Gambar 1. Penyembuhan soket pasca pencabutan
24
2.5 Komplikasi Pasca Pencabutan
Komplikasi pasca pencabutan adalah suatu respon pasien tertentu yang dianggap sebagai kelanjutan abnormal dari pembedahan, yaitu perdarahan, rasa sakit, edema dan dry socket.
Tetapi apabila berlebihan maka perlu ditinjau apakah termasuk morbiditas yang biasa terjadi atau termasuk komplikasi.
1-8,17,21
Komplikasi-komplikasi lain yang mungkin terjadi yaitu kegagalan dalam anastesi dan mencabut gigi baik dengan tang atau dengan bein, fraktur dari gigi maupun mahkota yang
dicabut, fraktur tulang alveolar, fraktur tuberositas maksila, fraktur gigi tetangga, fraktur mandibula, perforasi sinus maksilaris, dan laserasi.
1,21
Perdarahan merupakan komplikasi yang paling sering terjadi setelah pencabutan gigi. Perdarahan ringan dari alveolar adalah normal apabila terjadi pada 12-24 jam pertama setelah
pencabutan atau pembedahan gigi.
1,7,17,21
Rasa sakit pada seseorang selalu merasa berbeda, dimana rasa sakit tersebut memiliki ambang atau tingkatan yang berbeda tiap manusia. Pengontrolan rasa sakit sangat tergantung
pada dosis dan cara pemberian obat terhadap pasien. Rasa sakit pada awal pencabutan gigi, terutama sesudah pembedahan untuk gigi erupsi maupun impaksi sangat mengganggu.
1,21
Edema merupakan kelanjutan normal dari setiap pencabutan dan pembedahan gigi, serta merupakan reaksi normal dari jaringan terhadap cedera. Edema adalah reaksi individual,
yaitu trauma yang besarnya sama, tidak selalu mengakibatkan derajat pembengkakan yang sama baik pada pasien yang sama atau pasien yang berbeda. Usaha-usaha untuk mengontrol
edema mencakup termal dingin, fisik penekanan, dan obat-obatan.
1,21
Universitas Sumatera Utara
2.6 Dry Socket
Dry socket merupakan komplikasi umum setelah pencabutan gigi, terbukanya dinding soket disebabkan adanya gangguan pembentukan bekuan darah normal yang terjadi pada
tahap proliferasi dari jaringan granulasi dan pembentukan jaringan osteoid sehingga menyebabkan terjadinya infeksi. Peradangan akut tulang lapisan soket disebabkan oleh invasi
mikroba pada soket, penghalang pelindung alami terhadap invasi adalah bekuan darah yang mengisi soket segera setelah ekstraksi.
1-9,15-20,23
Dry socket ini juga dikenal dengan nama lain alveolar osteitis, localized alveolitis, alveolitis sicca dolorosa, localized osteitis, postoperative osteitis, localized acute
osteomyelitis dan fibrinolytic alveolitis.
2,6,16,24
Gambar 2. Gambaran klinis dry socket
25
2.6.1 Etiologi
Etiologi dry socket merupakan multifaktorial dan masih belum jelas diketahui, tetapi terdapat beberapa faktor predisposisi. Etiologi yang diketahui adalah terjadinya peningkatan
aktivitas fibrinolisis sehingga melarutkan bekuan darah yang sudah terbentuk. Faktor-faktor penyebab peningkatan aktifitas fibrinolisis ini antara lain anastesi yang mengandung
vasokonstriktor yang berlebihan menyebabkan suplai darah terhalang ke tulang dan daerah pencabutan sehingga bekuan darah sulit terbentuk, obat-obatan sistemik, aktivator cairan
tubuh, aktivator jaringan dan bakteri yang menghasilkan rasa nyeri, bau mulut, dan rasa tidak enak. Fibrinolisis terbagi dua yaitu tanpa bakteri dan keterlibatan bakteri,yaitu:
1,4,11,22,23
a. Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri
Universitas Sumatera Utara
Kerusakan bekuan darah disebabkan oleh mediator yang keluar selama inflamasi, mediator ini secara langsung atau tidak langung mengaktifkan plasminogen kedalam darah.
Ketika mediator dikeluarkan oleh sel tulang alveolar yang mengalami trauma, plasminogen berubah menjadi plasmin dan menyebabkan kerusakan pada bekuan darah dengan
memisahkan benang-benang fibrin. Perubahan ini terjadi pada proaktivator selular atau plasma dan aktivator lainnya.
11,22
b. Fibrinolisis dengan keterlibatan bakteri
Sebuah penelitian mengemukakan bahwa anaerob penyebab dari terjadinya dry socket yang dilihat dari aktifitas fibrinolitik dari Treponema denticola yang menyebabkan penyakit
periodontal. Actinomyces viscosus and Streptococcus mutans dapat memperlambat penyembuhan pasca pencabutan gigi. Beberapa spesies bakteri mensekresikan pirogen yang
menjadi aktivator tidak langsung dari fibrinolisis in vivo. Ketika diinjeksi pirogen intravena didapatkan hasilnya bahwa hal tersebut meningkatkan aktivitas fibrinolitik.
11,22,24
2.6.2 Gambaran Klinis
Gambaran klinis yang sering terjadi pada dry socket adalah :
10,11,21,24
1. Dry socket biasanya muncul pada hari ke 2-4 setelah pencabutan gigi, nyeri hebat yang
menyebar sampai ke telinga 2.
Hilangnya bekuan darah pada soket bekas pencabutan dan biasanya dipenuhi oleh debris 3.
Pada soket bekas pencabutan, tulang alveolar sekitar diselimuti oleh lapisan jaringan nekrotik berwarna kuning keabu-abuan
4. Inflamasi margin gingiva disekitar soket bekas pencabutan
5. Mukosa sekitar biasanya berubah warna menjadi kemerahan dibanding jaringan
sekitarnya 6.
Demam ringan 7.
Halitosis
2.6.3 Patofisiologi
Dry Socket terjadi karena meningkatnya aktifitas dari fibrinolitik yang menjadi faktor etiologi dry socket. Hasil pengamatan Birn pada jurnal “Review Artice Alveolar Osteitis : a
Comprehensive Review of Concepts and Controversies”, terjadinya peningkatan aktivitas fibrinolitik pada alveolus dengan dry socket dibandingkan dengan alveolus normal. Birn juga
menyatakankan bahwa lisis total atau partial dan hancurnya bekuan darah disebabkan oleh
Universitas Sumatera Utara
pelepasan mediator selama inflamasi oleh aktivitas plasminogen direct fisiologik dan indirect nonfisiologik kedalam darah. Plasminogen akan berubah menjadi plasmin yang
menyebabkan pecahnya bekuan darah oleh disentegrasi fibrin.
17,30
Rasa sakit yang khas pada dry socket berhubungan dengan pembentukan senyawa kinin di dalam alveolus. Kinin mengaktifkan terminal nervus primer afferen yang peka terhadap
mediator inflamasi dan substansi allogenik lainnyayang pada konsentrasi 1ngml dapat menyebabkan rasa sakit yang hebat. Plasminogen menyebabkan perubahan kallikrein menjadi
kinin di dalam sumsum tulang alveolar. Sehingga, adanya plasmin menjelaskan kemungkinan terjadinya dry socket dengan berbagai aspek seperti neuralgia dan disintegrasi
bekuan darah.
17,30
Pada penelitian Nitzan dalam jurnal “Modern Concepts in Understanding and Management of the Dry Socket Syndrome : Comprehensive Review of the Literature”
menyatakan bahwa Treponema denticola diketahui berkembang biak dan menghancurkan bekuan darah tanpa menghasilkan gejala klinis yang khas pada infeksi, seperti kemerahan,
bengkak atau terbentuknya pus dan sebelumnya telah diisolasi dari dry socket. Treponema denticola merupakan bakteri anaerob yang berimplikasi pada penyakit periodontal dan dapat
menghasilkan bau busuk yang khas dari dry socket dan Treponema denticola ini juga menunjukkan aktivitas fibrinolitik seperti plasmin sedangkan bakteri rongga mulut lainnya
pada umumnya hanya memiliki aktivitas yang minim.
4,17,24
Gambar 3. Patofisiologi dry socket
17
Universitas Sumatera Utara
2.6.4 Insidensi
Penelitian yang dilakukan oleh Khatab U et al 2008-2011, bahwa dry socket dapat terjadi sebanyak 0,5-5 pada kasus pencabutan gigi dan sebanyak 1-37,5 pada kasus
pembedahan molar 3 atau odontektomi, dimana berdasarkan jenis kelamin laki -laki lebih banyak dibandingkan perempuan dengan persentase pada laki-laki 53 dan perempuan
47,6, sedangkan untuk berdasarkan rahang, bahwa dry socket lebih tinggi pada rahang bawah sebanyak 73,3 dan rahang atas sebanyak 26,7, dan berdasarkan umur pasien
persentase lebih tinggi pada umur 31-40 yaitu sebanyak 36,6.
9
Penelitian yang dilakukan oleh Kasumaningrum A pada tahun 2008 di RSGM-P FKG UI, bahwa sebanyak 828 kasus pencabutan gigi terdapat 0,6 kasus dry socket.
21
2.6.5 Faktor Resiko
1. Trauma pada saat pencabutan
Peningkatan terjadinya dry socket dapat di sebabkan oleh pencabutan gigi yang sulit dan trauma pada saat pencabutan. Dry socket lebih sering terjadi pada pencabutan gigi molar
terutama pada molar ketiga mandibula. Trauma bedah yang cukup besar menyebabkan tulang alveolar melepaskan aktivator-aktivator jaringan dan merubah plasminogen menjadi plasmin
yang menghancurkan bekuan fibrin sehingga menghasilkan soket yang kering dan rasa nyeri.
4,11,17
2. Usia
Sebagian besar literatur mengatakan bahwa dry socket jarang terjadi di masa kecil dan insiden yang meningkat pada usia yang berkelanjutan. Penelitian Khitab U 2012
mengemukakan bahwa 2,2 pada kelompok usia 11-20 tahun, 22,2 pada kelompok usia 21-30 tahun, 36,6 pada usia kelompok 31-40 tahun, 16,7 pada kelompok usia 41-50,
13,4 pada kelompok usia 51-60 tahun, dan 8,9 pada kelompok usia lanjut. Banyaknya terjadi pada usia 31-40 tahun tersebut dikarenakan pembentukan tulang alveolar sudah
sempurna dan banyak terjadi penyakit periodontal sehingga adanya trauma pencabutan yang kemungkinan menimbulkan terjadinya dry socket.
7
3. Jenis kelamin dan penggunaan kontrasepsi
Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi terjadinya dry socket yang menggambarkan pada wanita lebih besar dibandingkan pada pria. Penggunaan tablet
kontrasepsi menunjukkan peningkatan terhadap terjadinya dry socket. Hal ini disebabkan
Universitas Sumatera Utara
karena di dalam tablet kontrasepsi terdapat estrogen yang memiliki peranan terhadap terjadinya dry socket sehingga mengakibatkan tingginya level plasminogen dalam darah dan
menstimulasi aktivitas fibrinolisis. Aktivitas fibrinolisis meningkat maksimum pada pertengahan siklus tablet kontrasepsi dan menurun mendekati normal pada masa tidak aktif
sebab siklus penggunaan tablet kontrasepsi dijadwalkan selama 21 hari dengan diikuti masa aktif selama 7 hari. Pada hari 2-3 setelah penggunaan tablet kontrasepsi dihentikan maka
siklusnya akan terjadi penurunan. Oleh karena itu, resiko terjadinya dry socket pasien yang mengkonsumsi tablet kontrasepsi dapat diperkecil jika melaksanakan pencabutan gigi pada
minggu terakhir dari siklus yaitu pada hari 22-28.
17,21,25
4. Kebiasaan merokok
Menurut penelitian bahwa merokok mempunyai hubungan yang signifikan dengan terjadinya dry socket. Hal ini dikarenakan masuknya benda asing yang mengkontaminasi
daerah pencabutan sehingga melarutkan bekuan darah dari alveolus dan menghambat penyembuhan sebab bahan-bahan yang terkandung dalam rokok dapat menimbulkan masalah
terhadap mekanisme pembekuan darah yang terjadi. Bahan dasar rokok adalah tembakau, yang mengandung tar, nikotin, dan karbon monoksida CO. Pasca pencabutan gigi, pasien
yang merokok menunjukkan keterlambatan dalam penyembuhan luka. Pada nikotin kemungkinan akan mengganggu suplai oksigen yang menyebabkan berkurangnya aliran
darah pada jaringan melalui efek vasokonstriksi. Nikotin juga dapat meningkatkan viskositas darah yang disebabkan oleh aktivitas fibrinolitik yang menurun dan augmentasi daya lekat
platelet. Selain nikotin, karbon monoksida dalam rokok dapat menyebabkan putusnya aliran oksigen ke jaringan, sehingga menyebabkan turunnya jumlah hemoglobin oksigenasi dalam
aliran darah. Serta pada hidrogen sianida juga telah diketahui merupakan komponen dalam rokok yang dapat merusak metabolisme oksigen seluler dan menyebabkan oksigen yang
membahayakan bagi jaringan.
4,17,26,30
5. Gigi yang dicabut
Pembedahan molar tiga mandibular relatif sulit dilakukan dan memakan waktu yang lama, sehingga kemungkinan memicu terjadinya dry socket. Hal ini disebabkan tulang
mandibula yang padat dan vaskularisasi nya lebih sedikit dari pada maksila sehingga pencabutan gigi geligi mandibula biasanya lebih sulit dibandingkan gigi geligi maksila dan
gaya berat menyebabkan soket pada mandibula lebih cenderung untuk terkontaminasi terhadap sisa-sisa makanan.
21,25
6. Penggunaan anastesi lokal
Universitas Sumatera Utara
Penggunaan anastesi lokal lebih meningkat resiko terjadinya dry socket dibandingkan dengan anastesi umum, jenis bahan anastesi lokal juga berpengaruh. Dengan menggunakan
xylocaine yang mengandung vasokonstriktor bahan adrenalin dapat menyebabkan kemungkinan terjadinya terjadinya dry socket lebih besar dibanding dengan citanest.
11.17
7. Oral higien yang buruk
Peranan mikroorganisme pada pasien dengan oral hygiene yang buruk dan adanya inflamasi secara signifikan dapat meningkatkan insidens terjadinya dry socket. Sebuah teori
mengemukakan bahwa adanya mikroorganisme dalam flora normal mulut dapat menyebabkan luka pencabutan gigi terinfeksi.
4,11,17,21
2.6.6 Pencegahan
Ada beberapa hal yang dapat mencegah terjadinya dry socket adalah : a.
Pencabutan gigi pada waktu yang tepat Melakukan pencabutan gigi pada saat adanya inflamasi sangat tidak dianjurkan karena
akan menimbulkan komplikasi pasca pencabutan, seperti terjadinya dry socket. Hal ini terjadi karena pada dinding alveolus terdapat jaringan yang meradang sehingga menghalangi suplai
darah ke tulang dan daerah pencabutan. Untuk itu ada baiknya menunda pencabutan gigi terlebih dahulu sampai inflamasi sembuh dan memberikan obat-obatan.
2,3,15
b. Teknik pencabutan yang tepat
Sebuah teori menyatakan bahwa trauma yang besar terhadap tulang dapat merusak tulang alveolar sehingga resistensi terhadap infeksi menurun dan enzim bakteri menghancurkan
bekuan darah. Pada kasus yang sukar pencabutan gigi dengan pembukaan flep dapat meminimalkan trauma sehingga penyembuhan primer akan lebih cepat terjadi.
3,15,20,25
c. Sterilisasi alat yang baik
Mensterilkan alat-alat sebelum melakukan pencabutan sangat penting, seperti skapel, elevator, tang, dan jarum jahit dapat berpotensi terhadap terjadinya infeksi. Sebab alat-alat ini
berkontak langsung dengan jaringan lunak, tulang, darah, dan saliva. Jika pada saat melakukan tindakan alat tersebut dalam keadaan tidak steril kemungkinan akan terjadi
kontaminasi oleh mikroorganisme yang terdapat pada alat dengan darah dan saliva pada daerah pencabutan gigi. Oleh karena itu, sebaiknya alat-alat dalam keadaan steril sehingga
dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme sehingga memperkecil terjadinya dry socket setelah pencabutan gigi.
2,3,15,20,25
d. Anastesi yang cukup pada pasien
Universitas Sumatera Utara
Dengan menggunakan anastesi yang mengandung vasokonstriktor dapat mengurangi perdarahan pada saat pencabutan atau pembedahan, menghasilkan daerah kerja yang
darahnya sedikit dan anastesi yang lama. Akan tetapi apabila jumlah anastesi dengan vasokonstriktor terlalu banyak sehingga dapat mengurangi suplai darah ke tulang daerah
pencabutan sehingga menghilangkan bekuan darah yang mengakibatkan kuman-kuman masuk ke dalam alveolus. Oleh karena itu, sebaiknya jumlah anastesi dengan vasokonstriktor
diberikan dengan dosis yang cukup, agar alveolus tidak kering dan tidak menimbulkan rasa nyeri yang hebat pasca pencabutan.
15,19,20
e. Penggunaan antibiotik
Penggunaan antibiotik dapat mencegah luka pencabutan gigi terinfeksi dan terkontaminasi baik yang ada di rongga mulut maupun dari alat-alat yang digunakan. Dengan
menggunakan antibiotik efektif untuk mencegah dry socket. Biasanya dengan menggunakan bubuk, suspensi, atau dengan diletakan di kasa.
3,15,20
f. Penggunaan klorheksidin
Penggunaan klorheksidin baik dengan obat kumur atau irigasi efektif mengurangi soket yang kering. Dengan menggunakan klorheksidin 0,2 dapat mencegah gangguan bakteri dari
membran sel serta efektif melawan berbagai bakteri gram - dan gram + yang dapat mengakibatkan terjadinya dry socket.
3,4,11,30
g. Penggunaan saline isotonik NaCl 0,9
Dengan menggunakan saline isotonik NaCl 0,9 pada pencabutan gigi dapat membebaskan rongga mulut secara menyeluruh dari bakteri yang merupakan faktor
terjadinya dry socket. Larutan saline isotonik ini tidak menghambat penyembuhan, dan tidak menyebabkan alergi pada soket pencabutan.
3,19,28
Penatalaksaan
Perawatan dry socket karena adanya lisis pada fibrin, yaitu
26,27,29
: a.
Fibrinolisis keterlibatan bakteri 1.
Pertama soket diirigasi dengan larutan saline dengan tujuan untuk membersihkan sisa jaringan nekrotik pada soket bekas pencabutan gigi. Soket tidak boleh di kuretase sampai
ke tulang bagian dalam, karena dapat mengenai tulang yang terbuka dan meningkatkan rasa sakit pada pasien. Soket yang diirigasi dengan larutan saline sebaiknya disedot
dengan hati-hati agar bagian yang utuh dapat dipertahankan. 2.
Buatlah pendarahan pada soket untuk merangsang terjadinya bekuan darah.
Universitas Sumatera Utara
3. Letakkan alvogyl pada soket bekas pencabutan gigi. Kandungan alvogyl yaitu
iodoform dapat memberikan efek antimikroba, eugenol atau benzokain dapat memberikan efek analgesik saat dimasukkan ke dalam soket dan butamben dapat
memberikan anastesi moderate yang efektif. Penggunaan obat lain yaitu meletakkan kasa yang telah diberi iodoform dimasukkan ke dalam soket bekas pencabutan gigi.
Kandungan pada obat tersebut eugenol atau benzokain yang dapat menurunkan rasa sakit pada pasien.
4. Kasa diganti setiap hari untuk 3-6 hari ke depan, tergantung keparahan rasa sakit oleh
pasien. Untuk penggantian kasa sebaiknya diirigasi terlebih dahulu dengan larutan saline. 5.
Jika rasa sakit pasien sudah berkurang, kasa dapat dilepas karena apabila kasa diletakkan terlalu lama pada soket akan bertindak sebagai benda asing dan penyembuhan
soket akan lebih lama. 6.
Setelah kasa dilepas instruksikan pasien untuk menjaga kebersihan rongga mulut dan pemberian obat non steroid anti inflamasi NSAID analgesik, jika pasien tidak ada
kontraindikasi dalam riwayat medis. b.
Fibrinolisis tanpa keterlibatan bakteri, yaitu: Dengan meresepkan multivitamin yang dapat meningkatkan imunitas dan daya tahan
tubuh pasien seperti vitamin c. Vitamin c dapat menjaga dan meningkatkan sistem imun tubuh, vitamin c juga suatu benteng pertahanan tubuh yang memiliki tugas menghalangi serta
memusnahkan virus dan bakteri yang membahayakan tubuh.
Universitas Sumatera Utara
2.6 Kerangka Teori
Perawatan Pasca Pencabutan Pencabutan
Proses Penyembuhan
Komplikasi
Dry Socket
Patofisiologi Etiologi
Penatalaksanaan Gambaran
Klinis Faktor
Resiko Insidens
Pencegahan
Universitas Sumatera Utara
2.7 Kerangka Konsep
Pengetahuan Mahasiswa Kepanitraan Klinik
Departemen Bedah Mulut FKG USU
Pencegahan terjadinya Dry Socket
Defenisi Etiologi
Gambaran Klinis Patofisiologi
Pencegahan
Universitas Sumatera Utara
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode survei deskriptif, maksudnya adalah suatu penelitian yang tujuan utamanya mendeskripsikan atau menggambarkan
pengetahuan mahasiswa kepanitraan klinik terhadap pencegahan dry socket di Departemen
Bedah Mulut RSGM-P FKG USU.
3.2 Tempat dan Waktu Penelitian 3.2.1 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU jalan Alumni no.2 USU, Medan.
3.2.2 Waktu Penelitian Penelitian dilakukan pada bulan Desember 2013 sampai Maret 2014..
3.3 Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi Penelitian
Populasi penelitian ini adalah mahasiswa kepanitraan klinik di Departemen Bedah Mulut
RSGM-P FKG USU. 3.3.2 Sampel Penelitian
Teknik pemilihan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik total sampling atau sampel jenuh dimana sampel merupakan seluruh populasi, maka seluruh mahasiswa
kepanitraan klinik Departemen Bedah Mulut RSGM-P FKG USU tahun 2013-2014 sebanyak 69 orang yaitu pada periode 2 Desember 2013 sampai 8 Februari 2014 berjumlah 12 orang,
periode 6 Januari 2014 sampai 15 Maret 2014 berjumlah 14 orang, periode 24 Februari 2014 sampai 03 Mei 2014 berjumlah 19, dan periode 3 Maret 2014 sampai 10 Mei 2014 berjumlah
24 orang. Sampel yang digunakan dalam penelitian adalah mahasiswa kepanitraan klinik yang bersedia.
Universitas Sumatera Utara