Riwayat Hidup Pendiri Pangestu
kesetian dalam tugas, tidak segan-segan bekerja berat dan menderita, ketangguhan dan lain sebagainya
11
. Waktu terus berjalan dan akhirnya masa ngenger
12
itupun berlalu, perjalanan ngenger yang berat inilah yang menjadi tonggak penting dalam hidup
R. Soenarto. Ketika beliau beranjak dewasa, keinginan untuk terus mencari dan memahami ke-Esa-an Tuhan berikut semesta alam seisinya makin mengental
melalui perenungan yang dalam, muncul pertanyaan-pertanyaan besar, seperti dimana Tuhan bertahta, bagaimana manusia bertemu dengan Tuhannya dan lain
sebagainya. Hal inilah yang mendorong R. Soenarto untuk belajar kepada beberapa guru. Akan tetapi jawaban yang diperoleh beliau tidak ada yang
memuaskan bahkan mengecewakan. Beliau kemudian berjanji dalam hati untuk tidak berguru lagi dan akan memohon kepada Tuhan Yang Maha Esa.
Di masa dewasa R. Soenarto menikah dengan seorang wanita bernama Rr. Soemini pada tanggal 6 Februari tahun 1921 di Kedung Jati. Hasil perkawinan ini
ia dianugerahi empat orang anak, yang dua orang telah lebih dahulu meninggal, tinggal dua orang yaitu Ny. Suminah yang bersuamikan R. Ngalimin Djojosaputro
dan Ny. Suharti yang bersuamikan R. Murtopo Wirokusumo. Kemudian dari kedua orang wanita tersebut menurunkan cucu sebanyak tujuh belas orang
13
.
11
Sularso Sopater, Mengenal Pokok-pokok Ajaran Pangestu, h. 14.
12
Ngenger bermakna menumpang hidup, kamus online kateglo yang diakses dari http:bahtera.orgkateglo.com pada tanggal 28 juli 2009
13
Suwarno Imam, Pangestu dan Mistisisme, Analisa dan pandangan, Jakarta: Saudara, 1978, h. 6.
9
Di antara pendidikan yang pernah ditempuhnya ialah; di Hollands Inlandse Middagoursus, dan di Algemeen Nederlands Verbond. Pada masa penjajahan
Belanda, ia bekerja sebagai Hulpsehrijver Titdelijk di Surakarta sejak tanggal 1 April 1920, kemudian pada tanggal 21 Januari 1942 sebagai Inlandse Schrijver ter
griffie Landraad te Surakarta merangkap jabatan Fungerend deuwaarder, selanjutnya diangkat menjadi Buitengewon Substituut Griffie hingga akhir
penjajahan Belanda. Pada jaman pendudukan Jepang, R. Soenarto masih melanjutkan bekerja sebagia panitera, kemudian karena kesehatannya terganggu,
ia keluar dari dinasnya dan membantu Mr. Suwardji di kantor advokat sebagai tenaga administrasi di Sala, sampai proklamasi kemerdekaan
14
. Pengalaman mistis R. Soenarto terjadi manakala beliau sering
merenungkan tentang hakikat hidup, dan selalu mencari apa yang sebenarnya dikatakan ilmu sejati itu, sebagaimana diceritakan dalam buku riwayat singkat Pak
De Narto
15
itu, dikatakan bahwa pada tanggal 14 Februari 1932 pukul setengah enam sore, ketika itu ia sedang duduk di serambi muka di rumahnya di kampung
Widuran, Solo, tiba-tiba seperti ada yang bersabda tetapi tidak didengar oleh telinga, melainkan langsung dimengerti didalam hati sanubarinya seperti kalimat
berikut: Ketahuilah yang dinamakan ilmu sejati adalah petunjuk yang nyata, yaitu
14
Suwarno Imam, Pangestu dan Mistisisme, h. 7.
15
Panggilan Warga Pangestu kepada R. Soenarto
10
jalan yang sampai pada asal mula hidup. Hoesodo 1968:10 kumpulan sabda itu kemudian dibukukan yang disebut serat kitab Sasangka Jati
16
. Sejak menerima sabda tersebut, ia mengakui dirinya sebagai siswa Suksma
Sejati, kemudian ia bermaksud menyampaikan sabda itu kepada dua orang temannya yang akan ditunjuk sebagai pencatatnya. Tiba-tiba datanglah
Hardjoprakoso di rumahnya pada tanggal 17 Mei 1932, seminggu kemudian, 27 Mei 1932 datang pula Sumodihardjo. Kedua temannya ini dengan gembira
menerima apa yang disampaikan R. Soenarto. Pada saat itu berkumpullah tiga orang itu, R. Soenarto berumur 33 tahun, Hardjoprakoso 50 tahun, dan Trihardono
Sumodihardjo 41 tahun. Selanjutnya setiap malam selama tujuh bulan mulai Juni 1932 sampai Januari 1933 tiga orang itu selalu berkumpul. R. Soenarto sebagai
warana atau perantara sabda dari Suksma Sejati, Hardjoprakoso dan Sumodihardjo sebagai pencatat dengan bahasa dan huruf Jawa
17
.