BAB 3 BAHAN DAN METODE
3.1 Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Maret sampai November 2011 di Laboratorium Mikrobiologi, Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara Medan.
3.2 Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada penelitian ini adalah neraca timbangan, autoklaf, cawan Petri, pisau lipat, incubator jamur, gelas ukur, gelas beaker, hot plate, kamera digital,
mikroskop, cover glass, object glass, penggorengan, food box dan kertas label. Bahan yang digunakan adalah tempe kemasan plastik dari lima lokasi sentra
pemproduksi berbeda Tanjung Morawa, Tanjung Sari, Tembung, Simalingkar dan Helvetia, potato dextrose agar PDA, yeast agar, aquades, alkohol 70, dan minyak
goreng.
3.3 Cara kerja 3.3.1 Pengambilan Sampel
Sampel diambil dari masing-masing lokasi produksi sentra, kemudian dibawa ke Laboratorium Mikrobiologi FMIPA USU untuk diisolasi dan dilakukan
uji organoleptik. Tempe yang diambil memiliki usia yang sama tempe segar.
3.3.2 Isolasi Jamur Tempe
Tahap awal yang dilakukan adalah menyiapkan media PDA yang telah disterilkan terlebih dahulu, kemudian diambil potongan tempe sebanyak satu gram dari
1 lokasi, kemudian diletakkan ke dalam cawan Petri steril yang telah berisi media PDA secara aseptis. Selanjutnya untuk tempe dari empat lokasi yang lain juga dilakukan
perlakuan yang sama, kemudian diinkubasi pada suhu ruang 25°C-30°C selama ± 2 hari. Pengamatan dilakukan setiap hari selama masa inkubasi. Koloni jamur yang muncul
disubkulturkan ke media PDA yang baru untuk dimurnikan. Setelah itu diamati di bawah mikroskop untuk diidentifikasi.
3.3.3 Karakterisasi dan Identifikasi Jamur pada Tempe
Identifikasi fungi dilakukan berdasarkan karakter morfologis, secara makroskopis dan mikroskopis di bawah mikroskop. Karakterisasi dan
identifikasi jamur tempe dilakukan secara visual berdasarkan struktur dan warna koloni, identifikasi secara mikroskopis dengan mengamati morfologi fungi
menurut Pitt Hocking 1997, Gandjar et al., 1999.
3.3.4 Uji Organoleptik
Uji Organoleptik dilakukan untuk mengetahui penilaian panelis terhadap produk tempe yang dijadikan sampel. Pengujian terhadap kenampakan, tekstur dan aroma
dilakukan terhadap tempe mentah, sedangkan rasa pada tempe yang digoreng. Tempe dari masing-masing lokasi dipotong dengan ukuran yang sama, kemudian digoreng dengan
menggunakan minyak goreng yang sama. Pada masing-masing tempe digunakan minyak goreng yang baru bukan jelanta agar tidak mempengaruhi cita rasa dan aroma masing-
masing tempe. Tempe yang sudah selesai digoreng diberikan kepada panelis untuk mendapatkan penilaian. Penilaian dilakukan oleh 25 orang panelis yang menyukai tempe
dan mengerti kualitasnya. Setiap panelis diberikan lembar penilaian seperti yang terdapat pada lampiran 1 dan 2. Tempe yang diberikan sebelumnya telah diberi kode dan
kemudian disajikan secara acak Soekarto, 1981
3.3.5Analisis Kadar Protein Tempe
Analisis kadar protein dilakukan pada masing-masing tempe menggunakan metode Kjedal dengan dua kali ulangan.
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolat Fungi
Hasil isolasi jamur pada tempe yang diproduksi di 5 lokasi yaitu Helvetia, Tanjung Morawa, Tanjung Sari, Tembung dan Simalingkar yaitu diperoleh 4 spesies jamur yang
berbeda. Keempat spesies jamur tersebut adalah Mucor sp., Rhizopus oryzae, R. oligosporus dan R. stolonifer. Kehadiran jamur pada masing-masing lokasi dapat
dilihat pada Tabel 2 berikut ini.
Tabel 2. Kehadiran jamur yang ditemukan pada masing-masing lokasi Jenis Jamur
Lokasi Produksi Tempe Helvetia
T.Morawa T.Sari
Tembung Simalingkar
R. oryzae
√ √
√ -
√
R. oligosporus √
- √
- √
R. stolonifer -
√ -
√ -
Mucor sp.
- -
- √
- Pada tempe dari semua lokasi ditemukan 2 jenis jamur berbeda. Jumlah spesies
yang diperoleh menunjukkan bahwa R. oryzae merupakan jenis yang paling banyak ditemukan, yaitu pada 4 lokasi dari 5 lokasi yang ditentukan. Sedangkan Mucor sp.
merupakan jamur yang hanya ditemukan pada 1 lokasi saja yaitu Tembung. R. oligosporus merupakan jenis terbanyak kedua yang ditemukan yaitu pada tempe dari 3
lokasi berbeda. Struktur mikroskopis dari 4 jamur pada tempe tersebut dapat dilihat pada Tabel 3 berikut ini.
Tabel 3. Struktur makroskopis dan mikroskopis dari spesies jamur yang diperoleh pada tempe dari 5 lokasi berbeda
Mikroskopis Ciri-ciri
R. stolonifer
Koloni berwarna putih kecoklatan, sporangia berwarna coklat kehitaman, sporangiofor berwarna
cokelat dan berkelompok muncul dari stolon, serta sporangiospora berbentuk tidak terartur dan
memiliki garis pada permukaannya.
R. oryzae
Koloni berwana putih kecoklatan, sporangia berbentuk bulat dan berwarna cokelat, sporangiofor
berdinding halus, sporangiospora berbentuk bulat dan tidak teratur dan bergaris-garis pada
permukaannya.
R. oligosporus
Koloni berwarna putih keabu-abuan, sporangia berbentuk bulat dan berwarna hitam kecoklatan,
kolumela berbentuk bulat, sporangiospora berbentuk bulat atau elips dan tidak memiliki garis-
garis pada permukaan-nya.
Mucor sp.
Koloni berwarna putih keabu-abuan, sporangifor becabang dan berdinding tebal, sporangiospora
berbentuk bulat dan berwarna cokelat kekuningan.
Dari Tabel 3 dapat dilihat perbedaan antara R. oryzae dan R. oligosporus dari ciri-ciri mikroskopis dan makroskopisnya. Untuk isolat Rhizopus memiliki ciri-ciri
sebagai berikut : warna koloni awalnya putih bersih, kemudian seiring bertambahnya usia koloni maka warna berubah menjadi putih kecoklatan, sedangkan untuk Mucor sp. koloni
pada awalnya berwarna putih kemudian menjadi cokelat keabu-abuan dan sporangiofor memiliki cabang.
Menurut Fardiaz 1992, ciri-ciri spesifik Rhizopus adalah sebagai berikut: Hifa nonseptat, mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua,
sporangiospora tumbuh pada noda dimana terbentuk juga rhizoid, sporangia biasanya besar dan berwarna hitam, kolumela agak bulat dan apofisis berbentuk seperti cangkir,
tidak mempunyai sporangiola, membentuk hifa vegetatif yang melakukan penetrasi pada substrat, dan hifa fertil yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora,
pertumbuhannya cepat, membentuk miselium seperti kapas. Menurut Gandjar et al 1999, pada R. stolonifer tinggi koloni dapat mencapai
20 mm dengan warna coklat keabu-abuan. Sporangiofor dapat tunggal atau berkelompok dan muncul dari stolon yang berwarna coklat gelap. Sporangiospora berbentuk tidak
teratur, seringkali poligonal atau ovoid dan memiliki garis pada permukaannya. Koloni R. oligosporus hanya dapat mencapai tinggi sekitar 1 mm. Sporangiospora berbentuk bulat,
elips, atau tidak teratur dan berdinding halus dan tidak terdapat garis-garis pada permukaannya.
4.2 Persentase Penilaian Organoleptik Tempe