Competitiveness Analysis and Strategy of Indonesia Processed Tuna in the International Market.

(1)

ANALISIS DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING

TUNA OLAHAN INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

WIJI LESTARI

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(2)

Dengan ini saya menyatakan dengan sebenar-benarnya, bahwa Tugas Akhir yang berjudul : Analisis dan Strategi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional, merupakan hasil karya sendiri di bawah arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar pada program sejenis di perguruan tinggi lain serta belum pernah dipublikasikan. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan ataupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah dicantumkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir Tugas Akhir ini.

Bogor, Maret 2012

Wiji Lestari P054090035


(3)

WIJI LESTARI. Analisis dan Strategi Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional. Dibimbing oleh Rizal Syarief sebagai Ketua dan Komar Sumantadinata sebagai Anggota.

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki sumberdaya perikanan yang melimpah dengan jenis species yang beragam. Indonesia menjadi salah satu negara produsen dan eksportir produk perikanan ke beberapa negara. Peran pemasaran menjadi sangat penting karena pemasaran dapat menghela pembangunan perikanan. Pemasaran dapat mendorong peningkatan produksi, peningkatan investasi, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan,

Peluang pemasaran produk perikanan Indonesia cukup besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri karena konsumsi ikan masyarakat dunia semakin meningkat. Namun demikian, globalisasi yang terjadi juga merupakan tantangan dalam memasarkan produk perikanan Indonesia. Oleh karena itu, produk perikanan Indonesia juga harus mampu memiliki daya saing yang tinggi untuk dapat diterima di negara-negara pengimpor.

Tuna merupakan salah satu komoditas perikanan yang merupakan penghasil devisa nomor dua sesudah udang. Hampir 60% ekspor ikan tuna Indonesia dalam bentuk ikan segar dan beku. Ikan tuna olahan Indonesia diekspor ke beberapa negara tujuan seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Yordania, Lybia dan Thailand. Negara pesaing Indonesia adalah Thailand, Philipina, Mauritus, Italia, Spanyol, Equador, Belanda dan China Mengingat, ekspor tuna olahan akan memberikan nilai tambah dan mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan di dalam negeri maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai tambah ekspor ikan tuna olahan dan perlu dilakukan analisis daya saing tuna olahan.

Tujuan penelitian adalah 1) mengetahui daya saing produk tuna olahan dan segar dibandingkan dengan negara pesaing; 2) mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor kekuatan bersaing industri pengolahan ikan tuna; 3) merumuskan alternatif-alternatif strategi pengembangan industri tuna Indonesia.

Metode penelitian yang digunakan adalah Revealed Comparative Advantage (RCA) untuk membandingkan daya saing ikan olahan tuna dan tuna segar dengan negara pesaing. Analisis terhadap faktor-faktor yang menentukan daya saing dilakukan dengan analisis Matriks Profil Kompetitif. Data yang diperlukan adalah 1) data volume dan nilai ekspor tuna olahan dan segar Indonesia dan negara-negara pesaing berdasarkan kode HS yang dikumpulkan dari Uncomtrade dan BPS; 2) Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tuna olahan Indonesia yaitu faktor produksi dan pemasaran serta faktor manusia dan kelembagaan yang ditentukan bobot dan ratingnya oleh para pakar

Pada tahun 2006 – 2010, ikan tuna segar Indonesia memiliki indeks RCA antara 4,56 – 8,18. Hal tersebut berarti tuna segar Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat baik. Namun demikian apabila dibandingkan dengan negara pesaing, keunggulan komparatif ikan tuna segar Indonesia masih sangat rendah. Indonesia hanya mampu menduduki posisi ke

Nilai indeks RCA untuk tuna beku Indonesia adalah sebesar 0,49 – 1,43. Artinya Indonesia belum memiliki daya saing yang cukup baik di pasar


(4)

telah memiliki daya saing cukup baik yang ditandai dengan nilai RCA pada periode 2006 – 2010 berkisar antara 1,25 – 2,68. Namun demikian dibandingkan dengan negara-negara pesaing, keunggulan komparatif tuna olahan Indonesia masih jauh lebih rendah dan Indonesia hanya mampu menduduki posisi ke 7. Indeks RCA untuk ikan tuna beku berdasarkan urutan paling besar adalah Mauritius (14,25 – 17,20), El Salvador (16,47 – 26,07), Thailand (5,63 – 9,12) dan Philiphina (4,94 – 14,30).

Berdasarkan analisis profil kompetitif, 3 faktor produksi dan pemasaran yang sangat berpengaruh terhadap daya saing ikan tuna yang ditunjukkan oleh besarnya bobot adalah sebagai berikut 1) Mutu ikan tuna olahan yang dihasilkan bobot sebesar 0,143. 2) hambatan tarif dan non tarif bobot sebesar 0,114. Dan 3) Pengembangan market intellegence dan Promosi dengan besar bobot 0,110. Sedangkan secara keseluruhan faktor-faktor produksi dan pemasaran yang mempengaruhi daya saing ikan tuna olahan, Indonesia memperoleh angka yang paling kecil dibandingkan negara pengekspor lainnya yaitu sebesar 2,218 dan menduduki urutan keenam. Ranking pertama diduduki oleh Thailand dengan angka sebesar 2,899.

Analisis terhadap faktor manusia dan kelembagaan, faktor-faktor yang mempunyai peranan penting dalam peningkatan daya saing adalah 1) Peran Pemerintah dalam pengembangan Industri olahan tuna dengan bobot sebesar 0,147. 2) Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu dengan bobot terbesar nomor 2 yaitu 0,135 dan 3) Peran Pemerintah dalam penanggulangan dan penanganan illegal fishing denga bobot sebesar 0,130. Ketiga faktor ini menjadi faktor-faktor yang sangat penting dalam peningkatan daya saing tuna olahan Indonesia.

Berdasarkan analisis analisis RCA dan Analisis matriks kompetitif maka alternatif strategi yang dapat dilakukan untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia adalah sebagai berikut 1) Meningkatkan mutu tuna olahan Indonesia; 2) Mendorong mengatasi hambatan tarif dan non tarif; 3) Meningkatkan pengembangan market intellegence dan promosi; 4) Meningkatkan Peran Pemerintah dalam pengembangan industri olahan tuna; 5) Meningkatan kapassitas SDM yang mampu dalam penanganan mutu 6) Pemberantasan dan pengawasan illegal fishing

Dalam usaha untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional maka pemerintah perlu menerapkan regulasi yang melindungi dan mendukung industri pengolahan ikan tuna seperti menjamin ketersediaan bahan baku, melakukan penindakkan yang tegas terhadap pelaku illegal fishing, meningkatkan lobi-lobi dengan negara-negaa pengekspor, meningkatkan kerjasama bilateral dan multilateral untuk mengatasi hambatan tarif dan non tarif serta mengembangkan market intellegence dan meningkatkan promosi produk. Disamping itu, pelaku usaha pengolahan ikan tuna harus meningkatkan dan menjaga mutu produknya sehingga dapat bersaing dengan negara-negara pengekspor. Para pelaku usaha bersama-sama dengan pemerintah meningkatkan kapasitas SDM dalam penanganan mutu tuna olahan


(5)

WIJI LESTARI. Competitiveness Analysis and Strategy of Indonesia Processed Tuna in the International Market. Supervised by Rizal Syarief as a committee chairman and Komar Sumantadinata as a member.

Tuna Indonesia mostly exported in fresh and frozen (55%), and 45% in processed tuna. It is therefore necessary to study the competitiveness of processed tuna and tuna preparations Indonesia's development strategy is competitive. Research objectives are 1) knowing the competitiveness of processed and fresh tuna products compared to competing countries, 2) identify and analyze the factors of competing strength of the tuna processing industry, 3) formulate strategic priorities Indonesia tuna industry development. The method used is the Revealed Comparative Advantage (RCA) and the analysis of the Competitive Profile Matrix Analysis, In the year 2006 to 2010, Indonesia has a fresh tuna RCA index between 4.56 to 8.18, tuna frozen at 0.49 to 1, 43 and processed tuna fish ranged from 1.25 to 2.68. This means that fresh tuna and tuna preparations Indonesia has a comparative advantage very well. However, when compared to competing countries, the comparative advantage of fresh tuna Indonesia is still very low. Frozen tuna Indonesia has a comparative advantage and yet still very inferior to competitor countries. Based on the analysis of the competitive profile, three factors of production and marketing of highly influential on the competitiveness of tuna fish are 1) the quality of the resulting processed tuna fish with a weight of 0.143. 2) tariff and non tariff barriers with a weight of 0.114. And 3) Development and Promotion Intellegence market with the weight of 0.110. As for the human and institutional factors, factors which have an important role in increasing competitiveness is 1) The Role of Government in the development of the tuna processing industry with a weight of 0.147. 2) Availability of human resources capable of handling quality with weights 0.135 and 3) the role of government in the prevention and handling of illegal fishing by weight of 0.130. Based on the analysis of RCA analysis and matrix analysis of the competitive profiles of priority strategies that can be done to improve the competitiveness of Indonesia's processed tuna to the factors of production and marketing are as follows 1) Improve the quality of processed tuna Indonesia; 2) Encourage overcome tariff and non tariff barriers; 3) enhance market development and promotion Intellegence, The strategic priorities for the human and institutional factors are 1) Increase the Role of Government in the development of the tuna processing industry, 2) Improving kapassitas human resources capable of handling quality 3) Eradication and control of illegal fishing


(6)

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh Karya Tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumbernya.

- Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; - Pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar bagi IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

ANALISIS DAN STRATEGI PENINGKATAN DAYA SAING TUNA

OLAHAN INDONESIA DI PASAR INTERNASIONAL

WIJI LESTARI

Tugas Akhir

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada

Program Studi Industri Kecil Menengah

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2012


(8)

Olahan Indonesia di Pasar OInternasional Nama Mahasiswa : Wiji Lestari

Nomor Pokok : P054090035

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr.Ir. H. Rizal Syarief, DESS Ketua

Prof. Dr.Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc Anggota

Diketahui Ketua ProgramStudi

Industri Kecil Menengah

Prof. Dr. Ir. H.Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr. Ir. Dahrul Syah, MSc.Agr Tanggal ujian : 5 Maret 2012 Tanggal lulus :


(9)

(10)

i

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga Penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Analisis dan Startegi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional”. Tugas Akhir ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional pada Program Studi Industri Kecil Menengah

Dengan selesainya penulisan Tugas Akhir, penulis mengucapkan terima kasih yang tulus dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada :

1. Prof. Dr.Ir. H. Rizal Syarief, DESS dan Prof. Dr.Ir. Komar Sumantadinata, M.Sc, selaku Komisi Pembimbing yang telah meluangkan waktu, pikiran dan tenaga untuk memberikan bimbingan, arahan, saran-saran dan dorongan semangat yang sangat bermanfaat dalam penulisan Tugas Akhir ini.

2. Prof. Dr. Ir. H.Musa Hubeis, MS,Dipl.Ing, DEA, Ketua Program Studi Industri Kecil dan Menengah, yang telah memberikan bantuan dan dukungan.

3. Seluruh Dosen, Staf dan Rekan-rekan Angkatan 12 pada Program Studi Industri Kecil Menengah Institut Pertanian Bogor (PS MPI-IPB) yang telah memberikan bantuan, dukungan dan dorongan semangat tak henti-henti

4. Orang tua tercinta, Hadi Supono dan Bapak Ibu Mertua tersayang, yang telah memberikan doa yang tulus iklas

5. Almarhum Suami tercinta dan anak-anak tersayang Ian, Elin dan Della yang dengan sabar dan iklas memberikan bantuan dan membangun semangat penulis 6. Ir. Sadullah Muhdi, MBA, Direktur Pemasaran Dalam Negeri Kementerian

Kelautan dan Perikanan yang telah memberikan semangat dan dukungan.

7. Ir. Artati Widiarti, MA, yang tak henti-hentinya memberikan bantuan, dorongan semangat, saran dan dukungan kepada penulis

Penulis menyadari bahwa penulisan Tugas Akhir ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna, sehingga sumbang saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk memperbaikinya. Akhr kata, penulis berharap semoga Tugas Akhir ini dapat bermanfaat

Bogor, Maret 2012 Penulis


(11)

ii

Penulis dilahirkan di Klaten pada tanggal 10 Mei 1967 sebagai anak pertama dari Bapak Hadi Supono dan ibu Amirah (Alm). Pendidikan Sarjana ditempuh di Fakultas Peternakan Universitas Jenderal Soedirman Purwokerto Jawa Tengah dan lulus pada tahun 1991. Pada tahun 2009 penulis diterima di Program Studi Industri Kecil Menengah, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (SPs IPB).

Penulis memulai karier sebagai Pegawai Negeri Sipil di Badan Agribisnis, Departemen Pertanian sejak tahun 1996. Pada tahun 2004 penulis bergabung dengan Departemen Kelautan dan Perikanan, saat ini bekerja di Direktorat Pemasaran Dalam Negeri, Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan sebagai Kepala Sub Bagian Tata Usaha.

Penulis menikah pada tahun 1991 dengan Sri Widodo (alm), dan dikaruniai tiga orang putra dan putri, yaitu Ian Rahmat Widi Perdana, Elin Indah Permata dan Della Anggita Meilina.


(12)

iii

Hal

PRAKATA ... ... i

RIWAYAT HIDUP ... ii

DAFTAR ISI ... iii

DAFTAR TABEL ... v

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR LAMPIRAN ... vii

I. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Perumusan Masalah ... 6

1.3. Tujuan Penelitian ... 7

1.4. Manfaat ... 7

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 8

2.1. Kerangka Teoritis ... 8

2.1.1. Ikan Tuna ... 8

2.1.2. Teori Perdagangan Internasional ... 8

2.1.3. Teori Daya Saing ... 9

2.2. Kajian Penelitian Terdahulu ... 14

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 18

3.1. Lokasi dan waktu Penelitian... 18

3.2. Kerangka Pemikiran ... 18

3.3. Jenis Data dan Sumber Data... 21

3.3.1. Informasi Yang Dikumpulkan ... 21

3.3.2. Sumber Data ... 21

3.4. Teknik Pengambilan Contoh ... 22

3.5. Teknik Pengolahan dan Analisa Data... 23

3.5.1. Revealed Comparative Advantage (RCA) ... 23

3.5.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing ... 23


(13)

iv

4.1. Pengukuran Keunggulan Daya Saing ... 27

4.2. Kategori Ikan Tuna ... 27

4.3. Revealed Comparatif Advantages (RCA) ... 28

4.4. Analisis Profil Kompetitif ... 35

4.5. Alternatif Strategi Peningkatan Daya Saing Ikan Tuna Olahan Indonesia ... 50

KESIMPULAN DAN SARAN ... 55

A Kesimpulan ... 55

B Saran ... ... 55


(14)

v

No. Hal

1 Volume Ekspor Tuna Indonesia Tahun 2006 – 2010 (Ton) ... 5

2 Nilai Ekspor Tuna Indonesia Tahun 2006 – 2010 (000) ... 5

3 Penilaian Bobot Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing... 24

4 Matrik Profil Kompetitif ... 26

5 Kategori Ikan Tuna Yang Termasuk Perhitungan ... 27

6 Indeks RCA Ikan Tuna Segar Indonesia dan Negara Pesaing ... 29

7 Indeks RCA Ikan Tuna Beku Indonesia dan Negara Pesaing ... 31

8 Indeks RCA Ikan Tuna Olahan Indonesia dan Negara Pesaing ... 33

9 Indeks RCA Tuna Segar, Tuna Beku dan Tuna Olahan Indonesia ... 35

10 Matriks Profil Kompetitif Terhadap Faktor Produksi dan Pemasaran ... 41

11 Matriks Profil Kompetitif Terhadap Faktor Manusia dan Kelembagaan .. 47

12 Matriks Prioritas Strategi Peningkatan Daya Saing Ikan Tuna Olahan Indonesia ... 51


(15)

vi

No. Hal 1 Konsumsi Protein Hewani per Kapita Dunia (dalam kg berat hidup dan

berat karkas... 1 2 Faktor-faktor Yang Menentukan Keunggulan Suatu Bangsa ... 9 3 Kerangka Pemikiran Penelitian ... 20


(16)

vii

Hal 1. Kuesioner Penentuan Bobot dan Rating Faktor-Faktor Yang

Mempengaruhi Daya Saing Tuna Olahan Indonesia ...

59

2. Penghitungan RCA untuk Tuna Segar ………....……… 65

3. Penghitungan RCA untuk Tuna Beku ... ……… 70

4. Penghitungan RCA untuk Tuna Olahan ... 75

5. Penghitungan Bobot Faktor Produksi dan Pemasaran ... 77

6. Penghitungan Bobot Faktor Manusia dan Kelembagaan ... 81

7. Penghitungan Rating Faktor Produksi dan Pemasaran ... 84

8. Penghitungan Rating Faktor Manusia dan Kelembagaan ... 98

9. Penghitungan Analisis Matrik Kompetitif Untuk Faktor Produksi dan Pemasaran ... 104

10. Penghitungan Analisis Matrik Kompetitif untuk Faktor Manusia dan Kelembagaan ... 105


(17)

1.1. Latar Belakang

Indonesia adalah negara kepulauan yang memiliki sumberdaya perikanan yang melimpah dengan jenis species yang beragam. Indonesia menjadi salah satu negara produsen dan eksportir produk perikanan ke beberapa negara. Visi Kementerian Kelautan dan Perikanan adalah Indonesia penghasil produk kelautan dan perikanan terbesar 2015 dan misi yang diemban adalah menyejahterakan masyarakat Kelautan dan Perikanan. Dengan visi dan misi tersebut, peran pemasaran menjadi sangat penting karena pemasaran dapat menghela pengembangan perikanan. Pemasaran dapat mendorong peningkatan produksi, peningkatan investasi, peningkatan pertumbuhan ekonomi dan pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat kelautan dan perikanan,

Peluang pemasaran produk perikanan Indonesia cukup besar baik di dalam negeri maupun di luar negeri, yang salah satunya disebabkan karena semakin meningkatnya konsumsi ikan masyarakat. Peningkatan konsumsi ikan dunia dari tahun ke tahun dapat dilihat pada Gambar 1.

2 4 6 8 10 12 14 16 18 196 1 196 3 196 5 196 7 196 9 197 1 197 3 197 5 197 7 197 9 198 1 198 3 198 5 198 7 198 9 199 1 199 3 199 5 199 7 199 9 200 1 Total fish Pigmeat Poultry Meat Bovine Meat

Mutton & Goat Meat Meat, Other

Gambar 1 Konsumsi Protein Hewani per Kapita Dunia (dalam kg berat hidup dan berat karkas


(18)

Dalam gambar tersebut dapat diketahui bahwa konsumsi ikan dunia hmapir selalu mengalami peningkatan dan berada di urutan pertama dibanding konsumsi protein hewani lainnya. Peningkatan konsumsi ikan dunia ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain :

1. Meningkatnya kesadaran masyarakat dunia akan pentingnya kesehatan sehingga menyebabkan beralihnya pola konsumsi masyarakat dunia dari red meat ke white meat.

2. Berkembangnya isu beberapa penyakit yang menyerang hewan sebagai sumber protein yang dapat menular ke manusia seperti sapi gila, anthrax, penyakit mulut dan kuku. Hal ini menyebabkan masyarakat dunia mengalihkan konsumsi ke sumber protein yang berasal dari ikan.

3. Meningkatnya jumlah penduduk dunia dan meningkatnya pendapatan penduduk dunia sehingga menyebabkan meningkatnya kebutuhan bahan makanan.

Namun demikian, globalisasi yang terjadi juga merupakan tantangan dalam memasarkan produk perikanan Indonesia. Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar merupakan pasar potensial bagi negara produsen perikanan. Negara-negara produsen menjadikan Indonesia sebagai target pasar sasaran untuk mengekspor produknya. Oleh karena itu, agar produk perikanan Indonesia dapat bersaing dengan produk-produk impor, produk perikanan Indonesia harus memiliki keunggulan. Di pasar internasional, produk perikanan Indonesia juga harus mampu memiliki daya saing yang tinggi untuk dapat diterima di negara-negara tujuan ekspor.

Tuna merupakan salah satu komoditas perikanan yang banyak dihasilkan di Indonesia. Ikan tuna merupakan jenis ikan ekonomis tinggi dan merupakan komoditas penghasil devisa negara nomor dua untuk komoditas perikanan sesudah udang. Pada tahun 2009, produksi ikan tuna (cakalang, albacore, mandidihang, tuna sirip biru selatan, tuna mata besar) sebesar 541.303 ton. Ekspor tuna pada tahun 2009 sebesar 352.300 ton atau 65% dari total produksi.


(19)

Sebagian besar produksi ikan tuna Indonesia di ekspor ke beberapa negara tujuan seperti Jepang, Uni Eropa dan Amerika. Permintaan tuna di Jepang dan Amerika Serikat dari tahun ke tahun tidak pernah mengalami penurunan. Pasar Jepang lebih memilih fresh tuna karena cocok untuk digunakan sebagai bahan baku pembuatan sashimi yang digemari oleh konsumen Jepang. Sementara itu, konsumen tuna di Amerika Serikat lebih suka makan sandwich sehingga pasar tuna Amerika lebih banyak mengimpor tuna frozen.

Jenis-jenis barang yang diekspor biasanya menggunakan kode HS (Harmonized System). Kode HS ini digunakan sebagai salah satu instrumen yang paling utama khususnya di dalam pengelompokkan statistik perdagangan internasional dan klasisfiskasi dalam pembebanan Tarif Bea Masuk atas barang impor. Kode HS juga digunakan untuk keperluan klasifikasi barang ekspor, pungutan yang berkaitan dengan ekspor dan keperluan lainnya yang terkait dengan perdagangan internasional. Jenis-jenis tuna Indonesia yang diperdagangkan di pasar internasional adalah ikan tuna segar, tuna beku dan tuna olahan. Untuk ikan tuna segar meliputi beberapa kode HS yaitu :

030231 : Ikan albacore atau tuna bersirip biru panjang (Thunnus alalunga) atau sering disebut albacore or longtinned tunas

030232 : Ikan tuna bersirip kuning (Thunnus albacares) atau sering disebut yellowfin tunas

020233 : Ikan skipjack atau stripe-bellied bonito (skipjack or strippe bellied bonito)

030234 : Ikan tuna bermata besar (Thunnus obesus) Bigeye tunas 030235 : Ikan tuna bersirip biru (Thunnus Thynnus) Bluefin tunas

030236 : Ikan tuna bersirip biru selatan (Thunnus muccoyii / shouthern bluefin tunas)

030239 : Ikan tuna lainnya selain cakalang, sirip kuning dan albacore Sedangkan ikan tuna beku yang diperdagangkan di pasar internasional meliputi beberapa kode HS yaitu :

030341 : Ikan albacore atau tuna bersirip biru panjang (Thunnus alalunga) atau sering disebut albacore or longtinned tunas


(20)

030342 : Ikan tuna bersirip kuning (Thunnus albacares) atau sering disebut yellowfin tunas

030343 : Ikan skipjack atau stripe-bellied bonito (skipjack or strippe bellied bonito)

030344 : Ikan tuna bermata besar (Thunnus obesus) Bigeye tunas 030345 : Ikan tuna bersirip biru (Thunnus Thynnus) Bluefin tunas

030346 : Ikan tuna bersirip biru selatan (Thunnus muccoyii / shouthern bluefin tunas)

030349 : Ikan tuna lainnya selain cakalang, sirip kuning dan albacore

Sementara itu, ikan tuna olahan yang diperdagangkan di pasar internasional hanya mempunyai kode HS 160414 : ikan diolah atau diawetkan dari ikan tuna skipjack dan bonito dalam kemasan kedap udara atau kemasan lainnya (BTBMI, 2008). Tuna olahan yang diekspor terdiri dari ikan tuna fillet, tuna loin, tuna kaleng, tuna asap, katsuobushi dan steak tuna.

Volume ekspor tuna Indonesia periode tahun 2006 – 2009 mengalami peningkatan, namun demikian pada tahun 2010 volume ekspor tuna Indonesia mengalami penurunan sekitar 7%. Hampir 60% ekspor ikan tuna Indonesia dalam bentuk ikan segar dan beku. Negara tujuan ekspor tuna segar adalah Jepang yang mencapai hampir 80% dari total ekspor tuna segar, kemudian disusul Amerika Serikat, Belanda dan Yemen. Negara pesaing Indonesia untuk produk tuna segar adalah Kroasia, Malta, Tunisia, Turki, Australia, Spanyol, Jepang USA dan Equador (Uncomtrade, 2011, diolah)

Sementara itu, ikan tuna beku sebagian besar diekspor ke Jepang, Amerika Serikat, Thailand, Singapura, Meksiko dan Yemen. Negara pesaing Indonesia untuk produk tuna beku adalah Kolombia, Philippina, Korea, Spanyol, Perancis, Jepang, Australia, Mexico dan China.

Ikan tuna olahan Indonesia diekspor ke beberapa negara tujuan seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Yordania, Lybia, Thailand, Inggris dan Yemen. Negara pesaing produk olahan tuna Indonesia adalah Thailand, Philipina, Italia, Spanyol, Mauritus, Equador, Belanda, China dan El Salvador. Komposisi volume ekspor tuna segar, beku dan olahan dapat dilihat pada Tabel 1.


(21)

Tabel 1 Volume Ekspor Tuna Indonesia Tahun 2006 – 2010 (Ton)

Kode HS 2006 2007 2008 2009 2010

Tuna Segar 24.070 28.460 37.062 26.674 17.949

030231 62 14 80 316 3

030232 9.698 10.521 10.496 7.479 6.077

030233 1.698 3.395 4.264 461 26

030239 12.647 14.530 22.223 18.418 11.843

Tuna Beku 20.660 40.426 46.144 49.682 49.734

030341 832 830 1.838 3.367 3.012

030342 4.635 4.185 3.991 8.059 11.316

030343 7.572 17.264 21.886 24.700 28.045

030349 7.621 18.174 18.429 13.557 7.360

Tuna Olahan 47.092 52.430 46.850 55.193 54.767

160414 47.092 52.430 46.850 55.193 54.767

Total Tuna 91.822 121.316 130.056 131.550 122.450

Sumber : Uncomtrade, 2011, diolah

Berdasarkan nilai ekspor, komposisi ekspor ikan tuna segar, beku dan olahan hampir tidak ada pergeseran yang berarti. Nilai ekspor ikan tuna segar, beku dan olahan dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Nilai ekspor ikan tuna Indonesia tahun 2006 2010 (000 $)

Kode HS 2006 2007 2008 2009 2010

Tuna Segar 89.271 90.525 100.646 95.710 110.575

030231 204 8 55 154 25

030232 29.918 36.186 34.725 30.925 38.104

030233 1.426 2.248 3.774 283 33

030239 57.723 52.084 62.092 64.348 72.413

Tuna Beku 31.505 61.881 72.201 66.418 86.478

030341 2.516 2.977 3.252 4.507 4.897

030342 12.543 19.563 17.353 19.602 31.509


(22)

030349 9.994 21.106 22.199 21.416 17.565 Tuna Segar 120.776 152.406 172.849 162.128 197.052

160414 129.790 151.942 174.341 190.173 186.178

Total Tuna 250.567 304.348 347.190 352.300 383.230 Sumber : Uncomtrade, 2011, diolah

Ekspor tuna olahan akan memberikan nilai tambah dan mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan di dalam negeri maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai tambah ekspor ikan tuna. Dukungan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan industri pengolahan tuna ini sangat diperlukan, sehingga ekspor tuna olahan akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan devisa negera.

Nilai ekspor ikan tuna tersebut masih dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan daya saing produk tuna Indonesia khususnya tuna olahan. Untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar dunia maka perlu political will pemerintah untuk mendukung industrialisasi tuna sehingga daya saing tuna dapat ditingkatkan.

Mengingat permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk menjawab bagaimana daya saing tuna olahan Indonesia di pasar dunia dan bagaimana strategi pengembangan industri tuna Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah ekspor tuna olahan. Guna memberikan gambaran bagaimana daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional dibandingkan dengan negara-negara pesaing Indonesia dan bagaiamana strategi peningkatan daya saing tuna Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian terkait hal tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional bila dibandingkan dengan tuna segar dan beku di pasar internasional dan dibandingkan dengan negara-negara pesaing


(23)

2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional.

3. Bagaimana strategi pengembangan industri tuna Indonesia dapat diterapkan untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Mengetahui daya saing produk ikan tuna olahan dibandingkan dengan ikan tuna segar dan beku di pasar internasional dan dibandingkan dengan negara-negara pesaing.

2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing industri pengolahan ikan tuna

3. Merumuskan prioritas strategi pengembangan industri tuna Indonesia untuk menngkatkan daya saing tuna olahan di pasar Internasional.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain :

1. Memberikan informasi bagi stakeholders sebagai acuan dalam menetapkan kebijakan pengembangan industri tuna Indonesia agar daya saingnya meningkat.

2. Bagi pelaku indutri, hasil penelitian ini dapat diterapkan prioritas strategi pengembangan industri tuna untuk peningkatan daya saing tuna olahan Indonesia.


(24)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Ikan Tuna

Ikan tuna termasuk dalam keluarga scombroidae yang tergolong ikan perenang cepat, bertubuh seperti cerutu dengan kondisi badan yang kuat dan kekar. Memiliki dua sirip punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang, pada bagian punggung berwarna biru kehitaman dan berwarna keputih-putihan pada bagian perut. Ikan ini juga termasuk ke dalam kelompok ikan pelagis besar dan sebagian besar memiliki jari-jari sirip tambahan (finlet) di belakang punggung dan dubur berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh hipural. Sirip-sirip punggung, dubur, perut dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh (DKP,2009).

2.1.2. Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasioal membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antar beberapa negara serta efeknya terhadap struktur perdagangan suatu negara. Perdagangan dapat terjadi karena adanya spesifikasi di tiap-tiap daerah. Perdagangan internasional juga menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dengan adanya perdagangan internasional (Salvatore, 1997).

Kegiatan perdagangan yang terjadi antar negara menunjukkan bahwa negara-negara tersebut telah memiliki sistem perekonomian yang terbuka. Alasan terjadinya perdagangan internasional adalah :

1) Adanya perbedaan dalam pemilikan sumberdaya dan cara pengolahannya sehingga setiap negara akan memperoleh keuntungan melalui suatu pengaturan dengan cara yang berbada secara secara relatif terhadap perbedaan sumberdaya tersebut.


(25)

Peluang

Strategi, Struktur dan

Pesaing Perusahaan

Kondisi Faktor

Kondisi Permintaa

Industri yang Berkaitan dan

Mendukung Pemerintah

2) Negara-negara yang melakukan perdagangan mempunyai tujuan untuk mencapai economic of scale dalam produksi, artinya suatu negara akan lebih efisien jika hanya menghasilkan sejumlah barang tertentu tetapi dengan skala yang lebih besar dibandingkan dengan jika memproduksi berbagai jenis barang (Salvatore, 1997)

2.1.3. Teori Daya Saing

Daya saing menurut Tyson (1992) adalah kemampuan suatu negara dalam menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi uji persaingan internasional sementara para warga negara tersebut dapat menikmati standar berkesinambungan. Berkaitan dengan teori daya saing, Porter mengemukakan empat kategori dari atribut nasional serta 2 kekuatan yang mempengaruhi keunggulan daya saing suatu bangsa yang digambarkan dalam suatu diamond penentu keunggulan bangsa seperti terlihat pada Gambar 2.

Sumber : Porter,1990


(26)

Menurut Porter (1990), faktor – faktor penentu dalam persaingan tersebut adalah :

1. Kondisi Faktor (Factor Conditions)

Dalam bentuk sederhana, kondisi faktor mengacu kepada lahan, tenaga kerja, sumberdaya alam, modal, dan infrastruktur yang ada di suatu negara. Dalam kondisi faktor ini terdapat lima kategori dari faktor–faktor tersebut, yaitu : Sumber daya manusia (human resources), sumber daya alam (psyical resources), sumber daya pengetahuan (knowledge resources), sumber daya modal (capital resources), dan prasarana (infrastructure resources).

2. Kondisi Permintaan (Demand Conditions)

Sifat dan kondisi permintaan di negara asal produk dan jasa perusahaan atau industri sangat penting bagi keunggulan komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara, karena hal ini menentukan tingkat dan sifat perbaikan serta inovasi suatu perusahaan dalam negara tersebut. Hal ini merupakan faktor–faktor yang melatih perusahaan untuk bersaing di pasar global. Empat karakteristik dari permintaan yang penting bagi keunggulan kompetitif adalah : komposisi permintaan dalam negeri (composititon of human demand), ukuran dan pola pertumbuhan permintaan di negeri sendiri (size and pattern growth home demand), kecepatan pertumbuhan pasar dalam negeri (rapid home market growth), dan kecenderungan permintaaan internasional (trend of internasional demand).

3. Industri Terkait dan Pendukung (Related and Supporting Industries)

Kehadiran industri yang bersaing secara internasional dalam suatu negara dalam bidang yang berkaitan dengan atau langsung mendukung industri lain dapat memberikan keunggulan kompetitif pada industri tadi. Industri pemasok secara internasional menyediakan input ke industri yang secara internasional juga akan menjadi bersaing dalam arti harga dan mutu. Industri hilir akan lebih mudah mengakses input dan teknologi untuk menghasilkannya, dan mengakses struktur manajerial serta rganisasi yang membuatnya menjadi bersaing.

Akses merupakan suatu fungsi pendekatan dalam arti jarak dan kesamaan budaya. Bukan input itu sendiri yang memberikan keuntungan, melainkan kontak


(27)

dan koordinasi dengan pemasok, yang merupakan peluang untuk menyusun rantai nilai, sehingga hubungan dengan pemasok dioptimalkan. Peluang ini pada umumnya tidak tersedia bagi perusahaan asing. Keuntungan akan bertambah jika di negara tersebut terdapat industri yang saling berkaitan dan bersaing secara internasional. Karena kesempatan untuk koordinasi dan berbagai kegiatan dalam rantai nilai akan menjadi semakin terbuka.

4. Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan (Firm Strategy, Structure and Rivalry)

Strategi perusahaan, stuktur organisasi dan modal perusahaan, serta kondisi persaingan di dalam negeri merupakan faktor–faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi keunggulan kompetitif perusahaan. Persaingan yang berat di dalam negeri biasanya akan lebih mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas, serta peningkatan kualitas produk dan pelayanan.

Jumlah pesaing domestik bukan hal yang penting, tetapi intensitas persaingan dan mutu dari pesaing yang menyebabkan perbedaaan. Perusahaan lama perlu menjaga untuk tetap nyaman dengan posisi, produk dan jasa yang dihasilkan, hal tersebut dikarenakan adanya pendatang baru yang biasanya membawa perspektif baru dan metode baru serta melayani dan menetapkan segmen pasar yang baru, yang tidak dikenali oleh perusahaan yang selama ini berdiri.

Selain empat faktor yang telah disebutkan di atas, dua faktor tambahan dalam model Porter (Keegan, 1999) yang perlu ditambahkan dalam mengevaluasi keunggulan kompetitif suatu negara, adalah :

5. Kesempatan (Chance)

Kesempatan memainkan peranan dalam membentuk lingkungan yang bersaing. Kesempatan adalah peristiwa yang terjadi di luar kendali perusahaan, industri dan biasanya pemerintah, terobosan besar dalam teknologi, pergeseran tiba–tiba yang terjadi dalam biaya faktor atau biaya masukan dan sebagainya. Kesempatan ini penting karena membuat terputusnya teknologi yang membuat


(28)

negara dan perusahaan belum memiliki daya saing melakukan lompatan untuk melampaui pesaing lama untuk menjadi lebih kompetitif, bahkan menjadi pemimpin dalam industri yang sudah berubah.

6. Pemerintah (Government)

Pemerintah memiliki pengaruh yang penting terhadap faktor penentu keunggulan kompetitif suatu bangsa. Pemerintah secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi permintaan melalui kebijakan moneter dan keuangan, maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa. Pemerintah mempengaruhi berbagai rintangan karena keterbatasan tenaga kerja atau persepsi dari para peserta industri.

Menururt Porter (1990), konsep daya saing nasional yang paling berarti adalah produktivitas nasional. Keunggulan bersaing suatu bangsa tergantung pada kapasitas industrinya untuk berinovasi dan meningkatkan kemampuan pengusaha untuk mengatasi pesaing di dunia. Selanjutnya, tindakan inovasi yang terkiat dengan penguasaan dan pemanfaatan teknologi baru dapat dimanifestasikan dalam desain baru, proses produksi baru maupun pendekatan pemasaran yang baru dalam menciptakan keunggulan kompetitif.

Keunggulan kompetitif menurut Keegan (1999) adalah penawaran total, dihadapkan pada persaingan yang relevan sehingga menarik lebih banyak pelanggan, oleh karena itu keunggulan yang diciptakan harus melebihi pesaing-pesaing yang relevan pada industri dan pasar yang sama. Selain keunggulan kompetitif, dalam memahami teori daya saing, teori keunggulan komparatif sering digunakan untuk menerangkan hubungan perdagangan antar negara. Teori keunggulan komparatif adalah keunggulan yang diciptakan melalui efisiensi biaya produksi sehingga negara tersebut dapat menerima manfaat pada saat produk yang dihasilkan diperdagangkan antar negara.

Lebih jauh lagi, perekonomian suatu bangsa akan dianggap berdaya saing tinggi, jika mampu tumbuh tanpa terhambat oleh kesulitan neraca pembayaran, perekonomian dianggap baik jika tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara lain. Menurut Porter (1990), keunggulan kompetitif pada level nasional adalah produktifitas nasional, karena tujuan utama dari bangsa adalah untuk


(29)

menghasilkan dan meningkatkan standar kehidupan yang tinggi untuk warga negaranya. Kemampuan untuk meningkatkan dan mencapai tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja dan modal yang digunakan. Produktivitas sumber daya manusia ditunjukan oleh pengembalian keuntungan pemegang saham.

Menurut Keegan (1999), berbagai kajian menunjukkan bahwa bagi negara berkembang, kunci utama untuk melakukan penetrasi pasar adalah daya saing harga. Hal ini merupakan kenyataan yang sulit dibantah, dan mungkin telah menjadi suatu “kebenaran”. Maka upaya nasional maupun internasional untuk meningkatkan daya saing, sedikitnya pada tahap permulaan hingga kehadiran di suatu pasar menjadi cukup mapan, adalah dengan mempertajam daya saing harga produk. Negara-negara ASEAN bersepakat untuk membentuk kawasan perdagangan bebas, AFTA (ASEAN Free Trade Area), dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia. Langkah ini merupakan jawaban kawasan terhadap tantangan globalisasi.

Sebagai bahan pangan, produk agro-industri diharuskan mempunyai persyaratan standard yang cukup ketat. Persyaratan standard tersebut bukan hanya terhadap mutu produknya, sehingga ada beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu 1) mutu produk, 2) keamanan pangan dan 3) ketertelusuran (traceability). Untuk itu peningkatan standar produk agro-industri pangan olahan sangat penting sebagai faktor penguat daya saing produk (Panjaitan, Syamsun, dan Kadarisman, 2011)

Peningkatkan daya saing suatu bangsa juga memerlukan dua kebijakan publik utama yaitu kebijakan primer pemerintah yang mencakup investasi, strategi pembangunan industri dan perdagangan. Selanjutnya kebijakan pendukung pemerintah yang mencakup kebijakan makroekonomi, pembangunan infrastruktur bangsa dan pembangunan kerangka kelembagaan yang diperlukan agar kebijakan – kebijakan primer pemerintah dapat bekerja dengan efisien.

Salah satu faktor daya peningkatan daya saing produk adalah dengan melakukan promosi. Dalam pemasaran diperlukan promosi untuk


(30)

memperkenalkan dan mengkomunikasikan produk, dengan harapan konsumen dapat membeli produk yang dipromosikan (Yulianti, Mudikdjo, dan Sarma, 2008)

Metode yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu negara, pertama kali diperkenalkan oleh Balasa tahun 1989. Metode ini didasarkan pada konsep bahwa perdagangan antar negara sebenarnya menunjukan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. Dalam metode ini yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai tersebut dalam perdagangan dunia.

Semakin tinggi nilai RCA suatu produk yang diekspor oleh suatu negara menunjukan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara tersebut semakin tinggi pula. Dapat juga dikatakan bahwa, negara yang memiliki nilai RCA suatu produk paling besar dibandingkan negara lain, maka negara terebut adalah spesialisasi pengekspor produk tersebut (Balasa, 1989). Menurut Asian Development Bank Institute (ADBI, 2002), indeks RCA digunakan untuk mengukur struktur ekspor suatu negara, di mana yang diperhitungkan adalah rasio dari dua macam rasio, yaitu rasio ekspor untuk setiap sektor ekonomi terhadap total ekspor suatu negara, yang relatif terhadap rasio dari ekspor dunia untuk setiap sektor yang berhubungan dengan total ekspor dunia.

2.2. Kajian Penelitian Terdahulu

Menurut Susilowati (2003), di antara negara-negara produsen lada dunia, Indonesia termasuk salah satu produsen utama dunia bersama-sama dengan India, Malaysia dan Brazil. Dengan meningkatnya kompetisi antara negara produsen, Indonesia dituntut untuk mampu mempertahankan daya saingnya di pasar internasional. Susilowati (2003) mengkaji posisi daya saing ekspor Indonesia relatif terhadap beberapa negara pesaingnya di pasar lada dunia dengan menggunakan alat analsis Constant Market Share (CMS). Data yang digunakan adalah data deret waktu periode 1985-2001 yang bersumber dari International Pepper Community Statistical Year Book. Dari hasil analisis dapat ditunjukkan bahwa untuk seluruh periode analisis, daya saing Indonesia mengalami peningkatan relatif terhadap tiga negara pesaingnya, kecuali pada periode awal


(31)

(1985-1996) di mana daya saing India dan Malaysia mengungguli Indonesia. Pengaruh distribusi pasar menunjukkan bahwa pasar Amerika Serikat, MEE dan Singapura merupakan pasar tujuan yang tepat bagi ekspor lada Indonesia.

Dalam penelitian yang lain, Khair (2000) yang meneliti strategi peningkatan ekspor alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat, mengemukakan bahwa penggunaan alat analisis RCA memiliki beberapa kelemahan yaitu asumsi bahwa setiap negara mengekspor semua komoditas, kelemahan kedua adalah bahwa indeks RCA memang dapat menjelaskan pola perdagangan yang telah dan dapat berlangsung, namun tidak dapat menjelaskan apakah pola tersebut sudah optimal, selain itu juga tidak dapat mendeteksi atau memprediksi produk–produk yang berpotensi di masa mendatang. Kelemahan yang lain adalah, bahwa keunggulan komparatif yang tercermin dari hasil perhitungan ini bisa jadi bukan merupakan keunggulan komparatif yang sesungguhnya, melainkan bisa saja akibat adanya kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti adanya proteksi ekspor, subsidi, nilai tukar yang dibuat under value, dan lain sebagainya.

Penelitian yang lainnya adalah penelitian Kang-Taeg Lim yang menggunakan Revealed Comparative Advantages (RCA) untuk menganalisis perdagangan internasional Korea Utara (1997). Dalam hasil penelitiannnya, Korea Utara telah mencapai suatu keberhasilan yang cukup baik dalam proses peningkatan perekonomiannya. Kesuksesan tersebut dikarenakan keberhasilan dalam merubah sektor utama penggerak pereknomian dan industri, perubahan tersebut adalah pergeseran metode produksi dari padat sumberdaya alam tanpa sentuhan teknologi menjadi metode produksi yang menggunakan sentuhan sedikit teknologi dalam memproduksi barang dan jasa. Tetapi dari hasil prediksi masa yang akan datang, Korea Utara akan sulit bersaing di pasar global karena akan terjadi perubahan lagi. Perubahan tersebut adalah penguasaan teknologi dengan lebih baik, sehingga dengan kondisi saat ini Korea Utara akan sulit bersaing di pasar global jika tidak menguasai teknologi dengan baik.

Utkulu dan Seymen (2004), menganalisis daya saing produk asal Turki di pasar Uni Eropa menggunakan metoda RCA. Hasil dari analisis daya saing produk asal Turki di pasar Uni Eropa mengemukakan bahwa pesaing utama Turki


(32)

di Uni Eropa adalah Cina dan India, dan daya saing Turki lebih rendah pada faktor tenaga kerja serta produk-produk yang dihasilkan masih kalah dalam biaya produksi. Dalam menganalisis daya saing Turki dan pesaing di pasar Uni Eropa, analisis ini menggunakan RCA yang diadaptasi dari model Balasa (1965) dan Vollrath (1991).

McLeish (2006) dalam laporannya mengenai kemudahan memulai usaha baru menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat 135 dari 175 negara dalam hal kemudahan memulai usaha baru. Peringkat itu turun dari posisi 131 tahun lalu karena perbaikan tak sesignifikan negara lain. Penurunan peringkat tersebut bukan berarti negatif bagi Indonesia, tetapi perbaikan yang terjadi di negara-negara lain sangat signifikan dan lebih baik dari Indonesia. Singapura menempati posisi pertama negara yang paling mudah untuk memulai suatu usaha. Negara tersebut berhasil menyingkirkan posisi Selandia Baru ke peringkat kedua, yang tahun lalu menduduki posisi teratas. Indonesia sebenarnya telah mengalami reformasi dalam hal kemudahan memulai usaha. Waktu yang diperlukan tadinya sangat panjang, yakni 151 hari namun telah dipangkas menjadi 97 hari saat ini. Indonesia juga akan menerapkan pengarsipan secara elektronik untuk perpajakan. Ferto dan Hubbard (2002) menganalisis daya saing sektor pertanian Hungaria di pasar Uni Eropa, analisis tersebut menggunakan RCA sebagai alat untuk melihat posisi daya saing sektor pertanian dalam kurun waktu 1992 sampai 1998. Walaupun terdapat kelemahan dalam penerapan RCA pada analisis daya saing, tetapi hasil yang didapatkan memberikan gambaran posisi daya saing sektor pertanian Hungaria dan diharapkan dapat memberikan manfaat pada saat Hungaria masuk ke dalam Uni Eropa. Hasil akhir analisis memberikan gambaran bahwa Hungaria memiliki keunggulan komparatif pada produk yang berasal dari hewan, sehingga dapat dijadikan unggulan pada saat Hungaria diterima dalam keanggotaan Uni Eropa. Peningkatan daya saing dapat dilakukan oleh pemerintah dengan menjaga kestabilan makro ekonomi serta menjaga situasi politik dan keamanan. Hal tersebut akan memberikan dampak kepada peningkatan investasi yang berasal dari luar negeri.


(33)

Menurut Hadi dan Mardianto (2004) yang menganalisis daya saing produk ekspor pertanian antar negara ASEAN dalam era perdagangan bebas AFTA menggunakan analisis Constant Market Share (CMS). Hasilnya adalah pertumbuhan ekspor produk pertanian Indonesia ke kawasan ASEAN selama perode 1997-1999 adalah yang tertinggi diantara negara-negara ASEAN, bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 terjadi penurunan dan lebih rendah dibandingkan Thailand, Filipina dan dunia.

Hadi dan Mardianto (2004), mengatakan bahwa daya saing ekspor Indonesia adalah yang terkuat pada periode 1997-1999 diantara negara-negara ASEAN, tetapi melemah dan kalah dibandingkan Filipina dan Thailand pada periode 1999-2001. Dalam penelitiannya disarankan Indonesia lebih memperhatikan lagi pemilihan yang lebih tepat mengenai komposisi produk dan negara tujuan ekspornya agar dapat lebih memenangkan persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara non ASEAN.

Dalam penelitian analisis daya saing usaha tani kedelai di DAS Brantas oleh Siregar dan Sumaryanto (2003), memperlihatkan bahwa penerimaan bersih untuk pengelola adalah negatif, hal tersebut berarti komoditas kedelai tidak memiliki keunggulan komperatif. Melalui analisis titik impas diperoleh kesimpulan bahwa komoditas kedelai akan memperoleh daya saing finansial jika harga kedelai dunia naik paling sedikit 8,5 persen, atau nilai tukar dollar terhadap rupiah paling sedikit turun 9,2 persen, atau produktivitas kedelai naik paling sedikit 27,4 persen, ceteris paribus. Jadi harus ada upaya peningkatan efisiensi tanaman kedelai melalui peningkatan produktivitas melalui penggunaan benih bermutu dan pupuk berimbang. Disamping itu, dukungan penelitian pengembangan kedelai harus diutamakan.


(34)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Lokasi Penelitian Analisis dan Strategi Peningkatan Daya Saing Ikan Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional dilaksanakan di Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Pusat Statistik (BPS) dan industri pengolahan tuna di Jakarta. Alasan pemilihan lokasi karena data dan kebijakan terkait daya saing tuna olahan terdapat di Kementerian Kelautan dan Perikanan, BPS dan para eksportir dan pelaku industri tuna. Penelitian Analisis dan Strategi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan Indonesia di Pasar Internasional akan dilakukan pada bulan Juli – Desember 2011.

3.2. Kerangka Pemikiran

Suatu negara dapat melakukan ekspor suatu produk ke negara lain apabila negara yang bersangkutan memiliki keunggulan komparatif dalam memproduksi komoditas bersangkutan. Keunggulan komparatif tidak hanya bersumber dari faktor alamiah saja, tetapi dapat juga diciptakan. Selain itu, dinamika dari keberlimpahan dan pengelolaan sumberdaya, mengakibatkan keunggulan komparatif tidak hanya bersifat statis melainkan dinamis (Susilowati, 2003).

Indonesia merupakan eksportir ikan tuna di pasar Jepang dan Pasar Amerika Serikat. Negara tujuan ekspor tuna segar adalah Jepang yang mencapai hampir 80% dari total ekspor tuna segar, kemudian disusul Amerika Serikat, Belanda dan Yemen. Negara pesaing Indonesia untuk produk tuna segar adalah Korea, Vietnam, Kanada, Brazil dan Australia. Sementara itu, ikan tuna beku sebagian besar diekspor ke Jepang, Amerika Serikat, Thailand, Singapura, Meksiko dan Yemen. Negara pesaing Indonesia untuk produk tuna beku adalah Philippina, Panama, Costa Rica, Vietnam, Fiji, Thailand dan Korea (BPS 2010).

Ikan tuna olahan Indonesia diekspor ke beberapa negara tujuan seperti Jepang, Amerika Serikat, Jerman, Yordania, Lybia, Thailand, Inggris dan Yemen. Negara pesaing produk olahan tuna Indonesia adalah Thailand, Philipina, Spanyol


(35)

dam Equador. Untuk membandingkan daya saing ikan olahan tuna di Indonesia maka perlu dilakukan analisis daya saing ekspor ikan tuna olahan Indonesia dibandingkan dengan negara pesaing Indonesia. Dalam analisis tersebut juga akan dibandingkan daya saing ikan tuna olahan dengan tuna segar. Guna meningkatkan daya saing perlu diteliti alternatif–alternatif strategi yang dihasilkan serta dianalisis kekuatan, kelemahan peluang dan tantangan bagi pengembangan industri ikan tuna Indonesia (BPS, 2010)

Untuk mengetahui daya saing ikan tuna olahan dan segar Indonesia di pasar dunia dibandingkan dengan negara pesaing, telah dikembangkan berbagai model analisis daya saing, salah satunya analisis Revealed Comparative Advantages (RCA), di mana analisis ini akan menghitung perbandingan pangsa ekspor suatu komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Melalui analisis RCA, dapat diketahui kondisi daya saing ikan tuna olahan Indonesia dan tuna segar di Indonesia di dunia internasional serta pesaing–pesaing terdekat dalam industri ini. Hasil analisis RCA dapat digunakan untuk mengambil kebijakan setelah melihat posisi daya saing ikan tuna Indonesia.

Di samping menggunakan analisis RCA, dilakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tuna olahan Indonesia dengan menggunakan Matiks Profil Kompetitif dibandingkan negara pesaing Indonesia.

Setelah melakukan semua analisis diatas, maka akan dapat dirumuskan prioritas strategi yang harus dilaksanakan untuk mengatasi masalah-masalah yang ada dan peluang-peluang yang harus dimanfaatkan. Alternatif-alternatif strategi tersebut diharapkan akan meningkatkan daya saing ikan tuna olahan Indonesia di dunia. Selain itu, diharapkan dapat diimplikasikan bagi perusahaan pengolahan ikan tuna olahan Indonesia. Kerangka konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.


(36)

Gambar 3 Kerangka Pemikiran Penelitian Industri Pengolahan tuna

Indonesia

Potensi Produksi Tuna Indonesia

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing Faktor Produksi dan Pemasaran

A. A. Sumber daya ikan tuna B.Mutu ikan tuna olahan

C.Pemenuhan persyaratan di negara-negara tujuan ekspor

D.Harga ikan segar dan bahan baku pendukung

E. Harga Ikan Tuna di Negara-Negara Tujuan Ekspor

F. Hambatan tarif dan non tarif

G.Organisasi perdagangan dunia, regional dan bilateral

H.Penyebaran Informasi prosedur ekspor dan persyaratan impor

I. Pengembangan Market Intellegence dan Promosi

Faktor Manusia dan Kelembagaan

A.Tingkat upah minimum yang diberlakukan B.Ketersediaan SDM yang mampu dalam

penanganan mutu C.Kemampuan menejerial

D.Peran Pemerintah dalam pengembangan industri olehan tuna

E. Peran Pemerintah dalam pengaturan regulasi ekspor dan impor

F. Peran Pemerintah dalam penanggulangan dan pemberantasan illegal fishing

G.Peran pemerintah dalam pembinaan mutu H.Peran Pemerintah terhadap akses lembaga

keuangan dan asuransi Perdagangan Internasional Tuna Olahan Perdagangan Internasional Tuna Segar RCA Tuna Olahan

RCA Tuna Segar

Prioritas Strategi Peningkatan Daya Saing Tuna Olahan

Indonesia di Pasar Internasional

Implikasi Prioritas Strategi Peningkatan Daya Saing Bagi


(37)

3.3. Jenis Data dan Sumber Data 3.3.1.Informasi yang dikumpulkan

Guna mencapai tujuan tersebut maka informasi yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :

1. Data nilai ekspor tuna segar, beku dan tuna olahan Indonesia dan negara-negara pesaing yang dikumpulkan dari Uncomtrade dan BPS

2. Data nilai total ekspor produk perikanan Indonesia dan negara-negara pesaing dan data nilai ekspor total produk perikanan dunia

3. Data faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing tuna olahan Indonesia

3.3.2.Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua yaitu sumber data primer dan sumber data sekunder.

1. Data primer adalah data yang diperoleh melalui wawancara dan penyebaran kuesioner kepada responden stakeholders tuna (pelaku pengolah tuna, supplier, eksportir, serta pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan) yang terdiri dari pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka (Lampiran 1). Pertanyaan tertutup berupa pertanyaan yang alternatif jawaban sudah tersedia, sehingga responden hanya memilih satu dari alternatif jawaban yang sudah ada. Pertanyaan terbuka adalah jenis pertanyaan memberikan pilihan dan juga menyediakan tempat untuk menjawab berdasarkan pendapat responden atau bersifat bebas jika terdapat jawaban responden di luar alternatif pilihan yang tersedia. Disamping itu, data ekspor dan impor tuna diperoleh dari data yang diterbitkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) 2010 dan Uncomtrade, 2011.

2. Data sekunder adalah data yang diperoleh dari berbagai sumber literatur, seperti laporan penelitian terdahulu, buku-buku, jurnal, dan dari instansi pemerintah terkait.

Sebelum dilakukan analisa, data yang sudah dikumpulkan perlu dilakukan uji coba terlebih dahulu terhadap kuisioner. Hal ini bertujuan untuk mengetahui


(38)

tingkat validasi dan ralibilitas kuesioner. Uji validasi ini menunjukkan sejauh mana suatu alat ukur dapat mengukur hal yang diinginkan dan realibiltas menunjukkan sejauh mana suatu alat pengukur dapat dipercaya atau dapat diandalkan (Basuki A, Sarma M, dan Purwanto B, 2008).

3.4. Teknik Pengambilan Contoh

Pada penelitian ini, pemilihan responden dilakukan secara sengaja (purposive sampling). Dalam penelitian ini diambil responden sebanyak sembilan orang responden pakar komoditas ikan tuna Indonesia yang terdiri dari pelaku indutri pengolahan tuna, asosiasi, eksportir dan pejabat di Kementerian Kelautan dan Perikanan Indonesia.

3.5. Teknik Pengolahan dan Analisis Data

3.5.1.Revealed Comparative Advantage (RCA)

Daya saing di antara negara negara-negara eksportir dapat dihitung dengan menggunakan Indeks RCA (Revealed Comparative Advantage). Indeks ini menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor suatu komoditas dari suatu negara. RCA adalah perbandingan pangsa ekspor suatu komoditas suatu negara terhadap pangsa ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia.

Metode ini juga mengukur sukses dalam pasar ekspor hubungannya dengan kinerja ekspor secara keseluruhan. Keuntungannya adalah bahwa secara umum data tersedia secara rinci dan dikalkulasi secara tahunan.

Persamaan rumus metode ini adalah: RCAjit = [Xijt / Xpjt] / [Wit / Wpt]

Di mana :

RCAijt = Indeks daya saing ekspor komoditas i dari negara j pada

tahun ke t

Xijt = Nilai ekspor komoditas i dari negara j pada tahun ke t


(39)

Wit = Nilai ekspor ikan tuna di dunia pada tahun ke t

Wpt = Nilai ekspor total produk perikanan (p) dunia pada tahun ke t

Dengan dasar penilaian tersebut, maka pemahaman hasil setiap kriteria adalah sebagai berikut :

RCA > 1 berarti ikan tuna Indonesia memiliki keunggulan komparatif untuk diekspor

RCA < 1 berarti ikan tuna Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif untuk diekspor

RCA = 1 berarti netral

Melalui persamaan di atas, maka dapat diartikan bahwa total ekspor ikan tuna Indonesia akan dibandingkan dengan total ekspor perikanan dunia. Di mana ekspor perikanan dunia berarti seluruh data ekspor komoditas perikanan dunia, seperti ikan hidup, segar, olahan maupun beku.

Indeks RCA yang akan dinilai adalah RCA ikan tuna segar dan tuna olahan Indonesia dan beberapa negara pesaing/eksportir tuna dunia seperti Thailand.

3.5.2.Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing

Faktor ini digunakan untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing ikan tuna Indonesia di pasar internasioal. Berbeda dengan analisis RCA, dengan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing maka nilai-nilai dari faktor dari negara–negara yang berada pada level yang sama dan memiliki persaingan dengan Indonesia pada industri ikan tuna akan dapat diketahui.

Faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing yang akan dianalisis adalah faktor sumber daya, faktor mutu, faktor harga, faktor sumberdaya manusia, regulasi / kebijakan pemerintah, faktor hambatan perdagangan dan faktor pengembangan informasi dan promosi.


(40)

3.5.2.Matriks Profil Kompetitif

Matriks ini digunakan untuk mengetahui posisi daya saing Indonesia dibandingkan dengan negara-negara pesaing utama dan berada dalam level yang sama dalam kinerja ekspor ikan tuna. Kerangka dari matriks ini adalah faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing yang berperan dalam kinerja ekspor ikan tuna. Tahapan yang akan dilakukan adalah :

a. Penentuan Bobot

Penentuan bobot dilakukan dengan cara mengajukan faktor-faktor kekuatan bersaing kepada pakar yang telah dipilih menjadi responden, pembobotan dilakukan dengan menggunakan metode ”Paired Comparison”. Pembobotan ini akan memberikan gambaran tingkat kepentingan faktor-faktor yang dianalisis, sehingga dapat dijadikan sebagai acuan dalam merumuskan alternatif strategi penigkatan daya saing industri ikan tuna.

Metode ini digunakan untuk memberikan penilaian terhadap bobot setiap faktor. Pemberian bobot setiap variabel menggunakan skala 1, 2, dan 3, dengan ketentuan sebagai berikut :

1 = Jika indikator horizontal kurang penting daripada indikator vertikal 2 = Jika indikator horizontal sama penting daripada indikator vertikal 3 = Jika indikator horizontal lebih penting daripada indikator vertikal Bentuk penilaian pembobotan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Penilaian Bobot Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Daya Saing

Faktor Kekuatan Bersaing A B C ...

A B C ... Total


(41)

Bobot setiap variabel diperoleh dengan menentukan nilai setiap variabel terhadap jumlah nilai keseluruhan variabel dengan menggunakan rumus :

x i α1 =

n ∑ x i

i = 1

Dimana : α1 = bobot variabel ke – i

xi = nilai variabel ke – i i = 1, 2, 3, ... , n

N = Jumlah variabel b. Penentuan Rangking

Tiap-tiap faktor untuk masing-masing negara diberikan nilai rating yang mempunyai skala antara 1 (poor) untuk negara yang sangat lemah posisinya untuk faktor tertentu dibandingkan negara lain, dan diberi nilai rating 4 (outstanding) untuk negara yang sangat baik posisinya untuk faktor tersebut dibandingkan dengan negara lain.

c. Penentuan Nilai

Selanjutnya nilai bobot dikalikan dengan nilai rating untuk masing-masing negara dan menghasilkan nilai bobot skor. Negara yang mempunyai total bobot skor paling tinggi mempunyai daya saing lebih tinggi secara keseluruhan dibandingkan dengan negara-negara lainnya (Tabel 4).


(42)

Tabel 4 Matriks Profil Kompetitif Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Daya Saing

Bo-bot

Indonesia Negara A Negara B dst

Rating Bobot Skor

Rating Bobot Skor

Rating Bobot Skor A

B C . .

TOTAL


(43)

IV.

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Pengukuran Keunggulan Daya Saing

Daya saing produk suatu negara di pasar internasional dapat diukur dari beberapa macam cara. Salah satu cara tersebut adalah dengan melihat indeks Revealed Comparatif Advantages (RCA). Indeks RCA menunjukkan keunggulan komparatif atau daya saing ekspor suatu komoditas dari suatu negara dengan membandingkan nilai ekspor komoditas suatu negara terhadap nilai ekspor komoditas tersebut dari seluruh dunia. Sedangkan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempegaruhi daya saing dilakukan dengan analisis profil kompetitif .

4.2 Kategori Ikan Tuna

Data yang digunakan untuk pengukuran indeks RCA komoditas tuna adalah data time series nilai ekspor tuna negara yang dianalisis, nilai ekspor tuna dunia, serta nilai ekspor produk perikanan negara yang dianalisis dan nilai ekspor produk perikanan dunia yang berasal dari un-comtrade dari tahun 2006 – 2010. Data yang dianalisis adalah data time series nilai ekspor ikan tuna yang berasal dari un-comtrade, sedangkan untuk data total perikanan meliputi semua komoditas perikanan yang diperdagangkan baik itu hidup, segar, beku, maupun olahan. Rincian katagori jenis ikan yang akan dihitung indeks RCA nya adalah ikan tuna segar, ikan tuna beku dan ikan tuna olahan dengan rincian kategori seperti tercantum pada Tabel 5.

Tabel 5. Kategori Ikan Tuna Yang Termasuk Perhitungan

No. Kode HS Jenis Ikan Tuna

I Ikan Tuna Segar

1. 030231 Ikan albacore atau tuna bersirip biru panjang (Thunnus alalunga) atau sering disebut albacore or longtinned tunas

2. 030232 Ikan tuna bersirip kuning (Thunnus albacares) atau sering disebut yellowfin tunas


(44)

3. 020233 Ikan skipjack atau stripe-bellied bonito (skipjack or strippe bellied bonito)

4 030234 Ikan tuna bermata besar (Thunnus obesus) Bigeye tunas 5 030235 Ikan tuna bersirip biru (Thunnus Thynnus) Bluefin tunas 6 030236 Ikan tuna bersirip biru selatan (Thunnus muccoyii (shouthern

bluefin tunas

7 030239 Ikan tuna lainnya selain cakalang, sirip kuning dan albacore II Ikan Tuna Beku

1 030341 Ikan albacore atau tuna bersirip biru panjang (Thunnus alalunga) atau sering disebut albacore or longtinned tunas

2 030342 Ikan tuna bersirip kuning (Thunnus albacares) atau sering disebut yellowfin tunas

3 030343 Ikan skipjack atau stripe-bellied bonito (skipjack or strippe bellied bonito)

4 030344 Ikan tuna bermata besar (Thunnus obesus) Bigeye tunas 5 030345 Ikan tuna bersirip biru (Thunnus thynnus) Bluefin tunas 6 030346 Ikan tuna bersirip biru selatan (Thunnus muccoyii /shouthern

bluefin tunas)

7 030349 Ikan tuna lainnya selain cakalang, sirip kuning dan albacore III Ikan Tuna Olahan

1 160414 ikan diolah atau diawetkan dari ikan tuna skipjack dan bonito dalam kemasan kedap udara atau kemasan lainnya.

Sumber : BTBMI, 2008

Pengukuran indeks RCA untuk komoditas ikan tuna dalam penelitian ini dilakukan terhadap ikan tuna segar, tuna beku dan tuna olahan Indonesia dan negara-negara pesaing.

4.3. Revealed Comparatif Advantages (RCA).

Indeks RCA dihitung berdasarkan rumus total ekspor ikan tuna kode HS tertentu suatu negara pada tahun ke-t dibandingkan dengan total ekspor seluruh komoditas perkanan negara tersebut pada tahun yang sama, lalu langkah


(45)

terakhirnya adalah membandingkan nilai tersebut dengan nilai total ekspor ikan tuna kode HS tertentu di dunia yang dibandingkan dengan total ekspor perikanan dunia pada tahun tersebut.

Indeks RCA suatu komoditas dapat menggambarkan keunggulan komparatif komoditas di suatu negara di pasar internasional. Indeks RCA yang nilainya lebih dari satu, menunjukkan bahwa komoditas tuna dari negara tersebut memiliki keunggulan komparatif dan daya saing yang tinggi. Jika indeks RCA sama dengan 1 (satu), berarti daya saing komoditas tersebut sama dengan negara lain, sedangkan komoditas yang mempunyai indeks RCA kurang dari satu berarti komoditas tersebut tidak mempunyai daya saing di pasar internasional dibandingkan dengan negara-negara pesaing.

Nilai indeks RCA sepuluh negara pengekspor ikan tuna segar terbesar dapat dilihat pada Tabel 6 dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel 6. Indeks RCA Ikan Tuna Segar Indonesia dan Negara Pesaing

NO. NEGARA INDEKS RCA

2006 2007 2008 2009 2010

1. Kroasia 48,46 38,55 50,25 72,85 44,66

2. Malta 40,79 68,36 66,50 109,90 115,35

3. Tunisia 23,85 21,99 35,55 48,08 19,96

4. Turki 17,01 13,05 32,45 38,79 16,03

5. Indonesia 4,56 4,61 5,13 8,18 5,65

6. Australia 3,85 3,89 4,02 11,41 4,88

7. Spanyol 3,78 4,20 4,71 3,40 2,68

8. Jepang 1,80 1,34 1,54 2,76 1,40

9. USA 0,59 0,62 0,52 0,75 0,63

10. Equador 0,02 0,04 0,09 0,23 0,13

Sumber : Uncomtrade, 2011, diolah

Pada tahun 2006 – 2010 tuna segar Indonesia Indonesia memiliki keunggulan komparatif yang sangat baik dengan indeks RCA sebesar 4,56 – 8,18. Namun demikian, bila dibandingkan dengan negara pesaing seperti Kroasia,


(46)

Malta, Tunisia dan Turki daya saing produk ikan tuna segar Indonesia masih lebih rendah dan Indonesia hanya mampu menduduki posisi kelima. Daya saing ikan tuna segar Indonesia sangat tinggi khususnya untuk jenis ikan tuna bersirip kuning atau yellowfin tunas (HS 030232), tuna skipjack atau stripe-bellied bonito (HS 030233) dan ikan tuna lainnya seperti cakalang, sirip kuning, albacore (HS 030239). Indonesia tidak mengekspor ikan tuna segar dari jenis ikan tuna bermata besar, ikan tuna bersirip biru dan ikan tuna bersirip biru selatan.

Sementara itu, tuna segar Kroasia memiliki keunggulan komparatif yang lebih baik dibandingkan dengan negara pengekspor tuna segar lainnya dengan indeks RCA antara 38,55 – 72,85. Jenis tuna yang memiliki daya saing cukup tinggi di Kroasia adalah jenis ikan tuna bermata besar (HS 030235) dan untuk jenis ini ekspor dari negara pesaing sangat kecil. Pesaing Kroasia untuk jenis ini adalah Malta, Tunisia dan Turki. Tingginya daya saing tuna segar Kroasia juga disebabkan karena tuna merupakan komoditas utama perikanan yang diekspor dan nilai ekspor komoditas tuna segar mencapai 31% dari total ekspor perikanan Kroasia. Selain mengekspor tuna bermata besar, Kroasia juga mengekspor tuna untuk jenis tuna albacore atau tuna bersirip biru panjang (HS 030231) dan ikan tuna segar lainnya seperti cakalang (HS 030239).

Seperti halnya Kroasia, pada tahun 2006 – 2010, ikan tuna segar Malta, Tunisia dan Turki memiliki keunggulan komparatif yang sangat baik dengan indeks RCA berturut-turut berkisar antara 40,79 – 115,35 (Malta), 19,96 – 48,08 (Tunisia) dan 13,05 – 38,79 (Turki). Jenis tuna dari ketiga negara tersebut yang memiliki keunggulan komparatif sangat tinggi adalah untuk jenis ikan tuna bermata besar (030235).

Besar kecilnya indeks RCA suatu komoditas juga dipengauhi oleh besarnya nilai ekspor komoditas perikanan suatu negara. Semakin besar nilai ekspor komoditas perikanan suatu negara menyebabkan semakin kecilnya nilai indeks RCA suatu komoditas. Oleh karena itu, sangat penting untuk melihat pangsa pasar suatu negara untuk melihat besarnya daya saing negara tersebut kuat atau lemah. Dilihat dari pangsa pasar ikan tuna segar di pasar internasional, Indonesia menduduki peringkat I dengan pangsa pasar sebesar 16,86% dari total


(47)

ekspor dunia. Sementara itu, Malta, Spanyol, Kroasia dan Turki menduduki posisi ke 2, 3, 4, dn 5 dengan pangsa pasar berturut-turut 15,28%, 9,60%, 6,52% dan 6,25%.

Nilai indeks RCA sepuluh negara pengekspor Ikan Tuna Beku dapat dilihat pada Tabel 7 dan contoh perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 3.

Tabel 7. Indeks RCA Ikan Tuna Beku Indonesia dan Negara Pesaing

NO. NEGARA INDEKS RCA

2006 2007 2008 2009 2010

1. Kolombia 8,83 11,36 10,37 21,14 10,82

2. Rep. Korea 6,65 6,93 4,99 9,94 6,16

3. Philipina 2,68 4,40 3,78 5,88 4,32

4. Spanyol 2,02 2,17 2,28 4,11 2,19

5. Perancis 2,85 2,09 3,42 3,97 2,18

6. Jepang 1,47 2,30 1,85 2,28 1,52

7. Australia 1,18 1,23 1,14 3,28 1,27

8. Mexico 0,19 1,34 1,29 1,10 2,25

9. Indonesia 0,49 0,89 0,73 1,43 0,93

10. China 0,03 0,07 0,05 0,15 0,22

Sumber : Uncomtrade, 2011, diolah

Pada tahun 2005 – 2010, nilai indeks RCA untuk tuna beku Indonesia adalah sebesar 0,49 – 1,43, sehingga untuk produk tuna beku Indonesia belum mempunyai keungulan komparatif dibandingkan negara pengekspor lainnya, kecuali untuk tahun 2009. Pada tahun 2009, indeks RCA untuk tuna beku Indonesia mengalami peningkatan menjadi 1,43. Indonesia hanya menduduki peringkat ke-9 untuk indeks RCA di antara negara pengekspor. Pada tahun 2010, nilai ekspor tuna beku Indonesia masih lebih besar dibandingkan dengan Australia dan Kolumbia, yaitu mencapai 86.478 US$ atau hanya sebesar 3,11% dari total nilai ekspor produk perikanan Indonesia sebesar 2.778.800 US$.

Rendahnya indeks RCA ikan tuna beku Indonesia menujukkan bahwa Indonesia tidak memiliki keunggulan komparatif untuk tuna beku sehingga daya


(48)

saingnya rendah. Hal tersebut disebabkan karena rendahnya nilai ekspor ikan tuna beku karena untuk jenis-jenis ikan tuna tertentu seperti tuna bersirip kuning atau yellowfin tunas, tuna skipjack atau stripe-bellied bonito dan ikan tuna lainnya seperti cakalang, sirip kuning, albacore yang lebih banyak diekspor dalam bentuk segar.

Rendahnya daya saing tuna beku Indonesia juga dapat dilihat dari rendahnya penguasaan pangsa pasar di pasar internasional. Indonesia hanya menduduki posisi ke 8 dengan pangsa pasar sebesar 5,21% dari total ekspor ikan tuna beku dunia. Seperti halnya dengan ikan tuna segar, jenis ikan tuna beku Indonesia yang diekspor adalah dari jenis tuna bersirip kuning atau yellowfin tunas (HS 030232), tuna skipjack atau stripe-bellied bonito (HS 030233) dan ikan tuna lainnya seperti cakalang, sirip kuning, albacore (HS 030239). Indonesia tidak mengekspor ikan tuna beku dari jenis ikan tuna bermata besar, ikan tuna bersirip biru dan ikan tuna bersirip biru selatan.

Kolombia dan Philipina, memiliki daya saing yang cukup baik dengan indeks RCA pada tahun 2006 -2010 sebesar masing-masing antara 8,83 – 21,14 dan 2,68 – 5,88. Namun demikian, untuk pangsa pasar kedua negara tersebut hanya menduduki peringkat 7 dan 10 dengan pangsa pasar masing-masing sebesar 5,80% dan 3,78% dari total ekspor ikan tuna beku dunia. Hal ini disebabkan karena ekspor tuna beku Kolombia dan Philipina memberikan kontibusi yang besar terhadap total ekspor produk perikanan di kedua negara tersebut.

Pada tahun 2010, ekspor tuna beku Kolumbia sebesar 62.657 US$ atau sebesar 34,77% dari total nilai ekspor produk perikanan negara tersebut sebesar 180.193 US$. Sedangkan, nilai ekspor tuna beku Philipina sebesar 96.221 US$ atau sebesar 13,87% dari nilai total ekspor produk perikanan negara tersebut sebesar 693.602 US$.

Pada tahun 2006 – 2010, nilai indeks RCA ikan tuna beku untuk negara Spanyol 2,02 – 4,11 atau berada diurutan ke 4 di antara negara-negara pengekspor tuna beku. Namun demikian, Spanyol merupakan negara pengekspor ikan tuna beku nomor satu di dunia dengan pangsa pasar sebesar 14,18%. Nilai RCA yang lebih rendah dibandingkan dengan kolombia, Rep. Korea dan Philiphina


(49)

disebabkan karena nilai total ekspor produk perikanan Spanyol cukup besar. Nilai ekspor produk tuna beku Spanyol pada tahun 2010 sebesar 235.193 US$ atau sebesar 7,05 % dari nilai total ekspor produk perikanan negara tersebut sebesar 3.337.172 US$.

Ekspor ikan tuna beku Republik Korea menduduki peringkat ke 2 dilihat dari indeks RCA maupun dari pangsa pasarnya. Pada tahun 2010, pangsa pasar ikan tuna beku Korea mencapai 20,47% dari total ekspor dunia.

Dalam perdagangan internasional, ikan tuna olahan hanya dikategorikan dalam satu jenis yaitu ikan diolah atau diawetkan dari ikan tuna skipjack dan bonito dalam kemasan kedap udara atau kemasan lainnya dengan kode HS 160414. Nilai indeks RCA sepuluh negara pengekspor Ikan Tuna Olahan terbesar dapat dilihat pada Tabel 8 dan contoh perhitungan pada Lampiran 4.

Tabel 8. Indeks RCA Ikan Tuna Olahan Indonesia dan Negara Pesaing

NO. NEGARA INDEKS RCA

2006 2007 2008 2009 2010

1. Mauritius 16,64 17,20 14,25 24,75 16,02

2. El Salvador 16,28 18,56 16,47 26,07 17,94

3. Thailand 5,90 5,64 5,63 9,12 5,77

4. Philipina 4,94 5,60 7,64 14,30 7,34

5. Italia 3,15 3,44 3,03 5,82 3,21

6. Spanyol 2,66 2,50 2,44 4,19 2,66

7. Indonesia 1,52 1,59 1,25 2,68 1,48

8. Ekuador 0,54 0,55 0,53 0,70 0,39

9. Belanda 0,17 0,18 0,31 1,44 0,61

10. China 0,10 0,15 0,19 0,27 0,20

Sumber : Uncomtrade, 2011 diolah

Indeks RCA untuk tuna olahan Indonesia dari tahun 2006 – 2010 berkisar antara 1,25 – 2,68, sehingga dapat dikatakan bahwa ikan tuna olahan Indonesia memiliki daya saing yang cukup baik. Namun demikian, bila dibandingkan dengan negara-negara pesaing, keunggulan komparatif tuna olahan Indonesia masih jauh lebih rendah. Indonesia hanya menduduki peringkat ke 7 dilihat dari


(50)

indeks RCA tuna olahan. Dari sisi penguasaan pasar dan dilihat dari besarnya nilai ekspor tuna olahan, Indonesia menduduki peringkat ke 6 dengan pangsa pasar sebesar 4,63%. Meskipun Mauritius memiliki indeks RCA paling tinggi dibanding negara pengekspor lainnya, namun dari sisi penguasaan pasar Mauritius hanya mampu menduduki posisi ke 4. Nilai RCA yang tinggi disebabkan total nilai ekspor produk perikanan Mauritius sangat kecil atau dapat dikatakan bahwa ekspor produk perikanan Mauritius sebagian berasal dari tuna olahan. Nilai ekspor tuna olahan Mauritius sebesar 203 ribu US$ atau sebesar 74,76% dari total ekspor perikanan Mauritius sebesar 334 ribu US$.

Seperti halnya Mauritus, indeks RCA untuk tuna olahan El Salvador berkisar antara 16,28 – 26,07 sehingga dapat dikatakan bahwa tuna olahan El Salvador memiliki keunggulan comparatif yang sangat tinggi. Namun demikian, sebenarnya dari sisi penguasaan pasar El Salvador hanya mampu menduduki posisi ke 10 dengan pangsa pasar hanya sebesar 1,62. Tingginya indeks RCA tuna olahan El Salvador disebabkan oleh rendahnya total nilai ekspor perikanan negara tersebut, atau dapat dikatakan tuna olahan merupakan komoditas yang mempunyai sumbangan yang besar terhadap nilai ekspor perikanan El Salvador atau sebesar 81,47% dari total ekspor produk perikanan El Salvador.

Meskipun Indeks RCA tuna olahan Thailand lebih kecil dari Mauritius dan El Savador, namun dalam hal penguasaan pasar Thailand adalah merupakan negara pengekspor tuna olahan terkuat di dunia. Thailand mampu menguasai pasar dunia dengan pangsa pasar sebesar 46,75% . Strategi Thailand untuk menjadi penguasa nomor satu di dunia sangat bagus dan Thailand dengan prinsipnya sebagai kitchen of the world.

Pangsa pasar terbesar kedua setelah Thailand adalah Spanyol dengan pangsa pasar sebesar 10,01%, kemudian diikuti oleh Equador, Mauritius dan Philiphina dengan pangsa pasar masing masing 8,03%, 6,04 % dan 5,75%.

Rendahnya indeks RCA tuna olahan Indonesia dibandingkan dengan negara pengekspor ikan tuna olahan yang disebabkan oleh rendahnya nilai ekspor tuna olahan. Rend9ahnya nilai RCA Indonesia disebabkan karena sebagian tuna tersebut diekspor dalam bentuk segar dan beku. Jaminan bahan baku terrrhadap


(1)

Responden 8 : Eksportir

Faktor Produksi dan Pemasaran Mauritus El Salvador Thailand Philipina Italia Spanyol Indonesia Equador A. Tingkat Upah Minimum Yang

Diberlakukan

4 3 3 2 2 1 4 3

B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam Penanganan Mutu

2 2 3 2 2 2 3 3

C. Kemampuan Menejerial 3 2 2 2 2 3 2 3

D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Tuna

3 2 4 2 3 2 3 2

E. Peran Pemerintah Dalam Pengaturan Regulasi Ekspor dan Impor

3 2 3 2 2 3 3 3

F. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan dan Pemberantasan

Illegal Fishing

3 2 2 2 2 2 2 2

G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu

2 2 3 2 2 2 2 2

H. Peran Pemerintah Terhadap Akses Lembaga Keuangan dan Asuransi


(2)

Responden 9 : Eksportir

Faktor Produksi dan Pemasaran Mauritus El Salvador Thailand Philipina Italia Spanyol Indonesia Equador A. Tingkat Upah Minimum Yang

Diberlakukan

3 2 3 2 2 2 4 3

B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam Penanganan Mutu

3 2 2 2 2 2 3 2

C. Kemampuan Menejerial 2 2 2 2 2 3 2 2

D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Tuna

2 1 4 3 3 3 3 3

E. Peran Pemerintah Dalam Pengaturan Regulasi Ekspor dan Impor

3 2 3 3 3 3 3 2

F. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan dan Pemberantasan

Illegal Fishing

2 3 3 2 2 2 1 2

G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu

2 3 3 2 3 3 1 1

H. Peran Pemerintah Terhadap Akses Lembaga Keuangan dan Asuransi


(3)

Total Rating Faktor Manusia dan Kelembagaan

Faktor Produksi dan Pemasaran Mauritus El Salvador Thailand Philipina Italia Spanyol Indonesia Equador A. Tingkat Upah Minimum Yang

Diberlakukan

3,22 2,11 2,78 2,44 1,44 2,00 3,11 3,00

B. Ketersediaan SDM yang Mampu dalam Penanganan Mutu

2,22 1,56 2,78 2,11 1,89 2,22 2,22 2,33

C. Kemampuan Menejerial 2,33 1,89 2,56 2,22 2,11 2,67 2,00 2,33

D. Peran Pemerintah Dalam Pengembangan Industri Tuna

2,44 1,56 3,67 2,56 1,89 2,67 2,33 2,78

E. Peran Pemerintah Dalam Pengaturan Regulasi Ekspor dan Impor

2,22 1,78 2,78 2,44 1,89 2,67 2,33 2,44

F. Peran Pemerintah Dalam Penanggulangan dan Pemberantasan

Illegal Fishing

2,22 2,11 2,33 2,33 1,89 2,33 2,33 2,33

G. Peran Pemerintah dalam Pembinaan Mutu

2,00 1,89 2,56 2,11 2,11 2,67 2,00 1,89

H. Peran Pemerintah Terhadap Akses Lembaga Keuangan dan Asuransi


(4)

Lampiran 9 Penghitungan Analisis Matrik Kompetitif Untuk Faktor Produksi dan Pemasaran

FAKTOR

STRATEGIS BOBOT

MAURITIUS EL SALVADOR THAILAND PHILIPPINA ITALIA SPANYOL INDONESIA EQUADOR

RA- TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA- TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR Faktor Produksi dan

Pemasaran 1,0000 2,2712 1,9114 2,8982 2,2406 2,1422 2,7431 2,2178 2,4090

A Sumberdaya ikan

tuna 0,1048 2,2222 0,2328 2,1111 0,2212 3,1111 0,3260 2,1111 0,2212 2,0000 0,2096 2,4444 0,2561 3,2222 0,3376 2,6667 0,2794 B Mutu ikan tuna

olahan 0,1425 2,4444 0,3484 1,8889 0,2692 3,2222 0,4593 2,4444 0,3484 2,3333 0,3326 2,7778 0,3959 2,2222 0,3167 2,8889 0,4117

C

Pemenuhan persyaratan mutu di negara-negara Tujuan Ekspor

0,0978 2,7778 0,2718 1,8889 0,1848 3,0000 0,2935 2,3333 0,2283 2,2222 0,2174 2,7778 0,2718 2,1111 0,2066 2,7778 0,2718

D

Harga Ikan Tuna segar dan Bahan Baku Pendukung

0,1071 2,5556 0,2737 2,0000 0,2142 2,6667 0,2856 2,1111 0,2261 1,8889 0,2023 2,2222 0,2380 2,5556 0,2737 2,0000 0,2142

E

Harga Ikan Tuna olahan di negara tujuan Ekspor

0,1086 2,1111 0,2293 2,0000 0,2173 3,1111 0,3380 2,3333 0,2535 2,0000 0,2173 2,7778 0,3017 2,2222 0,2414 2,1111 0,2293

F Hambatan tarif dan

non tariff 0,1140 2,2222 0,2534 1,8889 0,2154 2,7778 0,3167 2,1111 0,2407 2,0000 0,2280 2,7778 0,3167 1,8889 0,2154 2,7778 0,3167

G

Organisasi perdagangan dunia, regional dan Bilateral

0,1071 2,2222 0,2380 2,2222 0,2380 2,6667 0,2856 2,2222 0,2380 2,1111 0,2261 3,0000 0,3213 1,7778 0,1904 2,4444 0,2618

H

Penyebaran informasi prosedur ekspor dan Persyaratan impor

0,1079 2,0000 0,2157 1,5556 0,1678 2,6667 0,2876 2,2222 0,2397 2,2222 0,2397 3,1111 0,3356 2,0000 0,2157 1,8889 0,2037

I

Pengembangan Market Intelegence dan Promosi


(5)

Lampiran 10. Penghitungan Analisis Matrik Kompetitif untuk Faktor Manusia dan Kelembagaan

FAKTOR

STRATEGIS BOBOT

MAURITIUS EL SALVADOR THAILAND PHILIPPINA ITALIA SPANYOL INDONESIA EQUADOR

RA- TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA- TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR RA-TING BOBOT SKOR Faktor Manusia dan

Kelembagaan 1,0000 2,3197 1,8242 2,7466 2,2959 1,8922 2,4861 2,2082 2,3721

A

Tingkat Upah Minimum yang Diberlakukan

0,1154 3,2222 0,3719 2,1111 0,2437 2,7778 0,3206 2,4444 0,2821 1,4444 0,1667 2,0000 0,2308 3,1111 0,3591 3,0000 0,3463

B

Ketersediaan SDM yang mampu dalam penanganan mutu

0,1353 2,2222 0,3007 1,5556 0,2105 2,7778 0,3759 2,1111 0,2857 1,8889 0,2556 2,2222 0,3007 2,2222 0,3007 2,3333 0,3158

C kemampuan

manejerial 0,1234 2,3333 0,2879 1,8889 0,2331 2,5556 0,3153 2,2222 0,2742 2,1111 0,2605 2,6667 0,3290 2,0000 0,2468 2,3333 0,2879

D

Peran Pemerintah dalam

pengembangan industri olahan tuna

0,1473 2,4444 0,3600 1,5556 0,2291 3,6667 0,5400 2,5556 0,3763 1,8889 0,2782 2,6667 0,3927 2,3333 0,3436 2,7778 0,4091

E

Peran pemerintah dalam pengaturan regulasi ekspor dan impor

0,1144 2,2222 0,2543 1,7778 0,2034 2,7778 0,3179 2,4444 0,2797 1,8889 0,2161 2,6667 0,3051 2,3333 0,2670 2,4444 0,2797

F

Peran pemerintah dalam

penanggulangan dan pemberantasan Illlegal fishing

0,1303 2,2222 0,2897 2,1111 0,2752 2,3333 0,3041 2,3333 0,3041 1,8889 0,2462 2,3333 0,3041 1,3333 0,1738 2,3333 0,3041

G

Peran Pemerintah dalam pembinaan mutu

0,1224 2,0000 0,2448 1,8889 0,2312 2,5556 0,3128 2,1111 0,2584 2,1111 0,2584 2,6667 0,3264 2,0000 0,2448 1,8889 0,2312

H PeranPemerintah terhadap peningkatan akses lembaga keuangan dan asuransi


(6)