The Composition of Stable Isotopes of Macrozoobenthos and Primary Producer withinSeagrass and Mangrove Ecosystem

(1)

i

KOMPOSISI ISOTOP STABIL MAKROZOOBENTOS

DAN PRODUSEN PRIMER DI EKOSISTEM LAMUN

DAN MANGROVE

Mardiansyah

C 551090111

PROGRAM STUDI ILMU KELAUTAN

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ii

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis KomposisiIsotop Stabil Makrozoobentosdan Produsen Primer diEkosistemLamundanMangroveadalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, Agustus 2012


(3)

iii

ABSTRACT

MARDIANSYAH. The Composition of Stable Isotopes of Macrozoobenthos and Primary Producer withinSeagrass and Mangrove Ecosystem. Under supervision of TRI PRARTONO and YUSLI WARDIATNO.

Seagrass and mangrove some of the premier producers become food sources for biota that lives in mangrove and seagrass ecosystems. To indentify those potential food sources in mangrove and seagrass stable isotopes of δ13C

and δ15

N were measured from primary producers and macrobenthos. The research was conducted in two places, the seagrass ecosystem in Pari Islands, DKI Jakarta, Indonesia and Manko mangrove ecosystem in Okinawa, Japan. Values of δ13C in Chlamydinae spp. and Haliclona spp.Pari Islands were -13.74 ‰ and -19.82 ‰, for δ15N 5.25 ‰ and 3.97 ‰, respectively. Value of δ13C and

δ15

N from potential food materialof E. acoroides was -5.56 ‰ and 2.41 ‰, and C. rasemosa -17.11 ‰ and 3.31 ‰, respectively. Value of δ13C class gastropod from mangrove Manko ranged -22.58 ‰ to -22.4 ‰ and for δ15N 8 ‰ to 8.6 ‰,

class crustacea had value δ13

C ranged-24.3 ‰ to -21.87 ‰ and for δ15N 10.6 ‰ to 11.5 ‰, respectively. This study show that Chlamydinae spp. didnot consumeseagrass and mangrove materials, but class gastropod and crustacea consumed sediment.

Keywords: Macrozoobenthos, seagrass, mangrove,potential food sources, stable isotopes


(4)

iv

RINGKASAN

MARDIANSYAH. KomposisiIsotop Stabil Makrozoobentosdan Produsen Primer diEkosistemLamun dan Mangrove. Dibimbing oleh TRI PRARTONO dan YUSLI WARDIATNO.

Makrozoobentos yang hidup di ekosistem mangrove dan lamun mendapatkan sumber makanan yang berbeda-beda. Tumbuhan mangrove dan lamun merupakan salah satu produsen primer yang menjadi sumber makanan. Analisis isotop stabil (SIA) digunakan untuk mengkaji potensi sumber makanan di ekosistem mangrove di Jepang dan ekosistem lamun di Indonesia seperti daun mangrove, daun lamun, sedimen, spons, makroalga dan makrozoobentos.

Tujuan dari penelitian ini yang pertama adalah mengidentifikasi nilai isotop δ13C dan δ15

N pada sumber makanan dan makrozoobentos di ekosistem mangrove dan lamun.Kedua, mengidentifikasi sumber makanan makrozoobentosdi ekosistem mangrove dan lamun. Penelitian ini dilakukan di dua tempat yaitu ekosistem lamun di Pulau Pari, DKI Jakarta, Indonesia pada bulan Juni dan ekosistem mangrove Manko, Okinawa Jepang yang dilaksanakan pada bulan Agustus 2011. Metode yang digunakan untuk pengambilan biota adalah metode acak (random sampling) pada setiap stasiun dengan biota yang dikoleksi adalah makrozoobentos dan potensi sumber makanan kemudian di analisis dengan menggunakan isotop stabil.

Hasil penelitian di ekosistem lamun Pulau Pari, nilai isotop karbon (δ13C) dan nitrogen (δ15

N) pada konsumen seperti kerang (Chlamydinae spp.) adalah -13,74 ‰ dan 5,25 ‰. Pada produsen primer, nilai isotop karbon (δ13C) dan nitrogen (δ15

N) seperti daun lamun (E. acoroides) adalah -5,56 ‰ dan 2,41 ‰, makroalga (C. rasemosa) adalah -17,11 ‰ dan 3,31 ‰, spons (Haliclona spp.) adalah -19,82 ‰ dan 3,97 ‰, dan makroalga Sargassum spp. -13,6 ‰ dan 3,10 ‰, secara berurutan. Nilai isotop karbon dan nitrogen konsumen di ekosistem mangrove dari kelas gastropoda seperti Cerithidea spp. adalah -22,4 ‰ dan 8,6 ‰, C. mustelina adalah -25,06 ‰ dan 8 ‰, P.verruculata adalah -22,58 ‰ dan 8 ‰, untuk kelas krustacea seperti Grapsidae spp. nilai isotop karbon dan nitrogennya adalah -24,3 ‰ dan 10,6 ‰, Uca spp. adalah -21,87 ‰ dan 11,5 ‰. Nilai isotop karbon dan nitrogen dari produsen primer seperti daun mangrove (K.

candel) adalah -29,81 ‰ dan 11 ‰ dan sedimen adalah -24,23 ‰ dan 7,2 ‰, secara berurutan.

Hasil dari komposisi isotop stabil mennujukkan nilai yang bervariasi di potensi sumber makanan dan makrozoobentos. Nilai rasio asimilasi sumber makanan menunjukkanbahwa potensi sumber makanan di ekosistem lamun bukan sumber makanan kerang. Pada ekosistem mangrove Manko, yang menjadi sumber makanan kelas gastropoda dan krustacea adalah sedimen.


(5)

v

© Hak cipta milik IPB, tahun 2012

Hak cipta dilindungi Undang-undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(6)

vi

KOMPOSISI ISOTOP STABIL MAKROZOOBENTOS

DAN PRODUSEN PRIMER DI EKOSISTEM

LAMUNDAN MANGROVE

Mardiansyah

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Ilmu Kelautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(7)

vii


(8)

viii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Tesis : KomposisiIsotop Stabil Makrozoobentosdan Produsen

Primer diEkosistemLamun dan Mangrove

Nama

:

Mardiansyah

NIM

:

C551090111

Disetujui

Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Ilmu Kelautan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr.Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc Dr.Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

Tanggal Lulus: Tanggal Ujian:


(9)

ix PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang karena dengan berkat dan rahmat-Nya penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tema yang telah diajukan sejak Desember 2010 ini ialah KomposisiIsotop Stabil Makrozoobentosdan Produsen Primer diEkosistemLamundanMangrove.

Penulis juga berterima kasih kepada:

1. Orang tua tercinta Ayahanda H. Sayuti dan Ibunda Hj Muslimah, istriku tercinta Rifqiah Awaliah SS dan anakku M Fahrezy Awliansyah Assuyuti, Kakakku Sapta Mulyana dan Istri, Adikku Desliana Fajrin, dan Keponakan ku yang ku sayangi Nida, Adel, dan Aka. Penulis mengucapkan terimakasih yang sedalam dalamnya atas segala doa, semangat, dan dukungannya selama penulis melaksanakan studi di IPB.

2. Ketua komisi pembimbing: Dr. Ir. Tri Prartono, M.Sc yang telah mendukung dan membimbing penulis dengan kehangatan seorang bapak sekaligus pendidik, sehingga penulis mendapatkan banyak ilmu dan dapat menyampaikannya dalam suatu tulisan.

3. Anggota komisi pembimbing: Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M.Scuntuk nasehat, teguran, diskusi hangat, argumentasi, dan kegiatan penelitian ke Jepang sehingga tesis ini menjadi lebih berisi melampaui perkiraan penulis pada saat pertama kali topik ini diajukan.

4. Terimakasih kepada Dr. Ir. Neviaty P. Zamani, M.Sc sebagai ketua program studi yang telah memberikan ilmu kepada penulis selama kuliah di IPB.

5. Prof. Dr. Makoto Tsuchiya atas bimbingan, arahan, dan masukan selama penulis melakukan penelitian di Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang. 6. Dr. Hiroyuki Fujimura yang telah memberikan izin dan membantu dalam

menganalisis sampel di Departemen Kimia, Universitas Ryukyus, Okinawa, Jepang.

7. Dr. Ir. Isdradjad Setyobudiandi, M.Sc sebagai penguji tamu pada ujian akhir tesisyang telah memberikan masukan berharga dan semangat baik pada saat ujian maupun pada saat penulis melaksanakan penelitian.

8. Kementrian Agama Dirjen Pendidikan Islam yang telah memberikan Bantuan Biaya Pendidikan kepada penulis.


(10)

x

9. Teman-teman IKL 2009: Muliari, Kaharuddin, Maria Ulfah, Khoirol Imam Fatoni, Wahyu A’idin Hidayat, Lumban Nauli Lumban Touruan, Achmad Zamroni, Anna Ida Sunaryo, Dian Respati Widianari, Emmy Syafitri, Reza Cordova, Yulianto Sutedja, Yuliana Fitri Syamsuni, Citra Satrya Utama Dewi dan Heidi Retnoningtyas. Terima kasih atas dukungan, semangat, bantuan, canda, SMS, telepon, kerjasama, konflik, dan kebersamaannya. Untuk editor, terima kasih kepada Patih Megawanda Gulam, M.Si.

10. Terima kasih teman-teman baristar yang telah memberikan tempat, canda dan tawanya selama ini.

11. Terima kasih kepada lingkungan ku, baik yang hidup atau benda.

Penulis menyadari, hasil ini belum memadai karena keterbatasan dana dan waktu, oleh karenanya masukan kritik dan saran sangat penulis hargai. Penulis mengharapkan, semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk memacu perkembangan tentang mengetahui manfaat dari sebuah makhluk hidup di muka bumi ini.

Bogor, Agustus2012


(11)

xi

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 10 Maret 1985 dari pasangan Bapak Sayuti dan Ibu Muslimah. Penulis merupakan anak keduadari tiga bersaudara. Setelah lulus pendidikan menengah atas di MAN Sukamanah, pada tahun 2003 selanjutnya penulis melanjutkan pendidikan tinggi pada program studi S1 Biologi Fakultas Sains dan Teknologi di Universitas Islam Negeri Jakarta dan lulus pada tahun 2008. Selanjutnya, pada tahun 2009 penulis melanjutkan pendidikan strata-2 (S2) pada Program Studi Ilmu Kelautan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.


(12)

xii

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

DAFTAR LAMPIRAN ... xv

1. PENDAHULUAN ... 1

1.1. Latar Belakang ... 1

1.2. Kerangka Pemikiran ... 2

1.3. Perumusan Masalah ... 3

1.4. Tujuan dan Manfaat ... 5

2. TINJAUAN PUSTAKA ... 6

2.1. Ekosistem Mangrove dan Lamun ... 6

2.2. Bioekologi Makrozoobentos ... 9

2.3. Isotop Stabil ... 13

2.3.1. Sifat Kimiawi Isotop Stabil ... 13

2.3.2. Manfaat Isotop Stabil ... 14

2.3.3. Siklus Isotop Stabil di Laut ... 16

3. METODE PENELITIAN ... 20

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 20

3.2. Alat dan Bahan ... 21

3.3. Pengambilan Data ... 22

3.3.1. Menentukan Stasiun Pengamatan ... 22

3.3.2. Koleksi Sampel ... 22

3.4. Preparasi Isotop Stabil ... 24

3.4.1. Preparasi Makrozoobentos ... 24

3.4.2. Preparasi Sedimen ... 24

3.4.3. Preparasi Mangrove, Lamun, makroalga, dan Spons ... 24

3.5. Analisis Isotop Stabil ... 25

3.6. Analisis Data ... 26

4. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian ... 27

4.1.1. Lokasi Penelitian di Pulau Pari ... 27

4.1.2. Lokasi Penelitian di Ekosistem Mangrove Manko... 27

4.2. Isotop Karbon dan Nitrogen Sumber Makanan ... 29

4.2. Isotop Karbon dan Nitrogen Makrozoobentos ... 33

4.3. Isotop Stabil Makrozoobentos dan Sumber Makanan ... 36

5. SIMPULAN DAN SARAN ... 42

5.1. Simpulan ... 42

5.2. Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 40


(13)

xiii

DAFTAR TABEL

No Hal

1. Alat dan bahan penelitian... 21 2. Rerata nilai (SD) δ15N dan δ13C (‰) potensi sumber makanan di

ekosistem lamun Pulau Pari ... 29 3. Nilai kisaran δ13C dan δ15N potensi sumber makanan di ekosistem

lamun ... 30 4. Rerata nilai (SD) δ15N dan δ13C (‰)potensi sumber makanan di

ekosistem mangrove Manko ... 31 5. Nilai kisaran δ13C dan δ15N potensi sumber makanan di ekosistem

mangrove ... 31 6. Rerata nilai (SD) δ15N dan δ13C (‰)makrozoobentos di ekosistem

lamunPulau Pari ... 33 7. Nilai kisaran δ13C dan δ15NChlamydinaespp. di ekosistem lamun ... 33 8. Rerata nilai (SD) δ15N dan δ13C (‰)makrozoobentosdi ekosistem

mangrove Manko ... 34 9. Nilai kisaran δ13C dan δ15Nmakrozoobentos di ekosistem mangrove ... 35 10. Nilai asimilasi rasio δ13C dan δ15N Chlamydinae spp. dengan sumber

makan di ekosistem lamun Pulau Pari ... 36 11. Nilai asimilasi rasio δ13C dan δ15N makrozoobentos dengan sumber


(14)

xiv

DAFTAR GAMBAR

No Hal

1. Kerangka pemikiran penelitian ... 3

2. Distribusi global ekosistem mangrove (Polidoro et al. 2010) ... 6

3. Keanekaragaman lamun di dunia (Spalding et al. 2003) ... 8

4. Jaring-jaring makanan di wilayah intertidal (Karleskint et al. 2010) ... 11

5. Ilustrasi jaring-jaring makanan di ekosistem lamun dan mangrove (a. Kneer et al. 2008; b. Marguillier et al. 1997; c. Zieman et al. 1984; d. Nordhaus and Wolff 2007; e. Meziane and Tsuchiya 2000; f. Sheaves and Molony 2000; g. Tewfik et al. 2005) ... 13

6. Siklus isotop stabil karbon (δ 13C) di alam (Peterson and Fry 1987) ... 16

7. Siklus isotop stabil nitrogen (δ 15N) di alam (Peterson and Fry 1987) ... 18

8. Peta lokasi penelitian dan pengamatan pengamatan Pulau Pari ( ) ... 20

9. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengamatan mangrove Manko ( ) ... 21

10. Nilai rasio isotop stabil (Error bars mean± SD; n=3) Chlamydinae spp. dan produsen primer di ekosistem lamun Pulau Pari ... 35

11. Nilai rasio isotop stabil (Error bars mean ± SD; n=3) makrozoobentos dan produsen primer di ekosistem mangrove Manko ... 38


(15)

xv

DAFTAR LAMPIRAN

No Hal

1. Alat dan bahan penelitian ... 54

2. Analisis deskriftif δ13C dan δ15N ekosistem lamun Pulau Pari ... 56

3. Uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) data δ13C dan δ15N ekosistem lamun Pulau Pari ... 57

4. Analisis ANOVA δ13C dan δ15N Pulau Pari ... 58

5. Uji Tukeybiota δ13C dan δ15N Pulau Pari ... 59

6. Analisis deskriftif δ13C dan δ15N produsen ekosistem mangrove Manko ... 60

7. Analisis deskriftif δ13C dan δ15N konsumen ekosistem mangrove Manko... 61

8. Uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) data δ13C dan δ15N ekosistem mangrove Manko ... 62

9. Analisis ANOVA δ13C dan δ15N konsumen dan produsen ekosistem mangrove Manko ... 63

10. Uji Tukey δ15N konsumen ekosistem mangrove Manko ... 64

11. Uji Tukey δ13C konsumen ekosistem mangrove Manko ... 65

12. Hasil pengambilan biota di ekosistem lamun dan mangrove ... 66

13. Hasil rerata kedalaman, suhu, dan salinitas di ekosistem lamun Pulau Pari dan ekosistem mangrove Manko ... 67


(16)

1

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Ekosistem mangrove dan lamun memiliki fungsi diantaranya sebagai habitat dan penyedia sumber makanan yang dimanfaatkan oleh makrozoobentos, seperti kelas gastropoda, bivalvia, dan krustacea. Makrozoobentos yang tergolong kedalam filum moluska dan arthropoda secara ekologi berfungsisebagai sumber makanan predator dalam sebuah rantai makanan dan secara ekonomi sebagai sumber makanan manusia.

Linse et al. (2006) wilayah Asia seperti negara Indonesia dan Jepang merupakan daerah terbesar distribusi kelas bivalvia dan gastropoda. Lebih lanjut Linse et al. (2006) menyatakan bahwa kelas bivalvia di Indonesia mencapai sekitar 1200 spesies, sedangkan kelas gastropoda di Jepang berkisar antara 200 sampai dengan 600 spesies. Kelas bivalvia menjadi jenis komuditas secara komersial mempunyai nilai yang tinggi seperti kerang dari jenis scallop di Indonesia (Brand 2006).

Konservasi merupakan kegiatan menjaga kelestarian dan keseimbangan alam. Salah satu kegiatan konservasi biota laut adalah dengan analisis sumber makanan. Analisis sumber makanan makrozoobentos di ekosistem mangrove dan lamun menggunakan 4 metode, seperti analisis gut content/isi perut, fatty acid, isotop stabil, dan DNA molekuler. Hasil penelitian sebelumnya tentang sumber makanan makrozoobentos yang menggunakan ke empat metode tersebut di ekosistem mangrove, diketahui bahwa kelas bivalvia berasal dari fito, zooplankton, dan detritus (Hari 1999), sumber makanan kelas gastropoda berasal dari mikroalga, zooplankton, mangrove, dan lain-lain (Alfaro 2008), dan sumber makanan dari kelas krustacea yaitu kepiting berasal dari daun mangrove, diatom (Meziane et al. 2002), materi tumbuhan yang tidak teridentifikasi, dan material biota (Nordhaus dan Wolff 2007). Sumber makanan, kelas bivalvia di ekosistem lamun berasal dari partikel organik terlarut (POM) (Kasai et al. 2004), daun lamun, fitoplankton (Vonk et al. 2008), dan detritus, mikro, dan mesozooplankton (Davenport et al. 2011).Hasil penelitian di atas menunjukkan bahwa sumber makanan di ekosistem mangrove dan lamun dipengaruhi dari dalam dan luar ekosistem. Hal ini menunjukkan bahwa ekosistem pesisir seperti mangrove dan lamun merupakan ekosistem yang kompleks.Sehingga dibutuhkan


(17)

2

metode analisis sumber makanan yang dapat mengetahui asal mula sumber makanan yaitu isotop stabil.

1.2. Kerangka Pemikiran

Secara makro melalui ketiga fungsinya ekosistem pesisir merupakan penopang bagi produktifitas perairan. Keseimbangan dari ketiga aspek tersebut

dalam penelitian ini menganalisa kebutuhan makrozoobentosuntuk

memanfaatkan ekosistem sebagai sumber makanan. Beberapa hal yang diperhatikan ialah: potensi sumber makanan yang ada di ekosistem tersebut, seperti tumbuhan terestrial (serasah), tumbuhan asosiasi (epifit), lamun, plankton, alga, dan mikroorganisme, menjadi fokus dalam menentukan faktor yang mempengaruhi ketersedian dari sumber makanan di ekosistem tersebut. Adapun beberapa penyebabnya adalah seperti, zonasi ekosistem pesisir dan faktor fisik (pasut, masukkan dari daratan, dan iklim).

Pengaruh dari dalam dan luar ekosistem pesisir serta pengaruh faktor fisik, kimia, dan biologi menyebabkan ekosistem mangrove dan lamun menjadi kompleks untuk mengetahui informasi potensi sumber makanan yang di asimilasi makrozoobentos. Oleh karena itu diperlukan pendekatan metode untuk mengetahui organisme autotrof atau potensi sumber makanan makrozoobentossebagai sumber makanan di ekosistem pesisir.

Terdapat 4 metodeanalisis sumber makanan makrozoobentos di ekosistem mangrove dan lamun telah dilakukan di beberapa penelitian sebelumnya seperti melihat langsung di lapangan dan di sistem pencernaan (Hari 1999; Nordhaus dan Wolff 2007;Davenport et al. 2011; biomarker (fatty acid) (Meziane et al. 2002), isotop stabil (Alfaro 2008; Kasai et al. 2004; dan Vonk et al. 2008) dan DNA molekuler(Blankenship dan Yayanos 2005).Metode pengamatan sumber makanan di lapangan dan di sistem pencernaan telah ditemukan beberapa kekurangan seperti, terdapat bias dari data yang dihasilkan, tidak merepresentasikan hasil secara keseluruhan, tidak ada keterangan dari organic terlarut yang biasa digunakan pada ikan (Pasquaud et al. 2007), terdapat

misleading (menyesatkan) pada informasi isi usus jenis kerang karena tidak mampu membedakan bahan yang tidak dicerna (Kasai et al. 2006). Metode ini sulit diterapkan bagi organisme kecil, sedangkan metode pengamatan langsung di lapangan tidak efektif terkait dengan waktu penelitian.


(18)

3

Metode biomarker seperti penanda asam lemak (fatty acid) dan metode

DNA barcode merupakan metode yang dapat digunakan untuk mengetahui asal

sumber makanan. Kekurangan pada metode ini terletak pada ketidakmampuannya dalam menghitung suatu tingkatan dari tropik level. Menurut Pasquaud et al. (2007) metode isotop stabil merupakan metode yang dapat membedakan asal mula organik terlarut, membedakan dari jaring-jaring makanan, dan dapat menghitung suatu tingkatan organisme dalam sebuah tropik level di rantai dan jaring-jaring makanan. Selain itu metode isotop stabil juga mampu menganalisis sumber makanan pada makrozoobentos.Teknik ini belum pernah dilakukan di ekosistem mangrove Manko Jepang dan juga di ekosistem

lamunmakrozoobentosIndonesia. Hal tersebut merupakan pertimbangan

perlunya dilakukan penelitian tentang analisis sumber makanan makrozoobentos. Metode isotop stabil telah berhasil merunut dan menjelaskan sumber makanan yang ada di ekosistem perairan darat dan laut. Sumber makanan yang diasimilasi makrozoobentos pada kelas gastropoda, bivalvia, dan krustacea dianalisis dengan isotop stabil merupakan dasar dari penelitian ini. Kerangka pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

1.3. Perumusan Masalah

Meningkatnya kebutuhan manusia secara langsung berdampak pada eksploitasi sumber daya alam. Salah satu kerusakan akibat eksploitasi tersebut terjadi pada ekosistem mangrove dan lamun yang menjadi habitat makrozoobentos. Eksistensi biota seperti makrozoobentos tergantung pada ketersediaan sumber makanan dari ekosistem mangrove dan lamun. Dengan adanya kerusakan habitat, berakibat luas terutama pada sumber makanan dari makrozoobentos.

Sumber makanan merupakan tropik level pertama atau sebagai produsen primer dalam sistem rantai makanan. Produsen primer di ekosistem mangrove dan lamun berasal dari dalam dan luar ekosistem, seperti tumbuhan mangrove, tumbuhan epifit, bentik alga, filamen alga, tumbuhan lamun, makroalga, fitoplankton, dan mikroorganisme. Produsen primer tersebut berfungsi penting sebagai sumber makanan makrozoobentos, sedangkan fungsi makrozoobentos sebagai konsumen pertama dalam rantai makanan.Sistem rantai makanan apabila terputus atau hilang, maka akan merubah atau bahkan dapat menyebabkan kepenuhan di salah satu rantai makanan.


(19)

4

Sumber makanan pada makrozoobentos di ekosistem lamun dan mangrove memiliki kesulitan untuk di identifikasi. Hal ini dikarenakan ekosistem lamun dan mangrove merupakan zona yang kompleks yang memiliki masukkan atau percampuran material dari daratan dan daratan, sehingga sulit diketahui apakah sumber makanan makrozoobentos berasal dari dalam atau luar ekosistem lamun dan mangrove. Selain itu, bentuk dan ukuran sistem pencernaan dari makrozoobentos kecil sehingga sulit untuk mengetahui material sumber makanan.Untuk itu dibutuhkan identifikasi untuk mengetahui sumber makanan makrozoobentos demi kelangsungan makrozoobentos dengan metode isotop stabil.

Isotop stabil merupakan salah satu metode analisis di bidang ekologi untuk mengetahui rantai dan jaring-jaring makanan pada sistem akuatik darat dan laut dan sistem metabolisme biota. Isotop stabil digunakan untuk menganalisis sumber makanan pada semua tingkatan tropik (trophic level). Sumber makanan yang di analisis berupa bahan makanan yang diasimilasi oleh makrozoobentos.


(20)

4 --- : Batasan penelitian

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian.

Fungsi Fisik Ekosistem Pesisir

Fungsi Ekologis Fungsi Sosial

ekonomi

Habitat Sumber Makanan

Analisis Isi Usus (Gut content analysis)

Analisis Isotop Stabil δ13C dan δ15

N

DNA Barcode

Analisis Biomarker (Fatty acid analysis)

Makrozoobentos

Kekurangan metode ini adalah tidak dapat membedakan sumber makanan dan hanya dapat digunakan pada biota besar

Kekurangan metode ini adalah tidak dapat menghitung tingkatan dalam tropik level di jaring-jaring makanan

Kekurangan metode ini adalah tidak dapat menghitung tingkatan dalam tropik level di jaring-jaring makanan Keuntungan metode ini

adalah dapat mengetahui asal mula

sumber makanan dan dapat mengetahui tingkatan tropik level


(21)

5 1.4. Tujuan dan Manfaat

1. Menentukan komposisi isotop δ13C dan δ15

2. Menduga sumber makanan (potential food sources) yang diasimilasi makrozoobentos dengan isotop stabil di Pulau Pari, DKI Jakarta, Indonesia dan di ekosistem mangrove Manko, Okinawa, Jepang.

N dari produsen primer dan makrozoobentos di Pulau Pari, DKI Jakarta, Indonesia dan di ekosistem mangrove Manko, Okinawa, Jepang.

Manfaat dari hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi bagian kecil dari proses rantai makanan di ekosistem mangrove dan lamun, dan untuk mengetahui sumber makanan yang di asimilasi oleh makrozoobentos.


(22)

6

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Ekosistem Mangrove dan Lamun

Mangrove merupakan spesies tumbuhan sejati atau tidak sejati yang beradapatasi dengan perairan laut. Mangrove kebanyakan di dominansi oleh tumbuhan sejati yang terdapat di habitat tepi pantai atau estuaria. Mangrove didefinisikan sebagai pohon-pohon kayu dan semak belukar yang berkembang di habitat mangrove (Hogarth 2007) yang berada di pantai tropis dan subtropis yang didominansi oleh beberapa jenis pohon yang mampu tumbuh dan berkembang pada daerah pasang-surut (Bengen 2004). Mangrove di Indonesia tersebar diseluruh Pulau dengan memiliki area mangrove yang terbesar di dunia yaitu sekitar 3.112.989 juta m2 atau 22,6% total luasan di dunia (Giri et al. 2010) dan mangrove di kawasan Asia tenggara sekitar 76% (Hutomo dan Moosa 2005) yang secara global memiliki keanekaragamanan yang paling tinggi (Gambar 2; Polidoro et al. 2010).

Gambar 2 Distribusi global ekosistem mangrove (Polidoro et al. 2010).

Mangrove di dunia terdiri dari 20 genus (Hogarth 2007) dengan 70 spesies yang terdiri dari pohon, semak, dan pakis (Ricklefs et al. 2006). Indonesia memiliki 202 jenis, dengan 33 jenis mangrove sejati dan 10 jenis perdu (Noor et al. 2006) dengan tipe habitat berbeda-beda. Habitat mangrove berdasarkan tipe substratnya, mangrove berada di substrat berupa pasir, berlumpur, lempung, campuran pecahan karang, tergenang air laut secara berkala, menerima pasokan air tawar yang cukup, dan terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang kuat (Bengen 2004). Substrat yang ada di ekosistem


(23)

7

mangrove mempengaruhi sebaran jenis-jenis mangrove. Habitat mangrove memiliki fungsi baik secara fisik, ekologi, dan sosial-ekonomi terhadap faktor biotik dan abiotik.

Fungsi ekosistem mangrove secara fisik seperti pelindung dari badai, pasang surut, dan gelombang untuk masyrakat pesisir dan biota yang ada (Giesen et al. 2006). Fungsi sosial-ekonomi mangrove secara umum seperti sumber mata pencaharian masyarakat baik berupa makanan atau wisata. Fungsi ekologi dari ekosistem mangrove adalah pendukung jaring makanan, penyerap karbon (Giesen et al. 2006) sumber makanan, tempat memijah, tempat berkembang biak, dan tempat berlindung bagi biota akuatik dan darat.

Daerah pantai tropis merupakan salah satu tempat tumbuh dan berkembang tumbuhan mangrove. Karakteristik dari ekosistem mangrove adalah dapat berkembang maksimum pada daerah-daerah yang bercurah hujan tinggi atau daerah sungai yang memiliki masukkan air tawar yang cukup untuk mencegah hipersalin (Nybakken 1992). Selain itu menurut Bengen (2004), ekosistem mangrove memiliki karakteristik seperti jenis tanah berlempung, berlumpur, campuran karang atau pasir, daerahnya tergenang air laut secara berkala, terdapat masukan air tawar dari darat, dan air bersalinitas payau.

Hewan yang ada di ekosistem mangrove berasal dari darat dan laut, baik hewan vertebrata dan invertebrata yang asli dari mangrove, fakultatif (sebagian), dan pendatang. Hewan vertebrata yang berasosiasi dengan ekosistem mangrove seperti dari jenis burung-burung air, ikan, katak, kura-kura, buaya, ular (Nagelkerken et al. 2008), dan dari jenis mamalia seperti onta (Hogarth 2007), bekantan, kera ekor panjang, dan kelelawar. Hewan invertebrata yang ada di ekosistem mangrove seperti zooplankton, sponges, krustacea (udang-udangan), kepiting, serangga (insekta), gastropoda dan bivalvia (Kathiresan dan Bingham 2001; Hogarth 2007; Nagelkerken et al. 2008). Selain dengan hewan, mangrove berasosiasi dengan tumbuhan tingkat rendah, tingkat tinggi, dan mikroorganisme seperti bakteri, fungi, mikroalga, makroalga, dan beberapa tumbuhan epifit lain seperti anggrek (Kathiresan dan Bingham 2001).

Pada ekosistem pesisir, selain tumbuhan mangrove terdapat tumbuhan lamun. Tumbuhan lamun merupakan tumbuhan angiospermae yang dapat hidup di seluruh laut dibandingkan dengan mangrove. Distribusi dari tumbuhan lamun hampir diseluruh lautan di dunia yang terdiri dari 2 famili yaitu Potamogetonaceae dan Hydrocharitaceae, dengan maksimal kedalaman


(24)

8

mencapai 90 m (Hogarth 2007). Jumlah keankeragaman spesies lamun di dunia kurang dari 60 spesies dengan wilayah Indo-Pasifik tropis merupakan daerah yang paling tinggi keanekaragamannya di dunia (Gambar 3; Short et al. 2007). Ekosistem lamun di Indonesia merupakan ekosistem yang tumbuh dengan baik di rataan terumbu dan berpasir (Hutomo dan Moosa 2005), dengan tutupan area sebesar 30.000 km2 (Kuriandewa et al. 2003). Indonesia memiliki 7 genus dan 13 spesies yang ada di seluruh perairan (Kuriandewa et al. 2003) dengan satu spesies baru ditemukan di Sulawesi selatan (Kuo 2007).

Gambar 3 Keanekaragaman lamun di dunia (Spalding et al. 2003).

Ekosistem lamun memiliki fungsi yang sama seperti ekosistem mangrove seperti ekologi, sosial-ekonomi, dan fungsi fisik. Fungsi ekologi, ekosistem lamun merupakan habitat biota seperti ikan, krustacea, dekapoda, cacing bentik (Hemminga dan Duarte 2000), bivalva, ekhinodermata, burung-burung pantai, penyu, dan dugong (Hogarth 2007). Selain itu, ekosistem lamun merupakan sebagai tempat mencari makan biota (Hogarth 2007; Kneer et al. 2008) dan manusia (Hemminga dan Duarte 2000), memijah dan mengasuh biota (Spalding

et al. 2003). Fungsi sosial-ekonomi, ekosistem lamun sebagai ekowisata yang merupakan mata pencaharian untuk masyarakat sekitar. Fungsi fisik dari ekosistem lamun, merupakan penahan gelombang dan perangkap sedimen dari pengaruh laut terbuka (Spalding et al. 2003).


(25)

9 2.2. Bioekologi Makrozoobentos

Biota bentik (zoobentos) berdasarkan ekologi terbagi kedalam 3 bagian, yaitu infauna, epifauna, dan epibentos. Infauna merupakan spesies yang seluruh atau sebagian hidupnya dengan substrat, salah satu contohnya adalah kerang dan cacing. Spesies infauna dominan di substrat halus dibagian subtidal, dengan sebagian pada substrat berpasir atau keras. Epifauna merupakan spesies yang hidup di atas atau menempel di permukaan seperti karang, bintang laut, teritip, dan sponges. Organisme zoobentos yang ada masuk kedalam kategori epifauna yaitu sekitar 80%. Habitat epifauna berada di semua substrat, dengan sebagian kecil epifauna berada disubstrat keras dan sebagian besar kelimpahan dan keanekaragman epifauna berada disubstrat berbatu dan terumbu karang. Bentik epibentos merupakan organisme yang hidup didasar laut dan berenang, seperti kepiting dan udang-udangan. Berdasarkan ukuran organisme bentik terbagi kedalam 3, yaitu makrofauna, meiofauna, dan mikrofauna (Lalli dan Parsons 2004). Makrobentik merupakan organisme yang masuk kedalam makrofauna.

Makrozoobentos dapat ditemukan di darat, air tawar, dan laut. Makrozoobentos di ekosistem laut dapat ditemukan dari kedalaman 0 yaitu supralittoral sampai dengan hadal pelagik. Jenis kelompok makrozoobentos yang dapat ditemukan seperti dari filum protozoa (foraminifera), porifera, cnidaria, moluska (bivalvia, gastropoda), ekhinodermata, arthropoda (krustacea), kordata (tunikata) (Lalli dan Parsons 2004) yang menempati substrat seperti pasir kasar dan halus, berlumpur sampai dengan berbatu. Kelompok organisme terbanyak yang pernah dilaporkan pertama adalah arthropoda (kepiting, udang, teritip, laba-laba laut), dan yang kedua adalah dari kelompok moluska dengan jumlah yang diketahui lebih dari 200,000 spesies (Castro dan Huber 2003). Menurut Nybakken (1992) kelompok organisme yang dominan di substrat halus terdiri dari 4 kelompok yaitu kelas krustacea (seperti kepiting), kelas Polychaeta, filum ekhinodermata, dan moluska seperti bivalvia dan gastropoda.

Makrozoobentos habitat di ekosistem mangrove adalah krustacea (udang-udangan), kepiting, gastropoda, bivalvia (Hogarth 2007), dan sponges (Nagelkerken et al. 2008), sedangkan makrozoobentos di habitat ekosistem lamun sama seperti di mangrove, tetapi terdapat makrozoobentos lainnya yaitu dari filum ekhinodermata (Hogarth 2007) dan policaeta (Hemminga dan Duarte 2000).


(26)

10

Makrozoobentos di ekosistem mangrove dan lamun memiliki perbedaan dalam kebiasaan (tipe) makan dan sumber makanan. Sumber makanan untuk biota yang hidup di dasar perairan terdiri dari detritus, plankton, mikroorganisme yang melekat di dasar (Barnes 1987), dan tumbuhan yang ada di lingkungan pesisir. Berdasarkan kebiasaan makan, makrozoobentos digolongkan menjadi herbivora, karnivora, omnivor, pemakan bangkai, filter atau suspensionfeeder, pemakan deposit, dan parasit. Makrozoobentos seperti moluska (gastropoda dan bivalvia) memiliki kebiasan makan filter atau suspension dan depositfeeder, sedangkan krustacea seperti kepiting memiliki kebiasaan makan sebagai pemakan deposit.

Mekanisme cara makan dari biota yang memiliki kebiasaan makan dengan

filter atau suspension feeder adalah dengan memasukkan air kedalam tubuhnya melalui sifon ventral karena adanya gerakan silium-silium di permukaan tubuh. Makanan dan oksigen dilewatkan melalui insang dan karena insang berlubang, maka air terus dilewatkan ke kanal suprabranchial di atas insang, yang akhirnya keluar melalui sifon dorsal. Partikel-partikel makanan disaring ke luar dan terperangkap oleh lendir yang menutupi insang. Kemudian silium membawa makanan dan lendir bersama-sama menuju “palp”, tempat dilakukannya pemisahan material yang berguna dan tidak berguna. Makanan yang sesuai akan dibawa memasuki mulut dan dicerna (Soewignyo et al. 2005). Biota yang memiliki kebiasaan makan sebagai deposit feeder, mekanisme cara makannya adalah dengan dua cara yaitu memasukkan makanan ke mulut dengan menggunakan tangan dan tanpa menggunakan tangan yaitu langsung dengan mulutnya.

Hasil penelitian sebelumnya, menunjukkan bahwa sumber makanan makrozoobentosfilter atau suspension feeder seperti bivalvia adalah foraminifera (Broom 1985), plankton dan detritus (Rudi 1999), bentik mikroalga (Yokoyama dan Ishihi 2003), POM (Kasai et al. 2004; 2006), material lamun (Vonk et al. 2008), fitoplankton (Fukumori et al. 2008b; Yokoyama et al. 2009; Antonio et al.

2010), mikro dan mesozooplankton, partikel-partikel pasir (Davenport et al.

2011). Sumber makanan gastropoda sebagai deposit feeder adalahmakroalga (Smith et al. 1985), mikroalga epifit di lamun (Kharlamenko et al. 2001), zooplankton (Alfaro 2008), dan bentik mikroalga, sedimen, tumbuhan epifit, daun mangrove (Lopes et al. 2009). Sumber makanan makrozoobentos seperti kepiting berasal dari makroalga, kulit kayu pneumatophores mangrove (Wada


(27)

11

dan Wowor 1989), tumbuhan mangrove (Nordhaus dan Wolff 2007), dan biota mangrove (Nordhaus et al. 2011). Sumber makanan pada ekosistem intertidal tidak bergantung pada satu sumber makanan (Alfaro et al. 2006), akan tetapi bergantung pada beberapa sumber produsen primer yang berasal dari dalam (autochthonous) atau luar ekosistem (allochthonous). Sumber makanan yang berbeda-beda dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti mikrohabitat, arus, pasang surut, musim, dan morfologi. Faktor-faktor tersebut yang dapat menjadikan pola distribusi dari makrozoobentos di suatu habitat. Menurut Lee (2008) struktur dari kumpulan makrozoobentos dipengaruhi oleh kondisi lingkungan lokal, ketersediaan bahan organik, dan karakteristik sedimen.

Gambar 4 Jaring-jaring makanan di wilayah intertidal (Karleskint et al. 2010). Sumber makanan di ekosistem mangrove dan lamun merupakan bagian dari komponen biotik yaitu sebagai produsen utama (primer). Produsen primer adalah organisme yang memproduksi makanan sendiri (autotrophs) dan merupakan komponen dasar dari rantai makanan yang ada di seluruh ekosistem. Produsen primer di ekosistem pesisir merupakan sumber energi bagi biota akuatik yang membentuk rantai makanan dan selanjutnya membentuk jaring makanan (Gambar 4). Ekosistem pesisir merupakan suatu bentuk rantai dan jaring-jaring makanan yang kompleks dari tingkat produsen sampai tingkat konsumen tertinggi (Bergamino et al. 2011). Rantai makanan adalah


(28)

12

perpindahan organik dari tingkat trofik level ke trofik level lainnya melalui peristiwa makan memakan yang dengan produsen primer sebagai trofik level yang pertama (Campbell et al. 2008). Komponen utama dari produsen primer adalah hasil dari fotosintesis dan respirasi (Gambar 4). Fotosintesis berasal dari tumbuhan dan alga yang menyerap dari sinar matahari dan pigmen (zat hijau daun) yang menghasilkan energi berupa karbon, hidrogen, dan oksigen, sedangkan respirasi yang berasal dari fotosintesis dimanfaatkan oleh bakteri yang menghasilkan nitrogen. Selain itu, bakteri memberikan kontribusi terhadap pembentukan dekomposisi lamun dan mangrove, sehingga material dekomposisi dapat dijadikan sumber makanan (Zieman et al. 1984).

Karbon dan nitrogen dari produsen primer berpindah ke trofik level pertama yaitu konsumen primer. Konsumen primer di zona intertidal berupa organisme herbivora seperti dari kelas ikan kecil, bivalvia, gastropoda, atau dari krustacea. Konsumen primer kemudian dimakan oleh organisme karnivora seperti ikan besar, yang disebut dengan konsumen sekunder. Organisme karnivora yang memakan konsumen sekunder disebut dengan konsumen tersier, dan di atas tersier disebut konsumen kuaterner yaitu konsumen tertinggi dalam tingkat trofik contohnya manusia (Gambar 5). Menurut Campbell et al. (2008) dalam satu ekosistem yang membentuk rantai makanan kemudian membentuk hubungan makan-memakan yang saling menjalin dan selanjutnya membentuk jaring-jaring makanan.

Ekosistem lamun dan mangrove memiliki keterkaitan satu sama lain (Marguillier et al. 1997; Gambar 5). Biota yang berasal dari ekosistem lamun, seperti ikan, bermigrasi ke ekosistem mangrove untuk mencari makan dan memijah. Ikan yang berada di ekosistem lamun memakan material tumbuhan lamun, ikan-ikan kecil, gastropoda, dan udang. Kemudian ikan bermigrasi ke ekosistem mangrove dan mencari makan. Sumber makanan ikan yang ada di ekosistem mangrove seperti material dari tumbuhan mangrove, ikan-ikan kecil, gastropoda, bivalvia, dan kepiting. Proses makan memakan terjadi secara langsung ataupun tidak langsung dalam suatu ekosistem.


(29)

13

--- : Batasan ekosistem/biota yang bermigrasi : Proses makan memakan secara langsung

Gambar 5 Ilustrasi jaring-jaring makanan di ekosistem lamun dan mangrove (a. Kneer et al. 2008; b. Marguillier et al. 1997; c. Zieman et al. 1984; d. Nordhaus dan Wolff 2007; e. Meziane dan Tsuchiya 2000; f. Sheaves dan Molony 2000; g. Tewfik et al. 2005).

Karbon dan nitrogen merupakan unsur utama yang dibutuhkan oleh setiap organisme yang di darat dan laut. Karbon dan nitrogen merupakan salah satu unsur esensial yang ada di dalam proses kehidupan dan dibutuhkan dalam jumlah besar (Campbell et al. 2008). Proses perpindahan sumber makanan merupakan proses satu kesatuan dengan perpindahan karbon dan nitrogen. Sumber karbon dan nitrogen dari produsen primer memiliki nilai yang bervariasi dan dipengaruhi faktor lingkungan seperti fisik, kimia, dan biologi.

2.3. Isotop Stabil

2.3.1. Sifat Kimiawi Isotop Stabil

Isotop adalah unsur bernomor atom sama, tetapi memiliki jumlah neutron yang berbeda. Isotop terbagi kedalam 2 bagian, yaitu stabil dan tidak stabil

Ekosistem Lamun Mikrobac

Udang (Ghost shrimp)a

Detritus Lamuna Gastropodab

Ikan Besarb

Bivalvaa&b

Copepoda Gastropodab

Detritus/Daun Mangrovee

Kepitingb,d & e

Ekosistem Mangroveb

Mikrobae Ikanb & f

Ikan Kecilb Bivalvab


(30)

14

(radioaktif) (Hoefs 2009). Isotop stabil didefinisikan sebagai elemen isotop yang stabil secara aktif dan tidak membusuk (decay) dan tidak termasuk radioaktif (Sulzman 2007). Menurut Hoefs (2009) sejauh ini jumlah isotop stabil di alam yaitu 300, sedangkan isotop tidak stabil 1.200.

Karbon yang utama memiliki fraksi yang besar di alam berupa isotop 12 (98,89%), fraksi karbon yang rendah (1,11%) terdapat pada karbon-13. Nitrogen yang berlimpah dalam bentuk isotop nitrogen-14, sedangkan nitrogen yang rendah adalah nitrogen-15 (0,36%). Sulfur memiliki 4 bentuk stabil, yaitu sulfur-32 yang banyak ditemukan (95,02%), sulfur-34 (4,21%), sulfur-33 (0,75%), dan fraksi sulfur yang kecil adalah sulfur-36 (0,02%) (Ehleringer dan Rundel 1989). Isotop stabil berkembang menjadi salah satu alat analisis atau metode sidik jari (finger print) yang digunakan pada bidang geologi, kimia, dan biologi yang dikenal dengan stable isotope analysis (SIA).

2.3.2. Manfaat Isotop Stabil

Pada bidang biologi, analisis isotop stabil digunakan untuk studi ekologi dan lingkungan, seperti untuk mengetahui sumber dan jaring-jaring makanan, sirkulasi di biosfer, kontaminasi perairan, pola migrasi nutrient dan hewan, input nutrien, ukuran tubuh spesies (Jardine et al. 2003; Fry 2006), mengetahui partikel-partikel mangsa (prey) yang masuk di pemangsa (predator), mengidentifikasi sumber polutan, mengetahui proses-proses penilaian nitrifikasi, dan estimasi rata-rata C di tanah (Sulzman 2007).

Menurut Jardine et al. (2003) terdapat 3 elemen yang digunakan pada

stable isotope untuk ekologi yaitu karbon, nitrogen, dan sulfur. Elemen yang banyak digunakan untuk ekosistem laut adalah karbon dan nitrogen (Carabel et al. 2006). Dalam bidang ekologi, nilai isotop stabil pada karbon digunakan untuk membedakan komponen sumber karbon produsen primer yang diasimilasi oleh tingkat konsumen yang lebih tinggi (Peterson dan Fry 1987) dan untuk mengetahui proses metabolisme di tubuh biota invertebrata (Paulet et al. 2006). Asimilasi karbon dan nitrogen oleh konsumen disebut dengan fraksinasi atau perpindahan karbon dan nitrogen (Δδ13C dan Δδ15N) (DeNiro dan Epstein 1978, 1981; Dubois et al. 2007). Isotop stabil karbon di konsumen memiliki nilai yang sama atau merefleksikan dari sumbernya makanannya (DeNiro dan Epstein 1978), sama seperti dengan karbon, nitrogen pada hewan dapat memberikan informasi dari komposisi nitrogen konsumen yang sama dengan isotop nitrogen dari sumber makanannya (DeNiro dan Epstein 1981). Nilai isotop stabil nitrogen


(31)

15

lebih sering digunakan pada tingkatan trofik dikomunitas (Wada et al. 1991), struktur tropik di ekosistem akuatik (Minagawa dan Wada 1984) atau menggambarkan jaring-jaring makanan (Vonk et al. 208) dan untuk mengetahui proses metabolisme biota laut (Lorrain et al. 2002). Oleh karena itu, isotop karbon digunakan untuk mengetahui atau merunut sumber makanan pada konsumen, sedangkan isotop nitrogen digunakan untuk mengetahui dan menghitung tingkatan konsumen di tropik level dalam rantai dan jaring-jaring makanan.

Analisis isotop stabil merupakan salah satu metode yang digunakan untuk mengetahui dinamika jaring makanan di sistem akuatik, pola dan sumber bahan organik pada biota perairan darat dan laut seperti di ekosistem mangrove (Bouillon et al. 2002;Hsieh et al. 2002) dan lamun (Lepoint et al. 2004). Selain itu, terdapat metode lain untuk mengetahui pola dan sumber bahan organik pada hewan invertebrata laut seperti yaitu pengamatan di lapangan, analisis isi usus (gut content), biomarker seperti asam lemak (fatty acid)(Dalsgaard et al. 2003) atau dengan metode DNA (Blankenship dan Yayanos 2005).Metode isotop stabil dalam merunut sumber makanan atau menghitung tropik level memiliki keuntungan seperti mengetahui sumber-sumber organik terlarut, mengetahui dasar atau awal dari jaring-jaring makanan, dan dapat menghitung tropik level di rantai atau jaring-jaring makanan (Pasquaud et al. 2007).

Metode dengan menggunakan pengamatan pada sistem pencernaan merupakan metode yang mudah (Alfaro 2008), akan tetapi hanya dapat digunakan pada ikan dan beberapa krustacea, tetapi metode ini tidak dapat digunakan pada hewan berukuran kecil, membutuhkan pengujian kembali (Kaehler dan Pakhomov 2001), masih terdapat bias dan kurang mewakili keseluruhan (Pasquaud et al. 2007), dan metode yang misleading

(menyesatkan) pada isi usus kerang karena tidak dapat membedakan bahan

ingested yang tidak dicerna (Kasai et al. 2006). Metode pengamatan pola dan sumber organik di lapangan merupakan metode yang membutuhkan waktu yang panjang. Pada biota laut seperti makrozoobentos, analisis sumber organik yang dapat mewakili dan mengetahui sumber organik dapat digunakan analisis isotop stabil. Menurut Davenport et al. (2011), analisis isotop stabil dapat menjelaskan organik terlarut yang kompleks dilingkungan kolom perairan dan materi yang berasosiasi. Selain itu, metode analisis isotop stabil berhasil dalam menjelaskan rantai dan jaring-jaring makanan dan trofik level kompleks (Post 2002) di


(32)

16

ekosistem mangrove (Bouillon et al. 2002;Hsieh et al. 2002) dan ekosistem lamun (Lepoint et al. 2004; Vonk et al. 2008).

Nilai rasio fraksinasi isotop stabil dari karbon dan nitrogen di konsumen yaitu makrozoobentos, menjadi petunjuk untuk mengetahui asal mula atau aliran sumber makanan (produsen). Makrozoobentos di zona intertidal memegang peran penting dalam transfer aliran energi terhadap konsumen teratas atau trofik yang lebih tinggi di dalam rantai organik. Apabila makrozoobentos hilang atau berkurang, maka transfer energi karbon dan nitrogen di ekosistem tersebut terganggu atau menjadi tidak seimbang dan bahkan dapat menyebabkan kepunahan sehingga pemanfaatan dari fungsi bivalvia tidak dapat dimanfaatkan kembali oleh manusia (konsumen teratas) sebagai fungsi sosial-ekonomi dan ekologi.

2.3.3. Siklus Isotop Stabil di Laut

Variasi isotop dapat ditemukan dari material dengan klasifikasi proses yang berbeda-beda, seperti reaksi dan perbedaan sumber seperti sumber dari luar angkasa atau bumi (Hoefs 2009). Proses reaksi dari isotop stabil di bumi terdapat di seluruh material yang merupakan bagian dari siklus di alam. Siklus isotop stabil, seperti karbon dan nitrogen, di bumi berada di atmosfir, daratan, dan lautan memiliki keterkaitan satu sama lain dari masing-masing ekosistem.


(33)

17

Karbon di laut berasal dari pertukaran CO2 antara atmosfir dengan

ekosistem terestrial dan permukaan laut (Gambar 6; Peterson dan Fry 1987; Hoefs 2009). Nilai δ 13

C CO2 di atmosfir menjadi menurun akibat respon

masukkan dari pembakaran minyak bumi dan dekomposisi yang selama lebih dari 30 tahun turun 1 ‰. Karbon uptake di daratan seperti dari tumbuhan C3

memiliki proses fraksinasi 21 ‰ antara atmosfir memiliki -7 ‰ dan biomassa tumbuhan -28 ‰, sedangkan uptake karbon tumbuhan C4 seperti tumbuhan

tropis dan laut lebih rendah (-13 ‰) yaitu 6 ‰. Karbon organik terlarut yang ada di tanah merupakan hasil dari campuran antara karbon dari atmosfir atau biomassa tumbuhan karena secara umum memiliki nilai karbon yang kemiripan dengan tumbuhan (Peterson dan Fry 1987). Lebih lanjut, menurut Peterson dan Fry (1987) dan Hoefs (2009) menyatakan bahwa siklus karbon di air tawar berbeda dengan air laut dikarenakan perbedaan komposisi dan sumber CO2

terlarut, dimana masukkan sumber karbon di air laut yang lebih kuat berasal dari respirasi. Selain itu, siklus karbon dilaut karena pertukaran antara CO2 di atmosfir

dengan permukaan laut.

Nilai isotop stabil karbon di makhluk hidup berbeda, seperti di tumbuhan dan hewan. Menurut O’Leary (1981), nilai isotop karbon (δ13C) di tumbuhan dapat dibedakan berdasarkan tipe proses fotosintesis terbagi kedalam 3 kelompok, yaitu tumbuhan C3, C4, dan CAM (Crassulacean Acid Metabolism).

Karbon δ13

C tumbuhan C4 memiliki nilai -15 ‰ sampai -9 ‰ (Hemminga dan

Mateo 1996), sedangkan C3 didarat seperti tumbuhan mangrove pada saat

berfotosintesis memiliki nilai antara -24 ‰ dan -30 ‰. Tumbuhan CAM memiliki nilai melebihi tumbuhan C3 dan C4 (Bouillon et al. 2008). Tumbuhan lamun,

memiliki nilai isotop karbon (δ13

C) dengan kisaran antara -3,0 ‰ sampai dengan -23,8 ‰ yang tergolong kedalam tumbuhan tipe C4 akan tetapi secara umum

metabolisme pada saat berfotosintesis tergolong kedalam C3 (Hemminga dan

Mateo 1996).

Produsen primer seperti fitoplankton di laut memiliki nilai isotop karbon (δ13

C) -17 ‰ sampai -23 ‰, sedangkan fitoplankton di air tawar memiliki nilai yang lebih rendah dari fitoplankton laut. Penelitian yang dilakukan Lopes et al.

(2009) di sedimen ekosistem mangrove, nilai isotop karbon -20 ‰ sampai dengan -23 ‰. Nilai isotop karbon (δ13C) pada tumbuhan darat C3, C4, dan CAM

dapat berbeda-beda karena terdapat perbedaan jenis, kandungan nutrien, dan letak geografis (Bouillon et al. 2008). Nilai δ13C pada mangrove dan lamun yang


(34)

18

hidup memiliki nilai yang sama dengan dekomposisi mangrove dan lamun (Zieman et al. 1984).

Nitrogen yang ada di makhluk hidup sebagian besar berasal atmosfir dalam bentuk gas N2 (Peterson dan Fry 1987) dan sebagai nutrien yang terbatas di laut

(Hoefs 2009). Komposisi nilai nitrogen di biosfer memiliki mendekati 0 ‰ atau dapat dikatakan lebih rendah karbon, dengan kisaran -10 sampai dengan + 10 ‰ (Gambar 7). Menurut Peterson dan Fry (1987) penyebab utama nilai nitrogen yang rendah dikarenakan terbatasnya suplai dari reaksi di tumbuhan dan bakteri. Nitrogen yang terlarut dalam bentuk N2 di permukaan laut, memiliki nilai + 1

kemudian dimanfaatkan oleh partikel organik terlarut seperti fitoplankton.

Gambar 7Siklus isotop stabil nitrogen (δ 15N) di alam (Peterson dan Fry 1987). Nitrogen yang masuk ke dalam produsen primer seperti tumbuhan dalam bentuk N2 yang sebagian besar berasal dari reduksi oleh mikroorganisme. Nilai

nitrogen dalam produsen primer sama seperti nilai karbon, nilainya bervariasi karena dipengaruhi oleh faktor fisik, kimia, dan biologi. Tumbuhan epifit memiliki nilai δ15

N -8 ‰ sampai dengan -6 ‰ (Bouillon et al. 2004). Penelitian yang dilakukan oleh Lopes et al. (2009) pada daun mangrove Avicennia marina dan

Rhizopora mucronata, rasio isotop stabil δ15N memiliki nilai 7,1 ‰ dan 0,9 ‰. Lebih lanjut, nilai rasio isotop stabil δ15N di sedimen 8 ‰ sampai dengan 18 ‰. Produsen primer selain mangrove seperti lamun memiliki nilai isotop δ15N berkisar antara 1,28 ‰ sampai dengan 4,0 ‰ (Yamamuro et al. 2004; Vonk et al.


(35)

19

2008), dan fitoplankton di laut, memiliki nilai isotop stabil δ15N antara 7 dan 10 ‰ (Ogawa dan Ogura (1997) dalam Kasai et al. (2006)).

Karbon dan nitrogen dalam ekosistem akuatik dihasilkan oleh produsen primer yaitu tumbuhan dan fitoplankton (alga dan bakteri) dari hasil fotosintesis dan respirasi. Proses fotosintesis menghasilkan energi yang digunakan kembali oleh tumbuhan dan fitoplankton (alga dan bakteri) sebagai bahan bakar untuk respirasi seluler dan bahan pembangun untuk pertumbuhan. Karbon dan nitrogen berpindah ke organisme yang lebih tinggi tingkatan trofiknya melalui peristiwa rantai organik dan jaring organik dalam satu ekosistem atau sebagai satu siklus.

Sumber karbon dan nitrogen di daerah estuari, rasio isotop bervariasi dikarenakan ada percampuran antara organik terlarut dari daratan seperti plankton, serasah tumbuhan darat, dan dari laut seperti plankton laut, alga, dan serasah tumbuhan laut. Menurut Wada et al. (1991) variasi isotop dikarenakan adanya sumber yang berasal dari organik terlarut dari darat seperti fitoplankton dan tumbuhan lamun. Selain itu, menurut Bouillon et al. (2000, 2002, 2004), masukkan dari organik seperti serasah daun mangrove memberikan kontribusi terhadap adanya percampuran karbon dan nitrogen yang tinggi.

Karbon dan nitrogen di produsen primer diasimilasi oleh konsumen dan memiliki nilai rasio dari fraksinasi isotop stabil karbon dan nitrogen. Rasio δ13C yang diasimilasi oleh konsumen memiliki nilai 0-1 ‰, sedangkan pada sistem akutik nilai δ13

C lebih kaya dan bervariasi antara -2.1 dan +2.8 ‰ (Bouillon et al.

2008). Rasio fraksinasi untuk δ15N merupakan nilai yang tinggi, yaitu 2,7 (Bouillon et al. 2008) sampai dengan 3,4 ‰ antara sumber makanan dengan jaringan tubuh (Minagawa dan Wada 1984). Akan tetapi nilai rata-rata penuh dari δ15

N yaitu antara -0,7 dan +9,2 ‰ (Bouillon et al. 2008), sedangkan jumlah nilai rata-rata fraksinasi pertropik level, memiliki jumlah 2,5 sampai dengan 5 ‰ untuk δ15

N dan 0-1 ‰ untuk δ13C (DeNiro dan Epstein, 1978, 1981; Minagawa dan Wada, 1984).


(36)

20

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan di 2 lokasi, pertama di Pulau Pari Kepulauan Seribu, DKI Jakarta pada (5o 50’ 00” – 50o 52’ 25” LS dan 106o 34’ 30” dan 106o 38’ 20” BT) bulan Juni 2011, musim kemarau. Kedua, di mangrove Manko, Pulau Okinawa, Jepang (26o 11’ N, 127o 40’ E)pada bulan Agustus 2011, musim panas. Peta lokasi stasiun pengambilan contoh ini dapat dilihat pada Gambar 8 dan 9.

Kegiatan pengambilan sampel di lapangan Pulau Pari, Indonesia dilakukan selama 1 bulan dan preparasi di laborarium 1 bulan, sedangkan pengambilan sampel di lapangan ekosistem mangrove Manko dan preparasi di laboratorium dilakukan selama 2 bulan. Preparasi contoh kerang, daun lamun, makroalga, dan spons dilakukan di Laboratorium Prolink, Teknologi Hasil Perikanan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor, dan Laboratorium Ekologi dan Sistematik, Fakultas Sains, Universitas Ryukyus, Jepang. Analisis isotop stabil dilakukan di Laboratorium Kimia Analis, Departemen Kimia, Fakultas Sains, Universitas Ryukyus, Jepang.


(37)

21

Gambar 9Peta lokasi penelitian dan stasiun pengamatan mangrove Manko ( ) (modifikasi dari Khan et al. 2009).

3.2. Alat dan Bahan

Alat dan bahan yang digunakan selama penelitian dapat dilihat pada tabel 1, untuk lebih detail dapat dilihat di lampiran 1.

Tabel 1Alat dan bahan penelitian.

No Alat/Bahan

1 GPS

2 Sekop

3 Refraktometer

4 Termometer

5 Plastik contoh

6 Cool box

7 Snorkel

8 Kamera


(38)

22 3.3. Pengambilan Data

3.3.1. Menentukan Stasiun Pengamatan

Stasiun pengamatan di Pulau Pari, DKI Jakarta, ditentukan dengan survey pendahuluan dan mendapatkan informasi dari nelayan tentang keberadaan kerang di ekosistem lamun. Setelah mendapatkan informasi dan data awal, penentuan dan pengambilan biota dilakukan di Pulau Tengah, Kongsi, dan Burung dengan masing-masing Pulau terdiri dari 3 stasiun dan 3 kali pengulangan.

Stasiun pengambilan sampel di ekosistem mangrove Manko, Okinawa, Jepang, dilakukan dengan survey awal. Stasiun pengambilan sampel terdiri dari 3 transek dengan panjang transek 100 m. Transek ditarik dari pinggir daratan kearah dalam mangrove. Lokasi sampling di ekosistem mangrove dan lamun dipilih secara acak di wilayah ekosistem lamun karena tujuan dari analisis sumber makanan dengan isotop stabil adalah untuk mengetahui komposisi isotop stabil dan dari informasi isotop stabil dapat diketahui asal mula sumber makanan.

3.3.2. Koleksi Sampel

Koleksi sampel di ekosistem lamun Pulau Pari di lakukan dengan menarik garis 3 transek dari bibir pantai ke arah lepas pantai dengan setiap transek sepanjang 300 m.Kemudian setiap transek diletakkan kuadrat ukuran 1x1 m dengan jarak kuadrat 50 m. Setelah transek dan kuadrat dibentuk, kemudian kuadrat di acakuntuk mengkoleksi sampel. Pengambilan sampel pada surut rendah (low tide). Sampel biota yang masuk ke dalam kuadrat kemudian dikoleksi semuanya. Sampel yang dikoleksi adalah spesiesChlamydinae spp., sedangkan potensi sumber makanannya adalah organisme yang berada di sekitar biota seperti tumbuhan lamun, makrolaga dan spons.

Sampel kerang dan potensi sumber makanan diambil dengan menggunakan tangan dan snorkel, kemudian dimasukkan kedalam plastik contoh dan kemudian disimpan kedalam cool box yang telah di isi dengan dry ice

atau es batu dan selanjutnya dibawa ke laboratorium.Sampel kerang yang diambil dengan ukuran panjang dan lebar cangkang yang lebih dari 5 cm. Sampel kerang dibagi dua, pertama sampel kerang untuk identifikasi dan kedua sampel kerang untuk analisis isotop stabil. Identifikasi sampel kerang menggunakan Dijkstra (2011).Semua sampel dibawa ke Laboratorium Prolink dan Teknologi Hasil Perikanan (THP) Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB Bogor untuk identifikasi dan preparasi analisis isotop stabil.


(39)

23

Stasiun pengambilan sampel di ekosistem mangrove Manko, Okinawa, Jepang, dilakukan dengan survey awal. Stasiun pengambilan sampel terdiri dari 3 transek dengan panjang transek 100 m. Transek ditarik dari pinggir daratan kearah dalam mangrove. Setiap transek terdiri dari 5 kuadrat ukuran 50x50 cm. Setelah semua transek dan kuadrat terbentuk, kemudian dipilih secara acak. Sampel biota yang masuk ke dalam kuadrat kemudian dikoleksi semuanya. Waktu pengambilan sampel dilakukan pada surut rendah (low tide). Sampel biota yang dikoleksi di fokuskan pada makrozoobentos kelas gastropoda seperti

unidentifiedcerithidea, Cassidulae mustelina, Peroniverruculata,

unidentifiedgrapsidae, dan unidentifieduca, sedangkan potensi sumber

makanannya adalah tumbuhan mangrove dan sedimen.Untuk sampel daun mangrove yang masih hidup diambil secara acak yang didalam dan dekat kuadrat untuk mengurangi bias (Bouillon et al. 2004), dengan menggunakan gunting. Sampel sedimen permukaan yang berada didalam kuadrat diambil dengan kedalaman 1-2 cmdiambil dengan menggunakan sekop.

Semua sampel yang dikoleksi di ekosistem mangrove dan lamun tidak ada pengulangan dalam 1 kuadrat karena jumlah yang dibutuhkan untuk analisis isotop stabil 1 mg dari setiap spesies.Tubuh dari makrozoobentos di ukurkarena untuk mengetahui umur dan dari perbedaan umur makrozoobentos berbeda pula sumber makanannya (Lopes et al. 2009).

Sampel makrozoobentos, tumbuhan mangrove, dan sedimen diambil dengan menggunakan tangan. Sampel dimasukkan kedalam plastik contoh dan kemudian disimpan kedalam cool box yang ditambahkan dengan dry ice atau es batu dan selanjutnya dibawa ke laboratorium. Setalah sampai laboratorium, sampel makrozoobentos dibagi dua, pertama sampel makrozoobentos untuk identifikasi dan kedua sampel makrozoobentos untuk analisis isotop stabil. Identifikasi makrozoobentos menggunakan buku petunjuk Okutani (2000) dan Sakai (1976).Semua sampel dibawa ke Laboratorium Ekologi dan Sistematik, Fakultas Sains, Universitas Ryukyus, Jepang untuk identifikasi dan preparasi analisis isotop stabil.

Setelah sampai dilaboratorium, semua sampel di Pulau Pari dan Manko disimpan didalam lemari pendingin dengan suhu lebih dari -18 oC sampai preparasi contoh kerang selesai. Penyimpanan didalam lemari pendingin dengan suhu lebih dari -18 oC karena tidak mempengaruhi nilai isotop δ13C dan δ15N selama kurang dari 1 bulan (Kaehler dan Pakhomov 2001; Carabel et al. 2006).


(40)

24 3.4. Preparasi Isotop Stabil

3.4.1. Preparasi Makrozoobentos

Metode yang digunakan dalam preparasi makrozoobentos adalah metode dari Carabel et al. (2006), Ng et al. (2007), dan Jaschinski et al.(2008) yang telah di modifikasi. Sampel makrozoobentos dicuci dengan Millie-Q water, kemudian dipisahkan dari cangkang dan tubuh dengan menggunakan pinset dan mortar. Seluruh tubuh makrozoobentos digunakan untuk analisis isotop stabil, kecuali kepiting yang dipisahkan jaringan tubuh di karapas. Setelah dipisahkan, jaringan tubuh dicuci dengan Millie-Q water, kemudian jaringan tubuh makrozoobentos dicuci dengan HCl 1,2 N setetes demi setes untuk menghilangkan karbonat (CaCO3) sampai tidak ada gelembung udara. Kemudian dicuci dengan Millie-Q

water dengan tiga kali pengulangan. Pencucian dengan HCl tidak mempengaruhi nilai dari δ13C dan δ15

N (Ng et al. 2007), kemudian dicuci dengan Millie-Q water

(Carabel et al. 2006; Ng et al. 2007; Jaschinski et al. 2008). Sampel disimpan didalam lemari pendingin sampai dilakukan pengeringan dan analisis isotop stabil.

3.4.2. Preparasi Sedimen

Metode yang digunakan dalam preparasi sedimen adalah metode dari Bouillon et al. (2004), Carabel et al. (2006), Ng et al. (2007), Jaschinski et al.(2008), dan Lopes et al. (2009) yang telah di modifikasi. Sampel sedimen di saring menggunakan saringan 0.25 mm (No. Mesh size 60) untuk menghilangkan partikel yang besar dan non sedimen. Sampel sedimen direndam dengan HCl 1,2 N selama 6 jam untuk menghilangkan karbonat, setelah itu dicuci dengan Millie-Q water(Carabel et al. 2006; Ng et al. 2007; Jaschinski et al.

2008). Kemudian direndam kembali dengan HCl 6 N selama 24 jam untuk menghilangkan dan memastikan karbonat di sedimen, kemudian dicuci kembali dengan Millie-Q water sebanyak 3 kali pengulangan dengan memisahkan air dan sedimen menggunakan sentrifugasi. Sampel disimpan didalam lemari pendingin sampai dilakukan pengeringan dan analisis isotop stabil.

3.4.3. Preparasi Mangrove, Lamun, makroalga, dan Spons

Metode yang digunakan dalam preparasi adalah metode dari Bouillon et al.

(2004), Carabel et al. (2006), Ng et al. (2007), Jaschinski et al.(2008), dan Lopes

et al. (2009) yang telah di modifikasi. Sampel daun mangrove, daun lamun, makroalga, dan spons dicuci dengan Millie-Q water(Carabel et al. 2006; Ng et al.


(41)

25

2007; Jaschinski et al. 2008). Setelah dicuci, semua sampel dipotong menjadi kecil. Sampel disimpan didalam lemari pendingin sampai dilakukan pengeringan dan analisis isotop stabil.

Metode yang digunakan dalam preparasi adalah metode dari Carabel et al.

(2006) yang telah di modifikasi. Semua sampel dikeringkan dengan menggunakan freeze dry untuk menghilangkan uap air selama 24 jam. Kemudian ditumbuk dengan mortar dan pastle sampai menjadi serbuk. Setelah menjadi serbuk, sampel dimasukkan dan dibungkus kedalam tin capsule (Santis 5 x 9 mm) dengan pengulangan tiga kali. Berat sampel jaringan tubuh makrozoobentos, daun mangrove, daun lamun, makroalga, dan spons ditimbang dengan timbangan analitik sebanyak 0,8 sampai dengan 1 mg, sedangkan berat sampel sedimen 1,8 sampai dengan 2,5 mg.

3.5. Analisis Isotop Stabil

Sampel di analisis δ13C dan δ15N menggunakan alat spektrometer masa (Delta V Advantage, IRMS) yang terhubung dengan elemen-elemen analisis (NA-2500, CE Instruments) dengan persentasi koreksi 0.15 ‰ yang dilakukan di Departemen Kimia Analis, Fakultas Sains, Universitas Ryukyus, Jepang. Nilai rasio isotop stabil menggunakan standar konvensional (VPDB batu gamping untuk karbon dan N2 atmosfer untuk nitrogen) (Hoefs 2009) dengan rumus:

δ13C or δ15

N = (Rsample/Rstandard – 1) 1000 (‰)………(1)

dimana Rsample adalah elemen 13C atau 15N, sedangkan Rstandard adalah rasio

12

C atau 14N berdasarkan PDB. Standar karbon δ13C menggunakan Pee Dee Belemnite (PDB), sedangkan nitrogen δ15N menggunakan standar N2 gas

atmosfir.

Untuk menghitung sumber makanan yang di asimilasi hewan (rasio δ13C atau δ15

N), digunakan rumus (DeNiro dan Epstein 1978, 1981):

Animal-Diet………(2) dimana ∆adalah nilai asimilasi dari δ13C atau δ15N.


(42)

26 3.6. Analisis Data

Untuk mengetahui nilai rata-rata dari δ13C dan δ15N setiap sampel maka digunakan statistic descriptive. Selain itu, digunakan uji normalitas data dari masing-masing nilai δ13C dan δ15N setiap sampel menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Untuk membedakan nilai δ13C dan δ15N dari makrozoobentos dan sumber makanan digunakan ANOVA dan uji Tukey (α = 0.05). Pengolahan data dengan menggunakan softwareyang relevan.


(43)

27

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Kondisi Umum Lokasi Penelitian 4.1.1. Lokasi Penelitian di Pulau Pari

Perairan Pulau Pari terletak di bagian paling selatan dari Pulau-Pulau di kePulauan Seribu, sekitar 40 km sebelah Barat laut Kota Jakarta. Daerah Pulau Pari meliputi luas sekitar 15 km2 dengan terdiri dari Pulau-Pulau kecil yaitu Pulau Kongsi, Pulau Tengah, Pulau Burung, Pulau Tikus, dan Pulau Pari. Selain memiliki Pulau-Pulau kecil, Pulau Pari memiliki delapan goba besar dan kecil (lagoon), kloran atau pintu keluar masuk air di pinggiran terumbu yang menghubungkan perairan didalam terumbu dengan perairan diluarnya, dan daerah pinggiran terumbu (tubir) yang melingkar (reef edge). Salinitas perairan Pulau Pari bervariasi yaitu antara 27 sampai dengan 34 ‰ dengan rerata total dari semua lokasi adalah 31,6 ‰. Salinitas di Pulau Pari dipengaruhi oleh pasang surut yang setiap harinya dengan nilai rata-rata pasang tertinggi 1,20 m dan pasang terendah 0,18 m (Kiswara 1992).

Keanekaragaman biota dan tumbuhan Pulau Pari diantaranya adalah gastropoda, bivalvia, spons, makroalga, mangrove, dan lamun. Kelas bivalvia merupakan kelas yang terdistribusi luas di Pulau Pari (Cappenberg dan Panggabean 2005). Kerang yang dikoleksi dalam penilitian ini merupakan jenis dari Chlamydinae spp. dan ditemukan di goba-goba dengan rerata kedalaman 83 cm (Lampiran 13) dengan tipe substrat berlumpur. Tipe substrat di Pulau Pari terdiri dari substrat pasir kasar, halus, berlumpur (Kiswara 2010), dan pecahan karang (rubble). Vegetasi lamun di Pulau Pari terdiri dari Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Thalassia hemprichii dan Cymodocea rotundata yang tumbuh di substrat lumpur, pasir, dan terumbu (Kiswara 1992). Potensi sumber makanan yang berada di sekitarChlamydinae spp. di Pulau Pari yang dikoleksi dalam penelitian ini adalah tumbuhan lamun, spons, dan makroalga. Tumbuhan lamun

Enhalus acoroides, spons, dan makrolaga yang ditemukan dalam penilitian ini memiliki substrat berlumpur.

4.1.2. Lokasi Penelitian di Ekosistem Mangrove Manko

Okinawa (26o 11’ N, 127o 40’ E) merupakan Pulau semi tropis yang lokasinya berada di selatan Jepang. Ekosistem mangrove di Mankomerupakan bagian dari Okinawa yang terletak di barat daya yang memiliki karakteristik


(44)

28

masukan dari sungai Kokuba dan Noha dengan pasang-surut dari laut Cina selatan. Sampel yang didapatkan dalam penelitian ini adalah mangrove jenis

Kandelia candel, sedimen, dan makrozoobentos seperti unindetified cerithidae,

Cassidulae mustelina, Peroni verruculata, unindetifiedgrapsidae, dan

unindetifieduca dengan kedalaman perairan 0 cm (Lampiran 13).

Ekosistem mangrove di Manko memiliki jenis seperti Kandelia candel, Bruguiera gymnorhiza, Rhizopora stylosa, dan Excoecaria agallocha. Menurut Mchenga et al. (2007)mangrove jenis K. candel yang ditemukan merupakan jenis yang dominan di Manko area. Karakteristik dari sedimen Manko adalah black, soft clay atau sandy mud (Islam et al. 2004). Menurut Islam et al. (2002) ekosistem mangrove Manko ditemukan makrozoobentos seperti krustacea, moluska, ikan, dan policaeta dengan 13 famili yang pola distribusinya berbeda-beda dan dipengaruhi oleh tempat makan.

Makrozoobentos yang dapat ditemukan didalam Manko area adalah dari kelas gastropoda dan krustacea. Kelas gastropoda yang tidak ditemukan di Manko area oleh Islam et al. (2002) adalah dari famili Onchidiidae dan Potamididae, akan tetapi dapat ditemukan dalam penilitian ini dan dapat ditemukan hampir diseluruh wilayah Jepang (Okutani 2000). Famili Onchidiidae merupakan jenis gastropoda yang tidak bercangkang yang ditemukan di ekosistem darat sampai ke ekosistem mangrove. Spesies yang ditemukan di Manko adalah Peroni verruculata merupakan jenis keong yang habitatnya di mangrove. Selain itu, ada beberapa spesies dari Onchidiidae yang habitatnya di ekosistem mangrove di Jepang seperti Onchidium struma (Okutani 2000). Potamididae merupakan famili yang dominan ditemukan di ekosistem mangrove (Okutani 2000; Lopes et al. 2009; Mujiono 2009).

Famili Grapsidae merupakan burrowing sesarmid dan Ocypodidae

merupakan tipe fiddler (Kristensen 2008), dari kelas krustacea yang dominan ditemukan di ekosistem mangrove (Lee 2008). Keanekaragaman dan kepadatan yang tinggi Grapsidae berada di ekosistem mangrove, dengan sebagian berada di barat Indo-pasifik, merupakan famili yang memiliki fungsi penting hubungannya dengan nutrien terlarut di ekosistem mangrove (Nagelkerken et al.


(45)

29

4.2. Isotop Karbon dan Nitrogen Sumber Makanan

Produsen primer di ekosistem lamun Pulau Pari memiliki rerata nilai isotop karbon dan nitrogen bervariasi (Tabel 2). Nilai rerata karbon (δ13C) dalam penelitian ini dari daun lamun E. acoroides adalah -5,56 ‰, sedangkan untuk nitrogennya (δ15

N) 2,41 ‰. Nilai rerata isotop karbon dari C. rasemosa adalah -17,11 ‰, sedangkan untuk nitrogennya 3,31 ‰. Nilai rerata isotop karbon dari spons -19,82 ‰, sedangkan untuk nitrogennya 3,97 ‰.

Tabel 2 Rerata nilai (SD) δ15N dan δ13C (‰) potensi sumber makanandi ekosistem lamun Pulau Pari.

Biota δ

13

C δ15N

Rerata Kisaran Rerata Kisaran

Haliclona spp. -19,82 -19,71 s/d -19,90 3,97 3,9 s/d 4,0

C. rasemosa -17,11 -16,27 s/d -17,70 3,31 3,1 s/d 3,5

E. acoroides -5,56 -5,39 s/d -5,70 2,41 2,3 s/d 2,5

Hasil isotop karbon dan nitrogen dari Haliclona spp., C. rasemosa, dan E.

acoroides masuk kedalam kisaran dari penelitian sebelumnya (Tabel 3). Hasil nilai rerata karbon dari spesies daun lamun E. acoroides dari penelitian ini memiliki kemiripan dengan hasil yang ditunjukkan oleh McMillan et al. (1980) yaitu -5,8 ‰ dan Vonk et al. (2008) di kePulauan Spermonde, Sulsel, yaitu -7,1 ‰. Hasil yang berbeda ditunjukkan oleh Loneragan et al. (1997), nilai isotop karbon lebih rendah di Australia yaitu -10 ‰ sampai dengan -9 ‰ dan Yamamuro et al. (2004) di Thailand yaitu -10,51 ‰ sampai dengan -8,06 ‰. Nilai karbon pada daun lamun memiliki kisaran pada penelitian sebelumnya oleh McMillan et al. (1980) dan Hemminga dan Mateo (1996) yaitu berkisar antara -23,8 sampai dengan -4,9 ‰. Nilai isotop karbon yang berbeda-beda mungkin dikarenakan adanya pengaruh dari faktor fisik seperti turbiditas (Kiswara et al.

2005), habitat (McMillan et al. 1980), cahaya dan temperatur. Menurut Griceet al. (1996) cahaya mempengaruhi nilai δ13

C yang ada di lamun, hal ini dikarenakan meningkatnya 13C dari sumber C eksternal dan meningkatnya penggunaan kembali (recycling) dari CO2. Nilai karbon yang ada di daun merupakan

gambaran dari sumber karbon, cahaya matahari, dan temperatur (Hemminga dan Mateo 1996).


(46)

30

Tabel 3 Nilai kisaran δ13C dan δ15N potensi sumber makanan di ekosistem lamun.

Biot a δ13C δ15N

E. acor oides - 23,8 s/ d - 4,9a 1 s/ d 4b

Haliclona spp. - 24 s/ d - 21c 4 s/ d 12c

C. rasemosa - 10,3 s/ d 34,8d 2 s/ d 4e

Ket: a = McMillan et al. (1980) dan Hemminga dan Mateo (1996) b = Yamamuro et al. (2004) dan Vonk et al. (2008) c = Thurber (2005)

d = Adin dan Riera (2003); Alfaro et al. (2006); Kang et al. (2008) e = Kang et al. (2008)

Nilai isotop nitrogen dari daun lamun dalam penelitian ini masuk kedalam kisaran dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Yamamuro et al. (2004), yaitu dengan rerata 1,28 sampai dengan 2,93 ‰ dan Vonk et al. (2008) yang nilai nitrogennya 3,4 ‰. Hal ini menunjukkan bahwa, nilai isotop nitrogen dari daun lamun di Pulau Pari memiliki kemiripan. Selain itu, faktor fisik seperti kandungan nutrien di perairan mungkin memiliki kondisi yang sama dengan lokasi penelitian ini. Menurut Griceet al. (1996), masukkan dari antropogenik dapat mendekati nilai nitrogen yang ada di lamun.

Nilai isotop karbon dari makroalga seperti Caluerparasemosa tergolong kedalam tumbuhan kelompok C4. Menurut Lobban dan Harrison (1997) dan

Michener dan Kaufman (2007), sebagian besar dari makroalga tergolong kedalam tumbuhan yang memiliki siklus C4 dan sedikit tergolong C3. Isotop

karbon dan nitrogen dari alga hijau seperti C. rasemosa, masuk kedalam kisaran dengan makroalga di penelitian sebelumnya (Adin dan Riera 2003; Alfaro et al. 2006; Kang et al. 2008) yaitu antara -10,3‰ sampai dengan 34,8 ‰ untuk karbon. Jenis alga hijau memiliki nilai isotop karbon antara -10,3‰ sampai dengan 18,3 ‰ dan nitrogen 2,8 ‰ sampai dengan 4,2 ‰ (Kang et al. 2008). Hasil yang berbeda ditunjukan dari makroalga jenis Sargassum spp. dan epifit daun lamun yang memiliki nilai isotop karbonyang lebih kaya yaitu 13,6 ‰ dan -12,90 ‰, sedangkan nilai isotop nitrogen memiliki kemiripan yaitu 3,10 ‰(Vonk

et al. 2008).Biota spons Haliclona spp. memiliki nilai isotop karbon dan nitrogen yang masuk kedalam kisaran penelitian sebelumnya, yaitu -21 dan -24 ‰ untuk karbon dan 4 sampai dengan 12 ‰ untuk nitrogen (Thurber 2005).

Hasil uji normalitas pada datakarbon dan nitrogen dari sampel potensi sumber makanan di ekosistem lamun Pulau Pari memiliki nilai yang terdistribusi normal (Kolmogorov-Smirnov; α=5%) yang ditunjukan pada Lampiran 3. Nilai antara karbon (δ13

C) dan nitrogen (δ15N) dari sampel potensi sumber makanan memiliki perbedaan yang nyata (ANOVA; p<0.05), dapat dilihat pada Lampiran 4.


(47)

31

Rerata nilai karbon isotop stabil daun mangrove K. candel memiliki nilai -29,81 ‰ dan sedimen nilai rerata karbon -24,23 ‰, sedangkan hasil rerata dari nilai nitrogen isotop stabil daun mangrove 11,0 ‰dan dari sedimen 7,2 ‰ (Tabel 4).

Tabel 4 Rerata nilai (SD) δ15N dan δ13C (‰) potensi sumber makanandi ekosistem mangrove Manko.

Biota δ

13

C δ15N

Rerata Kisaran Rerata Kisaran

K. candel - 29,81 -27,83 s/d -31,80 11 8,6 s/d 15,2

Sedimen mangrove - 24,23 -21,39 s/d -25,94 7,2 6,8 s/d 7,6 Nilai isotop karbon dan nitrogen dari potensi sumber makanan di ekosistem mangrove Manko bervariasi. Nilai isotop karbon dari produsen (K. candel) masuk kedalam rerata nilai karbon daun mangrove didunia yaitu 35 ‰ sampai dengan -22 ‰ (Bouillon et al. 2008)dan masuk kedalam kisaran dari penelitian sebelumnya (Tabel 5). Nilai isotop karbon menunjukkan bahwa tumbuhan mangrove termasuk kedalam kelompok C3 didarat. Hasil dari nilai isotop karbon

dalam penelitian ini memiliki kemiripan dari hasil penelitian yang dilakukan pada spesies yang sama K. candel di Taiwan yaitu -28,3 ‰ (Hsieh et al. 2002) dan di pantai Ohura, Pulau Okinawa yaitu -27,5 ‰ (Doi et al. 2009). Pada spesies yang berbeda, nilai isotop karbon K. candel memiliki kemiripan dengan Avicennia marina -28,8 ‰, dan Rhizophora mucronata -27,5‰ (Lopes et al. 2009), dan

Avicennia marina -27,8 ‰ (Nerot et al. 2009).

Tabel 5 Nilai kisaran δ13C dan δ15N potensi sumber makanan di ekosistem mangrove.

Biot a δ13C δ15N

K. candel - 35 s/ d - 22a 5 s/ d 11b Sedim en m angrov e - 25 s/ d - 23c 1 s/ d 15d

Ket: a = Bouillon et al. (2008) b = Doi et al. (2009) c = Hsieh et al. (2002)

d = Bouillon et al. (2004) dan Lopes et al. (2009)

Jenis daun mangrove K. candel memiliki rerata nilai isotop nitrogen 11 ‰. Nilai isotop nitrogen daun mangrove K. candel lebih kaya dari K. candel yang ditemukan di Ohura yang memiliki nilai 5,8 ‰ (Doi et al. 2009) dan lebih kaya dari jenis Avicennia marina dan Rhizopora mucronata yaitu berkisar dari 0 sampai dengan 9 ‰ (Bouillon et al. 2002, 2004; Nerot et al. 2009; Lopes et al.

2009). Hal ini mungkin dikarenakan nitrogen yang ada di makhluk hidup sebagian besar berasal atmosfir kemudian masuk ke dalam produsen primer


(48)

32

seperti tumbuhan dalam bentuk N2 yang sebagian besar berasal dari reduksi

oleh mikroorganisme (Marshall et al. 2007). Selain itu, perbedaan nilai nitrogen dari spesies tumbuhan yang berbeda-beda bervariasi karena dipengaruhi olehlingkungan seperti umur tumbuhan (Werry dan Lee 2005), kondisi tanah, pengkayaan nutrien, dan fisiologi tumbuhan (Marshall et al. 2007).

Sedimen yang ada di mangrove Manko memiliki nilai isotop karbon dan nitrogen yaitu -24,23 ‰ dan 7,2 ‰, secara berurutan (Tabel 4). Nilai karbon di sedimen Manko area memiliki kemiripan dengan sedimen di Taiwan yang ditumbuhi jenis mangrove yang sama, yaitu berkisar antara -25,3 ‰ sampai dengan -25,5 ‰ (Hsieh et al. 2002) dan dengan sedimen di Ohura yaitu -23,9 ‰, sedangkan nilai isotop nitrogen yaitu 4,4 ‰ (Doi et al. 2009). Nilai isotop karbon di K. candel yang lebih rendah dari sedimen, hal ini menunjukkan bahwa nilai karbon daun mangrove tidak memberikan kontribusi yang besar terhadap sedimen melalui detritus dan kerapatan kanopi. Nilai isotop karbon pada mangrove dan lamun yang hidup memiliki nilai yang sama dengan dekomposisi mangrove dan lamun (Zieman et al. 1984). Kerapatan kanopi dari individu

mangrove dapat mempengaruhi kontribusi carbon dan nitrogen di

sedimen(Lopes et al. 2009). Selain itu, diduga bahwa sumber utama karbon dan nitrogen berasal dari bakteri dan mikrofitobenthos (autochtonous) (Pape et al.

2008).

Nitrogen di sedimen lebih tinggi dari penelitian Bouillon et al. (2004) yaitu rata-ratanya 1,4 ‰ sampai dengan 4,0 ‰ dan dari penelitian Doi et al. (2009) nilai nitrogennya 4,4 ‰. Hasil dari penelitian Lopes et al. (2009), menunjukkannilai isotop nitrogen yang lebih rendah yaitu 8,7 ‰ sampai dengan 15,8 ‰. Tingginya nilai nitrogen di sedimen diduga sumber nitrogen berasal

cyanobacteria dan liken (lichens) yang memfiksasi nitrogen (Evans 2007) atau masukkan nitrogen dari sungai. Selain itu, diduga ada pengaruh dari suhu lingkungan karena iklim pada lokasi penelitian masuk kedalam musim panas.

Sumber karbon dan nitrogen di daerah estuari/mangrove, rasio isotop bervariasi dikarenakan ada percampuran antara organik terlarut dari daratan seperti plankton, serasah tumbuhan darat, dan dari laut seperti plankton laut, alga, serasah tumbuhan laut. Menurut Wada et al. (1991), variasi isotop dikarenakan adanya sumber yang berasal dari organik terlarut dari darat seperti fitoplankton dan tumbuhan lamun. Selain itu, menurut Bouillon et al. (2000, 2002,


(49)

33

2004), masukkan dari organik seperti serasah daun mangrove memberikan kontribusi terhadap adanya percampuran karbon dan nitrogen yang tinggi.

Hasil uji normalitas pada datakarbon dan nitrogen dari daun mangrove dan sedimen di ekositem mangrove Manko memiliki nilai yang terdistribusi normal (Kolmogorov-Smirnov; α=5%) yang ditunjukan pada lampiran 6.Nilai antara isotop karbon dan nitrogen dari potensi sumber makanan memiliki perbedaan yang nyata (ANOVA; p<0.05), dapat dilihat pada lampiran 9.

4.2. Isotop Karbon dan Nitrogen Makrozoobentos

Nilai isotop karbon dari konsumen Chlamydinae spp. di Pulau Pari adalah -13,74 ‰, sedangkan untuk nitrogennya adalah 5,25 ‰ (Tabel 6). Nilai isotop dari spesies Chlamydinae spp. memiliki kemiripan dengan spesies Pecten maximus

(famili Pectenidae) yaitu -16,6 ‰ untuk karbon dan 8,5 ‰ untuk nitrogen dengan perbedaan ± 3 ‰ (Lorrain et al. 2002) (Tabel 7). Pada biota yang berbeda famili, terdapat perbedaan yang signifikan seperti pada biota Crassostrea gigas rerata dari nilai karbon -22,0 sampai dengan -20,7 ‰ dan nitrogen 4,7 sampai dengan 9,4 ‰.

Tabel 6 Rerata nilai (SD) δ15N dan δ13

C (‰) makrozoobentosdi ekosistem lamun Pulau Pari.

Biota δ13C δ15N

Rerata Kisaran Rerata Kisaran

Chlamydinae spp. -13,74 -13,42 s/d -14,14 5,25 5,0 s/d 5,4

Makrozoobentos seperti Mytilus edulis, rerata dari nilai karbon -22,0 sampai dengan -20,1 ‰ dan nitrogen 4,3 sampai dengan 8,5 ‰ (Riera 2007). Nilai karbon dan nitrogen yang berbeda-beda pada biota kerang (kelas Bivalvia) karena di pengaruhi oleh musim, umur, jaringan tubuh (Aya dan Kudo 2010), dan musim (Kasai et al. 2004). Selain itu, mungkin dikarenakan perbedaan metabolisme tubuh dari masing-masing biota (Lorrain et al. 2002; Paulet et al. 2006). Pada beberapa kasus, tingginya nilai nitrogen pada makrozoobentos, disebabkan karena masukkan nitrogen antropogenik dari sungai kemudian di asimilasi oleh makrobentik (Riera et al. 2000).

Tabel 7 Nilai kisaran δ13C dan δ15NChlamydinaespp. di ekosistem lamun.

Biot a δ13C δ15

N Su m be r


(1)

59

Lampiran 8 Uji normalitas (Kolmogorov-Smirnov) data δ

13

C dan δ

15

N ekosistem

mangrove Manko.


(2)

60

Lampiran 9

Analisis ANOVAδ

13

C dan δ

15

N konsumen dan produsen ekosistem

mangrove Manko.

ANOVA Konsumen δ15

N Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 61.710 4 15.428 13.244 .000

Within Groups 43.100 37 1.165

Total 104.810 41

ANOVA Konsumen δ13C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 61.002 4 15.250 14.166 .000

Within Groups 39.833 37 1.077

Total 100.835 41

ANOVA Produsen δ13C

Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 139.979 1 139.979 34.826 .000

Within Groups 64.310 16 4.019

Total 204.289 17

ANOVA Produsen δ15

N Sum of Squares df Mean Square F Sig.

Between Groups 62.037 1 62.037 12.488 .003

Within Groups 79.483 16 4.968


(3)

61

Lampiran 10 Uji Tukey δ

15

N konsumen ekosistem mangrove Manko.

Multiple Comparisons

δ

15

N

Tukey HSD

(I) inisial (J) perlakuan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower

Bound

Upper Bound

Pottamidae Ellobiidae .54197 .50878 .823 -.9166 2.0006

Onchidiidae -1.17894 .50878 .162 -2.6375 .2797

Graspidae -2.04431* .50878 .002 -3.5029 -.5857

Uca -2.88042* .56884 .000 -4.5112 -1.2497

Ellobiidae Pottamidae -.54197 .50878 .823 -2.0006 .9166

Onchidiidae -1.72091* .50878 .014 -3.1795 -.2623

Graspidae -2.58628* .50878 .000 -4.0449 -1.1277

Uca -3.42239* .56884 .000 -5.0531 -1.7916

Onchidiidae Pottamidae 1.17894 .50878 .162 -.2797 2.6375

Ellobiidae 1.72091* .50878 .014 .2623 3.1795

Graspidae -.86537 .50878 .446 -2.3240 .5932

Uca -1.70148* .56884 .037 -3.3322 -.0707

Graspidae Pottamidae 2.04431* .50878 .002 .5857 3.5029

Ellobiidae 2.58628* .50878 .000 1.1277 4.0449

Onchidiidae .86537 .50878 .446 -.5932 2.3240

Uca -.83611 .56884 .588 -2.4669 .7946

Uca Pottamidae 2.88042* .56884 .000 1.2497 4.5112

Ellobiidae 3.42239* .56884 .000 1.7916 5.0531

Onchidiidae 1.70148* .56884 .037 .0707 3.3322

Graspidae .83611 .56884 .588 -.7946 2.4669


(4)

62

Lampiran 11 Uji Tukey δ

13

C konsumen ekosistem mangrove Manko.

Multiple Comparisons

responC Tukey HSD

(I) inisial (J) perlakuan

Mean Difference

(I-J) Std. Error Sig.

95% Confidence Interval Lower Bound

Upper Bound

Pottamidae Ellobiidae 2.66011* .48912 .000 1.2579 4.0623

Onchidiidae .18286 .48912 .996 -1.2194 1.5851

Graspidae 1.89817* .48912 .004 .4959 3.3004

Uca -.53187 .54685 .866 -2.0996 1.0359

Ellobiidae Pottamidae -2.66011* .48912 .000 -4.0623 -1.2579 Onchidiidae -2.47726* .48912 .000 -3.8795 -1.0750

Graspidae -.76194 .48912 .533 -2.1642 .6403

Uca -3.19198* .54685 .000 -4.7597 -1.6242

Onchidiidae Pottamidae -.18286 .48912 .996 -1.5851 1.2194

Ellobiidae 2.47726* .48912 .000 1.0750 3.8795

Graspidae 1.71531* .48912 .010 .3131 3.1175

Uca -.71472 .54685 .689 -2.2825 .8530

Graspidae Pottamidae -1.89817* .48912 .004 -3.3004 -.4959

Ellobiidae .76194 .48912 .533 -.6403 2.1642

Onchidiidae -1.71531* .48912 .010 -3.1175 -.3131

Uca -2.43003* .54685 .001 -3.9978 -.8623

Uca Pottamidae .53187 .54685 .866 -1.0359 2.0996

Ellobiidae 3.19198* .54685 .000 1.6242 4.7597

Onchidiidae .71472 .54685 .689 -.8530 2.2825

Graspidae 2.43003* .54685 .001 .8623 3.9978


(5)

63

Lampiran 12 Hasil pengambilan biota di ekosistem lamun dan mangrove.

Biota

Spesies

Stasiun

N

Kerang

Chlamydinae spp.

I, II, III

11

Spons

Haliclona spp.

I, II, III

3

Makroalga

Caluerpa rasemosa

I, II, III

3

Daun lamun

Enhalus acoroides

I, II, III

3

N:Jumlah biota

Kelas

Famili

Genus

Spesies

Statiun

N

Gastropoda

Potamididae Cerithidae

Unidentified cerithidae I, II, III

23

Ellobiidae

Cassidulae

Cassidulae mustelina

I, II, III

15

Onchidiidae

Peroniae

Peroni verruculata

I, II, III

4

Crustacea

Grapsidae

Grapsidae

Unidentified

grapsidae

I, II, III

3

Ocypodidae Uca

Unidentified uca

I dan II

3

Daun Mangrove

Rhizophorae Kandelia candel

I, II, III

Sedimen

-

-

I, II, III


(6)

64

Lampiran 13 Hasil rerata kedalaman, suhu, dan salinitas di ekosistem lamun

Pulau Pari dan ekosistem mangrove Manko.

No StasiunPulau

Pari

Kedalaman

(cm)

Suhu

(

o

C)

Salinitas

(‰)

Lokasi

1

I

105

29

34

Pulau Kongsi

2

II

110

30

27

Pulau Tengah

3

III

34

32

34

Pulau Burung

Rerata total

83

30,3

31,6

No

Stasiun

mangrove

Manko

Kedalaman (cm)

Suhu (

o

C)

Salinitas (‰)

1

I

0

0

0

2

II

0

0

0

3

III

0

0

0