikan studinya di Universitas Dar Al-Ulum yang sempat dimasyurkan oleh Muhammad Rasyid Ridha tersebut, pada September 1927 Al Banna mulai mengajar di sekolah dasar di Isma’iliyah. Di tengah kesibukan kegiatan barunya, ia masih tetap menjadi koresponden majalah Pemuda Muslim Kairo yang bernama Al Fath serta menjalin hubungan baik dengan kelompok maktabah Salafiyah atau penerbit Al Manar pimpinan Rasyid Ridha.

Latar belakang keluarga yang penuh dengan keilmuan dan pengetahuan agama merupakan dasar yang sangat dominan dalam pembentukan diri sang imam Al Banna. Hal tersebut dapat terlihat pada perkembangan pribadi al Banna yang sangat mengagumkan. Ia tumbuh menjadi sosok yang sangat cerdas, kritis serta bersifat zuhud. Sejak kecil ia selalu menerapkan atau membiasakan diri unttuk shalat malam, puasa senin-kamis dan menghafal ayat-ayat Al Qur’an. Semua yang telah dilakukan Al Banna kecil bukanlah suatu pekerjaan yang main-main, karena dengan hasil kerja kerasnya itu ia mampu menghafal setengah Al Qur’an (15 juz) yang kemudian ia sempurnakan menjadi 30 juz ketika menginjak dewasa.

Secara tidak langsung pengaruh Rasyid Ridha telah menginspirasi pemikiran tentang pembaharuan Islam terhadap diri Hasan Al Banna, dan hal ini barangkali wajar disebabkan menjelang Al Banna menginjak dewasa dan

14

Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara : ajaran, sejarah, dan pemikiran. (Jakarta : UI Press, 1993), h.147


(29)

lebih matang pengetahuannya, Al Banna lebih banyak bersinggungan dengan orang-orang salaf yang sufi tersebut. Namun setelah Al Banna mulai bergelut dengan urusan-urusan sosial, Al Banna sedikit demi sedikit mulai meregangkan diri dari aktivitas kesufian, walaupun tidak secara serta merta memutuskan diri dari pelaksanaan mistik sufi, tetapi dia mulai terpanggil dengan isu-isu dan wacana-wacana sosial politik di mesir saat itu, terutama responnya terhadap krisis politik Mesir pada tahun 1919.

Besarnya dominasi Inggris di Mesir menjadikan Al Banna muda merasa terpanggil untuk membangun masyarakat Mesir yang dalam pandangannya mulai dirusak oleh budaya-budaya Eropa yang semuanya itu menurut pandangannya merupakan sebab-sebab terbesar bagi kelumpuhan dan kemunduran pihak muslim.Dan ia merasa tersinggung atas perlakuan Inggris terhadap masyarakat Mesir yang telah memandang hina dengan memperlakukan para pekerja selayaknya seorang budak.

Hasan Al Banna melihat kebebasan dan kerusakan moral telah mewabah di seantero dunia Islam, khususnya saat runtuhnya Kekhalifahan Islam oleh Attaturk tahun 1924 M. Dia menilai bahwa Barat berupaya secara sungguh-sungguh untuk mencabut Islam dari akarnya dan menghilangkan eksistensinya di muka bumi.

Fenomena yang terjadi di atas pada masyarakat muslim Mesir itu akhirnya membawa Hasan Al Banna kepada lima rekannya untuk menggagas sebuah proyek pergerakan perbaikan umat dan kejayaan Islam. Pada awalnya mereka hanya menamakan diri mereka dengan sebutan “ Muslimin” saja,


(30)

namun secara spontan mereka berseru “ kita adalah ‘Ikhwanul Muslimin’, yang berarti, “Para saudara dari kaum muslim”.

Keberhasilan Ikhwanul Muslimin di awal pertumbuhannya menjadikan gerakan ini di anggap sebagai gerakan yang dapat membangun masyarakat Islam Mesir yang diawali dengan menjadikan masyarakat kelas bawah menjadi generasi yang teladan dalam memahami nilai-nilai agama islam.

Namun perkembangan kelompok Ikhwanul Muslimin kian pesat menjadi ancaman bagi pemerintahan Raja Faruq pada saat itu, karena dengan peristiwa pada tahun 1947 ketika al Banna mengutus tentara sukarelanya ke Palestina untuk perang melawan Israel, Faruq benar-benar merasa telah menerima pelajaran pahit dari gerakan yang mempunyai kantor di ( Darul Ikhwan) di kota Kairo itu.15 Posisi kekuasaan Faruq yang kian tersudutkan oleh eksistensi Ikhwanul Muslimin merupakan konsekuensi dari kebijakan politik luar negeri yang pro Barat. Apalagi para mujahidin kian besar kekuatannya pasca kedatangan mereka dari Palestina. Melihat perkembangan yang mengkhawatirkan bagi kekuasaan Faruq, maka Raja Faruq menerapkan kebijakan represif dalam membendung pengaruh Hasan Al-Banna, sampai pada akhirnya terjadi konspirasi politik di Mesir dengan terbunuhnya Hasan Al-Banna pada tanggal 12 Februari 1949.

Di sinilah awal dari sejarah kelam gerakan Ikhwanul Muslimin, ketika raja Faruq merasa khawatir mulai ditinggalkan dan dikhianati oleh para sekutu Arabnya, dan sehingga ia merasa sangat takut dengan kembalinya para

15

Rachilda Devina. “Konsep Syura’ Perspektif Hasan Al Banna”, ( Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta, 2007 ), h.14


(31)

mujahidin Ikhwanul Muslimin dari Palestina. Pemerintah mulai bergerak untuk melakukan penawaran-penawaran sampai akhirnya pada peristiwa pembunuhan sang Imam di depan kantor Pusat Pemuda Ikhwanul Muslimin (

Dar Asy-Syubban Al Muslimin) pada tanggal 12 Februari 1949 M / 1368 H. Sang Imam pun menyerahkan ruhnya untuk kembali keharibaan Sang Penciptanya dalam keadaan suci, Insya Allah, setelah menunaikan amanah-Nya dan tetap dalam keadaan teguh mengangkat bendera agama-amanah-Nya sampai napas terakhir.

Pemikiran Politik dan Karya-karyanya

Islam menurut Hasan Al Banna merupakan agama universal yang melingkupi aspek kehidupan tak terkecuali bidang politik. Banna melihat bahwa eksistensi konsep Negara Islam telah dicontohkan oleh Rosulullah SAW dan para Khulafah Rasyidin di Madinah sekitar abad ketujuh Hijriyah.16 Pemikiran tentang Islam dan politik ini dapat terlihat jelas dari karakteristik organisasi yang dia bangun “ Ikhwanul Muslimin”, Islam tidak dipahami seperti banyak orang, khususnya pada era kemunduran peradaban dan stagnasi pemikiran, di mana Islam dipandang sebagai kepercayaan dan ibadah ritual, tidak ada kaitannya dengan masalah-masalah masyarakat dan urusan negara, politik dan ekonomi, aliran kebudayaan dan pemikiran.17

16

Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna. (Telaah Gerakan Politik Ikhwanul Muslimin. ”, (Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri,Jakarta,, 2004), h.28

17

Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad, h.137


(32)

Islam sebagai satu sistem yang memiliki keunggulan universalitas zamani (waktu), makani (geografis), dan insani (kemanusiaan), ini dapat di lihat dari ungkapan Hasan Al Banna dalam makalahnya dengan judul Min wahy Hara’. Ia mengemukakan bahwa Islam adalah misi yang membentang panjang hingga mencakup keabadian zaman; membentang luas hingga mencakup jajaran ufuk bangsa-bangsa dan membentang dalam hingga meliputi urusan dunia akhirat.18

Pemikiran Al Banna mengenai agama dan politik, mencerminkan transisi dari penekanan pembaharu Islam seberlumnya bahwa Islam dan politik tak dapat dipisahkan. Al Banna menegaskan bahwa prinsip Islam dapat diterapkan pada keyakinan yang banyak di anut dalam politik dan lembaga politik. Al Banna menulis bahwa Islam memerlukan suatu pemerintah yang mencegah anarki, namun tidak menetapkan bentuk pemerintah tertentu. Islam hanya meletakan tiga prinsip pokok. Pertama, pernguasa bertanggung jawab kepada Allah SWT dan rakyat, bahkan dianggap sebagai abdi rakyat. Kedua,

bangsa muslim harus bertindak secara bersatu, karena persaudaraan muslim merupakan prinsip Islam. Ketiga, bangsa muslim berhak memonitor tindakan penguasa, menasehati penguasa, dan mengupayakan agar kehendak bangsa di hormati.19

Dari ketiga prinsip di atas terlihat Al Banna tidak menekankan bagaimana bentuk pemerintahan Islam. Akan tetapi pemerintahan yang selalu

18

Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad , h.138

19

Arifin. Pemikiran Politik Hasan Al Banna, h.30. lihat Ali Rahmena dalam buku “Para Perintis Zaman Baru Islam”


(33)

menegakkan amar ma’ruf nahi munkar dan selalu memegang akan syari’at Islam. Intinya Hasan Al Banna tidak memisahkan antara agama dan kehidupan masyarakat atau politik. Adapun pemerintahan Islam yang di maksud Hasan Al Banna adalah “pemerintahan yang para pejabatnya adalah orang-orang Islam yang melaksanakan kewajiban-kewajiban Islam dan tidak terang-terangan melakukan kemaksiatan serta konstitusinya bersumber dari Al Qur’an dan As Sunnah, yakni menerapkan syari’at Islam. Secara tidak langsung pemikiran ini dilatar belakangi akan pemerintahan Mesir yang bersifat sekuler dan bukan mencerminkan pemerintahan Islam.

Di antara karya-karya Imam Hasan Al Banna baik yang berupa tulisan maupun dalam bentuk kumpulan-kumpulan pesan masih terus selalu di kaji oleh para pengikutnya. Adapun di antara karya-karya tulis yang ditinggalkan oleh Imam Hasan Al Banna adalah : Ahaditsul Jum’ah (Pesan setiap Jum’at),

Mudzakkiratud-Dakwah wad-Da’iah (Pesan-pesan buat Dakwah dan Dai), dan Al-Ma’tsurat ( Wasiat-wasiat).

Karya-karya yang berupa bentuk kumpulan-kumpulan pesan (majmu’atur-Rasail) adalah : Da’watuna (Menuju Kecerdasan), Nahwan Nur

(Kepada para Pemuda),bainal Amsi Wal Yaum (Antara Kemarin dan Hari ini ),

Risalatul Jihad (Pesan Jihad), Risalatut Ta’lim (Pesan-pesan Pendidikan), Al-Mu’tamar Al-Khamis (Konfrensi Kelima), Nizhamul Usar (Sistem Kelompok Kecil Pergerakan), Al-‘Aqaid (Prinsip-Prinsip), Nizhamul Hukm (Sistem Pemerintahan), Al-Ikhwan Tahta Rayatil-Qur’an (Ikhwan di Bawah Bendera Al-Qur’an), Da’watuna fi Thaurin Jadid (Misi kita dalam Masa Baru), Ila


(34)

Ayyi Syai’in Nad’un Nas (Ke Arah Mana Kita Menyeru Manusia ?), dan An-Nizham Al-Iqtishadi (Sistem perekonomian).

Peranannya Dalam Negara Mesir Dalam bidang Agama

Al Banna berpijak di atas dasar-dasar agama Islam sebagai faktor yang aktif dan efektif untuk menciptakan perubahan dalam diri seorang individu. Jika yang dimaksud dengan kerusakan jiwa adalah akhlak yang bobrok, perilaku yang menyimpang dan dekadensi moral, maka sesungguhnya kunci untuk mengubah tidak lain kecuali faktor agama. Karena agama sebagaimana yang dikatakan oleh Imam Hasan Al Banna, “Menghidupkan jiwa dan memberikan pada setiap diri suatu pengontrol atau filter yang tidak pernah lalai dan senantiasa mendorongnya untuk berbuat baik dengan sangat kuat”. 20

Imam Hasan Al Banna juga menekankan, kepada para pemuda bahwa faktor yang paling efektif dalam memperbaiki diri semua bangsa adalah agama, dan mereka juga memandang bahwa Islam menghimpun segala aspek positif perubahan dan menjauhi segala aspek negatifnya. Dapat dikatakan di sini bahwa akidah Ikhwanul Muslimin yang dirancang oleh Al Banna disimpulkan dalam tujuh pasal. Langkah pertama, yaitu perbaikan diri yang berorientasikan pada kegiatan praktis di mana mereka –para Ikhwan- akan berusaha mengembalikan vitalitas Islam dalam

20


(35)

kerangka umum bagi proses perubahan yang dimulai dari perbaikan individu21. Sangat jelas pada garis besarnya bahwa metode ini memberikan ruang bagi ikhwan untuk menentang arus pemikiran dan politik kebarat-baratan yang berusaha untuk menjadikan Islam bergerak dalam lingkup pribadi saja dan berusaha pula melepaskannya dari segala peran sosial dan politik. Bahkan salah satu pasal menyerukan dengan terang-terangan pentingnya menentang arus-arus tersebut, dan memboikot setiap propagandanya dengan segala cara, seperti tertulis pada pasal keempat . “Dan saya berjanji untuk menyebarkan dan mengembangkan ajaran-ajaran Islam kepada setiap individu di keluargaku, dan saya tidak akan memasukkan anak-anakku ke sekolah yang tidak menjaga akidah dan akhlak mereka, dan saya akan memboikot setiap surat kabar, berita, buku, badan, klub, instansi yang bertentangan dengan ajaran-ajaran Islam”.

Keterangan di atas sangat jelas bagaimana Al Banna membangun Ikhwanul Muslimin dengan menekankan kepada menegakkan Amar Ma’ruf Nahi Munkar. Dengan cara membina para Ikhwan dengan menancapkan akidah Islam yang kuat dengan harapan untuk menegakkan syari’at Islam.

Dalam Bidang Ekonomi dan Sosial

Gerakan pembaharuan Hasan Al Banna dalam organisasi Ikhwanul Muslimin merepresentasikan sebuah gerakan yang berusaha menyadarkan

21


(36)

bahwa riba itu haram.22. Visi ekonomi Islam Hasan Al Banna mengandung unsur nasionalisme ekonomi. Menurut Banna Mesir perlu memutuskan hubungan dengan blok sterling Inggris dan mengeluarkan mata uangnya sendiri pada berstandar emas. Manajemen mata uang yang baik, akan mengendalikan inflasi Mesir yang tinggi, dan akan menciptakan kondisi yang lebih menguntungkan keseimbangan perdagangan luar negeri Mesir. Segi lain nasionalisme ekonomi yang di kemukakan Al Banna adalah melakukan Mesiriasi atas perusahaan swasta di bidang real estate, transfortasi, dan keperluan umum. Untuk mewujudkan visi ekonomi Islam ini, Banna bersama dengan organisasi Ikhwannya mendirikan perusahaan pemintalan dari tenun, perusahaan perdagangan dan rekayasa, dan pers Islam.23

Perekonomian suatu bangsa akan menjadi sulit jika sistem ekonomi masyarakat merupakan sistem yang asing bagi masyarakat, jati diri dan budayanya. Oleh karena itu, Al Banna berpendapat mengenai ekonomi ini harus ada sebuah program ekonomi yang berprinsip pada Islam dan nilai-nilainya. Pemikiran di atas secara tidak langsung merupakan ketidakpercayaan Al Banna terhadap sistem ekonomi Barat yang di dikembangkan pemerintah Mesir saat itu. Al Banna menganggap sistem yang di bangun di masyarakat adalah penyebab kemunduran ekonomi masyarakat Mesir dan merusak kehidupan masyarakat muslim Mesir dengan budaya-budaya baratnya.

22

Yusuf Qardhawi, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, Tarbiyah, dan Jihad, h.144

23


(37)

Ekonomi dan sosial merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan yang lainnya. Karena dengan masyarakat yang sejahtera dalam bidang ekonomi suatu negara maka secara otomatis akan melahirkan manusia yang berjiwa sosial pula. Untuk itu pembenahan ekonomi dan sosial masuk ke dalam cita-cita pembaharuan Al Banna.24 Untuk itu Al Banna mengadopsi salah satu rukun Islam yaitu zakat. Ia mengatakan bahwa karena zakat diwajibkan dalam agama Islam untuk pembelanjaan sosial (menolong orang-orang yang pailit dan miskin), maka harus diterapkan pajak-pajak sosial secara bertahap dengan memperhitungkan kekayaan bukan keuntungan.

Pengelolaan zakat adalah salah satu tugas penguasa. Ia harus bekerja untuk mengumpulkan, mendata, dan membagikannya kepada para mustahiq (orang yang berhak) yang telah Allah SWT, tetapkan. 25

Hasan Al Banna selalu menekankan bahwa pentingnya penerapan sistem seraya mengatakan,

“Menurut saya, tidak ada baiknya sama sekali apabila kita memilih salah satu dari sistem-sistem Barat (Kapitalisme dan Sosialisme). Setiap sistem tersebut mempunyai kelemahan di samping terlihat memiliki kebaikan. Sistem-sistem tersebut lahir bukan di negeri kita dan untuk diterapkan dalam situasi yang tidak sama dengan sistem kita serta untuk masyarakat yang tidak seperti masyarakat kita. Apalagi kita sendiri sudah memiliki sebuah sistem paripurna yang akan mengantarkan kita menuju perbaikan yang komprehensif di bawah bimbingan Islam yang hanif. Kita juga memiliki kaidah-kaidah integral dan fundamental yang ditetapkan oleh Islam dalam bidang ekonomi, yang apabila kita memahami dan menerapkannya dengan benar, maka kita akan mampu menyelesaikan semua problem ekonomi. Dengan demikian berarti

24

Rachilda Devina. Konsep Syura’ Persepktif Hasan Al Banna,. h.18

25


(38)

kita telah mendapatkan sisi-sisi kebaikan dari berbagai sistem buatan manusia dan menjauhkan diri dari semua sisi keburukannya. Kita bisa melihat bagaimana tingkat kesejahteraan hidup akan terangkat, kecemburuan sosial antar berbagai strata sosial akan hilang, serta kita bisa menemukan jalan terdekat menuju kemakmuran hidup”.26

Pemikiran Al Banna di atas merupakan sebuah pandangan yang fundamental tentang Islam, keyakinannya mengenai sifat ajaran Islam yang universal telah mengalirkan konsep ijtihad yang tinggi mengenai aspek perekonomian dalam Islam.

Dalam Bidang Politik

Pemikiran di bidang politik merupakan instrumen utama yang dikembangkan Hasan Al-Banna. Konstelasi bidang agama, ekonomi, dan sosial mengkerucut pada pergerakan politik yang cenderung bersifat revolusioner. Hal ini adalah bagian dari karakteristik gerakan pembaharuan di hampir sebagian besar negara-negara dunia ketiga, termasuk Mesir. Proses pergulatan intelektual Muslim ini adalah bentuk pencarian identitas kenegaraan pasca kolonial Inggris di Semenanjung Utara benua Afrika.

Kesadaran sebagai individu yang terikat oleh persaudaraan karena persamaan akidah (brotherhood relationship) adalah landasan filosofis bidang politik yang dicetuskan Al-Banna27. Gerakan politik Al-Banna yang dinahkodai dalam institusi Ikhwanul Muslimin, tercetus oleh dua

26

Abdul Hamid Al Ghazali. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaruan Hasan Al Banna ( Jakarta Timur : Al I’tishom Cahaya Umat, 2001), h.198

27

Landasan persaudaraan bahkan menjadi nama organisasi yang disebut dengan Ikhwanul Muslimin yang didirikan secara resmi pada tahun 1941. lih. Fatih Yakan. Revolusi Hasan Al-Banna: Gerakan Ikhwanul Muslimin (Jakarta: Penerbit Harakah, 2002), h. 15.


(39)

tujuan utama: Pertama, menentang hegemoni Barat (westernisasi) yang telah mempengaruhi keyakinan, nilai-nilai keislaman, bahkan telah meracuni para pemuda Islam untuk mengikuti paradigma Barat, sehingga membuat Islam jauh tertinggal dari peradaban Barat. Perlawanan hegemonik yang dijalankan Al-Banna adalah perlawanan ideologis.

Kedua, gerakan politik Al-Banna dalam bendera Ikhwanul Muslimin adalah upaya awal menentang kolonialisme Inggris yang telah bercokol sejak abad 18. Tentunya, tipologi gerakan Ikhwanul Muslimin bersifat revolusioner-agitatif dan konfrontatif.28

Gerakan Ikhwanul Muslimin menjadi corong utama perjuangan Al-Banna dalam gerakan politik Mesir kontemporer. Bahkan sebagai mursyid al-‘aam, Al-Banna menuangkan gagasan-gagasan segar yang mengarahkan para anggota IM berjuang memperebutkan kekuasaan politik sebagai bentuk jihad di jalan Allah. Baginya, agama di satu sisi dan politik kekuasaan dan negara di sisi lain merupakan satu-kesatuan yang bersifat integralistik. Ia menamakan kesadaran adanya kesatuan agama dan politik sebagai politik Islam internal. Al-Banna memberikan komentar:

“Ajaran Al-Qur’an tidak pernah lepas dari kendali kekuasaan, politik pemerintahan merupakan bagian dari agama, dan di antara kewajiban orang Muslim adalah harus memiliki kepekaan dalam memberikan solusi kepada pemerintah dalam permasalahan politik sebagaimana memberi jalan keluar dalam permasalahan ruhiah.” 29 Gerakan politik internal Al-Banna sesungguhnya merepresentasikan bentuk kesadaran sejati tentang ajaran Islam yang

28

Fathih Yakan. Revolusi Hasan Al Banna, .h. 49

29


(40)

bersifat menyeluruh (kaffah). Dalam hal ini Al-Banna menolak segala bentuk sekulerisme absolut yang berusaha memisahkan ajaran Islam dalam konstelasi politik.

Al-Banna memberikan ilustrasi tentang totalitas ajaran Islam. Bagi Al-Banna, model-model perundang-undangan perdata dan pidana dengan pelbagai cabangnya telah diungkapkan oleh Islam. Islam- pada semua posisi- telah meletakkan diri pada suatu posisi yang menjadikannya sebagai sumber yang pertama dan rujukan yang paling suci. Tatkala melakukan itu, Islam telah menggariskan ushul30 yang integral, kaidah-kaidah yang umum dan maqhasid31, yang melingkupi semuanya. Islam mewajibkan manusia untuk merealisasikannya dan membiarkan mereka untuk melaksanakan rincian sesuai dengan situasi dan kondisi mereka, serta berijtihad dengan apa yang lebih memungkinkan untuk mendatangkan maslahat bagi umat.

Kerangka teoretis Al-Banna tentang politik Islam dibuktikan dengan keberadaan kitab-kitab fikih klasik yang memuat secara mendalam tentang hukum imarah (kepemimpinan), syahadah (kesaksian), da’awaa

(hukum tuduhan), al-bai’u (hukum jual beli), muamalah (hubungan personal dan sosial), hudud (eksekusi hukuman), dan ta’zir (pengasingan).

30

Dalam kajian ushul fikih dikenal dengan istilah ushul yang secara harfiah berarti asal, sumber, pokok, berakar, asas, fondasi dasar. (Kamus Al-Munawwir, terbitan PonPes Krapyak Yogyakarta, h. 30). Berarti ushul adalah pokok ajaran Islam yang memiliki cabang-cabang syar’I dalam kehidupan kongkrit.

31

Maqhasid adalah bentuk plural dari al-qhasdu yang diambil dari kata qashada yang bermakna maksud, tujuan, mengikuti, kehendak, memaksa, dan menyusun (lihat kamus Al-Munawwir . h. 1208).


(41)

Ini semua merupakan serangkaian hukum yang bersifat amaliah (operasional) dan ruhiah (spiritual).32

Al-Banna juga mencetuskan politik Islam yang bersifat eksternal. Baginya, politik eksternal bermakna menjaga kebebasan dan kemerdekaan umat, menanamkan rasa percaya diri, kewibawaan, dan meniti jalan menuju sasaran –sasaran yang mulia, yang dengan itu umat akan memiliki harga diri dan kedudukan yang tinggi di kalangan bangsa-bangsa lain, membebaskannya dari imperialisme dan campur tangan bangsa lain dalam urusannya, dengan menetapkan pola interaksi bilateral dan multilateral yang menjamin hak-haknya, serta mengarahkan semua negara menuju perdamaian internasional. Koridor hukum yang berlaku dalam membalut perdamaian dunia disebut Hukum Internasional.33

Kesadaran akan totalitas Al-Banna tentang makna ajaran Islam yang mengantarkan pada konsep politik internal dan eksternal telah berimplikasi pada pandangan politik yang sangat eksentrik, yaitu pandangan bahwa partai politik tidak dibutuhkan dalam konstelasi politik moderen pada level negara.34 Al-Banna memprioritaskan persatuan atas dasar keimanan kepada Allah semata, bukan berdasarkan segmentasi kepartaian. Kebaradaan partai membuat Islam terfragmentasi ke dalam

32

Hasan Al-Banna, Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin. h. 72

33

Hasan Al-Banna. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin, h. 73

34

Pandangan Al-Banna sangat bersebarangan dengan mayoritas ilmuwan barat ataupun Islam di Negara-negara lain yang menganut paham demokrasi, dan juga komunisme. Mayoritas politikus menganggap partai politik adalah representasi suara rakyat yang akan menyederhanakan pola-pola relasi kekuasaan. Partai politik adalah suatu keniscayaan dari demokrasi itu tersendiri. Partai juga yang akan menjalankan kontrol kekuasaan atas penyalahgunaan kekuasaan. (lihat Karl Mannheim, Freedom, Power and Democratic Planning. (London: Routledge and Keegan Paul Ltd., 1951), h. 108


(42)

perpecahan, konflik berkepanjangan, permusuhan, bahkan saling membunuh antar umat Islam. Padahal itu semua dilarang keras oleh ajaran Islam yang hakiki.

Atas dasar inilah Al-Banna membentuk lembaga yang bersifat universal, komprehensif, dan inklusif yang melewati batas-batas ideologis dan geografis dalam wadah Ikhwanul Muslimin.35 Meskipun bersifat kosmopolit bukan berarti Al-Banna menegasikan nasionalisme dan patriotisme Mesir. Dalam hal ini Al-Banna mengungkapkan:

‘Adalah kesalahan besar bagi mereka yang menyangka bahwa Ikhwanul Muslimin apatis terhadap masalah tanah air dan nasionalisme. Kaum muslimin adalah orang-orang yang paling ikhlas berkorban bagi tanah air mereka, mau berkhidmat kepadanya, dan menghormati siapa saja yang mau berjuang dengan ikhlas dalam membelanya.”36

Nasionalisme Al-Banna berbeda dengan nasionalisme yang diperjuangkan oleh tokoh-tokoh pembaharuan Islam lainnya, seperti Ali Jinnah khusus wilayah Pakistan, Musthofa Kemal Attaturk untuk wilayah Turki, Muhammad Ibn Abdul Wahab khusus wilayah Saudi Arabia, Soekarno untuk Indonesia, dan masih banyak tokoh lainnya. Namun, Al-Banna dengan jelas menyatakan bahwa nasionalisme Ikhwanul Muslimin adalah berdasarkan persamaan akidah bukan teritorial wilayah negara, sehingga melampaui dimensi nation-state.37 Boleh dikatakan bentuk

35

Ikhwanul Muslimin secara etimologis berarti persaudaraan orang-orang Islam. Lembaga ini adalah akumulasi kesadaran politik Al-Banna yang bersifat kosmopolitan, anti partai politik, dan lebih mengutamakan persaudaraan sebagaimana yang selalu diungkapkan Al-Banna dalam Al-Qur’an Ali Imran ayat 103: “dan berpegang teguhlah kalian semuanya dengan tali (agama) Allah, dan janganlah kalian bercerai-berai”.

36

Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat: Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaruan Hasan Al-Banna, h. 157

37

Abdul Hamid Al-Ghozali, Pilar-Pilar Kebangkitan Umat: Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaruan Hasan Al-Banna, h.158


(43)

“nasionalisme” bukanlah nasionalisme yang dipahami oleh sebagian besar pemikir politik barat ataupun Islam, melainkan sebuah spiritisme religiusitas dalam sebuah pemahaman keagamaan yang mengidealisasikan negara yang berasaskan “Piagam Madinah” sebagai bentuk ideal konstitusi negara modern. Spiritisme religiusitas tersebut melampaui dimensi teritorial dan kesukuan (‘ashabiyah), tetapi berlandaskan kesamaan akidah. Inilah makna internasionalisme religiusitas yang dikembangkan Hasan Al-Banna (Pan-Islamisme).

Pandangan Al-Banna tentang nasionalisme juga berbeda dengan para pemikir Mesir kontemporer seperti Ahmad Luthfi Sayyid (1872-1963) dan Thaha Husein (1889-1973).38 Keunikan konsep nasionalisme yang diimplementasikan dalam wadah gerakan Ikhwanul Muslimin dapat disebutkan dalam karakteristik sebagai berikut:

1. Rasa bangga terhadap loyalitas kebangsaan dan kesejahteraan serta sikap keteladanan generasi baru kepada generasi pendahulu.

2. prioritas antusiasme kebangsaan dan hak untuk menerima kebaikan dan kebajikan.

3. Memerangi kebanggaan terhadap ras, suku, dan tradisi jahiliah.

4. Keberpijakan kebangsaan kaum muslimin pada loyalitas mutlak kepada Allah, Rasul-Nya dan orang-orang beriman.39

38

Mereka berdua berpandangan bahwa nasionalisme Mesir didasarkan pada pengklaiman tiada tanah air kecuali Mesir. Asas kebangsaan Mesir didasarkan pada fakta histories dan imperialisme Inggris (lihat. John J. Donohue dan John L. Esposito dalam Islam In Transition: Muslim Perspectives (New York: Oxford University Press, 1982), h. 70-73

39


(44)

Dimensi politik Al-Banna mencitrakan suatu pergerakan Islam baru (The New Islamic Movement)40. Dimensi tersebut berangkat dari kepercayaan yang sepenuhnya terhadap ajaran Islam yang mampu menawarkan tatanan sosial alternatif yang dibutuhkan bagi kesejahteraan dan kemajuan masyarakat Islam. Proses pergerakan politik diawali pada tahapan reformasi individu, kemudian terintegrasi pada perbaikan pada level keluarga. Setelah kedua institusi terkecil tersebut diislamisasikan secara total, maka dapat ditempuh langkah perbaikan di tingkat masyarakat. Dampak reformasi sosial mendeterminasi kekuatan suatu bangsa untuk terbebas dari kolonialisme dan imperialisme. Bagi Al-Banna, pasca kemerdekaan maka langkah berikutnya adalah reformasi di bidang pemerintahan untuk menciptakan tata pemerintahan yang berhati Islami – bahasa politik modern disebut “clean government”. Cita-cita Al-Banna mulai mengekspansi ke dunia luar dengan sebuah tujuan mengembalikan keberadaan dunia Islam ke panggung dunia internasional41. Model

Khilafah Islamiyah barangkali menjadi grand design bagi keterwujudan aspek ini. Pada akhirnya kaum muslimin menjadi pihak yang menentukan dalam percaturan dunia internasional.

40

Sebagai sebuah pergerakan Islam Baru Al-Banna menawarkan pandangan baru bagi persoalan kemasyarakatan di dunia Islam pada umumnnya dan masyarakat Mesir khususnya. Seperti yang diungkapkan oleh Abu Baker A. Bagader sebagai berikut: Al-Banna presented a new vision of the role and function of Islam in the modern-state without losing sight of the dream pan-Islamism. (lihat Abubaker A. Bagader dalam Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan (ed.) Islam, Globalization and Postmodernity. (London: Routledge, 1994), h. 117.

41


(45)

BAB III

TINJAUAN UMUM TENTANG PEMUDA ISLAM

Konsep Pemuda Islam

Mustafa Al-Rafi’iemenggambarkan masa muda dengan mengatakan bahwa pemuda adalah kekuatan, sebab matahari tidak dapat bersinar di senja hari seterang ketika di waktu pagi. Pada masa muda ada saat ketika mati dianggap sebagai tidur, dan pohon pun berbuah ketika masih muda dan sesudah itu semua pohon tidak lagi menghasilkan apa pun kecuali kayu.42

Secara sosial, definisi pemuda adalah generasi antara umur 20 sampai 40 tahun. Sedang referensi lain juga ada yang menyebutkan usia 18 hingga 35 tahun. Sementara, dalam kajian ilmu sosial, puncak kematangan peran publik seorang manusia berkisar antara umur 40-60 tahun.43 Sebenarnya konsep tentang pemuda bukanlah sebuah gagasan-gagasan yang hanya dibatasi oleh persoalan umur semata. Pemuda sebagai sebuah konsep juga memiliki dimensi politis. Benedict Anderson, misalnya menggambarkan pemuda di masa revolusi dan di awal kemerdekaan Indonesia menyebut bahwa pemuda sebelum Orde Baru selalu dikaitkan dengan dimensi politis. Pemuda adalah kelompok umur tertentu yang menghabiskan sebagian besar

42

Mohammaad Manzoor Alam. Peran Pemuda Islam Dalam Rekontruksi Dunia Kontemporer. (Jakarta : Media Dakwah, 1991), h.63

43

Aziz Samsudin. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. (Jakarta : PT.Wahana Semesta Intermedia, 2008), h.8


(46)

-atau kalau tidak malah semua- waktu longgar mereka dalam kegiatan yang sifatnya politis.44

Pemahaman tentang hakikat pemuda dapat dimaknai dalam perspektif psikologis. Artinya, seorang yang berusia 20 tahun tetapi lebih suka berpikir mapan, pro status quo, dan tidak tergerak untuk melakukan perubahan, maka status “kepemudaan”-nya patut di ragukan. Karena, posisi pemuda yang paling ideal adalah selalu menjadi garda terdepan “avan garde”

dari perubahan.

Berbicara masalah pemuda, tentunya kita tidak boleh melupakan dari sosok pribadi penyokong dari idealisme pola pikir pemuda itu sendiri. Selain itu, perlu pula pemahaman tentang makna realitas kehidupan bagi mereka. Pemuda merupakan istilah yang ditunjukkan bagi orang-orang yang berada pada suatu tahap kehidupan tertentu dalam rangka perjalanan kehidupan mereka mencapai kedudukan usia dewasa. Bagi komunitas pemuda, realitas kehidupan yang dihadapinya sehari-hari sering kali dipersepsikan sebagai kenyataan-kenyataan yang membatasi idealisme dan hasrat (bersifat muluk) yang mendominasi pikiran mereka. Berbeda dengan orang dewasa, dimana tipikal orang dewasa cenderung untuk melihat kenyataan itu sebagai bagian dari suatu dunia nyata yang mapan.

Dari uraian diatas, tentunya pemuda dapat dipandang dalam arti sempit dimana pemuda merupakan masa seseorang mengalami perubahan dari masa remaja menuju masa dewasa perubahan ini dapat dilihat dari perubahan

44


(47)

fisik mereka. Elizabet B. Hurlock, mengistilahkan pemuda menjadi dewasa dikatakan sebagai individu yang telah menyelesaikan pertumbuhannya dan siap menerima kedudukan dalam masyarakat bersama dengan orang dewasa lainnya.45 Kemudian Elizabet B. Hurlock , membagi masa dewasa dengan tiga tahapan yaitu Masa dewasa dini yaitu masa dimana usia 18 tahun sampai kira-kira umur 40 tahun, saat perubahan-perubahan fisik dan psikologis yang menyertai berkurangnya kemampuan refrodukif.

Kemudian masa dewasa madya, masa ini dimulai pada usia 40 tahun sampai pada umur 60 tahun, yakni saat baik menurunnya kemampuan fisik dan psikologis yang jelas nampak pada setiap orang. Serta masa dewasa lanjut (usia lanjut) yaitu masa usia 60 tahun sampai kematian.

Bagaimana Islam mendefinisikan pemuda. Islam merupakan suatu sistem yang menyeluruh dan sempurna. Islam bukan hanya agama. Ia juga merupakan sistem sosial, sebuah kultur dan peradaban. Karena itu ia mempunyai nilai-nilai, ide-ide, dan tujuan-tujuan yang dipandangnya sebagai kulminasi dari kesempurnaan manusia dalam seluruh aspek kehidupan.

Islam memandang masa muda sebagai masa yang menjadi dasar bagi pembentukan kepribadian dan kesuksesan seorang pemuda di masa depan. Oleh karena itu, Islam mengajarkan agar dalam masa ini potensi-potensi fisik, intelektual dan mental pemuda ditumbuh-kembangkan dengan baik, sehingga kelak ia dapat menimba ilmu pengetahuan, memiliki moral dan keterampilan dengan sempurna.

Pemuda merupakan kekuatan, kekuasaan, vitalitas dan energik. Tidak dapat disangkal, masa pemuda secara universal, baik fisik, mental, intelektual, moral, maupun potensialitasnya mencapai tingkat perkembangan dan pemanfaatan yang optimum. Ia adalah masa ketika pikiran menunjukkan kapasitas dan kapabilitas invensif dan imaginatifnya dalam bentuk yang terbaik.

Al Qur’an memang tidak menyebut langsung bagaimana pemuda itu, akan tetapi Al Qur’an menggambarkan melalui kisah-kisah seorang pemuda yang

45

Elizabet B. Hurlock. Psikologi Perkembangan.terjemahan dari “Developmental Psyclology A Life-Span Approach” oleh : Dra.Istiwidayanti.( Jakarta ; Erlangga, 1994) cet. Ke-4, h. 246


(48)

dapat menjadi teladan (ibroh) bagi pemuda-pemuda Islam. Seperti yang di kisahkan dalam surat Al Anbiya ayat 60 yang mengisahkan keberanian seorang pemuda dalam menentang kezaliman raja yang kejam agar tidak sombong dan menyembah Allah SWT ini dapat kita lihat dalam kisah Nabi Ibrahim AS. Ayat terbut berbunyi :

!ﻥ#

$

%&

'

Artinya : Mereka berkata: “Kami dengar ada seorang pemuda yang mencela berhala-berhala ini yang bernama Ibrahim” (QS. Al Anbiya :60)

Kemudian kisah seorang pemuda yang lari kedalam gua kisah ini disebut dengan ashhab al kahfi kisah ini didasari dengan kekuatan iman dan demi mempertahankan keimanan mereka, mereka menyelamatkan diri dan masuk ke dalam goa dan tertidur selama ratusan tahun. Mereka itu disebutkan dalam Al Qur’an surat Al Kahfi ayat 10. yang berbunyi:

( )*+ ,

-ﻡ ﺕ

01

234

5

671 ﻥ ﻡ+ -ﻡ

89 * 5 :1 ;ﻥ6

234

$

<&

'

Artinya : Ingatlah tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung kedalam gua lalu mereka berdo’a : “Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-sisiMu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan ini”. (QS.Al Kahfi : 10)

9=>

?!ﻥ ; @A BC ﻥ ->ﻥ

ﻡ D5

30ﻥ

6

ﻥEF* 39

234

$

<G

'

Artinya : “Kami ceritakan kisah mereka kepadamu (Muhammad) dengan sebenarnya. Sesungguhnya mereka itu adalah pemuda-pemuda yang beriman pada Tuhan mereka dan kami tambahkan kepada mereka petunjuk” (QS. Al Kahfi:13)

Dari kisah-kisah dalam Al Qur’an tersebut, Sayyid Quthb memberikan interpretasi bahwa pemuda adalah manusia yang memiliki tingkat keimanan kepada Allah yang sangat kuat, mereka juga mempunyai


(49)

bentuk fisik yang prima, dan berani mengingkari tradisi yang bertentangan dengan nilai ketauhidan. Kekuatan dan keimanan mereka senantiasa dipertahankan dengan segala resiko, sehingga mereka berani untuk meninggalkan kampung halaman, berpisah dengan keluarga, meninggalkan kenikmatan harta dan kehormatan yang selama itu mereka sandang.46

Nabi Muhammad SAW pun sangat memperhatikan masa muda seperti dalam sebuah hadits di bawah ini Rasulullah menegaskan47:

Saya wasiatkan para pemuda kepadamu dengan baik, sebab mereka berhati tulus. Ketika Allah mengutus diriku untuk menyampaikan agama yang bijaksana ini, maka kaum mudalah yang pertama-tama menyambut saya, sedangkan kaum tua menentangnya”.

Dalam hadits lain juga beliau bersabda :

“Raihlah lima perkara sebelum datangnya lima : masa mudamu sebelum masa tuamu, kesehatanmu sebelum datang sakitmu, kayamu sebelum datang miskinmu, kesempatanmu sebelum datangnya kesempitanmu dan hidupmu sebelum engkau mati”

Dari hadits diatas dapatlah kita ambil kesimpulan bagaimana Rosulullah menegaskan masa pemuda adalah masa yang harus di jaga dan di manfaatkan sebaik-baiknya. Sebab masa muda merupakan gambaran masa depan.

Sejak zaman Nabi Adam hingga Nabi Muhammad SAW. Adalah pemuda yang memainkan peran utama serta penentu dalam memperjuangkan wahyu dan Syari’ah Allah. Abdullah Abbas Ra, berkata : Allah tidak menunjuk Nabi kecuali ia seorang pemuda, dan tidak ada sarjana atau ulama memperoleh ilmu pengetahuannya kecuali dalam masa pemudanya.48

Periode atau masa kemampuan optimum dalam kehidupan manusia ini disebut dalam Al Qur’an dengan sebutan “bulugh al ashudd” mencapai usia matang dan ia berada antara usia tujuh belas hingga empat puluh tahun.

Kemudian di sebutkan juga dalam surat Yusuf ayat 22, yang artinya:

Setelah Yusuf mencapai kedewasaanya, maka Kami berikan kepadanya hikmah dan ilmu. Dan demikianlah Allah memberi pahala terhadap orang-orang yang berbuat baik”

46

Al Eurqon Hasan. “Pemuda Dalam Al Qur’an (Studi Atas Penafsiran Sayyid Quthb)” (Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003), h. 29-31

47

Hasan Al Banna, et.all., Pemuda Militan.Terjemahan: Abu Ahmad Al Wakidy dan SA Zemool.. (Solo : Pustaka Mantiq, 1992), h.61

48


(50)

Sangat jelaslah Al Qur;an menggambarkan masa usia pemuda yang di gambarkan dengan kedewasaannya untuk dapat menerima keilmuan dan amanat yang sangat besar serta ia juga dianggap sebagai usia ketika seseorang mencapai kematangan secara penuh dan menjadi qualified untuk memikul dan menerima tugas-tugas dan tanggung jawab yang tertinggi dan paling diperlukan.

Sejumlah Nabi diangkat ke dalam kenabian ketika mereka mencapai usia

ashud termasuk Nabi Muhammad SAW yang mencapai kenabiannya pada usia empat puluh tahun.

Dikarenakan pentingnya masa muda untuk kebangkitan dan masa depan agama Islam oleh karena itu para ulama pun tidak lupa selalu menyerukan kepada pemuda untuk tidak terlena dengan kemewahan hidup dan tantangan lainnya. Seperti sahabat Umar bin Khattab, pernah berkata kepada para pemuda :

Wahai kaum muda, hindarkanlah dirimu dari kemewahan hidup. Janganlah bertindak seperti bangsa Ajam (bangsa asing selain Arab). Usahakanlah berjemur di bawah sinar matahari, karena cara seperti itu adalah kebiasaan bangsa kita. Bertindaklah dengan tegas, kendarailah kuda dan lemparkanlah panah”

Kemudian Ibnu Syihab Az-Zuhry memberikan nasihat kepada kaum muda :

“Jangalah kamu merasa rendah diri karena usia mudamu. Sahabat Umar bin Khattab selalu memberi peranan para pemuda jika menghadapi peristiwa penting. Kemudian beliau bermusyawarah dengan mereka untuk memperoleh masukan dan pendapat pikiran mereka.

Dari uraian di atas, sangat jelaslah bagaimana perhatian Al Qur’an terhadap pemuda yang dikisahkan dengan keberanian dalam menegakkan agama Allah. Kemudian Rasulullah juga menegaskan bahwa memanfaatkan masa muda merupakan perintah Rasulullah SAW. Tidak hanya Allah dan Rasulullah memberikan perhatian penuh kepada pemuda, para sahabat Rasulullah pun memberikan perhatian khusus kepada pemuda untuk tampil membela agama Allah. Tidak mengherankan jika di abad 20 seorang Mujahid seperti Hasan Al Banna menginginkan pemuda seperti yang dikisahkan dan diperintahkan Rasulullah untuk tampil membela dan membangkitkan umat Islam demi kebangkitan Agama Allah SWT, sebab di tangan pemudalah masa depan agama Islam dapat ditegakkan.


(51)

Sejarah Perkembangan Pemuda Islam di Dunia Pemuda Islam Pada Era Permulaan Islam

Pada awal uraian diatas telah dikemukakan sebuah hadits Nabi Muhammad SAW bahwa pertama-tama penyambut kedatangan agama yang dibawa beliau adalah para pemuda, sedang kaum tua menentangnya. Timbul pertanyaan mengapa kaum tua menantang dakwah Islamiyah ? seorang Fisioterapi bangsa Perancis mencoba mengungkapkan tabir pertanyaan ini. katanya :

“Perbedaan mendasar antara kaum muda dengan kaum tua adalah terletak pada daya pikirnya. Orang yang sudah tua telah mengalami kelemahan otak sehingga menjadi lemah dan tidak dapat mengikuti perkembangan zaman yang sudah maju”.49

Dalam menanggapi hadits Nabi Muhammad yang menyatakan : “Perkembangan Islam semula disambut oleh kaum muda,” Montgomeri Watt dalam bukunya “ Muhammad di Makkah” memberikan pendapatnya. Menurut dia, ketika Nabi Muhammad membawa risalah suci di kalangan bangsa Arab, maka pertama-tama beliau disambut oleh para pemuda dari kalangan keluarga terhormat. Kemudian diikuti pula oleh para pemuda lainnya yang berasal dari kabilah suku-suku terkenal. Dari kenyataan ini dia menyimpulkan bahwa pada asasnya Islam adalah gerakan kaum muda.50

Untuk mendukung kebenaran pendapatnya, Montgomeri Watt mencatat beberapa nama pemuda yang mendukung perjuangan

49

Hasan Al Banna, et.all., Pemuda Militan, .h.67

50


(1)

satu-satunya –kemarin, hari ini dan hari esok- untuk membangun generasi yang penuh tanggung jawab dan bertaqwa, dan sebagai jalan satu-satunya untuk menghadirkan sosok muslim mujahid, seorang hakim yang memberikan keputusan secara adil, yang berkata dengan penuh kejujuran.

Peran pemuda Islam dalam politik kenegaraan menurut Hasan Al-Banna dimulai dari pengkaderan yang berkesinambungan, agar tertanam semangat dan jihad dalam menegakkan agama Allah. Proses kaderisasi meliputi usroh, kaatibah, rihlah, dan mukhayam atau mu’asykar. Usroh merupakan batu bata pertama dalam struktur bangunan jamaah. Ia juga merupakan landasan bagi pembentukan kepribadian anggota dan perangkat paling tepat untuk mentarbiyah mereka secara integral menyentuh seluruh sendi kepribadian, untuk selanjutnya memformat mereka dengan format Islam sesuai dengan Kitabullah dan Sunah Rasul-Nya. Kaatibah yaitu pola yang spesifik dalam mentarbiyah sekelompok anggota Ikhwan. Rihlah dalamnya para peserta diberi kebebasan untuk bergerak, berolahraga, berlatih, bersabar untuk bekerja secara sungguh-sungguh, serta menahan rasa haus dan lapar. Dan mukhayam atau mu’asykar adalah mekanisme pembentukan karakter pemuda yang memiliki semangat jihad yang tinggi, dimana Hasan Al-Banna melihat bahwa jihad dalam Islam harus dimunculkan dalam bentuk yang kongkret.

Gerakan Ikhwanul Muslimin yang dikembangkan di Indonesia dipelopori oleh Dewan Dakwah Islam Indoneisa (DDII) yang didirikan oleh Mohammad Natsir, pasca pembubaran Masyumi oleh rezim pemerintah Orde


(2)

Lama (ORLA). Bagi DDII, konsep Hasan Al-Banna tentang tarbiyah sangat dimungkinkan untuk diaplikasikan di Indonesia dalam dunia dakwah, terutama di kalangan terpelajar. Pemikiran Hasan Al-Banna semakin berpengaruh setelah beberapa bukunya diterbitkan oleh penerbit Islam seperti Era Intermedia, Gema Insani Press, yang mengilhami kelahiran metode dakwah dan sangat mempengaruhi para aktivis kampus di masjid-masjid kampus dan dengan segera diadopsi oleh program training dan mentoring Lembaga Dakwah Kampus (LDK).

Saran

Adapun saran yang penulis ajukan adalah sebagai berikut:

1. Hendaknya diperlukan kajian yang mendalam guna mendapatkan pemahaman yang lebih komprehensif tentang pemikiran Hasan Al-Banna, khususnya berkaitan tentang kepemudaan.

2. Hendaknya proses pengkaderan yang dilakukan oleh Hasan Al-Banna dalam Ikhwanul Muslimin dijadikan pola pembentukan karakter di setiap organisasi kepemudaan ataupun partai politik. Tujuannya untuk mendapatkan anggota dengan tingkat militansi yang tinggi, bukan seorang oportunis sejati.

3. Konsep tarbiyah sepatutnya menjadi bahan pertimbangan untuk diaplikasikan pada sistem pendidikan di sebuah organisasi pemuda, sehingga tercipta karakter pemuda yang memiliki concern terhadap permasalahan bangsa.


(3)

DAFTAR PUSTAKA

Alam, Mohammad Manzoor. Peran Pemuda Islam dalam Rekonstruksi Dunia Kontemporer.Jakarta : Media Dakwah, 1991

Al Banna, Hasan. Risalah Pergerakan Ikhwanul Muslimin.Terjemahan: Anis Matta,LC, et.all. Surakarta : Era Intermedia,1999

________________. Kumpulan Risalah Dakwah Hasan Al-Banna Jilid 1. Terjemahan: Khojin Abu Faqih,LC. Jakarta : Al-‘Itishom,2005

________________. et.all., Pemuda Militan. Terjemahan: Abu Ahmad Al-Wakidy dan SA.Zemool. Solo : Pustaka mantiq, 1992

Al Ghazali, Abdul Hamid. Pilar-Pilar Kebangkitan Umat : Telaah Ilmiah terhadap Konsep Pembaharuan Hasan Al Banna. Jakarta Timur : Al I’tishom Cahaya Umat, 2001

Al Khathib, Muhammad Abdullah dan Hamid, Muhammad Abdul Halim. Konsep Pemikiran Gerakan Ikhwan.Terjemahan: Ustdz.Musthafa Masyur. Bandung : Asy Syaamil Press & Grafika, 2001

Al-Munajid, Muhammad bin Shalih. Silsilah Amalan Hati. Terjemahan:Bahrun Abubakar Ihzan Zubaidi,LC. Bandung:Irsyad Baitus Salam, 2006

Al-Wakil, Muhammad Sayyid. Pergerakan Islam Terbesar Abad 14 H. terjemahan :Fachrudin. Bandung : As Syamil Press & Grafika, 2001 Aly, Rum. Menyilang Jalan Kekuasaan Militer Otoriter. Jakarta :


(4)

Arifin. “Pemikiran Politik Hasan Al Banna. (Telaah Gerakan Politik Ikhwanul Muslimin).” Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2004

Badrun, Ubaidilah. “Pemuda Islam dan Kontribusinya bagi Masa Depan Politik di Indonesia” Artikerl di akses pada tanggal 13 Mei 2008, dari http://Ubed-Centre.Blogspot.Com/2006/08/Pemuda-islam-dan kontribusinya-bagi-html.

Bagader, Abubaker A. dalam Akbar S. Ahmed dan Hastings Donnan (ed.) Islam, Globalization and Postmodernity. London: Routledge, 1994

Devina, Rachilda. “Konsep Syura’ Perspektif Hasan Al Banna.“ Skripsi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta,2007

Donohue, John J dan. Esposito, John L dalam Islam In Transition: Muslim Perspectives. New York: Oxford University Press, 1982

Hasan, Al Furqon. “Pemuda Dalam Al-Qur’an (Studi Atas Penafsiran Sayyid Qutb)”. Skrisi S1 Fakultas Ushuludin dan Filsafat, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2003

Haekal, Muhammad Husain. Sejarah Hidup Muhammad. Terjemahan : Ali Audah. Jakarta : Lentera Hati,2008

Hawwa, Sa’id. Membina Angkatan Mujahid, Studi Analisis atas Konsep Dakwah Hasan Al Banna Dalam Risalah Ta’alim.terjemahan : Hawin Murtadho. Solo : Era Intermedia, 2005

Hawwa, Sa’id. Memoar Hasan Al-Banna untuk Dakwah dan Para Dainya. Surakarta : Era Intermedia, 2004

Hurlock, B.Elizabet. Psikologi Perkembangan. Jakarta : Erlangga, 1994

Latif, Yudi. Intelegensia Muslim dan Kuasa, Geneologi Intelegensia Muslim Indonesia Abad ke-20. Bandung : PT.Mizan Pustaka, 2005


(5)

Mahmud, Ali Abdul Halim. Perangkat-Perangkat Tarbiyah Ikhwanul Muslimin. Terjemahan : Wahid Ahmadi, et.all. Solo:Era Intermedia,1999

Manheim,Karl. Freedom, Power and Democratic Planning. London :Routledge & Faul LTD, 1951

Munawir, A.W. Kamus Al Munawwir Arab Indonesia terlengkap, Yogyakarta: Badan Wakaf PonPes Al Munawir, 1984

Sjadzali, Munawir. Islam dan Tata Negara ; Ajaran, sejarah, dan pemikiran. Jakarta : UI Press, 1993

Thahan, Musthafa Muhammad. Risalah Pergerakan Pemuda Islam. Jakarta : VISI,2002

Syamsudin, Aziz. Kaum Muda Menatap Masa Depan Indonesia. Jakarta ; PT.Wahana Semesta Intermedia, 2008

Pratama, Ratna. “Kaum Muda, Asa, dan Perubahan”. Republika, 23 Juli 2008 Purwoko, Dwi. Pemuda Islam di Pentas Nasional. Jakarta : Bonaciptana, 1993 Qardhawi, Yusuf. Sistem Kaderisasi Ikhwanul Mulimin . Solo : CV.Pustaka

Mantiq, 1993

Qardhawi, Yusuf, 70 Tahun Ikhwan Al-Muslimin, Kilas Balik Dakwah, dan Jihad. Terjemahan :H.Mustofa Maufur dan H.Abdurrahman Husain. Jakarta Timur : Pustaka Al-Kautsar, 1999


(6)