Latar Belakang bungan Organoleptik Tempe Dengan Keanekaragaman Kapang Pada Tempe Kemasan Plastik Dari Beberapa Lokasi Di Medan Dan Sekitarnya

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Tempe merupakan makanan tradisional yang telah lama dikenal di Indonesia. Indonesia merupakan negara produsen tempe terbesar di dunia dan menjadi pasar kedelai terbesar di Asia. Sebanyak 50 dari konsumsi kedelai di Indonesia dikonsumsi dalam bentuk tempe, 40 tahu dan 10 dalam bentuk produk lain seperti tauco, kecap, dan lain-lain. Konsumsi tempe rata-rata per orang per tahun di Indonesia saat ini diduga sekitar 6,45 kg Astawan, 2004. Tempe diminati oleh masyarakat Indonesia, selain harganya relatif murah dan enak rasanya, tempe juga memiliki kandungan protein nabati yang tinggi. Melalui proses pembuatan tempe, kedelai menjadi lebih enak dimakan dan meningkat nilai nutrisinya karena rasa dan aroma kedelai berubah sama sekali setelah menjadi tempe, kadar protein yang larut dalam air akan meningkat akibat aktivitas enzim proteolitik. Tempe yang masih baik baru memiliki rasa dan bau yang spesifik Kasmidjo,1990. Tempe merupakan hasil proses fermentasi. Dalam kegiatan itu selalu terlibat tiga faktor pendukung, yaitu bahan baku yang diurai kedelai, mikroorganisme kapang tempe, dan keadaan lingkungan tumbuh suhu, pH, dan kelembapan Sarwono, 2005. Banyak perubahan yang terjadi selama proses fermentasi kedelai menjadi tempe, baik yang menyangkut perubahan fisik, biokimia dan mikrobiologi yang semuanya berdampak menguntungkan terhadap sumbangan gizi dan kesehatan. Kerja Rhizopus sp. mampu mengubah kedelai menjadi tempe yang berasa lebih enak, lebih bergizi dan berfungsi sebagai makanan sehat Astawan, 2004. Kualitas tempe sangat dipengaruhi oleh kualitas mikroorganisme yang digunakan untuk inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, atau ragi tempe. Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifatkarakteristiknya menjadi tempe Kasmidjo, 1990. Tempe dari daerah yang berbeda memiliki cita rasa yang berbeda pula. Bahkan tempe yang berasal dari daerah yang sama belum tentu memiliki rasa yang sama. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jamur dominan pada tempe Malang adalah : R. oligosporus, R. oryzae, R. arrhizus, dan Mucor rouxii. Pada tempe Surakarta, jamur yang dominan adalah R. oryzae dan R. stolonifer, sedangkan pada tempe Jakarta ditemukan Mucor javanicus, Trichospora pullulans dan Fusarium sp. Astawan, 2008. Salah satu hal yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah jenis jamur kapang yang digunakan dalam pembuatan tempe yang akan menghasilkan karakteristik yang berbeda Sarwono, 2008. Dengan melakukan uji penilaian organoleptik penilaian bahan pangan dengan menggunakan panca indra pada beberapa tempe akan didapatkan cita rasa yang berbeda. Cita rasa yang berbeda tersebut berhubungan dengan mikroorganisme penyusun atau pembentuknya jamur inokulumnya.

1.2. Permasalahan