Perumusan Masalah Tujuan Penelitian Manfaat Penelitian Kajian Penelitian Terdahulu

6 030349 9.994 21.106 22.199 21.416 17.565 Tuna Segar 120.776 152.406 172.849 162.128 197.052 160414 129.790 151.942 174.341 190.173 186.178 Total Tuna 250.567 304.348 347.190 352.300 383.230 Sumber : Uncomtrade, 2011, diolah Ekspor tuna olahan akan memberikan nilai tambah dan mendorong tumbuhnya industri pengolahan ikan di dalam negeri maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan nilai tambah ekspor ikan tuna. Dukungan kebijakan pemerintah untuk mengembangkan industri pengolahan tuna ini sangat diperlukan, sehingga ekspor tuna olahan akan meningkat dan pada akhirnya akan meningkatkan devisa negera. Nilai ekspor ikan tuna tersebut masih dapat ditingkatkan dengan jalan meningkatkan daya saing produk tuna Indonesia khususnya tuna olahan. Untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar dunia maka perlu political will pemerintah untuk mendukung industrialisasi tuna sehingga daya saing tuna dapat ditingkatkan. Mengingat permasalahan di atas, maka perlu dilakukan penelitian untuk menjawab bagaimana daya saing tuna olahan Indonesia di pasar dunia dan bagaimana strategi pengembangan industri tuna Indonesia untuk meningkatkan daya saing dan nilai tambah ekspor tuna olahan. Guna memberikan gambaran bagaimana daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional dibandingkan dengan negara-negara pesaing Indonesia dan bagaiamana strategi peningkatan daya saing tuna Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian terkait hal tersebut.

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut : 1. Bagaimana daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional bila dibandingkan dengan tuna segar dan beku di pasar internasional dan dibandingkan dengan negara-negara pesaing 7 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional. 3. Bagaimana strategi pengembangan industri tuna Indonesia dapat diterapkan untuk meningkatkan daya saing tuna olahan Indonesia di pasar internasional

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang dikemukakan di atas maka tujuan penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Mengetahui daya saing produk ikan tuna olahan dibandingkan dengan ikan tuna segar dan beku di pasar internasional dan dibandingkan dengan negara- negara pesaing. 2. Mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing industri pengolahan ikan tuna 3. Merumuskan prioritas strategi pengembangan industri tuna Indonesia untuk menngkatkan daya saing tuna olahan di pasar Internasional.

1.4. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi berbagai pihak antara lain : 1. Memberikan informasi bagi stakeholders sebagai acuan dalam menetapkan kebijakan pengembangan industri tuna Indonesia agar daya saingnya meningkat. 2. Bagi pelaku indutri, hasil penelitian ini dapat diterapkan prioritas strategi pengembangan industri tuna untuk peningkatan daya saing tuna olahan Indonesia. 8 II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kerangka Teoritis 2.1.1. Ikan Tuna Ikan tuna termasuk dalam keluarga scombroidae yang tergolong ikan perenang cepat, bertubuh seperti cerutu dengan kondisi badan yang kuat dan kekar. Memiliki dua sirip punggung, sirip depan biasanya pendek dan terpisah dari sirip belakang, pada bagian punggung berwarna biru kehitaman dan berwarna keputih-putihan pada bagian perut. Ikan ini juga termasuk ke dalam kelompok ikan pelagis besar dan sebagian besar memiliki jari-jari sirip tambahan finlet di belakang punggung dan dubur berwarna kuning cerah dengan pinggiran berwarna gelap. Sirip dada terletak agak ke atas, sirip perut kecil, sirip ekor bercagak agak ke dalam dengan jari-jari penyokong menutup seluruh hipural. Sirip-sirip punggung, dubur, perut dan dada pada pangkalnya mempunyai lekukan pada tubuh DKP,2009.

2.1.2. Teori Perdagangan Internasional

Teori perdagangan internasioal membantu menjelaskan arah serta komposisi perdagangan antar beberapa negara serta efeknya terhadap struktur perdagangan suatu negara. Perdagangan dapat terjadi karena adanya spesifikasi di tiap-tiap daerah. Perdagangan internasional juga menunjukkan adanya keuntungan yang timbul dengan adanya perdagangan internasional Salvatore, 1997. Kegiatan perdagangan yang terjadi antar negara menunjukkan bahwa negara-negara tersebut telah memiliki sistem perekonomian yang terbuka. Alasan terjadinya perdagangan internasional adalah : 1 Adanya perbedaan dalam pemilikan sumberdaya dan cara pengolahannya sehingga setiap negara akan memperoleh keuntungan melalui suatu pengaturan dengan cara yang berbada secara secara relatif terhadap perbedaan sumberdaya tersebut. 9 Peluang Strategi, Struktur dan Pesaing Perusahaan Kondisi Faktor Kondisi Permintaa Industri yang Berkaitan dan Mendukung Pemerintah 2 Negara-negara yang melakukan perdagangan mempunyai tujuan untuk mencapai economic of scale dalam produksi, artinya suatu negara akan lebih efisien jika hanya menghasilkan sejumlah barang tertentu tetapi dengan skala yang lebih besar dibandingkan dengan jika memproduksi berbagai jenis barang Salvatore, 1997

2.1.3. Teori Daya Saing

Daya saing menurut Tyson 1992 adalah kemampuan suatu negara dalam menghasilkan barang dan jasa yang memenuhi uji persaingan internasional sementara para warga negara tersebut dapat menikmati standar berkesinambungan. Berkaitan dengan teori daya saing, Porter mengemukakan empat kategori dari atribut nasional serta 2 kekuatan yang mempengaruhi keunggulan daya saing suatu bangsa yang digambarkan dalam suatu diamond penentu keunggulan bangsa seperti terlihat pada Gambar 2. Sumber : Porter,1990 Gambar 2. Faktor –Faktor yang Menentukan Keunggulan Suatu Bangsa 10 Menurut Porter 1990, faktor – faktor penentu dalam persaingan tersebut adalah : 1. Kondisi Faktor Factor Conditions Dalam bentuk sederhana, kondisi faktor mengacu kepada lahan, tenaga kerja, sumberdaya alam, modal, dan infrastruktur yang ada di suatu negara. Dalam kondisi faktor ini terdapat lima kategori dari faktor –faktor tersebut, yaitu : Sumber daya manusia human resources, sumber daya alam psyical resources, sumber daya pengetahuan knowledge resources, sumber daya modal capital resources, dan prasarana infrastructure resources. 2. Kondisi Permintaan Demand Conditions Sifat dan kondisi permintaan di negara asal produk dan jasa perusahaan atau industri sangat penting bagi keunggulan komoditas yang dihasilkan oleh suatu negara, karena hal ini menentukan tingkat dan sifat perbaikan serta inovasi suatu perusahaan dalam negara tersebut. Hal ini merupakan faktor –faktor yang melatih perusahaan untuk bersaing di pasar global. Empat karakteristik dari permintaan yang penting bagi keunggulan kompetitif adalah : komposisi permintaan dalam negeri composititon of human demand, ukuran dan pola pertumbuhan permintaan di negeri sendiri size and pattern growth home demand, kecepatan pertumbuhan pasar dalam negeri rapid home market growth, dan kecenderungan permintaaan internasional trend of internasional demand. 3. Industri Terkait dan Pendukung Related and Supporting Industries Kehadiran industri yang bersaing secara internasional dalam suatu negara dalam bidang yang berkaitan dengan atau langsung mendukung industri lain dapat memberikan keunggulan kompetitif pada industri tadi. Industri pemasok secara internasional menyediakan input ke industri yang secara internasional juga akan menjadi bersaing dalam arti harga dan mutu. Industri hilir akan lebih mudah mengakses input dan teknologi untuk menghasilkannya, dan mengakses struktur manajerial serta rganisasi yang membuatnya menjadi bersaing. Akses merupakan suatu fungsi pendekatan dalam arti jarak dan kesamaan budaya. Bukan input itu sendiri yang memberikan keuntungan, melainkan kontak 11 dan koordinasi dengan pemasok, yang merupakan peluang untuk menyusun rantai nilai, sehingga hubungan dengan pemasok dioptimalkan. Peluang ini pada umumnya tidak tersedia bagi perusahaan asing. Keuntungan akan bertambah jika di negara tersebut terdapat industri yang saling berkaitan dan bersaing secara internasional. Karena kesempatan untuk koordinasi dan berbagai kegiatan dalam rantai nilai akan menjadi semakin terbuka. 4. Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan Firm Strategy, Structure and Rivalry Strategi perusahaan, stuktur organisasi dan modal perusahaan, serta kondisi persaingan di dalam negeri merupakan faktor –faktor yang akan menentukan dan mempengaruhi keunggulan kompetitif perusahaan. Persaingan yang berat di dalam negeri biasanya akan lebih mendorong perusahaan untuk melakukan pengembangan produk dan teknologi peningkatan produktivitas, efisiensi dan efektivitas, serta peningkatan kualitas produk dan pelayanan. Jumlah pesaing domestik bukan hal yang penting, tetapi intensitas persaingan dan mutu dari pesaing yang menyebabkan perbedaaan. Perusahaan lama perlu menjaga untuk tetap nyaman dengan posisi, produk dan jasa yang dihasilkan, hal tersebut dikarenakan adanya pendatang baru yang biasanya membawa perspektif baru dan metode baru serta melayani dan menetapkan segmen pasar yang baru, yang tidak dikenali oleh perusahaan yang selama ini berdiri. Selain empat faktor yang telah disebutkan di atas, dua faktor tambahan dalam model Porter Keegan, 1999 yang perlu ditambahkan dalam mengevaluasi keunggulan kompetitif suatu negara, adalah : 5. Kesempatan Chance Kesempatan memainkan peranan dalam membentuk lingkungan yang bersaing. Kesempatan adalah peristiwa yang terjadi di luar kendali perusahaan, industri dan biasanya pemerintah, terobosan besar dalam teknologi, pergeseran tiba –tiba yang terjadi dalam biaya faktor atau biaya masukan dan sebagainya. Kesempatan ini penting karena membuat terputusnya teknologi yang membuat 12 negara dan perusahaan belum memiliki daya saing melakukan lompatan untuk melampaui pesaing lama untuk menjadi lebih kompetitif, bahkan menjadi pemimpin dalam industri yang sudah berubah. 6. Pemerintah Government Pemerintah memiliki pengaruh yang penting terhadap faktor penentu keunggulan kompetitif suatu bangsa. Pemerintah secara tidak langsung dapat mempengaruhi kondisi permintaan melalui kebijakan moneter dan keuangan, maupun secara langsung melalui perannya sebagai pembeli produk dan jasa. Pemerintah mempengaruhi berbagai rintangan karena keterbatasan tenaga kerja atau persepsi dari para peserta industri. Menururt Porter 1990, konsep daya saing nasional yang paling berarti adalah produktivitas nasional. Keunggulan bersaing suatu bangsa tergantung pada kapasitas industrinya untuk berinovasi dan meningkatkan kemampuan pengusaha untuk mengatasi pesaing di dunia. Selanjutnya, tindakan inovasi yang terkiat dengan penguasaan dan pemanfaatan teknologi baru dapat dimanifestasikan dalam desain baru, proses produksi baru maupun pendekatan pemasaran yang baru dalam menciptakan keunggulan kompetitif. Keunggulan kompetitif menurut Keegan 1999 adalah penawaran total, dihadapkan pada persaingan yang relevan sehingga menarik lebih banyak pelanggan, oleh karena itu keunggulan yang diciptakan harus melebihi pesaing- pesaing yang relevan pada industri dan pasar yang sama. Selain keunggulan kompetitif, dalam memahami teori daya saing, teori keunggulan komparatif sering digunakan untuk menerangkan hubungan perdagangan antar negara. Teori keunggulan komparatif adalah keunggulan yang diciptakan melalui efisiensi biaya produksi sehingga negara tersebut dapat menerima manfaat pada saat produk yang dihasilkan diperdagangkan antar negara. Lebih jauh lagi, perekonomian suatu bangsa akan dianggap berdaya saing tinggi, jika mampu tumbuh tanpa terhambat oleh kesulitan neraca pembayaran, perekonomian dianggap baik jika tumbuh lebih cepat dibandingkan dengan negara lain. Menurut Porter 1990, keunggulan kompetitif pada level nasional adalah produktifitas nasional, karena tujuan utama dari bangsa adalah untuk 13 menghasilkan dan meningkatkan standar kehidupan yang tinggi untuk warga negaranya. Kemampuan untuk meningkatkan dan mencapai tujuan tersebut sangat dipengaruhi oleh produktivitas tenaga kerja dan modal yang digunakan. Produktivitas sumber daya manusia ditunjukan oleh pengembalian keuntungan pemegang saham. Menurut Keegan 1999, berbagai kajian menunjukkan bahwa bagi negara berkembang, kunci utama untuk melakukan penetrasi pasar adalah daya saing harga. Hal ini merupakan kenyataan yang sulit dibantah, dan mungkin telah menjadi suatu “kebenaran”. Maka upaya nasional maupun internasional untuk meningkatkan daya saing, sedikitnya pada tahap permulaan hingga kehadiran di suatu pasar menjadi cukup mapan, adalah dengan mempertajam daya saing harga produk. Negara-negara ASEAN bersepakat untuk membentuk kawasan perdagangan bebas, AFTA ASEAN Free Trade Area, dengan tujuan untuk meningkatkan daya saing kawasan secara keseluruhan di pasar dunia. Langkah ini merupakan jawaban kawasan terhadap tantangan globalisasi. Sebagai bahan pangan, produk agro-industri diharuskan mempunyai persyaratan standard yang cukup ketat. Persyaratan standard tersebut bukan hanya terhadap mutu produknya, sehingga ada beberapa hal yang menjadi perhatian, yaitu 1 mutu produk, 2 keamanan pangan dan 3 ketertelusuran traceability. Untuk itu peningkatan standar produk agro-industri pangan olahan sangat penting sebagai faktor penguat daya saing produk Panjaitan, Syamsun, dan Kadarisman, 2011 Peningkatkan daya saing suatu bangsa juga memerlukan dua kebijakan publik utama yaitu kebijakan primer pemerintah yang mencakup investasi, strategi pembangunan industri dan perdagangan. Selanjutnya kebijakan pendukung pemerintah yang mencakup kebijakan makroekonomi, pembangunan infrastruktur bangsa dan pembangunan kerangka kelembagaan yang diperlukan agar kebijakan – kebijakan primer pemerintah dapat bekerja dengan efisien. Salah satu faktor daya peningkatan daya saing produk adalah dengan melakukan promosi. Dalam pemasaran diperlukan promosi untuk 14 memperkenalkan dan mengkomunikasikan produk, dengan harapan konsumen dapat membeli produk yang dipromosikan Yulianti, Mudikdjo, dan Sarma, 2008 Metode yang digunakan untuk mengetahui keunggulan komparatif suatu negara, pertama kali diperkenalkan oleh Balasa tahun 1989. Metode ini didasarkan pada konsep bahwa perdagangan antar negara sebenarnya menunjukan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh suatu negara. Dalam metode ini yang diukur adalah kinerja ekspor suatu produk dari suatu negara dengan menghitung pangsa nilai ekspor suatu produk terhadap total ekspor suatu negara yang kemudian dibandingkan dengan pangsa nilai tersebut dalam perdagangan dunia. Semakin tinggi nilai RCA suatu produk yang diekspor oleh suatu negara menunjukan keunggulan komparatif yang dimiliki oleh negara tersebut semakin tinggi pula. Dapat juga dikatakan bahwa, negara yang memiliki nilai RCA suatu produk paling besar dibandingkan negara lain, maka negara terebut adalah spesialisasi pengekspor produk tersebut Balasa, 1989. Menurut Asian Development Bank Institute ADBI, 2002, indeks RCA digunakan untuk mengukur struktur ekspor suatu negara, di mana yang diperhitungkan adalah rasio dari dua macam rasio, yaitu rasio ekspor untuk setiap sektor ekonomi terhadap total ekspor suatu negara, yang relatif terhadap rasio dari ekspor dunia untuk setiap sektor yang berhubungan dengan total ekspor dunia.

2.2. Kajian Penelitian Terdahulu

Menurut Susilowati 2003, di antara negara-negara produsen lada dunia, Indonesia termasuk salah satu produsen utama dunia bersama-sama dengan India, Malaysia dan Brazil. Dengan meningkatnya kompetisi antara negara produsen, Indonesia dituntut untuk mampu mempertahankan daya saingnya di pasar internasional. Susilowati 2003 mengkaji posisi daya saing ekspor Indonesia relatif terhadap beberapa negara pesaingnya di pasar lada dunia dengan menggunakan alat analsis Constant Market Share CMS. Data yang digunakan adalah data deret waktu periode 1985-2001 yang bersumber dari International Pepper Community Statistical Year Book . Dari hasil analisis dapat ditunjukkan bahwa untuk seluruh periode analisis, daya saing Indonesia mengalami peningkatan relatif terhadap tiga negara pesaingnya, kecuali pada periode awal 15 1985-1996 di mana daya saing India dan Malaysia mengungguli Indonesia. Pengaruh distribusi pasar menunjukkan bahwa pasar Amerika Serikat, MEE dan Singapura merupakan pasar tujuan yang tepat bagi ekspor lada Indonesia. Dalam penelitian yang lain, Khair 2000 yang meneliti strategi peningkatan ekspor alas kaki Indonesia di pasar Amerika Serikat, mengemukakan bahwa penggunaan alat analisis RCA memiliki beberapa kelemahan yaitu asumsi bahwa setiap negara mengekspor semua komoditas, kelemahan kedua adalah bahwa indeks RCA memang dapat menjelaskan pola perdagangan yang telah dan dapat berlangsung, namun tidak dapat menjelaskan apakah pola tersebut sudah optimal, selain itu juga tidak dapat mendeteksi atau memprediksi produk –produk yang berpotensi di masa mendatang. Kelemahan yang lain adalah, bahwa keunggulan komparatif yang tercermin dari hasil perhitungan ini bisa jadi bukan merupakan keunggulan komparatif yang sesungguhnya, melainkan bisa saja akibat adanya kebijakan pemerintah di bidang ekonomi dan perdagangan, seperti adanya proteksi ekspor, subsidi, nilai tukar yang dibuat under value, dan lain sebagainya. Penelitian yang lainnya adalah penelitian Kang-Taeg Lim yang menggunakan Revealed Comparative Advantages RCA untuk menganalisis perdagangan internasional Korea Utara 1997. Dalam hasil penelitiannnya, Korea Utara telah mencapai suatu keberhasilan yang cukup baik dalam proses peningkatan perekonomiannya. Kesuksesan tersebut dikarenakan keberhasilan dalam merubah sektor utama penggerak pereknomian dan industri, perubahan tersebut adalah pergeseran metode produksi dari padat sumberdaya alam tanpa sentuhan teknologi menjadi metode produksi yang menggunakan sentuhan sedikit teknologi dalam memproduksi barang dan jasa. Tetapi dari hasil prediksi masa yang akan datang, Korea Utara akan sulit bersaing di pasar global karena akan terjadi perubahan lagi. Perubahan tersebut adalah penguasaan teknologi dengan lebih baik, sehingga dengan kondisi saat ini Korea Utara akan sulit bersaing di pasar global jika tidak menguasai teknologi dengan baik. Utkulu dan Seymen 2004, menganalisis daya saing produk asal Turki di pasar Uni Eropa menggunakan metoda RCA. Hasil dari analisis daya saing produk asal Turki di pasar Uni Eropa mengemukakan bahwa pesaing utama Turki 16 di Uni Eropa adalah Cina dan India, dan daya saing Turki lebih rendah pada faktor tenaga kerja serta produk-produk yang dihasilkan masih kalah dalam biaya produksi. Dalam menganalisis daya saing Turki dan pesaing di pasar Uni Eropa, analisis ini menggunakan RCA yang diadaptasi dari model Balasa 1965 dan Vollrath 1991. McLeish 2006 dalam laporannya mengenai kemudahan memulai usaha baru menyatakan bahwa Indonesia menduduki peringkat 135 dari 175 negara dalam hal kemudahan memulai usaha baru. Peringkat itu turun dari posisi 131 tahun lalu karena perbaikan tak sesignifikan negara lain. Penurunan peringkat tersebut bukan berarti negatif bagi Indonesia, tetapi perbaikan yang terjadi di negara-negara lain sangat signifikan dan lebih baik dari Indonesia. Singapura menempati posisi pertama negara yang paling mudah untuk memulai suatu usaha. Negara tersebut berhasil menyingkirkan posisi Selandia Baru ke peringkat kedua, yang tahun lalu menduduki posisi teratas. Indonesia sebenarnya telah mengalami reformasi dalam hal kemudahan memulai usaha. Waktu yang diperlukan tadinya sangat panjang, yakni 151 hari namun telah dipangkas menjadi 97 hari saat ini. Indonesia juga akan menerapkan pengarsipan secara elektronik untuk perpajakan. Ferto dan Hubbard 2002 menganalisis daya saing sektor pertanian Hungaria di pasar Uni Eropa, analisis tersebut menggunakan RCA sebagai alat untuk melihat posisi daya saing sektor pertanian dalam kurun waktu 1992 sampai 1998. Walaupun terdapat kelemahan dalam penerapan RCA pada analisis daya saing, tetapi hasil yang didapatkan memberikan gambaran posisi daya saing sektor pertanian Hungaria dan diharapkan dapat memberikan manfaat pada saat Hungaria masuk ke dalam Uni Eropa. Hasil akhir analisis memberikan gambaran bahwa Hungaria memiliki keunggulan komparatif pada produk yang berasal dari hewan, sehingga dapat dijadikan unggulan pada saat Hungaria diterima dalam keanggotaan Uni Eropa. Peningkatan daya saing dapat dilakukan oleh pemerintah dengan menjaga kestabilan makro ekonomi serta menjaga situasi politik dan keamanan. Hal tersebut akan memberikan dampak kepada peningkatan investasi yang berasal dari luar negeri. 17 Menurut Hadi dan Mardianto 2004 yang menganalisis daya saing produk ekspor pertanian antar negara ASEAN dalam era perdagangan bebas AFTA menggunakan analisis Constant Market Share CMS. Hasilnya adalah pertumbuhan ekspor produk pertanian Indonesia ke kawasan ASEAN selama perode 1997-1999 adalah yang tertinggi diantara negara-negara ASEAN, bahkan lebih tinggi daripada pertumbuhan ekspor dunia ke kawasan yang sama, sedangkan pada periode 1999-2001 terjadi penurunan dan lebih rendah dibandingkan Thailand, Filipina dan dunia. Hadi dan Mardianto 2004, mengatakan bahwa daya saing ekspor Indonesia adalah yang terkuat pada periode 1997-1999 diantara negara-negara ASEAN, tetapi melemah dan kalah dibandingkan Filipina dan Thailand pada periode 1999- 2001. Dalam penelitiannya disarankan Indonesia lebih memperhatikan lagi pemilihan yang lebih tepat mengenai komposisi produk dan negara tujuan ekspornya agar dapat lebih memenangkan persaingan dengan sesama negara ASEAN dan negara non ASEAN. Dalam penelitian analisis daya saing usaha tani kedelai di DAS Brantas oleh Siregar dan Sumaryanto 2003, memperlihatkan bahwa penerimaan bersih untuk pengelola adalah negatif, hal tersebut berarti komoditas kedelai tidak memiliki keunggulan komperatif. Melalui analisis titik impas diperoleh kesimpulan bahwa komoditas kedelai akan memperoleh daya saing finansial jika harga kedelai dunia naik paling sedikit 8,5 persen, atau nilai tukar dollar terhadap rupiah paling sedikit turun 9,2 persen, atau produktivitas kedelai naik paling sedikit 27,4 persen, ceteris paribus . Jadi harus ada upaya peningkatan efisiensi tanaman kedelai melalui peningkatan produktivitas melalui penggunaan benih bermutu dan pupuk berimbang. Disamping itu, dukungan penelitian pengembangan kedelai harus diutamakan. 18 III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian