Kualitas tempe sangat dipengaruhi oleh kualitas mikroorganisme yang digunakan untuk inokulasinya. Inokulum tempe disebut juga sebagai starter tempe, atau ragi tempe.
Starter tempe adalah bahan yang mengandung biakan jamur tempe, digunakan sebagai agensia pengubah kedelai rebus menjadi tempe akibat tumbuhnya jamur tempe pada
kedelai dan melakukan kegiatan fermentasi yang menyebabkan kedelai berubah sifatkarakteristiknya menjadi tempe Kasmidjo, 1990.
Tempe dari daerah yang berbeda memiliki cita rasa yang berbeda pula. Bahkan tempe yang berasal dari daerah yang sama belum tentu memiliki rasa yang sama.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa jamur dominan pada tempe Malang adalah : R. oligosporus, R. oryzae, R. arrhizus, dan Mucor rouxii. Pada tempe Surakarta, jamur yang
dominan adalah R. oryzae dan R. stolonifer, sedangkan pada tempe Jakarta ditemukan Mucor javanicus, Trichospora pullulans dan Fusarium sp. Astawan, 2008. Salah satu
hal yang paling berpengaruh dalam hal ini adalah jenis jamur kapang yang digunakan dalam pembuatan tempe yang akan menghasilkan karakteristik yang berbeda Sarwono,
2008. Dengan melakukan uji penilaian organoleptik penilaian bahan pangan dengan menggunakan panca indra pada beberapa tempe akan didapatkan cita rasa yang berbeda.
Cita rasa yang berbeda tersebut berhubungan dengan mikroorganisme penyusun atau pembentuknya jamur inokulumnya.
1.2. Permasalahan
Indonesia merupakan negara produsen tempe yang besar, dimana banyak terdapat industri tempe. Masing-masing tempe dari industri tempe yang ada di
Indonesia tidak memiliki cita rasa yang sama. Salah satu diantaranya disebabkan oleh jenis jamur yang terdapat pada tempe tersebut Sarwono, 2008. Dari
beberapa daerah yang sudah dilakukan penelitian memiliki jenis jamur dominan yang berbeda Astawan, 2008. Oleh sebab itu perlu dilakukan penelitian untuk
melihat jenis jamur yang dominan pada tempe di Medan, serta hubungannya dengan organoleptik.
1.3. Tujuan Penelitian
Mengetahui keanekaragaman atau jenis jamur dominan yang terdapat pada tempe yang diproduksi di kota Medan, serta hubungannya dengan organoleptik
yang dihasilkan.
1.4. Hipotesis
Adanya perbedaan jenis jamur yang diisolasi dari beberapa tempe yang berhubungan dengan organoleptik yang dihasilkan.
1.5. Manfaat Penelitian
Mengetahui jenis jamur kapang dominan pada tempe yang ada di Medan dan sekitarnya, serta memberikan informasi jenis jamur yang memberikan
organoleptik yang lebih baik.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Kacang Kedelai Glycine max
Tanaman kedelai termasuk famili Leguminosae kacang-kacangan, genus Glycine dan spesies max, sehingga dalam bahasa latinnya disebut Glycine max,
sedangkan dalam bahasa Inggris disebut soybean. Di Indonesia, beberapa sebutan lokal untuk kedelai adalah: kacang bulu, kacang gadela, kacang jepung, atau
kedelai Astawan, 2008.
Menurut Rukmana dan Yuniarsih 1996, kedudukan tanaman kedelai dalam sistematik tumbuhan taksonomi diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub-divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Polypetales
Famili : Leguminosae Papilionaceae
Sub-famili : Papilionoideae
Genus : Glycine
Spesies : Glycine max L. Merill. Sinonim dengan G. soya L. Siebb dan
Zucc. atau Soya max atau S. hispida
Kedelai Glycine max diduga berasal dari Cina bagian utara, Mancuria, dan Korea, kemudian menyebar ke negara-negara lain disekitarnya, misalnya
Jepang, Taiwan, Cina bagian selatan, Thailand, India bagian utara, dan Indonesia. Amerika mengenal kedelai pada tahun 1802, kemudian mengembangkannya
secara besar-besaran hingga berhasil menempati peringkat pertama produsen
kedelai, dengan jumlah produksi pada tahun 1970 mencapai 74 dari total produksi kedelai diseluruh dunia. Di Indonesia, kedelai asal Amerika jenis
Americana lebih disukai oleh para pengusaha tempe. Di samping mempunyai ukuran butiran yang lebih besar dua kali kedelai lokal, kedelai Americana juga
berwarna kuning merata Suprapti, 2003.
2.2 Tempe