Landasan Teori .1 Morfologi dan Klasifikasi Bawang Putih

4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori 2.1.1 Morfologi dan Klasifikasi Bawang Putih Allium sativum Bawang putih adalah tanaman tradisional yang sering digunakan dalam masakan. Saat ini, bawang putih telah terbukti memiliki berbagai manfaat dalam kesehatan. Bawang putih merupakan salah satu tanaman obat paling tua dan dipercaya berasal dari benua Asia lebih dari 6.000 tahun yang lalu. 7 Bawang putih adalah tanaman berumpun yang mempunyai ketinggian sekitar 60 cm. Umbi bawang putih dapat mencapai ukuran 3,8-7.6 cm dengan diameter yang bervariasi. Umbi bawang putih memiliki 4-60 siung dengan berbagai bentuk dan ukuran. Siung bawang putih dibungkus oleh membran tipis berwarna putih atau merah keungguan. 8 Klasifikasi ilmiah bawang putih adalah sebagai berikut : 7 Kingdom : Plantae Sub-Kingdom : Tracheobionta Super division : Spermatophyta Division : Magnoliophyta Class : Liliopsida Sub-Class : Liliidae Order : Liliales Family : Liliaceae Genus : Allium L. Gambar 2.1 Bawang Putih Species : Allium sativum L. Sumber : Butt et al,. 2009 7 5

2.1.2 Kandungan Kimiawi Bawang Putih

Bawang putih memiliki kandungan 65 air, 28 karbohidrat terutama fruktosa, 2,3 bahan organosulfur, 2 protein terutama allinase, 1,2 asam amino bebas terutama arginin. Efek biologis dari bawang putih paling banyak berasal dari bahan organosulfur. Efek obat pada bawang putih berasal dari allicin dan turunannya. 7 Alisin biasanya berdekomposisi menjadi diallyl disulfide DADS, diallyl sulfide DAS, diallyl trisulfide DTS dan sulfur dioxide. Ekstrak air dan alkohol bawang putih mengandung terutama S-ally-L-cysteines SAC turunan dari δ-glutamyl-S-allyl-L-cysteines. SAC dan trans-S-1-propenyl-L- cysteine bergabung dengan S-methyl-L-cysteine ditemukan pada ekstrak bawang putih dalam AGE Aged Garlic Extract. AGE juga mengandung bahan lain seperti flavonoid, asam fenol, dan beberapa zat bermanfaat lainnya. 7 Gambar 2.2 S-allyl-L-cysteines SAC Sumber : Butt et al,. 2009 7

2.1.3 Manfaat Bawang Putih

Manfaat kesehatan dari bawang putih telah terbukti dalam beberapa penelitian dan telah dimanfaatkan untuk pengobatan. Salah satu bentuk pemanfaatan bawang putih dalam bentuk AGE Aged Garlic Extract . AGE tidak berbau dan mengandung lebih banyak antioksidan dibandingkan umbi bawang putih yang segar. AGE telah terbukti dalam mencegah aterosklerosis, penyakit jantung dan pembuluh darah, memperlancar peredaran darah serta meningkatkan imunitas. AGE juga dapat mencegah penyakit kanker dan neurodegeneratif, memiliki efek antiaging, meningkatkan kemampuan memori, endurance dan pembelajaran serta berpotensi sebagai adjuvan dalam terapi kanker. 7 6 Ekstrak bawang putih telah terbukti memiliki aktivitas antibakteri, baik bakteri Gram positif maupun Gram negatif. Efek penghambatan bawang putih tergantung dari konsentrasi yang digunakan. Ekstrak bawang putih efektif dalam mengurangi bakteri mulut. 3 Aktivitas antibakteri bawang putih berasal dari senyawa allisin. Bahan turunan alisin seperti DAS, DADS, dan thiosulfinate lainnya memiliki aktivitas antibakteri juga. Efek antibakteri yang dihasilkan dari senyawa sulfur tersebut adalah dengan mengubah reaksi senyawa tiol pada enzim bakteri seperti alkohol dehidrogenase, thioredoksin reduktase, tripsin, dan protein lainnya, serta RNA dan DNA polimerase. Hal ini dapat menyebabkan gangguan pada metabolisme bakteri, virulensi bakteri serta pertumbuhan bakteri. 9

2.1.4 Karies Gigi

Karies gigi merupakan penyakit destruktif pada jaringan keras gigi yang terjadi akibat infeksi oleh Streptococcus mutans dan bakteri lainnya. Tanda penyakit karies gigi adalah adanya demineralisasi jaringan keras gigi. Karies gigi paling banyak diderita oleh anak-anak. 10 Bahan makanan seperti glukosa dan sukrosa dapat diragikan oleh beberapa bakteri tertentu dan menghasilkan asam sehingga pH akan menurun. Penurunan pH yang berulang dapat mengakibatkan demineralisasi jaringan keras gigi dan membentuk plak gigi. 11 Karies gigi adalah penyakit infeksi kronik yang menular. Penularan secara vertikal dari ibu melalui kontak saliva bergantung pada frekuensi dan jumlah paparan. Penularan secara horizontal dari satu anak ke anak lainnya juga dapat terjadi melalui penggunaan peralatan bersama seperti dot yang digunakan bersama. 12 7

2.1.5 Morfologi dan Klasifikasi Streptococcus mutans

Lebih dari 750 spesies bakteri terdapat pada rongga mulut dan berhubungan dengan berbagai penyakit. 5 Bakteri yang paling banyak menyebabkan penyakit mulut adalah bakteri golongan Streptococcus. Streptococcus mutans merupakan bakteri patogen penyebab utama karies gigi. Organisme ini pertama kali diisolasi oleh Clarke pada tahun 1924 yang berasal dari plak gigi. Nama mutans dipilih karena kecenderungan morfologi sel berbentuk kokus dan batang. 13 Streptococcus mutans termasuk golongan Streptococcus viridans. Beberapa bakteri lain yang masuk dalam golongan Streptococcus viridans yaitu Streptococcus sanguis, Streptococcus mitis, Streptococcus salivarius, Streptococcus milleri. 13 Streptococcus mutans merupakan kelompok α- haemolyticus dan tergolong bakteri Gram positif +. Streptococcus mutans bersifat anaerob fakultatif dan non motil tidak bergerak. 6 Klasifikasi ilmiah Streptococcus mutans adalah sebagai berikut: 14 Kingdom : Monera Division : Firmicutes Class : Bacilli Ordo : Lactobacillus Family :Streptococcaceae Genus :Streptococcus Spesies : Streptococcus mutans Gambar 2.3 Pewarnaan Gram Streptococcus mutans Sumber: http:phil.cdc.govPHIL_Images10431043_lores.jpg 15 8 Karakteristik organisme ini antara lain memiliki pertumbuhan yang cepat, dapat meragi karbohidrat, dan mempunyai kemampuan untuk mempertahankan pH rendah. 13 Streptococcus mutans memiliki enzim untuk meragi karbohidrat seperti Glucosyltransferase Gtf, Dextranase Dex, dan Fruktosiltranferase Ftf. Masing-masing dari enzim tersebut dapat memecah sukrosa menjadi glukan, dextran, dan fruktan. Selain itu, organisme ini juga memiliki protein untuk menghasilkan energi seperti Dextranase A DexA, Dextranase B DexB, Fruktanase, dan Dlt1-4. 16,17 Streptococcus mutans juga memiliki 4 reseptor pengikat glukan yaitu glukan binding protein A Gbp A, Gbp B, Gbp C, Gbp D. 11

2.1.6 Patogenesis Karies Gigi oleh Streptococcus mutans

Streptococcus mutans memiliki beberapa kemampuan yang dapat menyebabkan terjadinya karies gigi, yaitu : 11 1. Kemampuan berikatan dengan permukaan gigi dan pembentukan plak 2. Memproduksi glukan dan polisakarida lainnya yang dihasilkan dari karbohirat sehingga mendukung terjadinya akumulasi plak. 3. Menghasilkan asam yang menyebabkan pH menjadi rendah sehingga dapat mendukung pertumbuhan organisme lain yang mampu hidup di lingkungan asam. Patogenesis terjadinya karies gigi diawali dengan pembentukan biofilm oleh Streptococcus mutans. Biofilm ini yang biasanya dikenal dengan plak gigi. Perlekatan Streptococcus mutans pada permukaan gigi terjadi melalui interaksi antara antigen III dengan -galactosides dalam glikoprotein saliva pada pellicle gigi. Pellicle gigi merupakan suatu membran tipis yang terbentuk dari protein saliva. Interaksi lain yang dapat meningkatkan pengikatan Streptococcus mutans pada permukaan gigi yaitu glucan binding protein GBP, serotype carbohydrate dan Gtf. 11,18 9 Pada keadaan terdapatnya sukrosa, Glucosyltransferase Gtf dan Fruktosiltranferase Ftf mensintesis glukan dan fruktan dari glukosa dan fruktosa setelah pemecahan sukrosa. Glukan dan fruktan yang terbentuk ini digunakan untuk metabolisme Streptococcus mutans. Selain itu, juga dapat digunakan untuk produksi asam ketika tidak ada sukrosa. Streptococcus mutans memiliki glukan binding protein Gbp yang merupakan suatu reseptor yang memiliki kemampuan untuk mengikat glukan. Gbp berbeda dengan Gtf. Gtf mempunyai reseptor pengikat sendiri dan juga dapat berfungsi sebagai reseptor glukan. Hal ini dapat meningkatkan agregasi Streptococcus mutans. 11,18 Streptococcus mutans dapat memetabolisme gula yang menghasilkan asam seperti asam laktat, asam format, dan asam asetat. Asam laktat merupakan asam yang paling kuat diantara ketiganya. Ketika pH plak gigi berada di bawah pH 5,5, keseimbangan antara demineralisasi enamel dan remineralisasinya terganggu yang mengawali terjadinya karies gigi. Sukrosa merupakan gula penyebab karies gigi karena dapat diragi menjadi asam laktat. Sukrosa akan dimasukkan ke dalam sel Streptococcus mutans dan berakumulasi dalam bentuk sukrosa-6-fosfat yang dihidrolisis menjadi glukosa-6-fosfat dan fruktosa yang akan dimetabolisme melalui proses glikolisis. Proses glikolisis tersebut menghasilkan piruvat yang dengan enzim laktat dehidrogenase diubah menjadi asam laktat. 90 asam piruvat yang dihasilkan akan diubah menjadi asam laktat. 11,18 10 Gambar 2.4 Patogenesis karies gigi oleh Streptococcus mutans. a. Perlekatan awal Streptococcus mutans pada permukaan gigi. b. Akumulasi Streptococcus mutans akibat adanya sukrosa sehingga dihasilkan banyak glukan. c. Produksi asam laktat oleh Streptococcus mutans. Sumber: Martin et al,. 2006 18 11

2.1.7 Mekanisme Kerja Antibakteri

Antibakteri adalah suatu senyawa yang dapat membunuh atau menghentikan pertumbuhan bakteri. Berdasarkan mekanisme kerjanya, antibakteri dibagi menjadi 5, yaitu : A. Menghambat Sintesis Dinding Sel Bakteri memiliki dinding sel dengan tekanan osmotik yang tinggi di dalam sel dan berfungsi untuk mempertahankan bentuk dan ukuran sel. Kerusakan dinding sel bakteri akan menyebabkan terjadinya lisis. Dinding sel bakteri mengandung peptidoglikan. Lapisan peptidoglikan pada dinding sel bakteri Gram positif lebih tebal daripada bakteri Gram negatif. 20 Senyawa yang menghambat sintesis dinding sel bakteri meliputi penisilin, sefalosforin, basitrasin, vankomisin dan sikloserin. 20 B. Menghambat Metabolisme Sel Bakteri membutuhkan asam folat untuk kelangsungan hidupnya. Asam folat tersebut harus disintesis sendiri oleh bakteri dari asam amino benzoate PABA. Antibakteri seperti sulfonamide, trimetoprim, asam p-aminosalisilat PAS dan sulfon menghambat proses pembentukan asam folat tersebut. 20 C. Mengganggu Keutuhan Membran Sel Membran sitoplasma berfungsi dalam perpindahan molekul aktif dan menjaga keseimbangan zat di dalam sel. Kerusakan membran sitoplasma akan menyebabkan keluarnya makromolekul seperti protein, asam nukleat dan ion-ion penting sehingga sel menjadi rusak. 19 Antibiotik yang termasuk dalam kelompok ini adalah polimiksin. 20 12 D. Menghambat Sintesis Protein Sintesis protein bakteri berlangsung di dalam ribosom. Bakteri memiliki 2 subunit ribosom yaitu ribosom 30S dan ribosom 50S. Kedua komponen ini akan bersatu menjadi ribosom 70S. Penghambatan pada komponen ribosom- ribosom tersebut akan menyebabkan gangguan protein sel. Antibiotik yang dapat menghambat sintesis protein sel antara lain golongan aminoglikosida, makrolid, linkomisin, tetrasiklin dan kloramfenikol. 20 E. Menghambat Sintesis Asam Nukleat Antibiotik yang dapat menghambat sintesis asam nukleat bakteri yaitu kuinolon. rifampisin, sulfonamide, dan trimetropim. Rifampisin berikatan dengan enzim polymerase-RNA sehingga menghambat sintesis RNA dan DNA oleh enzim tersebut. Golongan kuinolon menghambat enzim DNA girase pada bakteri. 20

2.1.8 Metode Pengujian Antibakteri

Pengujian senyawa antibakteri bertujuan untuk mengetahui besarnya potensi dan kualitas zat antibakteri. Ada beberapa metode yang dapat dilakukan dalam menguji senyawa antibakteri, yaitu: A. Metode Difusi Pada metode ini, aktivitas zat antibakteri ditentukan dengan mengukur zona hambat yang terbentuk. Zona hambat tersebut menunjukkan adanya penghambatan pertumbuhan bakteri oleh zat antibakteri. Terdapat 3 cara dalam metode difusi, yaitu : 1. Metode Parit ditch plate Metode ini menggunakan parit yang dibuat pada lempeng agar yang telah diberi bakteri. Kemudian parit diisikan dengan zat antibakteri yang ingin diuji. Lempeng agar kemudian diinkubasi dan diamati zona hambat yang terbentuk pada sekeliling parit. 21 13 2. Metode Lubang healtley cuppunched hole Pada metode ini, media agar yang telah diberi bakteri kemudian dibuat beberapa lubang. Lubang-lubang tersebut diisi dengan berbagai zat antibakteri yang akan diuji. Setelah media agar diinkubasi, diamati zona hambat yang terbentuk pada sekeliling lubang. 21 3. Metode cakram disc disc diffusion Metode ini banyak digunakan untuk pengujian aktivitas antibakteri. Metode ini hanya menggunakan sedikit bahan yang diuji. Metode ini memerlukan petri dish yang mengandung 15-25 ml agar, bakteri kemudian ditanam di permukaan agar secara merata. Cakram disk yang mengandung sejumlah bahan yang diuji kemudian ditempatkan di tengah agar dan diinkubasi selama 24 jam atau lebih. Kemudian dihitung zona hambat “cleared zone” yang terbentuk disekeliling cakram disk dan dibandingkan dengan antibiotik standarnya. 22 Efektifitas aktivitas antibakteri didasarkan pada pembentukkan zona hambat yang ditunjukkan pada tabel 2.1. 23 Tabel 2.1. Klasifikasi Respon Hambatan Pertumbuhan Bakteri Diameter Zona Terang Respon Hambatan Pertumbuhan 20 mm Kuat 16-20 mm Sedang 10-15 mm Lemah 10 mm Tidak ada Sumber : Greenwood.1995 23 14 B. Metode Dilusi Metode ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi terendah zat antimikroba yang diuji. Hasil pengamatan dapat diukur dengan Kadar Hambat Minimal KHM dan Kadar Bunuh Minimal KBM. 21 Metode dilusi ini terbagi menjadi beberapa cara, yaitu : 1. Metode agar dilusi Metode agar dilusi merupakan metode yang cepat tanpa membutuhkan penggunaan alat yang canggih. Pada metode ini, bahan yang diuji digabungkan ke dalam agar dan kemudian ditanamkan bakteri di permukaannya. Beberapa konsentrasi bahan yang diuji dapat dibagi dengan cara membagi permukaan agar menjadi kotak-kotak. Agar tersebut kemudian diinkubasi dalam 24 jam atau lebih kemudian pertumbuhan bakteri pada campuran ekstrak-agar dapat dihitung. Metode ini menggunakan sejumlah besar volume bahan yang diuji dibanding dengan metode disk diffusion. 22 2. Metode pengenceran Broth dilution Metode ini menggunakan zat antibakteri yang diencerkan beberapa kali terlebih dahulu. Kemudian suspensi bakteri dimasukkan ke dalam berbagai konsentrasi zat antibakteri yang akan diuji pada suatu media cair. Setelah diinkubasi selama 24 jam pada suhu 35 C, diamati pertumbuhan bakteri dengan melihat kekeruhan cairan. 24 15

2.2 Kerangka Teori