Analisis Kinerja Jaringan Komputer Wireless Di Universitas Sumatera Utara

(1)

TUGAS AKHIR

ANALISIS KINERJA JARINGAN KOMPUTER WIRELESS DI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

Diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan dalam menyelesaikan pendidikan sarjana (S-1) pada Departemen Teknik Elektro

Oleh

HANNA M ARI ANC E SAM OSIR 040402088

DEPARTEMEN TEKNIK ELEKTRO

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

ABSTRAK

Universitas Sumatera Utara (USU) memiliki suatu jaringan berbentuk

wireless LAN yang dapat memberikan kemudahan dalam pengelolaan data antar

fakultas dan gedung yang ada di USU. Saat ini jaringan wireless media yang ada digunakan sebagai koneksi back-haul untuk gedung-gedung di lingkungan USU yang belum terjangkau oleh kabel serat optik dan UTP. Agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan, maka kinerja jaringan harus berada pada kondisi yang baik. Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis terhadap kinerja jaringan, sehingga dapat memberikan gambaran tentang kondisi jaringan wireless yang ada sekarang ini. Analisis kinerja jaringan meliputi perhitungan Tingkat penerimaan sinyal, Free

space loss, dan System Operating Margin (SOM) jaringan tersebut. Dari hasil

analisis diperoleh bahwa secara keseluruhan, ditinjau dari perangkat yang digunakan jaringan wireless LAN Universitas Sumatera Utara sudah memiliki kinerja yang baik. Hal ini berdasarkan nilai system operating margin (SOM) yang diperoleh sebesar 41.37 dB, 45.13 dB dan 45.69 dB yang mana jauh lebih besar dari 5 dB, sehingga dapat mengatasi interferensi, noise, rugi-rugi atmosfir, arah antena yang tidak tepat dan refleksi. Selain itu juga dapat mengatasi fading dan multipath karena


(3)

KATA PENGANTAR

Puji dan Syukur Penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas berkat dan rahmatNya sehingga penulis diberikan kemampuan untuk dapat menyelesaikan Tugas Akhir ini dengan baik.

Tugas Akhir ini berjudul: “ Analisis Kinerja Jaringan Komputer Wireless

di Universitas Sumatera Utara“. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat

untuk memperoleh gelar kesarjanaan pada Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Penulis menyampaikan rasa sayang dan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada kedua orangtua saya, Ayahanda R. Samosir dan Ibunda Bunga Sitanggang, yang telah membesarkan, mendidik dan selalu mendoakan saya, serta cinta kasih saya kepada saudara-saudara saya Jerry Marthin Samosir, Abdi Andrius Samosir, dan Moris Berto Samosir.

Dalam kesempatan ini juga penulis menyampaikan rasa terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Maksum Pinem,ST, MT selaku Dosen Pembimbing Tugas Akhir, yang dengan ikhlas dan sabar memberikan masukan, dukungan, bimbingan dan motivasi dalam penulisan Tugas Akhir ini.

2. Bapak Ir. Mustafrind Lubis, selaku Dosen Wali selama saya mengikuti perkuliahan.

3. Bapak Prof. Dr. Ir. Usman Baafai, selaku Ketua Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.


(4)

4. Bapak Rahmad Fauzi, ST, MT, selaku Sekretaris Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

5. Seluruh staf pengajar di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara, yang telah memberikan bekal ilmu kepada saya selama mengikuti perkuliahan.

6. Seluruh karyawan di Departemen Teknik Elektro Fakultas Teknik Elektro Universitas Sumatera Utara.

7. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan Angkatan 2004 yang selalu peduli dan perhatian!!! Thankyou guys!.

8. Terimakasih kepada sahabat-sahabat terbaikku, baik KTB, KK Imagodei, dan sahabat-sahabat di Teknik. Kalian semualah yang tak pernah lupa mendoakan aku selalu.

9. Teman-teman mahasiswa dan semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa Tugas Akhir ini masih sangat jauh dari sempurna, baik dari segi materi maupun cara penyajiannya. Oleh karena itu, penulis siap menerima saran dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun demi kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap agar Tugas Akhir ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan penulis.

Medan, Juni 2010 Penulis


(5)

DAFTAR ISI

ABSTRAK ……….. i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR GAMBAR ...viii

DAFTAR TABEL ... xi

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah ... 1

1.2 Rumusan Masalah ………... 2

1.3 Tujuan Penulisan ………... 2

1.4 Batasan Masalah ……… 2

1.5 Metode Penulisan ……….. 3

1.6 Sistematika Penulisan ... 3

BAB II DASAR SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS 2.1 Umum ……….... 5

2.2 Gelombang Radio ... 5

2.2.1 Absorption ... 8

2.2.2 Reflection ... 8

2.2.3 Diffraction ... 9

2.2.4 Interferance ... 10


(6)

2.2.6 Gain ... 13

2.2.7 Power Loss... 13

2.3 Media Wireless LAN... 14

2.3.1 Inframerah...………. 14

2.3.2 Narrow Band...………….………… 15

2.3.4 Spread Spectrum ...………. 16

2.4 Antena ...………. 23

2.4.1 Antena Omni-Directional ...………. 23

2.4.2 Antena Semi-directional ...……….. 25

2.4.3 Antena Highly-Directional ...………. 26

BAB III JARINGAN WIRELESS LAN 3.1Umum ...………... 28

3.2Standarisasi Wireless LAN ...………... 28

3.2.1 IEEE 802.11...………. 29

3.2.2 802.11a ...……… 30

3.2.3 802.11b ...…. 31

3.2.4 802.11g ...……… 32

3.3 Aplikasi Wireless LAN ………... 32

3.3.1 Akses Role ...………. 32

3.3.2 Perluasan Jaringan ...……… 33

3.3.3 Menghubungkan Gedung yang Satu dengan yang Lain ..…. 34

3.3.4 Pengiriman Data berjarak Mil ...……… 34


(7)

3.3.6 Small Office – Home Office ...……….. 35

3.3.7 Mobile Offices ...……… 36

3.4 Arsitektur Wireless LAN ………. 36

3.4.1 Basic Service Set ...………. 36

3.4.2 Extended Service Set ...……… 37

3.4.3 Independent Basic Service Set ...………. 38

3.5Media Access Control (MAC) ...………...……... 39

3.6 Infrastruktur Wireless LAN ...………... 41

3.6.1 Server ...……….. 41

3.6.2 Switch/Hub ...……….. 42

3.6.3 Access Point ...……… 43

3.6.4 Wireless Adapter ...………... 43

3.6.5 Bridge ...………… 44

3.6.6 Pigtail ...……… 44

3.7Jaringan Wireless LAN USU ...……….. 45

3.8Parameter Analisis ... 48

3.8.1 Tingkat Penerimaan Sinyal (Rx Signal Level) ...………….. 48

3.8.2 System Operating Margin ...……….. 50

BAB IV ANALISIS KINERJA JARINGAN KOMPUTER WIRELESS DI UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 4.1.Pendahuluan ……….. 52

4.2.Analisis Kinerja Jaringan Komputer Wireless di Universitas Sumatera Utara ... 52


(8)

4.2.1. Spesifikasi Perangkat Radio pada Base Station dan CPE ... 53

4.2.2. Tingkat Penerimaan Sinyal ...………...………….. 54

4.2.3. Perhitungan System Operating Margin .……….. 55

4.2.4. Perhitungan link PSI-Fakultas Teknik ....……….. 57

4.2.5. Perhitungan link PSI-Suara USU...…..……….. 58

4.2.6. Perhitungan link PSI-Bengkel IT...…..……….. 59

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ………. 62

5.2 Saran ……… 62

DAFTAR PUSTAKA ………. 63 LAMPIRAN


(9)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Gelombang Radio ... 6

Gambar 2.2 Channel pada 802.11b ... 7

Gambar 2.3 Reflection pada gelombang radio ... 9

Gambar 2.4 RF Signal Difration ... 9

Gambar 2.5 Diffraction pada puncak sebuah tebing ... 10

Gambar 2.6 Constructive dan Destructive interference ... 11

Gambar 2.7 Line of Sight dan Fresnel Zones ... 12

Gambar 2.8 Power Gain ... 13

Gambar 2.9 Power Loss …………...………. 14

Gambar 2.10 Frekuency Hopping dengan lima frekuensi ... 18

Gambar 2.11 Overlapping yang terjadi pada DSSS ... 20

Gambar 2.12 Channel yang tidak overlapping pada sistem DSSS ... 20

Gambar 2.13 Perbandingan co-location ... 22

Gambar 2.14 Antena ‘donat’ Dipole ………...… 24

Gambar 2.15 Gambar samping Antena Dipole ………...………… 24

Gambar 2.16 Cakupan area dengan penguatan terbesar dari antena omni-directional ………...…. 25

Gambar 2.17 Hubungan Point-to-multipoint ... 25

Gambar 2.18 Jangkauan Antena Semi-directional ... 25

Gambar 2.19 Hubungan Point to Point menggunakan Antena Semi-Directional . 26 Gambar 2.20 Contoh Antena Highly-Directional Berbentuk Parabola ... 26


(10)

Gambar 2.22 Pola Radiasi Antena Highly-Directional ... 27

Gambar 3.1 Akses role dari wireless LAN ... 33

Gambar 3.2 Perluasan Jaringan ……...….. 33

Gambar 3.3 Koneksi antar Gedung ………...……….... 34

Gambar 3.4 Layanan Data yang Jauh ... 34

Gambar 3.5 Mobilitas ………...……… 35

Gambar 3.6 SOHO Wireless LAN ... 35

Gambar 3.7 Suatu sekolah dengan kelas yang mobilitas ……….. 36

Gambar 3.8 Basic Service Set …………...…………... 37

Gambar 3.9 Extended Service Set ... 38

Gambar 3.10 Independent Service Set ... 39

Gambar 3.11 MAC Frame untuk IEEE 802.11 ………...…….. 39

Gambar 3.12 Prinsip kerja CSMA/CA ……...….. 41

Gambar 3.13 Konfigurasi Jaringan Wireless LAN ………....………….... 42

Gambar 3.14 Access Point ... 43

Gambar 3.15 Wireless adapter ………...……… 44

Gambar 3.16 wireless bridge ... 44

Gambar 3.17 Pigtail ………...……….. 45

Gambar 3.18 Jaringan Akses Tanpa Kabel …………...…………... 46

Gambar 3.19 Arsitektur USUnet ... 47

Gambar 4.1 Link base station ke CPE ………... 52

Gambar 4.2 Calculator untuk perhitungan SOM ... 56

Gambar 4.3 Perhitungan link PSI-Fakultas Teknik ... 57


(11)

Gambar 4.5 Perhitungan link PSI-Bengkel IT... 59 Gambar 4.6 Kinerja Perangkat Wireless LAN USU .………...………... 61


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Standarisasi Perangkat Jaringan …………...…….. 29 Tabel 4.1 Spesifikasi Perangkat Radio WLAN USU ... 53 Tabel 4.2 Kinerja Perangkat Radio WLAN di USU ……...……. 60


(13)

ABSTRAK

Universitas Sumatera Utara (USU) memiliki suatu jaringan berbentuk

wireless LAN yang dapat memberikan kemudahan dalam pengelolaan data antar

fakultas dan gedung yang ada di USU. Saat ini jaringan wireless media yang ada digunakan sebagai koneksi back-haul untuk gedung-gedung di lingkungan USU yang belum terjangkau oleh kabel serat optik dan UTP. Agar dapat memberikan pelayanan yang memuaskan, maka kinerja jaringan harus berada pada kondisi yang baik. Untuk itu perlu dilakukan suatu analisis terhadap kinerja jaringan, sehingga dapat memberikan gambaran tentang kondisi jaringan wireless yang ada sekarang ini. Analisis kinerja jaringan meliputi perhitungan Tingkat penerimaan sinyal, Free

space loss, dan System Operating Margin (SOM) jaringan tersebut. Dari hasil

analisis diperoleh bahwa secara keseluruhan, ditinjau dari perangkat yang digunakan jaringan wireless LAN Universitas Sumatera Utara sudah memiliki kinerja yang baik. Hal ini berdasarkan nilai system operating margin (SOM) yang diperoleh sebesar 41.37 dB, 45.13 dB dan 45.69 dB yang mana jauh lebih besar dari 5 dB, sehingga dapat mengatasi interferensi, noise, rugi-rugi atmosfir, arah antena yang tidak tepat dan refleksi. Selain itu juga dapat mengatasi fading dan multipath karena


(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dewasa ini penggunaan komputer dalam mendukung kinerja suatu instansi maupun personal sudah sangat dibutuhkan, sehingga bisa dikatakan menjadi suatu keharusan atau dapat dikatakan kebutuhan yang sangat penting untuk segera dipenuhi. Hal ini tentunya menyebabkan semakin bertambahnya kebutuhan akan pemindahan data dari satu terminal ke terminal lain yang dipisahkan oleh jarak.

Jaringan tersebut dikenal dengan Local Area Network (LAN) yang dapat berbentuk

wireless ataupun jaringan yang menggunakan kabel sebagai media transmisinya.

Sesuai dengan namanya wireless artinya nirkabel, WLAN (Wireless Local Area

Network) adalah jaringan lokal (dalam satu gedung, ruang, antar gedung, dan

sebagainya) yang tidak menggunakan kabel.

Universitas Sumatera utara sebagai salah satu institusi pendidikan di Sumatera Utara-Medan, juga sangat membutuhkan dukungan penting dari penggunaan komputer yang lebih cepat dan efisien. Dalam hal ini USU telah memiliki suatu jaringan berbentuk WLAN yang dapat memberikan kemudahan dalam pengelolaan data antar fakultas dan gedung yang ada. Jaringan wireless LAN USU berpusat di PSI (Pusat Sistem Informasi) sebagai Base Station. Agar PSI dapat memberikan pelayanan yang memuaskan kepada pemakai, maka kinerja jaringan harus berada pada kondisi yang baik. Kondisi dan unjuk kerja yang baik harus dipertahankan dan bila mungkin ditingkatkan, sementara kondisi dan kinerja yang kurang baik harus dianalisis dan dievaluasi untuk menemukan kendala atau hambatan yang mempengaruhinya. Dalam


(15)

penelitian ini, masalah yang di tinjau adalah kondisi jaringan WLAN di USU berdasarkan besarnya Tingkat penerimaan sinyal dan System Operating Margin.

1.2 Rumusan Masalah

Dari latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan antara lain:

1. Struktur jaringan (kondisi) WLAN di USU.

2. Apa saja parameter yang digunakan untuk menganalisis kinerja WLAN USU? 3. Bagaimana pengaruh parameter yang di analisis terhadap jaringan WLAN

USU?

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk menganalisis performansi kinerja perangkat WLAN di Universitas Sumatera Utara.

1.4 Batasan Masalah

Untuk membatasi permasalahan dalam tugas akhir agar lebih terarah dan tidak meluas, maka batasan batasan masalah dalam Tugas Akhir ini adalah :

1. Jaringan yang dibahas yakni jaringan wireless LAN radio to radio yang ada di Universitas Sumatera Utara

2. Kinerja yang di analisis hanya mencakup tingkat free space loss, tingkat penerimaan sinyal dan system operating margin dari perangkat jaringan


(16)

1.5 Metodologi Penulisan

Metode penulisan yang digunakan dalam penulisan Tugas Akhir ini adalah:

1. Studi Literatur, berupa studi kepustakaan dan kajian dari jurnal jurnal, artikel pendukung.

2. Studi Analisis yakni :

a. Memahami dan mempelajari teori pengetahuan mengenai wireless b. Melakukan pengumpulan data, perhitungan, dan analisis data

c. Mengambil kesimpulan melalui keterkaitan hasil yang diperoleh dalam penelitian yang nyata terhadap teori yang ada.

1.6 Sistematika Penulisan

Materi pembahasan dalam Tugas Akhir ini diurutkan dalam lima bab yang diuraikan sebagai berikut:

BAB I PENDAHULUAN

Bab ini merupakan pendahuluan yang berisikan tentang latar belakang masalah, tujuan penulisan, batasan masalah, metode penulisan, dan sistematika penulisan.

BAB II DASAR SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

Bab ini berisikan teori dasar komunikasi wireless khususnya tentang gelombang radio, spread spectrum, dan antena.


(17)

BAB III JARINGAN WIRELESS LAN

Bab ini menerangkan bagaimana jaringan wireless LAN, dimulai dari pengenalan, aplikasi, topologi dan infrastruktur. Juga dijabarkan bagaimana kondisi wireless LAN USU.

BAB IV ANALISIS KINERJA JARINGAN WIRELESS LAN USU

Bab ini berisi tentang perhitungan parameter yang digunakan untuk menganalisis kinerja WLAN USU.

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

Bab ini berisi tentang kesimpulan dan saran dari hasil analisis data yang diperoleh.


(18)

BAB II

DASAR SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

2.1 Umum

Jaringan wireless menggunakan gelombang radio (Radio Frequency/RF) atau gelombang micro untuk melakukan komunikasi antar perangkat jaringan komputer. Kelebihan utama dari jaringan wireless adalah mobilitas dan terbebasnya perangkat dari kerumitan bentangan kabel. Kekurangannya adalah adanya interferensi radio oleh cuaca, perangkat wireless lain, halangan tembok, gedung, gunung atau bahkan pohon besar yang tinggi.

2.2 Gelombang Radio

Komunikasi wireless menggunakan spektrum elektromagnetik untuk mengirim sinyal. Kekuatan elektromagnetik adalah kekuatan antara beban elektrik dan arus elektrik. Kekuatan elektrik adalah kekuatan antar beban elektrik, sedangkan kekuatan magnetik adalah kekuatan antar arus elektrik. Radio adalah istilah yang digunakan untuk bagian spektrum elektromagnetik dimana gelombang dapat dihasilkan dengan menerapkan arus bolak balik untuk suatu antena. Suatu gelombang mempunyai kecepatan, frekuensi, dan panjang gelombang. Relasi antar ketiganya dapat dibentuk pada Persamaan 2-1 [1].

(2-1)

Panjang gelombang (yang disebut lambda, χ ) adalah jarak satu titik gelombang ke titik berikutnya yang relevan, contohnya dari satu puncak titik gelombang ke titik puncak gelombang berikutnya. Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melewati


(19)

suatu titik pada waktu tertentu. Kecepatan diukur dalam meter per detik, sedangkan frekuensi dalam putaran per detik (Hz), dan panjang gelombang dalam meter. Gelombang juga mempunyai amplitudo. Amplitudo adalah jarak dari pusat gelombang ke puncak/lembah gelombang dan dapat disebut sebagai tinggi gelombang. Relasi antar frekuensi, panjang gelombang dan amplitudo dapat dilihat pada Gambar 2.1 [1].

Gambar 2.1 Untuk gelombang ini, frekuensinya 2 putaran per detik atau 2Hz

Polarisasi merupakan sangat penting dalam gelombang radio. Polarisasi digunakan untuk mendeskripsikan arah gelombang radio, biasanya yang dipakai untuk menentukan arah antena access point. Peranan polarisasi antena sangat penting, karena jika arah antena salah atau tidak tepat akan menyebabkan hilangnya kekuatan sinyal, meskipun antena yang digunakan mempunyai kekuatan sinyal yang besar. Biasanya kesalahan menentukan arah polarisasi ini disebut polarization mismatch.

Bandwidth adalah ukuran dalam kurun frekuensi tertentu. Jika frekuensi yang

digunakan antara 2.40 GHz sampai 2.48 GHz, maka bandwidth yang digunakan sebesar 0.08 GHz atau 80 MHz. Bandwidth yang didefenisikan disini berhubungan erat dengan jumlah data yang dapat ditransmisikan. Lebih besar kapasitas frekuensi yang dipakai, lebih besar pula data yang dapat dibawa pada kurun waktu tertentu.


(20)

Biasanya orang menyebut bandwidth untuk mengukur kecepatan internet, seperti “koneksi internetku 1 Mbps”, yang berati koneksi internet itu dapat mentransmisikan data 1 megabit per detik.

Channel adalah spektrum yang dibagi menjadi ukuran yang lebih kecil yang

didistribusikan pada frekuensi. Channel mempunyai lebar 22 MHz, tetapi jarak antar

chanel hanya 5 MHz. Ini berarti chanel satu dengan sebelahnya terdapat

penumpukan dan dapat menyebabkan interferensi antar satu dengan yang lainnya. Gambar 2.2 [1] merupakan channel pada frekuensi 2.4 GHz yang dipakai oleh 802.11b.

Gambar 2.2 Channel pada 802.11b

Untuk kasus 802.11b, dapat diambil tiga channel yang dapat digunakan secara bersamaan pada tempat yang berdekatan, yaitu chanel 1, 6 dan 11.

Ada beberapa kebiasaan atau perilaku dari gelombang radio [1] :

1. Panjang gelombang semakin panjang, semakin dapat mengantarkan data pada jarak yang lebih jauh.

2. Panjang gelombang semakin panjang, semakin baik mengantarkan data. 3. Semakin pendek panjang gelombang, lebih banyak membawa data.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gelombang radio di suatu tempat, yaitu

absorption, reflection, difraction, interference, line of sight, gain, dan power loss. 2.2.1 Absorption


(21)

1. Metal (logam), elektron dapat bergerak bebas pada logam, dan dapat menyerap energi dari gelombang yang melewatinya.

2. Water (air), microwave menyebabkan molekul air berdesakan disekitarnya,

sehingga dapat mengurangi energi gelombang ketika melewatinya.

Material-material lain yang memiliki efek lebih kompleks pada penyerapan gelombang radio, antara lain :

1. Pohon dan Kayu, penyerapan tergantung pada kandungan air yang terdapat dalam pohon atau kayu. Kayu yang kering lebih kecil menyerap energi radio dibandingkan dengan kayu basah.

2. Plastik dan materi sejenisnya pada umumnya tidak banyak menyerap energi radio, akan tetapi perbedaan penyerapan ini bergantung pada frekuensi dan jenis materinya

2.2.2 Reflection

Seperti halnya pada gelombang cahaya, gelombang radio juga akan mengalami

reflection (pemantulan) ketika menabrak permukaan suatu material. Sumber utama

terjadinya reflection pada gelombang radio adalah metal (logam) dan permukaan

water (air).

Aturan reflection cukup sederhana, yaitu “besar sudut gelombang yang menuju permukaan sama dengan besar sudut tersebut dipantulkan” (lihat Gambar 2.3). Gelombang dengan polarisasi yang berbeda, akan memiliki reflection yang berbeda pula.


(22)

Gambar 2.3 Reflection pada gelombang radio

2.2.3 Diffraction

Diffraction terjadi pada saat gelombang radio menabrak suatu obyek. Gelombang

radio dapat berbelok saat mengenai suatu obyek sehingga menimbulkan efek yang disebut “waves going arround corners”. Hal ini dapat kita lihat melalui Gambar 2.4 dan Gambar 2.5.


(23)

Gambar 2.5 Diffraction pada puncak sebuah tebing

2.2.4 Interference

Penggabungan antar dua kekuatan gelombang. Terdapat dua jenis interference, yaitu :

1. Constructive interference, penggabungan dua gelombang yang memiliki bentuk

amplitudo yang serupa. Bukit gelombang 1 bertemu dengan bukit gelombang 2 dan lembah gelombang satu bertemu dengan lembah gelombang 2 (1+1=2). Menghasilkan gelombang yang lebih kuat.

2. Destructive interference, penggabungan dua gelombang yang memiliki bentuk

amplitudo yang berbeda. Bukit gelombang 1 bertemu dengan lembah gelombang 2 dan lembah gelombang 1 bertemu dengan bukit gelombang 2 (1+(-1)=0). Menghasilkan gelombang yang lebih lemah.

Constructive interference dan Destructive interference dapat digambarkan seperti


(24)

Gambar 2.6 Constructive dan Destructive interference

2.2.5 Line of Sight

Line of sight yang biasanya disingkat dengan LOS, merupakan cara yang mudah

untuk mengerti ketika berbicara mengenai cahaya yang terlihat (visible light). Jika kita melihat titik A dari titik B dimana kita berada, kita akan mempunyai line of

sight. Cara paling mudah adalah ketika kita menarik garis antara titik A dan titik B,

jika tidak ada halangan antara kedua titik tersebut maka kita mempunyai line of sight. Ada banyak hal yang lebih rumit ketika kita bekerja pada gelombang mikro. Ingat bahwa sebagian besar karakteristik penggandaan gelombang elektromagnetik terbagi sesuai panjang gelombangnnya. Ini juga kasus untuk pelebaran gelombang ketika mereka bekerja. Cahaya mempunyai panjang gelombang sekitar 0.5 mikrometer, sedangkan gelombang mikro yang digunakan pada jaringan wireless mempunyai panjang gelombang beberapa sentimeter. Konsekuensinya, berkas jaringan wireless lebih luas – perlu lebih banyak tempat, juga untuk berinteraksi. Untuk lebih jelas tentang line of sight, kita perlu mengenal konsep fresnel zones.

Teori fresnel zones cukup rumit, tetapi konsepnya cukup mudah dimengerti : kita tahu dari prinsip huygens bahwa setiap titik dari medan gelombang yang mulai bekerja, berkas gelombang mikro melebar. Kita tahu bahwa gelombang pada satu


(25)

frekuensi dapat interferensi dengan yang lain. Teori sederhana fresnel zones terlihat pada garis A ke B, dan kemudian pada ruang kosong sekitar garis yang berperan untuk tiba dititik B. Beberapa gelombang dari titik A langsung pergi ketitik B (line of

sight), sedang gelombang yang lain pergi melalui bagian lain. Sebagai

konsekuensinya, gelombang yang pergi secara tidak langsung (tidak dalam line of

sight) mengalami hambatan karena ada halangan seperti pohon atau gedung yang ada

diantara titik A dan titik B seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7 [1]. Rumus untuk teori fresnel zones terdapat pada Persamaan 2-2 [1].

(2-2) dimana,

r = radius dalam meter

N = zone untuk perhitungan (biasanya 60%, jadi N=0.6) dan = jarak dari halangan ke masing masing titik f = frekuensi yang dipakai dalam MHz, d = jarak antar titik

Gambar 2.7 Line of Sight dan Fresnel Zones

2.2.6 Gain

Gain, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.8 [2], adalah istilah yang digunakan

untuk menguraikan suatu peningkatan di (dalam) suatu amplitudo sinyal RF. Gain pada umumnya adalah suatu proses aktif; yang berarti suatu sumber energi eksternal,


(26)

contohnya adalah RF amplifier, yang mana digunakan untuk memperkuat sinyal atau suatu antena dengan gain tinggi digunakan untuk beamwidth suatu sinyal untuk meningkatkan amplitudo sinyal nya.

Gambar 2.8 Power Gain

2.2.7 Power Loss

Loss menggambarkan sebuah penurunan kekuatan sinyal (Gambar 2.9). Banyak cara

yang dapat menyebabkan kerusakan sinyal, baik ketika sinyal masih dalam kabel seperti sinyal AC yang berfrekuensi tinggi dan ketika sinyal dipancarkan seperti gelombang radio melalui udara dengan antena. Resistansi dari kabel dan konektor menyebabkan kerusakan karena perubahan sinyal AC terlalu panas. Impedansi yang tidak seimbang pada kabel dan konektor dapat mengakibatkan power direfleksikan kembali ke sumber, yang mana dapat menyebabkan degradasi sinyal.


(27)

2.3 Media Wireless LAN

Ada tiga media yang digunakan wireless LAN ini, yakni : a. Inframerah

b. Narrow band c. Spread spectrum

2.3.1 Inframerah

Inframerah banyak digunakan dalam komunikasi jarak dekat, contoh paling umum dalam pemakaian inframerah adalah remote control. Gelombang IR mudah dibuat, harganya murah, lebih bersifat directional, tidak dapat menembus tembok atau benda gelap, memiliki fluktuasi daya tinggi, dan dapat diinterferensi oleh cahaya matahari. Inframerah juga digunakan sebagai salah satu media dalam wireless LAN dikarenakan sederhana, murah, mempunyai data rate tinggi (100 Mbps), dan konsumsi dayanya kecil.

Inframerah menggunakan sinyal frekuensi yang sama yang digunakan pada

fiber optic. IR hanya mendeteksi amplitudo dari suatu sinyal sehingga interferensi

dapat dikurangi. Transmisi dari inframerah beroperasi pada daerah spektrum cahaya sehingga memerlukan lisensi dari FCC. Wireless LAN dengan menggunakan IR memiliki tiga macam teknik, yaitu Diffused IR (DF IR), Directed Beam IR (DBIR), dan Quasi Diffused IR (QDIR).

a. Diffused IR (DF IR)

Teknik ini memanfaatkan komunikasi melalui pantulan. Keunggulannya adalah tidak memerlukan line of sight (LOS) antara pengirim dan penerima dan menciptakan portabelitas terminal. Kelemahannya adalah membutuhkan daya yang


(28)

tinggi, data rate dibatasi oleh multipath, berbahaya untuk mata telanjang dan resiko interferensi pada keadaan simultan adalah tinggi.

b. Directed Beam IR (DB IR)

Teknik ini menggunakan prinsip LOS, sehingga arah radiasinya harus diatur. Keunggulannya adalah konsumsi daya rendah, data rate tinggi dan tidak ada

multipath. Kelemahannya adalah terminalnya harus fixed dan komunikasinya harus

LOS.

c. Quasi Diffused IR (QD IR)

Setiap terminal berkomunikasi dengan pemantul, sehingga pola radiasi harus terrarah. Q DIR terletak antara DF IR dan DB IR (konsumsi daya lebih kecil dari DF IR dan jangkauannya lebih jauh dari DB IR).

2.3.2 Narrow Band

Pada narrow band ini menggunakan gelombang mikro (MW) yang beroperasi kurang dari 500 mili watts sesuai dengan ketentuan dari FCC. Saat ini narrow band merupakan sistem yang paling sedikit digunakan. Narrow band ini mempunyai modulasi frekuensi tunggal yang berada pada 5.8 GHz. Keuntungan yang terdapat pada narrow band ini adalah tidak terdapat pengeluaran tambahan pada sistem

spread spectrum.

2.3.3 Teknologi Spread Spectrum

Spread spectrum adalah sebuah teknologi komunikasi yang memberikan karakter

kepada lebar bandwidth dan low peak power. Komunikasi spread spectrum digunakan dalam berbagai macam teknik modulasi pada sistem wireless LAN.


(29)

Teknologi spread spectrum mengambil informasi yang sama dengan sebelumnya yang akan dikirimkan dengan menggunakan sinyal pengangkut

narrowband dan menyebarnya ke luar dengan frekuensi jarak yang lebih besar.

Dengan penggunaan frekuensi spektrum yang lebih luas, dapat mengurangi kemungkinan data yang rusak.

Ada dua jenis teknologi spread spectrum yang ditetapkan oleh FCC, yakni

Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS) dan Direct Sequences Spread Spectrum (DSSS).

a. Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS)

Frequency Hopping Spread Spectrum adalah teknik spread spectrum yang

menggunakan frequency khusus untuk menyebarkan data lebih dari 83 MHz. Kecepatan frekuensi tergantung pada kemampuan radio untuk merubah frekuensi transmisi ke dalam RF band frekuensi yang dapat dipakai. Pada sistem wireless LAN dengan frequency hopping ini, FCC mengatur bahwa band ISM yang digunakan adalah 83.5 MHz.

Pada frekuensi hopping, frekuensi carrier pengubah, atau dapat disebut pula dengan hops, sama dengan bilangan pseudorandom (pseurandom sequence). Bilangan pseudorandom ini menunjukkan beberapa nilai frekuensi dimana nilai tersebut akan berubah ubah (loncat) dalam beberapa waktu tertentu sebelum kembali ke nilai awal lagi sehingga membentuk suatu pola tertentu dan transmitter menggunakan nilai nilai tersebut (hop sequence) untuk frekuensi transmisinya.

Pada teknik di atas, waktu yang digunakan frekuensi carrier akan tetap nilainya (sebelum berubah) disebut dengan dwell time. Setelah masa dwell time habis maka sistem akan melakukan perpindahan ke frekuensi lain dan memulai transmit


(30)

lagi. Sebagai contoh sebuah sistem frequency hopping melakukan transmit hanya pada dua frekuensi, 2.401 GHz dan 2.402 GHz. Sistem akan melakukan transmit pada frekuensi 2.401 GHz selama, misal waktu dwell time 100 mili detik, maka setelah 100 mili detik gelombang radio berubah frekuensi transmitter-nya ke 2.402 GHz dan mengirim data pada frekuensi tersebut selama 100 milidetik. Dan proses tersebut akan berulang seterusnya. FCC menyatakan bahwa nilai maksimum dwell

time pada FHSS adalah 400 milidetik per frekuensi carrier pada 30 detik periode

waktu. Pada waktu gelombang radio pada frequency hopping melakukan perpindahan (loncat) dari frekuensi A ke frekuensi B. Hal ini adalah mengubah ke circuit yang lain pada frekuensi yang baru atau mengganti beberapa elemen pada

circuit lama seolah olah berubah menjadi frekuensi yang baru. Pada kasus lain,

proses perubahan menjadi frekuensi yang baru harus diselesaikan sebelum transmisi dilanjutkan. Pada proses tersebut terdapat waktu dimana terjadi perubahan frekuensi pada saat gelombang radio tidak melakukan transmisi, waktu ini disebut dengan hop

time. Hop time dalam kisaran mikro detik sehingga dibandingkan dengan dwell time

yang berkisar milidetik, hop time memiliki waktu yang sangat kecil sekali. Secara khusus sistem FHSS 802.11 perpindahan antar channel dalam 200-300 mikrodetik.

Gambar di bawah ini menunjukkan sistem frekuensi hopping dimana menggunakan lima frekuensi dari hop sequence. Lima frekuensi tersebut adalah: 2,449 GHz, 2,452 GHz, 2,448 GHz, 2,450 GHz, dan 2,451 GHz.


(31)

Gambar 2.10 Frekuency Hopping dengan lima frekuensi

Pada Gambar 2.10 [2] setelah gelombang radio melakukan transmisi data pada frekuensi carrier 2,451 GHz, gelombang radio akan mengulang kembali hop

sequence awal yakni 2,449 GHz. Proses ini dilakukan sampai data yang diterima

lengkap.

Pada sisi penerima, hop sequence gelombang radio harus sinkronisasi terhadap pengirim sehingga menerima frekuensi yang tepat dan pada waktu yang tepat pula. Kemudian sinyal yang diterima dimodulasi dan digunakan pada komputer penerima.

b. Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS)

Direct Sequence Spectrum merupakan tipe spread spectrum yang sudah

banyak dikenal dan dapat dipakai karena implementasinya dan data rate yang tinggi. Kebanyakan dari peralatan wireless LAN yang digunakan sekarang ini menggunakan teknologi ini. Metode yang digunakan pada DSSS dalam pengiriman data dimana

transmit dan receive-nya disebarkan langsung pada suatu band (pita) tertentu

(misalnya 22 MHz).

DSSS menggabungkan sinyal data pada station pengiriman dengan bit

sequence yang mempunyai data rate yang tinggi, dimana hal ini disebut chipping code atau processing gain atau spreading ratio. Semakin tinggi processing gain,


(32)

maka semakin besar sinyal yang resisten terhadap interferensi. Semakin rendah

processing gain, maka semakin besar jumlah bandwidth tersedia untuk user. FCC

mengeluarkan peraturan bahwa spreading ratio harus lebih dari sepuluh. Sebagian besar dari produk produk yang terdapat di pasaran mempunyai suatu spreading ratio kurang dari 20 dan standar baru dari IEEE 802.11 memakai suatu spreading ratio sebelas. Seperti yang dijelaskan di atas, pemancar dan penerima pada DSSS harus disamakan dengan memakai processing gain yang sama. Apabila processing gain ortogonal digunakan lebih dari satu LAN maka dapat dibagi pada band yang sama. Karena sistem DSSS menggunakan subchannel- subchannel yang lebar, maka banyaknya co-located LAN menjadi terbatas oleh ukuran subchannels.

Dalam mendefenisikan sebuah channel pada sistem direct sequence menggunakan cara lebih konvensional daripada FHSS. Masing masing channel pada sistem direct sequence saling berdekatan dengan lebar frekuensi 22 MHz. Sebagai contoh dapat di lihat pada Gambar 2.11 [2].

Gambar 2.11 Overlapping yang terjadi pada DSSS

Seperti terlihat pada Gambar 2.12 channel pada DSSS, sistem direct sequence terjadi

overlapping pada masing-masing channel-nya sehingga hal ini menyebabkan

interferensi pada sistem. Channel-channel yang overlapping pada sistem DSSS tidak dapat dijadikan co-located, jika hal ini dilakukan akan timbul penurunan kualitas


(33)

sinyal. Channel-channel yang tidak terjadi overlapping harus berselisih lima

channel, misal channel 1 dan channel 6, channel 2 dan channel 7 dan seterusnya.

Secara teori jumlah channel maksimum yang tidak overlapping yang dapat diperoleh pada sistem DSSS ada tiga, yakni [1] : channel 1, channel 6 dan channel 11.

Gambar 2.12 Channel yang tidak overlapping pada sistem DSSS

c. Perbandingan FHSS dan DSSS

Antara teknologi FHSS dan DSSS keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan, dan hal itu memberikan pertimbangan untuk enentukan pemakaian dari wireless LAN. Dan pada bagian ini diperlihatkan beberapa factor yang harus dipertimbangkan ketika memilih teknologi apa yang akan digunakan, antara lain [2] :

- Narrowband interference

- Co-location

- Cost

- Equipment compatibility & availability

- Data rate & throughput


(34)

- Standards support

1. Narrowband Interference

Kelebihan dari FHSS meliputi resistansi yang tinggi terhadap interferensi

narrow band. DSSS lebih sering terjadi interferensi dibandingkan FHSS dikarenakan

penggunaan dari 22 MHz yang berdekatan dengan 79 Mhz yang digunakan FSSS.

2. Cost

Ketika mengimplementasikan wireless LAN, kelebihan dari DSSS mungkin lebih terasa dibandingkan sistem FHSS bila dilihat dari pertimbangan budget. Biaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan direct sequence system jauh lebih rendah bila dibandingkan sistem frequency hopping.

3. Co-location

Kelebihan dari FSSS diatas DSSS adalah pada kemampuan untuk menco-located banyak frekuensi hopping dibandingkan dengan direct sequence system. Sejak sistem frekuensi hopping menggunakan 19 discrete channel, frekuensi hopping memiliki kelebihan co-location diatas direct sequence system, dimana memiliki maksimum co-location 3 akses point (lihat Gambar 2.13).


(35)

4. Data rate & Throughput

Sistem FHSS dan DSSS memiliki throughput data yang dikirim hanya sekitar setengah dari data rate. Ketika diujikan throughput dari wireless LAN, didapat 5-6 Mbps pada setting 11 Mbps untuk DSSS.

5. Security

Telah diketahui bahwa frekuensi hopping lebih aman dibandingkan direct

sequence system. Fakta pertama bahwa radio FHSS hanya menghasilkan nilai

minimal pada manufacture. Kedua, tiap manufacture menggunakan standard dari hop

sequences, dimana pada umumnya terhubung dengan sistem sebelumnya.

2.4 Antena

Antena adalah sebuah alat yang berfungsi untuk memancarkan sinyal listrik dari kabel ke udara. Dalam komunikasi dua arah, satu antena dapat berfungsi sebagai penerima dan juga pemancar. Antena RF merupakan suatu alat yang digunakan untuk merubah sinyal frekuensi yang tinggi dalam suatu saluran transmisi (kabel atau

waveguide) ke dalam gelombang propagasi di udara.

Pada jaringan wireless LAN, antena merupakan alat yang yang sering digunakan untuk meningkatkan jangkauan dari sistem WLAN. Pemilihan antena yang sesuai dan penempatan posisi yang tepat dapat menambah keamanan dan mengurangi kebocoran sinyal dari sistem wireless LAN.

Ada beberapa tipe antena yang dapat mendukung implementasi WLAN, yaitu [2] : a. Antena Omni-directional (Dipole)

b. Antena Semi-directional


(36)

2.4.1 Antena Omni-directional (Dipole)

Yaitu jenis antena yang memiliki pola pancaran sinyal kesegala arah dengan daya yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain dari antena omni

directional harus memfokuskan dayanya secara horizontal (mendatar) (lihat Gambar

2.16), dengan mengabaikan pola pemancaran keatas dan kebawah, sehingga antena dapat diletakkan ditengah-tengah base station. Dengan demikian keuntungan dari antena jenis ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak. Namun kesulitannya adalah pada pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi.

Pada Gambar 2.14 ditunjukkan suatu radiasi dari antena dipole yang dikonsentrasikan ke dalam suatu daerah yang terlihat seperti donat, dengan posisi antena dipole yang vertikal yang disebut dengan “hole” dari “donat”. Sinyal dari suatu antena omni-directional radiasinya 360 derajat. Penguatan tertinggi, terlihat saat tekanan berada di puncak bagian donat.

Gambar 2.14 Antena ‘donat’ Dipole

Radiasi dari antena dipole sama-sama dalam semua arah di setiap sumbu axis-nya, tetapi radiasinya tidak terlalu panjang dari kawatnya sendiri. Gambar bagian samping dari radiator antena dipole seperti gelombang radiasi pada Gambar 2.15 Gambar ini juga mengilustrasikan bentuk antena dipole ”gambar 8” dalam bentuk-bentuk radiasinya jika digambarkan dari samping seperti antena yang tegak lurus.


(37)

Gambar 2.15 Gambar samping Antena Dipole

Gambar 2.16 Cakupan area dengan penguatan terbesar dari antena omni-directional Antena omni-directional umumnya digunakan untuk desain point-to-multipoint dengan menggunakan topologi star (lihat Gambar 2.17).

Gambar 2.17 Hubungan Point-to-multipoint

2.4.2 Antena Semi-Directional

Yaitu antena yang mempunyai pola pemancaran sinyal dengan satu arah tertentu. Antena semi-directional sering memancarkan pada bentuk hemispherical atau pola lingkup silinder seperti bisa dilihat pada Gambar 2.18.


(38)

Gambar 2.18 Jangkauan Antena Semi-directional

Antena ini idealnya cocok untuk jembatan dengan jarak pendek atau rata-rata. Pada ruang tertutup yang luas, bila pemancar harus diletakkan disudut atau pada bagian belakang bangunan, koridor, atau ruangan besar, antena semi-directional akan menjadi pilihan yang baik untuk menyediakan jangkauan yang tepat. Gambar 2.19 menggambarkan hubungan antara dua bangunan yang menggunakan antena

semi-directional.

Gambar 2.19 Hubungan Point to Point menggunakan Antena Semi-Directional

2.4.3 Antena Highly-Directional

Antena ini memencarkan sinyal-sinyal terbatas dari tipe antena apapun dan mempunyai gain terbesar dari ketiga group antena serta memiliki pola radiasi seperti pada Gambar 2.22. Antena highly-directional secara khusus berbentuk cekung, peralatan berbentuk piringan, seperti bisa dilihat pada Gambar 2.20 dan Gambar 2.21. Antena ini cocok untuk jarak jauh, hubungan wireless point to point.


(39)

Gambar 2.20 Contoh Antena Highly-Directional Berbentuk Parabola

Gambar 2.21 Contoh Antena Highly-Directional Berbentuk Grid

Gambar 2.22 Pola Radiasi Antena Highly-Directional

Kemampuan antena highly-directional adalah bisa menghubungkan dua bangunan yang terpisah beberapa mil satu sama lain dan tidak punya hambatan jarak penglihatan diantara bangunan.


(40)

BAB II

DASAR SISTEM KOMUNIKASI WIRELESS

2.1 Umum

Jaringan wireless menggunakan gelombang radio (Radio Frequency/RF) atau gelombang micro untuk melakukan komunikasi antar perangkat jaringan komputer. Kelebihan utama dari jaringan wireless adalah mobilitas dan terbebasnya perangkat dari kerumitan bentangan kabel. Kekurangannya adalah adanya interferensi radio oleh cuaca, perangkat wireless lain, halangan tembok, gedung, gunung atau bahkan pohon besar yang tinggi.

2.2 Gelombang Radio

Komunikasi wireless menggunakan spektrum elektromagnetik untuk mengirim sinyal. Kekuatan elektromagnetik adalah kekuatan antara beban elektrik dan arus elektrik. Kekuatan elektrik adalah kekuatan antar beban elektrik, sedangkan kekuatan magnetik adalah kekuatan antar arus elektrik. Radio adalah istilah yang digunakan untuk bagian spektrum elektromagnetik dimana gelombang dapat dihasilkan dengan menerapkan arus bolak balik untuk suatu antena. Suatu gelombang mempunyai kecepatan, frekuensi, dan panjang gelombang. Relasi antar ketiganya dapat dibentuk pada Persamaan 2-1 [1].

(2-1)

Panjang gelombang (yang disebut lambda, χ ) adalah jarak satu titik gelombang ke titik berikutnya yang relevan, contohnya dari satu puncak titik gelombang ke titik puncak gelombang berikutnya. Frekuensi adalah jumlah gelombang yang melewati


(41)

suatu titik pada waktu tertentu. Kecepatan diukur dalam meter per detik, sedangkan frekuensi dalam putaran per detik (Hz), dan panjang gelombang dalam meter. Gelombang juga mempunyai amplitudo. Amplitudo adalah jarak dari pusat gelombang ke puncak/lembah gelombang dan dapat disebut sebagai tinggi gelombang. Relasi antar frekuensi, panjang gelombang dan amplitudo dapat dilihat pada Gambar 2.1 [1].

Gambar 2.1 Untuk gelombang ini, frekuensinya 2 putaran per detik atau 2Hz

Polarisasi merupakan sangat penting dalam gelombang radio. Polarisasi digunakan untuk mendeskripsikan arah gelombang radio, biasanya yang dipakai untuk menentukan arah antena access point. Peranan polarisasi antena sangat penting, karena jika arah antena salah atau tidak tepat akan menyebabkan hilangnya kekuatan sinyal, meskipun antena yang digunakan mempunyai kekuatan sinyal yang besar. Biasanya kesalahan menentukan arah polarisasi ini disebut polarization mismatch.

Bandwidth adalah ukuran dalam kurun frekuensi tertentu. Jika frekuensi yang

digunakan antara 2.40 GHz sampai 2.48 GHz, maka bandwidth yang digunakan sebesar 0.08 GHz atau 80 MHz. Bandwidth yang didefenisikan disini berhubungan erat dengan jumlah data yang dapat ditransmisikan. Lebih besar kapasitas frekuensi yang dipakai, lebih besar pula data yang dapat dibawa pada kurun waktu tertentu.


(42)

Biasanya orang menyebut bandwidth untuk mengukur kecepatan internet, seperti “koneksi internetku 1 Mbps”, yang berati koneksi internet itu dapat mentransmisikan data 1 megabit per detik.

Channel adalah spektrum yang dibagi menjadi ukuran yang lebih kecil yang

didistribusikan pada frekuensi. Channel mempunyai lebar 22 MHz, tetapi jarak antar

chanel hanya 5 MHz. Ini berarti chanel satu dengan sebelahnya terdapat

penumpukan dan dapat menyebabkan interferensi antar satu dengan yang lainnya. Gambar 2.2 [1] merupakan channel pada frekuensi 2.4 GHz yang dipakai oleh 802.11b.

Gambar 2.2 Channel pada 802.11b

Untuk kasus 802.11b, dapat diambil tiga channel yang dapat digunakan secara bersamaan pada tempat yang berdekatan, yaitu chanel 1, 6 dan 11.

Ada beberapa kebiasaan atau perilaku dari gelombang radio [1] :

1. Panjang gelombang semakin panjang, semakin dapat mengantarkan data pada jarak yang lebih jauh.

2. Panjang gelombang semakin panjang, semakin baik mengantarkan data. 3. Semakin pendek panjang gelombang, lebih banyak membawa data.

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi gelombang radio di suatu tempat, yaitu

absorption, reflection, difraction, interference, line of sight, gain, dan power loss. 2.2.1 Absorption


(43)

1. Metal (logam), elektron dapat bergerak bebas pada logam, dan dapat menyerap energi dari gelombang yang melewatinya.

2. Water (air), microwave menyebabkan molekul air berdesakan disekitarnya,

sehingga dapat mengurangi energi gelombang ketika melewatinya.

Material-material lain yang memiliki efek lebih kompleks pada penyerapan gelombang radio, antara lain :

1. Pohon dan Kayu, penyerapan tergantung pada kandungan air yang terdapat dalam pohon atau kayu. Kayu yang kering lebih kecil menyerap energi radio dibandingkan dengan kayu basah.

2. Plastik dan materi sejenisnya pada umumnya tidak banyak menyerap energi radio, akan tetapi perbedaan penyerapan ini bergantung pada frekuensi dan jenis materinya

2.2.2 Reflection

Seperti halnya pada gelombang cahaya, gelombang radio juga akan mengalami

reflection (pemantulan) ketika menabrak permukaan suatu material. Sumber utama

terjadinya reflection pada gelombang radio adalah metal (logam) dan permukaan

water (air).

Aturan reflection cukup sederhana, yaitu “besar sudut gelombang yang menuju permukaan sama dengan besar sudut tersebut dipantulkan” (lihat Gambar 2.3). Gelombang dengan polarisasi yang berbeda, akan memiliki reflection yang berbeda pula.


(44)

Gambar 2.3 Reflection pada gelombang radio

2.2.3 Diffraction

Diffraction terjadi pada saat gelombang radio menabrak suatu obyek. Gelombang

radio dapat berbelok saat mengenai suatu obyek sehingga menimbulkan efek yang disebut “waves going arround corners”. Hal ini dapat kita lihat melalui Gambar 2.4 dan Gambar 2.5.


(45)

Gambar 2.5 Diffraction pada puncak sebuah tebing

2.2.4 Interference

Penggabungan antar dua kekuatan gelombang. Terdapat dua jenis interference, yaitu :

1. Constructive interference, penggabungan dua gelombang yang memiliki bentuk

amplitudo yang serupa. Bukit gelombang 1 bertemu dengan bukit gelombang 2 dan lembah gelombang satu bertemu dengan lembah gelombang 2 (1+1=2). Menghasilkan gelombang yang lebih kuat.

2. Destructive interference, penggabungan dua gelombang yang memiliki bentuk

amplitudo yang berbeda. Bukit gelombang 1 bertemu dengan lembah gelombang 2 dan lembah gelombang 1 bertemu dengan bukit gelombang 2 (1+(-1)=0). Menghasilkan gelombang yang lebih lemah.

Constructive interference dan Destructive interference dapat digambarkan seperti


(46)

Gambar 2.6 Constructive dan Destructive interference

2.2.5 Line of Sight

Line of sight yang biasanya disingkat dengan LOS, merupakan cara yang mudah

untuk mengerti ketika berbicara mengenai cahaya yang terlihat (visible light). Jika kita melihat titik A dari titik B dimana kita berada, kita akan mempunyai line of

sight. Cara paling mudah adalah ketika kita menarik garis antara titik A dan titik B,

jika tidak ada halangan antara kedua titik tersebut maka kita mempunyai line of sight. Ada banyak hal yang lebih rumit ketika kita bekerja pada gelombang mikro. Ingat bahwa sebagian besar karakteristik penggandaan gelombang elektromagnetik terbagi sesuai panjang gelombangnnya. Ini juga kasus untuk pelebaran gelombang ketika mereka bekerja. Cahaya mempunyai panjang gelombang sekitar 0.5 mikrometer, sedangkan gelombang mikro yang digunakan pada jaringan wireless mempunyai panjang gelombang beberapa sentimeter. Konsekuensinya, berkas jaringan wireless lebih luas – perlu lebih banyak tempat, juga untuk berinteraksi. Untuk lebih jelas tentang line of sight, kita perlu mengenal konsep fresnel zones.

Teori fresnel zones cukup rumit, tetapi konsepnya cukup mudah dimengerti : kita tahu dari prinsip huygens bahwa setiap titik dari medan gelombang yang mulai bekerja, berkas gelombang mikro melebar. Kita tahu bahwa gelombang pada satu


(47)

frekuensi dapat interferensi dengan yang lain. Teori sederhana fresnel zones terlihat pada garis A ke B, dan kemudian pada ruang kosong sekitar garis yang berperan untuk tiba dititik B. Beberapa gelombang dari titik A langsung pergi ketitik B (line of

sight), sedang gelombang yang lain pergi melalui bagian lain. Sebagai

konsekuensinya, gelombang yang pergi secara tidak langsung (tidak dalam line of

sight) mengalami hambatan karena ada halangan seperti pohon atau gedung yang ada

diantara titik A dan titik B seperti diperlihatkan pada Gambar 2.7 [1]. Rumus untuk teori fresnel zones terdapat pada Persamaan 2-2 [1].

(2-2) dimana,

r = radius dalam meter

N = zone untuk perhitungan (biasanya 60%, jadi N=0.6) dan = jarak dari halangan ke masing masing titik f = frekuensi yang dipakai dalam MHz, d = jarak antar titik

Gambar 2.7 Line of Sight dan Fresnel Zones

2.2.6 Gain

Gain, seperti yang diilustrasikan pada Gambar 2.8 [2], adalah istilah yang digunakan

untuk menguraikan suatu peningkatan di (dalam) suatu amplitudo sinyal RF. Gain pada umumnya adalah suatu proses aktif; yang berarti suatu sumber energi eksternal,


(48)

contohnya adalah RF amplifier, yang mana digunakan untuk memperkuat sinyal atau suatu antena dengan gain tinggi digunakan untuk beamwidth suatu sinyal untuk meningkatkan amplitudo sinyal nya.

Gambar 2.8 Power Gain

2.2.7 Power Loss

Loss menggambarkan sebuah penurunan kekuatan sinyal (Gambar 2.9). Banyak cara

yang dapat menyebabkan kerusakan sinyal, baik ketika sinyal masih dalam kabel seperti sinyal AC yang berfrekuensi tinggi dan ketika sinyal dipancarkan seperti gelombang radio melalui udara dengan antena. Resistansi dari kabel dan konektor menyebabkan kerusakan karena perubahan sinyal AC terlalu panas. Impedansi yang tidak seimbang pada kabel dan konektor dapat mengakibatkan power direfleksikan kembali ke sumber, yang mana dapat menyebabkan degradasi sinyal.


(49)

2.3 Media Wireless LAN

Ada tiga media yang digunakan wireless LAN ini, yakni : a. Inframerah

b. Narrow band c. Spread spectrum

2.3.1 Inframerah

Inframerah banyak digunakan dalam komunikasi jarak dekat, contoh paling umum dalam pemakaian inframerah adalah remote control. Gelombang IR mudah dibuat, harganya murah, lebih bersifat directional, tidak dapat menembus tembok atau benda gelap, memiliki fluktuasi daya tinggi, dan dapat diinterferensi oleh cahaya matahari. Inframerah juga digunakan sebagai salah satu media dalam wireless LAN dikarenakan sederhana, murah, mempunyai data rate tinggi (100 Mbps), dan konsumsi dayanya kecil.

Inframerah menggunakan sinyal frekuensi yang sama yang digunakan pada

fiber optic. IR hanya mendeteksi amplitudo dari suatu sinyal sehingga interferensi

dapat dikurangi. Transmisi dari inframerah beroperasi pada daerah spektrum cahaya sehingga memerlukan lisensi dari FCC. Wireless LAN dengan menggunakan IR memiliki tiga macam teknik, yaitu Diffused IR (DF IR), Directed Beam IR (DBIR), dan Quasi Diffused IR (QDIR).

a. Diffused IR (DF IR)

Teknik ini memanfaatkan komunikasi melalui pantulan. Keunggulannya adalah tidak memerlukan line of sight (LOS) antara pengirim dan penerima dan menciptakan portabelitas terminal. Kelemahannya adalah membutuhkan daya yang


(50)

tinggi, data rate dibatasi oleh multipath, berbahaya untuk mata telanjang dan resiko interferensi pada keadaan simultan adalah tinggi.

b. Directed Beam IR (DB IR)

Teknik ini menggunakan prinsip LOS, sehingga arah radiasinya harus diatur. Keunggulannya adalah konsumsi daya rendah, data rate tinggi dan tidak ada

multipath. Kelemahannya adalah terminalnya harus fixed dan komunikasinya harus

LOS.

c. Quasi Diffused IR (QD IR)

Setiap terminal berkomunikasi dengan pemantul, sehingga pola radiasi harus terrarah. Q DIR terletak antara DF IR dan DB IR (konsumsi daya lebih kecil dari DF IR dan jangkauannya lebih jauh dari DB IR).

2.3.2 Narrow Band

Pada narrow band ini menggunakan gelombang mikro (MW) yang beroperasi kurang dari 500 mili watts sesuai dengan ketentuan dari FCC. Saat ini narrow band merupakan sistem yang paling sedikit digunakan. Narrow band ini mempunyai modulasi frekuensi tunggal yang berada pada 5.8 GHz. Keuntungan yang terdapat pada narrow band ini adalah tidak terdapat pengeluaran tambahan pada sistem

spread spectrum.

2.3.3 Teknologi Spread Spectrum

Spread spectrum adalah sebuah teknologi komunikasi yang memberikan karakter

kepada lebar bandwidth dan low peak power. Komunikasi spread spectrum digunakan dalam berbagai macam teknik modulasi pada sistem wireless LAN.


(51)

Teknologi spread spectrum mengambil informasi yang sama dengan sebelumnya yang akan dikirimkan dengan menggunakan sinyal pengangkut

narrowband dan menyebarnya ke luar dengan frekuensi jarak yang lebih besar.

Dengan penggunaan frekuensi spektrum yang lebih luas, dapat mengurangi kemungkinan data yang rusak.

Ada dua jenis teknologi spread spectrum yang ditetapkan oleh FCC, yakni

Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS) dan Direct Sequences Spread Spectrum (DSSS).

a. Frequency Hopping Spread Spectrum (FHSS)

Frequency Hopping Spread Spectrum adalah teknik spread spectrum yang

menggunakan frequency khusus untuk menyebarkan data lebih dari 83 MHz. Kecepatan frekuensi tergantung pada kemampuan radio untuk merubah frekuensi transmisi ke dalam RF band frekuensi yang dapat dipakai. Pada sistem wireless LAN dengan frequency hopping ini, FCC mengatur bahwa band ISM yang digunakan adalah 83.5 MHz.

Pada frekuensi hopping, frekuensi carrier pengubah, atau dapat disebut pula dengan hops, sama dengan bilangan pseudorandom (pseurandom sequence). Bilangan pseudorandom ini menunjukkan beberapa nilai frekuensi dimana nilai tersebut akan berubah ubah (loncat) dalam beberapa waktu tertentu sebelum kembali ke nilai awal lagi sehingga membentuk suatu pola tertentu dan transmitter menggunakan nilai nilai tersebut (hop sequence) untuk frekuensi transmisinya.

Pada teknik di atas, waktu yang digunakan frekuensi carrier akan tetap nilainya (sebelum berubah) disebut dengan dwell time. Setelah masa dwell time habis maka sistem akan melakukan perpindahan ke frekuensi lain dan memulai transmit


(52)

lagi. Sebagai contoh sebuah sistem frequency hopping melakukan transmit hanya pada dua frekuensi, 2.401 GHz dan 2.402 GHz. Sistem akan melakukan transmit pada frekuensi 2.401 GHz selama, misal waktu dwell time 100 mili detik, maka setelah 100 mili detik gelombang radio berubah frekuensi transmitter-nya ke 2.402 GHz dan mengirim data pada frekuensi tersebut selama 100 milidetik. Dan proses tersebut akan berulang seterusnya. FCC menyatakan bahwa nilai maksimum dwell

time pada FHSS adalah 400 milidetik per frekuensi carrier pada 30 detik periode

waktu. Pada waktu gelombang radio pada frequency hopping melakukan perpindahan (loncat) dari frekuensi A ke frekuensi B. Hal ini adalah mengubah ke circuit yang lain pada frekuensi yang baru atau mengganti beberapa elemen pada

circuit lama seolah olah berubah menjadi frekuensi yang baru. Pada kasus lain,

proses perubahan menjadi frekuensi yang baru harus diselesaikan sebelum transmisi dilanjutkan. Pada proses tersebut terdapat waktu dimana terjadi perubahan frekuensi pada saat gelombang radio tidak melakukan transmisi, waktu ini disebut dengan hop

time. Hop time dalam kisaran mikro detik sehingga dibandingkan dengan dwell time

yang berkisar milidetik, hop time memiliki waktu yang sangat kecil sekali. Secara khusus sistem FHSS 802.11 perpindahan antar channel dalam 200-300 mikrodetik.

Gambar di bawah ini menunjukkan sistem frekuensi hopping dimana menggunakan lima frekuensi dari hop sequence. Lima frekuensi tersebut adalah: 2,449 GHz, 2,452 GHz, 2,448 GHz, 2,450 GHz, dan 2,451 GHz.


(53)

Gambar 2.10 Frekuency Hopping dengan lima frekuensi

Pada Gambar 2.10 [2] setelah gelombang radio melakukan transmisi data pada frekuensi carrier 2,451 GHz, gelombang radio akan mengulang kembali hop

sequence awal yakni 2,449 GHz. Proses ini dilakukan sampai data yang diterima

lengkap.

Pada sisi penerima, hop sequence gelombang radio harus sinkronisasi terhadap pengirim sehingga menerima frekuensi yang tepat dan pada waktu yang tepat pula. Kemudian sinyal yang diterima dimodulasi dan digunakan pada komputer penerima.

b. Direct Sequence Spread Spectrum (DSSS)

Direct Sequence Spectrum merupakan tipe spread spectrum yang sudah

banyak dikenal dan dapat dipakai karena implementasinya dan data rate yang tinggi. Kebanyakan dari peralatan wireless LAN yang digunakan sekarang ini menggunakan teknologi ini. Metode yang digunakan pada DSSS dalam pengiriman data dimana

transmit dan receive-nya disebarkan langsung pada suatu band (pita) tertentu

(misalnya 22 MHz).

DSSS menggabungkan sinyal data pada station pengiriman dengan bit

sequence yang mempunyai data rate yang tinggi, dimana hal ini disebut chipping code atau processing gain atau spreading ratio. Semakin tinggi processing gain,


(54)

maka semakin besar sinyal yang resisten terhadap interferensi. Semakin rendah

processing gain, maka semakin besar jumlah bandwidth tersedia untuk user. FCC

mengeluarkan peraturan bahwa spreading ratio harus lebih dari sepuluh. Sebagian besar dari produk produk yang terdapat di pasaran mempunyai suatu spreading ratio kurang dari 20 dan standar baru dari IEEE 802.11 memakai suatu spreading ratio sebelas. Seperti yang dijelaskan di atas, pemancar dan penerima pada DSSS harus disamakan dengan memakai processing gain yang sama. Apabila processing gain ortogonal digunakan lebih dari satu LAN maka dapat dibagi pada band yang sama. Karena sistem DSSS menggunakan subchannel- subchannel yang lebar, maka banyaknya co-located LAN menjadi terbatas oleh ukuran subchannels.

Dalam mendefenisikan sebuah channel pada sistem direct sequence menggunakan cara lebih konvensional daripada FHSS. Masing masing channel pada sistem direct sequence saling berdekatan dengan lebar frekuensi 22 MHz. Sebagai contoh dapat di lihat pada Gambar 2.11 [2].

Gambar 2.11 Overlapping yang terjadi pada DSSS

Seperti terlihat pada Gambar 2.12 channel pada DSSS, sistem direct sequence terjadi

overlapping pada masing-masing channel-nya sehingga hal ini menyebabkan

interferensi pada sistem. Channel-channel yang overlapping pada sistem DSSS tidak dapat dijadikan co-located, jika hal ini dilakukan akan timbul penurunan kualitas


(55)

sinyal. Channel-channel yang tidak terjadi overlapping harus berselisih lima

channel, misal channel 1 dan channel 6, channel 2 dan channel 7 dan seterusnya.

Secara teori jumlah channel maksimum yang tidak overlapping yang dapat diperoleh pada sistem DSSS ada tiga, yakni [1] : channel 1, channel 6 dan channel 11.

Gambar 2.12 Channel yang tidak overlapping pada sistem DSSS

c. Perbandingan FHSS dan DSSS

Antara teknologi FHSS dan DSSS keduanya memiliki kelebihan dan kekurangan, dan hal itu memberikan pertimbangan untuk enentukan pemakaian dari wireless LAN. Dan pada bagian ini diperlihatkan beberapa factor yang harus dipertimbangkan ketika memilih teknologi apa yang akan digunakan, antara lain [2] :

- Narrowband interference

- Co-location

- Cost

- Equipment compatibility & availability

- Data rate & throughput


(56)

- Standards support

1. Narrowband Interference

Kelebihan dari FHSS meliputi resistansi yang tinggi terhadap interferensi

narrow band. DSSS lebih sering terjadi interferensi dibandingkan FHSS dikarenakan

penggunaan dari 22 MHz yang berdekatan dengan 79 Mhz yang digunakan FSSS.

2. Cost

Ketika mengimplementasikan wireless LAN, kelebihan dari DSSS mungkin lebih terasa dibandingkan sistem FHSS bila dilihat dari pertimbangan budget. Biaya yang dibutuhkan untuk mengimplementasikan direct sequence system jauh lebih rendah bila dibandingkan sistem frequency hopping.

3. Co-location

Kelebihan dari FSSS diatas DSSS adalah pada kemampuan untuk menco-located banyak frekuensi hopping dibandingkan dengan direct sequence system. Sejak sistem frekuensi hopping menggunakan 19 discrete channel, frekuensi hopping memiliki kelebihan co-location diatas direct sequence system, dimana memiliki maksimum co-location 3 akses point (lihat Gambar 2.13).


(57)

4. Data rate & Throughput

Sistem FHSS dan DSSS memiliki throughput data yang dikirim hanya sekitar setengah dari data rate. Ketika diujikan throughput dari wireless LAN, didapat 5-6 Mbps pada setting 11 Mbps untuk DSSS.

5. Security

Telah diketahui bahwa frekuensi hopping lebih aman dibandingkan direct

sequence system. Fakta pertama bahwa radio FHSS hanya menghasilkan nilai

minimal pada manufacture. Kedua, tiap manufacture menggunakan standard dari hop

sequences, dimana pada umumnya terhubung dengan sistem sebelumnya.

2.4 Antena

Antena adalah sebuah alat yang berfungsi untuk memancarkan sinyal listrik dari kabel ke udara. Dalam komunikasi dua arah, satu antena dapat berfungsi sebagai penerima dan juga pemancar. Antena RF merupakan suatu alat yang digunakan untuk merubah sinyal frekuensi yang tinggi dalam suatu saluran transmisi (kabel atau

waveguide) ke dalam gelombang propagasi di udara.

Pada jaringan wireless LAN, antena merupakan alat yang yang sering digunakan untuk meningkatkan jangkauan dari sistem WLAN. Pemilihan antena yang sesuai dan penempatan posisi yang tepat dapat menambah keamanan dan mengurangi kebocoran sinyal dari sistem wireless LAN.

Ada beberapa tipe antena yang dapat mendukung implementasi WLAN, yaitu [2] : a. Antena Omni-directional (Dipole)

b. Antena Semi-directional


(58)

2.4.1 Antena Omni-directional (Dipole)

Yaitu jenis antena yang memiliki pola pancaran sinyal kesegala arah dengan daya yang sama. Untuk menghasilkan cakupan area yang luas, gain dari antena omni

directional harus memfokuskan dayanya secara horizontal (mendatar) (lihat Gambar

2.16), dengan mengabaikan pola pemancaran keatas dan kebawah, sehingga antena dapat diletakkan ditengah-tengah base station. Dengan demikian keuntungan dari antena jenis ini adalah dapat melayani jumlah pengguna yang lebih banyak. Namun kesulitannya adalah pada pengalokasian frekuensi untuk setiap sel agar tidak terjadi interferensi.

Pada Gambar 2.14 ditunjukkan suatu radiasi dari antena dipole yang dikonsentrasikan ke dalam suatu daerah yang terlihat seperti donat, dengan posisi antena dipole yang vertikal yang disebut dengan “hole” dari “donat”. Sinyal dari suatu antena omni-directional radiasinya 360 derajat. Penguatan tertinggi, terlihat saat tekanan berada di puncak bagian donat.

Gambar 2.14 Antena ‘donat’ Dipole

Radiasi dari antena dipole sama-sama dalam semua arah di setiap sumbu axis-nya, tetapi radiasinya tidak terlalu panjang dari kawatnya sendiri. Gambar bagian samping dari radiator antena dipole seperti gelombang radiasi pada Gambar 2.15 Gambar ini juga mengilustrasikan bentuk antena dipole ”gambar 8” dalam bentuk-bentuk radiasinya jika digambarkan dari samping seperti antena yang tegak lurus.


(59)

Gambar 2.15 Gambar samping Antena Dipole

Gambar 2.16 Cakupan area dengan penguatan terbesar dari antena omni-directional Antena omni-directional umumnya digunakan untuk desain point-to-multipoint dengan menggunakan topologi star (lihat Gambar 2.17).

Gambar 2.17 Hubungan Point-to-multipoint

2.4.2 Antena Semi-Directional

Yaitu antena yang mempunyai pola pemancaran sinyal dengan satu arah tertentu. Antena semi-directional sering memancarkan pada bentuk hemispherical atau pola lingkup silinder seperti bisa dilihat pada Gambar 2.18.


(60)

Gambar 2.18 Jangkauan Antena Semi-directional

Antena ini idealnya cocok untuk jembatan dengan jarak pendek atau rata-rata. Pada ruang tertutup yang luas, bila pemancar harus diletakkan disudut atau pada bagian belakang bangunan, koridor, atau ruangan besar, antena semi-directional akan menjadi pilihan yang baik untuk menyediakan jangkauan yang tepat. Gambar 2.19 menggambarkan hubungan antara dua bangunan yang menggunakan antena

semi-directional.

Gambar 2.19 Hubungan Point to Point menggunakan Antena Semi-Directional

2.4.3 Antena Highly-Directional

Antena ini memencarkan sinyal-sinyal terbatas dari tipe antena apapun dan mempunyai gain terbesar dari ketiga group antena serta memiliki pola radiasi seperti pada Gambar 2.22. Antena highly-directional secara khusus berbentuk cekung, peralatan berbentuk piringan, seperti bisa dilihat pada Gambar 2.20 dan Gambar 2.21. Antena ini cocok untuk jarak jauh, hubungan wireless point to point.


(61)

Gambar 2.20 Contoh Antena Highly-Directional Berbentuk Parabola

Gambar 2.21 Contoh Antena Highly-Directional Berbentuk Grid

Gambar 2.22 Pola Radiasi Antena Highly-Directional

Kemampuan antena highly-directional adalah bisa menghubungkan dua bangunan yang terpisah beberapa mil satu sama lain dan tidak punya hambatan jarak penglihatan diantara bangunan.


(62)

BAB IV

ANALISIS KINERJA JARINGAN WIRELESS LAN di USU

4.1 Pendahuluan

Didalam tugas akhir ini, akan dianalisa besarnya tingkat penerimaan sinyal dan system operating margin dari sistem wireless LAN USU. Sehingga hanya membahas hubungan wireless LAN radio to radio.

4.2 Analisis Kinerja Jaringan Komputer Wireless LAN di Universitas Sumatera Utara

Perhitungan dilakukan dengan mengasumsikan kondisi WLAN USU yang digunakan untuk menghubungkan PSI sebagai base station dengan fakultas dan gedung yang ada dilingkungan USU sebagai CPE. Untuk saat ini hanya ada tiga gedung yang sudah terhubung secara radio to radio ke Pusat Sistem Informasi USU, yakni Fakultas Teknik (S2 Teknik Mesin), Suara USU, dan Bengkel IT. Denah jaringannya dapat kita lihat pada Gambar 4.1 dan untuk denah lengkap dapat dilihat pada Lampiran 1.


(63)

Kinerja yang dihitung berdasarkan besarnya System Operating Margin dari

link base station ke CPE dan sebaliknya, yang dapat diberikan oleh suatu produk

WLAN pada jarak link tertentu untuk menghasilkan kecepatan transmisi 11 Mbps. Dalam perhitungan link digunakan model free space propagation. Base station di PSI menggunakan kabel Ethernet yang dihubungkan dengan sebuah antena

Omnidirectional dengan gain 15 dBi. Gedung lain sebagai CPE menggunakan antena

yang berbeda dengan gain yang berbeda pula.

4.2.1 Spesifikasi Perangkat Radio pada Base Station dan CPE

Berikut ini adalah spesifikasi-spesifikasi perangkat radio yang digunakan pada base station dan CPE-CPE yang terdapat pada Tabel 4.1 (Lampiran 3).

Tabel 4.1 Spesifikasi Perangkat Radio WLAN USU Perangkat Radio Mikrotik Rb600 PSI(Base Station) Minitar S2 Teknik Mesin (CPE) Ubiquiti Bullet

Suara USU (CPE)

Minitar

Bengkel IT (CPE)

Tipe DSSS

Frekuensi 2484

Rate dan Modulasi

11 Mbps; CCK

Daya

Pancar Base Station/CPE

25 dBm 24 dBm 20 dBm 24 dBm

Loss Kabel 3 dB 3 dB 3 dB 3 dB

Gain Antena

15 dBi 24 dBi 10 dBi 10 dBi

Sensitivitas penerima


(64)

4.2.2 Tingkat Penerimaan Sinyal

Untuk menghitung Tingkat Penerimaan Sinyal (Pr) suatu antena/perangkat komunikasi radio, terlebih dahulu dihitung free space loss (Lp) jaringan tersebut. Perhitungan dilakukan berdasarkan Persamaan 3-1 dan 3-2, dimana merupakan perhitungan dari Base Station ke CPE dan merupakan perhitungan dari CPE ke

Base Station.

1. Link PSI- Fakultas Teknik S2 Teknik Mesin

dBm

dBm

2. Link PSI- Suara USU


(65)

dBm

3. Link PSI- Bengkel IT

dBm

dBm

4.2.3 Perhitungan System Operating Margin

Berikut ini adalah perhitungan system operating margin untuk setiap link

base station PSI dan CPE-CPE yang ada yakni Fakultas Teknik (S2 Mesin), Suara

USU, dan Bengkel IT menggunakan tools calculator di website

masing-masing jarak antara base station dan CPE tersebut adalah 650 meter, 150 meter, dan 80 meter. Dimana, masing-masing jarak ini diperoleh dari pengukuran melalui software Google Earth (lihat Lampiran 2).


(66)

Gambar 4.2 Calculator untuk perhitungan SOM

Perhitungan System Operating Margin harus dihitung pada dua arah yakni dari base station ke CPE dan dari CPE ke base station itu sendiri. Sehingga dari hasil yang dicapai dari kedua perhitungan tersebut jumlah yang hasilnya paling rendah merupakan nilai operating margin dari suatu link.


(67)

4.2.4 Perhitungan link PSI-Fakultas Teknik

Berikut perhitungan SOM pada link Pusat Sistem Informasi (PSI) dengan Fakultas Teknik (lihat Gambar 4.3).


(68)

4.2.5 Perhitungan link PSI-Suara USU

Berikut perhitungan SOM pada link Pusat Sistem Informasi (PSI) dengan Suara USU (lihat Gambar 4.4).


(69)

4.2.6 Perhitungan link PSI-Bengkel IT

Berikut perhitungan SOM pada link Pusat Sistem Informasi (PSI) dengan Suara USU (lihat Gambar 4.5).

Gambar 4.5 Perhitungan link PSI-Bengkel IT

Secara keseluruhan, ditinjau dari perangkat yang digunakan WLAN USU sudah memiliki kinerja yang baik. Hal ini seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2 , terlihat bahwa tingkat penerimaan sinyal akan semakin besar untuk jarak lintasan yang semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dekat jarak lintasan maka akan menghasilkan level sinyal yang diterima di penerima semakin baik.


(70)

Tabel 4.2 Kinerja Perangkat Radio WLAN di USU PSI- Teknik

Mesin (S2)

PSI-Suara USU

PSI- Bengkel IT

Jarak (meter) 650 150 80

Free Space

Loss/Lp (dB) 96.63 83.87 78.31

Operating

Margin (dB) 41.37 45.13 45.69

Disamping itu nilai system operating margin yang diperoleh jauh lebih besar dari 5 dB sehingga dapat mengatasi interferensi, noise, rugi-rugi atmosfir (kelembapan udara, penyebaran, refraksi), arah antena yang buruk dan refleksi. Selain itu juga mengatasi fading dan multipath, karena system operating margin lebih besar dari 15 dB.

Besarnya nilai system operating margin yang diperoleh ini sangat dipengaruhi oleh lintasan antara pemancar dan penerima. Base station dan titik

access point pada jaringan WLAN USU memiliki jarak yang sangat dekat (paling

jauh sebesar 650 meter) dan mempunyai lintasan yang LOS antar pemancar dan penerima. Selanjutnya kinerja WLAN USU dapat digambarkan berdasarkan besarnya

operating margin pada jarak link tertentu untuk menghasilkan kecepatan transmisi


(71)

Gambar 4.6 Kinerja Perangkat Wireless LAN USU

Dari gambar terlihat bahwa semakin besar jarak, operating margin semakin kecil. Ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak link base station ke CPE kinerja produk wireless LAN semakin rendah (menurun).


(72)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan dan evaluasi kinerja perangkat jaringan WLAN USU, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan, ditinjau dari perangkat yang digunakan WLAN USU sudah memiliki kinerja yang baik. Hal ini berdasarkan nilai operating margin yang diperoleh sebesar 41.37 dB, 45.13 dB dan 45.69 dB yang jauh lebih besar dari 15 dB, sehingga dapat mengatasi interferensi, noise, rugi-rugi atmosfir, arah antena yang buruk dan refleksi.

2. Kinerja perangkat radio WLAN USU sangat dipengaruhi oleh jarak yang ada. Kualitas sinyal akan semakin menurun jika jarak link base station ke CPE semakin besar.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Jaringan WLAN USU saat ini menggunakan standar IEEE 802.11b yang memiliki kecepatan transfer data 11 Mbps. Diharapkan untuk masa yang akan datang dapat menggunakan standar IEEE 802.11a yang memiliki kelebihan kecepatan transfer data sebesar 54 Mbps.


(73)

DAFTAR PUSTAKA

1. Limehouse Book Sprint Team. 2006. ”Wireless Networking in the Developing

World”. Hal 10-11,15,17-23.

2. Akin, Devin. 2003. ”Certified Wireless Network Administrator” , Mc-G raw-Hill. Canada. Hal 4-9,19-20,22,50,56-61.

3. Geier, Jim. 2002. ”Wireless LANs”, Second Edition, Sams Publishing. Hal 114, 120.

4.

5. Barry, McLarnon. 1997.” VHF/UHF/Microwave Radio Propagation: A Primer

for Digital Experimenters”.Ottawa.

6. Santos, Aquino R. 2009. ” Wireless Propagation Characteristics for Vehicular Ad-Hoc Networks in Motorway Environments”, Vol X. Hal 295-302.

7. Surjati Indra, Chandra Henry, Prabowo Agung. 2007. “Analisis Sistem Integrasi

Jaringan Wi-Fi dengan Jaringan GSM Indoor pada Lantai Basement Balai Sidang Jakarta Convention Centre”, Vol 7, No 1. Hal 1-16.

8.

Februari 2010.

9.


(1)

4.2.5 Perhitungan link PSI-Suara USU

Berikut perhitungan SOM pada link Pusat Sistem Informasi (PSI) dengan Suara USU (lihat Gambar 4.4).


(2)

4.2.6 Perhitungan link PSI-Bengkel IT

Berikut perhitungan SOM pada link Pusat Sistem Informasi (PSI) dengan Suara USU (lihat Gambar 4.5).

Gambar 4.5 Perhitungan link PSI-Bengkel IT

Secara keseluruhan, ditinjau dari perangkat yang digunakan WLAN USU sudah memiliki kinerja yang baik. Hal ini seperti ditunjukkan pada Tabel 4.2 , terlihat bahwa tingkat penerimaan sinyal akan semakin besar untuk jarak lintasan yang semakin kecil. Hal ini menunjukkan bahwa semakin dekat jarak lintasan maka akan menghasilkan level sinyal yang diterima di penerima semakin baik.


(3)

Tabel 4.2 Kinerja Perangkat Radio WLAN di USU PSI- Teknik Mesin (S2) PSI-Suara USU PSI- Bengkel IT

Jarak (meter) 650 150 80

Free Space

Loss/Lp (dB) 96.63 83.87 78.31

Operating

Margin (dB) 41.37 45.13 45.69

Disamping itu nilai system operating margin yang diperoleh jauh lebih besar dari 5 dB sehingga dapat mengatasi interferensi, noise, rugi-rugi atmosfir (kelembapan udara, penyebaran, refraksi), arah antena yang buruk dan refleksi. Selain itu juga mengatasi fading dan multipath, karena system operating margin lebih besar dari 15 dB.

Besarnya nilai system operating margin yang diperoleh ini sangat dipengaruhi oleh lintasan antara pemancar dan penerima. Base station dan titik

access point pada jaringan WLAN USU memiliki jarak yang sangat dekat (paling

jauh sebesar 650 meter) dan mempunyai lintasan yang LOS antar pemancar dan penerima. Selanjutnya kinerja WLAN USU dapat digambarkan berdasarkan besarnya

operating margin pada jarak link tertentu untuk menghasilkan kecepatan transmisi


(4)

Gambar 4.6 Kinerja Perangkat Wireless LAN USU

Dari gambar terlihat bahwa semakin besar jarak, operating margin semakin kecil. Ini menunjukkan bahwa semakin jauh jarak link base station ke CPE kinerja produk wireless LAN semakin rendah (menurun).


(5)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan analisis dan dan evaluasi kinerja perangkat jaringan WLAN USU, maka dapat disimpulkan sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan, ditinjau dari perangkat yang digunakan WLAN USU sudah memiliki kinerja yang baik. Hal ini berdasarkan nilai operating margin yang diperoleh sebesar 41.37 dB, 45.13 dB dan 45.69 dB yang jauh lebih besar dari 15 dB, sehingga dapat mengatasi interferensi, noise, rugi-rugi atmosfir, arah antena yang buruk dan refleksi.

2. Kinerja perangkat radio WLAN USU sangat dipengaruhi oleh jarak yang ada. Kualitas sinyal akan semakin menurun jika jarak link base station ke CPE semakin besar.

5.2 Saran

Saran yang dapat penulis berikan dalam Tugas Akhir ini adalah sebagai berikut :

1. Jaringan WLAN USU saat ini menggunakan standar IEEE 802.11b yang memiliki kecepatan transfer data 11 Mbps. Diharapkan untuk masa yang akan datang dapat menggunakan standar IEEE 802.11a yang memiliki kelebihan kecepatan transfer data sebesar 54 Mbps.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

1. Limehouse Book Sprint Team. 2006. ”Wireless Networking in the Developing

World”. Hal 10-11,15,17-23.

2. Akin, Devin. 2003. ”Certified Wireless Network Administrator” , Mc-G raw-Hill. Canada. Hal 4-9,19-20,22,50,56-61.

3. Geier, Jim. 2002. ”Wireless LANs”, Second Edition, Sams Publishing. Hal 114, 120.

4.

5. Barry, McLarnon. 1997.” VHF/UHF/Microwave Radio Propagation: A Primer

for Digital Experimenters”.Ottawa.

6. Santos, Aquino R. 2009. ” Wireless Propagation Characteristics for Vehicular Ad-Hoc Networks in Motorway Environments”, Vol X. Hal 295-302.

7. Surjati Indra, Chandra Henry, Prabowo Agung. 2007. “Analisis Sistem Integrasi

Jaringan Wi-Fi dengan Jaringan GSM Indoor pada Lantai Basement Balai Sidang Jakarta Convention Centre”, Vol 7, No 1. Hal 1-16.

8.

Februari 2010.

9.