BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pertama kali torium ditemukan pada tahun 1815, Berzelius menemukan unsur baru yang disebut torina, kemudian pada tahun 1828, Berzelius menemukan
unsur baru lagi yang disebut torit. Manfaat unsur ini mulai diketahui setelah von Welsbach pada tahun 1885
menggunakannya sebagai bahan pembuat lampu yang memberikan nyala terang incandescent lamp . Sejak itu usaha untuk memanfaatkannya lebih lanjut dan
kegiatan penelitian torium terus ditingkatkan. Keradioaktipan thorium dilaporkan Curie pada tahun 1898 dimana unsure
ini merupakan induk deret unsure radioaktif alam yang disebut deret 4n. Tanah tercemar thorium dari pabrik kaos lampu petromaks didapatkan dari
laboratorium Bidang Pengolahan Limbah Radioaktif - Pusat Teknologi Limbah Radioaktif BPLR - PTLR yang berasal dari pabrik kaos lampu petromaks di
Tangerang. Thorium nitrat digunakan sebagai bahan pencelup kaos lampu petromaks agar nyala lampu petromaks menjadi terang. Penanganan limbah
tersebut saat ini adalah dengan mengisolasinya dalam wadah drum yang dilapisi dengan semen dan disimpan di interim storage tempat penyimpanan sementara.
Waktu paro thorium sangat panjang, sehingga pada suatu saat wadah drum rusak, dan perlu penggantian wadah drum dengan yang baru. Proses tersebut
tidak sederhana karena harus melakukan pekerjaan ulang dan dipandang cukup
1
mahal, maka perlu dicari proses alternatif. Alternatif pengolahan limbah tersebut dilakukan dengan cara pengambilan thorium yang dipandang sangat potensial.
Imobilisasi secara langsung tanah yang mengandung thorium dengan semen atau polimer volumenya sangat besar sehingga transportasi dan
penyimpanannya lebih kompleks dan mahal. Pengambilan thorium dari tanah dilakukan dengan proses leaching
pelindihan yang merupakan ekstraksi padat cair menggunakan solven pelarut air dan asam. Hasil ekstraksi berupa ekstrak yaitu larutan thorium nitrat yang
dapat digunakan lagi untuk pencelup kaos lampu dan remediasi tanah yang sudah tidak mengandung thorium dan dapat dikembalikan ke tempat semula.
Limbah pemancar alfa yang dikenal juga sebagai alpha bearing waste adalah limbah yang mengandung satu atau lebih radionuklida pemancar alfa,
dalam jumlah batas konsentrasi di atas yang diperkenankan. Limbah pemancar alfa di atas batas yang diperkenankan perlu pertimbangan khusus untuk bahaya
atau potensi keselamatan, kesehatan, atau dampak lingkungan mulai dari limbah tersebut
ditimbulkan sampai
penyimpanan dalam
jangka panjang
Martono, 2007. Limbah thorium termasuk limbah pemancar alfa. Thorium merupakan
radionuklida pemancar alfa dengan waktu paro 1,405 x 10
10
tahun. Oleh karena umur thorium yang sangat panjang, maka perlu pengelolaan dalam jangka
panjang. Bahan matriks untuk imobilisasi limbah TRU digunakan polimer, yang tahan dalam jangka lama.
2
Dalam penelitian ini, dilakukan ekstraksi thorium dari tanah yang terkontaminasi limbah pabrik kaos lampu petromaks dengan air dan larutan asam.
Hal ini karena imobilisasi langsung tanah dengan semen atau polimer tidak efektif karena volumenya besar. Thorium yang terekstraksi diserap dengan resin penukar
kation amberlite IR 120 Na. Resin yang jenuh thorium diberlakukan sebagai resin bekas yang merupakan limbah radioaktif.
1.2. Perumusan Masalah