Perangkat Jaringan Network Device Routing

2.4 Perangkat Jaringan Network Device

Perangkat jaringan digunakan untuk memenuhi kebutuhan suatu jaringan komputer. Gambar 2.6 Simbol-simbol yang digunakan dalam jaringan Team, Cisco. 2003 a. Repeater Repeater bekerja pada level physical layer dalam model jaringan OSI. Tugas utama repeater adalah menerima sinyal dari kabel LAN yang satu dan memancarkannya kembali ke kabel LAN yang lain. b. Hub Hub merupakan repeater dengan banyak port multiport. c. Bridge Bridge bekerja pada level data link layer pada model jaringan OSI. Bridge fungsinya sama dengan repeater, tetapi bridge lebih cerdas dan fleksibel. Karena bridge bekerja pada level data link layer. bridge mampu mempelajari Universitas Sumatera Utara alamat MAC setiap device yang tersambung dengannya dan mampu mengatur alur frame berdasarkan alamat tadi. d. Router Router memiliki kecerdasan yang lebih tinggi daripada bridge. Router beroperasi di lapisan 3 OSI, melakukan keputusan berdasarkan alamat jaringan. Dua fungsi utama dari router adalah memilih rute terbaik dan sebagai switching paket-paket data ke inetrface yang dituju.. Gambar 2.7 Router Team, Cisco. 2003 e. Switch Switch merupakan perangkat bridge dengan banyak port multiport, dipandang sebagai perangkat lapisan 2 pada lapisan OSI. Switch dapat menangani beberapa sambungan sekaligus pada saat yang bersamaan. Hubungan perangat jaringan dengan lapisan-lapisan OSI dapat dilihat pada gambar 2.8 : Gambar 2.8 Hubungan perangkat jaringan dengan lapisan-lapisan OSI Universitas Sumatera Utara

2.5 Routing

Hal pertama yang pelu diketahui oleh router adalah berapa banyak jumlah port yang dimilikinya dan apa tipe-tipenya. Informasi ini biasanya diketahui secara otomatis oleh sistem operasi router, dan tidak membutuhkan konfigurasi. Gambar 2.9 memperlihatkan sebuah router yang memiliki satu antarmuka Ethernet, satu antarmuka Token ring, dan satu antarmuka ISDN Integrated Services Digital Network. Untuk mengidentifikasi antarmuka-antarmuka ini, tipe antarmuka biasanya disingkat menjadi satu atau dua huruf, kemudian diikuti angka yang mengindikasikan urutan antarmuka diantara antarmuka-antarmuka yang bertipe sama. Karena pada sebagian besar router nomor urutan port dimulai dari 0, ketiga ID antarmuka di dalam gambar 2.9 adalah e0, to0, dan bri0. Informasi berikutnya yang harus diketahui oleh router adalah alamat host dan alamat IP dari masing-masing port. Konfigurasi alamat-alamat ini hampir selalu dilakukan secara manual alamat IP dan subnet mask. Dalam gambar 2.9, antarmuka ethernet0 e0 diberi alamat IP 10.1.1.124 dan antarmuka tokenring0 to0 diberi alamat IP 10.1.2.524. Seluruh informasi ini secara kolektif disebut sebagai Network Layer Reachability Information NLRI. Gambar 2.9 Antarmuka router Universitas Sumatera Utara

2.5.1 Tabel Routing

Setelah router mengetahui informasi diatas, router akan menggabungkan informasi tersebut untuk membentuk entri-entri sebuah tabel. Tabel ini berada didalam memori router dan biasanya disebut sebagai tabel Routing. Tabel ini setidaknya memiliki dua field : Alamat jaringan dan hop berikutnya, yang dapat berupa ID sebuah antarmuka, semisal e0 dan bri0, atau alamat IP sebuah simpul tetangga. Setiap entri di dalam tabel disebut sebagai sebuah rute. Oleh karena itu, router pada gambar 2.9 akan memiliki kedua rute seperti yang tertera pada tabel 2.1 dalam tabel routingnya: Tabel 2.1 Tabel Routing pada router A Alamat Jaringan Subnet Mask Hop Berikutnya 10.1.1.0 10.1.2.0 255.255.255.0 255.255.255.0 e0 to0 Tabel Routing ini berfungsi menampung semua NLRI yang diketahui oleh router, sehingga router hanya perlu merujuk ke satu tempat saja untuk menentukan ke mana sebuah paket harus dikirimkan. Di dalam sebuah jaringan yang berukuran besar, tabel ini dapat menjadi cukup panjang. Tabel diatas memperlihatkan informasi minimum yang harus tersedia untuk melaksanakan proses Routing. Dalam praktiknya, tabel Routing memuat jauh lebih banyak field dari pada yang diperlihatkan disini.

2.5.2 Proses Routing

Hal berikutnya yang harus diketahui router adalah bagaimana mengidentifikasikan alamat tujuan paket-paket. Untuk mengetahui ke alamat mana paket-paket ditujukan, router harus membaca header IP setiap paket yang melewatinya, header IP memuat sebuah field alamat tujuan dan berbagai field lainnya. Nilai yang tertera pada field alamat tujuan adalah alamat IP dari terminal yang menjadi tujuan paket. Universitas Sumatera Utara Setelah router membaca field alamat IP tujuan di dalam paket, router akan membandingkannya dengan semua nilai alamat yang ada di dalam tabel Routing-nya. Ketika router menemukan alamat IP di mana perangkat tujuan berada, router akan meneruskan paket tersebut ke antarmuka yang sesuai. Sebagai contoh, perhatikan kembali gambar 2.9. Apabila router menerima sebuah paket dari antarmuka e0, dengan alamat tujuan 10.1.2.30, router akan mencari sebuah rute yang menuju ke alamat tersebut di dalam tabel Routing-nya. Ketika rute ke jaringan 10.1.2.0 berhasil ditemukan, router akan meneruskan paket itu ke antarmuka to0. Meskipun proses ini terlihat cukup sederhana, perhatikan Gambar 2.10. Gambar 2.10 Jaringan dengan dua rute dan dua antarmuka Dengan jaringan seperti diatas, tabel Routing untuk router A akan terlihat seperti tabel 2.2. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.2 Tabel Routing untuk router A Alamat Jaringan Subnet Mask Hop Berikutnya 10.1.1.0 10.1.2.0 255.255.255.0 255.255.255.0 e0 to0 Tabel Routing untuk router B akan terlihat seperti tabel 2.3 : Tabel 2.3 Tabel Routing untuk router B Alamat Jaringan Subnet Mask Hop berikutnya 10.1.2.0 10.1.3.0 255.255.255.0 255.255.255.0 to0 to1 Bila sebuah paket yang ditujukan ke alamat 10.1.3.15 tiba di antarmuka Ethernet e0 router A, maka router A akan mencari didalam tabel routingnya, dan mendapatkan bahwa rute menuju ke terminal 10.1.3.15 tidak ada di dalam tabel Routing-nya. Router akan mengirim sebuah ICMP Internet Control Message Protocol unreachable ke alamat IP internet Protocol pengirim paket tersebut, meskipun alamat jaringan 10.1.3.0 jelas-jelas ada di dalam tabel Routing milik router B. Tentu saja, permasalahannya adalah router A belum dikonfigurasikan untuk mengetahui alamat tersebut. Salah satu solusi sederhana untuk masalah ini adalah dengan menambahkan secara manual rute menuju jaringan 10.1.3.0 ke dalam tabel Routing router A. Untuk mengirim paket-paket ke jaringan 10.1.3.0, router A harus mengirim paket-paket data ke alamat 10.1.2.5, yang adalah antarmuka to0 milik router B. Selebihnya router B yang akan meneruskan paket tersebut ke tujuannya. Setelah konfigurasi ini, tabel Routing milik router A terlihat seperti tabel 2.4. Universitas Sumatera Utara Tabel 2.4 Tabel Routing router A setelah dikonfigurasi Alamat Jaringan Subnet Mask Hop berikutnya 10.1.1.0 10.1.2.0 10.1.3.0 255.255.255.0 255.255.255.0 255.255.255.0 e0 to0 10.1.2.5 Dengan demikian, paket-paket yang dikirimkan dari jaringan 10.1.1.0 dapat mencapai jaringan 10.1.3.0, namun perhatikanlah bahwa sekarang akan ditanggapi dengan sebuah pesan Request Timed Out, dan bukannya pesan Network Unreachable atau pesan paket sukses diterima. Bila diperhatikan sebuah terminal di alamat 10.1.1.100 yang berusaha mengirimkan sebuah paket PING Packet Internet Groper ke terminal lain di alamat 10.1.3.100. Ketika paket PING mencapai router A, router akan mencari alamat jaringan yang sesuai di dalam tabel Routing-nya dan kemudian meneruskan paket itu ke alamat 10.1.2.5 antarmuka to0 router B. Ketika router B menerima paket, router B akan mencari di dalam tabel Routing-nya mendapatkan alamat 10.1.3.0, dan meneruskan paket tersebut ke antarmuka token ring-nya yang kedua to1. Dari antarmuka ini paket diteruskan ke alamat terminal 10.1.3.100. Ketika terminal 10.1.3.100 menerima pesan PING Echo Request, maka terminal tersebut akan menanggapinya dengan sebuah pesan Echo Reply ke alamat 10.1.1.100. Paket ini terlebih dahulu dikirmkan ke alamat 10.1.3.1. Ketika router B menerima paket, router B tidak mengetahui rute ke alamat 10.1.1.100 dan akan menanggapinya dengan pesan ICMP Network Unreachable ke 10.1.3.100. Hal ini dikarenakan 10.1.3.100 adalah alamat pengirim yang tertera di dalam header IP paket ICMP Echo Reply. Akan tetapi, sementara kejadian ini berlangsung terminal 10.1.1.100 yang pada awalnya mengirimkan Echo Request tidak menerima pemberitahuan error apapun. Terminal 10.1.1.100 terus menunggu, dan ketika perhitungan timer-nya berakhir terminal menampilkan pesan eror Request Timed Out. Dengan demikian, dapat dilihat bahwa konfigurasi memang harus dilakukan pada kedua router router A dan router B. Sayangnya pada jaringan-jaringan masa Universitas Sumatera Utara kini router biasanya memiliki ratusan bahkan ribuan entri di dalam tabel Routing-nya. Situasi ini menjadikan konfigurasi secara manual tidak praktis. Lebih jauh lagi, untuk mempertahankan kehandalannya, sebagian besar jaringan menerapkan teknik redudansi dimana terdapat beberapa rute yang berbeda menuju ke satu tujuan yang sama sehingga berpotensi menimbulkan permasalahan looping tanpa akhir. Untuk mengatasi semua kendaa ini digunakanlah protokol Routing Tittel, Ed, 2004..

2.5.3 Protokol Routing

Protokol Routing pada dasarnya adalah metode-metode yang digunakan oleh router untuk saling mengkomunikasikan informasi NLRI. Dengan demikian, sebuah router dapat menginformasikan rute-rute yang diketahuinya kepada router-router lain yang terhubung. Tujuan-tujuan penggunaan protokol Routing adalah: a. Menyederhanakan proses manajemen jaringan karena alamat-alamat yang dicapai dapat segera diketahui secara otomatis. b. Menemukan rute-rute “bebas loop” didalam jaringan. c. Menetapkan rute “terbaik” di antara beberapa pilihan yang tersedia. d. Memastikan bahwa semua router yang ada didalam jaringan “menyetujui” rute-rute terbaik yang telah ditetapkan. Terdapat banyak protokol Routing yang digunakan dewasa ini, dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Sebagian di antaranya adalah standar terbuka open standard yang dikelola oleh badan-badan standar internasional, seperti IETF dan ISO, dan sebagian lainnya adalah standar proprieter proprietary standard yang kepemilikannya dikuasai oleh perusahaan-perusahaan swasta. Akan tetapi, semua protokol ini menyediakan suatu mekanisme bagi router untuk berkomunikasi satu sama lain, sehingga NLRI dapat terkumpul secara lengkap, selanjutnya diolah Universitas Sumatera Utara dan digunakan untuk menentukan rute-rute terbaik di dalam jaringan serta mengatasi berbagai potensi looping. Untuk dapat memilih rute yang terbaik, protokol-protokol Routing menyandarkan keputusannya pada perhitungan metrik. Metrik adalah sebuah nilai numerik yang merepresentasikan tingkat prioritas atau preferensi sebuah rute, terhadap rute-rute lainnya yang menuju ke satu tujuan yang sama. Metrik dapat dihitung berdasarkan berbagai faktor yang berbeda, yaitu: hop, Bandwidth, delay, reliability, dan load. Kondisi dimana semua router di dalam jaringan dapat mencapai “kesepakatan” bulat dalam menentukan rute terbaik, berarti dapat dikatakan jaringan dalam keadaan konvergen. Protokol Routing dapat dikelompokkan berdasarkan prilaku routingnya, terdapat dua metode Routing yang utama, yaitu distance vector, dan link-state. Keduanya menggunakan algoritma-algoritma yang berbeda, memanfaatkan informasi rute yang berbeda, menggunakan metode komunikasi antar router yang sama sekali berbeda, dan menerapkan perhitungan metrik yang berbeda juga. Contoh routing protokol: Routing Information Protocol RIP, Interior Gateway Routing Protocol IGRP, Enhanced Interior Gateway Routing Protocol EIGRP, Open Shortest Path First OSPF, Border Gateway Protocol BGP. 1. Dasar RIP diterangkan dalam RFC 1058, dengan karakteristik sebagai berikut: a. Routing protokol distance vector. b. Metric berdasarkan jumlah lompatan hop count untuk pemilihan jalur. c. Jika hop count lebih dari 15, paket dibuang. d. Update routing dilakukan secara broadcast setiap 30 detik. 2. IGRP adalah protokol routing yang dibangun oleh Cisco, dengan karakteristik sebagai berikut: a. Protokol routing distance vector. Universitas Sumatera Utara b. Menggunakan composite metric yang terdiri atas bandwidth, load, delay dan reliability. c. Update routing dilakukan secara broadcast setiap 90 detik. 3. OSPF menggunakan protokol routing link-state, dengan karakteristik sebagai berikut: a. Protokol routing link-state. b. Merupakan open standard protokol routing yang dijelaskan di RFC 2328. c. Menggunakan algoritma SPF untuk menghitung cost terendah. d. Update routing dilakukan secara floaded saat terjadi perubahan topologi jaringan. 4. EIGRP menggunakan protokol routing enhanced distance vector, dengan karakteristik sebagai berikut: a. Menggunakan protokol routing enhanced distance vector. b. Menggunakan cost load balancing yang tidak sama. c. Menggunakan algoritma kombinasi antara distance vector dan link- state. d. Menggunakan Diffusing Update Algorithm DUAL untuk menghitung jalur terpendek. e. Update routing dilakukan secara multicast menggunakan alamat 224.0.0.10 yang diakibatkan oleh perubahan topologi jaringan. 5. Border Gateway Protocol BGP merupakan routing protokol eksterior, dengan karakteristik sebagai berikut: a. Menggunakan routing protokol distance vector. b. Digunakan antara ISP dengan ISP dan client-client. c. Digunakan untuk merutekan trafik internet antar autonomous system. Universitas Sumatera Utara

2.5.3.1 Distance Vector

Algoritma Routing distance vector secara periodik mengirimkan tabel Routing dari router ke router dimana router-router tersebut saling berhubungan. Tabel Routing yang diterima akan di-update oleh router yang menerimanya. Algoritma distance vector juga disebut dengan algoritma Bellman-Ford. Setiap router menerima tabel Routing dari router tetangga yang terhubung langsung dengannya. Pada gambar 2.11 digambarkan konsep kerja dari distance vector. Gambar 2.11 Konsep Distance Vector Team, Cisco. 2003 Router B menerima informasi dari Router A. Router B menambahkan nomor distance vector, seperti jumlah hop. Router B melewatkan tabel Routing baru ini ke router-router tetangganya yang lain, yaitu Router C. Proses ini akan terus berlangsung untuk semua router. Algoritma ini mengakumulasi jarak jaringan berdasarkan hop sehingga dapat digunakan untuk memperbaiki Database informasi mengenai topologi jaringan. Setiap router yang menggunakan distance vector ini, pertama kali akan mengidentifikasi router-router tetangganya. Interface yang terhubung langsung ke Universitas Sumatera Utara router tetangganya mempunyai distance 0. Router yang menerapkan distance vector dapat menentukan rute terbaik untuk menuju ke jaringan tujuan berdasarkan informasi yang diterima dari tetangganya. Router A mempelajari jaringan lain berdasarkan informasi yang diterima dari router B. Masing-masing router lain di dalam tabel Routing-nya mempunyai akumulasi distance vector untuk melihat sejauh mana jaringan yang akan dituju Team, Cisco. 2003. Seperti yang dijelaskan oleh gambar 2.12. Gambar 2.12 Jaringan Distance vector Discovery Team, Cisco. 2003 Salah satu protokol Routing distance vector adalah RIP Routing information Protocol. Universitas Sumatera Utara

2.5.3.1.1 Routing Loops

Protokol Routing jenis distance vector mengikuti semua perubahan pada jaringan komputer internetwork dengan melakukan broadcast update Routing yang periodik, di mana broadcast ini diarahkan keluar dari semua interface-nya yang aktif. Broadcast ini mencakup tabel Routing yang lengkap. Dan jika ada kejadian sebuah network putus, masalah dapat terjadi. Ditambah lagi, convergence yang lambat dari protokol Routing jenis distance vector dapat berakibat pada tabel Routing yang tidak konsisten dan apa yang disebut Routing Loops. Routing Loops dapat terjadi karena semua router tidak ter-update secara serentak atau tidak bersamaan. Pada gambar 2.13, interface network 5 gagal. Semua router mengetahui tentang network 5 dari router E. Router A pada tabel routingnya, memiliki sebuah jalur ke network 5 melalui router B. Gambar 2.13 Routing Loop Ketika router 5 gagal, router E memberitahu router C, ini menyebabkan router C menghentikan Routing ke network 5 melalui router E. Tetapi router A, router B, dan router D tidak tahu tentang gagalnya network 5 ini. Sehingga router-router ini tetap mengirimkan informasi update keluar. Router C pada akhirnya akan mengirimkan update dari tabel routingnya keluar dan mnyebabkan router B menghentikan Routing ke network 5, tetapi router A dan router D masih belum ter-update. Bagi router A dan router D, network 5 masih tersedia melalui router B dengan metric 3. Masalah terjadi ketika router A mengirimkan keluar sebuah pesan yang selalu dikirimkannya setiap 30 detik. Yaitu yang berbunyi, “Halo, saya masih disini, berikut adalah link-link yang saya ketahui”, dimana termasuk kemampuannya mencapai Universitas Sumatera Utara network 5 melalui router B. Ketika router B dan router D menerima berita bahwa network 5 dapat dicapai dari router A, maka router-router ini akan mengirimkan informasi ke router lain bahwa network 5 masih tersedia melalui router A. Setiap paket yang ditujukan untuk network 5 akan pergi ke router A, lalu router B, dan karena tabel Routing di router B ter-update dengan informasi bahwa network 5 dapat dicapai melalui router A, maka paket tersebut akan dikirimkannya kembali ke router A. Inilah yang disebut Routing Loop.

2.5.3.1.2 Jumlah Hop Maksimum

Masalah Routing Loop disebabkan oleh informasi yang salah, yang dikomunakasikan dan disebarkan ke seluruh jaringan internetwork. Masalah ini dapat diselesaikan dengan mendefinisikan sebuah jumlah hop maksimum. RIP mengizinkan jumlah hop sampai 15, jadi apa pun yang memerlukan 16 hop akan dianggap tidak terjangkau unreachable. Dengan kata lain, setelah loop yang terdiri dari 15 hop, network 5 pada gambar 2.13 akan dianggap down atau mati. Meskipun ini sebuah solusi yang dapat dikerjakan, cara ini tidak dapat menghilangkan Routing Loop itu sendiri. Pakt masih tetap akan berjalan didalam loop, tetapi paket tersebut tidak akan berjalan terus tanpa pengecekan, mereka akan berputar-putar sebanyak 16 kali dan kemudian stop.

2.5.3.1.3 Split Horizon

Solusi lain untuk masalah Routing Loop adalah yang disebut split horizon. Hal ini mengurangi informasi Routing yang salah dan mengurangi overhead waktu pemrosesan pada sebuah network yang distance vector dengan cara menegakkan peraturan bahwa informasi itu diterma. Universitas Sumatera Utara Dengan kata lain, protokol Routing membedakan dari interface mana sebuah rute network dipelajari, dan protoko Routing tidak akan mengumumkan rute tersebut kembali ke interface yang sama.

2.5.3.1.4 Route Poisoning

Cara lain untuk menghindari masalah-masalah yang disebabkan oleh update dengan informasi yang salah Routing Loop adalah dengan apa yang disebut Route Poisoning. Sebagai contoh, dapat dilihat pada gambar 2.13 ketika network 5 matidown, router E akan mengawali Routing poisoning dengan cara mangirimkan pengumuman bahwa network 5 memiliki jumlah hop 16, atau tidak terjangkau. Poisoning ini untuk menjaga router C agar tidak menerima update yang tidak benar tentang rute ke network 5. Ketika router C menerima sebuah Route Poisoning dari router E, router C akan mengirimkan sebuah update, yang disebut poison reverse, kembali ke router E. ini memastikan agar semua rute disegmen tersebut telah menerima informasi tentang rute yang telah diracunipoison tersebut. Route Poisoning dan split horizon menciptakan sebuah network distance vector yang lebih tangguh dan dapat diandalkan, dibandingkan dengan network yang tidak menggunakannya. Kedua teknik ini sangat baik dalam mencegah loop.

2.5.3.2 Link-State

Algoritma link-state juga dikenal dengan algoritma Dijkstra atau algoritma Shortest Path First SPF. Algoritma Dijkstra adalah algoritma yang digunakan untuk menghitung jarak terpendek dari suatu simpul ke simpul yang lain pada kelompok protokol link-state, misalnya OSPF. Algoritma distance vector memiliki informasi yang tidak spesifik tentang jarak antar jaringan dan tidak mengetahui jarak router. Sedangkan algortima link-state Universitas Sumatera Utara memperbaiki pengetahuan dari jarak router dan bagaimana mereka saling terkoneksi. Fitur-fitur yang dimiliki oleh Routing link-state yaitu: a. Link State Advertisement LSA adalah paket kecil dari informasi Routing yang dikirim antar router. b. Topological Database adalah kumpulan informasi yang di dapat dari LSA- LSA. c. Algoritma SPF adalah perhitungan yang dilakukan pada Database yang menghasilkan pohon SPF. d. Tabel Routing adalah daftar rute dan interface. Gambar 2.14 Konsep Link-State Team, Cisco. 2003 Router yang berada dalam internetwork jaringan melakukan pertukaran LSA, tentang informasi yang mereka miliki. Masing-masing router membangun Database topologi yang berisi informasi LSA yang diberikan kepadanya. Algoritma SPF mengkalkulasi jaringan yang dapat dicapai. Router membangun topologi logika ini sebagai pohon tree, dengan router itu sendiri sebagai root-nya. Topologi ini berisi semua rute-rute yang mungkin ke setiap jaringan Universitas Sumatera Utara yang berada dalam jaringan yang memakai protokol link-state. Router kemudian menggunakan SPF untuk memperpendek rute-rute ini. Router tersebut mendaftarkan rute-rute dan interface-interface terbaik ke jaringan-jaringan yang dapat dituju di dalam tabel Routing Team, Cisco. 2003. Protokol ini menggunakan paket hello yang dikirim secara periodik untuk maintain jaringan dari perubahan yang terjadi. Router-router mengirimkan paket hello ke seluruh jaringan yang terhubung secara periodik, jika paket tidak terdengar maka jaringan dianggap down defaultnya 4 kali periode paket hello.

2.6 RIP Routing Information Protocol