Pokok-pokok Ajaran Pangestu Studi komparatif tentang konsepsi manusia menurut aliran pangestu dan paguyuban Sumarah

Sejarah berdirinya Paguyuban Sumarah tidak terlepas dari kehidupan R. Ng. Soekirnohartono sebagai tokoh pendirinya. Ia dilahirkan pada hari Rabu Kliwon tanggal 20 Rajab tahun Alip 1827, atau tanggal 26 Desember 1897 jam. 03.00 Wuku Wugu di desa Munggi Kecamatan Semewu Kab. Gunung Kidul Yogyakarta, dan wafat pada hari Kamis tanggal 25 Maret 1971 di Yogyakarta. Ia keturunan dari keluarga R. Wirowedono. Waktu ia kecil diberi nama oleh kakeknya dengan sebutan Gudel, namun setelah dewasa ia meminta kepada ibunya agar namanya diganti dengan “Soekirnohartono”, permintaan itu dikabulkan dan resmilah nama Soekirnohartono sebagai ganti nama Gudel. Adapun nama “Hartono” adalah nama tambahan pemberian kesultanan Yogyakarta ketika ia menjadi pegawai kesultanan, dan bertugas menangani keuangan pasar 20 . Sejak masih kecil, yaitu sejak duduk di sekolah dasar, ia sudah nampak sebagai anak yang rajin, tertarik mempelajari ilmu kebatinan, senang berguru kepada kyai, menghadiri sarasehan, gemar shalat, puasa dan sebagainya. Disamping itu ia juga mempelajari ilmu politik, ekonomi, kursus bahasa dan pengetahuan umum terutama setelah berusia dewasa. Pada perkembangan selanjutnya semua pengetahuan yang telah diperolehnya itu menjadi kurang menarik perhatiannya, ia lebih tertarik pada ilmu warisan nenek moyangnya yaitu “Ilmu Kewaskitaan dan Kedigdayaan”. Namun ilmu itupun akhirnya 20 Romdon, Tashawuf dan Aliran Kebatinan, Perbandingan Antara Aspek-Aspek Mistikisme Jawa, Yogyakarta: Lembaga Studi Filsafat Islam, 1995, h. 108. 13 ditinggalkannya karena dianggap mengarah kepada perkelahian dan pembunuhan. Ketidakpuasan terhadap ilmu-ilmu yang telah diperolehnya itu mendorong dirinya untuk berusaha terus-menerus mencari ketenteraman hati dan akhirnya masuklah ia ke dalam “Panguden Hardopuroso” yang dipimpin oleh Ranuhadidjoyo yang mengajarkan tentang wirid untuk memperoleh kemulyaan hidup 21 . Ia pernah mengikuti kelompok Hardopusoro yang mengajarkan teknik meditasi yang didirikan oleh Ki Sumocitro. Ia juga pernah berkenalan dengan Muhammad Subuh pendiri Subud 22 . Pada masa inilah ia berteman akrab dengan R. Soehardo. Seterusnya R. Ng. Soekirnohartono dan R. Soehardo menjalin hubungan persaudaraan yang erat sekali, karena nampaknya keduanya memang sama-sama berbakat di dalam ilmu kebatinan. Kemudian pada suatu hari, tepatnya tanggal 8 September 1935, ketika R.Ng. Soekirnohartono sedang melaksanakan meditasi sebagaimana yang diajarkan oleh gurunya, ia mohon pada Tuhan agar supaya bangsa Indonesia diberi kemerdekaan. Pada saat itu R. Ng. Soekirnohartono merasa mendapat perintah dari Tuhan untuk menutup iman kepada umat, karena sebagian besar dari umat itu tidak bulat lagi imannya kepada Tuhan. Perintah tersebut diterima oleh R. Ng. Soekirnohartono melalui Hakiki, yang menurut aliran Sumarah, merupakan sumber dari otoritas dan otentitas spiritual, sebagai saluran yang mengalirkan bimbingan spiritual yang 21 Abd Mutholib, Abd Ghofur Imam, dkk. Aliran Kepercayaan dan Kebatinan di Indonesia, Surabaya: Amin, 1988, h. 98. 22 Suwarno Imam, Konsep Tuhan, Manusia dan Mistik dalam Berbagai Kebatinan Jawa, Jakarta: Raja Grafindo persada, 2005, h. 205. 14