Riwayat Hidup Pendiri Paguyuban Sumarah

ditinggalkannya karena dianggap mengarah kepada perkelahian dan pembunuhan. Ketidakpuasan terhadap ilmu-ilmu yang telah diperolehnya itu mendorong dirinya untuk berusaha terus-menerus mencari ketenteraman hati dan akhirnya masuklah ia ke dalam “Panguden Hardopuroso” yang dipimpin oleh Ranuhadidjoyo yang mengajarkan tentang wirid untuk memperoleh kemulyaan hidup 21 . Ia pernah mengikuti kelompok Hardopusoro yang mengajarkan teknik meditasi yang didirikan oleh Ki Sumocitro. Ia juga pernah berkenalan dengan Muhammad Subuh pendiri Subud 22 . Pada masa inilah ia berteman akrab dengan R. Soehardo. Seterusnya R. Ng. Soekirnohartono dan R. Soehardo menjalin hubungan persaudaraan yang erat sekali, karena nampaknya keduanya memang sama-sama berbakat di dalam ilmu kebatinan. Kemudian pada suatu hari, tepatnya tanggal 8 September 1935, ketika R.Ng. Soekirnohartono sedang melaksanakan meditasi sebagaimana yang diajarkan oleh gurunya, ia mohon pada Tuhan agar supaya bangsa Indonesia diberi kemerdekaan. Pada saat itu R. Ng. Soekirnohartono merasa mendapat perintah dari Tuhan untuk menutup iman kepada umat, karena sebagian besar dari umat itu tidak bulat lagi imannya kepada Tuhan. Perintah tersebut diterima oleh R. Ng. Soekirnohartono melalui Hakiki, yang menurut aliran Sumarah, merupakan sumber dari otoritas dan otentitas spiritual, sebagai saluran yang mengalirkan bimbingan spiritual yang 21 Abd Mutholib, Abd Ghofur Imam, dkk. Aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, Surabaya: Amin, 1988, h. 98. 22 Suwarno Imam, Konsep Tuhan, Manusia dan Mistik dalam Berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2005, h. 205. 14 langsung dari Tuhan kepada individu. Pada mulanya R. Ng. Soekirnohartono mengelak terhadap perintah tersebut sebab pada waktu itu masih merasa ragu- ragu. Lagi pula memang tidak ada minat dari hatinya untuk menjadi seorang guru atau kyai. Akan tetapi karena perintah tersebut datang berulang-ulang disetiap R.Ng. Soekirnohartono mengadakan meditasi, maka akhirnya R. Ng. Soekoinohartono bersedia juga untuk menyebarluaskan ilmu Sumarah yang diterimanya melalui wangsit 23 tersebut dengan syarat bangsa Indonesia diperkenankan oleh Tuhan untuk memperoleh kemerdekaan terlepas dari penjajahan 24 . Maka untuk melalui melakukan perintah tersebut R. Ng. Soekirnohartono menghubungi R. Soehardo untuk mencoba menyampaikan pengalamannya sewaktu menjalankan meditasi tersebut di atas. Setelah R. Soehardo dibimbing oleh R. Ng. Soekirnohartono melakukan meditasi sebagaimana petunjuk dari Hakiki yang disampaikan kepada R. Ng. Soekirnohartono, ternyata ia mempercayai dan menerimanya. Maka dari itu mulai mantaplah hati R. Ng. Soekirnohartono untuk terus meluaskan ilmu Sumarah tersebut sebagai sarana untuk membimbing umat manusia menuju iman yang bulat, menuju Tuhan Yang Maha Esa. Akhirnya R. Ng. Soekirnohartono dan R. Soehardo aktif mendatangi sarasehan-sarasehan yang diadakan oleh perkumpulan-perkumpulan aliran 23 Pesan amanat gaib, kamus online kateglo http:bahtera.orgkateglo diakses dari http:bahtera.orgkateglo pada tanggal 30 juli 2009. 24 Ensiklopedi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Direktorat Jendral Nilai Budaya Seni dan Film Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang maha Esa, 2006, h. 523. 15 kebatinan dengan maksud untuk menarik orang serta menyebarluaskan ilmu Sumarah kepada para pengikut sarasehan. Maka dimulailah awal perkembangan Sumarah 25 . Paguyuban Sumarah mengenal tiga orang pini sepuh awal ialah Sukirnohartono sebagai warana perintis didampingi oleh Soehardo dan H. Soetadi sebagai pamong-pamong pertama bidang tugasnya masing-masing. Dua diantaranya telah meninggal dunia: Pak Soetadi tanggal 28 Januari 1958 di Sala, dan Pak Kino, tanggal 25 Maret 1971 di Yogyakarta. Untuk seterusnya tugas warana dan pamong diemban dan berkembang pada diri petugas-petugas yang dikehendaki oleh tuntunan Sumarah atas kesaksian dalam sujud bersama yang kemudian dikukuhkan oleh organisasi. Tuntunan Sumarah tidak dimonopoli seseorang dan tidak pula pada diktatatas dasar suatu dokumen ajaran tertulis atau bentuk symbol tertentu, melainkan ada dan berkembang semata-mata mengikuti penjabaran tuntunan atas kehendak Tuhan Yang Maha Esa dalam penghayatan dari waktu-waktu bersinambungan dan tingkat-meningkat sejak tahun 1935 hingga kini 26 . Oleh karena warga Paguyuban Sumarah bertambah luas dan tempatnya berpencar-pencar di beberapa kota, padahal pada waktu itu belum ada pedoman tertentu, maka oleh para tokoh-tokoh pini sepuh Paguyuban Sumarah dipandang 25 Romdon, Tashawuf dan Alran Kebatinan , h. 111. 26 Sumarah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan, Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Proyek Inventaris Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, h. 28-29. 16 perlu adanya pedoman ilmu Sumarah yang kemudian dikenal dengan nama ‘Sesanggeman’, adapun Sesanggeman berasal dari kata sanggem mendapat awalan se- dan ahiran -an. Sanggem artinya sanggup menjalani. Sesanggeman berarti kesanggupan untuk menjalani. Sesanggeman adalah ketentuan-ketentuan moral untuk dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari 27 . Sesanggeman itu tidak diperlakukan sebagaimana kitab suci, tetapi harus dipakai sebagai pedoman para warga sehingga berstatus sebagai norma etisnya. Sesanggeman tersebut diberikan oleh Pak Kino Soekirnohartono setelah melakukan meditasi 28 . Perkembangan organisasi Sumarah itu sendiri selanjutnya dapat dibagi menjadi beberapa fase: a. Pra-organisasi 1935-1950 di mana bimbingan Paguyuban Sumarah berada di tangan tiga orang pini sepuh, dengan pembagian tugas : Pak Kino – bagian kerohanian Ketuhanan Yang Maha Esa Pak Soehardo – bagian pendidikan dan pengembangan Pak Soetadi – bagian organisasi dan praja. b. Dalam tahun-tahun perjuangan fisik usaha pembentukan organisasi diserahkan kepada angkatan mudakanoman, namun akhirnya usaha tersebut dikembalikan lagi kepada para pini sepuh. 27 Ensiklopedi Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Sesanggeman, Direktorat Jendral Nilai Budaya Seni dan Film Direktorat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, 2006, h. 61. 28 Romdon, Tashawuf dan Alran Kebatinan, h. 106. 17 c. Baru pada tahun 1950, terbentuklah organisasi dengan pimpinan yang disebut Pengurus Besar PB, yang diketuai oleh Dr. Soerono Prodjohoesodo dan berkedudukan di Yogyakarta. Periode PB yang berakhir pada tahun 1966 sempat mengantar Paguyuban Sumarah hingga pertengahan fase ke-III. d. Disusul dengan periode DPP Dewan Pimpinan Pusat ke-I 1966-1970 dengan trio pimpinan Arytrimutrhy – Soediyono – Pranyoto yang berkedudukan di Jakarta, dimana Paguyuban Sumarah mulai dibebani tugas ekstern dengan kekaryaannya pada BK5I Badan Koordinasi Karyawan KerohanianKebatinanKejiwaan Indonesia. e. Dilanjutkan dengan periode DPP ke-II 1970-1974 dengan trio pimpinan Arymutrhy – Soetjipto – Zahid Hussein, dimana Paguyuban Sumarah meningkatkan pengertian ekstra organisasinya dengan peranannya pada Simposium Nasional Kepercayaan dan Munas Kepercayaan ke-I bulan November dan Desember 1970 di Yogyakarta yang melahirkan SKK Sekretariat Kerjasama Kepercayaan. f. Dilanjutkan pula dengan periode DPP ke-III 1974-1978 dengan komposisi trio pimpinan yang sama, dimana Paguyuban Sumarah diberi saham besar dalam mensukseskan Munas II Kepercayaan bulan Desember 1974 di 18 Purwokerto dan dalam pengurusan SKK baik di pusat maupun di daerah- daerah 29 . Kemudian proses ini berlanjut sampai sekarang, dengan bentuk organisasi yang matang, lengkap dengan pengurus-pengurusnya, dari tingkat cabang, daerah sampai pusat, dengan jumlah pengikutnya yang juga semakin bertambah, hingga ribuan orang pemeluk taat, dan ratusan ribu simpatisannya.

D. Pokok-pokok Ajaran Sumarah.

Sebenarnya Paguyuban Sumarah tidak memiliki pedoman yang mereka anggap sebagai kitab suci, sebab menurut mereka, pedoman jalan hidup yang suci dapat diperoleh dengan cara melakukan sujud sepenuh jiwa, sehingga Hakiki, dapat dirasakan dan dimengerti oleh hati. Maka oleh karena demikian, yang kita dapati tentang ajaran-ajaran Sumarah, biasanya di ambil dari kumpulan-kumpulan ceramah, pengajian, atau apapun istilahnya, yang kemudian direkam, ditulis, dan disebarkan secara terbatas. Misalnya, buku kumpulan ceramah Pak Kino Sukirnohartono yang terkadang dimasukkan dalam buku organisasi, atau kumpulan ceramah dr. Soerono, sebagai ketua organisasi, dan seterusnya, seperti 29 Sumarah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan, Direktorat Pembinaan Penghayat Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, Proyek Inventaris Kepercayaan Terhadap Tuhan Yang Maha Esa, h. 31. 19 buku Sumarah I, II dan kumpulan wewarah 30 Sumarah, yang dipimpin oleh Drs. Arimurti salah seorang ketua setelah dr. Soerono. Terkadang isinya pun hanya mengenai ajaran untuk meneruskan ajaran Sumarah, melakukan peran langsung dalam pembangunan negara, ataupun kajian atas ajaran-ajaran yang pernah disampaikan oleh Pak Kino 31 . Bagi orang yang baru mengenal dan ingin belajar ilmu Sumarah, biasanya ditest terlebih dahulu, dan harus mengucapkan 9 janji baiat, yang disebut Sesanggeman, adapun 9 janji atau baiat itu sebagaimana tertera dalam Anggaran Dasar Rumah Tangga Sumarah, yaitu : 1. Percaya kepada Allah, Nabi-Nya, dan Kitab-kitab-Nya. 2. Sanggup untuk senantiasa ingat kepada Allah, menjauhkan diri dari rasa mengaku, sombong, dan percaya kepada kasunyatan dan sujud kepada Allah. 3. Berusaha bagi kesehatan badan, ketentraman hati, dan kesucian roh, serta pembangunan watak, percakapan dan tindakan. 4. Mempererat persaudaraan berdasarkan cinta kasih. 5. Sanggup berusaha dan bertindak memperluas tugas dan tujuan hidup dan memperhatikan kepentingan masyarakat umum, taat kepada kewajiban 30 Wewarah bermakna ajaran: ia juga mengajarkan pengetahuan kebatinan berdasarkan -- nenek moyangnya, kamus online kateglo diakses dari http:bahtera.orgkateglo pada tanggal 30 Juli 2009. 31 Panggilan warga Sumarah kepada R. Ng. Soekirno 20 sebagai warga Negara, menuju kepada kemuliaan dan keluhuran yang membawa ketentraman dunia 6. Sanggup untuk berbuat benar, tunduk kepada undang-undang Negara, menghormati sesama manusia, tidak mencela paham dan pengetahuan orang lain, bahkan berdasarkan rasa cinta kasih berusaha semua golongan, para penghayat kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa dan para pemeluk agama bersama-sama menuju tujuan yang satu. 7. Menghindari perbuatan hina, maksiat, jahat, dengki, dan sebagainya, segala perbuatan dan ucapan serba jujur dan nyata dibawakan dengan sabar dan teliti, tidak tergesa-gesa, tidak terdorong nafsu. 8. Rajin menambah pengetahuan lahir dan batin. 9. Tidak fanatis, hanya percaya kepada hakikat kenyataan, yang pada ahirnya bermanfaat bagi masyarakat umum. Selanjutnya mengenai konsep ajaran yang lainnya, seperti yang telah dikemukakan di atas, bahwa Paguyuban Sumarah tidak membuat satu buku yang dianggap sebagai kitab suci yang harus menjadi pegangan seluruh anggota, dan terikat dengan buku itu. Yang penulis dapatkan, berdasarkan penelusuran ke Perpustakaan Budaya dan Pariwisata di Jakarta, hanya terdapat beberapa buku, yang ditulis kalangan Sumarah sendiri, tentang organisasi Paguyuban Sumarah secara umum, kumpulan ceramah pini sepuh, sinom-sinom dalam bahasa Jawa halus, yang juga berisi ceramah Pak Kino, tentang olah rasa, melakukan sujud Sumarah dengan sepenuh jiwa, supaya dapat bersatu dengan Tuhan 21