Menurut Fardiaz 1992, ciri-ciri spesifik Rhizopus adalah sebagai berikut: Hifa nonseptat, mempunyai stolon dan rhizoid yang warnanya gelap jika sudah tua,
sporangiospora tumbuh pada noda dimana terbentuk juga rhizoid, sporangia biasanya besar dan berwarna hitam, kolumela agak bulat dan apofisis berbentuk seperti cangkir,
tidak mempunyai sporangiola, membentuk hifa vegetatif yang melakukan penetrasi pada substrat, dan hifa fertil yang memproduksi sporangia pada ujung sporangiofora,
pertumbuhannya cepat, membentuk miselium seperti kapas. Menurut Gandjar et al 1999, pada R. stolonifer tinggi koloni dapat mencapai
20 mm dengan warna coklat keabu-abuan. Sporangiofor dapat tunggal atau berkelompok dan muncul dari stolon yang berwarna coklat gelap. Sporangiospora berbentuk tidak
teratur, seringkali poligonal atau ovoid dan memiliki garis pada permukaannya. Koloni R. oligosporus hanya dapat mencapai tinggi sekitar 1 mm. Sporangiospora berbentuk bulat,
elips, atau tidak teratur dan berdinding halus dan tidak terdapat garis-garis pada permukaannya.
4.2 Persentase Penilaian Organoleptik Tempe
Penilaian organoleptik terhadap tempe dari masing-masing lokasi dilakukan kepada 25 orang panelis. Masing-masing panelis memberikan penilaian terhadap rasa,
aroma, tekstur, dan kenampakan dari masing-masing tempe pada lembar penilaian panelis yang telah disediakan Lampiran 1.
4.2.1 Persentase Penilaian Organoleptik Terhadap Rasa
Penilaian panelis terhadap rasa dilakukan pada tempe yang sudah digoreng. Hasil penilaian organoleptik panelis untuk rasa masing-masing tempe dari lokasi yang berbeda
dapat dilihat pada Gambar 3.
16 28
24 84
20 52
28 20
16 40
28 40
40
16 4
4 16
24
10 20
30 40
50 60
70 80
90
Helvetia T.Morawa
T.Sari Tembung
Simalingkar P
er sen
tas e j
u m
lah p
an el
is
Lokasi produksi tempe Tidak suka
Biasa saja Suka
Sangat suka
Gambar 3. Hubungan antara lokasi produksi tempe dengan persentase jumlah panelis terhadap rasa tempe
Berdasarkan gambar di atas, dapat diketahui bahwa persentase terhadap rasa tempe yang paling disukai ditunjukkan oleh tempe yang berasal dari Simalingkar
sebanyak 24 dan yang paling tidak disukai oleh panelis adalah tempe yang berasal dari Tembung sebanyak 84. Perbedaan persentase penilaian panelis ini diduga disebabkan
oleh jenis jamur yang terdapat pada tempe tersebut. Tempe yang berasal dari Simalingkar dan Tanjung Sari disukai oleh banyak panelis. Pada kedua tempe tersebut ditemukan jenis
jamur yang sama yaitu R. oryzae dan R. oligosporus. Sedangkan pada tempe yang berasal dari Tembung, jamur yang ditemukan adalah R. stolonifer dan Mucor sp.
Menurut Astawan 2008, inokulum atau starter tempe memegang peranan penting dalam pembuatan tempe karena dapat mempengaruhi mutu yang dihasilkan.
Jamur akan memliki aktivitas enzim selama fermentasi, dan hal ini akan mempengaruhi cita rasa yang dihasilkan tempe.
R. oligosporus memiliki aktivitas enzim protease dan lipase yang tinggi, aktivitas enzim amilase rendah, menghasilkan anti oksidan, serta
mampu menghasilkan tempe dengan rasa dan aroma yang khas tempe.
20 4
8 96
12 40
36 32
4 24
40 52
56 56
8 4
24 20
40 60
80 100
120
Helvetia T.Morawa
T.Sari Tembung
Simalingkar P
er sen
tas e j
u m
lah p
an el
is
Lokasi produksi tempe Tidak suka
Biasa saja Suka
Sangat suka
4.2.2 Persentase Penilaian Organoleptik Terhadap Aroma
Persentase terhadap aroma tempe yang paling disukai ditunjukkan oleh tempe yang berasal dari Tanjung Sari dan Simalingkar sebanyak 8 dan yang paling tidak disukai
oleh panelis adalah tempe yang berasal dari Tembung sebanyak 96 Gambar 4. Perbedaan yang signifikan ini dipengaruhi oleh jenis jamur yang terdapat di dalam tempe
tersebut sama seperti penilaian panelis terhadap rasa. Pada tempe yang berasal dari Tembung tidak ditemukan adanya R. oligosporus dan R. oryzae yang mampu
menghasilkan aroma yang khas tempe. Selama proses fermentasi R. oligosporus mensintesis enzim protease pemecah protein lebih banyak sehingga mampu
memberikan aroma tempe yang khas Koswara, 1992.
Gambar 4. Hubungan antara lokasi produksi tempe dengan persentase jumlah
panelis terhadap aroma tempe
Aroma adalah rangsangan yang dihasilkan oleh tempe kedelai yang diketehui dengan indera pembau. Indera pembau adalah instrumen yang paling banyak berperan
mengetahui aroma terhadap makanan. Dalam industri makanan pengujian terhadap bau dianggap karena dengan cepat dapat memberikan hasil penelitian terhadap suatu produk.
Dalam pengujian indrawi, bau lebih komplek dari pada rasa. Bau atau aroma akan mempercepat timbulnya rangsangan kelenjar air liur Kartika, 1998.
4.2.3 Persentase Penilaian Organoleptik Terhadap Tekstur