Peranan Kepolisian Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang yang Berasal Dari Hasil Perjudian Online
PERANAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
YANG BERASAL DARI HASIL
PERJUDIAN
ONLINE
SKRIPSI
Oleh :
HARDY PRIMADI PAKPAHAN NIM : 090200108
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(2)
PERANAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG
YANG BERASAL DARI HASIL
PERJUDIAN
ONLINE
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas-tugas dan memenuhi syarat-syarat untuk mencapai gelar
Sarjana Hukum
Oleh :
HARDY PRIMADI PAKPAHAN NIM : 090200108
Disetujui oleh :
Ketua Departemen Hukum Pidana
NIP . 195703261986011001 Dr. M. Hamdan, SH, M. Hum
Pembimbing I Pembimbing II
Muhammad Nuh, SH, M.Hum
NIP . 1948080111980031003 NIP . 1974040120021001 Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum
FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
(3)
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yesus Kristus, atas segala berkat dan kasih karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini untuk dapat menyelesaikan studi di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara Medan. Skripsi ini disusun untuk melengkapi dan memenuhi tugas dan syarat untuk meraih gelar Sarjana Hukum di Universitas Sumatera Utara yang merupakan kewajiban bagi setiap mahasiswa/i yang akan menyelesaikan perkuliahannya.
Adapun judul skripsi yang penulis kemukakan adalah : “ PERANAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG BERASAL DARI HASIL PERJUDIAN ONLINE”, penulis telah berusaha semaksimal mungkin dan bekerja keras dalam menyusun skripsi ini. Namun, penulis menyadari masih banyak kekurangan dari segi isi maupun penulisan dari skripsi ini.
Melalui kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terimakasih dan penghargaan setinggi-tingginya kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu :
1. Bapak Prof. Dr. Runtung Sitepu, SH, M. Hum, selaku Dekan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Prof. Dr. Budiman Ginting, SH, M.Hum, Bapak Syafruddin Hasibuan, SH, MH, DFM, Bapak Muhammad Husni, SH, M. Hum, yang masing-masing adalah selaku Pembantu Dekan I, Pembantu Dekan II, Pembantu Dekan III Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
(4)
3. Bapak Dr. M. Hamdan, SH, M. Hum, selaku Ketua Departemen Hukum Pidana Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan bimbingan ataupun arahan kepada penulis.
4. Bapak Muhammad Nuh, SH, M. HUM, selaku Dosen Pembimbing I dalam penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.
5. Bapak Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M. Hum, selaku Dosen Pembimbing II dalam penulisan skripsi ini, yang telah meluangkan waktu untuk membimbing, mengarahkan dan memeriksa skripsi ini agar menjadi lebih baik.
6. Bapak / Ibu Dosen dan Seluruh staf Administrasi Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara.
7. Bapak tercinta Captain H. G. Pakpahan dan “The Greatest MOM” R. L. Nainggolan, terima kasih buat kasih sayang, pengorbanan, perhatian, dukungan, dan doanya selama ini, Tuhan Yesus selalu memberkati.
8. Buat UO “Comay” Ganteng, terima kasih buat dukungan, nasihat, perhatian, bantuan dan doanya selama ini, Tuhan Yesus memberkati.
9. Buat saudari Kakak-kakakku tersayang, Dewi Enzie Melissa Pakpahan, Machda Christine Pakpahan, Santrie Octavia Pakpahan, terima kasih buat dukungan, nasihat, perhatian, bantuan, semangat dan doanya selama ini, Tuhan Yesus memberkati.
10.Sahabat tersayang Robi Jonathan Ocejo Sianturi, terima kasih buat dukungan, perhatian, bantuan, semangat, dan doanya selama ini, semoga persahabatan kita tetap awet, Tuhan Yesus memberkati.
(5)
11.Para compañera, Hermana, y mi amiga Jessica Grace Simanjuntak, muchas gracias por el repaldo, el animo, la atencion y la oracion que me diste, muchas gracias tambien por la oportunidad y los momentos que lo pasamos juntos, Que Dios te bendiga, Hasta la vista.
12.Buat teman-teman seperjuangan Stambuk 2009, Julius Simanjuntak, Jan Bosarmen Sinaga, Rony Fasha Pohan, Rudy Voiler Sembiring, Frans Sinarta Ginting, Rio Montez Malau, Anggie Tumpak Sihotang, dan seluruh teman-teman satu stambuk yang tidak disebutkan namanya satu persatu, tetap semangat dan sukses terus, Tuhan Yesus memberkati.
13.Buat seluruh Rekan-rekan Keluarga besar Mapala Natural Justice Fakultas Hukum Universitas Sumater Utara, Abangda-abangda Pendiri (Leonard Marpaung, Zefri Zulfi, Barita Lumban Batu, Nanda Simangunsong, Adryan Dwi Pradipta, Wira Yudha, Dedy Ronald Gultom), teman-teman Perintis yang mewakili (Wisman Goklas Siagian dan Aubertus Siahaan) dan Angkatan I Cakrawala (Daniel Pasaribu, Dessy Vitae, Elly Selvia, Elsa Manalu, Fifi Damanik, Bobby Simangunsong, Sari, dan Tohap Tambunan, tetap semangat, terus berkarya, dan salam LESTARI!!!
14.Buat Rekan-rekan dan Saudara-saudara seiman Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) Komisariat Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, Abangda dan Kakanda Stambuk 2006, 2007, 2008 dan teman-teman
stambuk 2009 (Jefry Sihotang, Jonathan Sinaga, Jesaya Syahkata, Yosua Sigalingging, Hotman Aruan, Sumanggam Wahyu, Chrispo Simanjuntak,
Fredrick Rogate, Chrisyela Sinaga), angkatan 2010 (Ruth Sonya Siahaan, Merty Pasaribu, Lowria Livia Napitupulu, Defina Simangunsong, Dessy Saida,
(6)
Nurmawati Pakpahan, Rikky Aritonang, Togi Sirait), adinda-adinda stambuk 2011 dan 2012 (Togar Nainggolan, Daud Siringo-ringo, Roland, Roni, Eliejer, Naomi Sitinjak, Ari Pareme, Rolas Putri) dan adinda-adinda stambuk 2012 (Meilinda Nainggolan, William Nainggolan, Fredrik Girsang, Frans Wardana, Arjuna) dan yang tidak disebutkan satu persatu, terima kasih buat dukungannya dan semoga darah kita tetap biru, Tuhan Yesus memberkati kita, Ut Omnes Unum Sint, Syalom!
15.Buat Bang Andri Manurung, yang telah memberikan ide, masukan, saran kepada penulis dalam penulisan skripsi ini, terima kasih sebesar-besarnya, Tuhan Yesus memberkati.
16.Buat Reta Puji Ulina, Endha Ancilla Sembiring, Irryn Bukit, Restika, terima kasih buat dukungan dan doanya, tetap semangat kuliahnya, Tuhan Yesus memberkati.
17.Buat Teman-teman dan Sahabatku “BIG BROTHERS”, Juan Vincent, Fendy Wiliam, Guruh Johannes Purba, Fhilips Kristianto, Andrew Kristanto, Hendrik Prawira, Vincent Halim, Era Surya, Andy Wirawan Salim, terima kasih buat dukungan dan doa nya, semoga persahabatan kita tetap awet, Tuhan Yesus memberkati.
18.Buat Teman-teman dan Sahabat seperjuangan, Jacob Sibarani (Golpit), Efendy Siagian (Ucok), Juni Siahaan (Donal), Wismarck Manurung (Bum-bum), Hotman Siahaan (Ceker), dan Agry Purba (Doly), Octavirna Saragi, terima kasih buat dukungan dan doa nya, semoga persahabatan kita tetap awet, Tuhan Yesus Memberkati.
(7)
Besar harapan penulis, semoga skripsi ini bermanfaat bagi perkembangan ilmu hukum, khususnya hukum pidana, bagi penulis sendiri dan bagi para pembaca.
Medan, Juli 2013 Penulis
090200108
(8)
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... v
ABSTRAKSI ... vii
BAB I : PENDAHULUAN ... 1
A. Latar Belakang ... 1
B. Perumusan Masalah ... 6
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan ... 6
D. Keaslian Penulisan ... 7
E. Tinjauan Pustaka ... 8
1. Pengertian Tindak Pidana ... 8
2. Pengertian Pencucian Uang ... 9
3. Pengertian Tindak Perjudian ... 10
4. Pengertian Kepolisian ... 12
F. Metode Penelitian ... 12
G. Sistematika Penulisan ... 14
BAB II : TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERJUDIAN ONLINE ... 16
A. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 ... 16
1. Sejarah dan Pengertian Pencucian Uang ... 16
2. Faktor-faktor Penyebab Timbulnya Pencucian Uang . 21 3. Tahap-tahap dan Modus Operasional Pencucian Uang . 25 4. Tindak Pidana Pencucian Uang ... 34
(9)
B. Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Online dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi
dan Transaksi Elektronik ... 39
1. Perjudian Online dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 ... 39
2. Jenis-jenis Perjudian Online... 35
C. Kaitan antara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Perjudian Online ... 59
BAB III : PERANAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG BERASAL DARI HASIL PERJUDIAN ONLINE ... 64
A. Peran Preventif ... 64
B. Peran Pre-emtif ... 87
C. Peran Represif ... 92
BAB IV : KESIMPULAN DAN SARAN ... 109
A. Kesimpulan ... 109
B. Saran ... 111
(10)
PERANAN KEPOLISIAN DALAM MEMBERANTAS TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG YANG BERASAL DARI
HASIL PERJUDIAN ONLINE
Muhammad Nuh, SH, M.Hum*) Dr. Mahmud Mulyadi, SH, M.Hum**)
Hardy Primadi Pakpahan***)
*)
Dosen Pembimbing I
**)
Dosen Pembimbing II
***)
Mahasiswa Fakultas Hukum USU
ABSTRAKSI
Kejahatan pencucian uang adalah kejahatan yang berdimensi internasional, sehingga penanggulangannya harus dilakukan secara kerja sama internasional juga. Prinsip dasar pencucian uang itu adalah dengan menyembunyikan sumber atau asal usul uang haram tersebut agar uang tersebut seolah-olah berasal dari aktivitas yang legal. Oleh karena itu untuk memberantas tindak pidana pidana pencucian pihak kepolisian menjalin kerja sama nasional dengan pihak-pihak lainnya seperti Bank Indonesia dan PPATK maupun kerja sama internasional.
Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah penelitian hukum normatif, yaitu penelitian yang menggunakan bahan pustaka atau data sekunder yang diperoleh dari berbagai literatur dan peraturan perundang-undangan. Data sekunder yaitu, data dari bahan-bahan kepustakaan yang antara lain meliputi bahan kepustakaan seperti literatur, dokumen-dokumen resmi, buku-buku karya ilmiah pendapat para sarjana, jurnal dan sebagainya. Kemudian data diolah secara kualitatif.
Adapun rumusan permasalahan yang akan dibahas dalam skripsi ini adalah mengenai kaitan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana perjudian
online dan peranan kepolisian dalam memberantas tindak pidana pencucian uang yang berasal dari hasil perjudian online.
Pemahaman bahwa tindak pidana pencucian uang itu menganut azas kriminalitas ganda yaitu tindak pidana asal dan tindak pidana pencucian uang itu sendiri. Kaitan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana perjudian
online adalah dimana perjudian online sendiri termasuk ke dalam daftar tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih seperti yang tertulis pada Pasal 2 ayat (1) huruf z Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang. Sedangkan peranan kepolisian dalam memberantas tindak pidana pencucian uang yang berasal dari hasil tindak pidana perjudian online ditinjau dari tiga peranan yaitu peranan preventif (pencegahan), peranan pre-emtif (penyuluhan) yang dimana kedua peranan ini termasuk ke dalam kebijakan non penal (pendekatan di luar hukum pidana) dan yang terakhir peranan represif (pemberlakuan hukum pidana atau politik hukum pidana) peranan ini termasuk ke dalam kebijakan penal (penerapan hukum pidana).
(11)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pencucian uang sebagai suatu kejahatan yang berdimensi internasional merupakan hal baru di banyak negara termasuk Indonesia. Sebegitu besarnya dampak negatif yang ditimbulkannya terhadap perekonomian suatu negara, sehingga negara-negara di dunia dan organisasi internasional merasa tergugah dan termotivasi untuk menaruh perhatian yang lebih serius terhadap pencegahan dan pemberantasan kejahatan pencucian uang. Hal ini tidak lain karena kejahatan pencucian uang (money laundering) tersebut baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mempengaruhi sistem perekonomian, dan pengaruhnya tersebut merupakan dampak negatif bagi perekonomian itu sendiri.1
Dalam upaya pencegahan dan pemberantasan kejahatan money laundering, yang sudah tergolong pula sebagai kejahatan transnasional ini, maka pada tahun 1988 diadakan konvensi internasional, yaitu United Nation Convention Againts Illict Traffic in Narcotic Drugs and Psychotropic Substances atau yang lebih dikenal dengan nama UN Drug Convention. Kemudian untuk menindaklanjuti konvensi tersebut, pada bulan Juli 1989 di Paris telah dibentuk sebuah satuan tugas yang khusus menangani money laundering yang disebut dengan The Financial Action Task Force (FATF). Dalam hubungan ini dapat dikemukakan
1
Bismar Nasution, Rejim Anti-Money Laundering Di Indonesia, Books Terrace&Library,
(12)
bahwa pengaturan mengenai anti-money laundering di Indonesia sangat erat kaitannya dengan adanya keputusan FATF pada tanggal 22 Juni 2001. Didala, keputusan FATF ini Indonesia dimasukkan sebagai salah satu diantara 15 negara yang dianggap tidak kooperatif (non-cooperative countries and teritories) dalam pencegahan dan pemberantasan kejahatan money laundering.2
Sifat dasar dari tindak pidana pencucian uang itu sendiri secara umum berupaya memperoleh keuntungan keuangan dari tindak pidana yang dilakukannya. Sementara pelaku tindak pidana berupaya menjadi sosok yang baik dan tidak ada seorangpun yang diharapkannya beranggapan bahwa dirinya telah melakukan tindak pidana. Untuk itulah, pelaku tindak pidana akan selalu melakukan berbagai upaya agar keuntungan ataupun dana yang diperoleh dari hasil tindak pidana dapat dinyatakan dari berasal dari aktivitas yang legal. Dalam hal ini, melakukan pembelian aset (property), menyimpannya dalam sistem keuangan, melakukan pembelian instrumen keuangan atau bahkan mendirikan usaha bisnis agar dapat memiliki landasan dalam menikmati keuntungan dari aktivitas pidananya.
3
Dalam konteks sekarang, tindak pidana pencucian uang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk, tidak hanya melalui sistem keuangan, investasi langsung, tetapi juga disembunyikan dalam bentuk harta benda seperti properti,kendaraan, perhiasan dan lain sebagainya. Untuk itulah kemudian pandangan atas penegakan hukum sedikit demi sedikit berubah, diawali dengan penegakan hukum atas tindak
2
Ibid, Hal. 2.
3
Ivan Yustiavandana, Arman Nefi, Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Ghalia Indonesia, 2010, Cetakan pertama, Hal. 1.
(13)
pidana yang dilakukan oleh pelaku tindak pidana, dimana pelaku akan menjadi objek bagi penegakan hukum yang dilakukan. Saat ini penegakan hukum dilakukan pula dengan melakukan kriminalisasi atas penggunaan maupun pemanfaatan dana atau harta kekayaan yang diperoleh dari hasil tindak pidana.4
Dalam upaya pemberantasan tindak pidana pencucian uang tersebut terdapat suatu inovasi yang menarik, yaitu dapat dibentuk suatu badan yang bersifat independen yang disebut sebagai Financial Intelligent Unit (FIU) yang dimana tugasnya adalah untuk membantu kepolisian dalam penanganan tindak pidana pencucian uang,melalui pengumpulan informasi tentang transaksi keuangan yang dicurigai kemungkinan adanya praktik pencucian uang. Di Indonesia sendiri badan tersebut disebut dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), yang tugasnya mengumpulkan dan memproses informasi yang berkaitan dengan kecurigaan atau indikasi pencucian uang yang dimana juga akan bermuara terhadap pencegahan dan pemberantasan tindak pidana pencucian uang itu, PPATK bertanggung jawab langsung kepada Presiden.5
Uang yang didapat dari hasil tindak pidana pencucian uang tersebut pun dapat diperoleh dari beragam jenis sumber antara lain berupa tindak pidana korupsi, penyuapan, penyelundupan barang, penyelundupan tenaga kerja, penyelundupan imigran, perbankan, perdagangan gelap narkotika dan psikotoprika, perdagangan budak, wanita, dan anak, perdangan senjata gelap,
4
Ibid, Hal. 2.
5
H. Juni Sjafrien Jahja, Melawan Money Laundering, Cetakan pertama, Jakarta: Visimedia, 2012, hal 15.
(14)
penculikan, teroroisme, pencurian, peggelapan, penipuan dan berbagai kejahatan dan beragam jenis perjudian, baik yang bersifat umum maupun yang menggunakan media internet (online).
Pesatnya pertumbuhan teknologi informasi dan semakin berkembangnya kesadaran akan pentingnyaa pembentukan rejim anti-money laundering membuat pelaku kejahatan mengubah metode atau cara pencucian uang. Metode konvensional yang biasa digunakan ternyata tidak lagi menjamin keamanan dan kenyamanan pelaku pencucian uang sehingga mereka mulai mencari alternatif lain dengan memanfaatkan perkembangan teknologi.6
Salah satu bentuk kejahatan pada dunia maya yang sedang marak terjadi pada saat sekarang ini adalah Perjudian melalui internet atau yang biasa disebut dengan Perjudian Online. Jenis Perjudian online pun beragam, mulai dari judi kartu, dadu, kasino, togel online, pacu kuda, judi bola, basket, balapan, golf dan lain sebagainya. Jadi dapat disimpulkan bahwa judi online adalah permainan judi Kemajuan teknologi internet tersebut banyak disalah gunakan oleh berbagai pihak baik yang bersifat pribadi maupun kelompok untuk menguntungkan diri mereka sendiri, yang dimana apabila tidak dapat disesuaikan dengan penyesuaian diri maka akan berujung pada pelanggaran norma-norma hukum yang berlaku, dengan kata lain semakin berkembangnya teknologi internet tersebut maka akan semakin meningkat juga kejahatan atau tindak pidana pada dunia maya baik jenis maupun bentuknya maka akan semakin kompleks, kejahatan pada dunia maya ini disebut dengan Cyber Crime.
6
(15)
dengan media elektronik dengan akses internet sebagai perantaranya. Perjudian
online pun sudah sering terjadi di Indonesia sendiri dengan terdapatnya beberapa kasus judi online yang terjadi di Indonesia. Norma hukum di Indonesia sendiri sudah jelas mengatur mengenai larangan terhadap perjudian online tersebut seperti pada Pasal 27 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik tentang larangan perjudian elektronik.
Perjudian online tersebut akan menghasilkan uang kepada pelaku atau orang yang melakukan judi online tersebut baik dalam nominal kecil hingga nominal terbesar. Uang yang dihasilkan tersebut biasanya akan disembuyikan ataupun disamarkan keberadaanya agar tampak seolah-olah berasal dari kegiatan yang sah atau legal, sehingga perjudian online juga dapat dijadikan sebagai tindak pidana asal bagi pelaku tindak pidana pencucian uang. Disinilah peran daripada pihak Kepolisian maupun pihak-pihak terkait lainnya seperti PPATK, Bank Indonesia, dan pihak lainnya untuk membuktikan uang hasil transaksi daripada perjudian online tersebut, serta memberantas pencucian uang dari modus perjudian online di Indonesia.
Hal inilah yang mendorong penulis untuk membahas mengenai “Peranan Kepolisian Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Berasal Dari Hasil Perjudian Online” di Indonesia dengan ditinjau dari perspektif Hukum Pidana Indonesia dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang serta Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
(16)
B. Perumusan Masalah
Dari uraian tersebut diatas Penulis akan membahas permasalahan sebagai berikut:
1. Bagaimana Kaitan Antara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Perjudian Online.
2. Bagaimana Peranan Kepolisian dalam memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang yang Berasal dari Hasil Perjudian Online.
C. Tujuan dan Manfaat Penulisan 1. Tujuan Penulisan
Bahwa setiap karya ilmiah memiliki tujuan yang akan diperoleh berdasarkan suatu permasalahan yang ada. Adapun tujuan yang akan dicapai dari penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui mengenai keterkaitan tindak pidana pencucian uang dengan tindak pidana perjudian online.
2. Untuk mengetahui peranan Kepolisian dalam memberantas tindak pidana pencucian uang yang berasal dari hasil perjudian online.
2. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat yang hendak dicapai di dalam penulisan skripsi ini adalah sebagai berikut:
(17)
1. Manfaat Teoritis
Untuk memberikan informasi serta dapat menambah wawasan bagi para mahasiswa dalam bidang hukum pidana pada umumnya dan tentang tindak pidana pencucian uang pada khususnya, sehingga diharapkan skripsi ini dapat menjadi bahan masukan serta dapat memperluas dan menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa dalam bidang hukum pidana pada umumya dan mengenai segala sesuatu yang berhubungan dengan tindak pidana pencucian uang dan. 2. Manfaat Praktis
1. Untuk memberikan masukan bagi masyarakat luas agar dapat meningkatkan kesadarannya dalam membantu pihak aparat penegak hukum dalam memberantas tindak pidana pencucian uang khususnya yang berasal dari perjudian online di Indonesia.
2. Untuk memberikan masukan kepada aparat hukum yang berwajib serta badan-badan yang terkait lainnya untuk saling berkerja sama serta dapat meningkatkan profesioanalisme kerja dalam upaya penegakan hukum dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang dari hasil perjudian online.
D. Keaslian Penulisan
Skripsi dengan judul “Peranan Kepolisian Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang Yang Berasal Dari Hasil Perjudian Online” belum pernah ditulis oleh siapapun sebelumnya di Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara. Pada prinsipnya dalam penulisan karya ilmiah ini penulis memperolehnya berdasarkan literatur yang ada, baik dari perpustakaan, media massa cetak
(18)
maupun elektronik, ditambahkan pemikiran penulis. Oleh karena itu skripsi ini adalah asli merupakan karya ilmiah penulis dan dapat dipertanggung jawabkan secara moral maupun akademik.
E. Tinjauan Pustaka
1. Pengertian Tindak Pidana
Istilah tindak pidana berasal dari bahasa Belanda yaitu strafbaarfeit, yaitu istilah yang terdapat dalam KUHP Belanda demikian juga dalam KUHP Indonesia, tetapi tidak ada penjelasan secara rinci mengenai pengertian
strafbaarfeit tersebut.
Dalam bahasa Belanda, strafbaarfeit itu terdiri dari tiga kata yaitu straf, baar dan feit. Straf diartikan sebagai pidana atau hukum, baar diartikan sebagai dapat atau boleh, dan feit diartikan sebagai tindak, peristiwa, pelanggaran dan perbuatan 7
Menurut Simons, strafbaarfeit adalah
. Jadi, secara harfiah, strafbaarfeit dapat diartikan sebagai suatu perbuatan yang dapat dipidana.
8
Menurut Pompe, strafbaarfeit adalah
“Tindakan melanggar hukum yang telah dilakukan dengan sengaja oleh seseorang yang dapat dipertanggungjawabkan atas tindakannya dan oleh undang-undang telah dinyatakan sebagai tindakan yang dapat dihukum.”
9
7
Adami Chazawi, Pelajaran Hukum Pidana 1, Raja Grafindo Persada,Jakarta, 2005, hal.69.
8
Evi Hartani, Tindak Pidana Korupsi, Sinar Grafika, Jakarta 2005, hal.5.
9Ibid
(19)
“Suatu pelanggaran norm atau gangguan terhadap tertib hukum yang dengan sengaja atau tidak sengaja telah dilakukan oleh seorang pelaku, dimana penjatuhan hukuman terhadap pelaku itu adalah penting demi terpeliharanya tertib hukum dan terjaminnya kepentingan umum.”
Tindak Pidana merupakan istilah resmi yang digunakan pada hampir seluruh perundang-undangan pidana di Indonesia. Sebagian besar nama dan judul perundang-undangan pidana di Indonesia menggunakan istilah “tindak pidana” 1. Pengertian Pencucian Uang
Jika dilihat dari pengertiannya money laundering atau pencucian uang terdiri dari dua kata yang diartikan secara terpisah yaitu kata money dan
laundering. Sehingga kata money (noun) dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia :10
Secara umum pencucian uang dapat dirumuskan sebagaisuatu proses dimana seseorang menyembunyikan penghasilannya yang berasal dari sumber
“Money” adalah Uang
Dan pengertian dari kata Laundering berasal dari kata Laundry (verb) berasal dari dalam Kamus Lengkap Inggris-Indonesia :
“Laundry” adalah pencucian ; cucian”
Sehingga jika digabungkan kata money laundering akan menjadi suatu istilah dan akan memperoleh pengertian sebagai kata kerja (verb) yaitu “Pencucian Uang” yang diartikan lebih luas lagi adalah uang yang telah dicuci,dibersihkan atau diputihkan.
10
S. Wijowasito-Tito Wasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia & Indonesia Inggris
(20)
yang illegal dan kemudian menyamarkan penghasilan tersebut agar tampak legal (money laundering is the process by which once conceals the existence of it’s illegals sources, or it illegal application of income and disquises that income, to make it appear legimate). Dengan perkataan lainnperumusan tersebut berarti suatu proses merubah uang haram (dirty money) atau uang yang diperoleh dari aktivitas illegal menjadi halal (legimate money).11
Permainan dengan bertaruh memakai uang atau barang berharga sebagai taruhan, seperti bermain dadu, main kartu dan sebagainya: berjudi berarti perbuatan mempertaruhkan sejumlah uang atau harta yang lebih besar daripada jumlah uang atau harta semula; menjudukan ialah memakai sesuatu untuk bertaruh; perjudian yaitu proses, cara, perbuatan menjudikan.
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 dalam Pasal 1 Angka (1) mencantumkan pengertian dari pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsure-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam Undang-Undang ini.
c. Pengertian Perjudian
Perjudian secara tegas dinyatakan sebagai kejahatan di dalam KUHP sehingga para pelakunya dapat dikenai pidana. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, yang dimaksud dengan ‘judi” adalah:
12
11
Suparapto, Money Laundering, (Warta BRI) ,hal 8.
12
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi ke-4,
Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,2008, hal. 590. Lihat juga W. J. S. Poerwadaminta,
Kamus Umum Bahasa Indonesia, Edisi ke-3, Balai Pustaka, Jakarta, 2002, hal. 496.
Di dalam tindak pidana perjudian terdapat tiga unsur yang merupakan faktor yang membedakan perilaku berjudi dengan perilaku lain yang juga mengandung resiko,antara lain:
(21)
a. Perjudian adalah suatu kegiatan sosial yang melibatkan sejumlah uang (atau sesuatu yang berharga) dimana pemenang memperoleh uang dari yang kalah.
b. Resiko yang diambil bergantung pada kejadian-kejadian dimasa mendatang, dengan hasil yang tidak diketahui dan banyak ditentukan oleh hal-hal yang bersifat kebetulan/keberuntungan.
c. Resiko yang diambil bukanlah suatu yang harus dilakukan; kekalahan/kehilangan dapat dihindari dengan tidak ambil bagian dalam permainan judi
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang merupakan sumber hukum pidana positif di Indonesia juga memberikan pengertian judi adalah sebagai berikut:
Yang dikatakan main judi yaitu tiap-tiap permainan yang mendasarkan pengharapan buat menang pada umumnya bergantung kepada untung-untungan saja, dan juga kalau pengharapan itu menjadi bertambah besar karena kepintaran dan kebiasaan permainan. Yang juga terhitung masuk main judi ialah pertarungan tentang keputusan perlombaan atau permainan lain, yang tidak diadakan oleh mereka yang turut berlomba atau bermain itu, demikian juga segala pertaruhan yang lain-lain.13
13
Pasal 303 ayat (3) Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Sedangakan pengertian Judi online sendiri adalah permainan judi melalui media elektronik dengan ekses internet sebagai perantara. Sehingga si pelaku judi online hanya bisa melakukan perbuatan tersebut dengan memakai dan menggunakan akses internet saja
(22)
d. Pengertian Kepolisian
Istilah polisi berasal dari bahasa Belanda politie yang mengambil dari bahasa Latin politia berasal dari kata Yunani politeia yang berarti warga kota atau pemerintahan kota. Kata ini pertama kali digunakan untuk menyebut “orang yang menjadi warga Negara dari kota Athena”, kemudian pengertian itu berkembang menjadi “kota” dan dipakai untuk menyebut “semua usaha kota”. Oleh karena pada zaman itu kota merupakan Negara yang berdiri sendiri, Yang disebut juga Polis, maka pilittea atau Polis diartikan sebagai semua usaha dan kegiatan Negara, juga termasuk kegiatan keagamaan.14
Dalam penulisan skripsi ini, dipergunakan metode penelitian hukum normatif atau biasa yang disebut dengan studi kepustakaan. Metode penelitian hukum Polisi adalah suatu pranata umum sipil yang mengatur tata tertib (orde) dan hukum. Namun kadangkala pranata ini bersifat militaristis, seperti di Indonesia sebelum Polri dilepas dari ABRI. Polisi dalam lingkungan pengadilan bertugas sebagai penyidik. Dalam tugasnya dia mencari barang bukti, keterangan-keterangan dari berbagai sumber, baik keterangan-keterangan saksi-saksi maupun keterangan-keterangan saksi ahli.
F. Metode Penelitian
Untuk mengumpulkan bahan-bahan di dalam penyusunan skripsi ini dipergunakan suatu cara atau metode yaitu :
a. Jenis Penelitian
14
(23)
normatif tersebut mengacu pada norma-norma hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada dalam masyarakat. Metode penelitian hukum norma-normatif biasanya banyak dilakukan terhadap data sekunder yang didapati dengan menggunakan penelitian deskriptif dan penelitian kasus.
b. Data dan Sumber data
Sebagaimana pada umumnya, penelitian normatif dilakukan dengan penelitian pustaka, yaitu penelitian yang dengan mempelajari bahan-bahan pustaka atau data sekunder. Data sekunder dipelajari dari bahan hukum primer, bahan hukum sekunder, dan bahan hukum tertier.
a. Bahan hukum primer berupa peraturan perundang-undangan
b. Bahan hukum sekunder berupa buku-buku, artikel, koran dan majalah c. Bahan hukum tertier, seperti kamus yang relevan dengan skripsi ini. c. Metode Pengumpulan Data
Data sekunder diperoleh melalui penelitian kepustakaan (libary research), yakni dengan melakukan penelitian menggunakan data dari berbagai sumber bacaan seperti peraturan perundang-undangan, buku-buku, jurnal, artikel, dan internet yang dinilai relevan dengan permasalahan yang akan dibahas oleh penulis dalam skripsi ini.
d. Analisis Data
Data-data yang diperoleh dari sumber-sumber tersebut diatas dianalisis secara kualitatif dan disajikan secara deskriptif. Analisa kualitatif ini ditujukan untuk mengungkapkan secara mendalam tentang pandangan dan konsep yang diperlukan dalam penulisan dan akan diurai secara komprehensif untuk menjawab berbagai permasalahan yang telah dirumuskan di dalam skripsi ini.
(24)
G. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi hukum ini terdiri dari 4 (empat) bab, dan masing-masing bab terdiri dari sub-sub bab. Adapun susunannya yaitu :
BAB I. Berisikan pendahuluan yang didalamnya memaparkan mengenai latar belakang penulisan skripsi, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan skripsi, keaslian penulisan, tinjauan pustaka yang mengemukakan berbagai defenisi, rumusan dan pengertian dari istilah yang terdapat dalam judul untuk memberi batasan dalam pemahaman mengenai istilah-istilah tersebut, metode penulisan dan terakhir diuraikan di dalam sistematika penulisan skripsi.
BAB II. Kaitan Antara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Perjudian Online. Dalam bab ini Penulis akan memberikan
uraian secara garis besar dituangkan ke dalam 3 (tiga) sub bab, yaitu : Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang di Indonesia, Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Online menurut
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, dan Kaitan antara Tindak Pidana Pencucian Uang dengan Tindak Pidana Perjudian Online.
(25)
BAB III Peranan Kepolisian Dalam Memberantas Tindak Pidana Pencucian Uang yang Berasal dari Hasil Perjudian Online. Dalam Bab ini penulis mencoba menguraikan secara keseluruhan, dan secara garis besarnya akan dituangkan ke dalam 3 (tiga) sub, yaitu Peranan Preventif, Peranan Pre-emtif, dan Peranan Represif.
(26)
BAB II
TINDAK PIDANA PENCUCIAN UANG DALAM KAITANNYA DENGAN PERJUDIAN ONLINE
A. Pengaturan Tindak Pidana Pencucian Uang dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
1. Sejarah dan Pengertian Pencucian Uang
Problematik pencucian uang yang dalam bahasa Inggris dikenal dengan nama “money laundering” sekarang mulai dibahas dalam buku-buku teks, apakah itu buku teks hukum pidana atau kriminologi. Ternyata, problematik uang haram ini sudah meminta perhatian dunia internasional karena dimensi dan implikasinya yang melanggar batas-batas negara. Sebagai suatu fenomena kejahatan yang menyangkut, terutama dunia kejahatan yang dinamakan “organized crime”,
ternyata ada pihak-pihak tertentu yang ikut menikmati keuntungan dari lalu lintas pencucian uang tanpa menyadari akan dampak kerugian yang ditimbulkan. Erat bertalian dengan hal terakhir ini adalah dunia perbankan, yang pada satu pihak beroperasional atas dasar kepercayaan para konsumen, tetapi pada pihak lain, apakah akan membiarkan kejahatan pencucian uang ini terus merajalela.15
Al Capone, penjahat terbesar di Amerika masa lalu, mencuci uanghitam dari usaha kejahatannya dengan memakai si genius Meyer Lansky, orang Polandia. Lansky, seorang akuntan, mencuci uang kejahatan Al Capone melalui
15
Adrian Sutedi, Tindak Pidana Pencucian Uang, (Bandung: Citra Aditya Bakti 2008), Hal.1
(27)
usaha binatu (laundry). Demikianlah asal muasal muncul nama “money laundering”. 16
Istilah pencucian uang atau money laundering telah dikenal sejak tahun 1930 di Amerika Serikat, yaitu ketika mafia membeli perusahaan yang sah dan resmi sebagai salah satu strateginya. Investasi terbesar adalah perusahaan pencucian pakaian atau disebut laundromats yang ketika itu terkenal di Amerika serikat. Usaha pencucian pakaian ini berkembang maju dan berbagai perolehan uang hasil kejahatan seperti dari cabang usaha lainnya ditanamkan ke perusahaan pencucian pakaian ini, seperti uang hasil minuman keras ilegal, hasil perjudian, dan hasil usaha pelacuran.17
Pada tahun 1980-an uang hasil kejahatan semakin berkembang seiring dengan berkembangnya bisnis haram, seperti perdagangan narkotik dan obat biusyang mencapai miliaran rupiah. Karenanya, kemudian muncul istilah “narco dollar”, yang berasal dari uang haram hasil perdagangan narkotik.18
Jeffrey Robinson mengemukakan bahwa kasus Al-Capone seolah-olah menggambarkan bahwa istilah pencucian uang muncul sejak kasus tersebut ada, padahal itu hanya sebagai mitos belaka. Pencucian uang dikenal demikian karena dengan jelas melibatkan tindakan penempatan uang haram atau tidak sah melalui suatu rangkaian transaksi, atau dicuci, sehingga uang tersebut keluar menjadi seolah-olah uang sah atau bersih. Artinya, sumber dana yang diperoleh secara
16
J.E. Sahetapy, “Bussines Uang Haram”, www.khn.go.id.
17
Op.cit., Adrian Sutedi, Hal. 1-2
18
A.S. Mamoedin, Analisis Kejahatan Perbankan, Cetakan Pertama, Jakarta: Rafflesia, 1997, hal.291-292
(28)
tidak sah disamarkan atau disembunyikan melalui serangkaian transfer dan transaksi agar uang tersebut pada akhirnya terlibat menjadi pendapatan yang sah.
Pendapat lain mengatakan bahwa money laundering sebagai sebutan sebenarnya belum lama dipakai. Billy Steel mengemukakan, istilah money laundering pertama kali digunakan pada surat kabar di Amerika Serikat sehubungan dengan pemberitaan skandal Watergate pada tahun 1973 di Amerika Serikat. Sedangkan penggunaanya dalam konteks pengadilan atau hukum muncul pertama kali pada tahun 1982 dalam kasus US v $4.255.625,39 (1982) 551 F Supp, 314. Sejak itulah istilah money laundering diterima dan digunakan secara luas di seluruh dunia.19
“Money laundering is the process by which one counceals the existence, illegal source, or illegal application of income, and than disguisesthat income to
Istilah pencucian uang berasal dari bahasa Inggris,yakni “money laundering”, meman tidak ada defenisi yang universal karena, baik negara-negara maju maupun negara-negara dari dunia ketiga masing-masing mempunyai defenisi sendiri-sendiri berdasarkan prioritasdan persektif yang berbeda. Namun, para ahli hukum di Indonesia telah sepakat mengartikan money laundering dengan pencucian uang.
Pengertian pencucian uang (money laundering) telah banyak dikemukakan oleh para ahli hukum. Menurut Welling, “money laundering”
adalah:
19
The Indonesia Netherland National Legal Reform Program (NLRP), Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, hal. 7
(29)
make it appear legitimate.” 20
Menurut Alford pengertian pencucian uang adalah
(Pencucian uang adalah proses dimana seseorang menyembunyikan keberadaan dari suatu hal yang bersifat ilegal, atau aplikasi dari penyamaran suatu pendapatan ilegal agar terlihat sah)
21
Fraser juga dalam bukunya Lawyer, Guns and Money mengemukakan pengertian money laundering yaitu: “Money laundering is quite simple the process through with ‘dirty’ money proceed of crime, is washed through ‘clean’ or legitimate sources and interprises so that the ‘bad guys’ may more safe enjoy their ill gotten gains.” (Pencucian uang bila diartikan secara sederhana adalah proses dimana uang ‘kotor/ilegal’ yang berasal dari tindakan yang tidak memenuhi ketentuan hukum, dicuci melalui sumber atau proses yang sah sehingga ‘pelaku kejahatan’ dapat menjadi lebih aman dan menikmati keuntungan dari yang diraihnya).
: proses yang dilakukan untuk mengubabah hasil kejahatan dari korupsi, kejahatan narkotika, perjudian, penyelundupan dan lain-lain dengan menggunakan sarana lembaga keuangan sehingga uang hasil dari kegiatan yang sah karena asal-usulnya sudah disamarkan atau disembunyikan.
22
Dalam buku yang sama yaitu Lawyer, Guns and Money Chaikin juga memberikan defenisi tentang money laundering sebagai berikut: “The process by
20
Sarah N. Welling, “Smurfs, Money Laundering and the United States Criminal Federal Law”. Dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, The Mone Trail (Confiscation of Procees of Crime. Money Laundering and Cash Transaction Reporting), Sydney: The Law Book Company Limited, 1992, hal.201.
21
Alford, Money Laundering. N.C.J Int’l & Com (Reg. Vol 19 : 1994), Hal. 437.
22
David Fraser, Lawyer, Guns and Money, Economics and Ideology on the Money Trail,
(30)
which conceals or disguises that true nature, source, disposition, movement, or ownership of money for whatever reason” (Proses dimana seseorang menyembunyikan atau penyamaran asal, sumber, disposisi, pemindahan, atau kepemilikan uang sebenarnya untuk alasan apapun. 23
Black’s Law Dictionary juga memberikan pengertian mengenai money laundering yang dikemukakan dalam Black’s Law Dictionary diartikan sebagai berikut : 24
UU RI No. 25 Tahun 2003 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang mengatakan sebagai berikut :
“Term used to describe investment or other transfer of money flowing from racketeering, drug transaction, and other illegal sources into legitimate channels so that it’s original sources can not be traced” (penyetoran/penanaman uang atau bentuk lain dari pemindahan/pengalihan uang yang berasal dari pemerasan, transaksi narkotika, dan sumber-sumber lain yang ilegal melalui saluran legal, sehingga sumber asal uang tersebut tidak dapat diketahui/dilacak.
Demikian juga dengan peraturan perundang-undangan yang ada di Indonesia sendiri, juga turut memberikan pengertian money laundering, adalah sebagai berikut :
25
“Pencucian uang adalah perbuatan menempatkan, mentransfer, membayarkan, membelanjakan, menghibahkan, menyumbangkan, menitipkan, membawa ke luar negeri, menukarkan, atau perbuatan lainnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduga merupakan hasil tindak pidana dengan
23
Op.cit, David Fraser, Hal.258.
24
H. Juni Sjafrien Jahja, Op cit, hal 5.
25
(31)
maksud untuk menyembunyikan atau menyamarkan asal usul harta kekayaan sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan yang sah”
Sedangkan menurut UU RI No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah sebagai berikut :26
Paling sedikit ada 10 (sepuluh) faktor yang menjadi penyebab maraknya kegiatan pencucian uang di suatu negara :
(Pencucian Uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan dalam undang-undang ini). Dalam undang-undang ini juga diatur segala ketentuan-ketentuan mengenai tindak pidana pencucian uang.
Sehingga secara umum pencucian uang merupakan metode untuk menyembunyikan, memindahkan, dan menggunakan hasil dari suatu tindak pidana, kegiatan organisasi kejahatan, kejahatan ekonomi, korupsi, perdagangan narkotik, perjudian dan kegiatan-kegiatan lainnya yang merupakan aktivitas kejahatan. Money laundering atau pencucian uang pada intinya melibatkan aset (pendapatan/kekayaan) yang disamarkan sehingga dapat dipergunakan tanpa terdeteksi bahwa aset tersebut berasal dari kegiatan yang legal. Melalui money laundering pendapatan atau kekayaan yang berasal dari perbuatan yang melawan hukum tersebut diubah menjadi aset keuangan yang seolah-olah berasal dari sumber yang sah atau legal.
2. Faktor-Faktor Penyebab Timbulnya Pencucian Uang
27
26
Pasal 1, UU RI No.8 Tahun 2010, tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
27
(32)
1. Faktor Globalisasi sistem keuangan
Globalisasi pada perputaran sistem keuangan internasional merupakan impian para pelaku money laundering dan dari kegiatan kriminal ini arus uang yang berjalan jutaan dollar per tahun berasal dari pertumbuhan ekonomi dimana uang yang sehat pada setiap negara sebagai dasar pada daerah pasar global. 2. Faktor Kemajuan di bidang teknologi-informasi
Dengan kemajuan di bidang teknologi informasi tersebut, seperti kemunculan internet di dunia maya (cyber space) padaera sekarang telah membuat batas-batas negara menjadi tidak berarti lagi. Dunia menjadi satu kesatuan tanpa batas. Akibatnya, kejahatan-kejahatan terorganisir (organized crime) yang diselenggarakan organisasi-organisasi kejahatan (criminal organizations)
menjadi mudah dilakukan secara lintas batas negara, dan kejahatan-kejahatan tersebut kemudian berkembang menjadi kejahatan-kejahatan transnasional. 3. Faktor Ketentuan rahasia bank yang sangat ketat
Ketatnya suatu peraturan bank dalam hal menjaga kerahasiaan atas nasabah-nasabah dan data-data rekeningnya menyebabkan para pemilik dana gelap sulit untuk dilacak dan disentuh.
4. Faktor penggunaan nama samaran atau anonim
Faktor ini terjadi karena belum diterapkannya azas “Know your customer”. Perbankan dan penyedia Jasa Keuangan lainnya belum secara sungguh-sungguh menerapkan sistem ini, sehingga seseorang dapat menyimpan dana terhadap suatu bank dengan menggunakan nama samaran (anonim).
(33)
5. Faktor electronic banking28
Dengan diperkenalkan sistem ini dalam perbankan maka diperkenankannya ATM (Automated Teller Machine) dan wire transfer. Electronic memberikan peluang bagi pencucian uang model baru dengan menggunakan jaringan internet yang disebut cyber laundering.
6. Faktor penggunaan electronic money (e-money)
Munculnya jenis uang baru yang disebut electronic money (e-money), yang tidak terlepaskan dengan maraknya electronic commerce (e-commerce) melalui internet. Praktik pencucian uang yang dilakukan dengan menggunakan jaringan internet (Cyberspace) ini disebut dengan Cyberlaundering.
7. Faktor praktik pencucian uang secara layering
Dengan cara layering, pihak yang menyimpan dana di bank (nasabah penyimpan dana atau deposan bank) bukanlah pemilik sesungguhnya dari dana itu. Deposan tersebut hanyalah sekedar bertindak sebagai kuasa atau pelaksana amanah dari pihak lain yang menguasainya untuk mendepositokan uang di sebuah bank. Sering pula terjadi bahwa pihak lain tersebut juga bukan pemilik yang sesungguhnya dari dana itu, tetapi hanya sekedar menerima amanah atau kuasa dari seseorang atau pihak lain yang menerima kuasa dari pemilik sesungguhnya. Dengan kata lain, terjadi estafet secara berlapis-lapis, biasanya para penerima kuasa yanng bertindak berlapis-lapis secara estafet itu adalah kantor-kantor pengacara.
28
Sutan Reny Sjahdeini, Seluk Beluk Tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme. (Jakarta, Pustaka Utama Grafiti) 2004, Hal 43.
(34)
8. Faktor kerahasiaan hubungan antar lawyer dan akuntan dengan kliennya
Dalam hal ini, dana disimpan di bank-bank sering diatasnamakan suatu kantor pengacara. Menurut hukum di kebanyakan negara yang telah maju, kerahasiaan hubungan antara klien dan lawyer dilindungi oleh undang-undang. Para lawyer yang menyimpan dana simpanan di bank atas nama kliennya tidak dapat dipaksa oleh otoritas yang berwenang untuk mengungkapkan identitas kliennya.
9. Faktor pemerintah yang kurang bersungguh-sungguh
Adanya ketidaksungguhan dari pemerintah di suatu negara untuk memberantas praktik pencucian uang yang dilakukan melalui sistem perbankan. Dengan kata lain, peemerintah yang bersangkut memang dengan sengaja membiarkan praktik pencucian uang berlangsung di negaranya guna memperoleh keuntungan dengan penempatan uang-uang haram di industri perbankan guna membiayai pembangunan.
10. Faktor tidak diskriminalisasinya perbuatan pencucian uang di suatu negara. Dengan kata lain, negara tersebut tidak memiliki undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang yang menentukan perbuatan pencucian uang sebagai tindak pidana. Belum adanya undang-undang tentang pemberantasan tindak pidana pencucian uang di negara tersebut untuk bersungguh-sungguh ikut aktif memberantas praktik pencucian uang secara internasional dan di negaranya sendiri.
Berdasarkan pernyataan di atas, faktor penyebab timbulnya money laundering dapat dibagi menjadi 5 (lima) faktor utama, yaitu sebagai berikut :
(35)
1. Globalisasi sistem keuangan yang perputaran secara internasional
2. Kemajuan teknologi di bidang perbankan yang menciptakan electronic banking dan e-money sehingga pelayanan bank dapat dilakukan sehingga pelayanan bank dapat dilakukan dengan internet.
3. Kerahasiaan bank untuk setiap rekening para nasabahnya sehingga memungkinkan para nasabahnya sehingga memungkinkan para nasabahnya menggunakan nama samaran (anonim) dalam proses penyimpanan dananya, serta dimungkinkan terjadinya layering (pelapisan), dimana sumber pertama sebagai pemilik sesungguhnya tidak diketahui jelas, karena deposan yang terakhir hanyalah sekedar ditugasi untuk mendepositkan di suatu bank.
4. Ketentuan hukum dimana hubungan lawyer dengan klien adalah hubungan kerahasiaan yang tidak boleh diungkapkan.
5. Belum adanya peraturan money laundering di dalam suatu negara tertentu. Faktor penyebab timbulnya money laundering begitu komplek. Berbagai hal pendorong terjadinya praktik ini menimbulkan makin tumbuh dan berkembangnya bagi pelaku money laundering untuk melakukan aktivitasnya baik dalam negaranya sendiri maupun orang lain.
3. Tahap-tahap dan Modus Operasional Pencucian Uang
Tidak mudah untuk membuktikan adanya suatu money laundering, karena kegiatannya sangat kompleks sekali, namun para pakar telah berhasil menggolongkan proses money laundering ke dalam 3 (tiga) tahapan, yaitu :
(36)
1. Tahap Placement 29
Adalah upaya menempatkan uang tunai yang berasal dari tindak pidana ke dalam sistem keuangan (financial system) atau upaya menempatkan uang giral (cek,wesel bank, sertifikat, dan deposito) kembali ke dalam sistem keuangan. Bentuk kegiatan ini antara lain :
1. Menempatkan dana pada bank, menyetorkan uang kepada penyedia jasa keuangan (PJK) sebagai pembayaran kredit untuk mengaburkan audit trail.
2. Menyeludupkan uang tunai dari suatu negara ke negara lain, membiayai suatu usaha yang seolah-olah sah atau terkait dengan usaha yang sah berupa kredit/pembiayaan.
3. Sehingga mengubah kas menjadi kredit/pembiayaan.
4. Membeli barang-barang berharga yang bernilai tinggi untuk keperluan pribadi, membelikan hadiah yang nilainya mahal sebagai penghargaan/hadiah kepada pihak lain yang pembayarannya dilakukan melalui PJK.
5. Mengubah bentuk dan menukarkan dengan mata uang, surat berharga, atau perbuatan lain.
6. Tahap Transfer (Layering) 30
Tahap kedua ialah dengan cara pelapisan (layering). Berbagai cara dapat dilakukan melalui tahap pelapisan ini yang tujuannya menghilangkan
29
H. Juni Sjafrien Jahja, Op cit, hal 9-10.
30
N.H.T. Siahaan, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan., Mengurai UU No.15 Tahun 2002 Tentang Tindak Pidana Pencucian Uang, (Jakarta, Pustaka Sinar Harapan : 2002), Hal.1.
(37)
jejak, baik ciri-ciri aslinya atau asal-usul uang tersebut. Misalnya melakukan transfer dana dari berbagai rekening ke lokasi lainnyaatau dari suatu negara ke negara lain dan dapat dilakukan berkali-kali, memecah-mecah jumlah dananya di bank dengan maksud mengaburkan asal-usulnya, mentransfer dalam bentuk valuta asing, membeli saham, melakukan transaksiderivatif dan lain-lain. Sering kali juga terjadi si penyimpanan dana itu sudah merupakan lapis-lapis yang jauh, karena sudah diupayakan berkali-kali simpan menyimpan sebelumnya. Cara lain misalnya si pemilik uang kotor meminta kredit di bank dan dengan uang kotornya dipakai untuk untuk membiayai suatu kegiatan usaha secara legal. Dengan melakukan cara seperti ini, maka kelihatan bahwa kegiatan usahanya secara legal tersebut tidak merupakan hasil dari uang kotor itu
melainkan dari perolehan kredit bank tadi.
7. Tahap Integration31
Upaya menggunakan harta kekayaan yang berasal dari tindak pidana yang telah berhasil masuk ke dalam sistem keuangan melalui penempatan atau transfer sehingga seolah-olah menjadi harta kekayaan halal (clean money), untuk kegiatan bisnis yang halal atau untuk membiayai kembali kegiatan kejahatan.
Secara operasional perkembangan tahapan-tahapan tersebut semakin kompleks dan canggih. Begitu juga dengan metode-metode pencucian uang
31
(38)
yang semakin modern dan diakui oleh dunia internasional. Ada tiga metode-metode pencucian uang yang diakui pada saat sekarang ini, yaitu : 32
1. Buy and Sell Conversions
Dilakukan melalui jual-beli barang dan jasa. Sebagai contoh, real estate atau aset lainnya dapat dijual kepada co-conspirator yang menyetujui untuk membeli atau menjual dengan harga yang lebih tinggi daripada harga yang sebenarnya dengan tujuan untuk memperoleh fee atau discount. Kelebihan harga dibayar dengan menggunakan uang ilegal dan kemudian dicuci melalui transaksi bisnis. Dengan cara ini setiap aset, barang, atau jasa seolah-olah menjadi hasil legal melalui rekening pribadi atau perusahaan yang ada di suatu bank.
2. Offshore Conversions
Dana ilegal dialihkan ke wilayah yang merupakan tax haven money laundering centers, kemudian disimpan di bank atau lembaga keuangan yang ada di wilayah tersebut. Dana tersebut lalu digunakan, antara lain untuk membeli aset dan investasi (fund investment). Di wilayah atau negara yang merupakan tax haven terdapat kecenderungan hukum perpajakan yang lebih longgar, ketentuan rahasia bank yang cukup ketat, dan prosedur bisnis yang sangat mudah sehingga memungkinan adanya perlindungan bagi kerahasiaan suatu transaksi bisnis, pembentukan, dan kegiatan usana trust fund atau badan usaha lainnya. Kerahasiaan inilah yang memberikan ruang gerak leluasa bagi pergerakan “dana kotor”
32
(39)
melalui berbagai pusat keuangan di dunia. Dalam hal ini, para pengacara, akuntan, dan pengelola dana biasanya sangat berperan dalam metode offshore conversations dengan memanfaatkan celah yang ditawarkan oleh ketentuan rahasia bank dan perusahaan.
3. Legitimate Business Conversations
Dipraktikkan melalui bisnis atau kegiatan usaha yang sah sebagai sarana untuk memindahkan dan memanfaatkan hasil kejahatan dikonversikan melalui transfer, cek, atau instrumen pembayaran lainnya yang kemudian disimpan ke rekening bank atau ditarik atau ditransfer kembali ke rekening bank lainnya. Metode ini memungkinkan pelaku kejahatan menjalankan usaha atau bekerja sama dengan mitra bisnisnya dan menggunakan rekening perusahaan yang bersangkutan sebagai tempat penampungan hasil kejahatan yang dilakukan.
Terdapat 13 modus operandi kejahatan pencucian uang, yaitu: 33
1. Modus secara loan back, yakni dengan cara meminjam uangnya sendiri. Modus ini diperinci lagi dalam bentuk direct loan, yaitu dengan cara meminjam uang dari perusahaan luar negeri, semacam perusahaan bayangan
(inmobile investment company) yang direksi dan pemegang sahamnya adalah dia sendiri. Dalam bentuk back to loan, dimana si pelaku meminjam uang dari cabang bank asing di negaranya. Pinjaman dengan jaminan bank asing secara stand by letter of credit atau certificate of deposit bahwa uang didapat atas dasar uang dari kejahatan. Pinjaman itu kemudian tidak dikembalikan,
33
Yusup Saprudin, Money Laundering (Kasus L/C Fiktif BNI 1946) : Cetakan Pertama, Jakarta, Pensil-324, 2006, Hal 18-21.
(40)
sehingga jaminan bank dicairkan. Bentuk lain dari modus ini adalah parallel loan, yakni pembiayaan internasional yang memperoleh aset di luar negeri. Karena ada hambatan restriksi mata uang, maka dicari perusahaan lain di luar negeri untuk sama-sama mengambil loan dan dana dari loan itu dipertukarkan satu sama lain.
2. Modus transaksi dagang internasional
Modus ini menggunakan sarana dokumen L/C, karena yang menjadi fokus adalah urusan bank, baik bank koresponden maupun opening bank, yaitu dokumen bank itu sendiri dan tidak mengenai keadaan barang, hal ini sering menjadi sasaran money laundering, berupa membuat invoice yang besar terhadap barang yang kecil atau bahkan barang itu tidak ada.
3. Modus penyeludupan uang tunai atau sistembank paralel ke negara lain.
Modus ini adalah dengan cara menyeludupkan sejumlah fisik uang ke luar negeri. Karena cara ini terdapat resiko seperti dirampok, hilang atau tertangkap tangan dalam pemeriksaan, maka digunakan modus berupa
electronic transfer, yaitu mentransfer dari suatu negara ke negara lain tanpa perpindahan fisik uang itu.
4. Modus Real Estate Carousel
Dengan menjual suatu properti beberapa kali kepada perusahaan di dalam kelompok yang sama. Pelaku money laundering memiliki sejumlah perusahaan (pemegang saham mayoritas) dalam bentuk real estate dalam group usaha properti itu. Juga dengan pola harga penjualan yang makin meningkat, sasarannya supaya melalui transaksi ini, hasil uang penjualan
(41)
menjadi putih. Disamping itu pula, pemilik saham minoritas dapat ditarik memodali dalam proses money laundering. Modus yang sama pula dilakukan di dalam pasar modal, pembeli saham itu hanya perusahaan-perusahaan di lingkungannya saja dnegan tawaran harga tinggi.
5. Modus Operasi C-Chase
Modus ini cukup rumit contoh kasus adalah BCCI, di mana kurir-kurir datang ke bank di Florida untuk menyimpan dana sebesar US $ 10,000 supaya lolos dari kewajiban lapor. Kemudian beberapa kali dilakukan transfer, yakni dari New York ke Luxemburg, dari Luxemburg ke cabang bank di Inggris. Lalu disana dikonversi dalam bentuk certificate of deposit untuk menjamin loan
dalam jumlah yang sama yang diambil oleh orang di Florida. Loan dibuat di negara Karibia yang terkenal dengan tax haven-nya. Di sini loan itu tidak pernah ditagih, namun hanya dnegan mencairkan sertifikat deposito itu saja. Dari Florida uang tersebut ditransfer ke Uruguay melalui rekening drug dealer, dan di sana uang itu didistribusikan menurut keperluan dan bisnis yang serba gelap. Hasil investasi ini dapat tercuci dan aman.
6. Modus Investasi tertentu
Modus ini biasanya dalam bisnis transaksi barang lukisan atau antik. Misalnya pelaku membeli barang lukisan dan kemudian menjualnya kepada seseorang, yang sebenarnya adalah suruhan si pelaku itu sendiri dengan harga yang mahal. Lukisan dengan harga yang tidak terukur, dapat ditetapkan dengan harga yang setinggi-tingginya dan bersifat sah. Hasil penjualan yang tinggi ini dapat dipandang sebagai dana yang sudah sah (tercuci).
(42)
7. Modus Over invoices atau Dub invoices.
Modus ini dilakukan dengan mendirikan perusahaan ekspor impor di negara sendiri. Lalu di luar negeri (yang bersistem tax haven) mendirikan pula perusahaan bayangan (shell company). Perusahaan di negara tax haven ini mengekspor barang ke Indonesia, dan perusahaan yang ada di luar negeri itu membuat invoice pembelian dengan harga tinggi.Inilah yang disebut dengan
over invoices dan bila dibuat 2 invoice, maka disebut double invoices. Supaya perusahaan di Indonesia terus bertahan, maka perusahaan yang di luar negeri memberikan loan. Dengan loan ini, uang kotor dari perusahaan di luar negeri itu menjadi resmi masuk ke Indonesia.
8. Modus Perdagangan saham
Modus ini terjadi di Belanda, kasus di Bursa Efek Amsterdam dengan melibatkan perusahaan efek Nusse Brink, dimana beberapa nasabah perusahaan efek ini, menjadi pelaku kejahatan pencucian uang. Artinya, dana dari nasabahnya yang di investasi ini bersumber dari uang gelap. Nusse Brink membuat 2 buah rekening bagi nasabah-nasabah tersebut, yang satu untuk transaksi yang menderita kerugian, dan satunya lagi untuk transaksi yang mempunyai keuntungan. Rekening itu diupayakan dibuka ditempat yang sangat terjamin kerahasiannya, supaya sulit ditelusuri siapa beneficial owner
dari rekening tersebut. 9. Modus Pizza Connection
Modus ini dilakukan dengan menginvestasikan hasil perdagangan obat bius untuk mendapatkan konsesi pizza. Sementara sisa lainnya diinvestasikan di Karibia dan Swiss.
(43)
10. Modus LA Mina
Kasus yang dipandang sebagai modus dalam money laundering, terjadi di Amerika Serikat pada tahun 1990. Dana yang diperoleh dari perdagangan obat bius diserahkan kepada pedagang grosiran emas dan permata sebagai suatu sindikat. Kemudian emas batangan diekspor dari Uruguay dengan maksud impornya bersifat legal. Uang disimpan dalam desain kotak kemasan emas, kemudian dikirim kepada pedagang perhiasan yang bersindikat mafia obat bius. Penjualan dilakukan di Los Angeles. Hasil uang dibawa ke bank, maksudnya supaya uang seakan-akan berasal dari penjualan emas dan permata dan dikirim ke bank New York. Lalu dari kota ini dikirim ke bank di Eropa melalui negara Panama. Uang tersebut akhirnya sampai di Kolombia guna didistribusikan dalam membayar ongkos-ongkos, dan investasi perdagangan obat bius. Tetapi sebagian besar untuk investasi jangka panjang.
11. Modus Deposit Talking
Mendirikan perusahaan keuangan seperti Deposit Talking Institutions (DTI) di Kanada. DTI ini terkenal dengan sarana pencucian uangnya seperti
Chartered Banks, trust company dan credit union. Kasus money laundering
yang melibatkan DTI antara lain transfer melalui telex, surat berharga, penukaran valuta asing, pembelian obligasi pemerintah dan treasury bills. 12. Modus identitas palsu
Yaitu memanfaatkan lembaga perbankan sebagai mesin pemutihan uang dengan cara mendepositokan nama uang palsu, menggunakan safe deposit box untuk menyembunyikan hasil kejahatan, menyediakan fasilitas transfer supaya
(44)
dengan mudah ditransfer ketempat yang dikehendaki, atau menggunakan electronic fund transfer untuk melunasi kewajiban transaksi gelap, menyimpan atau mendistribusikan hasil transaksi gelap itu.
13. Modus Akuisisi
Yang dimaksud adalah perusahaan sendiri. Contohnya, seorang pemilik perusahaan di Indonesia, yang memiliki perusahaan di Indonesia, dan yang memiliki perusahaan gelap pula di Cayman Island, negara tax haven. Hasil usaha di Cayman didepositkan atas nama perusahaan yang ada di Indonesia. Kemudian perusahaan yang ada di Cayman membeli saham-saham dari perusahaan yang ada di Indonesia (secara akuisisi). Dengan cara ini pemilikm perusahaan di Indonesia memiliki dana sah, karena telah dicucimelalui hasil penjualan saham-sahamnya di perusahaan yang ada di Indonesia.
Dari modus operandi yang disebutkan, dapat diamati bahwa pencucian uang bukan hanya merupakan kejahatan nasional, tetapi juga kejahatan yang bersifat transnasional. Oleh karena itu, harus diberantas dengan cara kerja sama regional atau internasional melalui forum bilateral atau multilateral.
4. Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 memberikan pengertian mengenai pencucian uang, hal tersebut terdapat dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan Dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang menyatakan:
“Pencucian uang adalah segala perbuatan yang memenuhi unsur-unsur tindak pidana sesuai dengan ketentuan Undang-Undang ini”.
(45)
Berbagai kejahatan, baik yang dilakukan oleh orang perseorangan maupun oleh korporasi, baik dalam batas wilayah suatu negara maupun yang dilakukan melintasi batas wilayah negara lain makin meningkat. Kejahatan tersebut, antara lain, berupa tindak pidana korupsi; penyuapan (bribery); penyeludupan barang, tenaga kerja, dan imigran; perbankan; perdagangan gelap narkotika dan psikotropika; perdagangan budak, wanita, dan anak; perdagangan senjata gelap; penculikan, terorisme; pencurian; penggelapan; penipuan; dan berbagai kejahatan keran putih.34
1. Hasil tindak pidana adalah harta kekayaan yang diperoleh dari tindak pidana: Sedangkan didalam Peraturan Perundang-undangan di Indonesia sendiri kejahatan-kejahatan mengenai tindak pidana pencucian uang telah diatur didalam Pasal 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahnun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang adalah :
1. korupsi; 2. penyuapan; 3. narkotika; 4. psikotropika;
5. penyelundupan tenaga kerja; 6. penyelundupan migran; 7. di bidang perbankan; 8. di bidang pasar modal; 9. di bidang peransuransian; 10.kepabeanan;
11.cukai;
12.perdagangan orang;
13.perdagangan senjata gelap; 14.terorisme;
15.penculikan; 16.pencurian; 17.penggelapan; 18.penipuan;
34
(46)
19.pemalsuan uang; 20.perjudian; 21.prostitusi;
22.di bidang perpajakan; 23.di bidang kehutanan;
24.di bidang lingkungan hidup;
25.di bidang kelautan dan perikanan; atau
26.tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih, yang dilakukan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia dan tindak pidana tersebut juga merupakan tindak pidana menurut hukum Indonesia.
27. Harta kekayaan yang diketahui atau patut diduga akan digunakan dan/atau digunakan secara langsung atau tidak langsung untuk kegiatan terorisme, organisasi teroris, atau teroris perseorangan disamakan sebagai hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf n.
Mengenai tindak pidana pencucian uang itu sendiri diatur dalam BAB II Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010, yaitu :
Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
“Setiap orang yang menempatkan, mentransfer, mengalihkan, membelanjakan, membayarkan, menghibahkan, menitipkan, membawa keluar negeri mengubah bentuk, menukarkan dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain atas Harta Kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dengan tujuan menyembunyikan atau menyamarkan asal usul Harta Kekayaan dipidanakarena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp 10.000.000.000, 00 (sepuluh miliar rupiah).
Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
“Setiap orang yang menyembunyikan atau menyamarkan asal usul, sumber, lokasi, peruntukan, pengalihan hak-hak, atau kepemilikan yang sebenarnya atas harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana karena tindak pidana pencucian uang dengan pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).
(47)
Pasal 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
1. Setiap orang yang menerima atau menguasai penempatan, pentransferan, pembayaran, hibah, sumbangan, penitipan, penukaran, atau menggunakan harta kekayaan yang diketahuinya atau patut diduganya merupakan hasil tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku bagi Pihak Pelapor yang melaksanakan kewajiban pelaporan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini.
Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
1. Dalam hal tindak pidana pencucian uang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 dilakukan oleh korporasi, pidana dijatuhkan terhadap Koorporasi dan/atau Personil Pengendalian Koorporasi.
2. Pidana dijatuhkan terhadap Korporasi apabila tindak pidana pencucian uang:
1. Dilakukan atau diperintahkan oleh Personil Pengendali Korporasi; 2. Dilakukan dalam rangka pemenuhan maksud dan tujuan
Korporasi;
3. Dilakukan sesuai dengan tugas dan fungsi pelaku atau pemberi perintah; dan
4. Dilakukan dengan maksud memberikan manfaat bagi Korporasi. Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
1. Pidana pokok yang dijatuhkan terhadap Korporasi adalah pidana denda paling banyak Rp 100.000.000.000,00 (seratus miliar rupiah).
2. Selain pidana denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terhadap Korporasi juga dapat dijatuhkan pidana tambahan berupa:
1. Pengumuman putusan hakim;
2. Pembekuan sebagian atau seluruh kegiatan usaha Korporasi; 3. Pencabutan izin usaha;
4. Pembubaran dan / atau pelarangan Korporasi; 5. Perampasan aset Korporasi untuk negara; dan / atau 6. Pengambilalihan Korporasi oleh negara.
Pasal 8 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
Dalam hal harta terpidana tidak cukup untuk membayar pidana denda sebagai mana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5, pidana tersebut diganti dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan.
(48)
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
1. Dalam hal Korporasi tidak mampu membayar denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1), pidana denda tersebut diganti dengan perampasan Harta Kekayaan milik Korporasi atau Personil Pengendali Korporasi yang nilainya sama dengan putusan pidana denda yang dijatuhkan
2. Dalam hal penjualan Harta Kekayaan milik Korporasi yang dirampas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mencukupi, pidana kurungan pengganti denda dijatuhkan terhadap Personil Pengendali Korporasi dengan memperhitungkan denda yang telah dibayar.
Pasal 10 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 menyatakan:
Setiap orang yang berada di dalam atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang turut serta melakukan percobaan, pembantuan, atau Pemufakatan Jahat untuk melakukan tindak pidana pencucian uang dipidana dengan pidana yang sama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5.
Dalam Undang-Undang ini pada Pasal 1 ayat (9) yang dimaksud dengan setiap orang adalah orang perseorangan atau korporasi.
Yang dimaksud dengan Korporasi menurut Undang-Undang ini pada Pasal 1 ayat (10) adalah kumpulan orang dan/atau kekayaan yang terorganisasi, baik merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum.
Sedangkan yang dimaksud dengan Pihak Pelapor menurut Undang ini pada Pasal 1 ayat (11) adalah setiap orang yang menurut Undang-Undang ini wajib menyampaikan laporan kepada PPATK.
Begitu juga yang dimaksud dengan Harta Kekayaan menurut Undang-Undang ini pada pasal 1 ayat (13) adalah semua benda bergerak atau tidak bergerak, baik yang berwujud maupun yang tidak berwujud, yang diperoleh baik secara langsung maupun tidak langsung.
Yang dimaksud dengan Personil Pengendali Korporasi menurut Undang-Undang ini pada Pasal 1 ayat (14) adalah setiap orang yang memiliki kekuasaan
(49)
atau wewenang sebagai penentu kebijakan Korporasi atau memiliki kewenangan untuk melakukan kebijakan Korporasi tersebut tanpa harus mendapat otorisasi dari atasannya.
B. Pengaturan Tindak Pidana Perjudian Online dalam Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
1. Perjudian Online Dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Peradaban dunia pada masa kini dicirikan dengan fenomena kemajuan teknologi informasi dan globalisasi yang berlangsung hampir di semua bidang kehidupan. Apa yang disebut dengan globalisasi pada dasarnya bermula dari awal abad ke-20, yakni pada saat terjadi revolusi transportasi dan elektronika yang menyebarluaskan dan mempercepat perdagangan antar bangsa, disamping pertambahan dan kecepatan lalu lintas barang dan jasa. 35
Kemajuan dan perkembangan teknologi, khususnya telekomunikasi, multimedia dan teknologi informasi (telematika) pada akhirnya dapat merubah tatanan organisasi dan hubungan sosial kemasyarakatan. Hal ini tidak dapat dihindari, karena fleksibilitas dan kemampuan telematika dengan cepat memasuki aspek kehidupan manusia.36
Berkenaan dengan pembangunan teknologi pada saat sekarang ini, seperti kemajuan dan perkembangan teknologi informasi melalui internet, peradaban manusia dihadapkan pada fenomena baru yang mampu mengubah hampir setiap aspek kehidupan manusia. Pembangunan di bidang teknologi informasi dengan segala aspek pendukungnya diharapkan akan membawa dampak positif bagi
35
Juwono Sudarsono, Globalisasi Ekonomi dan Demokrasi Indonesia, artikel dalam Majalah Prisma, No. 8 Tahun XIX 1990, LP3ES, Jakarta.
36
Mas Wigrantoro Roes Setiyadi, Implikasi Multi-dimensional dari Kebijakan Telematika Indonesia, makalah pada seminarDies Natalis Fisipol UGM Yogyakarta Ke-46, 19 September 2001.
(50)
kehidupan manusia, yang pada akhirnya akan bermuara pada terciptanya peningkatan kesejahteraan umat manusia.37
Menurut Soerjono Soekanto, kemajuan di bidang teknologi akan berjalan bersamaan dengan munculnya perubahan-perubahan di bidang kemasyarakatan. Perubahan-perubahan di dalam masyarakat dapat mengenai nolai sosial, kaidah-kaidah sosial, pola-pola perikelakuan, organisasi, dan susunan lembaga kemasyarakatan.38 Pada mulanya jaringan internet hanya dapat digunakan oleh lingkungan pendidikan (perguruan tinggi) dan lembaga penelitian. Kemudian tahun 1995, internet baru dapat digunakan untuk publik. Beberapa tahun kemudian, Tim Berners-Lee mengembangkan aplikasi word weid web (www) yang memudahkan orang untuk mengaks es informasi di internet. Setelah dibukanya internet untuk keperluan publik semakin banyak muncul aplikasi-aplikasi bisnis di internet.39
Aplikasi bisnis yang berbasiskan teknologi internet ini mulai menunjukkan adanya aspek finansial.40
37
Dikdik M. Arief Mansur & Elitaris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2005, Hal. 2.
38
Soerjono Soekanto, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Rajawali pers, Jakarta, 1980, Hal. 87-88.
39
Budi Rahardjo, Pernak Pernik Peraturan dan Pengaturan Cyberspace di Indonesia, 2003, http//www.budi.insan.co.id, Hal. 2, akses tanggal 24 Desember 2004.
40
Ibid, Hal. 2.
Misalnya, internet digunakan sebagai sarana untuk memesan/reservasi tiket (pesawat terbang, kereta api), hotel, konsumen dalam menjalankan aktivitas/transaksi bisnisnya. Konsumen tidak perlu keluar rumah dan antri untuk memperoleh layanan yang diinginkan karena dapat dilakukan di dalam rumah, begitu pula yang tingkat keamanannya yang relatif terjaga.
(51)
Umumnya suatu masyarakat yang mengalami perubahan akibat kemajuan teknologi, banyak melahirkan masalah-masalah sosial. Hal itu terjadi karena kondisi masyarakat itu sendiri yang belum siap menerima perubahan atau dapat pula karena nilai-nilai masyarakat yang telah berubah dalam menilai kondisi lama sebagai kondisi yang tidak lagi dapat diterima.41
Dampak negatif terjadi pula akibat pengaruh penggunaan media internet dalam kehidupan masyarakat dewasa ini. Melalui media internet beberapa jenis tindak pidana semakin mudah untuk dilakukan seperti, tindak pidana pencemaran nama baik, pornografi, pembobolan rekening, perusakan jaringan cyber (hacking), penyerangan melalui virus (virus attack), perjudian, dan sebagainya.
Seperti penggunaan mesin-mesin tekstil modern untuk menggantikan alat pemintalan benang manual dapat mengakibatkan timbulnya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) besar-besaran. Hal ini menyebabkan tingginya angka pengangguran meningkat dan memicu meningkatnya tindak kejahatan.
42
41
Horton, Paul B. Dan Chester L. Hunt, Sosiologi, Erlangga, Jakarta, 1984, Hal. 237.
42
Cybercrime adalah kejahatan dengan internet sebagai alat bantunya atau kejahatan di dunia maya. Cybercrime merupakan kejahatan bentuk baru yang sama sekali berbeda dengan bentuk-bentuk kejahatan konvensional yang selama ini dikenal. Dengan menggunakan internet, jenis kejahatan cybercrime tidak dapat sepenuhnya dapat terjangkau oleh hukum yang berlaku saat ini. Kejahatan-kejahatn yang dimaksud contohnya:
Sehingga kejahatan-kejahatan dan tindak pidana dalam dunia maya tersebut disebut dengan
(cyber crime).
1. Penggunaan nama domain yang bertentangan dengan Hak kekayaan intelektual milik orang lain
2. Perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum mengakses, menahan, dan mengintersepsi pengiriman data serta menghapus atau merusak data melalui komputer atau media elektronik lainnya dengan atau tanpa merusak sistem pengaman.
3. Perbuatan dengan sengaja dan melawan hukum dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain menggunakan kartu kredit atau pembayaran elektronik lainnya milik orang lain dalam transaksi elektronik.
(52)
Banyak informasi diperoleh dari majalah, televisi, atau surat kabar yang memberitakan terjadinya berbagai tindak pidana dengan mempergunakan internet sebagai sarana pendukungnya, sebagai contoh, dalam suatu majalah mingguan diberitakan bahwa fasilitas internet banking Bank Central Asia (BCA) lewat situs situs plesetan yang mirip dengan situs aslinya (typosite). Akibatnya, bila nasabah BCA menggunakan fasilitas internet banking BCA tetapi salah mengetik nama situsnya bertransaksi, sementara Personal Identification Number (PIN) miliknya terekam di situs gadungan tadi.43
Kata “cyber” yang berasal dari kata “cybernetics”, merupakan suatu bidang ilmu yang merupakan perpaduan antara robotik, matematika, elektro, dan psikologi yang dikembangkan oleh Norbert Wiener di tahun 1948. Salah satu aplikasi dari cybernetics adalah di bidang pengendalian (robot) dari jarak jauh. Dalam hal ini tentunya yang diinginkan adalah sebuah kendali yang betul-betul sempurna (perfect control).
Adapun situs tiruan yang dibuat hacker itu adalah:
kilkbca.com, wwwklikbca.com, clikbca.com, klickbca.com dan klikbac.com.
44
Karenanya, Budi rahardjo berpendapat bahwa sedikit mengherankan jika kata “cyberspace” yang berasal dari kata “cyber” tidak dapat dikendalikan . Cyberspace dapat diatur, meskipun pengaturannya membutuhkan pendekatan yang berbeda dengan cara yang digunakan untuk mengatur dunia nyata. 45
43
Majalah Tempo, rubrik Teknologi Informasi, edisi 24 Juni 2001.
44
Budi Raharjo,Loc cit, Hal. 2.
45
Karakteristik internet yang sepenuhnya beroprasi secara virtual (maya) dan tidak mengenal batas-batas teritorial pada gilirannya telah melahirkan aktivitas-aktivitas baru yang tidak
(53)
Dewasa ini salah satu tindak pidana atau kejahatan yang semakin marak terjadi dewasa ini adalah perjudian melalui internet atau biasa yang disebut dengan perjudian online. Di indonesia sendiri masayarakat sudah banyak mengenal mengenai tindak pidana perjudian online ini, masyarakat sadar bahwa tindak pidana perjudian sudah dilarang dan mempunyai kekuatan hukum yang mengaturnya, dan mereka mengubah cara atau modus operandinya untuk bermain judi tersebut dengan memanfaatkan dunia maya yaitu internet.
Pasal 303 dan 303 bis KUHP sudah dengan jelas melarang dan mengatur mengenai tindak pidana perjudian di Indonesia. Dengan adanya aturan hukum tersebut dan semakin berkembangnya kemajuan teknologi komputer seperti internet, tindak pidana perjudian juga semakin berkembang dan semakin marak terjadi.
Perjudian melalui internet atau judi online adalah salah satu bentuk kejahatan atau tindak pidana baru. Judi online adalah bentuk baru yang dihasilkan dari kombinasi kejahatan perjudian secara konvensional dengan kecanggihan teknologi komputer. Dengan memanfaatkan perkembangan teknologi internet pada saat sekarang ini, maka ada pihak-pihak dan oknum-oknum tertentu yang memanfaatkan kesempatan dan peluang tersebut menjadi tindakan yang menguntungkan diri mereka sendiri baik secara perorangan maupun secara kelompok/badan hukum.
sepenuhnya dapat diatur dan dikontrol oleh hukum yang berlaku saat ini (the existing law).
Kenyataan ini telah menyadarkan masyarakat akan perlunya regulasi yang mengatur mengenai aktivitas-aktivitas yang melibatkan internet (cyber law). Lihat Atip Latifulhayat, “Cyber law” dan Urgensinya Bagi Indonesia (1), Pikiran Rakyat, 11 Januari 2001.
(1)
pencucian itu sendiri beserta sanksinya diatur dalam Pasal 3 sampai dengan Pasal 10 dalam Undang-Undang ini.
2. Keterkaitan antara tindak pidana pencucian uang yang berasal dari hasil perjudian online, adalah mengingat tindak pidana pencucian uang itu menganut azas kriminalitas ganda (double criminality) yang terdiri dari tindak pidana asal (predicate crime) dan tindak pidana pencucian uang itu sendiri. Tindak pidana perjudian online sendiri termasuk ke dalam daftar tindak pidana yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih seperti yang tertulis pada Pasal 2 ayat (1) huruf z Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hal ini dinyatakan di dalam ketentuan pidana Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu pada Pasal 45 ayat (1) yang mengatakan bahwa tindak pidana perjudian online diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun. Begitu juga dengan sistem pembuktiannya yaitu pada alat buktinya terdapat adanya kesamaan, Pasal 73 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang khususnya huruf b menyatakan bahwa Undang-Undang tersebut menggunakan alat bukti yang terkait dengan alat bukti elektronik seperti informasi diucapkan, dikirimkan, diterima, atau disimpan secara elektronik dan hal ini juga terdapat pada Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
(2)
3. Peranan Kepolisian dalam memberantas tindak pidana pencucian uang yang berasal dari hasil perjudian online ditinjau dari tiga peranan, yaitu pertama adalah Peranan Preventif dengan cara tindakan pencegahan sebelum terjadinya kejahatan atau tindak pidana itu, yaitu dengan cara menangani faktor-faktor kondusif penyebab terjadinya kejahatan, hal ini dilakukan pihak Kepolisian dengan menjalin kerja sama dengan pihak-pihak terkait lainnya seperti PPATK, Bank Indonesia, dan lainnya, yang kedua adalah Peranan Pre-Emtif yaitu dengan memberikan penyuluhan pendidikan kepada pihak-pihak sekolah baik dari tingkat SLTP sampai dengan tingkat Universitas, juga memberikan penyuluhan keagamaan terhadap seluruh lapisan masyarakat, dengan menjalin kerjasama dengan tokoh pemuka agama dan tokoh-tokoh masyarakat. Peranan Preventif dan Pre-emtif termasuk dalam kebijakan non-penal (pendekatan di luar hukum pidana), dan peranan yang terakhir adalah Peranan Represif yaitu peranan yang dilakukan pihak Kepolisian apabila kejahatan atau pun tindak pidananya sudah terjadi, dengan pemberian sanksi-sanksi terhadap tindak pidana atau pun kejahatan, dengan kata lain adalah pemberlakuan hukum pidana atau politik hukum pidana di Indonesia, dan peranan ini termasuk ke dalam kebijakan penal (penerapan hukum pidana).
B. Saran
Adapun saran-saran yang dapat diberikan oleh Penulis adalah sebagai berikut :
(3)
1. Perlu dilakukannya perubahan pada Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang dengan menambahkan kategori tindak pidana asal pada ketentuan Pasal 2 ayat (1) UU TPPU yang secara limitatif memberikan batasan hanya kepada 25 jenis tindak pidana dan juga tindak pidana lain yang diancam dengan pidana penjara 4 (empat) tahun atau lebih yang dikategorikan sebagai tindak pidana asal dalam tindak pidana pencucian uang.
2. Perlu dilakukannya pemblokiran terhadap situs-situs atau website judi online
di Indonesia, karena hal ini merupakan komponen terpenting dalam penanganan dan pemberantasan judi online di Indonesia sebagai salah satu tindak pidana asal tindak pidana pencucian uang.
3. Perlu diberikannya suatu pendidikan dan pelatihan khusus terhadap Pihak Kepolisian dan pihak lain seperti PPATK, Bank Indonesia, dan pihak-pihak terkait lainnya dalam hal menangani tindak pidana pencucian uang ini, agar menambah wawasan dan pengetahuan dan agar terciptanya profesionalitas kerja dan integritas dari masing-masing pihak baik dalam hal moral dan mental, terlebih-lebih akan terciptanya kerja sama dan koordinasi kerja dari masing-masing pihak, baik dari Pihak Kepolisian dan pihak-pihak terkait lainnya seperti PPATK dan Bank Indonesia dalam pemberantasan tindak pidana pencucian uang di Indonesia.
(4)
DAFTAR PUSTAKA
A. Buku-buku
Arief Mansur. Dikdik M dan Ekitaris Gultom, Cyber Law Aspek Hukum Teknologi Informasi, Refika Aditama, Bandung, 2005
Chazawi, Adami, Pelajaran Hukum Pidana I, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2005
Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 2008
Ediwarman dan Tim Pengajar,Monograf Kriminologi, Medan Hartani, Evi, Tindak Pidana Korupsii, Sinar Grafika, Jakarta, 2005 Horton, Paul B, dan Chester L. Hunt, Sosiologi, Erlangga, Jakarta
Latifullhayat, Atip, Cyberlaw dan Urgensinya Bagi Indonesia, Bandung Mamoedin, A.S, Analisis Kejahatan Perbankan, Rafflesia, Jakarta, 1997 Marlina, Hukum Penitensir, Refika Aditama, Bandung
Mulyadi, Mahmud, Criminal Policy Pendekatan Integral Penal Policy dan Non-Penal Policy dala, Penanggulangan Kejahatan Kekerasan, Pustaka Bunga Press, Medan, 2008
Nasution, Bismar, Rejim Anti-Money Laundering di Indonesia, Books Terrace & Library, Bandung, 2008
Raharjo, Budi, Pernak-pernik Peraturan dan Pengaturan Cyberspace di Indonesia, 2003
Reny Sjahdeini, Sutan, Seluk Beluk tindak Pidana Pencucian Uang dan Pembiayaan Terorisme, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 2004
Saprudin, Yusup, Money Laundering (Kasus L/C Fiktif BNI 1946), Jakarta, 2006. Siahaan, N.H.T, Pencucian Uang dan Kejahatan Perbankan, Pustaka Sinar
(5)
Sitompul, Josua, Cyberspace Cybercrimes CyberLaw Tinjauan Hukum Aspek Pidana, Tatanusa, Jakarta
Sjafrien Jahja, H.Juni, Melawan Money Laundering, Visimedia, Jakarta, 2010 Soekanto, Soerjono, Pokok-pokok Sosiologi Hukum, Rajawali Press, Jakarta, 1980 Sutedi, Adrian, Tindak Pidana Pencucian Uang, Citra Aditya Bakti, Bandung,
2008
The Indonesia Netherland National Legal Reform Program (NLRP), Ikhtisar Ketentuan Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang, Jakarta, 2011
Wijowastio. S, Titowasito, Kamus Lengkap Inggris-Indonesia & Indonesia-InggrisDengan Ejaan Yang Disempurnakan, Hasta, Malang
Yustiavandana Ivan, Arman Nefi, Adiwarman, Tindak Pidana Pencucian Uang di Pasar Modal, Ghalia Indonesia, 2010
B. Undang-Undang
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1981 tentang Pelaksanaan Penertiban Perjudian
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2003, tentang Tindak Pidana Pencucian Uang
Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 Tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang
C. Jurnal
Alford, Money Laundering. N.C.J Int’l & Com Reg. Vol 19, 1994
David Fraser, Lawyer, Guns and Money, Economics and Ideology on the Money Trail, dalam op cit., BrentFisse, David Fraser and Graeme Coss
(6)
Roes Setiyada Mas Wigantoro, Implikasi Multi-dimensional dari Kebijakan Telematika Indonesia, Makalah pada seminar Dies Natalis Fisipol UGM Yogyakarta ke-46, 19 September 2001
Sahetapy. J.E, Bussines Uang Haram
Sarah N. Welling, “Smurfs, Money Laundering and the United States Criminal Federal Law”. Dalam Brent Fisse, David Fraser & Graeme Coss, The Mone Trail (Confiscation of Procees of Crime. Money Laundering and Cash Transaction Reporting), Sydney: The Law Book Company Limited, 1992
Sudarsono Juwono, Globalisasi Ekonomi dan Demokrasi Indonesia, Artikel dalam Majalah Prisma, No.8 Tahun XIV 1990, LP3ES, Jakarta
Suparapto, Money Laundering, (Warta BRI)
Internet
http ://arhiefstyle87.wordpress.com/2008/04/10/ http ://en.wikipedia.org/wiki/SBOBET
http ://eprofesi7.wordpress.com/2012/11/27/perjudian-online/ http ://id.wikipedia.org/wiki/Polisi
http ://log.viva.co.id/news/read/156764-piala_dunia_Polda_intai_situs_judi_online
http://marcelhanz.wordpress.com/2012/08/29/Perkembangan-dunia-judi-di-negara-Indonesia//
http ://www.e-psikologi.com/epsi/sosial_detail.asp?id=279 http ://www.oecd.org/dataoecd/29/36/34038090.pdf