Konsepsi Manusia Menurut Pangestu

diciptakan yaitu empat anasir yang disebut suasana, api, air dan tanah. Terciptanya empat macam anasir tersebut, sekalipun atas kekuasaan Tuhan, juga berasal dari Tuhan, maka dapat diumpakan pelita dan asapnya 34 . Menurut Sumantri 35 , bahwa turunnya roh suci digambarkan seperti pletikan api Yang Maha Agung. Hal ini berdasarkan penafsiran Sumantri yang menyatakan, bahwa dalam Kesadaran Agung yang diam ini terkandung Kehendak untuk melepaskan cahaya-cahaya kemampuan dan kesadaran, sebagai pletikan api Yang Maha Agung. Roh suci sebagai cahaya Tuhan, sebelumnya telah tertunggal dengan Suksma Sejati. Keterangan ini menunjukkan bahwa penciptaan manusia menurut Pangestu melalui proses emanasi 36 . Proses emanasi ini juga dapat diterapkan pada penciptaan empat anasir, yaitu; udara 37 , air, api, dan tanah, hal ini berdasarkan kalimat sekalipun atas kekuasaan Tuhan, juga berasal dari Tuhan, maka dapat diumpakan pelita dan asapnya. Kemudian tentang penciptaan manusia, terdapat keterangan dalam Sasangka Jati: Adapun terciptanya manusia itu dari sinar bertunggalnya Tripurusa: Suksma Kawekas-Suksma Sejati-Roh Suci menurut Islam, bagi para ahli makrifat, disebut: Allah-Rasul- 34 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006, cet. ke- 6, h. 37. 35 Sumantri Hardjoprakoso, salah seorang yang mula-mula meneliti tentang aliran Pangestu, dengan judul disertasi Indonesisch Mensbeld Als Basis Ener Psycho Therapie, di Universitas Leiden Belanda, pada tahun 1956, dan sekaligus sebagai salah seorang pengurus Pangestu pada saat itu. 36 Suwarno Imam S, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam Berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 310. 37 Dalam Sasangka Jati digunakan kata suasana. 24 Muhammad; atau menurut Kristen: Sang Bapa-Sang Putra-Roh Kudus yang diberi busana sari empat macam anasir, seperti suasana, api, air dan tanah, yang kemudian terbabar menjadi bahan bakal kasar dan halus lahir, batin. Adapun alat badan jasmani dianugerahi pancaindera, yaitu: penglihatan, pendengaran, pengucapan, penciuman dan perasaan. Lagi pula diberi saudara, yang lazimnya disebut empat macam nafsu, seperti: lawwamah, amarah, sufiah, muthmainnah, dan tiga saudara lagi yang berkumpul menjadi satu di angan-angan, yaitu yang disebut pangaribawa, prabawa dan kamayan 38 . Berdasarkan keterangan sebelumnya didapat kesimpulan bahwa alam dunia ini tercipta dari empat anasir yang berasal dari Tuhan, yaitu; udara, api, air dan tanah. Empat anasir ini juga kemudian merupakan baku penciptaan manusia, maka demikian manusia disebut dunia kecil, makrokosmos dan mikrokosmos. Kesamaan anasir ini yang menyebabkan adanya sifat saling mempengaruhi, dalam Sasangka Jati dengan kalimat dunia besar dapat menguasai dunia kecil 39 atau sebaliknya. Alam dapat menyebabkan bencana bagi manusia atau sebaliknya. Alam menguasai manusia, dan atau sebaliknya. Kemudian, dalam Sasangka Jati: Adapun terciptanya manusia yang paling awal adalah laki- laki, yaitu yang akan menurunkan benih, atau yang menjadi perantara turunnya Roh Suci. Tuhan kemudian menciptakan perempuan, yang akan mewadahi turunnya Roh Suci, semua itu terjadi atas kekuasaan Tuhan. Demikian seterusnya, keadaan 38 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006, cet. ke- 6, h. 40. 39 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, h. 40. 25 manusia dapat berkembang biak hingga sekarang, turunnya Roh Suci dengan perantaraan laki-laki dan perempuan 40 . Keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa turunnya Roh Suci melalui perantaraan laki-laki dan perempuan, atau dengan kata lain turunnya Roh Suci setelah adanya manusia pertama. Tentang manusia pertama, diterangkan selanjutnya: Namun, ketahuilah olehmu bahwa terciptanya manusia yang mula-mula itu tidak hanya sepasang seperti umumnya anggapan orang yang disebut Adam dan Hawa. Akan tetapi sejatinya, di setiap pulau besar-besar juga ada manusia sepasang yang diciptakan mula pertama guna dijadikan benih 41 . Jadi terjadinya manusia pertama, yang jadi dari kekuasaan Tuhan, adalah merupakan banyak pasangan manusia laki-laki dan perempuan. Di tiap-tiap pulau diberi manusia sejodoh sebagai bibit untuk menurunkan suatu bangsa. Baru setelah itu terjadi perkembangbiakan manusia dengan memakai perantara ibu-bapa seperti yang terjadi sampai sekarang. Adanya perbedaan-perbedaan rupa dan kulit di antara bangsa, dianggap sebagai petunjuk bahwa umat manusia ini tidak berasal dari keturunan Adam dan Hawa yang hanya sepasang itu. Perbedaan kulit dan watak di antara bangsa- bangsa, disebabkan oleh tebal tipisnya anasir yang menjadi busana Roh Suci, dan menurut tebal tipisnya anasir di setiap pulau. Misalnya: apabila anasir api tebal di negara yang berhawa sangat panas anasir airnya tipis, suasananya juga kurang padat, warna kulit bangsa di tanah itu menjadi hitam, seperti di Afrika dan Arab. Apabila anasir air terlalu banyak, 40 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, h. 40. 41 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, h. 40. 26 anasir apinya kurang, warna kulit bangsa di tanah itu putih, seperti bangsa di Eropa dan lain-lain tempat yang dingin 42 . Keterangan tersebut menjelaskan tentang pendapat yang menguatkan bahwa manusia diciptakan banyak pasangan dan ditempatkan banyak pulau besar, dengan asumsi perbedaan kulit dan watak yang disebakan perbedaan kekuatan di antara empat anasir, antara alam dan manusia, dunia besar dan dunia kecil, atau makrokosmos dan mikrokosmos. Selanjutnya mengenai kisah Adam dan Hawa, sebagai prototipe manusia pertama dijelaskan pula dengan pendapat yang berbeda dengan umumnya. Sebagaimana dijelaskan sebelumnya dalam Sasangka Jati, bahwa ketika Tuhan hendak menurunkan Roh Suci, Kehendak itu terhenti karena belum ada wadah atau kancahnya, maka Tuhan menciptakan alam. Kehendak yang terhenti, diartikan oleh Harun Hadiwijono sebagai penjabaran mitologis tentang kejadian Adam dan Hawa, seperti yang termaktub baik di Al Qur’an maupun Injil. Hawa, sebagai perempuan, dipakai Tuhan untuk menyembunyikan Roh Suci. Adam, sebagai lelaki, adalah alat yang dipakai Roh Suci untuk turun 43 . Secara global mitologis tentang Adam dan Hawa menurut Pangestu, seperti telah disinggung di atas, merupakan cerita yang terambil dari Al- Quran maupun Injil: Adam dijadikan di surga, lalu diberi jodoh Hawa, yang 42 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, h. 43. 43 Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, Jakarta: Percetakan BPK GUNUNG MULIA, 1987, h. 72. 27 dijadikan dari tulang rusuk kiri yang terakhir dari Adam. Tatkala Adam dan Hawa di surga, Tuhan memberi larangan tidak boleh memakan buah khuldi. Pada waktu itu Hawa lalu digoda oleh Iblis yang menyamar menjadi ular yang membujuk Hawa. Hawa lalu mengajak Adam memakan buah larangan tadi. Setelah Adam dan Hawa makan buah khuldi itu, mereka lalu diusir dari surga, diturunkan ke dunia. Menurut Sasangka Jati, Adam sesungguhnya bahan bakal jasmani, yaitu bercampurnya empat macam anasir yang menjadi busana Roh Suci, oleh karena semua manusia pertama yang banyak pasangan itu jasmaninya sama, yaitu empat anasir, maka disebut satu, tunggal bahan bakalnya 44 . Selanjutnya, Adam dan Hawa berada di dalam Firdaus adalah simbol terhentinya kehendak untuk menurunkan Roh Suci, dan simbol dari kesatuan Suksma Kawekas dan Suksma Sejati. Adam dijadikan di sorga, itu adalah isbat Kehendak Tuhan, adapun Hawa itu isbat dari pada Sir, yaitu Aku Ingsun Sirullah, yaitu Suksma Sejati, yang menyatakan Kehendak Tuhan Suksma Kawekas. Oleh karena itu terjadinya Hawa diceritakan sebagai sempalanpecahan dari pada tulang rusuk Adam yang terakhir, yang kiri, yang berarti : terjadinya Sir itu dari pada sempalan Kehendak, atau Kehendak itu ternyata Sir. Sir itulah yang menyatakan kuasa Tuhan. Jadi Aku dapat dimisalkan terjadi dari pada sempalan Tuhan 45 . 44 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006, cet. ke- 6, h. 41. 45 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, h. 41 28 Jadi Adam dan Hawa itu, kecuali menjadi ibarat dari pria dan wanita, juga menjadi ibarat dari Tuhan Kehendak dan Suksma Sejati Sirullah, yang menunjuk kepada hubungan yang tak terpisahkan, seperti halnya Tuhan dan kekuasaannya 46 . Simbol penciptaan Hawa dari tulang rusuk yang kiri, itu berarti bahwa Kehendak Allah untuk menjadikan perkara yang fana, yang bisa rusak. Kiri adalah simbol dari sesuatu yang tidak kekal 47 . Kisah tersebut menurut Pangestu harus diartikan secara alegoris- mistis, dan bukan sebagai cerita yang harus diterima secara historis. Menurut Sasangka Jati, makna yang terkandung antara lain; buah khuldi yang dimakan berarti terlahirnya Kehendak. Khuldi itu kekal, tetapi terlahirnya mengadakan barang yang tidak kekal, ialah terjadinya empat anasir udara, air, api dan tanah. Buah dapat dimakan apabila sudah ada yang memakan berarti Kehendak untuk menurunkan Roh Suci dapat terlaksana bila sudah ada wadahnya pakaiannya, sedang yang memakan memakai adalah Roh Suci memakai pakaian anasir empat macam atau masuk ke dalam alam materi. Inilah artinya Adam dan Hawa turun ke dunia 48 . Selanjutnya mengenai godaan iblis yang menyamar menjadi ular, memiliki arti; pelaksanaan Kehendak Allah menyebabkan adanya empat anasir yang dapat rusak, empat anasir itu sendiri menimbulkan adanya 46 Sularso Sopater, Mengenal Pokok-pokok Ajaran Pangestu, Jakarta: PT. New Aqua Press, 1987, h. 69. 47 Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987, h. 73. 48 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006, cet. ke- 6, h. 43. 29 Kehendak untuk berkembang inilah saatnya Roh Suci ingin turun ke dunia. Keinginan itu menimbulkan kerusakan, sebab pelaksanaan keinginan itu terjadi di alam dunia dengan menggunakan selubung pakaian yang dapat rusak dan terbatas 49 . Selanjutnya mengenai, turunnya Roh Suci ketika masuk ke rahim ibu, Sasangka Jati, secara tegas menyatakan bahwa terjadinya jabang bayi setelah ada manusia, dalam arti, melalui proses perkawinan antara pasangan manusia pertama, yang kemudian menurunkan banyak bangsa. Kini Aku memberi petunjuk tentang terjadinya jabang bayi setelah ada manusia, yaitu turunnya Roh Suci dengan perantaraan laki-laki dan perempuan. Ketika benih hidup Roh Suci sudah memasuki rahim ibu wadah bayi sesungguhnya sudah memakai busana halusnya anasir yang tidak kasatmata. Ketika itu membentuk peranti busana hidup di alam jasmani, dengan bertemunya kerja empat macam anasir, yang saling mempengaruhi, sehingga makin lama busana tersebut mulai terbentuk dan setiap hari makin besar hingga akhirnya berwujud manusia. Begitu pula semua organ dan bagian sekujur badan, kemudian juga siap lengkap, terjadinya ada yang bersama-sama atau ada yang ganti-berganti, misalnya; jantung, ari-ari tembuni, pusar dan air ketuban. Adapun tembuni itu perlu untuk menerima mengalirnya anasir suci dari ibu, sari anasir tersebut masuknya ke tubuh jabang bayi, diterima pusar, selanjutnya ke jantung dan merata ke seluruh tubuh. Adapun air ketuban itu perlu untuk mendinginkan daya panas dari api ibu dan juga melicinkan persentuhan bayi dengan bungkusnya 50 . Keterangan di atas sebenarnya, tidaklah bertentangan dengan ajaran manapun mengenai terjadinya bayi, baik dari segi pemahaman agama 49 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, h. 43. 50 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, h. 44. 30 maupun medis. Hanya saja memang sangat menekankan tentang empat macam anasir yang menjadi elemen terpenting terciptanya alam dan manusia. Sasangka Jati juga menerangkan bahwa manusia setelah masuk ke alam jasmani atau lahir, kemudian juga bersinggungan dengan empat anasir, matahari sebagai sumber anasir api, air susu ibu sebagai unsur air dan tanah melalui air susu ibunya, dan unsur suasana udara yaitu keluar masuknya nafas. Dan proses tersebut berlangsung terus, hingga si bayi menjadi tua dan mati, hanya saja ada juga penekanan bagi manusia untuk tidak memakan daging hewan, karena hewan mempunyai unsur hidup yang harus dihormati. Jika dilanggar, maka kemungkinan jika konsumsi daging berlebihan, menimbulkan efek, baik fisik maupun psikis.

2. Susunan Manusia

Kemudian tentang penciptaan manusia sekaligus penjelasan mengenai susunan manusia, terdapat keterangan seperti telah dikutip sebelumnya: Adapun terciptanya manusia itu dari sinar bertunggalnya Tripurusa: Suksma Kawekas-Suksma Sejati-Roh Suci menurut Islam, bagi para ahli makrifat, disebut: Allah-Rasul-Muhammad; atau menurut Kristen: Sang Bapa-Sang Putra-Roh Kudus yang diberi busana sari empat macam anasir, seperti suasana, api, air dan tanah, yang kemudian terbabar menjadi bahan bakal kasar dan halus lahir, batin. Adapun alat badan jasmani dianugerahi pancaindera, yaitu: penglihatan, pendengaran, pengucapan, penciuman dan perasaan. Lagi pula diberi saudara, yang lazimnya disebut empat macam nafsu, seperti: lawwamah, amarah, sufiah, muthmainnah, 31 dan tiga saudara lagi yang berkumpul menjadi satu di angan-angan, yaitu yang disebut pangaribawa, prabawa dan kamayan 51 . Kutipan di atas menjelaskan bahwa manusia tercipta dari cahaya Tripurusa, diberi busana empat anasir, dilengkapi dengan pancaindera, yaitu; penglihatan, pendengaran, pengucapan, penciuman dan perasaan. Oleh karena terjadinya jabang bayi itu dari tujuh keadaan, yaitu Tri Purusa dan empat anasir yang menjadi busananya, maka manusia juga mempunyai apa yang lazimnya disebut “tujuh saudara”, yang lahir bersama-sama dalam seketika, yaitu empat macam nafsu, lawwamah, amarah, sufiah, muthmainnah, dan tiga saudara yang menjadi satu di angan-angan, pangaribawa, prabawa dan kemayan. Penjelasan mengenai empat macam nafsu ini terdapat dalam keterangan selanjutnya di Sasangka Jati, sebagai berikut: Adanya empat anasir itu menyebabkan timbulnya nafsu empat macam, yaitu: lawwamah, tercipta dari anasir tanah berwarna ungu kehitam-hitaman, berada dalam daging manusia. Wataknya jahat, tamak, serakah, malas, tidak tahu kebaikan. Tetapi apabila sudah mau tunduk dan patuh dapat menjadi dasar kekuatan. Amarah tercipta dari unsur api, berwarna merah berada dalam darah, merata di sekujur manusia. Wataknya berhasrat kuat, mudah tersinggung, berangasan dan pemarah. Amarah menjadi jalan bagi saudara- saudara lainnya yang bertindak jahat atau baik, semua lewat amarah, amarah itu menjadi baku yang mempengaruhi daya kekuatan saudara-saudara lainnya agar dapat tercapai maksudnya. Sufiah tercipta dari air, berwarna kuning, berada dalam tulang sumsum. Adapun halusnya sufiah menjadi kehendak. Sufiah adalah nafsu yang menyebabkan adanya keinginan, kasmaran atau 51 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006, cet. ke- 6, h. 40. 32 sengsem. Muthmainnah tercipta dari anasir suasana, berwarna putih, berada dalam nafas, wataknya terang, suci, bakti, kasih sayang 52 . Sumantri menambahkan, bahwa kombinasi antara muthmainnah, amarah, dan sufiah akan mendatangkan bahagia umat manusia. Hubungan lawwamah, amarah, dan sufiah, dapat membawa kekuatan badan jasmani tetapi juga mendatangkan bencana bagi orang lain 53 . Dalam kehidupan manusia, muthmainnah dan lawwamah menetukan watak manusia, sedang sufiah dan amarah hanya menampilkan warna atau tampilan apakah muthmainnah atau lawwamah. Selanjutnya mengenai saudara tiga lainnya, dalam Sasangka Jati: Pangaribawa, kasarnya berwujud pusar, yaitu daya kekuatan darah dari jantung ibu yang diterima pusar, dapat menghidupi jabang bayi ketika masih di rahim ibu, adapun halusnya berada di angan-angan. Prabawa, ketika bayi lahir, prabawa bertindak, wujudnya ibu lalu mengejan, sebab pengaruh daya perbawa darah, yaitu uap darah lazimnya disebut ejanan, ejanan itulah yang mendorong lahirnya jabang bayi. Setelah bayi lahir halusnya prabawa ejanan menyatu dalam angan-angan. Kemayan kasarnya berwujud jantung, halusnya juga menyatu mennjadi angan-angan, yang berada di pusat sanuabari 54 . Keterangan tersebut kemudian ditambahkan oleh Dr. Sumantri, yang dikutip oleh Harun Hadiwijono, sebagai berikut: 52 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, h. 46. 53 R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 1989, h. 12. 54 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006, cet. ke- 6, h. 47. 33 Karena adanya Tri Purusa di dalam pakaian jasmani, maka tampaklah bayangan dari Tripurusa itu. Bayangan Tri Purusa ini disebut angan-angan atau kecakapan intelektuil manusia, yaitu; logos. Logos ini juga terdiri dari tiga faset, yaitu; cipta sebagai bayangan Roh Suci, nalar sebagai bayangan Suksma Sejati, dan pangerti sebagai bayangan Suksma Kawekas. Cipta adalah pikiran atau fungsi yang membentuk gambaran, nalar atau pemikir adalah fungsi yang assiosiatif, yang mengasosiasikan atau menghubungkan pengertian yang bermacam-macam, yang satu dihubungkan dengan yang lain. Akhirnya pangerti, adalah fungsi untuk mengerti, untuk merangkumkan, untuk mengawasi dan merealisasi, pokoknya pangerti adalah fungsi transenden bagi pengawasan dan pengertian 55 . Dalam kitab Sasangka Jati pula juga didapati kalimat bahwa angan-angan yang terdiri dari tiga saudara di atas, bayangan Tri Purusa yang dimaknai dengan “Ingsun-nya manusia”, atau “Aku”-nya manusia 56 , yang memiliki kekuasaan untuk memerintah saudara empat nafsu lainnya. Aku-nya manusia ini disebut dengan “Ego”. Ego atau “Aku” manusia harus dibedakan dengan Roh Suci. Roh Suci ialah jiwa manusia sejati yang tidak dibelenggu oleh benda, sedang Aku ialah gejala psikologis yang hanya bersangkutan dengan hidup sehari-hari saja. Jika kecakapan intelektuil manusia disebut Ego maka Roh Suci dapat disebut “Super Ego” 57 . Keberadaan angan-angan, sangat dibutuhkan untuk memerintah empat saudara nafsu, hal ini disebabkan ketika Roh Suci turun ke dunia, kesadaran bahwa ia bersumber dari Suksma Sejati menjadi latent atau 55 Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987, h. 78 56 R. Soenarto Mertowardojo, Sasangka Jati, Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 2006, cet. ke- 6, h. 47. 57 Harun Hadiwijono, Konsepsi Tentang Manusia Dalam Kebatinan Jawa, Jakarta: Sinar Harapan, 1983, h. 126. 34 tersembunyi karena adanya empat nafsu yang tercipta dari empat anasir, dan bersinggungan dengan dunia kasar. Manusia akhirnya menjadi permainan nafsu-nafsunya. Hal ini diterangkan oleh Sumantri: Setelah Roh Suci mendapatkan selubung unsur-unsur yang bersifat jasmani, kesadaran Tripurusa menjadi tersilam. Karena ini manusia tidak merasa lagi dipimpin dan dituntun oleh Suksma Sejati. Terombang-ambinglah manusia oleh pergolakan nafsu-nafsu jasmani. Di sini Suksma Sejati atas Kehendak Suksma Kawekas melimpahkan Kemurahan-Nya. Diberikanlah sesuatu untuk memimpin nafsu-nafsu ini. Pemimpin baru ini bersarang dan berkedudukan di dalam badan jasmani sendiri, berlawanan dengan Tripurusa yang tidak terikat oleh badan jasmani, sekalipun ada di dalamnya. Pimpinan baru ini berwujud bayangan Tripurusa di dalam badan jasmani. Bayangan itu disebut Angan-angan. Kekuatan di dalam angan-angan untuk tugas sehari-hari diputuskanlah dalam apa yang disebut Aku 58 . Secara global penjelasan mengenai manusia menurut Pangestu, secara baik telah dirangkum oleh Sumantri, dengan menggunakan bagan skema susunan manusia yang disebut dengan Candra Jiwa Soenarto 59 , tentu saja hal ini berdasarkan keterangan dari Sasangka jati, bahwa manusia terdiri dari tiga bentuk ke-ada-an yang terpisah, tetapi saling berhubungan, yaitu badan kasar, badan halus dan tanpa jasad immaterial. Penjelasannya sebagai berikut; 1. Badan Jasmani Kasar wadag kasarbiologis Di sini terdapat alat pelaksana untuk melaksanakan keinginan, yaitu anggota tubuh dan panca indera. Panca indera merupakan pintu gerbang 58 R. Soemantri Hardjoprakoso, Arsip Sarjana Budi Santosa, Jakarta: Paguyuban Ngesti Tunggal, 1989, h. 13. 59 Lihat lampiran h. 60. 35 antara manusia dengan dunia besar, makhluk-makhluk lainnya, dengannya manusia mengetahui hal yang berada di luar dirinya. Bila mati, maka hubungan antara badan kasar dan badan halus terputus, dan badan kasar akan kembali ke anasir lagi secara berangsur-angsur. 2. Badan Jasmani Halus psikologis Badan halus terdiri dari dari; angan-angan, nafsu-nafsu, dan perasaan. Angan-angan, merupakan bayangan Tripurusa yang terdiri dari cipta bayangan Roh Suci, disebut Pangaribawa untuk membayangkan dan menangkap image dan wujud, nalar bayangan Suksma Sejati, disebut Prabawa, menghubungkan semua bayangan yang ada, dan pangerti bayangan Suksma Kawekas, disebut Kamayan untuk menimbulkan pengertian. Nafsu-nafsu terdiri dari lawwamah, amarah, sufiah dan muthmainnah. Perasaan, merupakan hasil saling mempengaruhi antara angan-angan dengan nafsu-nafsu. Bila angan-angan dan nafsu-nafsu selaras, maka perasaan menjadi positif, senang, puas dan sebagainya, bila tidak selaras, maka perasaan menjadi negatip, penolakan, sedih, kecewa dan sebagainya. Fungsi tertinggi perasaan adalah percaya kepada Tri Purusa. 3. Alam Sejati Dunia tanpa jasadimmaterial Alam Sejati tempat bertakhta Tri Purusa yaitu kerajaan Allah yang berada di sanubari manusia yang suci Qalbu Mukmin Baitullah. Keberadaan Tri Purusa dalam kalbu tidak memerlukan tempat khusus, tidak terasa, tidak teraba. Untuk memasukinya ada pintu yang disebut Rahsa 36 Sejati, yang melalui pintu inilah Tuhan selalu memancarkan pepadang dan tuntunan-Nya 60 . Berdasarkan pembagian susunan manusia, dan alam yang meliputinya, maka manusia mempunyai dua tenaga pusat vitalitas hidup, yaitu ; 1. Pusat tanpa jasad immaterial, yakni Tri Purusa, Suksma Kawekas, Suksma Sejati dan Roh Suci. 2. Pusat berjasad, terdiri dari; Angan-angan Pangerti, Nalar dan Cipta sebagai bayangan Tri Purusa, Kemayan, Prabawa dan Pangaribawa, Nafsu-nafsu muthmainnah, sufiah, amarah dan lawwamah, dan Rasa Pangrasa atau hidup perasaan 61 . Demikian konsepsi tentang manusia berdasarkan keterangan Sasangka Jati, sebagai pedoman utama Pangestu.

B. Konsep Manusia Menurut Sumarah

Konsepsi tentang manusia menurut Sumarah, begitu halnya dengan Pangestu, tidak dapat dipisahkan dengan konsep Tuhan, hanya saja konsep ke- 60 Ringkasan Ceramah V, Candra Jiwa Soenarto, Paguyuban Ngesti Tunggal, tanpa tahun , h. 3. 61 Harun Hadiwijono, Kebatinan dan Injil, Jakarta: BPK Gunung Mulia, 1987, h. 82-83. 37 Tuhanan Sumarah tidak banyak didapati keterangan. Dikatakan bahwa Tuhan itu Allah, Allah itu Esa. Ajaran tentang Tuhan di Sumarah dan hampir semua aliran kebatinan dapat disebut “monisme panteistik”, di mana Tuhan dan manusia dipandang sebagai satu kesatuan. Imanensi Tuhan secara total dikatakan bahwa Tuhan berada di dalam diri manusia yang diwakili oleh Urip Hidup. Bahkan dikatakan bahwa urip hidup itu hakikatnya adalah Tuhan itu sendiri 62 . Menurut Sumarah, manusia terdiri dari: badan wadag jasmani, badan nafsu dan jiwa atau roh. Berikut penjelasan mengenai tentang itu yang dikutip langsung dari Harun Hadiwijono dalam Kebatinan dan Injil.

1. Badan Wadag jasmani

Badan wadag atau jasmani berasal dari anasir: bumi, angin, air dan api. Jika orang meninggal dunia, badan wadagnya dikubur atau dibakar, sehingga dengan cara itu badan wadag dikembalikan pada asalnya. Badan wadag dilengkapi dengan bermacam-macam alat, yaitu: panca indera, yang dikuasai oleh pemikir kecakapan berfikir. Pemikir ini hanya bersangkutan dengan segala perkara duniawi, untuk mendapatkan segala macam pengetahuan dan pengalaman hidup. Alat yang erat sekali dengan pemikir adalah angan- 62 Suwarno Imam S, Konsep Tuhan, Manusia, Mistik dalam Berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: PT RajaGrafindo Persada, 2005, h. 211. 38 angan. Keduanya bekerja sama erat sekali. Apa yang ditangkap oleh pemikir diteruskan kepada angan-angan untuk disimpan.

2. Badan Nafsu

Badan nafsu berasal dari Allah dengan perantaraan Iblis dan dikembalikan kepada asalnya juga. Ada empat nafsu, yaitu: muthmainnah, sumber segala perbuatan baik dan sumber semangat mencari Allah, ammarah, sumber kemarahan, sufiah, sifat erotis, dan lawwamah, yaitu sifat mementingkan diri sendiri. Pusat segala nafsu ini disebut Suksma, yang harus dibedakan dari Jiwa, yaitu jiwa manusia tak berjasad. Sedangkan pusat pemikir, angan-angan, nafsu dan suksma disebut Nyawa, yaitu jiwa dalam arti psikologis.

3. Jiwa atau Roh

Jiwa atau Roh berasal dari Roh Suci, atau dari Allah, yang akan dikembalikan lagi jika orang dapat mati dengan sempurna. Bagian manusia yang erat sekali dengan jiwa adalah rasa, yang harus dibedakan dengan 39