Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera

(1)

K

K

A

A

J

J

I

I

A

A

N

N

P

P

O

O

T

T

E

E

N

N

S

S

I

I

D

D

A

A

N

N

P

P

E

E

N

N

G

G

E

E

L

L

O

O

L

L

A

A

A

A

N

N

E

E

K

K

O

O

S

S

I

I

S

S

T

T

E

E

M

M

M

M

A

A

N

N

G

G

R

R

O

O

V

V

E

E

D

D

I

I

K

K

E

E

C

C

A

A

M

M

A

A

T

T

A

A

N

N

J

J

A

A

I

I

L

L

O

O

L

L

O

O

S

S

E

E

L

L

A

A

T

T

A

A

N

N

K

K

A

A

B

B

U

U

P

P

A

A

T

T

E

E

N

N

H

H

A

A

L

L

M

M

A

A

H

H

E

E

R

R

A

A

B

B

A

A

R

R

A

A

T

T

M

M

O

O

C

C

H

H

T

T

A

A

R

R

M

M

U

U

H

H

A

A

M

M

M

M

A

A

D

D

T

T

A

A

H

H

E

E

R

R

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R

2011


(2)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Potensi dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan

Kabupaten Halmahera Barat adalah benar hasil karya saya sendiri dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir tesis ini.

Bogor, September 2011

Mochtar Muhammad Taher C252070161


(3)

ABSTRACT

MOCHTAR MUHAMMAD TAHER, Study of Potential and Mangrove Ecosystem Management In South Jailolo District Of West Halmahera. Under direction of M. MUKHLIS KAMAL and ZAIRION

Mangrove ecosystem in South Jailolo District has many functions for coastal area. This is a concern because the extent of mangrove ecosystems decreases from year to year due to the exploitation and conversion for various purposes without considering the ecological functions and physical function of mangrove ecosystems. This research aim to describe about potential and existing condition of mangrove ecosystem and also to give directive policy strategic for Management of mangrove ecosystem in this area. This study aims to determine the condition of mangrove ecosystems in the District of South Jailolo, assessing the potential ecological and economic impacts of mangrove ecosystems and how big a reduction in mangrove area over the past 17 years, and then set the strategy of sustainable management of mangrove ecosystems This research use primary and secondary data. Primer data gathering done by sampling, field observation, quistioner, and open interview ended and in depth interview in the research area. Secondary data gathering by unravel various literature, and related institution. Although the reduction in mangrove forest area is still in small quantities, to maintain the sustainability and ecological function it needs to management strategies. Results of analysis for management strategies found that is conservation to preserve the mangrove ecosystem area (34%), managing the mangrove ecosystem as ecotourism (32%), conservation of mangrove land as aquaculture area (21%) and make local regulations for the management of mangrove ecosystems (13%)

Key word : mangrove ecosystem, degradation, sustainable use, management policy.


(4)

RINGKASAN

MOCHTAR MUHAMMMAD TAHER, Kajian Potensi dan Pengelolaan ekosistem Mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat. Dibimbing oleh M.MUKHLIS KAMAL dan ZAIRION

Ekosistem mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat mempunyai peranan penting bagi keberlanjutan kawasan pesisir dan laut di sekitarnya. Namun hal ini menjadi perhatian karena luasan ekosistem mangrove semakin berkurang dari tahun ke tahun akibat dari eksploitasi dan konversi untuk berbagai tujuan tanpa mempertimbangkan fungsi ekologis dan fungsi fisik dari ekosistem mangrove. Penelitian ini dilaksanankan selama 6 (enam) bulan yaitu mulai bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009, bertempat di ekosistem mangrove Kecamatan Jailolo Selatan, Kabupaten Halmahera Barat. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kondisi ekosistem mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan saat ini, mengkaji potensi ekologis dan ekonomi dari ekosistem mangrove dan seberapa besar terjadinya pengurangan luasan mangrove selama kurun waktu 17 tahun. Sehingga dengan demikian akan diketahui seberapa besar tingkat kerusakan dan kemudian menentukan strategi pengeloaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan di Kecamatan Jailolo. Dari data diperoleh melalui sampling, pengamatan lapangan, data citra satelit dan informasi responden, hasil studi menunjukkan bahwa telah terjadi pengurangan luas hutan mangrove sebesar 187 ha dalam kurun waktu 17 tahun (1990-2007). Walaupun pengurangan luas hutan mangrove masih dalam jumlah yang kecil, namun untuk tetap mempertahankan keberlanjutan dan fungsi ekologisnya maka perlu dilakukan strategi pengelolaan sebelum terjadi pengurangan jumlah yang lebih besar lagi. Hasil analisis untuk strategi pengelolaan didapatkan hasil yaitu konservasi untuk tetap mempertahankan luas ekosistem mangrove (34%), mengelola ekosistem mangrove sebagai kawasan ekowisata (32%), konservasi lahan mangrove sebagai kawasan budidaya (21%) dan membuat peraturan daerah untuk pengelolaan ekosistem mangrove (13%)

Berdasarkan hasil pengamatan dan analisis data, diketahui bahwa tingkat pengambilan cerucuk adalah 32.400 batang / tahun dengan nilai manfaat langsung Rp.113.400.000,- sedangkan untuk pengambilan kayu bakar adalah sebesar sebesar 8.388 ikat pertahun, dimana pada satu ikat kayu terdiri dari 12 batang dengan nilai manfaat langsung pertahun sebesar Rp.58.716.000,-. Berdasarkan tabulasi data dan perhitungan persentase tentang persepsi masyarakat di Kecamatan Jailolo Selatan didapatkan nilai rata – rata 54,61 % dengan demikian maka persepsi masyarakt tentang pengelolaan ekosistem adalah baik. Walaupun melalui perhitungan kuisioner termasuk nilai baik, namun nilai ini juga merupakan nilai yang memprihatinkan, karena apabila nilai rata-ratanya dibawah 50%, maka maka nilai ini sudah masuk pada kategori kurang baik.

Kata Kunci : Ekosistem mangrove, degradasi, pemanfaatan berkelanjutan, manejemen kebijakan.


(5)

©

Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-undang

1) Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah

b. pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2

2)) Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atas seluruh Karya tulis dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.


(6)

KAJIAN POTENSI DAN PENGELOLAAN

EKOSISTEM MANGROVE DI KECAMATAN

JAILOLO SELATAN KABUPATEN HALMAHERA BARAT

MOCHTAR MUHAMMAD TAHER

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

B O G O R


(7)

(8)

Judul Tesis : Kajian Potensi dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat

Nama : Mochtar Muhammad Taher

NIM : C252070161

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc Ir. Zairion, M.Sc

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc.Agr


(9)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas limpahan rahmat dan karunianya sehingga penulisan tesis dengan judul Kajian Potensi dan Pengelolaan Ekosistem Mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat dapat diselesaikan. Penulisan tesis ini adalah merupakan salah satu persyaratan untuk memperoleh gelar Magister Sains pada program studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini tidak lupa penulis sampaikan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M.Sc dan Bapak Ir. Zairion, M.Sc selaku komisi pembimbing serta Bapak Prof. Dr. Ir. Mennofatria Boer, DEA selaku Ketua Program Studi SPL atas

semua perhatian, bimbingan dan arahan sehingga terselesaikannya tulisan ini. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Pemerintah Daerah Kota Ternate atas izin, tugas belajar dan bantuan dana pendidikan , Pemerintah Daerah Halmahera Barat serta Pemerintah Provinsi Maluku atas bantuan dana penelitian selama penulis menempuh pendidikan Pascasarjana. Ungkapan

terima kasih juga disampaikan kepada kedua orang tuaku tercinta Drs. Lutfi Muhammad Taher (Almarhum) dan Ibu Nuraini Lutfi , Isteri dan

anakku tercinta Alwiah Alhadar, SE dan Muhammad Zaky Amani serta seluruh

keluarga atas doa, kasih sayang dan motivasi yang diberikan selama penulis menempuh pendidikan.

Akhirnya semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat.

Bogor, September 2011


(10)

RIWAYAT HIDUP

Penulis lahir pada tanggal 7 Agustus 1975 di Jailolo Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Penulis merupakan putra kedua dari tiga bersaudara dengan Ayah Drs. Lutfi Muhammad Taher (almarhum) dan Ibu Nuraini Lutfi.

Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah Dasar di SD Islamiyah III Ternate pada tahun 1987, kemudian melanjutkan studi ke SMP Negeri I Ternate dan selesai pada tahun 1990. Tahun 1993 penulis menyelesaikan pendidikan menengah atas di SMA Negeri 4 Ternate. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan studi di Universitas Khairun (UNKHAIR) Ternate, pada Fakultas Pertanian, Jurusan Manajemen Sumberdaya Perikanan (MSP) Penulis menyelesaikan pendidikan sarjana pada tahun 1998. Pada tahun 2000 penulis diterima dan diangkat sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Pemerintah Daerah Kota Ternate dan ditempatkan pada Dinas Kelautan dan Perikanan, kemudian pada tahun 2007 penulis mendapat kesempatan tugas belajar untuk melanjutkan studi di Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB) pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan (SPL) yang dibiayai oleh Pemerintah Daerah Kota Ternate.


(11)

i

Halaman

DAFTAR TABEL ...

DAFTAR GAMBAR ...

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

iv v

1. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang ... 1.2. Perumusan Masalah ... 1.3. Tujuan dan Manfaat ... 1.4. Kerangka Pemikiran ...

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Mangrove ... 2.2. Fungsi dan Manfaat Mangrove ... 2.3. Zonasi dan Struktur Vegetasi Mangrove... 2.4. Peranan Mangrove bagi Biota laut ... 2.5. Asosiasi Mangrove Dengan Biota Laut ... 2.6. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Kehidupan Mangrove... 2.7. Faktor Pembatas Ekosistem Mangrove ... 2.8. Kerusakan Ekosistem Mangrove ... 2.9. Pentingnya Pengelolaan Ekosistem Mangrove... 2.10.Masyarakat Pesisir ...

2.10.1. Karakteristik Masyarakat Pesisir ... 2.10.2. Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Hutan Mangrove ... 2.10.3. Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan

Ekosistem Mangrove ……….

2.11. Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove ...

3. METODE PENELITIAN

3.1. Waktu dan Tempat Penelitian ... 3.2. Metode Pengumpulan Data ... 3.2.1. Data Primer ... 3.2.2. Data Sekunder ... 3.3. Data Sosial Ekonomi Masyarakat dan Strategi Pengelolaan ………… 3.4. Analisa Data ...

3.4.1. Analisis Ekologis Mangrove... 3.4.2. Analisis Data Luasan Mangrove ...

1 2 3 4 6 7 8 10 11 11 15 19 22 22 22 23 24 25 27 27 29 30 30 31 31


(12)

ii

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 4.1.1. Kondisi Fisik Wilayah... 4.1.2. Penggunaan Lahan... 4.1.3. Kependudukan ... 4.1.4. Kondisi Fisik Kecamatan Jailolo ...

4.1.5. Pasang Surut ………

4.1.6. Aksesibilitas ……… 4.1.7. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat ……….. 4.2. Ekosistem Mangrove...

4.2.1. Luas Ekosistem Mangrove Kecamatan Jailolo Selatan……….... 4.2.2. Struktur Vegetasi Ekosistem Mangrove di Lokasi Penelitian … 4.2.3. Kerapatan Jenis, Frekuensi Jenis dan Penutupan Jenis………. 4.2.4. Kondisi Fisik dan Kimia Perairan Lokasi Penelitian …………... 4.2.5. Keanekaragaman, Keseragaman dan Dominasi ……….. 4.3. Persepsi Masyarakat Terhadap Ekosistem Mangrove ... 4.4. Pengambilan Cerucuk dan Kayu Bakar ………. 4.5. Strategi Pengelolaan Ekosistem mangrove………...

4. KESIMPULAN DAN SARAN ...

DAFTAR PUSTAKA ...

LAMPIRAN ... 36 36 37 37 39 41 42 42 43 43 48 51 53 54 56 57 58 60 61 66


(13)

iii

Halaman

1. Ikhtisar dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove ... 18

2. Contoh beberapa alternatif pengelolaan ekosistem mangrove ……….. 25

3. Titik lokasi pengambilan sampel ………... 28

4. Jumlah penduduk berdasarkan jenis kelamin... 38

5. Jumlah, kepadatan dan distribusi penduduk……….. 39

6. Rangkuman data klimatologi tahunan... 40

7. Penurunan jumlah luas hutan mangrove……….. 44

8. Komposisi jenis mangrove yang terdapat pada lokasi penelitian... 49

9. Jenis dan jumlah individu yang tersebar pada stasiun I………. 49

10.Jenis dan jumlah individu yang tersebar pada stasiun II………. 50

11.Jenis dan jumlah individu yang tersebar pada stasiun III………. 50

12.Analisis vegetasi mangrove di stasiun I ...……….. 52

13.Analisis vegetasi mangrove di stasiun II ……… 52

14.Analisis vegetasi mangrove di stasiun III ……… 53

15.Keanekaragaman jenis, dominasi jenis dan keseragaman mangrove di stasiun I ……….. 55

16.Keanekaragaman jenis, dominasi jenis dan keseragaman mangrove di stasiun II ……….. 55

17.Keanekaragaman jenis, dominasi jenis dan keseragaman mangrove di stasiun III ……….. 55


(14)

iv

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ... 5

2. Lokasi Penelitian ... 27

3. Skema penempatan petak contoh……… 28

4. Prediksi sirkulasi pasang surut bulan September 2009………. 41

5. Peta penyebaran dan luas mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan tahun 2007………. 45

6. Peta penyebaran dan luas mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan Tahun 2001 ……….. 46

7. Peta penyebaran dan luas mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan Tahun 1990 ………. 47

8. Goal Skenario Keputusan ... 58

9. Respect goal skenario keputusan terhadap pemerintah masyarakat dan LSM ... 58


(15)

v

Halaman

1 . Tabel inventarisasi survey mangrove ... 66

2 . Tabel Isian Pengamatan Parameter Fisik Dan Kimia Ekosistem Mangrove……….. 67

3 . Tabel isian pengamatan terhadap fauna teresterial dan fauna aquatik yang ditemukan... 67

4 . Pedoman wawancara penelitian ekosistem mangrove ... 68

5 . Tabel Isian Manfaat Langsung Kayu Bakar ... 73

6 . Hasil pengamatan dan pengukuran pada stasiun I ………... 74

7 . Hasil pengamatan dan pengukuran pada stasiun II ……….. 76

8 . Hasil pengamatan dan pengukuran pada stasiun III……….. 78

9 . Komposisi jenis fauna akuatik di Kecamatan Jailolo Selatan ... 80

1 0 . Jenis jenis mangrove yang ditemukan dilokasi penelitian ………… 82

1 1 . Pengambilan Data di Lokasi Penelitian ………... 84

1 2 . Goal skenario keputusan ……… 85

1 3 . Hirarki strategi pengelolaan ekosistem mangrove ……… 87


(16)

1.1. Latar Belakang

Ekosistem mangrove memiliki peranan yang sangat penting bagi lingkungan pesisir, baik dari segi fisik, ekologis, dan ekonominya. Oleh karena nilai sosial ekonominya, maka ekosistem mangrove banyak dimanfaatkan dan dikonversi untuk berbagai keperluan (DKP 2007). Menurut Tarigan (2008) Perairan Indonesia dengan garis pantai lebih dari 80.000 km mempunyai hutan mangrove sangat luas yaitu 4,2 juta ha. Hutan mangrove umumnya terdapat di seluruh pantai Indonesia dan hidup serta tumbuh berkembang pada lokasi-lokasi yang mempunyai hubungan pengaruh pasang air (pasang surut) yang merembes pada aliran sungai yang terdapat di sepanjang pesisir pantai.

Mangrove merupakan ekosistem utama pendukung kehidupan yang penting di wilayah pesisir. Selain mempunyai fungsi ekologis penting sebagai penyedia nutrien bagi biota perairan, tempat pemijahan dan asuhan bagi bermacam biota, penahan abrasi, penahan angin, tsunami, penyerap limbah, pencegah intrusi air laut, dan lain sebagainya, hutan mangrove juga mempunyai fungsi ekonomis seperti penyedia kayu, daun-daunan sebagai bahan baku obat obatan, dan lain-lain. Mengingat nilai ekonomis pantai dan hutan mangrove yang tidak sedikit, maka kawasan ini menjadi sasaran berbagai aktivitas yang bersifat eksploitatif (IUCN 2007)

Kecamatan Jailolo Selatan adalah salah satu Kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat yang memiliki luas mangrove cukup besar jika dibandingkan dengan Kecamatan lainnya di Kabupaten Halmahera Barat. Seiring dengan berkembangnya pembangunan dan meningkatnya jumlah penduduk dari tahun ke tahun maka sebagian mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan akhir-akhir ini telah beralih fungsi menjadi kawasan pemukiman, pertambakan, dan lokasi pembangunan lainnya. Walaupun belum ada data yang akurat tentang luasan mangrove yang telah dikonversi untuk berbagai kepentingan, tapi berdasarkan informasi dari masyarakat setempat serta pengamatan langsung dilapangan menunjukan bahwa aktifitas-aktifitas maupun fasilitas yang dibangun tersebut berada pada kawasan sekitar mangrove. Selain itu pada beberapa lokasi terjadinya


(17)

eksploitasi oleh penduduk sekitarnya untuk keperluan pembangunan perumahan dan untuk kebutuhan kayu bakar. Kejadian seperti ini apabila dibiarkan serta tidak dibatasi dan tidak dikelola dengan baik maka dikhawatirkan dalam jangka waktu yang lama, hutan mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan akan habis. Habisnya hutan mangrove ini tentunya akan mengganggu keseimbangan ekologi pada wilayah pesisir di sekitarnya. Dari hasil pengamatan secara langsung di lokasi penelitian menunjukan bahwa mangrove yang ada di Kecamatan Jailolo Selatan pada beberapa tempat tertentu lebih didominasi oleh jenis anakan. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pemanfaatannya cukup tinggi sehingga mangrove jenis pohon hanya sedikit yang terlihat dibandingkan dengan jenis anakan.

Sampai dengan saat ini, penelitian-penelitian mengenai ekosistem mangrove di Kabupaten Halmahera Barat pada umumnya dan khususnya pada Kecamatan Jailolo Selatan masih sangat sedikit. Penelitian-penelitian tersebut hanya sebatas pada analisa vegetasi dan zonasi hutan mangrove. Penelitian yang terfokus pada mengkaji potensi untuk pengelolaan ekosistem mangrove, termasuk kajian ekologi dan ekonominya sampai saat ini belum dilakukan. Menyadari akan pentingnya fungsi dan manfaat ekosistem mangrove, baik langsung maupun tidak langsung maka ekosistem mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan perlu dikaji potensinya saat ini dan selanjutnya ditentukan strategi pengelolaan untuk keberlanjutannya.

1.2. Perumusan Masalah

Peningkatan jumlah penduduk di Kecamatan Jailolo Selatan dari tahun ke tahun dan berkembangnya pembangunan daerah mendorong adanya pemanfaatan sumber daya alam pesisir secara langsung yang berlebihan termasuk mangrove. sehingga luasan mangrove dengan cepat menjadi berkurang. Permasalahan ini terlihat nyata dari berubahnya status mangrove menjadi lahan pemukiman, pertambakan dan lokasi pembangunan daerah berupa jalan dan sarana lainnya. Melalui berbagai kegiatan dan eksploitasi yang berlangsung di sekitar ekosistem mangrove maupun di sekitarnya, pada akhirnya akan menekan keberadaan ekosistem mangrove dan ekosistem lainnya yang berada dikawasan pesisir. Tingkat kerusakan dan konversi lahan vegetasi mangrove sebagian besar


(18)

disebabkan oleh penebangan untuk kepentingan rumah tangga seperti kayu bakar, bahan bangunan rumah penduduk, dan konversi lahan untuk pertambakan.

Berbagai dampak negatif yang mulai dirasakan oleh masyarakat Kecamatan Jailolo selatan khususnya pada daerah sekitar hutan mangrove diantaranya adalah pada tempat – tempat tertentu apabila terjadi air pasang maka kenaikan muka air laut sudah melebihi dari batas sebelumnya. Selain itu apabila pada waktu terjadinya musim ombak besar, air laut dengan mudah masuk sampai mendekati pemukiman penduduk. Kondisi sosial dan ekonomi masyarakat yang tinggal di sekitar ekosistem mangrove serta kurangnnya pemahaman mereka tentang fungsi dan manfaat mangrove merupakan salah satu masalah dalam usaha menyelamatkan ekosistem mangrove.

Oleh karena itu maka beberapa permasalahan yang perlu dikaji adalah: 1) Belum tersedianya data dan informasi mengenai kondisi ekosistem mangrove

di Kecamatan Jailolo Selatan saat ini yang meliputi data vegetasi, luas mangrove, potensi, dominasi jenis dan keragaman jenis.

2) Seberapa besar tingkat kerusakan ekosistem mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan

3) Belum adannya alternatif pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan di Kecamatan Jailolo Selatan.

1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk:

1) Mengetahui kondisi ekosistem mangrove saat ini di Kecamatan Jailolo Selatan.

2) Menganalisis tingkat kerusakan dan mengkaji potensi ekosistem mangrove pada Kecamatan Jailolo Selatan.

3) Menentukan alternatif pengelolaan ekosistem mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan.

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai sumber informasi dasar dan bahan masukan bagi Pemerintah Daerah, masyarakat dan stakeholders di Kabupaten Halmahera Barat dalam pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan.


(19)

1.4. Kerangka Pemikiran Penelitian

Keberadaan mangrove di Kecamatan Jailolo selatan mempunyai fungsi dan manfaat yang besar terhadap kelestarian lingkungan pesisir disekitarnya, tetapi didalam pemanfaatan dan penggunaan lahan baik oleh masyarakat sekitarnya maupun kegiatan pembangunan daerah setempat kurang memperhatikan dampak-dampak yang akan terjadi terhadap ekosistem mangrove. Hal ini berakibat terjadinya pengurangan luas mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan. Pengurangan luas mangrove ini terjadi akibat dari kebiasaan masyarakat dalam memanfaatkan mangrove secara langsung untuk kepentingan kayu bakar, perahu, tiang rumah, pembukaan areal pemukiman, budidaya tambak dan pembangunan sarana dan prasarana lainnya. Sebagian besar masyarakat Kecamatan Jailolo Selatan (75%) bermukim pada kawasan pesisir akan mendorong terus tingkat pemanfaatan dan eksploitasi sumberdaya yang ada di kawasan pesisir. Pemanfaatan yang berlebihan akan mengakibatkan ekosistem mangrove mengalami kerusakan . Pada dasarnya konversi dan pemanfaatan mangrove tidak terlepas dari maksud untuk meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Namun disatu sisi untuk pertimbangan jangka panjang maka kegiatan tersebut harus tetap memperhatikan aspek ekologis yang mempunyai peranan sangat penting.

Melihat dari permasalahan permasalahan yang terjadi di Kecamatan Jailolo Selatan, maka perlu di lakukan penelitian untuk mengkaji potensi yang meliputi sumberdaya mangrove, parameter biofisik mangrove, dan sosial ekonomi masyarakat disekitarnya. Adapun output yang dihasilkan dari seluruh rangkaian penelitian ini adalah rekomendasi untuk strategi pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan di Kecamatan Jailolo Selatan (Gambar 1).


(20)

Gambar 1. Kerangka pemikiran penelitian.

Ekosistem Mangrove Kecamatan Jailolo Selatan

Manfaat Penting Terhadap Lingkungan Pesisir Pemanfaatan dan

Eksploitasi Pembangunan Daerah

Degradasi Ekosistem Mangrove

Sumberdaya Mangrove

Kajian Potensi

Sosial Ekonomi Masyarakat Parameter Biofisik

Mangrove

Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Ekosistem Mangrove Yang Berkelanjutan

Pemerintah Masyarakat


(21)

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Mangrove

Asal kata "mangrove" menurut Macnae (1968) dalam Noor et al. (1999) menyebutkan kata mangrove merupakan perpaduan antara bahasa Portugis mangue dan bahasa Inggris grove. Sementara itu, menurut Mastaller (1997) dalam Noor et al. (1999) kata mangrove berasal dari bahasa Melayu kuno mangi-mangi yang digunakan untuk menerangkan marga Avicennia dan masih digunakan sampai saat ini di Indonesia bagian timur.

Melana et al. (2000) mendefenisikan mangrove adalah sebuah tipe hutan yang tumbuh disepanjang pantai, yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut, berada pada wilayah pantai yang dangkal serta meluas sampai pada sungai yang kadar airnya agak asin, serta saling berinteraksi dan berasosiasi dengan aquatic fauna, faktor-faktor sosial dan fisik dari lingkungan pantai.

Kathiresan dan Bingham (2001) mendefinisikan hutan mangrove sebagai

hutan yang terutama tumbuh pada tanah lumpur di daerah pantai dan muara sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera, Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora dan Nypa. Pada dasarnya, menurut Wightman (1989) yang lebih penting untuk diketahui tentang komunitas mangrove adalah menentukan mana yang termasuk dan mana yang tidak termasuk mangrove. Dia menyarankan seluruh tumbuhan vaskular yang terdapat di daerah yang dipengaruhi pasang surut termasuk mangrove.

Selain itu Nybakken (1988), menyatakan hutan mangrove adalah sebutan umum yang digunakan untuk menggambarkan suatu komunitas pantai tropik yang didominasi oleh beberapa species pohon yang khas atau semak-semak yang mempunyai kemampuan untuk tumbuh dalam perairan asin. Hutan mangrove disebut juga “Coastal Woodland” (hutan pantai) atau “Tidal Forest” (hutan pasang surut) hutan bakau, yang merupakan formasi tumbuhan litoral yang karakteristiknya terdapat di daerah tropika.


(22)

2.2. Fungsi dan Manfaat Mangrove

Menurut Mukhtasor (2007) secara ekologis hutan mangrove mempunyai banyak fungsi dalam kehidupan manusia baik secara langsung maupun tidak langsung. Ekosistem mangrove bagi bermacam biota perairan (ikan, udang, dan kerang-kerangan) berfungsi sebagai tempat mencari makan, memijah, memelihara juvenil, dan berkembang biak. Hutan mangrove merupakan habitat berbagai jenis satwa, baik sebagai habitat pokok maupun sebagai habitat sementara, penghasil sejumlah detritus, dan perangkap sedimen. Dari segi ekonomis, vegetasi ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber penghasil kayu bangunan, bahan baku pulp dan kertas, kayu bakar, bahan arang, alat tangkap ikan dan sumber bahan lain, seperti tannin dan pewarna. Mangrove juga mempunyai peran penting sebagai pelindung pantai dari hempasan gelombang air laut serta penyerap logam berat dan pestisida yang mencemari laut.

Akar mangrove, jenis Avicennia marina (biasa disebut dengan pohon api-api), dapat digunakan sebagai indikator biologis pada lingkungan yang tercemar logam berat terutama tembaga (Cu), timbal (Pb), dan seng (Zn) melalui monitoring secara berkala (MacFarlane et al. 2003). Spesies Avicennia menunjukkan toleransi yang lebih besar dan dapat mengakumulasi banyak jenis logam berat daripada spesies mangrove yang lain (Thomas dan Eong, 1984; Peng, et al., 1997; dalam MacFarlane et al. 2003).

Lebih lanjut dikatakan oleh MacFarlane et al. (2003), bahwa peningkatan akumulasi logam ini dikarenakan adanya translokasi penyerapan udara melalui lenti sel ke akar. Selain itu, penurunan pH sedimen ditemukan dapat meningkatkan akumulasi logam pada akar avicennia. Peningkatan konsentrasi logam berat pada sedimen menghasilkan tingkat akumulasi logam berat yang lebih besar juga pada akar dan daun avicennia. Yim dan Tam (1999) dalam MacFarlane et. al (2003), menemukan bahwa hanya sedikit logam berat yang terakumulasi pada daun dan banyak yang terserap dan terakumulasi di batang dan akar avicennia. Pada akar, Cu dapat terakumulasi 1,66 kali lebih besar daripada yang terkandung pada sedimen. Sedangkan Zn terakumulasi pada akar 1,21 kali lebih besar dari pada yang terkandung pada sedimen.


(23)

Liyanage (2004) mengemukakan bahwa nilai keuntungan (manfaat) tidak langsung dirasakan lebih tinggi jika dibandingkan dengan manfaat langsungnya, antara lain menurunkan tingkat erosi dipantai dan sungai, mencegah banjir, mencegah intrusi air laut, menurunkan tingkat polusi pencemaran produksi bahan organik, sebagai sumber makanan, sebagai daerah asuhan, pemijahan, dan mencari makan beberapa biota jenis biota laut.

Menurut Melana et al. (2000) terdapat 6 fungsi ekosistem mangrove ditinjau dari ekologi dan ekonomi yaitu :

1) Mangrove menyediakan daerah asuhan untuk ikan ,udang dan kepiting serta mendukung produksi perikanan diwilayah pesisir.

2) Mangrove menghasilkan serasah daun dan bahan-bahan pengurai yang berguna sebagai bahan makanan hewan hewan estuari dan peraira pesisir. 3) Mangrove melindungi daerah sekitar dengan melindungi daerah pesisir dan

masyarakat didalamnya dari badai, ombak, pasang surut dan topan.

4) Mangrove menghasilkan bahan organik (organic biomass) yaitu karbon dan menurunkan polusi bahan organik didaerah tepi dengan menjebak dan menyerap berbagai polutan yang masuk kedalam air.

5) Dari segi estetika mangrove menyediakan daerah wisata untuk pengamatan burung, dan pengamatan jenis satwa-satwa lainnya.

6) Mangrove merupakan sumber untuk bahan bakar kayu dan atap dari nipah untuk bahan bangunan serta tambak untuk budidaya perikanan. Benih dapat dipanen dan dijual, ikan, udang dan kerang juga dapat dipanen dari ekosistem mangrove. Akuakultur dan perikanan komersial juga tergantung pada untuk perkembangan benih dan ikan-ikan dewasa. Selain itu mangrove juga sebagai sumber tannin, alkohol dan obat-obatan.

2.3. Zonasi dan Struktur Vegetasi Mangrove

Menurut Noor et al. (1999) mangrove pada umumya tumbuh dalam 4 (empat) zona yaitu, pada daerah terbuka, daerah tengah, daerah yang memiliki sungai berair payau sampai hampir tawar, serta daerah ke arah daratan yang memiliki air tawar. Lebih jelasnya masing - masing zona diuraikan sebagai berikut :


(24)

a) Mangrove Terbuka, berada pada bagian yang berhadapan dengan laut. Komposisi floristic dari komunitas di zona terbuka sangat tergantung pada substratnya. Contoh tanamannya adalah Sonneratia alba yang mendominasi daerah berpasir sementara Avicennia marina dan Rhizophora mucronata cenderung untuk mendominasi daerah yang berlumpur.

b) Mangrove tengah, terletak di belakang mangrove zona terbuka. Di zona ini biasanya didominasi oleh jenis Rhizophora. Jenis-jenis penting lainnya yang ditemukan adalah Bruguiera gymnorhiza, Excoecaria agallocha, Rhizophora mucronata, Xylocarpus granatum dan X moluccensis.

c) Mangrove payau, berada di sepanjang sungai berair payau hingga hampir tawar. Di zona ini biasanya didominasi oleh komunitas Nypa atau Sonneratia. Di jalur lain biasanya ditemukan tegakan Nypa fruticans yang bersambung dengan vegetasi yang terdiri atas Cerbera sp., Gluta renghas, Stenochlaena palustris, dan Xylocarpus granatum. Ke arah pantai campuran komunitas Sonneratia-Nypa lebih sering ditemukan.

d) Mangrove daratan, berada di zona perairan payau atau hampir tawar di belakang jalur hijau mangrove sebenamya. Zona ini memiliki kekayaan jenis yang lebih tinggi dibandingkan dengan zona lainnya. Jenis-jenis yang umum ditemukan pada zona ini termasuk Ficus microcarpus, Ficus retusa, Intsia bijuga, Nypa fruticans, Lumnitzera racemoza, Pandanus sp., dan Xylocarpus moluccensis.

Menurut Bengen (2001) penyebaran dan zonasi hutan mangrove tergantung oleh berbagai faktor lingkungan. Berikut salah satu tipe zonasi hutan mangrove di Indonesia :

- Daerah yang paling dekat dengan laut, dengan substrat agak berpasir, sering ditumbuhi oleh Avicennia spp. Pada zona ini biasa berasosiasi Sonneratia spp. Yang dominan tumbuh pada lumpur dalam yang kaya bahan organik.

- Lebih ke arah darat, hutan mangrove umumnya didominasi oleh Rhizophora spp. Di zona ini juga dijumpai Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp.


(25)

- Zona transisi antara hutan mangrove dengan hutan dataran rendah biasa ditumbuhi oleh Nypa fruticans, dan beberapa spesies palem lainnya.

2.4. Peranan Mangrove Bagi Biota Laut

Clark (1996) mengemukakan bahwa secara ekologis, ekosistem mangrove memainkan peran penting di daerah pesisir. Peran yang sangat menonjol adalah mangrove dapat memproses makanan yang merupakan suplai pangan dari dataran lumpur ke bentuk yang tersedia dan dapat dimanfaatkan oleh berbagai jenis hewan laut seperti ikan, kepiting dan kerang-kerangan yang dapat dimakan oleh manusia. Mangrove disamping melengkapi pangan untuk biota laut, juga mampu menciptakan iklim yang cocok untuk biota tersebut, dimana sebagaian besar biota laut (ikan, udang dan kepiting) yang bernilai ekonomis penting hidup di daerah mangrove.

Menurut Parawansa (2007) gambaran umum mengenai peranan suatu habitat mangrove bagi biota laut dapat dilihat dari suatu model jaringan pangan (food web). Pada dasarnya sumbangsih mangrove terhadap kehidupan biota laut adalah melalui guguran serasah vegetasi (termasuk kotoran sisa/ tubuh fauna yang mati) ke lantai hutan. Serasah ini akan terdekomposisi oleh cendawan dan bakteri menjadi detritus, yang mana detritus tersebut merupakan makanan utama bagi konsumer primer. Selanjutnya konsumen primer ini akan menunjang kehidupan biota tingkat konsumer sekunder dengan top-konsumer di suatu habitat mengrove. Kusmana (2000) mengemukakan bahwa Produktivitas primer habitat mangrove akan diperkaya oleh komunitas alga di lumpur dan akar, komunitas lamun, komunitas fitoplankton dan laut, dan limbah organik terlarut (dissolved-organic compound) dari laut dan daratan. Kesemua fenomena ini akan mempertinggi produktivitas primer habitat mangrove. Tingginya produktivitas primer hutan mangrove salah satunya dapat dilihat dari produktivitas serasah hutan tersebut yang umumnya beberapa kali lipat produktivitas- Serasah tipe

hutan daratan, yakni sekitar 5,7 sampai 25,7 ton/ha per tahun. Kondisi habitat mangrove seperti ini mengakibatkan ekosistem mangrove berperan sebagai feeding, spawning dan nursery ground bagi berbagai jenis biota laut (khususnya ikan dan udang) untuk menghabiskan sebagian bahkan seluruh siklus hidupnya.


(26)

Sebagian besar hutan mangrove mempunyai toleransi yang rendah terhadap garam, tetapi pada daerah mangrove mengalami setidaknya dua kali sehari pasang naik air asin. Bahkan ada spesies yang tahan sampai kadar garam 90%. Akar mangrove dapat melakukan fitrasi untuk dapat beradaptasi dari fluktuasi kadar garam (Ball et al. 1997)

2.5. Asosiasi Mangrove Dengan Biota Laut

Menurut Saravanan et al. (2008) mangrove adalah daerah perikanan yang lebih subur, mangrove dapat memproses makanan yang merupakan suplai pangan dari dataran lumpur dan dapat dimanfaatkan oleh hewan-hewan laut seperti ikan kepiting dan kerang-kerangan yang dapat dimakan oleh manusia. Mangrove selain melengkapi kebutuhan pangan untuk biota laut, juga mampu untuk menciptakan iklim yang cocok untuk biota tersebut. Sebagian besar jenis biota laut (ikan udang dan kepiting) yang bernilai ekonomis penting hidup didaerah mangrove.

Nontji (2007) juga mengemukakan bahwa daun mangrove yang gugur segera menjadi bahan makanan berbagai jenis hewan air atau dihancurkan terlebih dahulu oleh bakteri dan fungi (jamur) dan kemudian menjadi bahan penting bagi cacing, krustasea. Selain itu beberapa produk perikanan di indonesia yang mempunyai nilai ekonomis penting berhubungan erat dengan ekosistem mangrove, seperti udang (Penaeus), kepiting (Scylla serrata) dan tiram (Crassostrea) selain itu ikan komersial juga mempunyai kaitan dengan mangrove, misalnya bandeng dan belanak

2.6. Faktor Lingkungan Yang Mempengaruhi Kehidupan Mangrove

Dahuri (2003) mengindentifikasi beberapa faktor penyebab kerusakan ekosistem hutan mangrove yaitu:

1) Konversi kawasan hutan mangrove secara tak terkendali menjadi tambak, pemukiman, dan kawasan industri.

2) Terjadi tumpang tindih pemanfaatan kawasan hutan mangrove untuk berbagai kegiatan pembangunan.

3) Penebangan mangrove untuk kayu bakar, bahan bangunan dan kegunaan lainnya melebihi kemampuan untuk pulih (renewable capacity).


(27)

5) Pengendapan akibat pengelolaan kegiatan lahan atas yang kurang baik.

6) Proyek pengairan yang dapat mengurangi aliran masuk air tawar (unsur hara) ke dalam ekosistem hutan mangrove.

7) Proyek pembangunan yang dapat menghalangi atau mengurangi sirkulasi arus pasang surut.

Sedangkan Kusmana (2005) bahwa terdapat beberapa faktor lingkungan yang mendukung ekosistem mangrove (struktur, fungsi, komposisi dan distribusi spesies, dan pola pertumbuhan) yakni sebagai berikut:

1) Fisiografi pantai

Topografi pantai merupakan faktor penting yang mempengaruhi karakteristik struktur mangrove, khususnya komposisi spesies, distribusi spesies dan ukuran serta luas mangrove. Semakin datar pantai dan semakin besar pasang surut maka semakin lebar mangrove yang tumbuh.

2) Iklim a. Cahaya

Umumnya tanamaan mangrove membutuhkan intensitas cahaya matahari yang tinggi dan penuh, sehingga zona pantai tropis merupakan habitat ideal bagi mangrove. Kisaran intensitas cahaya optimal untuk pertumbuhan mangrove adalah 3000 – 3800 kkal/m2/hari. Pada saat masih kecil (semai) tanaman mangrove memerlukan naungan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan:

– Intensitas cahaya 50% dapat meningkatkan daya tumbuh bibit Rhizopora mucronata dan Rhizophora apiculata.

– Intensitas cahaya 75% mempercepat pertumbuhan bibit Bruguiera gymnorrhiza.

– Intensitas cahaya 75% meningkatkan pertumbuhan tinggi bibit Rhizopora mucronata, Rhizophora apiculata dan Bruguiera gymnorrhiza.

b. Curah hujan

Curah hujan mempengaruhi faktor lingkungan seperti suhu air dan udara, salinitas air permukaan tanah yang berpengaruh pada daya tahan spesies


(28)

mangrove. Dalam hal ini mangrove tumbuh subur di daerah curah hujan rata-rata 1500 – 3000 mm/thn.

c. Suhu udara

Suhu penting dalam proses fisiologi seperti fotosintesis dan respirasi. d. Angin

Angin berpengaruh terhadap gelombang dan arus pantai, yang dapat menyebabkan abrasi dan mengubah struktur mangrove, meningkatkan evapotranspirasi dan angin kuat dapat menghalangi pertumbuhan dan menyebabkan karakteristik fisiologis abnormal, namun demikian diperlukan untuk proses polinasi dan penyebaran benih tanaman.

3) Pasang surut

Pasang surut menentukan zonasi komunitas flora dan fauna mangrove. Durasi pasang surut berpengaruh besar terhadap perubahan salinitas pada areal mangrove. Perubahan tingkat salinitas pada saat pasang merupakan salah satu faktor yang membatasi distribusi spesies mangrove terutama distribusi horizontal. Pada area yang selalu tergenang hanya Rhizophora Mucronata yang tumbuh baik, sedang Bruguiera spp. dan Xylocarpus spp. jarang mendominasi daerah yang sering tergenang.

4) Gelombang dan arus

Gelombang pantai yang dipengaruhi angin dan pasut merupakan penyebab penting abrasi dan suspensi sedimen. Pada pantai berpasir dan berlumpur, gelombang dapat membawa partikel pasir dan sedimen laut. Partikel besar atau kasar akan mengendap terakumulasi membentuk pantai pasir. Mangrove akan tumbuh pada lokasi yang arusnya tenang.

5) Salinitas

Salinitas air dan salinitas tanah rembesan merupakan faktor penting dari pertumbuhan, daya tahan dan zonasi spesies mangrove. Tumbuhan mangrove tumbuh subur didaerah estuaria dengan salinitas 10-30 ppt. beberapa spesies dapat tumbuh didaerah dengan salinitas yang tinggi.

6) Oksigen terlarut

Oksigen terlarut sangat penting bagi eksistensi flora dan fauna mangrove (terutama dalam proses fotosintesis dan respirasi) dan percepatan


(29)

dekomposisi serasah sehingga konsentrasi oksigen terlarut berperan mengontrol distribusi dan pertumbuhan mangrove. Konsentrasi oksigen terlarut bervariasi menurut waktu, musim, kesuburan dan organisme akuatik. Konsentrasi oksigen terlarut harian tertinggi dicapai pada siang hari dan terendah pada malam hari. Konsentrasi oksigen terlarut di mangrove berkisar antara 1,7 - 3,4 mg/l, lebih rendah di banding diluar mangrove yang besarnya 4,4 mg/1.

7) Tanah

Tanah mangrove dibentuk oleh akumulasi sedimen yang berasal dari pantai dan erosi hulu sungai. Mangrove terutama tumbuh pada tanah lumpur, namun berbagai jenis mangrove dapat tumbuh di tanah berpasir, koral, tanah berkerikil bahkan tanah gambut.

8) Nutrient

Nutrient mangrove dibagi atas nutrient in-organik dan detritus organic. Nutrient in-organic penting adalah N dan P (jumlahnya sering terbatas), serta K, Mg dan Na (selalu cukup). Sumber nutrient in-organik adalah hujan, aliran permukaan, sedimen, air laut dan bahan organik yang terdegradasi. Detritus organic adalah nutrient organic yang berasal dari bahan-bahan biogenic melalui beberapa tahap degradasi microbial. Detritus organic berasal dari authochathonous (fitoplankton, diatom, bakteri, algae, sisa organisme dan kotoran organisme) dan allochathaonous (partikulat dari air, limpasan sungai, partikel tanah dari pantai dan erosi tanah, serta tanaman dan hewan yang mati di zona pantai dan laut).

9) Proteksi

Mangrove berkembang baik di daerah pesisir yang terlindungi dari gelombang, yang kuat yang dapat menghempaskan anakan mangrove. Daerah yang dimaksud dapat berupa laguna, teluk, estuaria, delta, dll. Beberapa ahli ekologi mangrove berpendapat bahwa factor-faktor lingkungan yang paling berperan dalam pertumbuhan mangrove adalah tipe tanah, salinitas, drainase dan arus yang semuanya diakibatkan oleh kombinasi pengaruh fenomena pasang surut dan ketinggian tempat dari rata-rata muka air laut.


(30)

Zonasi mangrove berdasarkan salinitas, menurut De Hann (1981) dalam Bengen (2004) dibagi sebagai berikut:

a) Zona air payau hingga air laut dengan salinitas pada waktu terendam air pasang berkisar antara 10-30 ppt:

- Area yang terendam sekali atau dua kali sehari selama 20 hari dalam sebulan hanya Rhizophora mucronata yang masih dapat tumbuh.

- Area yang terendam 10-19 kali/bln, ditemukan Avicennia (Avicennia alba, Avicennia marinna), Sonneratia sp. dan Dominan Rhizophora sp.

- Area yang terendam kurang dari 9 kali/bulan, ditemukan Rhizophora sp, Bruguiera sp.

- Area yang tergenang hanya beberapa dalam setahun, Bruguiera gymnorrhiza dominan dan Rhizophora apikulata masih dapat hidup. b) Zona air tawar hingga air payau, dimana salinitas berkisar antara 0 -10 ppt :

- Area yang kurang lebih masih dibawah pengaruh pasang surut, asosiasi Nipah.

- Area yang terendam secara musiman, Hibiscus dominan.

2.7 . Faktor Pembatas Ekosistem Mangrove

Menurut Supriharyono (2000) bahwa faktor-faktor pembatas lingkungan mangrove diantaranya adalah berupa faktor fisika kimia dan adanya aktivitas manusia baik secara langsung maupun tidak langsung, diantaranya yaitu:

2.7.1. Faktor Fisika Kimia

Mangrove memiliki daya adaptasi fisiologi yang tinggi. Mereka tahan terhadap lingkungan dengan suhu perairan tinggi, fluktuasi salinitas yang luas dan tanah yang anaerob (tanpa udara). Salah satu faktor yang penting dalam adaptasi fisiologis tersebut adalah sistem pengudaraan di akar-akarnya. Tidak semua tumbuhan memperoleh oksigen untuk akar-akarnya dari tanah yang mengandung oksigen, mangrove tumbuh di tanah yang tidak mengandung oksigen dan harus memperoleh hampir seluruh oksigen untuk akar-akar mereka dari atmosfer. Walaupun tumbuhan mangrove dapat berkembang pada kondisi lingkugan yang buruk, akan tetapi mangrove


(31)

mempunyai kemampuan yang berbeda untuk mempertahankan diri terhadap kondisi lingkungan fisik kimia di lingkungannya.

2.7.2. Aktivitas Manusia

a. Pencemaran

Pencemaran yang terjadi pada areal mangrove terutama disebabkan oleh minyak dan logam berat. Dua sumber utama pencemaran areal mangrove ini merupakan dampak negatif dari kegiatan pelayaran, industri serta kebocoran pada pipa/tanker industri dan tumpahan dalam pengangkutan.

b. Konversi Lahan Hutan (1) Budidaya Perikanan

Konversi mangrove untuk bididaya perikanan, terutama untuk tambak ikan menyebabkan terdegradasinya mangrove yang subur dalam skala yang cukup luas.

(2) Pertanian

Sebagian besar pertanian di areal mangrove terdiri atas sawah dan perkebunan kelapa. Ini dilakukan oleh penduduk dikawasan pesisir.

(3) Jalan Raya, Industri serta Jalur dan Pembangkit Listrik

Area mangrove banyak yang dikonversi untuk pembuatan jalan raya, pembangunan pembangkit dan jalur listrik guna mendukung arus transportasi hasil industri, perdagangan, penduduk dan hasil hasil lainnya yang melewati kawasan mangrove. Industri perikanan, industri tanaman dan hasil hutan kayu, pengeringan udang dan sebagainya yang didirikan di kawasan mangrove juga telah mengkonversi hutan ini dalain areal yang cukup luas.

(4) Produksi Garam

Garam dihasilkan dari air laut yang pembuatannya banyak dilakukan di areal mangrove. Tempat pembuatan garam ini


(32)

merupakan areal mangrove yang dikonversi yang tingkat kerusakannya bersifat bersifat irreversible.

(5) Perkotaan

Urbanisasi menyebabkan terjadinya konversi mangrove yang lokasinya berdekatan dengan perkotaan. Selain dijadikan lokasi pemukiman, mangrove tersebut dikonversi pula untuk keperluan jalan raya, tambak, pelabuhan, pembuangan limbah dan lain-lain. (6) Pertambangan

Pertambangan, terutama minyak bumi cukup banyak dilakukan di areal mangrove. Lahan diperlukan untuk tempat penggalian sumur bor, tempat penyimpanan minyak mentah, pipa, pelabuhan, perkantoran dan pemukiman pekerja. Minyak yang mencemari mangrove dalam berbagai cara juga menyebabkan degradasi mangrove.

(7) Penggalian Pasir

Penggalian pasir menyebabkan kerusakan pada ekosistem mangrove. Penambangan pasir dalam skala luas

c. Penebangan (Pemanenan Hasil Hutan) Yang Berlebihan

Penebangan kayu mangrove secara legal maupun illegal dilakukan untuk produksi kayu bakar, arang, chips dan sebagainya telah berlangsung lama. Eksploitasi tersebut dilakukan secara berlebihan, sehingga telah menimbulkan kerusakan yang berat dan menurunkan fungsi serta potensi produksi sebagian besar mangrove.

Uraian secara ringkas dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove dapat dilihat pada tabel 1:


(33)

Tabel 1. Ikhtisar dampak kegiatan manusia terhadap ekosistem mangrove

No Kegiatan Dampak potensial

1. Tebang habis a. berubah komposisi tumbuhan mangrove b. tidak berfungsi daerah mencari makanan

dan pengasuhan 2. Penggalian alian air tawar,

misalnya pada pembangunan irigasi

a. peningkatan salinitas mangrove b. menurun tingkat kesuburan hutan

3. Konversi menjadi lahan a. mengancam regenerasi stok ikan dan pertanian, perikanan,

pemukiman dan lain-lain. udang di perairan lepas pantai yang memerlukan mangrove b. terjadi pencemaran laut oleh bahan

pencemar yang sebelumnya diikat oleh substrat mangrove

c. pendangkalan perairan pantai d. erosi garis pantai dan intrusi garam. 4. Pembuangan sampah cair a. Penurunan kandungan oksigen terlarut,

timbul gas H2S

5. Pembuangan sampah padat a. Kemungkinan terlapisnya pneumatofora yang mengakibatkan matinya pohon mangrove

b. Perembesan bahan-bahan pencemar dalam sampah padat

6. Pencemaran minyak a. Kematian pohon mangrove

7. Penebangan dan ekstraksi a. Kerusakan total ekosistem mangrove mineral, baik didalam sehingga memusnahkan fungsi ekologis hutan maupun didaratan mangrove (daerah mencari makanan dan sekitar mangrove asuhan).

b. Pengendapan sedimen yang dapat mematikan pohon mangrove. Sumber: Bengen, (2001)


(34)

2.8. Kerusakan Ekosistem Mangrove

Menurut Saparinto (2007) Beberapa hal utama yang menyebabkan terjadinya kerusakan ekosistem mangrove adalah:

a. Tekanan penduduk yang tinggi sehingga permintaan konversi mangrove juga semakin tinggi.

b. Perencanaan dan pengelolaan sumberdaya pesisir dimasa lalu yang bersifat sangat sektoral

c. Rendahnya kesadaran masyarakat tentang konversi dan fungsi ekosistem mangrove

d. Kemiskinan masyarakat pesisir.

Lebih lanjut dikemukakan oleh Saparinto (2007) tingkat kerusakan ekosistem mangrove dapat dibagi dalam tiga kondisi yaitu:

a. Rusak berat, yaitu ditandai dengan habisnya hutan mangrove dalam suatu wilayah, rusaknya keseimbangan ekologi, intrusi air laut yang tinggi dan menurunnya kualitas tanah.

b. Rusak sedang, yaitu ditandai dengan masih sedikit hutan mangrove dalam suatu wilayah, keseimbangan ekologi dalam tingkatan sedang dan intrusi air laut yang terjadi tidak terlalu parah.

c. Tidak rusak, yaitu kondisi hutan mangrove masih terjaga dengan baik dan lestari.

Sedangkan sebab-sebab dan akibat perusakan mangrove yang terjadi secara fisik dan kimia adalah :

a. Penambangan mineral

Penambangan mineral, telah berkembang di kawasan pesisir Penambangan dalam ekosistem mangrove mengakibatkan kerusakan total, sedangkan penambangan di daerah sekitarnya dapat menimbulkan berbagai macam efek yang merusak. Efek yang paling mencolok adalah pengendapan bahan-bahan yang dibawa air permukaan ke dan dalam mangrove. Pengendapan yang berlebihan akan merusak mangrove karena terjadinya penghambatan pertukaran air, hara dan udara dalam substrat dan air di atasnya. Bila proses pertukaran ini tidak berlangsung, kematian mangrove akan terjadi dalam waktu singkat. Terhentinya sebagian proses pertukaran menimbulkan tekanan


(35)

pada mangrove, yang terlihat pada penurunan produktivitas dan kernampuan. Selanjutnya jaringan makanan yang berlandaskan pada adanya detritus di mangrove terganggu pula dan secara keseluruhan dapat menurunkan pula produktivitas ikan.

b. Pembelokan aliran air tawar

Mangrove untuk hidupnya tidak mutlak memerlukan air asin. Pada kenyataannya perkembangan mangrove yang baik terjadi di daerah yang mempunyai masukan air tawar yang cukup. Di daerah beriklim musiman masukan air tawar ke mangrove juga musiman. Tetapi justru di daerah seperti ini keperluan akan air tawar bagi manusia pun besar sekali. Aliran air tawar ke mangrove mungkin diubah oleh berbagai kegiatan di daerah hulu. Perubahan perubahan dalam pemanfaatan lahan pertanian dan lahan hutan (misalnya pembalakan) dapat mengubah volume, waktu dan kualitas air yang memasuki mangrove. Jalan - jalan yang dibuat tegak lurus terhadap arah aliran air tawar dapat mengganggu proses-proses yang berjalan dalam ekosistem mangrove. Efek yang paling merusak adalah pengurangan masukan air secara besar-besaran yang disebabkan oleh penggunaan air oleh manusia, seperti pembelokan aliran air dari daerah hulu melalui saluran irigasi. Sama halnya kegiatan manusia yang menyebabkan perubahan volume dan keteraturan aliran air secara besar-besaran (misalnya bendungan dan pengatur banjir) mempunyai dampak yang merusak.

c. Eksploitasi Hutan

Eksploitasi hutan mangrove secara besar-besaran yang dilakukan untuk keperluan kayu, tatal dan bubur kayu. Biasanya eksploitasi ini dilakukan dengan tebang habis. Kegiatan eksploitasi hutan mangrove perlu dilakukan secara hati-hati guna memperkecil kerusakan yang mungkin terjadi, khususnya untuk menjamin kelangsungan mata rantai ekologi adalah ekosistem mangrove sehingga fungsinya sebagai sumber keanekaragaman hayati dan stabilisasi lingkungan dapat dipertahankan.

d. Konversi Lahan

Hutan rawa dalam lingkungan yang asin dan anaerob di daerah pesisir selalu dianggap daerah yang marginal atau sama sekali tidak cocok untuk pertanian


(36)

dan akuakultur. Namun karena kebutuhan lahan pertanian dan perikanan yang semakin meningkat maka hutan mangrove dianggap sebagai lahan alternatif. Reklamasi seperti itu telah memusnahkan ekosistem mangrove dan juga mengakibatkan efek-efek yang negatif terhadap perikanan di perairan pantai dan sekitarnya. selain itu kehadiran saluran-saluran drainase dapat mengubah sistem hidrologi air tawar didaerah mangrove yang masih utuh yang terletak kearah laut dan hal ini dapat mengakibatkan dampak negatif.

e. Tumpahan Minyak

Angkutan minyak bumi dan hasil-hasil olahannya dengan kapal laut semakin meningkat. Kebocoran, tumpahan dan pembuangan bahan tersebut ke laut sudah sering terjadi. Di berbagai tempat, jalur-jalur angkutan ini berbatasan dengan kawasan mangrove (misalnya Selat Malaka) dan kebocoran serta pembuangan minyak dengan sengaja telah menunjukkan dampak negatif yang nyata terhadap mangrove. Efek kehadiran minyak di mangrove dapat dibedakan dalam dua kategori. Kategori pertama adalah efek yang akut, segera terlihat dan berkaitan dengan pelaburan oleh minyak pada permukaan tumbuhan (pepagan, akar tunjang, akar napas) yang mempunyai fungsi dalam pertukaran udara. Dalam kondisi pelaburan oleh minyak yang sangat kuat, tumbuhan mangrove dapat mati dalam waktu 72 jam. Pengguguran daun dan kematian pohon-pohon mangrove di tempat tempat yang paling berpengaruh terjadi 4 - 5 minggu. Kategori kedua berkaitan dengan peracunan kronik dalam jangka panjang tumbuhan mangrove dan fauna yang bersangkutan oleh komponen racunyang terkandung dalam minyak.

f. Pembuangan Limbah

Kegiatan pertanian, Agro industri, industri kimia dan rumah tangga menghasilkan limbah yang beraneka dan kemudian dibuang ke sungai atau pantai. Limbah cair terlarut akan membentuk suspensi dalam air. Sebagian limbah cair ini berupa bahan anorganik, yang terdapat didalam juga, tetapi kehadiran dalam jumlah yang berlebihan dalam lingkungan aquatik, menyebabkan bahan itu tidak dapat terurai secara alami, dan


(37)

2.9. Pentingnya Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Vannucci (2004) mengemukakan bahwa pengelolaan sumber daya ekosistem mangrove secara berkelanjutan sangat signifikan untuk dilaksanakan secara serius. Apabila hal ini tidak diperhatikan dengan baik maka akan berdampak negatif tidak hanya pada ekosistem mangrove saja tetapi ekosistem pesisir sekitarnya serta dapat memepengaruhi sistem pesisir secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena mangrove merupakan komponen utama yang melindungi pesisir tropis serta mempunyai peranan fisik, kimia dan biologi yang sangat penting. Selanjutnya menurut Moberg dan Ronnback (2003) dalam Alongi (2009), ekosistem mangrove menyediakan sejumlah besar barang dan jasa bernilai sosial ekonomi yang dimanfaatkan oleh manusia, baik secara komersial maupun untuk kepentingan langsung hidup manusia.

2.10. Masyarakat Pesisir

2.10.1.Karakteristik Masyarakat Pesisir

Masyarakat pesisir berdasarkan hubungan, adaptasi dan pemahaman terhadap daerahnya menurut Purba (2002) dapat dibedakan menjadi tiga tipe yaitu:

a) Masyarakat Perairan, yaitu kesatuan sosial yang hidup dari sumberdaya perairan, cenderung terasing dari kontak dengan masyarakat lain, lebih banyak hidup dilingkungan perairan daripada darat, berpidah- pindah dari satu teritorial perairan tertentu. Golongan ini cenderung egaliter dan mengelompok dalam kekerabatan setingkat dan kecil.

b) Masyarakat nelayan, golongan ini umumnya sudah bermukim secara tetap di daerah yang mudah mengalami kontak dengan masyarakat lain, sistem ekonominya bukan lagi subsistem tetapi sudah ke sistem perdagangan yaitu hasil sudah tidak dikonsumsi sendiri namun sudah didistribusikan dengan imbalan ekonomis kepada pihak lain. Meski memanfaatkan sumberdaya perairan, namun kehidupan sosialnya lebih banyak dihabiskan di darat.

c) Masyarakat pesisir tradisional. Meski berdiam dekat perairan laut, tetapi sedikit sekali menggantungkan hidupnya di laut. Mereka kebanyakan hidup dari pemanfaatan sumberdaya di daratan sebagai petani, pemburu atau


(38)

peramu. Pengetahuan tentang lingkungan darat lebih mendominasi daripada pengetahuan lautan.

Sedangkan pengertian masyarakat pesisir menurut Sunoto (1997) dibedakan menjadi 2 kelompok berdasarkan jenis kegiatan utamanya, yaitu: nelayan penangkap ikan dan nelayan petambak. Nelayan penangkap ikan adalah seseorang yang pekerjaan utamanya di sektor perikanan laut dan mengandalkan ketersediaan sumberdaya ikan di alam bebas. Nelayan petambak didefeniskan sebagai nelayan yang kegiatan utamanya membudidayakan ikan atau sumberdaya laut lainnya yang berbasis pada daratan dan perairan dangkal di wilayah pantai.

Kusumastanto (2002) memberikan gambaran karakteristik umum masyarakat pesisir adalah sebagai berikut: pertama, ketergantungan pada kondisi ekosistem dan lingkungan. Keadaan ini berimplikasi pada kondisi sosial ekonomi masyarakat pesisir yang sangat rentan terhadap kerusakan lingkungan khususnya pencemaran, karena dapat mengguncang sendi-sendi kehidupan sosial ekonomi masyarakat. Kedua, ketergantungan pada musim, ini karakteristik yang menonjol di masyarakat pesisir, terutama bagi nelayan kecil. Pada musim paceklik kegiatan melaut menjadi berkurang sehingga banyak nelayan yang terpaksa menganggur dan ketiga, ketergantungan pada pasar. Karena komoditas yang mereka hasilkan harus segera dijual baru bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup, maka nelayan dan petambak harus menjual sebagian besar hasilnya dan bersifat segera agar tidak rusak.

2.10.2 Sosial Ekonomi Masyarakat di Sekitar Hutan Mangrove

Menurut Raharjo (1999) dalam Tuwo (2011) kemiskinan adalah ciri yang sangat menonjol dari kehidupan masyarakat pesisir di Indonesia, khususnya nelayan. Secara umum nelayan lebih miskin dibandingkan petani. Hal ini terutama disebabkan oleh :

1) Tantangan alam yang dihadapai oleh nelayan sangat berat termasuk faktor musim

2) Pola kerja yang homogen dan bergantung hanya pada satu sumber penghasilan 3) Keterbatasan penguasaan modal, perahu dan alat tangkap

4) Keadaan pemukiman perumahan yang tidak memadai


(39)

2.10.3 Partisipasi Masyarakat Dalam Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Menurut Wardojo (1992) partisipasi adalah keikutsertaan masyarakat baik dalam bentuk pernyataan maupun kegiatan. Keikutsertaan tersebut terbentuk sebagai akibat terjadinya interaksi sosial antara individu atau kelompok masyarakat yang lain dalam pembangunan. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan merupakan kerjasama yang erat antara perencana dan masyarakat dalam merencanakan, melaksanakan, melestarikan dan mengembangkan hasil pembangunan yang telah dicapai. Tinggi rendahnya partisipasi masyarakat tidak hanya diukur dengan kemauan masyarakat untuk menanggung pembangunan, biaya pembangunan, tetapi juga dengan ada tidaknya hak rakyat untuk ikut menentukan arah dan tujuan pembangunan di wilayah mereka. Ukuran lain yang dipakai adalah ada tidaknya kemauan masyarakat untuk secara mandiri melestarikan dan mengembangkan hasil dari pembagunan.

Tulungen et al. (2003) berpendapat bahwa dalam mengembangkan pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat, rasa kepemilikan dan tanggung jawab masyarakat terhadap sumberdaya pesisir mereka perlu dikembangkan. Pengalaman di berbagai negara menunjukkan bahwa sistem pengelolaan yang sentralistik tidaklah efektif dalam mengelola sumberdaya pesisir pada suatu tatanan yang berkelanjutan. Kepemilikan dan tanggung jawab masyarakat atas sumberdaya mereka sendiri. Pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir berbasis masyarakat juga merupakan satu proses pemberdayaan masyarakat pesisir secara politik dan secara ekonomi sehingga mereka dapat mempertegas haknya dan memperoleh akses yang benar dan kontrol dalam pengelolaan atas sumberdaya pesisir mereka. Idealnya, prakarsa dan usaha menggerakkan proses ini haruslah datang dari masyarakat itu sendiri. Biasanya, dengan kondisi masyarakat yang tidak berdaya, mereka tidak memiliki kemampuan untuk mengawali suatu proses perubahan dari diri mereka sendiri. Beberapa contoh pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat dapat dikenal di beberapa daerah di Indonesia seperti di beberapa desa pesisir di Kabupaten Minahasa, yang telah mengembangkan rencana pengelolaan sumberdaya pesisir berbasis masyarakat, daerah perlindungan laut dan daerah perlindungan mangrove, serta aturan-aturan tingkat desa tentang pengelolaan


(40)

sumberdaya pesisir. Contoh lain juga dapat dikenal melalui pengelolaan mangrove di Sinjai, Sulawesi Selatan.

2.11. Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Menurut Adrianto (2004) bahwa alternatif pengelolaan dapat diterapkan kepada ekosistem mangrove dengan mempertimbangkan karakteristik ekologi, kemungkinan dan prioritas pembangunan, aspek teknis, politis dan sosial masyarakat di kawasan mangrove. Alternatif dapat berupa kawasan preservasi hingga kawasan penggunaan ganda (multiple uses) yang mernberlikan ruang kepada pemanfaatan ekosistem mangrove untuk tujuan produktif. Contoh alternatif pengelolaan ekosistem mangrove terlihat pada Tabel 2

Tabel 2. Contoh Beberapa Alternatif Pengelolaan Ekosistem Mangrove

Pilihan Pengelolaan Deskripsi

Kawasan lindung Larangan pemanfaatan produktif

Kawasan kehutanan subsistem Pengelolaan kawasan hutan mangrove oleh masyarakat; pemanfaatan hutan mangrove oleh masyarakat

Kawasan hutan komersial Pemanfaatan komersial produk hutan mangrove

Akua-silvikultur Konversi sebagian kawasan hutan mangrove untuk kolam ikan Budidaya perairan semi-intensif

Konversi hutan mangrove untuk budidaya perairan dengan teknologi semi intensif

Budidaya perairan intensif

Konversi hutan mangrove untuk budidaya perairan dengan teknologi intensif

Pemanfaatan hutan komersial dan Pemanfaatan ganda dengan tujuan budidaya perairan semi intensif memaksimalkan manfaat dari hutan

mangrove dan perikanan

Pemanfaatan ekosistem mangrove Pemanfaatan ganda dengan tujuan subsisten dan budidaya perairan semi memberikan manfaat mangrove

intensif kepada masyarakat lokal dan

perikanan

Konversi ekosistem mangrove Konversi kawasan mangrove menjadi peruntukan lain Sumber : Adrianto (2004).


(41)

Supriharyono (2000) mengemukakan bahwa pengelolaan sumberdaya alam harus dirumuskan dalam kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk optimasi fungsi ekosistem/sistem/habitat dengan kondisi perairan. Secara garis besar, kegiatan tersebut berupa kegiatan pelestarian, pengembangan dan rehabilitasi ekosistem. Kegiatan pelestarian ekosistem ditujukan terhadap ekosistem yang fungsinya dalam keadaan optimum agara fungsinya dapat lestari. Oleh sebab itu guna mencapai pemanfaatan secara berkelanjutan, untuk memenuhi kebutuhan manusia terhadap sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat diwilayah pesisir dan lautan.


(42)

3. METODE PENELITIAN 3.1. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama 6 (enam) bulan yaitu mulai bulan Juli sampai dengan bulan Desember 2009 di ekosistem mangrove Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat Provinsi Maluku Utara. Peta lokasi penelitian dan stasiun pengambilan contoh dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Lokasi Penelitian (Kecamatan Jailolo Selatan)

3.1. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data meliputi data ekosistem mangrove dan luas hutan mangrove, data vegetasi mangrove (jumlah, jenis dan diameter pohon mangrove), aspek fisika kimia lingkungan mangrove (suhu, salinitas, pH dan jenis substrat). Data luas hutan mangrove didapatkan dari Citra Landsat 7 ETM+ tahun 1990, 2001 dan 2007. Penarikan sampel untuk data vegetasi dan aspek fisika kimia lingkungan mangrove terbagi atas 3 stasiun pengamatan, dimana pada masing-masing stasiun terdiri dari 2 jalur transek tegak lurus garis pantai ke arah darat. Pengambilan data vegetasi untuk tingkat semai (diameter < 2 cm) dilakukan pada petak 2 x 2 m2, pancang (diameter 2 - 10 cm) pada petak 5 x 5 m2, dan pohon


(43)

(diameter ≥ 10 cm) pada petak 10 x 10 m2

Sebagaimana terlihat pada gambar 3 dibawah ini.

Gambar 3. Skema penempatan petak contoh (Bengen, 2004)

Data nilai manfaat ekonomi ekosistem mangrove dan tambak didapatkan melalui kuisioner yang diberikan kepada masyarakat.

Data sosial ekonomi dikumpulkan melalui data observasi, wawancara/kuisioner, diskusi dan penelusuran berbagai pustaka/dokumen. Data sosial ekonomi yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data penduduk dan riwayatnya, tingkat pendidikan, mata pencaharian dan pendapatan penduduk, tingkat pemanfaatan mangrove oleh masyarakat, sarana prasarana, serta pandangan masyarakat terhadap pengelolaan ekosistem mangrove. Untuk data strategi pengelolaan ekosistem mangrove, di ambil dari 5 responden terpilih yang diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengelolaan ekosistem mangrove. 5 responden tersebut terdiri dari kalangan pemerintah 2 orang, masyarakat 2 orang dan LSM 1 orang

Dalam Penelitian ini ada terdapat 6 titik pengambilan sampel yaitu :

Tabel 3. Titik lokasi pengambilan sampel

No Jalur Titik Pengambilan Sampel Sampai Dengan

1 1 (satu) 127°30'4,671"E 0°52'55,256"N 127°30'5,23"E 0°52'48,816"N 2 2 (dua) 127°30'20,529"E 0°52'52,742"N 127°30'20,531"E 0°52'46,022"N 3 3 (tiga) 127°32'29,608"E 0°52'47,193"N 127°32'29,611"E 0°52'40,472"N 4 4 (empat) 127°32'42,683"E 0°52'47,758"N 127°32'42,963"E 0°52'41,318"N 5 5 (lima) 127°33'5,778"E 0°52'33,206"N 127°33'5,224"E 0°52'27,045"N 6 6 (enam) 127°33'21,909"E 0°52'43,013"N 127°33'21,911"E 0°52'36,572"N


(44)

3.2.1. Data Primer

Data primer yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

- Biofisik wilayah yang meliputi: luas lahan mangrove, jenis-jenis mangrove, kerapatan, frekuensi dan penutupan mangrove, kondisi ekologi ekosistem mangrove (aspek fisik, kimia dan biologi)

- Identitas responden (umur, pendapatan, lama tinggal, tingkat pendidikan dan pekerjaan), kelembagaan yang ada, manfaat kegiatan dan keberadaan mangrove bagi masyarakat serta aktifitas masyarakat dalam upaya rehabilitasi ekosistem mangrove.

Data primer dikumpulkan melalui observasi, kuisioner dan wawancara terbuka langsung (open-ended) dilokasi penelitian.

Untuk melakukan pengambilan sampel terhadap ekosistem mangrove, terlebih dahulu melakukan penentuan stasiun pengamatan. Lokasi yang ditentukan untuk pengamatan vegetasi mangrove harus mewakili wilayah kajian, dan juga dapat mengindikasikan atau mewakili setiap zona hutan mangrove yang terdapat di wilayah kajian. Pada setiap lokasi ditentukan stasiun-stasiun pengamatan secara konseptual berdasarkan keterwakilan kajian.

Pengambilan contoh untuk data vegetasi dilakukan pada 4 lokasi / Desa, dimana pada setiap Desa terdiri dari 1 stasiun pengamatan dan pada setiap stasiun terdiri dari 3 lintasan. Pada masing masing stasiun pengamatan terdapat 3 lintasan dimana pada masing-masing lintasan terdapat petakan / kuadrat berukuran 10 x 10 meter. Jumlah kuadrat pada masing-masing lintasan disesuaikan dengan kondisi yang ada dengan maksimal 10 kuadrat pada tiap lintasan

Penentuan contoh untuk data vegetasi ini digunakan metode garis berpetak, pengukuran vegetasi dilakukan dengan tiga pola yaitu:

- Pengambilan untuk semai (pemudaan tingkat kecambah sampai setinggi < 1,5 m dan diameter < 2 cm) dilakukan pada petak 2 x 2 meter,

- Pancang/ Anakan (pemudaan dengan tinggi > 1,5 m dan diameter < 10 cm) dilakukan pada petak 5 x 5 meter,


(45)

Perhitungan dilakukan dengan cara menghitung dan mencatat jumlah masing-masing spesies yang ada dalam setiap petak atau plot contoh serta mengidentifikasi jenis mangrove dan mengukur diameter dan tinggi pohon. Data vegetasi yang dicatat terdiri dari jumlah pohon, pancang dan semai serta jenis pohon, data diameter pohon (untuk tingkat pancang dan pohon) dan tinggi pohon (untuk tingkat semai). Adapun arah pengamatan tegak lurusdari pinggir laut atau pantai ke arah darat.

Pengukuran parameter lingkungan (suhu, salinitas dan pH) dilakukan pada setiap jalur / lintasan pengukurannya dilaksanakan pada siang hari dengan menggunakan Thermometer. Pengukuran salinitas dilakukan pada saat surut dengan menggunakan Refraktometer, dan pengukuran pH dengan menggunakan pH meter.

3.2.2 Data Sekunder

Data sekunder diperoleh dari berbagai sumber seperti hasil penelitian sebelumnya, publikasi ilmiah, peraturan perundangan dan data data daerah yang sudah dipublikasikan. Data-data sekunder yang dikumpulkan adalah sebagai berikut :

- Kondisi geomorfologi Kecamatan Jailolo Selatan yang meliputi :Geologi, topografi,

- Kondisi tanah dan kondisi substrat

- Dinamika hidrooseanografi menyangkut karakteristik (tinggi) pasang surut, suhu dan salinitas

- Kondisi sosial ekonomi budaya dan kelembagaan yang meliputi kependudukan, mata pencaharian, pendidikan dan tingkat ketergantungan terhadap ekosistem mangrove

3.3 Data Sosial Ekonomi Masyarakat dan Strategi Pengelolaan

Data sosial ekonomi dikumpulkan melalui data observasi, wawancara/kuisioner, diskusi dan penelusuran berbagai pustaka/dokumen. Data sosial ekonomi yang dibutuhkan dalam penelitian ini meliputi data penduduk dan riwayatnya, tingkat pendidikan, mata pencaharian dan pendapatan penduduk, tingkat pemanfaatan mangrove oleh masyarakat, sarana prasarana, serta


(46)

pandangan masyarakat terhadap pengelolaan ekosistem mangrove. Untuk data strategi pengelolaan ekosistem mangrove di ambil dari 5 responden terpilih yang diharapkan dapat memberikan masukan dalam pengelolaan ekosistem mangrove. 5 responden tersebut terdiri dari kalangan pemerintah 2 orang, masyarakat 2 orang dan LSM 1 orang.

3.4 Analisa Data

3.4.1 Analisis Ekologis Mangrove

Pendekatan ekologis dalam kajian potensi dan pengelolaan ekosistem rnangrove di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat pada penelitian ini menggunakan beberapa parameter ekologis (Bengen, 2004) yaitu: a) Kerapatan Jenis (Di), yaitu jumlah individu jenis i dalam suatu unit area

yang diukur

Keterangan : Di = Kerapatan Jenis ke-i

Ni = Jumlah total individu dari jenis i A = Luas area total pengambilan contoh

b) Kerapatan relatif jenis (RDi) yaitu perbandingan antara jumlah tegakan jenis

i (ni) dan jumlah tegakan seluruh jenis (∑n)

Keterangan : RDi = Kerapatan relatif jenis ke-i (%) Di = jumlah tegakan jenis ke-i

= Jumlah tegakan seluruh jenis

c) Frekuensi Jenis (Fi) adalah jumlah peluang ditemukan jenis i dalam petak Contoh/ Plot yang diamati


(47)

Keterangan : Fi = Frekuensi jenis ke-i

Pi = jumlah petak contoh ditemukan jenis ke-i = Jumlah total petak contoh yang diamati

d) Frekuensi relatif jenis (RFi) adalah perbandingan antara frekuensi jenis (Fi)

dan jumlah frekuensi dan jumlah frekuensi untuk seluruh jenis (∑F)

Keterangan : RFi = Frekuensi relatif jenis (%) Fi = Frekuensi jenis ke-i

= Jumlah frekuensi seluruh jenis

e) Penutupan Jenis (Ci) adalah luas penutupan jenis i dalam suatu unit area

Keterangan : Ci = Penutupan jenis ke i BA =

ð

DBH2 / 4 (dalam cm2)

ð

= 3,14

DBH = Diameter pohon dari jenis ke i (cm)

diameter batang diukur setinggi 1,3 m dari permukaan tanah

A = Luas areal total pengambila contoh

f) Penutupan relatif jenis (RCi) yaitu perbandingan antara luas area penutupan

jenis i (Ci) dan luas total area seluruh jenis (∑C)

Keterangan : RCi = Penutupan relatif jenis (%) Ci = Luas area penutupan jenis ke-i

= Luas total seluruh jenis

g) Nilai Penting Jenis

Indeks Nilai Penting Jenis (INPi), adalah jumlah nilai kerapatan relatif, Frekuensi relatif (RFi) dan Penutupan relatif jenis (RCi)


(48)

Nilai penting suatu jenis berkisar antara 0 – 300. Nilai penting ini memberikan suatu gambaran mengenai peranan ataupun pengaruh suatu jenis mangrove pada lokasi penelitian

Indeks Keanekaragaman

Untuk menentukan keanekaragaman jenis yang ada disekitar ekosistem mangrove (Odum, 1993) adalah :

H’ = Indeks keanekaragaman Shannon – Wiener N = Jumlah total individu dalam komunitas ni = Jumlah individu spesies atau jenis ke i pi = Proporsi individu spesies ke i (ni/N) I = 1,2,3, ...,s

s = Jumlah genera

Keseragaman

Untuk mengetahui keseragaman jenis maka dipakai metode (Odum, 1993) adalah :

E = Indeks keseragaman H’ = Indeks keanekaragaman s = Jumlah genera

Dari perbandingan ini, didapat suatu nilai yang besarnya 0 dan 1, yang bermakna : (1) Semakin kecil indeks keseragaman (E) akan semakin kecil pula keseragaman suatu populasi, artinya bahwa penyebaran jumlah individu setiap spesies mendominasi populasi tersebut dan (2) semakin besar nilai indeks keseragaman (E) maka populasi menunjukan keseragaman, sehingga dapat dikatakan bahwa jumlah individu setiap spesies dapat dikatakan sama atau tidak jauh berbeda nyata Odum (1971), dalam Schaduw (2008).


(49)

Dominasi

Dalam menghitung dominasi jenis mangrove digunakan Indeks Simpson (Krebs, 1989) yang dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

Keterangan :

D = Indeks Dominasi Pi = ni / N

ni = Jumlah individu spesies ke i

N = Jumlah total individu semua spesies i = 1,2,3..., s

s = Jumlah genera

Nilai D berkisar antara 0 – 1. Jika Nilai D mendekati 0 berarti hampir tidak ada individu yang mendekati, Dan jika nilai D mendekati 1, berarti ada salah satu genus atau spesies yang mendominasi.

3.4.2. Analisis Data Luasan Mangrove

Untuk menghitung luas mangrove yang ada pada Kecamatan Jailolo Selatan, digunakan Citra Satelit Landsat 7 ETM+ dari tahun 2007, tahun 2001 dan tahun 1990. Untuk melihat perubahan luasan mangrove di Kecamatan Jailolo Selatan Kabupaten Halmahera Barat dengan kombinasi warna RGB 542. Tahapan pengolahan Citra Landsat 7 ETM+ meliputi: (1) koreksi geometrik, (2) koreksi radiometrik, dan (3) intepretasi tutupan lahan mangrove. kemudian diolah dengan menggunakan sistem informasi geografis (SIG) dengan software ArcView 3.3. Analisis spasial ini dimaksudkan untuk memberikan gambaran atau deskripsi spasial wilayah pesisir Kecamatan Jailolo Selatan serta melihat luasnya penyebaran mangrove.


(1)

Data matriks Penilaian Perbandingan terhadap Tersedianya Lahan Pemukiman dan Tambak (TLPDT) Responden 1 (Masyarakat)

TLPDT Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 5 3 1

Skenario 2 1 1/3 1/3

Skenario 3 1 1/3

Skenario 4 1

Responden 2 (Masyarakat)

TLPDT Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1 1 1

Skenario 2 1 5 1/3

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 3 (Pemerintah)

TLPDT Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/3 3 1/3

Skenario 2 1 5 1/3

Skenario 3 1 1/5

Skenario 4 1

Responden 4 (Pemerintah)

TLPDT Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 3 5 3

Skenario 2 1 7 1/3

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 5 (LSM)

TLPDT Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/3 1 1/3

Skenario 2 1 1 1/5

Skenario 3 1 1


(2)

Data matriks Penilaian Perbandingan terhadap Pengaturan Penggunaan Lahan (PPL)

Responden 1 Masyarakat)

PPL Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1 7 1

Skenario 2 1 9 1

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 2 (Masyarakat)

PPL Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/3 1/3 1

Skenario 2 1 7 1/3

Skenario 3 1 1/3

Skenario 4 1

Responden 3 (Pemerintah)

PPL Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/5 7 3

Skenario 2 1 9 1/5

Skenario 3 1 1/3

Skenario 4 1

Responden 4 (Pemerintah)

PPL Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1 7 5

Skenario 2 1 7 1/5

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 5 (LSM)

PPL Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/5 1 1/3

Skenario 2 1 5 1/7

Skenario 3 1 1


(3)

Data matriks Penilaian Perbandingan terhadap Pengaturan Pengelolaan Ekosistem Mangrove (PPEM)

Responden 1 (Masyarakat)

PPEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/3 1 1

Skenario 2 1 3 1/3

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 2 (Masyarakat)

PPEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/5 3 1

Skenario 2 1 3 1/5

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 3 (Pemerintah)

PPEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/5 7 3

Skenario 2 1 5 1/7

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 4 (Pemerintah)

PPEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/3 7 5

Skenario 2 1 1 1/5

Skenario 3 1 1/3

Skenario 4 1

Responden 5 (LSM)

PPEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/5 1/3 1

Skenario 2 1 3 1/7

Skenario 3 1 1


(4)

Data matriks Penilaian Perbandingan terhadap

Penyediaan Lahan Pemukiman dan Infrastruktur (PLPDI)

Responden 1 (Masyarakat)

PLPDI Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 5 3 7

Skenario 2 1 1/3 1

Skenario 3 1 3

Skenario 4 1

Responden 2 (Masyarakat)

PLPDI Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 5 3 5

Skenario 2 1 3 1/3

Skenario 3 1 3

Skenario 4 1

Responden 3 (Pemerintah)

PLPDI Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1 3 3

Skenario 2 1 3 3

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 4 (Pemerintah)

PLPDI Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 3 5 7

Skenario 2 1 7 1/7

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 5 (LSM)

PLPDI Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 5 5 1

Skenario 2 1 3 1/5

Skenario 3 1 3


(5)

Data matriks Penilaian Perbandingan terhadap

Mempertahankan Fungsi Ekologis Ekosistem Mangrove (MFEEM)

Responden 1 (Masyarakat)

MFEEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 5 1 1/3

Skenario 2 1 7 7

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 2 (Masyarakat)

MFEEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 5 1 1/3

Skenario 2 1 7 5

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 3 (Pemerintah)

MFEEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 5 7 5

Skenario 2 1 5 5

Skenario 3 1 3

Skenario 4 1

Responden 4 (Pemerintah)

MFEEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 5 5 7

Skenario 2 1 7 7

Skenario 3 1 5

Skenario 4 1

Responden 5 (LSM)

MFEEM Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 5 1 1/3

Skenario 2 1 3 7

Skenario 3 1 3


(6)

Data matriks Penilaian Perbandingan terhadap Kelestarian Lingkungan Pesisir (KLP)

Responden 1 (Masyarakat)

KLP Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/5 1/3 1

Skenario 2 1 5 5

Skenario 3 1 3

Skenario 4 1

Responden 2 (Masyarakat)

KLP Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/5 1/3 1

Skenario 2 1 5 5

Skenario 3 1 3

Skenario 4 1

Responden 3 (Pemerintah)

KLP Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/3 7 5

Skenario 2 1 5 5

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 4 (Pemerintah)

KLP Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/3 5 5

Skenario 2 1 7 7

Skenario 3 1 1

Skenario 4 1

Responden 5 (LSM)

KLP Skenario 1 Skenario 2 Skenario 3 Skenario 4

Skenario 1 1 1/5 1/3 1/3

Skenario 2 1 3 3

Skenario 3 1 3